Anda di halaman 1dari 36

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
PENDAHULUAN ........................................................................................ iii
A. Pengertian Penginderaan Jauh .................................................................. 1
B. Konsep Gelombang Elektromagnetik........................................................ 3
1. Panjang Gelombang Dan Frekuensi .......................................................... 3
2. Spektrum Gelombang Elektromagnetik Dalam Penginderaan Jauh ......... 7
3. Interaksi Gelombang Elektromagnetik Dengan Obyek Muka Bumi ......... 11
C. Sistem Penginderaan Jauh ........................................................................ 15
1. Penginderaan Jauh Sistem Pasif ................................................................ 16
2. Penginderaan Jauh Sistem Aktif ............................................................... 17
D. Orbit Satelit .............................................................................................. 20
1. Geostationary Orbit ................................................................................... 20
2. Near Polar Orbit ........................................................................................ 21
E. Resolusi Citra Penginderaan Jauh ............................................................ 22
1. Resolusi Spasial ........................................................................................ 22
2. Resolusi Spektral ....................................................................................... 23
3. Resolusi Radiometrik ................................................................................ 25
4. Resolusi Temporal ..................................................................................... 25
F. Interpretasi Citra ....................................................................................... 25
1. Analisis Visual Citra Penginderaan Jauh .................................................. 26
2. Analisis Digital Citra Penginderaan Jauh .................................................. 29
G. Operasi Digital Citra ................................................................................ 30
RANGKUMAN ............................................................................................ 31
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 32

ii
BIDANG KAJIAN :
Perpetaan, Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis
MODUL 2: PENGINDERAAN JAUH
PENDAHULUAN
Penginderaan jauh merupakan ilmu dan teknologi terkait perolehan
informasi tanpa kontak langsung dengan obyek yang dikaji. Sejalan dengan hal
tersebut, penginderaan jauh menjadi satu metode dalam perolehan data spasial
yang akurat. Ketersediaan data dan metode yang signifikan menjadikan
penginderaan jauh banyak diaplikasikan pada berbagai bidang. Modul ini terdiri
dari sub bahasan pengertian penginderaan jauh, konsep panjang gelombang,
sistem penginderaan jauh, orbit satelit, resolusi citra, interpretasi citra, dan
pengolahan citra.

PETUNJUK BELAJAR
1. Bacalah modul ini sebaik-baiknya dengan cermat
2. Jika diperlukan saudara boleh mencari informasi tambahan sesuai dengan
materi dalam modul ini
3. Setelah membaca kerjakan latihan soal pada bagian akhir modul ini. Saudara
harus mendapatkan skor minimal 70. (minimal 7 soal harus dijawab dengan
benar)
4. Jika belum tuntas dalam belajar modul ini, jangan beralih ke modul
berikutnya
CAPAIAN PEMBELAJARAN
Dalam substansi keilmuan, setiap guru geografi wajib menguasai
pengetahuan geografi yang setara dengan pengetahuan geografi yang dikuasai
oleh Sarjana Geografi.
SUB CAPAIAN PEMBELAJARAN
Peserta memiliki pengetahuan tentang pengertian penginderaan jauh, konsep
panjang gelombang, sistem penginderaan jauh, orbit satelit, resolusi citra,
interpretasi citra, dan pengolahan citra.

iii
URAIAN MATERI : PENGINDERAAN JAUH

A. Pengertian Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh memiliki pengertian yang luas dan telah berkembang


cukup lama. Perkembangan ini mengantarkan penginderaan jauh sebagai satu
ilmu yang mapan di antara ilmu-ilmu lain. Penginderaan jauh juga telah banyak
diaplikasikan dalam berbagai bidang sebagai satu teknik perolehan informasi
muka bumi. Hingga saat ini data-data penginderaan jauh banyak digunakan
sebagai dasar dalam analisis spasial dan pengambilan kebijakan.

Terdapat beberapa pemahaman tentang makna penginderaan jauh. Definisi


umum tentang penginderaan jauh adalah ilmu tentang perolehan informasi
permukaan bumi tanpa kontak langsung dengan obyeknya (Rees, 2001; Elachi dan
van Zyl, 2006; Schowengerdht, 2007). Sementara itu Howari dkk (2007)
menjelaskan bahwa penginderaan jauh merupakan suatu proses pendugaan
berbagai parameter permukaan melalui pengukuran radiasi gelombang
elektromagnetik dari permukaan lahan.

Apabila dilihat dari tujuannya, beberapa ahli telah memberikan


penjelasannya. Tujuan pokok dari penginderaan jauh adalah untuk
mengidentifikasi dan mengkarakterisasi obyek di muka bumi. Sementara itu
Madhok dan Landgrebe (2002) menguraikan bahwa data penginderaan jauh
dianalisis untuk mempertajam pemahaman tentang kondisi permukaan bumi
dalam hal bentuk, komposisi dan fungsinya. Pendapat lain dari Turdukulov dkk
(2015), menyatakan bahwa analisis terhadap data pengideraan jauh adalah untuk
membangun hipotesa-hipotesa serta memahami dinamika objek spasial

Melihat beberapa pendapat tersebut dapat diketahui kata-kata kunci tentang


penginderaan jauh. Beberapa hal pokok tentang penginderaan jauh tersebut adalah
perolehan informasi muka bumi dan tidak bersentuhan langsung dengan obyek.
Dua hal tersebut yang mendasari pemahaman tentang apa dan bagaimana
penginderaan jauh tersebut. Obyek yang diindera adalah segala obyek yang berada

1
di permukaan bumi, sedangkan cara perolehan informasinya dilakukan dengan
menggunakan satu media.

Obyek di permukaan bumi seperti vegetasi, tanah dan tubuh air adalah
obyek pokok yang diindera oleh penginderaan jauh. Informasi detil terkait obyek
tersebut selanjutnya dipengaruhi oleh karakteristik resolusi spasial dari sensor
yang digunakan. Kombinasi dari obyek pokok tersebut menghasilkan informasi-
informasi penting terkait dinamika yang terjadi dipermukaan bumi tersebut.
Informasi detil diperoleh melalui interpretasi keterkaitan antar fenomena tersebut
di permukaan bumi.

Penginderaan jauh merekam informasi dengan cara perabaan atau


perekaman energi gelombang elektromagnetik yang dipantulkan ataupun
dipancarkan dari permukaan bumi. Energi gelombang elektromagnetik tersebut
diterima sensor dan direkam sebagai nilai spektral pada citra penginderaan jauh.
Rentang nilai spektral pada data penginderaan jauh ini ditentukan oleh
karakteristik resolusi spektral sensor tersebut. Sensor yang memiliki resolusi
spektral tinggi memiliki potongan-potongan panjang gelombang yang lebih
banyak. Potongan panjang gelombang ini sering disebut sebagai saluran citra atau
band. Informasi objek di lapangan selanjutnya dikenali melalui analisis nilai
spektral ataupun interpretasi visualisasi citra (Madhok dan Landgrebe, 2002;
Strasen dkk, 2009; Leverington, 2010; Bianchetti, 2011; Yang dkk, 2011;
Kinkeldey, 2014). Informasi dari penginderaan jauh dapat diperoleh melalui
pendekatan analisis visual dan digital, pendekatan definisi informasi teoritis, dan
pendekatan berbasis klasifikasi dan interpretasi.

Banyak pakar memberi batasan terhadap konsep penginderaan jauh. Batasan


membatasi penginderaan jauh pada pemanfaatan gelombang elektromagnetik
dalam perolehan informasi muka bumi. Perolehan informasi melalui penginderaan
yang memanfaatkan sifat fisik bumi seperti kemagnitan, gaya berat dan seismik
tidak termasuk dalam klasifikasi penginderaan jauh. Metode ini lebih tergolong
pada metode geofisika. Aplikasi data penginderaan jauh banyak pada bidang-
bidang pengelolaan sumberdaya dan pengelolaan wilayah di permukaan bumi.

2
Berdasar batasan tersebut, perlu dipahami beberapa hal penting dalam
penginderaan jauh yaitu :

1. Sumber energi yang merupakan hal utama yang diperlukan dalam


penginderaan jauh sebagai penyedia enegi yang dipancarkan.
2. Radiasi dan atmosfer, sebagai media energi dari sumber ke target.
3. Interaksi energi dengan target
4. Perekaman energi oleh sensor
5. Transmisi energi dari sumber ke sensor
6. Interpretasi dan analisis data hasil perekaman
Penginderaan jauh berkembang dalam bentuk pemrotretan muka bumi
melalui wahana pesawat terbang dan bentuk penginderaan jauh berteknologi
satelit. Penginderaan jauh berbasis wahana pesawat terbang menghasilkan data
foto udara, sementara penginderaan jauh berbasis satelit menghasilkan data citra
satelit. Foto udara pada umumnya diwujudkan dalam bentuk analog atau tercetak,
sedangkan data citra satelit dalam bentuk digital. Bentuk dari kedua data
penginderaan jauh tersebut menentukan langkah-langkah pengolahannya untuk
menurunkan informasi. Penurunan informasi dari data foto udara sering dilakukan
melalui analisis visual, sementara data citra satelit sering menggunakan analisis
visual dan digital.

B. Konsep Gelombang Elekromagnetik

1. Panjang Gelombang dan Frekuensi

Sensor penginderaan jauh merekam energi gelombang elektromagnetik yang


berasal dari obyek di permukaan bumi. Energi tersebut adalah energi pantulan
gelombang elektromagnetik dari matahari yang mengenai obyek, ataupun energi
yang dipancarkan dari obyek itu sendiri. Pantulan dan pancaran gelombang
elektromagnetik tersebut ditangkap oleh sensor. Perbedaan karakteristik panjang
gelombang ini yang selanjutnya digunakan sebagai dasar pengenalan obyek.

Radiasi gelombang elektromagnetik dapat dijelaskan melalui model teori


gelombang atau mode energi radian partikel (Tempfli dkk, 2001). Pada teori

3
gelombang, radiasi cahaya terdiri dari bidang elektris (E) dan bidang magnetik
(M). Bidang elektris memiliki variasi magnitude searah dengan arah datangnya
radiasi. Dua hal tersebut saling berinteraksi dan bergerak dalam kecepatan cahaya
yaitu mencapai 300.000 km/detik.

Gelombang elektrik dan magnetik membantuk satu model gelombang


elektromagnetik. Model gelombang elektromagnetik tersebut dapat diilustrasikan
seperti pada Gambar 1.

Bidang elektrik

Bidang magnetik

arah radiasi

Gambar 1. Model gelombang elektromagnetik

Gambar 1. memberikan ilustrasi dari sebuah gelombang elektromagnetik


yang terdiri dari gelombang elektronik dan gelombang magnetik. Gelombang
elektronik memiliki bidang gelombang yang tegak lurus dengan gelombang
magnetik. Kedua gelombang tersebut merambat bersamaan pada bidangnya
masing-masing menjadi satu gelombang elektromagnetik.

Properti gelombang elektromagnetik yang menjadi pembeda dari jenis


gelombang elektromagnetik tersebut adalah panjang gelombang (wave length) dan
frekuensi. Panjang gelombang (λ) adalah panjang dari satu putaran gelombang
yang dapat dihitung antara puncak gelombang satu ke puncak gelombang
berikutnya. Panjang gelombang diukur dengan satuan meter (m) dengan beberapa
turunannya yaitu nanometres (nm, 10-9 meter), micrometer (μm, 10-6 meter) atau
centimeter (cm, 10-2 meter). Gelombang elektromagnetik akan memiliki sifat yang

4
berbeda sesuai dengan panjang dari gelombang elektromagnetik tersebut. Ilustrasi
tentang panjang gelombang dapat dilihat pada Gambar 2.

λ
α

λ
Gambar 2. Keterkaitan frekuensi dengan panjang gelombang

Gambar 2. merupakan ilustrasi dari panjang gelombang (λ) dan puncak


gelombang (α). Panjang puncak gelombang hingga puncak gelombang berikutnya,
atau dasar lembah hingga dasar lembah berikutnya disebut panjang gelombang.
Nilai puncak gelombang disimbolkan dengan α. Puncak gelombang tersebut
dinamakan dengan amplitudo. Semakin besar nilai puncak gelombang (α), maka
semakin besar energi dari gelombang elektromagnetik tersebut. Frekuensi adalah
jumlah putaran gelombang dalam satu satuan waktu. Frekuensi diukur dalam
satuan hertz (Hz) yang sama dengan jumlah putaran per detik. Frekuensi tinggi
dihasilkan oleh gelombang elektromagnetik dengan nilai λ yang pendek.
Sebaliknya gelombang elektromagnetik dengan λ yang panjang menghasilkan
frekuensi rendah. Keterkaitan panjang gelombang dan frekuensi dituliskan dalam
formula berikut :

c=λv

Keterangan
c = kecepatan cahaya (3 x 106 m/s)
λ = panjang gelombang (m)
v = frekuensi ( Hz)

Panjang gelombang dan frekuensi menjadi dasar pertimbangan pemilihan


saluran elektromagnetik dalam penginderaan jauh. Panjang gelombang yang
digunakan pada sistem penginderaan jauh pasif adalah panjang gelombang tampak

5
dan inframerah. Panjang gelombang tampak adalah berkisar antara 0,38 μm
hingga 0,76 μm. Sementara itu perluasan dari panjang gelombang tersebut adalah
mencapai spektrum inframerah dekat (near infrared), tengah (middle infrared)
dan jauh (far infrared). Saluran infra merah melengkapi kemampuan identifikasi
dari saluran tampak serta memiliki kemampuan dalam merekam energi termal
yang dipancarkan dari permukaan bumi.

Fenomena energi elektromagnetik dapat juga dijelaskan melalui teori


partikel. Jumlah energi yang digunakan oleh foton adalah terkait dengan panjang
gelombangnya dapat dihitung dengan formulasi berikut.

Q=hxv
= h x (c / λ)

Keterangan :
Q : energi foton dalam satuan joule
h : konstanta Planck (6,6262 x 10-34 joulesecond)

Berdasar pada formulasi tersebut dapat diketahui bahwa pada radiasi


gelombang panjang dihasilkan nilai energi yang kecil, sebaliknya radiasi dari
gelombang pendek akan menghasilkan energi yang tinggi. Sejalan dengan hal
tersebut, panjang gelombang elektromagnetik menentukan sifat gelombang
tersebut. Sifat dari gelombang elektromagnetik secara umum adalah sebagai
berikut :

 Gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang yang pendek


memiliki sifat sebagai cahaya, dan panjang gelombang yang panjang
memiliki sifat sebagai suara.

 Semakin panjang suatu gelombang daya tembusnya terhadap obyek semakin


besar. Suara radio dapat didengar dari ruangan lain, tetapi radio tersebut
sebagai sumber suara mungkin tidak terlihat dari ruangan lain tersebut. Hal
ini dikarenakan gelombang suara dapat menembus obyek pemisah ruangan,
sedangkan sinar sebagai penghantar informasi obyek ke mata, tidak dapat

6
menembus obyek tersebut. Gelombang suara miliki panjang gelombang yang
lebih panjang dari pada gelombang sinar.

 Panjang gelombang pendek semakin peka terhadap hamburan atmosferik


(rayleigh, mie, serta partikel debu). Oleh karena itu, maka penginderaan jauh
yang melakukan pemantauan atmosfer seperti NOAA, AVHRR, dan satelit
cuaca lainnya banyak menggunakan spektrum gelombang pendek. Dengan
spektrum ini sebaran hamburan atmosferik dapat dianalisis dengan baik.

 Semakin panjang suatu gelombang, suhu laten semakin rendah. Secara mudah
hal ini dapat dilihat pada kompor di dapur yang menyala. Api kompor yang
berwarna biru memiliki panas yang lebih tinggi dibandingkan api kompor
yang warnanya merah. Contoh lain adalah api pada ujung las. Las tidak dapat
digunakan untuk menyambung besi pada saat api masih berwarna merah.
Suhu api las perlu di tinggikan dengan membuka kran tekanan. Pada saat kran
dibuka, warna api berangsur akan berubah dari merah ke kuning, hijau, biru
hingga suatu saat api tersebut tidak nampak karena mencapai panjang
gelombang sedikit dibawah batas kemampuan mata menangkap panjang
gelombang. Dalam penginderaan jauh hal ini digunakan untuk perabaan
panas seperti kebakaran hutan, pemantauan kebocoran pipa bawah
permukaan, sebaran pencemaran pada air laut, pusat panas bumi, sumber
erupsi, dan lain-lain. Saluran 6 dari satelit Landsat 7 ETM+ atau saluran 10
dan 11 dari satelit Landsat 8 OLI adalah contoh citra satelit yang
menggunakan panjang gelombang thermal.

2. Spektrum Gelombang Elektromagnetik dalam Penginderaan Jauh


Gelombang elektromagnetik memiliki spektrum yang sangat luas. Sebagian
kecil dari spektrum tersebut dapat ditangkap oleh mata dan telinga manusia.
Spektrum yang dapat ditangkap oleh mata manusia disebut spektrum tampak.
Rentang panjang gelombang dari spektrum ini adalah antara 0,4 µm hingga 0,7
µm. Spektrum ini memiliki sifat sebagai cahaya. Rentang spektrum ini yang
memungkinkan mata manusia dapat mengindera keberadaan obyek dan

7
menangkap atribut obyek tersebut. Spektrum yang dapat ditangkap oleh telinga
adalah panjang gelombang elektromagnetik yang memiliki sifat suara.

Penginderaan jauh memanfaatkan rentang spektrum ini secara terpotong atau


utuh sebagai saluran pankromatik. Rentangan dari spektrum dapat dilihat pada
Gambar 3.

Gambar 3. Rentang spektrum elektromagnetik


Sumber gambar : http://www.nrcan.gc.ca/earth-sciences/geomatics/satellite-imagery-air-
photos/satellite-imagery-products/educational-resources/14623
Gambar 3. merupakan ilustrasi dari potongan rentang spektrum
elektromagnetik. Batang paling kiri menggambarkan potongan rentang spektrum
gelombang elektromagnetik secara keseluruhan. Pada diagram tersebut tergambar
rentangan spektral terbentang dari gelombang pendek yang berupa sinar Gamma,
hingga gelombang panjang yang berupa gelombang radio. Spektrum gelombang
pendek dari sinar Gamma, sinar X, dan Ultra Violet banyak digunakan pada
bidang kesehatan. Penginderaan jauh pada umumnya menggunakan spektrum
tampak hingga spektum infra merah. Perluasan dari spektrum tampak tersebut
adalah spektrum infra merah yang digunakan pada berbagai satelit sumber daya.

8
Spektrum tampak (visible spectrum) terrentang dari sekitar 400 nm hingga
700 nm. Kemampuan mata manusia hanya menangkap spektrum pada rentang ini.
Spektrum tersebut jika dibandingkan dengan keseluruhan rentang spektrum
merupakan satu bidang yang sangat sempit (lihat batang paling kiri dari gambar
di atas). dalam penginderaan jauh rentang spektrum ini digunakan dalam beberapa
saluran sensor. Sebagai contoh satelit seri Landsat memotong spektrum ini
menjadi tiga saluran yaitu band biru, hijau dan merah ditambah dengan satu
saluran pankromatik yang menggunakan seluruh spektrum tersebut dalam satu
sensor. Berikut adalah contoh dari saluran-saluran dari satelit Landsat 7 ETM+
dan Landsat 8 OLI.

λ (nm)
Gambar 4. Rentang spektrum sensor satelit Landsat 7 ETM+ dan Landsat 8 OLI
Sumber gambar : https://landsat.gsfc.nasa.gov/landsat-8/landsat-8-overview/

Gambar di atas menunjukkan apa yang disebut sebagai jendela atmofer pada
spektrum tampak hingga inframerah. Jendela atmorfer tersebut menunjukkan
posisi spektrum yang dapat melalui hambatan atmosferik. Warna abu-abu adalah
rentang spektrum gelombang elektromagnetik yang mampu melalui hambatan
atmosferik tersebut. Warna putih adalah area dimana gelombang elektromagnetik
tidak dapat menembus hambatan atmosferik. Posisi bagian kiri adalah rentang
spektrum gelombang pendek, termasuk gelombang tampak. Kotak berwana biru,
hijau dan merah adalah perkiraan posisi spektrum yang direkam oleh sensor citra
satelit Landsat. Satelit Landsat 7 ETM+ memiliki delapan sensor dan Landsat 8
OLI memiliki sebelas sensor dengan rentang spektral yang berbeda. Beberapa

9
sensor memiliki kemiripan rentang spektrum pada kedua satelit tersebut. Secara
detil rentang dari masing-masing saluran (band) dari kedua satelit tersebut dapat
dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Saluran-saluran dari satelit Landsat 7 ETM+


Nama Saluran lebar spektrum (µm) Resolusi (m)
Band 1 0.45-0.515 30
Band 2 0.525-0.605 30
Band 3 0.63-0.69 30
Band 4 0.775-0.90 30
Band 5 1.55-1.75 30
Band 6 10.4-12.5 60
Band 7 2.08-2.35 30
Band 8 0.52-0.9 15
Sumber : USGS 2007

Tabel 2. Saluran-saluran dari satelit Landsat 8 OLI


Nama Saluran lebar spektrum (µm) Resolusi (m)
Band 1 Coastal 0.43 - 0.45 30
Band 2 Blue 0.45 - 0.51 30
Band 3 Green 0.53 - 0.59 30
Band 4 Red 0.63 - 0.67 30
Band 5 NIR 0.85 - 0.88 30
Band 6 SWIR 1 1.57 - 1.65 30
Band 7 SWIR 2 2.11 - 2.29 30
Band 8 Pan 0.50 - 0.68 15
Band 9 Cirrus 1.36 - 1.38 30
Band 10 TIRS 1 10.6 - 11.19 30 (100)
Band 11 TIRS 2 11.5 - 12.51 30 (100)
Sumber : USGS 2016

Penginderaan jauh juga banyak dimanfaatkan untuk membantu analisis


morfologi lahan, sumberdaya bawah permukaan. Pada sistem penginderaan ini

10
digunakan spektrum gelombang yang lebih panjang. Spekrum ini adalah spektrum
gelombang mikro (Micro wave) atau sering disebut dengan gelombang radar.
Spektrum ini memiliki daya tembus terhadap benda padat yang lebih besar
dibandingkan spektrum tampak dan inframerah seperti telah diuraikan di depan.
Kemampuan atau daya tembus gelombang ditentukan oleh panjang gelombang itu
sendiri. Spektrum ini terbagi dalam beberapa saluran yang masing-masing
memiliki kemampuan menembus suatu obyek yang berbeda. Saluran-saluran dari
spektrum ini adalah sebagai berikut.

Tabel 3. Saluran-saluran dari spektrum gelombang mikro

Nama Saluran Panjang Gelombang

P 30 - 100 cm
L 15 - 30 cm
S 7,5 - 15 cm
C 3,75 - 7,5 cm
X 2,4 - 3,75 cm
Ku 1,67 - 2,4 cm
K 1,1 - 1,67 cm
Ka 0,75 - 1,1 cm
Sumber : USGS 2016

Berdasar tabel tersebut dapat dilihat bahwa panjang gelombang yang


digunakan dalam radar adalah berkisar antara 0,75 cm hingga 1 meter. Masing-
masing saluran ini diaplikasikan sesuai dengan karakteristiknya terhadap obyek.

3. Interaksi Gelombang Elektromagnetik Dengan Obyek Muka Bumi

Gelombang elektromagnetik mengalami tiga macam kejadian ketika


gelombang tersebut mengenai obyek. Energi gelombang elektromagnetik akan
dipantulkan (reflected), diserap (absorbed), dan diteruskan (transmited). Berdasar
hal tersebut, energi total yang diterima obyek adalah penjumlahan nilai energi
yang terpantulkan, diserap dan diteruskan oleh obyek. Ilustrasi interaksi

11
gelombang elektromagnetik dengan obyek muka bumi dapat dilihat pada Gambar
5. berikut.

Pancaran energi datang


energi dipantulkan

energi
diserap

energi diteruskan

Gambar 5. Interaksi gelombang elektromagnetik dengan obyek

Gambar 5. memberikan ilustrasi energi yang datang menuju obyek


selanjutnya akan dipantulkan, diserap, dan diteruskan oleh obyek. Secara
matematis total energi yang diterima tersebut adalah sebagai berikut.

εTotal = εa + εr + εt

Keterangan :
εTotal : Energi total yang diterima obyek

εa : energi di serap

εr : energi di pantulkan

εt : energi di teruskan

Perbandingan energi yang dipantulkan, diserap, dan diteruskan oleh obyek


sangat dipengaruhi oleh jenis obyek dan panjang gelombangnya. Perbandingan
energi ini membentuk karakteristik spesifik yang dihasilkan dari interaksi
gelombang elektromagnetik dengan obyek. Karakteristik spesifik ini secara
bersama-sama dapat digunakan sebagai dasar pengenal obyek. Pemanfaatan
karakteristik spesifik ini banyak dilakukan dalam proses interpretasi dan
klasifikasi citra penginderaan jauh digital. Sebagai contoh, tubuh air akan
memantulkan sebagian kecil gelombang pendek (biru) dan menyerap hampir

12
seluruh panjang gelombang panjang (inframerah). Karakteristik hampir
berkebalikan adalah tanah terbuka yang kering, dimana memiliki grafik pantulan
energi yang terus meningkat dari gelombang pendek menuju gelombang panjang.
Pantulan energi spektrum biru pada tanah terbuka yang kering tersebut relatif
lebih kecil dibandingkan pantulan energi spektrum inframerah.

Pola pantulan energi terhadap obyek pada permukaan bumi ini disebut
sebagai pola spektral. Karakteristik pantulan energi gelombang elektromagnetik
pada satu obyek ini berguna untuk identifikasi jenis dan kondisi obyek dalam
penginderaan jauh (Aggarwal, 2004). Energi elektromagnetik pada beberapa
panjang gelombang mengalami penyerapan yang besar, sehingga nilai energi yang
dipantulkan akan lebih kecil dibandingkan pada panjang gelombang yang lain.

Obyek dominan di permukaan bumi yaitu vegetasi, tanah, dan air. Ketiga
obyek utama ini yang banyak dijadikan dasar interpretasi dan analisis data
penginderaan jauh. Pola spektral dari ketiga obyek utama ini memiliki karakter
yang berbeda seperti dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Pola spektral vegetasi. Sumber gambar : Aggarwal, 2004.

Gambar 6. menunjukkan karakteristik pantulan spektral dari obyek vegetasi,


tanah kering, tanah basah, air jernih dan air keruh. Karakteristik pantulan vegetasi
dipengaruhi oleh kandungan pigmen daun, material organik, air dan karakteristik
struktural daun seperti bentuk daun dan luas daun (Huete and Glenn, 2011).
Pantulan spektral yang rendah pada spektrum biru dan merah disebabkan karena

13
vegetasi menyerap banyak energi pada kedua spektrum tersebut oleh klorofil
daun. Hilangnya klorofil daun mengakibatkan semakin kecilnya serapan energi
pada spektrum biru dan merah dan meningkatkan nilai pantulan pada spektrum
tersebut. Pantulan spektral meningkat secara drastis pada rentangan spektral
inframerah yaitu antara 0.65 hingga 0.76 µm. Area serapan pada spektrum
inframerah selanjutnya terjadi pada kisaran 1,5 nm dan 2,0 nm. Serapan energi ini
disebabkan oleh molekul uap air. Area serapan ini nampak sebagai dua buah
cekungan pada rentang spektrum infra merah tersebut. Indek vegetasi seperti
NDVI, EVI, PVI, dan lain-lain memanfaatkan saluran pada kisaran panjang
gelombang ini, yaitu dengan memadukan saluran merah dan inframerah dekat.

Pantulan spektral air dicirikan oleh grafik yang terus menurun dari spektrum
biru hingga inframerah dekat. Nilai pantulan air pada spektrum inframerah hampir
mendekati nol karena hampir seluruh energi pada spektrum tersebut terserap oleh
air. Nilai pantulan spektral dipengaruhi oleh kedalaman air serta keberadaan dan
tingkat konsentrasi kandungan suspensi material organik dan anorganik pada air.
Pantulan spektral yang diperoleh dari pantulan material yang terlarut pada air
disebut dengan istilah volume reflectance (Mather, 2004). Gelombang
elektromagnetik pada spektrum tampak dan inframerah secara alamiah terserap
oleh tubuh air. Pada kedalaman 20 meter, seluruh unsur spektrum inframerah
dekat telah terserap habis. Spektrum yang dapat terpantulkan hanyalah sebagian
dari spektrum biru.

Kurva pantulan tanah selalu naik dari spektrum biru hingga spektrum infra
merah. Reflektivitas dari tanah disebabkan oleh keberadaan material organik,
tingkat kelembaban, dan oksida besi pada tanah. Serapan oksida besi banyak
terjadi pada spektrum ultraviolet, sehingga nilai pantulan tanah pada spektrum
tersebut sangat rendah. Pada rentangan spektrum tampak secara visual nampak
oksida besi mengakibatkan tanah berwarna kemerah-merahan karena serapan
terhadap spektrum yang lebih pendek ataupun lebih panjang dari spektrum merah.

14
C. Sistem Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh sangat terkait sumber energi, interaksi energi di atmosfer,


interaksi energi dengan permukaan bumi. Hal lain yang harus dipahami adalah
proses perekaman energi yang digunakan dalam penginderaan jauh. Proses
perekaman energi dilakukan menggunakan sensor peka energi-energi tersebut.
Seperti tubuh manusia, masing-masing sensor seperti mata dan telinga memiliki
kepekaan yang berbeda-beda terhadap energi yang diterimanya. Informasi yang
diterima oleh sensor ini akan saling mendukung menjadi informasi yang utuh.
Sensor harus dipasang pada suatu wahana bergerak dengan jarak yang stabil
antara obyek dengan wahana agar sensor dapat merekam energi-energi tersebut
dengan baik. Wahana yang membawa sensor ini dapat berupa wahana yang
bergerak di darat melalui cara terestrial, pesawat udara, balon, ataupun satelit.

Sensor terestrial sering digunakan untuk merekam berbagai informasi detil


tentang permukaan bumi sebagai pelengkap informasi yang dikumpulkan melalui
pesawat udara ataupun satelit. Perekaman menggunakan cara ini dapat
memberikan pemahaman yang lebih mendalam dan lengkap tentang suatu obyek
dari hasil identifikasi melalui foto udara atau citra satelit. Sensor melalui cara
terestrial ini dapat diletakkan pada suatu gedung yang tinggi, crane, atau mobil.

Sensor dengan menggunakan pesawat udara memberikan hasil berupa foto


udara. Citra foto udara memberikan informasi citra yang cukup detil. Cakupan
dari citra ini lebih luas dari pada metode terestrial. Sensor untuk merekam
informasi diletakkan pada tubuh atau sayap pesawat. Perekaman melalui satelit
menghasilkan informasi berupa citra satelit. Satelit diluncurkan dan bergerak pada
orbitnya dengan membawa beberapa sensor. Masing-masing sensor memiliki
kepekaan yang berbeda-beda terhadap gelombang elektromagetik. Hasil dari
masing-masing sensor ini selanjutnya sering dikenal dengan istilah saluran (band).
Contoh citra satelit Landsat 7 ETM+ dengan 8 saluran (band) yang masing-
masing band memiliki kemampuan ”melihat” yang berbeda-beda.

Energi merupakan unsur yang sangat penting sebagai penghantar informasi


dalam penginderaan jauh. Tanpa adanya energi ini maka informasi tidak akan

15
dapat diperoleh oleh sensor satelit. Dengan demikian keberadaan energi yang
masuk ke sensor adalah hal pokok dari perolehan informasi tentang obyek di
muka bumi. Berdasar pada bentuk energi ini, penginderaan jauh dapat dibedakan
menjadi dua bentuk yaitu penginderaan jauh sistem pasif dan penginderaan jauh
sistem aktif.

1. Penginderaan Jauh Sistem Pasif

Penginderaan jauh sistem pasif adalah penginderaan jauh yang menangkap


energi yang berasal dari obyek. Sensor satelit sistem ini tidak membangkitkan
energi sendiri. Energi utama dalam sistem penginderaan jauh pasif ini berasal dari
matahari. Energi dari matahari dipancarkan ke obyek dan kemudian terpantulkan
menuju sensor. Energi dapat pula berasal dari pancaran suatu obyek seperti
sumber-sumber thermal, misal lokasi kebakaran hutan, sumber panas bumi, dan
lain-lain. Ilustrasi dari sistem penginderaan jauh pasif ini dapat dilihat pada
Gambar 7.

Sumber energi
Sensor

gelombang
elektromagnetik
menuju sensor gelombang
elektromagnetik dari
matahari
Data citra

Permukaan bumi

Gambar 7. Penginderaan jauh sistem pasif

Gambar 7. memberikan ilustrasi dari sistem penginderaan jauh pasif.


Sumber energi pada sistem ini adalah matahari. Energi gelombang
elektromagnetik dari matahari datang menuju obyek yang kemudian akan
dipantulkan menuju sensor. Sensor menerima pantulan gelombang
elektromagnetik dari obyek di muka bumi.

16
Sensor yang digunakan dalam penginderaan jauh sistem ini bervariasi dari
sebuah peralatan lapangan hingga yang terpasang pada satelit. Peralatan lapangan
seperti spektrofotometer dapat dipasang secara permanen diatas obyek ataupun
pada wahana yang bergerak. Wahana yang bergerak dapat berupa mobil, pesawat
terbang hingga satelit. Satelit sumber daya seperti Landsat, QuickBird, Ikonos,
adalah contoh dari sistem penginderaan jauh pasif ini.

2. Penginderaan Jauh Sistem Aktif

Penginderaan jauh sistem aktif adalah penginderaan jauh yang


menggunakan energi yang berasal dari sensor tersebut. Sensor membangkitkan
energi yang diarahkan ke obyek, kemudian obyek memantulkan kembali ke
sensor. Energi yang kembali ke sensor membawa informasi tentang obyek tadi.
Serangkaian nilai energi yang tertangkap sensor ini disimpan sebagai basis data
dan selanjutnya dianalisis. Penginderaan jauh aktif dapat dilakukan pada siang
ataupun malam hari. Sistem penginderaan jauh aktif tidak tergantung pada adanya
sinar matahari, karena energi bersumber dari sensor. Contoh dari system
penginderaan jauh aktif ini adalah system kerja radar. Radar membangkitkan
energi yang diarahkan ke obyek. Energi yang sampai pada obyek sebagian
terpantul dan kembali ke sensor. Sensor radar kembali menangkap energi tersebut,
energi yang telah melakukan perjalanan menuju obyek. Sistem penginderaan jauh
ini memiliki kelebihan yaitu terkait dengan kemampuan daya tembus dari panjang
gelombang yang digunakannya. Gelombang elektromagnetik pada sistem ini pada
umumnya menggunakan spektrum geolombang panjang, sehingga mampu melalui
gangguan atmosferik seperti hamburan dan awan.

Radar ( Radio Detection And Ranging) merupakan salah satu bentuk


penginderaan jauh dengan sistem aktif. Beberapa fungsionalitas dari radar sistem
aktif ini diantaranya adalah Radar Imaging System yang menghasilkan citra radar,
Scatterometers, dan altimeter. Prinsip dasar dari radar ini adalah pemancaran dan
penerimaan balikan sinyal. Energi gelombang pendek dipancarkan dari sensor.
Energi tersebut akan bergerak menuju obyek. Sebagian sinyal yang mengenai
obyek tersebut akan berbalik dan kembali ditangkap oleh sensor radar tersebut.

17
Beberapa informasi yang dicatat dari pantulan sinyal yang tertangkap oleh sensor
tersebut diantaranya magnitude, fase sinyal, interval waktu antara saat sinyal
dipancarkan dan saat sinyal tertangkap kembali, polarisasi, dan frekuensi efek
Doppler. Pemancaran sinyal dan penangkapan sinyal biasanya dilakukan oleh
sebuah pemancar yang sama pada sensor radar. Ilustrasi penginderaan jauh sistem
aktif dapat dilihat pada Gambar 8.

Sensor

Data citra gelombang gelombang


elektromagnetik elektromagnetik dari
menuju sensor sensor

Permukaan bumi

Gambar 8. Penginderaan jauh sistem aktif

Gambar 8. merupakan ilustrasi dari penginderaan jauh sistem aktif. Energi


gelombang magnetik berasal dari sensor penginderaan jauh. Gelombang
elektromagnetik merambat menuju obyek di muka bumi dan dipantulkan kembali
menuju sensor. Sensor merekam pantulan gelombang elektromagnetik tersebut
sebagai data.

Dua tipe radar yang sering digunakan adalah RAR (Real Aperture Radar)
dan SAR (Synthetic Aperture Radar). Real Aperture Radar juga sering disebut
dengan SLAR (Side Looking Airborne Radar). Kedua tipe ini sebenarnya adalah
sistem radar dengan pemancaran sinyal searah yang biasanya menggunakan
pesawat terbang.

Perbedaan pokok antara sistem RAR dan SAR adalah pada arah azimutnya.
Real Aperture Radar memiliki resolusi azimut yang ditentukan oleh lebar sapuan
(beamwidth), sehingga resolusi azimutnya proporsional dengan jarak antara radar
dengan targetnya. Synthetic Aperture Radar menggunakan pemrosesan sinyal

18
untuk mensintesiskan beberapa rangkaian rekaman pantulan sinyal yang
tertangkap sensor.

Citra radar memiliki karakteristik yang secara mendasar berbeda dengan


berbagai citra yang diperoleh secara optis seperti citra satelit sumberdaya ataupun
foto udara. Karakteristik ini terkait dengan teknik yang digunakan dalam
pengambilan citra radar dan juga pada konsep radiometri. Citra radar yang
tercetak menjadi bentuk hardcopy, secara visual akan nampak sangat berbeda
dengan citra yang dihasilkan dari citra satelit lain ataupun pandangan mata
manusia.

Bayangan pada citra radar terkait dengan kemiringan pancaran energi


gelombang mikro dari sistem radar, bukan karena faktor geometri sudut pancaran
matahari. Tingkat keabu-abuan (greyscale) pada citra radar terkait dengan
kekuatan relatif gelombang mikro yang dipencarbalikkan oleh elemen bentang
lahan. Intensitas nilai pencarbalikan sinyal akan berragam tergantung pada
kekasaran bentang lahan dan kemiringan lahan. Sinyal radar terutama terkait
dengan kondisi geometris area yang menjadi target.

Parameter yang digunakan dalam analisis citra radar adalah rona, tekstur,
bentuk, struktur, dan ukuran. Rona pada citra radar adalah intensitas rata-rata dari
sinyal yang terpencarbalikkan. Sinyal yang tinggi akan dimunculkan dengan rona
yang cerah, sedangkan sinyal rendah akan dimunculkan dengan rona gelap.
Tekstur pada citra radar terkait dengan distribusi spasial dari resolusi sel. Terdapat
tiga golongan tekstur pada citra radar ini yaitu tekstur mikro, tekstur meso dan
tekstur makro. Bentuk dapat didefinisikan sebagai bentuk spasial yang terkait
dengan kontur yang relatif konstan atau batas-batas obyek secara sederhana.
Beberapa obyek seperti jalan, jembatan, landasan pesawat terbang, dan lain-lain
dapat dikenali dari bentuknya. Struktur adalah susunan obyek secara spasial yang
meliputi seluruh wilayah dengan konfigurasi yang berulang. Ukuran obyek ini
digunakan sebagai elemen pengenal secara kualitatif pada citra radar. Ukuran dari
obyek yang dikenali pada citra memberikan pemahaman relatif tentang skala dan
berbagai dimensi dari obyek-obyek yang lain.

19
D. Orbit Satelit

Perekaman informasi oleh satelit dilakukan pada suatu jalur terbangnya.


Jalur terbang satelit ini disebut dengan Orbit. Orbit dari satelit disesuaikan dengan
kemampuan sensor dan tujuan perekamannya. Orbit satelit memiliki variasi pada
ketinggian, orientasi, ataupun rotasi relatifnya terhadap bumi. Berdasar pola
orbitnya, satelit penginderaan jauh dikenal geostationary orbit dan near polar
orbit. Perbedaan mendasar dari kedu orbit tersebut adalah pada arah pergerakan
satelit tersebut. Satelit dengan pola geostationary orbit bergerak searah dengan
rotasi bumi, sedangkan satelit near polar orbit bergerak tegak lurus dengan arah
rotasi bumi.

1. Geostationary Orbit
Satelit dengan orbit geostasioner memiliki ketinggian sekitar 36.000
kilometer. Kecepatan gerak rotasi sama dengan gerak rotasi bumi. Dengan
ketinggian dan kecepatan yang sama dengan rotasi bumi ini, maka satelit tersebut
dapat mengamati suatu wilayah secara terus-menerus di setiap waktu. Satelit ini
dapat mengamati berbagai perubahan yang terjadi setiap saat untuk wilayah yang
diamatinya. Satelit ini seakan-akan selalu berada ditempatnya (geostasioner).
Satelit yang menggunakan orbit ini biasanya adalah satelit komunikasi dan satelit
cuaca. Contoh dari satelit jenis ini adalah satelit Palapa yang dimiliki Indonesia.

Gambar 9. Orbit geostationary

20
Gambar 9. merupakan ilustrasi dari orbit geostationary. Orbit satelit searah dengan
perputaran bola bumi pada porosnya. Kesamaan arah rotasi ini mengakibatkan satelit
seakan-akan berada tetap pada posisinya.

2. Near Polar Orbit

Satelit dengan orbit Near Polar mengelilingi bumi dengan arah utara –
selatan tegak lurus dengan perputaran bumi, atau sebaliknya. Pada saat satelit
berada pada bagian muka bumi yang berhadapan dengan matahari, sensor
merekam pantulan energi matahari yang mengenai muka bumi. Pada saat satelit
berada pada area bayang-bayang (malam), beberapa sensor seperti sensor termal
masih dapat merekam energi yang dipancarkan oleh permukaan bumi. Satelit
penginderaan jauh sumberdaya biasanya memiliki orbit ini. Orbit ini dapat
meliput sebagian besar wilayah muka bumi dalam satu periode orbit. Satelit akan
merekam ulang area yang sama pada rentan waktu tertentu. Rentang waktu
perekaman ulang area yang sama ini disebut sebagai resolusi temporal. Ilustrasi
dari orbit near polar dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Orbit near polar

Gambar 10. merupakan ilustrasi orbit near polar. Orbit satelit memotong arah
rotasi bumi pada porosnya. Paduan arah orbit satelit dengan rotasi bumi mengakibatkan
seakan-akan lokasi satelit selalu berpindah dari waktu ke waktu. Pergerakan ini
memungkinkan perekaman pada hampir seluruh permukaan bumi.

21
E. Resolusi Citra Pengideraan Jauh
1. Resolusi Spasial

Ketinggian wahana perekam dengan permukaan bumi yang direkamnya


memainkan peranan dalam data hasil penginderaan ini. Jarak yang tinggi dari
wahana perekam memungkinkan merekam area permukaan bumi yang lebar.
Dengan kata lain, satelit ini memiliki area cakupan (swat) yang luas. Tetapi di sisi
lain, dengan semakin tingginya wahana perekam ini akan berakibat pada kedetilan
obyek yang dapat direkamnya. Obyek individual seperti rumah, pohon, dan
berbagai obyek lain sulit dipisahkan satu persatu secara individual.

Wahana perekaman seperti pesawat udara yang menghasilkan foto udara,


memiliki ketinggian terbang yang lebih rendah dibandingkan satelit.. Hal ini
memberikan pengaruh pada kedetilan data foto udara yang lebih memungkinkan
pemisahan dan identifikasi obyek secara individual dibandingkan dengan citra
satelit. Namun demikian, area cakupan dari sebuah data foto udara jauh lebih
sempit dibandingkan dengan area cakupan citra satelit.

Citra utuh

Piksel citra

Area terrekam
Permukaan bumi
30 m
30 m

Gambar 11. Resolusi spasial citra

Gambar 11. memberikan ilustrasi tentang resolusi spasial citra. Suatu area
dengan luasan tertentu di muka bumi akan terrekam sebagai sebuah piksel pada
citra. Ilustrasi tersebut menggambarkan resolusi spasial citra adalah seluas 30
meter x 30 meter. Data spektral pada sebuah piksel citra mewakili energi yang
berasal dari area di muka bumi dengan luasan tersebut.

22
Kemampuan merekam obyek ini juga dipengaruhi oleh sensor. Sensor
sebuah satelit memiliki kemampuan merekam obyek terkecilnya berbeda-beda.
Satelit Landsat 7 ETM+ mampu merekam obyek terkecil dilapangan sebesar 30 x
30 meter, kecuali sensor pankromatik yang memiliki resolusi 15 meter. Satelit
Ikonos merekam dengan obyek terkecilnya 1 x 1 meter. QuickBird dengan ukuran
obyek terkecilnya 0,6 x 0,6 meter. Kemampuan sensor dalam merekam obyek
terkecil pada tiap pikselnya ini disebut dengan resolusi spasial. Resolusi spasial
pada sensor pasif terutama dipengaruhi oleh sudut pandangnya yang disebut
dengan Instantaneous Field of View (IFOV). Area dipermukaan bumi yang
tercakup dalam sebuah luasan IFOV disebut dengan sel resolusi (Resolution Cell).

Citra satelit terbentuk dari serangkaian matrik elemen gambar yang disebut
dengan piksel. Piksel merupakan unit terkecil dari sebuah citra. Piksel sebuah citra
pada umumnya berbentuk segi empat dan mewakili suatu area tertentu pada citra.
Jika sebuah sensor memiliki resolusi spasial 20 meter dan citra dari sensor
tersebut menampilkannya secara penuh, maka masing-masing piksel akan
mewakili area seluas 20 x 20 meter. Citra yang menampilkan area dengan
cakupan yang luas biasanya memiliki resolusi spasial yang rendah. Hal ini banyak
terdapat pada citra-citra dari satelit komersial. Citra dengan resolusi tinggi akan
menampilkan obyek secara detil. Satelit militer biasanya didesain untuk hal ini.
Citra dari satelit ini mampu menampilkan obyek secara detil.

2. Resolusi Spektral

Resolusi spektral adalah adalah kemampuan sensor untuk membedakan


interval sebuah panjang gelombang. Semakin halus resolusi spektral sensor,
semakin pendek panjang gelombang dapat dipisahkan menjadi saluran-saluran
(band) yang terpisah. Sebagai contoh, citra satelit Landsat TM memiliki 7 saluran.
Satelit Landsat TM memiliki sensor dengan kepekaan pada masing-masing
rentang interval panjang gelombang hingga sebanyak 7 saluran. Masing-masing
sensornya hanya merekam energi panjang gelombang dengan rentang tertentu.

23
Film hitam putih merekam panjang gelombang dari 0,4 mm hingga 0,7
meter. Film ini menghasilkan citra yang berwarna hitam dan putih saja, karena
seluruh panjang gelombang yang terrentang pada interval tersebut terrekam pada
satu titik. Seperti telah diketahui, rentangan 0,4 mm hingga 0,7mm terdiri dari
banyak warna yang diantaranya adalah warna primer yaitu biru, hijau, dan merah.
Perpaduan dari ketiga warna tersebut menghasilkan gradasi warna keabuan
(greyscale).

400nm 500nm 600nm 700nm

Sensor 1

Band 1 Sensor 2
Band 2
Band 3
Band 4
Band n
Gambar 12. Resolusi spektral citra

Gambar 12. merupakan ilustrasi dari resolusi spektral sensor. Sensor


merekam energi elektromagnetik dari obyek pada beberapa saluran. Sensor-sensor
tersebut hanya merekam pada satu rentang panjang gelombang tertentu. Hasil
rekaman dari sensor tersebut selanjutnya disebut sebagai saluran (band). Pada film
berwarna, interval panjang gelombang dari 0,4 mm hingga 0,7 mm tersebut
dipisahkan menjadi beberapa saluran yaitu saluran biru (0,4 – 0,5mm), saluran
hijau (0,5 – 0,6 mm) dan saluran merah (0,6 – 0,7 mm). Film ini akan
menghasilkan citra yang berwarna karena masing-masing saluran terrekam oleh
pada salurannya masing-masing. Gambar 12. sebelah kanan memberikan ilustrasi
tentang kerincian resolusi spektral citra. Berdasar ilustrasi tersebut, sensor 1
memiliki resolusi spektral lebih tinggi dibandingkan dengan sensor 2. Sensor 1
membagi spektrum tampak menjadi tiga saluran, sementara sensor 2 hanya
menjadi satu saluran. Masing-masing saluran tersebut akan menjadi satu buah data
citra satelit.

24
3. Resolusi Radiometrik

Karakteristik radiometrik menjabarkan kandungan informasi aktual sebuah


citra. Resolusi radiometrik dari suatu sistem pencitraan menguraikan
kemampuannya untuk membedakan perbedaan energi. Sensor dengan nilai
resolusi radiometrik halus akan lebih sensitif untuk mendeteksi perbedaan-
perbedaan kecil dalam sebuah energi terpantulkan.

4. Resolusi Temporal

Disamping resolusi spasial, resolusi spektral, dan resolusi radiometrik, juga


penting dipahami tentang resolusi temporal. Resolusi temporal berkaitan dengan
waktu orbit dari satelit penginderaan jauh yang membawa sensor tersebut.
Resolusi temporal adalah waktu yang digunakan oleh suatu satelit dalam merekam
data sebuah wilayah dengan posisi yang sama. Suatu satelit akan merekam ulang
sebuah wilayah yang sama dalam beberapa periode ulangnya. Pada umumya
sebuah satelit merekam wilayah yang sama dalam beberapa hari kemudian setelah
perekaman pertamanya.

Perubahan yang terjadi di permukaan bumi menimbulkan perubahan


karakteristik spektral pada citra. Dengan demikian, dengan melakukan
pembandingan karakteristik spektral pada citra yang berlainan waktu
perekamannya akan dapat peroleh analisis perubahan yang ada pada permukaan
bumi.

F. Interpretasi Citra

Data penginderaan jauh adalah berupa citra. Citra penginderaan jauh


memiliki beberapa bentuk yaitu foto udara ataupun citra satelit. Data
penginderaan jauh tersebut adalah hasil rekaman obyek muka bumi oleh sensor.
Data penginderaan jauh ini dapat memberikan banyak informasi setelah dilakukan
proses interpretasi terhadap data tersebut.

Interpretasi citra merupakan serangkaian kegiatan identifikasi, pengukuran


dan penterjemahan data-data pada sebuah atau serangkaian data penginderaan

25
jauh untuk memperoleh informasi yang bermakna. Sebuah data penginderaan jauh
dapat diturunkan banyak informasi dari serangkaian proses interpretasi citra ini.

1. Analisis Visual Citra Penginderaan Jauh

Analisis visual adalah satu metode perolehan informasi telah cukup lama
diaplikasikan dalam data penginderaan jauh. Zanella dkk (2012) menyatakan
bahwa sebagian besar penelitian dalam hal ekologi bentang lahan menggunakan
analis visual untuk memperoleh informasi terkait berbagai ukuran bentang lahan.
Analisis visual banyak dilakukan pada foto udara ataupun citra berresolusi tinggi
lainnya. Analisis visual juga dapat dilakukan pada data citra resolusi menengah
dengan dikombinasikan dengan beberapa teknik pengolahan digital (Yang dkk,
2011; Kinkeldey, 2014; Turdukulov dkk, 2015). Pada umumnya analisis
dilakukan pada data penginderaan jauh dalam bentuk tercetak, walaupun analisis
ini dapat pula dilakukan pada media digital.

Definisi analisis visual atau interpretasi visual menurut Howard (1996)


adalah aktivitas visual untuk mengkaji citra yang menunjukkan gambaran muka
bumi untuk tujuan identifikasi obyek dan menilai maknanya. Interpretasi visual
mendasarkan pada kunci-kunci interpretasi dasar seperti rona atau warna, pola,
bentuk, bayangan, lokasi absolut dan relatif, dan tekstur (Soetanto, 1994; de Jong,
2005; Horning dkk, 2005).

Rona digunakan pada citra hitam putih, sedangkan warna digunakan pada
citra berwarna. Rona pada citra foto hitam putih dipengaruhi oleh jumlah sinar
yang terpantul oleh permukaan obyek dan tertangkap oleh sensor. Oleh karena itu,
Soejitno (1995) menyatakan rona tidak tentu dapat digunakan sebagai kunci
interpretasi khususnya dalam analisis jenis batuan, karena sangat mungkin batuan
yang sama akan memiliki rona berbeda dalam sebuah citra.

Pola adalah rangkaian bentuk geologi, topografi, vegetasi, ataupun


fenomena permukaan bumi lainnya. Pola sering memberikan informasi penting
terkait sesuatu yang ada di bawah permukaan bumi seperti air tanah, kandungan
mineral, ataupun batuan setempat.

26
Bentuk adalah ukuran kualitatif panjang, lebar dan tinggi sebuah obyek.
Interpretasi terhadap bentuk memberikan informasi penting terkait dengan jenis,
kualitas, dan kuantitas obyek tunggal ataupun jamak. Sebagai contoh, bentuk
memanjang akan memberikan petunjuk interpretasi pada obyek jalan, sungai,
ataupun rel kereta api. Bentuk persegi memberikan petunjuk interpretasi pada
obyek-obyek bangunan dan lain-lain.

Ukuran adalah satu informasi penting yang sering dikaitkan dengan bentuk.
Interpretasi obyek kendaraan pada sebuah jalan dapat dipertajam hingga
menentukan jenis kendaraan dengan melihat pada ukuran obyek tersebut. Bus dan
truk memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan sedan.

Bayangan adalah area yang tertutup oleh obyek di sekitarnya yang lebih
besar sehingga informasi pada area tersebut tidak terrekam oleh sensor. Area
bayangan dapat dimanfaatkan dalam aplikasi interpretasi citra resolusi tinggi atau
foto udara untuk menentukan arah ataupun tinggi sebuah obyek.

Lokasi adalah posisi obyek tersebut dalam suatu koordinat tertentu atau
letak sebuah obyek berbanding dengan obyek lainnya. Informasi lokasi obyek
sangat bermanfaat dalam interpretasi. Obyek kecil di lokasi perairan memberikan
informasi interpretasi sebagai alat pertanian perikanan, alat transportasi air,
ataupun benda lain yang mengapung.

Tekstur adalah kekasaran atau kehalusan visualisasi permukaan obyek pada


citra. Tekstur kasar mengindikasikan adanya heterogenitas pada kerumunan obyek
di muka bumi. Interpretasi dari sebuah tutupan vegetasi dengan tekstur kasar
memberikan petunjuk adanya variasi jenis dan ukuran vegetasinya. Kondisi
tersebut memungkinkan interpretasi lebih detil terhadap tutupan vegetasi tersebut,
misal sebagai hutan lebat atau kebun campuran.

Asosiasi adalah keterkaitan suatu fenomena dengan fenomena lain di


sekelilingnya. Obyek meluas dengan tekstur halus yang berasosiasi dengan
adanya beberapa jaringan jalan dan permukiman, dapat memberikan informasi
interpretasi yang mengarah pada area perladangan atau kebun.

27
Interpretasi pada citra resolusi menengah dan rendah seperti pada citra
satelit Landsat juga dapat dilakukan melalui analisis visual. Analisis visual pada
data citra satelit ini sering memanfaatkan citra multispektral yang merupakan
visualisasi kombinasi dari beberapa saluran spektral. Gambar 13. merupakan
contoh dari visualisasi citra multispektral.

Gambar 13. Citra multispektral 542 Landsat 8 OLI

Gambar 13. merupakan contoh dari visualisasi citra multispektral citra


Landsat 8 OLI yang dibentuk melalui kombinasi band 5, band 4, dan band 2.
Obyek vegetasi nampak sebagai warna merah, lahan terbuka nampak sebagai
warna putih cerah, sedangkan tubuh air nampak sebagai rona gelap.

Beberapa keuntungan dari metode analisis visual terhadap data citra satelit
tercetak yaitu :

 Relatif lebih sedikit biaya pembuatan

 Permasalahan iluminasi pada citra digital seperti bayangan, dapat


dimanfaatkan sebagai alat bantu interpretasi

28
 Lebih sedikit latihan yang diperlukan untuk proses interpretasi

 Mendasarkan pada penggunaan kemampuan otak manusia dalam proses


interpretasi.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam teknik analisis visual data
penginderaan jauh ini adalah faktor subyektifitas interpreter yang sering
memberikan pengaruh terhadap hasil interpretasi. Pengalaman dan pengetahuan
interpreter terhadap lokasi atau obyek amatan sangat berperan dalam proses
interpretasi. Analisis visual juga memerlukan waktu yang relatif lebih lama
dibandingkan dengan teknik digital dalam proses analisis tersebut. Bentuk dan
kualitas data citra dapat memberikan pengaruh terhadap akurasi hasil interpretasi.

2. Analisis Digital Citra Penginderaan Jauh

Citra penginderaan jauh dibentuk oleh data numeris nilai radian permukaan
bumi yang diwujudkan dalam angka digital pada masing-masing saluran panjang
gelombang (Mather, 2004). Citra penginderaan jauh membawa informasi melalui
pengukuran-pengukuran spektral energi dan keterkaitan antar piksel dalam suatu
citra komposit (Madhok dan Landgrebe, 2001). Berdasar hal tersebut, informasi
dapat diperoleh melalui pengenalan pola-pola spektral yang diturunkan melalui
analisis digital citra. Pola spektral tersusun oleh respon spektral beberapa panjang
gelombang terhadap suatu obyek. Qiwei dkk (2003) mengungkapkan bahwa
setiap obyek memiliki karakteristik yang berbeda dalam interaksinya dengan suatu
panjang gelombang elektromagnetik. Sejalan dengan hal tersebut, Adam dan
Gillespie (2006) menjelaskan bahwa pola spektral terbentuk oleh perbedaan
kemampuan berbagai material dalam menyerap, memantulkan, dan memancarkan
energi radiasi.

Analisis digital dilakukan dengan berdasar pada pengamatan karakteristik


nilai spektral. Analisis digital dilakukan menggunakan metode digital melalui
pengolahan nilai spektral citra. Analisis dilakukan melalui proses aritmetik citra.
Contoh metode sederhana dari analisis digital ini adalah dengan memanfaatkan
histogram citra dan pengelompokan nilai piksel. Beberapa metode analisis digital

29
terotomasi dilakukan melalui prosedur sistem pakar yang memadukan data-data
penginderaan jauh. Model matematis sering dimanfaatkan dalam hal ini. Model
ini banyak terdapat pada berbagai perangkat lunak penginderaan jauh dalam
bentuk modul yang tertuang pada menu.

G. Operasi Digital Citra

Analisis digital citra satelit memerlukan metode digital seperti operasi titik,
operasi aljabar, filtering, transformasi, dan klasifikasi. Metode digital tersebut
menggunakan metode pengolahan data spektral melalui suatu model
matematis.Operasi titik menitik beratkan pada pengubahan nilai spektral piksel
yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas visual citra. Contoh dari operasi titik
ini adalah perentangan kontras dan histogram ekualisasi. Operasi aljabar
merupakan proses perbandingan nilai spektral piksel dari dua saluran citra.
Contoh operasi ini adalah operasi matematis dan perbandingan citra. Hasil operasi
aljabar ini yang sering digunakan adalah citra indeks. Citra indeks vegetasi seperti
NDVI, PVI, VI, dan lain-lain adalah bentuk citra hasil operasi ini. Nilai spektral
citra indeks memberikan penekanan pada aspek tertentu. Indeks vegetasi
menghasilkan nilai spektral yang tinggi pada area bertutupan vegetasi lebat.
Secara visual area bertutupan vegetasi ini akan nampak sangat cerah, sementara
yang tidak bertutupan vegetasi akan nampak gelap.

Operasi filter merupakan kebalikan dari operasi penajaman citra. Operasi


filter menghasilkan citra yang lebih tergeneralisasi. Hasil perekaman permukaan
bumi sering memberikan informasi visual yang sangat kompleks. Kompleksitas
ini dalam skala tertentu tidak diperlukan. Operasi filtering dapat digunakan untuk
mengurangi kompleksitas data citra ini. Transformasi digunakan untuk
meningkatkan interpretabilitas citra terkait dengan aspek resolusi. Pada beberapa
kasus dua citra dengan resolusi yang berbeda dapat digabungkan sehingga
menghasilkan informasi yang lebih tajam.

Klasifikasi adalah suatu proses pengelompokan nilai spektral citra melalui


prosedur klasifikasi terotomasi. Hasil proses klasifikasi ini dapat digunakan

30
sebagai dasar pembuatan peta-peta tematik. Metode klasifikasi yang banyak
digunakan dalam penginderaan jauh adalah operasi beracuan dan operasi tak
beracuan. Klasifikasi beracuan memerlukan spektral acuan untuk tiap kelas
klasifikasi. Spektral acuan diambil dari kelompok spektral yang homogen dari
suatu area. Proses klasifikasi akan mengelompokkan seluruh spektral piksel
berdasar kemiripannya dengan nilai spektral acuan tersebut. Klasifikasi tak
beracuan tidak memerlukan nilai spektral acuan. Klasifikasi ini mengelompokkan
nilai spektral citra berdasar titik berat dari suatu ruang spektral.

RANGKUMAN

Penginderaan jauh adalah ilmu tentang perolehan informasi permukaan


bumi tanpa kontak langsung dengan obyeknya yang dilakukan melalui pendugaan
berbagai parameter dari pengukuran radiasi gelombang elektromagnetik. Tujuan
dari penginderaan jauh adalah untuk mengidentifikasi dan mengkarakterisasi
obyek dimuka bumi, mempertajam pemahaman tentang kondisi permukaan bumi
serta memahami dinamika spasialnya. Penginderaan jauh menggunakan rentang
spektrum tampak hingga inframerah yang terbagi menjadi beberapa saluran sesuai
dengan resolusi spektral sensor. Penginderaan jauh pasif merekam energi
gelombang elektromagnetik yang berasal dari matahari dan di pantulkan oleh
obyek dari muka bumi, sementara itu penginderaan jauh aktif merekam energi
pantulan yang dibangkitkan oleh sensor. Satelit penginderaan jauh pada umumnya
memiliki orbit near polar. Hasil perekaman satelit penginderaan jauh tersebut
terrekam pada data citra. Karakteristik citra dicirikan oleh resolusi spasial,
spektral, radiometrik dan temporalnya. Analisis citra penginderaan jauh dapat
dilakukan melalui analisis visual dan analisis digital. Analisis digital citra
memanfaatkan berbagai metode pengolahan citra.

31
DAFTAR PUSTAKA
Adams, J.B., Gillespie A.R., 2006. Remote Sensing of Landscape with Spectral
Images – A Physical Modeling Approach, Cambridge University Press, New
York
Aggarwal, 2004. Principle of Remote Sensing, Satellite Remote Sensing and GIS
Application in Agricultural Meteorology, hal. 23 - 38.
Bianchetti, R., 2011. Considering visual perception and cognition in the analysis
of remotely sensed images, Adfa-Springer.
de Jong, S., van der Meer, F.D., 2004. Remote Sensing Image Analysis, Springer,
Dordrech.
Elachi, C., Zyl, J.V., 2006. Introduction to the Phisics and Techniques of Remote
Sensing, Second Edition, John Wiley & Sons, New Jersey.
Horning, N., Robinson, J. A., Sterling, E. J., Turner, W., Spector, S., 2005.
Remote sensing for ecology and conservation – a handbook of techniques.
Oxford University Press.
Howari, F.M., Sherif, M.M., Singh, V.P., Al-Asam, M.S., 2007. Dalam :
Thangarajan, M. (editor). Groundwater: Resource Evaluation,
Augmentation, Contamination, Restoration, Modeling and Management,
Springer, Netherland.
Huete, A.R, Glenn, E.P., 2011. Remote Sensing of Ecosystem Structure and
Function, Advance in Environtment Remote Sensing, CRC Press. Boca
Raton.
Kinkeldey, C., 2014. A concept for uncertainty-aware analysis of land cover
change using geovisual analytics. ISPRS Int. J. Geo-Inf., Vol. 3, Hal. 1122 -
1138.
Leverington, D. W., 2010. Discrimination of sedimentary lithologies using
Hyperion and Landsat Thematic Mapper data: a case study at Melville
Island, Canadian High Arctic, International Journal of Remote Sensing,
Vol. 31, No. 1, Hal. 233-260.
Madhok, V., Landgrebe, D.A., 2002. A processing model for remote sensing data
analysis, IEEE Life Fellow.
Mather, P.M., 2004. Computer Processing of Remotely-Sensed Images, Wiley &
Sons, England.
Qiwei C., Anjun L., Kangning X., Sinzhen X., Jun W., Juan X., 2003. Spectral
Feature-Based Model for Extracting karst Rock-Desertification from
Remote Sensing Image, Journal of Guizhou Normal University (Natural
Science Edition), Vol. 21, No.4, hal.82-87.
Rees, W.G., 2001. Physical Principles of Remote Sensing, Second Edition,
Cambidge University Press. Cambridge.

32
Schowendgerdt, 2007. Remote Sensing: Models and Methods for Image
Processing, Third Edition, Elsevier, Amsterdam.
Soejitno, T., 1995. Teknik dan Aplikasi Geologi Foto, Penerbit PT Rosda
Jayaputra. Jakarta.
Soetanto, 1994. Penginderaan Jauh – Jilid 2. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Strasen, J.L., Chafetz, H.S., Khan, S., 2009. Discrete lithofacies discrimination of
Jurassic strata using advanced spaceborne thermal emission and reflection
radiometer data, Bighorn Basin, Wyoming, USA. Sedimentology, Vol. 56,
Hal. 1535 - 1551.
Tempfli, K., Kerle, N., Huurnemann, G.C., Janssen, C.L.F., 2001. Principles of
Remote Sensing an Introductory textbook. ITC, Netherlands.
Turdukulov, U.D., Tolpekin, V., Kraak, M.J., 2015. Visual exploration of time
series of remote sensing data. Citeseerx.ist.psu.edu.
USGS, 2008. Landsat 7 (L7) Enhanced Thematic Mapper Plus (ETM+) Level
Zero-R Archive (L0RA) Data Format Control Book (DFCB), EROS, South
Dakota.
USGS, 2016. Landsat 8 (L8) Data User Handbook, Version 2.0., EROS, South
Dakota
Yang, B., Zeng, F., Yuan, M., Li, D., Qiu, Y., Li, J., 2011. Measurement of
Dongting lake area based on visual interpretation of polders, Procedia
Environmental Sciences, Vol. 10, Hal. 2684 - 2689.
Zanella, L., Sousa, C.H.R., Souza, C.G., Carvalho, L.M.T., Borem, R.A.T., 2012,
A comparison of visual interpretation and object based image analysis for
deriving landscape metrics, GEOBIA, Hal. 509 - 512.

33

Anda mungkin juga menyukai