Anda di halaman 1dari 18

1

BAB I
PENDAHULUAN

Congenital talipes equinovarus (CTEV) yang juga dikenal sebagai ‘club foot’ adalah
suatu gangguan perkembangan ekstremitas inferior yang sering ditemui, tetapi masih jarang
dipelajari. CTEV dimasukkan dalam terminology “sindromik” bila kasus ini ditemukan
bersamaan dengan gambaran klinik lain sebagai suatu bagian dari sindrom genetik. CTEV
dapat timbul sendiri tanpa didampingi gambaran klinik lain, dan sering disebut sebagai
CTEV idiopatik. CTEV sindromik sering menyertai gangguan neurologis dan neuromuskular,
seperti spina bifi da maupun atrofi muscular spinal. Bentuk yang paling sering ditemui adalah
CTEV idiopatik; pada bentuk ini, ekstremitas superior dalam keadaan normal.1
Club foot ditemukan pada hieroglif Mesir dan perawatannya dijelaskan oleh
Hipokrates pada 400 SM dengan cara memanipulasi kaki dengan lembut untuk kemudian
dipasangi perban. Sampai saat ini, perawatan modern juga masih mengandalkan manipulasi
dan immobilisasi. Manipulasi dan immobilisasi serial yang dilakukan secara hati-hati diikuti
pemasangan gips adalah metode perawatan modern non-operatif. Cara imobilisasi yang saat
ini mungkin paling efektif adalah metode Ponseti; metode ini dapat mengurangi perlunya
operasi. Walaupun demikian, masih banyak kasus yang membutuhkan terapi operatif.1
Frekuensi CTEV dari populasi umum adalah 1:700 sampai 1:1000 kelahiran hidup
dimana anak laki-laki dua kali lebih sering daripada perempuan. Berdasarkan data, 35%
terjadi pada kembar monozigot dan hanya 3% pada kembar dizigot. Ini menunjukkan adanya
peranan faktor genetika. Insidensi pada laki-laki 65% kasus, sedangkan pada perempuan 30-
40% kasus. Pada pasien pengambilan cairan amnion, deformitas ekstrimitas bawah kira-kira
mencapai 1-1,4% kasus. Sedangkan pada ibu yang mengalami pecah ketuban kira-kira
terdapat 15% kasus. Epidemiologi CTEV terbanyak pada kasus-kasus amniotic.
2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Pedis2,3


Pedis pada manusia terdiri dari 26 tulang, yang dapat dibagi menjadi tiga bagian,
yaitu:
 7 tulang tarsal
 5 tulang metatarsal
 14 tulang phalanges
Pedis atau kaki, dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu: kaki belakang (hindfoot), kaki
tengah (midfoot), kaki depan (forefoot). Kaki belakang terdiri dari 2 tulang dari 7 tulang
tarsal yaitu tulang kalkaneus dan talus dan kelima sisa tulangnya termasuk dalam kaki tengah,
dan kaki depan terdiri dari tulang metatarsal dan phalanges.
3

2.1.1 Anatomi tulang Pedis


Tulang tarsal terdiri dari 7 tulang yaitu calcaneus, talus, cuboidea naviculare dan 3
tulang cuneiforme.
1. Tulang calcaneus
Tulang calcaneus adalah tulang yang terbesar yang terdapat di region pedis, tulang ini
berada di daerah tumit dan berfungsi untuk menopang badan ketika tumit kita menyentuh
permukaan. Tulang ini menjorok keluar pada kaki bagian belakang, merupakan tempat
melekatnya ligament calcaneus. Tulang ini memiliki 3 dimensi dan berbentuk persegi
panjang dan memiliki 6 permukaan. Tulang calcaneus memiliki 2 artikulasi yaitu dengan
tulang cuboid dan talus.
2. Tulang Talus
Talus adalah tulang kedua terbesar pada tulang tarsal dan berada diatas tulang
calcaneus pada bagian belakang kaki. Tulag ini unik karena 2 dari tiga permukaan tulang
ditutupi oleh artikulasi kartilago dan tulang ini tidak memilki insersio entah itu dari
tendon atau otot. Tulang ini memiliki 5 permukaan sendi semua memiliki fungsi menahan
berat badan. Tulang ini terbagi menjadi 3 bagian yaitu kepala, leher dan badan.
3. Tulang cuboid
Tulang cuboid terletak di sisi lateral kaki, didepan dari tulang calcaneus dan
dibelakang tulang ke empat dan kelima dari metatarsal.
4. Tulang naviculare
Tulang naviculare terletak pada medial pada kaki tengah diantara talus dan 3 tulang
cuneiforme.
5. Tulang Cuneiforme
Tulang cuneiforme terdiri dari 3 tulang yaitu cuneiforme medial, tengah dan lateral.
6. Tulang metatarsal
Tulang metatarsal terdiri dari tulang kesatu sampai kelima dihitung dari medial ke
lateral masing-masing memiliki kepala, leher dan basis.
Karakteristik umum tulang metatarsal; tulang-tulang metatarsal secara kasar
berbentuk silinder. Bentuknya mengecil dari ujung proksimal ke ujung distal. Tulang ini
melengkung di sumbu panjang, pada permukaan plantar berbentuk cekung dan
permukaan dorsal cembung.
4

7. Tulang phalanges atau jari-jari kaki


Tulang jari-jari kaki berjumblah sama dengan jari-jari tangan, bentuknya pun lumayan
sama ada jempol dan juga telunjuk serta 3 jari lainnya meskipun dalam bentuknya
berbeda dari segi ukuran.

2.1.2 Struktur-Struktur pada Regio Pedis


Struktur yang berjalan melalui retinaculum extensorum(selaput pembungkus) dari
medial kelateral adalah :
 Tendon m. tibialis anterior
 Tendon m. ekstensor hallucis longus
 a. tibialis anterior
 n. peroneus profundus
 Tendon m. ekstensor digitorum longus
 m. peroneus tertius
Tendon- tendon diatas dikelilingi oleh selubung synovial.

Struktur yang berjalan dibelakang malleolus medialis dari medial kelateral adalah :
 Tendon m. tibialis posterior
 m. flexor digitorum longus
 a. tibialis posterior
 n. tibialis
 m. flexor hallucis longus
 n. suralis

2.3 Definisi
Congenital talipes equinovarus, talipes berasal dari bahasa latin dari kata talus (ankle)
dan pes (foot), berarti sebuah kelainan pada kaki (foot) didaerah ankle/pergelangan.
Equinovarus berasal dari kata equino yang berarti kaki kuda, varus (bengkok kearah medial).
Jadi kelainan ini berupa terfiksasinya kaki depan dalam posisi aduksi dan supinasi, tumit
yang mengalami inversi dan pergelangan kaki dalam keadaan plantar fleksi. Kelainan ini
disebut juga “clubfoot” karena bentuknya seperti kaki club.4
5

2.4 Epidemiologi
Insidens CTEV bervariasi, bergantung dari ras dan jenis kelamin. Insidens CTEV di Amerika
Serikat sebesar 1-2 kasus dalam 1000 kelahiran hidup. Perbandingan kasus laki-laki dan
perempuan adalah 2:1. Keterlibatan bilateral didapatkan pada 30-50% kasus.1

2.5 Klasifikasi1,2,4
1. Tipe ekstrinsik/fleksibel
Tipe yang kadang-kadang disebut juga tipe konvensional ini merupakan tipe yang
mudah ditangani dan memberi respon terhadap terapi konservatif. Kaki dalam posisi
equinoverus akan tetap fleksibel dan mudah di koreksi dengan tekanan manuil. Tipe ini
merupakan tipe postural yang dihubungkan dengan postur intrauterin. Kelainan pada tulang
tidak menyeluruh, tidak terdapat pemendekan jaringan lunak yang berat. Tampak tumit yang
normal dan terdapat lipatan kulit pada sisi luar pergelangan kaki.5

2. Tipe intrinsik/rigid
Terjadi pada insiden kurang lebih 40% deformitas. Merupakan kasus resisten, kurang
memberi respon terhadap terapi konservatif dan kambuh lagi dengan cepat. Jenis ini
ditandai dengan betis yang kurus, tumit kecil dan tinggi, kaki lebih kaku dan deformitas
yang hanya dapat dikoreksi sebagian atau sedikit dengan deformitas yang hanya dapat
dikoreksi sebagian atau sedikit dengan tekanan manual dan tulang abnormal tampak
waktu dilahirkan. Tampak lipatan kulit di sisi medial kaki.5

2.6 Etiologi1,2,4
Etiologi CTEV tidak diketahui pasti; beberapa teori tentang etiologi CTEV antara
lain :
a. Faktor mekanik intrauteri
Teori tertua oleh Hipokrates. Dikatakan bahwa kaki bayi ditahan pada posisi
equinovarus karena kompresi eksterna uterus. Parker (1824) dan Browne (1939) mengatakan
bahwa oligohidramnion mempermudah terjadinya penekanan dari luar karena keterbatasan
gerak fetus.
b. Defek neuromuscular
Beberapa peneliti percaya bahwa CTEV selalu karena adanya defek neuromuscular,
tetapi banyak penelitian tidak menemukan adanya kelainan histologis dan elektromiografik.
6

c. Defek sel plasma primer


Setelah melakukan pembedahan pada 11 kaki CTEV dan 14 kaki normal; Irani &
Sherman menemukan bahwa pada kasus CTEV, leher talus selalu pendek, diikuti rotasi
bagian anterior ke arah medial dan plantar; diduga karena defek sel
d. Perkembangan fetus terhambat
e. Herediter
Adanya faktor poligenik mempermudah fetus terpapar faktor-faktor eksternal, seperi
infeksi Rubella dan pajanan talidomid (Wynne dan Davis).
f. Vaskular
Atlas dkk. (1980) menemukan abnormalitas vaskulatur berupa hambatan vascular
setinggi sinus tarsalis pada kasus CTEV. Pada bayi dengan CTEV didapatkan muscle wasting
di bagian ipsilateral, mungkin karena berkurangnya perfusi arteri tibialis anterior selama
masa perkembangan.plasma primer.

2.7 Diagnosis dan Manifestasi Klinis2,4


Cari riwayat adanya CTEV atau penyakit neuromuskuler dalam keluarga. Deformitas
serupa dapat ditemui pada mielomeningokel dan artrogriposis. Lakukan pemeriksaan lengkap
untuk mengidentifikasi kelainan lain. Periksa kaki bayi dalam keadaan tengkurap, sehingga
bagian plantar dapat terlihat. Periksa juga dengan posisi bayi supine untuk mengevaluasi
adanya rotasi internal dan varus. Pergelangan kaki berada dalam posisi ekuinus dan kaki
berada dalam posisi supinasi (varus) serta adduksi. Tulang navikular dan kuboid bergeser ke
arah lebih medial. Terjadi kontraktur jaringan lunak plantar pedis bagian medial. Tulang
kalkaneus tidak hanya berada dalam posisi ekuinus, tetapi bagian anteriornya mengalami
rotasi ke arah medial disertai rotasi ke arah lateral pada bagian posteriornya.1
Tumit tampak kecil dan kosong; pada perabaan tumit akan terasa lembut (seperti pipi).
Sejalan dengan terapi, tumit akan terisi kembali dan pada perabaan akan terasa lebih keras
(seperti meraba hidung atau dagu). Karena bagian lateralnya tidak tertutup, maka leher talus
dapat dengan mudah teraba di sinus tarsalis. Normalnya leher talus tertutup oleh tulang
navikular dan badan talus. Maleolus medialis menjadi sulit diraba dan pada umumnya
menempel pada tulang navikular. Jarak yang normal terdapat antara tulang navikular dan
maleolus menghilang. Tulang tibia sering mengalami rotasi internal.1
7

2.8.1 Diagnosis Banding


a. Postural clubfoot – terjadi karena posisi fetus dalam uterus. Jenis abnormalitas kaki
ini dapat dikoreksi secara manual. Postural clubfoot memberi respons baik pada
pemasangan gips serial dan jarang relaps.
b. Metatarsus adductus (atau varus) – suatu deformitas tulang metatarsal saja. Forefoot
mengarah ke garis tengah tubuh, atau berada pada aposisi adduksi. Abnormalitas ini
dapat dikoreksi dengan manipulasi dan pemasangan gips serial.

2.9 Pemeriksaan Penunjang1,2,4


Gambaran radiologis CTEV adalah adanya kesejajaran tulang talus dan kalkaneus.
Posisi kaki selama pengambilan foto radiologis sangat penting. Posisi anteroposterior (AP)
diambil dengan kaki fleksi terhadap plantar sebesar 30º dan posisi tabung 30° dari keadaan
vertikal.
 Posisi lateral diambil dengan kaki fleksi terhadap plantar sebesar 30º. Gambaran AP dan
lateral juga dapat diambil pada posisi kaki dorsofleksi dan plantar fleksi penuh. Posisi ini
penting untuk mengetahui posisi relatif talus dan kalkaneus dan mengukur sudut
talokalkaneal dari posisi AP dan lateral.
 Garis AP digambar melalui pusat dari aksis tulang talus (sejajar dengan batas medial)
serta melalui pusat aksis tulang kalkaneus (sejajar dengan batas lateral). Nilai normalnya
adalah antara 25-40°. Bila sudut kurang dari 20°, dikatakan abnormal. Garis
anteroposterior talokalkaneus hampir sejajar pada kasus CTEV. Seiring dengan terapi,
baik dengan casting maupun operasi, tulang kalkaneus akan berotasi ke arah eksternal,
diikuti dengan talus yang juga mengalami derotasi. Dengan demikian akan terbentuk
sudut talokalkaneus yang adekuat.
 Garis lateral digambar melalui titik tengah antara kepala dan badan tulang talus serta
sepanjang dasar tulang kalkaneus. Nilai normalnya antara 35-50°, sedang pada CTEV
nilainya berkisar antara 35° dan negatif 10°. Garis AP dan lateral talus normalnya melalui
pertengahan tulang navikular dan metatarsal pertama. Sudut dari dua sisi (AP and lateral)
ditambahkan untuk menghitung indeks talokalkaneus; pada kaki yang sudah terkoreksi
akan memiliki nilai lebih dari 40°.
 Pengambilan foto radiologis lateral dengan kaki yang ditahan pada posisi maksimal
dorsofleksi adalah metode yang paling dapat diandalkan untuk mendiagnosis CTEV yang
tidak dikoreksi.
8

Measurement Normal Foot Clubfoot

Tibiocalcaneal 60-90° on lateral >90° (hindfoot equinus) on lateral


angle view view

25-45° on lateral < 25° (hindfoot varus) on lateral


Talocalcaneal
view, 15-40° on view, < 15° (hindfoot varus) on DP
angle
DP view view

Slight on lateral None (forefoot supination) on


Metatarsal
view, slight on DP lateral view, increased (forefoot
convergence
view supination) on DP view

2.10 Penatalaksanaan1,2,6
2.10.1 Terapi Medis
Tujuan terapi medis adalah untuk mengoreksi deformitas dan mempertahankan
koreksi yang telah dilakukan sampai terhentinya pertumbuhan tulang.
Secara tradisional, CTEV dikategorikan menjadi dua macam, yaitu :
 CTEV yang dapat dikoreksi dengan manipulasi, casting, dan pemasangan gips.
 CTEV resisten yang memberikan respons minimal terhadap penatalaksanaan dengan
pemasangan gips dan dapat relaps cepat walaupun awalnya berhasil dengan terapi
manipulatif. Pada kategori ini dibutuhkan intervensi operatif.
9

The Pirani Scoring System


Dapat digunakan untuk identifikasi tingkat keparahan dan memantau perkembangan
kasus CTEV selama koreksi dilakukan. Sistem ini terdiri dari 6 kategori, masing-masing 3
dari hindfoot dan midfoot. Untuk hindfoot, kategori terbagi menjadi tonjolan
posterior/posterior crease (PC), kekosongan tumit/emptiness of the heel (EH), dan derajat
dorsofleksi /degree of dorsiflexion (DF). Sedangkan untuk kategori midfoot, terbagi menjadi
kelengkungan batas lateral/curvature of the lateral border (CLB), tonjolan di sisi
medial/medial crease (MC) dan terpajannya kepala lateral talus/uncovering of the lateral
head of the talus (LHT).
A. Curvature of the lateral border of the foot (CLB)
Batas lateral kaki normalnya lurus. Batas kaki yang tampak melengkung
menandakan terdapat kontraktur medial.
Lihat pada bagian plantar pedis dan letakkan batangan/penggaris di bagian
lateral kaki. Normalnya, batas lateral kaki tampak lurus, mulai dari tumit sampai ke
kepala metatarsal ke lima. Skor adalah 0 (Gambar 1).
Pada kaki abnormal, batas lateral nampak menjauhi garis lurus tersebut. Batas
lateral yang tampak melengkung ringan diberi nilai 0,5 (lengkungan terlihat di bagian
distal kaki pada area sekitar metatarsal) (Gambar 2).
Kelengkungan batas lateral kaki yang nampak jelas diberi nilai 1
(kelengkungan tersebut nampak setinggi persendian kalkaneokuboid) (Gambar 3).
10

B. Medial crease of the foot (MC)


Pada keadaan normal, kulit daerah telapak kaki akan memperlihatkan garis-
garis halus. Lipatan kulit yang lebih dalam dapat menandakan adanya kontraktur di
daerah medial. Pegang kaki dan tarik dengan lembut saat memeriksa.
Lihatlah pada lengkung batas medial kaki. Normalnya, akan terlihat garis-
garis halus pada kulit telapak kaki yang tidak mengubah kontur lengkung medial
tersebut. Nilai MC adalah 0 (Gambar 4).
Pada kaki abnormal, akan tampak satu atau dua lipatan kulit yang dalam.
Apabila hal ini tidak terlalu banyak mempengaruhi kontur lengkung medial, nilai MC
adalah 0,5 (Gambar 5).
Apabila lipatan ini tampak dalam dan dengan jelas mempengaruhi kontur
batas medial kaki, nilai MC adalah sebesar 1 (Gambar 6).

C. Posterior crease of the ankle (PC)


Pada keadaan normal, kulit bagian tumit posterior akan memperlihatkan
lipatan kulit multipel halus. Terdapatnya lipatan kulit yang lebih dalam menunjukkan
adanya kemungkinan kontraktur posterior yang lebih berat. Tarik kaki dengan lembut
saat memeriksa.
Pemeriksa melihat ke tumit pasien. Normalnya akan terlihat adanya garis-garis
halus yang tidak mengubah kontur tumit. Lipatan-lipatan ini menyebabkan kulit dapat
menyesuaikan diri, sehingga dapat meregang saat kaki dalam posisi dorsofl eksi. Pada
kondisi ini, nilai PC adalah 0 (Gambar 7).
11

Pada kaki abnormal, akan didapatkan satu atau dua lipatan kulit yang dalam.
Apabila lipatan ini tidak terlalu mempengaruhi kontur dari tumit, nilai PC adalah 0,5
(Gambar 8).
Apabila pada pemeriksaan ditemukan lipatan kulit yang dalam di daerah tumit
dan hal tersebut merubah kontur tumit, nilai PC adalah 1 (Gambar 9).

D. Lateral part of the Head of the Talus (LHT)


Pada kasus CTEV yang tidak diterapi, pemeriksa dapat meraba kepala talus di
bagian lateral. Dengan terkoreksinya deformitas, tulang navikular akan turun
menutupi kepala talus, membuatnya menjadi lebih sulit teraba, dan akhirnya sama
sekali tidak dapat teraba. Tanda “turunnya tulang navikular menutupi kepala talus”
adalah ukuran besarnya kontraktur di daerah medial (Gambar 10).

2.10.2 Penatalaksanaan Non-operatif


Berupa pemasangan splint yang dimulai pada bayi berusia 2-3 hari. Urutan koreksi
yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Adduksi kaki depan (forefoot)
2. Supinasi kaki depan
3. Ekuinus
Usaha-usaha untuk memperbaiki posisi ekuinus di awal masa koreksi dapat
mematahkan kaki pasien, dan mengakibatkan terjadinya rockerbottom foot. Tidak boleh
dilakukan pemaksaan saat melakukan koreksi. Tempatkan kaki pada posisi terbaik yang bisa
didapatkan, kemudian pertahankan posisi ini dengan menggunakan “strapping” yang diganti
12

tiap beberapa hari, atau menggunakan gips yang diganti beberapa minggu sekali. Cara ini
dilanjutkan hingga dapat diperoleh koreksi penuh atau sampai tidak dapat lagi dilakukan
koreksi selanjutnya.
Posisi kaki yang sudah terkoreksi ini kemudian dipertahankan selama beberapa bulan.
Tindakan operatif harus dilakukan sesegera mungkin saat tampak kegagalan terapi
konservatif, yang antara lain ditandai dengan deformitas menetap, deformitas berupa
rockerbottom foot, atau kembalinya deformitas segera setelah koreksi dihentikan.
Setelah pengawasan selama 6 minggu biasanya dapat diketahui apakah jenis
deformitas CTEV mudah dikoreksi atau resisten. Hal ini dikonf rmasi menggunakan X-ray
dan dilakukan perbandingan penghitungan orientasi tulang. Tingkat kesuksesan metode ini
11-58%.

2.10.3 Metode Ponseti


Metode ini dikembangkan dari penelitian kadaver dan observasi klinik oleh dr.
Ignacio Ponseti dari Universitas Iowa. Langkah-langkah yang diambil:
1. Deformitas utama pada kasus CTEV adalah adanya rotasi tulang kalkaneus ke arah
intenal (adduksi) dan fleksi plantar pedis. Kaki dalam posisi adduksi dan plantar pedis
mengalami fleksi pada sendi subtalar. Tujuan pertama adalah membuat kaki dalam
posisi abduksi dan dorsofleksi. Untuk mendapatkan koreksi kaki yang optimal, tulang
kalkaneus harus bisa dengan bebas dirotasikan ke bawah talus. Koreksi dilakukan
melalui lengkung normal persendian subtalus, dapat dilakukan dengan cara
meletakkan jari telunjuk operator di maleolus medialis untuk menstabilkan kaki,
kemudian mengangkat ibu jari dan diletakkan di bagian lateral kepala talus, sementara
melakukan gerakan abduksi pada kaki depan dengan arah supinasi.
2. Cavus kaki akan meningkat bila kaki depan berada dalam posisi pronasi. Apabila ada
pes cavus, langkah pertama koreksi kaki adalah mengangkat metatarsal pertama
dengan lembut untuk mengoreksi cavusnya. Setelah terkoreksi, kaki depan dapat
diposisikan abduksi seperti pada langkah pertama.
3. Saat kaki dalam posisi pronasi, dapat menyebabkan tulang kalkaneus berada di bawah
talus. Apabila hal ini terjadi, tulang kalkaneus tidak dapat berotasi dan menetap pada
posisi varus, cavus akan meningkat. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya bean-
shaped foot. Pada akhir langkah pertama, kaki akan berada pada posisi abduksi
maksimal, tetapi tidak pernah pronasi.
13

4. Manipulasi dikerjakan di ruang khusus setelah bayi disusui. Setelah kaki dimanipulasi,
selanjutnya dipasang long leg cast untuk mempertahankan koreksi yang telah
dilakukan. Gips dipasang dengan bantalan seminimal mungkin, tetapi tetap adekuat.
Langkah selanjutnya adalah menyemprotkan tingtur benzoin ke kaki untuk
melekatkan kaki dengan bantalan gips. Dr. Ponsetti lebih memilih memasang bantalan
tambahan sepanjang batas medial dan lateral kaki, agar aman saat melepas gips
menggunakan gunting gips. Gips yang dipasang tidak boleh sampai menekan ibu jari
kaki atau mengobliterasi arcus transversalis. Posisi lutut berada pada sudut 90° selama
pemasangan gips panjang. Orang tua bayi dapat merendam gips ini selama 30-45
menit sebelum dilepas. Gips dibelah dua, dilepas menggunakan gergaji berosilasi
(berputar), kemudian disatukan kembali. Hal ini untuk mengetahui perkembangan
abduksi kaki depan, selanjutnya dapat digunakan untuk mengetahui dorsofleksi serta
koreksi yang telah dicapai oleh kaki ekuinus.
5. Usaha mengoreksi CTEV dengan paksaan melawan tendon Achilles yang kaku dapat
mengakibatkan patahnya kaki tengah (midfoot) dan berakhir dengan terbentuknya
deformitas berupa rockerbottom foot. Kelengkungan kaki abnormal (cavus) harus
diterapi terpisah seperti pada langkah kedua, sedangkan posisi ekuinusnyaharus dapat
dikoreksi tanpa menyebabkan patahnya kaki tengah.
Secara umum dibutuhkan 4-7 kali pemasangan gips untuk mendapatkan
abduksi kaki maksimum. Gips diganti tiap minggu. Koreksi (usaha membuat kaki
dalam posisi abduksi) dapat dianggap adekuat bila aksis paha dan kaki sebesar 60°
Setelah dapat dicapai abduksi kaki maksimal, kebanyakan kasus
membutuhkan tenotomi perkutaneus tendon Achilles secara aseptis. Daerah lokal
dianestesi dengan kombinasi lignokain topikal dan inf ltrasi lidokain lokal minimal.
Tenotomi dilakukan dengan cara membuat irisan menggunakan pisau Beaver (ujung
bulat). Luka pasca-operasi ditutup dengan jahitan tunggal menggunakan benang yang
dapat diabsorpsi. Pemasangan gips terakhir dilakukan dengan kaki berada pada posisi
dorsofl eksi maksimum, kemudian gips dipertahankan hingga 2-3 minggu.
6. Langkah selanjutnya setelah pemasangan gips adalah pemakaian sepatu yang
dipasangkan pada lempengan Dennis Brown. Kaki yang bermasalah diposisikan
abduksi (rotasi ekstrem) hingga 70°, kaki sehat diabduksi 45°. Sepatu ini juga
memiliki bantalan di tumit untuk mencegah kaki terselip dari sepatu. Sepatu
digunakan 23 jam sehari selama 3 bulan, kemudian dipakai saat tidur siang dan
malam selama 3 tahun.
14

7. Pada 10-30% kasus, tendon tibialis anterior dapat berpindah ke bagian lateral
kuneiformis saat anak berusia 3 tahun. Hal ini membuat koreksi kaki dapat bertahan
lebih lama, mencegah adduksi metatarsal dan inversi kaki. Prosedur ini diindikasikan
pada anak usia 2-2,5 tahun, dengan cara supinasi dinamik kaki. Sebelum operasi,
pasangkan long leg cast untuk beberapa minggu.

2.10.4 Terapi Operatif


a. Insisi
Beberapa pilihan insisi, antara lain :
 Cincinnati: berupa insisi transversal, mulai dari sisi anteromedial (persendian
navikular-kuneiformis) kaki sampai ke sisi anterolateral (bagian distal dan medial
sinus tarsal), dilanjutkan ke bagian belakang pergelangan kaki setinggi sendi
tibiotalus.
 Insisi Turco curvilineal medial/posteromedial : insisi ini dapat menyebabkan luka
terbuka, khususnya di sudut vertikal dan medial kaki. Untuk menghindari hal ini,
beberapa operator memilih beberapa jalan, antara lain :
o Tiga insisi terpisah – insisi posterior arah vertikal, medial, dan lateral
o Dua insisi terpisah – curvilinear medial dan posterolateral.

Banyak pendekatan bisa dilakukan untuk terapi operatif di semua kuadran, antara lain :
 Plantar : fasia plantaris, abduktor halucis, fleksor digitorum brevis, ligamen plantaris
panjang dan pendek
 Medial : struktur-struktur medial, selubung tendon, pelepasan talonavikular dan
subtalar, tibialis posterior, FHL (fleksor halucis longus), dan pemanjangan FDL
(fleksor digitorum longus)
 Posterior : kapsulotomi persendian kaki dan subtalar, terutama pelepasan ligamen
talofbular posterior dan tibiofbular, serta ligamen kalkaneofbular
 Lateral : struktur-struktur lateral, selubung peroneal, pesendian kalkaneokuboid, serta
pelepasan ligamen talonavikular dan subtalar.
15

Pendekatan mana pun harus bisa menghasilkan pajanan yang adekuat. Struktur-struktur yang
harus dilepaskan atau diregangkan adalah :
 Tendon Achilles
 Pelapis tendon dari otot-otot yang melewati sendi subtalar
 Kapsul pergelangan kaki posterior dan ligamen Deltoid
 Ligamen tibiof bular inferior
 Ligamen fibulokalkaneal
 Kapsul dari sendi talonavikular dan subtalar
 Fasia plantar pedis dan otot-otot intrinsic

Aksis longitudinal talus dan kalkaneus harus dipisahkan sekitar 20° dari proyeksi
lateral. Koreksi yang dilakukan kemudian dipertahankan dengan pemasangan kawat di
persendian talokalkaneus, atau talonavikular atau keduanya. Hal ini juga dapat dilakukan
menggunakan gips. Luka paska operasi tidak boleh ditutup paksa. Luka dapat dibiarkan
terbuka agar membentuk jaringan granulasi atau nantinya dapat dilakukan cangkok (graft)
kulit.

Penatalaksanaan dengan operasi harus mempertimbangkan usia pasien :


1. Pada anak kurang dari 5 tahun, koreksi dapat dilakukan hanya melalui prosedur
jaringan lunak.
2. Untuk anak lebih dari 5 tahun, membutuhkan pembentukan ulang tulang/bony
reshaping (misal, eksisi dorsolateral dari persendian kalkaneokuboid [prosedur
Dillwyn Evans] atau osteotomi tulang kalkaneus untuk mengoreksi varus).
3. Apabila anak berusia lebih dari 10 tahun, dapat dilakukan tarsektomi lateralis atau
arthrodesis.

Harus diperhatikan keadaan luka pascaoperasi. Jika penutupan kulit sulit dilakukan,
lebih baik dibiarkan terbuka agar dapat terjadi reaksi granulasi, untuk kemudian
memungkinkan terjadinya penyembuhan primer atau sekunder. Dapat juga dilakukan
pencangko kan kulit untuk menutupi defek luka operasi. Perban hanya boleh dipasang
longgar dan harus diperiksa secara reguler.
16

Follow-up Pasien
Pin untuk fiksator biasanya dilepas setelah 3-6 minggu. Satelah itu, tetap diperlukan
perban yang dipasangkan dengan sepatu Dennis Brown selama 6-12 bulan

2.11 Komplikasi1,2
 Infeksi (jarang)
 Kekakuan dan keterbatasan gerak: kekakuan yang muncul awal berhubungan dengan
hasil yang kurang baik.
 Nekrosis avaskular talus: sekitar 40% kejadian nekrosis avaskular talus muncul pada
teknik kombinasi pelepasan medial dan lateral.
 Overkoreksi yang mungkin karena :
 Pelepasan ligamen interoseum dari persendian subtalus
 Perpindahan tulang navikular yang berlebihan ke arah lateral
 Adanya perpanjangan tendon.

2.12 Prognosis1,2
Kurang lebih 50% kasus CTEV bayi baru lahir dapat dikoreksi tanpa tindakan operatif.
Teknik Ponseti (termasuk tenotomi tendon Achilles) dilaporkan memiliki tingkat kesuksesan
sebesar 89%. Peneliti lain melaporkan rerata tingkat kesuksesan sebesar 10-35%. Sebagian
besar kasus melaporkan tingkat kepuasan 75-90%, baik dari segi penampilan maupun fungsi
kaki.
Hasil memuaskan didapatkan pada kurang lebih 81% kasus. Faktor utama yang
mempengaruhi hasil fungsional adalah rentang gerakan pergerakan kaki, yang dipengaruhi
oleh derajat pendataran kubah dari tulang talus. Tiga puluh delapan persen pasien CTEV
membutuhkan tindakan operatif lebih lanjut (hampir dua pertiganya adalah prosedur
pembentukan ulang tulang). Rerata tingkat kekambuhan deformitas mencapai 25%, dengan
rentang 10-50%. Hasil terbaik didapatkan pada anak-anak yang dioperasi pada usia lebih dari
3 bulan (biasanya dengan ukuran lebih dari 8 cm).
17

BAB III
KESIMPULAN

Congenital Talipes Equinovarus (Clubfoot) adalah salah satu kelainan bawaan pada
kaki yang terpenting. Kelainan ini mudah didiagnosa tapi sulit diterapi secara sempurna
walaupun oleh seorang yang sangat ahli. Kelainan yang terjadi pada Clubfoot adalah :
equinus pada tumit, seluruh hindfoot varus, serta midfoot dan forefoot aduksi dan supinasi.
Penyebab dari deformitas ini masih belum dapat dipastikan, meskipun demikian
dikemukakan berbagai macam teori tentang hal itu. Derajat kelainan mulai dari ringan,
sedang atau berat yang dilihat dari rigiditasnya atau resistensinya, dan dari penampilannya.
Penatalaksanaan pada CTEV ada 2 cara, dengan konservatif dan operatif. Penaganan
pertama dilakukan terapi konservatif terlebih dahulu bila terdapat komplikasi pada terapi
konservatif, terapi operatif adalah penangan yang dapat dilakukan. Atau pada kasus resisten,
terapioperatif paling baik dilakukan pada usia 3-6 minggu, ketika tidak tampak adanya
perbaikan yang signifikan setelah menjalani terapi konservatif yang teratur.
Pengenalan dan penanganan secara dini pada clubfoot sangat penting dimana “Golden
Period” untuk terapi adalah tiga minggu setelah lahir, karena pada umur kurang dari tiga
minggu ligamen-ligamen pada kaki masih lentur sehingga masih dapat dimanipulasi. Segera
setelah bayi lahir, harus dijelaskan kepada orang tuanya sasaran/goal, sifat dan hakekat
CTEV serta tahap-tahap penanganan. Mereka harus diberi pengertian bahwa pengelolaan
CTEV sangat lama, dapat berlanjut dalam periode bertahun-tahun sampai dewasa, saat
maturitas skeletal kaki terjadi, dan keharusan perawatan serta perhatian yang terus menerus
dibutuhkan sepanjang stadium pertumbuhan tulang. Bila terapi dimulai sejak lahir, deformitas
sebagian besar selalu dapat diperbaiki.
18

DAFTAR PUSTAKA

1. Cahyono, BC. Congenital Talipes Equinovarus. CDK-191/ vol. 39 no. 3. RSD dr.
Sebandi. Jember : FK Jember; 2012.
2. Minoo Patel. Clubfoot (Online). Diunduh pada tanggal 15 Januari 2017. Diunduh
dari : http://emedicine.medscape.com/article/1237077-overview#showall.
3. Snell S. Richard. Anatomi Klinik Bagian 2. Edisi 3. Jakarta: EGC. 2007.
4. De Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC. 2005
5. Crenshaw AH. Campbell‘s Operative Orthopaedics, 12th ed. Missouri: Mosby
Co,2013.
6. Staheli, Lynn. Kaki Pengkor: Penanganan dengan Metode Ponseti. Edisi 3. Global
Help; 2010.

Anda mungkin juga menyukai