ii
BIDANG KAJIAN :
Perpetaan, Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis
MODUL 2: PENGINDERAAN JAUH
PENDAHULUAN
Penginderaan jauh merupakan ilmu dan teknologi terkait perolehan
informasi tanpa kontak langsung dengan obyek yang dikaji. Sejalan dengan hal
tersebut, penginderaan jauh menjadi satu metode dalam perolehan data spasial
yang akurat. Ketersediaan data dan metode yang signifikan menjadikan
penginderaan jauh banyak diaplikasikan pada berbagai bidang. Modul ini terdiri
dari sub bahasan pengertian penginderaan jauh, konsep panjang gelombang,
sistem penginderaan jauh, orbit satelit, resolusi citra, interpretasi citra, dan
pengolahan citra.
PETUNJUK BELAJAR
1. Bacalah modul ini sebaik-baiknya dengan cermat
2. Jika diperlukan saudara boleh mencari informasi tambahan sesuai dengan
materi dalam modul ini
3. Setelah membaca kerjakan latihan soal pada bagian akhir modul ini. Saudara
harus mendapatkan skor minimal 70. (minimal 7 soal harus dijawab dengan
benar)
4. Jika belum tuntas dalam belajar modul ini, jangan beralih ke modul
berikutnya
CAPAIAN PEMBELAJARAN
Dalam substansi keilmuan, setiap guru geografi wajib menguasai
pengetahuan geografi yang setara dengan pengetahuan geografi yang dikuasai
oleh Sarjana Geografi.
SUB CAPAIAN PEMBELAJARAN
Peserta memiliki pengetahuan tentang pengertian penginderaan jauh, konsep
panjang gelombang, sistem penginderaan jauh, orbit satelit, resolusi citra,
interpretasi citra, dan pengolahan citra.
iii
URAIAN MATERI : PENGINDERAAN JAUH
1
di permukaan bumi, sedangkan cara perolehan informasinya dilakukan dengan
menggunakan satu media.
Obyek di permukaan bumi seperti vegetasi, tanah dan tubuh air adalah
obyek pokok yang diindera oleh penginderaan jauh. Informasi detil terkait obyek
tersebut selanjutnya dipengaruhi oleh karakteristik resolusi spasial dari sensor
yang digunakan. Kombinasi dari obyek pokok tersebut menghasilkan informasi-
informasi penting terkait dinamika yang terjadi dipermukaan bumi tersebut.
Informasi detil diperoleh melalui interpretasi keterkaitan antar fenomena tersebut
di permukaan bumi.
2
Berdasar batasan tersebut, perlu dipahami beberapa hal penting dalam
penginderaan jauh yaitu :
3
gelombang, radiasi cahaya terdiri dari bidang elektris (E) dan bidang magnetik
(M). Bidang elektris memiliki variasi magnitude searah dengan arah datangnya
radiasi. Dua hal tersebut saling berinteraksi dan bergerak dalam kecepatan cahaya
yaitu mencapai 300.000 km/detik.
Bidang elektrik
Bidang magnetik
arah radiasi
4
berbeda sesuai dengan panjang dari gelombang elektromagnetik tersebut. Ilustrasi
tentang panjang gelombang dapat dilihat pada Gambar 2.
λ
α
λ
Gambar 2. Keterkaitan frekuensi dengan panjang gelombang
c=λv
Keterangan
c = kecepatan cahaya (3 x 106 m/s)
λ = panjang gelombang (m)
v = frekuensi ( Hz)
5
dan inframerah. Panjang gelombang tampak adalah berkisar antara 0,38 μm
hingga 0,76 μm. Sementara itu perluasan dari panjang gelombang tersebut adalah
mencapai spektrum inframerah dekat (near infrared), tengah (middle infrared)
dan jauh (far infrared). Saluran infra merah melengkapi kemampuan identifikasi
dari saluran tampak serta memiliki kemampuan dalam merekam energi termal
yang dipancarkan dari permukaan bumi.
Q=hxv
= h x (c / λ)
Keterangan :
Q : energi foton dalam satuan joule
h : konstanta Planck (6,6262 x 10-34 joulesecond)
6
menembus obyek tersebut. Gelombang suara miliki panjang gelombang yang
lebih panjang dari pada gelombang sinar.
Semakin panjang suatu gelombang, suhu laten semakin rendah. Secara mudah
hal ini dapat dilihat pada kompor di dapur yang menyala. Api kompor yang
berwarna biru memiliki panas yang lebih tinggi dibandingkan api kompor
yang warnanya merah. Contoh lain adalah api pada ujung las. Las tidak dapat
digunakan untuk menyambung besi pada saat api masih berwarna merah.
Suhu api las perlu di tinggikan dengan membuka kran tekanan. Pada saat kran
dibuka, warna api berangsur akan berubah dari merah ke kuning, hijau, biru
hingga suatu saat api tersebut tidak nampak karena mencapai panjang
gelombang sedikit dibawah batas kemampuan mata menangkap panjang
gelombang. Dalam penginderaan jauh hal ini digunakan untuk perabaan
panas seperti kebakaran hutan, pemantauan kebocoran pipa bawah
permukaan, sebaran pencemaran pada air laut, pusat panas bumi, sumber
erupsi, dan lain-lain. Saluran 6 dari satelit Landsat 7 ETM+ atau saluran 10
dan 11 dari satelit Landsat 8 OLI adalah contoh citra satelit yang
menggunakan panjang gelombang thermal.
7
menangkap atribut obyek tersebut. Spektrum yang dapat ditangkap oleh telinga
adalah panjang gelombang elektromagnetik yang memiliki sifat suara.
8
Spektrum tampak (visible spectrum) terrentang dari sekitar 400 nm hingga
700 nm. Kemampuan mata manusia hanya menangkap spektrum pada rentang ini.
Spektrum tersebut jika dibandingkan dengan keseluruhan rentang spektrum
merupakan satu bidang yang sangat sempit (lihat batang paling kiri dari gambar
di atas). dalam penginderaan jauh rentang spektrum ini digunakan dalam beberapa
saluran sensor. Sebagai contoh satelit seri Landsat memotong spektrum ini
menjadi tiga saluran yaitu band biru, hijau dan merah ditambah dengan satu
saluran pankromatik yang menggunakan seluruh spektrum tersebut dalam satu
sensor. Berikut adalah contoh dari saluran-saluran dari satelit Landsat 7 ETM+
dan Landsat 8 OLI.
λ (nm)
Gambar 4. Rentang spektrum sensor satelit Landsat 7 ETM+ dan Landsat 8 OLI
Sumber gambar : https://landsat.gsfc.nasa.gov/landsat-8/landsat-8-overview/
Gambar di atas menunjukkan apa yang disebut sebagai jendela atmofer pada
spektrum tampak hingga inframerah. Jendela atmorfer tersebut menunjukkan
posisi spektrum yang dapat melalui hambatan atmosferik. Warna abu-abu adalah
rentang spektrum gelombang elektromagnetik yang mampu melalui hambatan
atmosferik tersebut. Warna putih adalah area dimana gelombang elektromagnetik
tidak dapat menembus hambatan atmosferik. Posisi bagian kiri adalah rentang
spektrum gelombang pendek, termasuk gelombang tampak. Kotak berwana biru,
hijau dan merah adalah perkiraan posisi spektrum yang direkam oleh sensor citra
satelit Landsat. Satelit Landsat 7 ETM+ memiliki delapan sensor dan Landsat 8
OLI memiliki sebelas sensor dengan rentang spektral yang berbeda. Beberapa
9
sensor memiliki kemiripan rentang spektrum pada kedua satelit tersebut. Secara
detil rentang dari masing-masing saluran (band) dari kedua satelit tersebut dapat
dilihat pada tabel berikut.
10
digunakan spektrum gelombang yang lebih panjang. Spekrum ini adalah spektrum
gelombang mikro (Micro wave) atau sering disebut dengan gelombang radar.
Spektrum ini memiliki daya tembus terhadap benda padat yang lebih besar
dibandingkan spektrum tampak dan inframerah seperti telah diuraikan di depan.
Kemampuan atau daya tembus gelombang ditentukan oleh panjang gelombang itu
sendiri. Spektrum ini terbagi dalam beberapa saluran yang masing-masing
memiliki kemampuan menembus suatu obyek yang berbeda. Saluran-saluran dari
spektrum ini adalah sebagai berikut.
P 30 - 100 cm
L 15 - 30 cm
S 7,5 - 15 cm
C 3,75 - 7,5 cm
X 2,4 - 3,75 cm
Ku 1,67 - 2,4 cm
K 1,1 - 1,67 cm
Ka 0,75 - 1,1 cm
Sumber : USGS 2016
11
gelombang elektromagnetik dengan obyek muka bumi dapat dilihat pada Gambar
5. berikut.
energi
diserap
energi diteruskan
εTotal = εa + εr + εt
Keterangan :
εTotal : Energi total yang diterima obyek
εa : energi di serap
εr : energi di pantulkan
εt : energi di teruskan
12
seluruh panjang gelombang panjang (inframerah). Karakteristik hampir
berkebalikan adalah tanah terbuka yang kering, dimana memiliki grafik pantulan
energi yang terus meningkat dari gelombang pendek menuju gelombang panjang.
Pantulan energi spektrum biru pada tanah terbuka yang kering tersebut relatif
lebih kecil dibandingkan pantulan energi spektrum inframerah.
Pola pantulan energi terhadap obyek pada permukaan bumi ini disebut
sebagai pola spektral. Karakteristik pantulan energi gelombang elektromagnetik
pada satu obyek ini berguna untuk identifikasi jenis dan kondisi obyek dalam
penginderaan jauh (Aggarwal, 2004). Energi elektromagnetik pada beberapa
panjang gelombang mengalami penyerapan yang besar, sehingga nilai energi yang
dipantulkan akan lebih kecil dibandingkan pada panjang gelombang yang lain.
Obyek dominan di permukaan bumi yaitu vegetasi, tanah, dan air. Ketiga
obyek utama ini yang banyak dijadikan dasar interpretasi dan analisis data
penginderaan jauh. Pola spektral dari ketiga obyek utama ini memiliki karakter
yang berbeda seperti dapat dilihat pada Gambar 6.
13
vegetasi menyerap banyak energi pada kedua spektrum tersebut oleh klorofil
daun. Hilangnya klorofil daun mengakibatkan semakin kecilnya serapan energi
pada spektrum biru dan merah dan meningkatkan nilai pantulan pada spektrum
tersebut. Pantulan spektral meningkat secara drastis pada rentangan spektral
inframerah yaitu antara 0.65 hingga 0.76 µm. Area serapan pada spektrum
inframerah selanjutnya terjadi pada kisaran 1,5 nm dan 2,0 nm. Serapan energi ini
disebabkan oleh molekul uap air. Area serapan ini nampak sebagai dua buah
cekungan pada rentang spektrum infra merah tersebut. Indek vegetasi seperti
NDVI, EVI, PVI, dan lain-lain memanfaatkan saluran pada kisaran panjang
gelombang ini, yaitu dengan memadukan saluran merah dan inframerah dekat.
Pantulan spektral air dicirikan oleh grafik yang terus menurun dari spektrum
biru hingga inframerah dekat. Nilai pantulan air pada spektrum inframerah hampir
mendekati nol karena hampir seluruh energi pada spektrum tersebut terserap oleh
air. Nilai pantulan spektral dipengaruhi oleh kedalaman air serta keberadaan dan
tingkat konsentrasi kandungan suspensi material organik dan anorganik pada air.
Pantulan spektral yang diperoleh dari pantulan material yang terlarut pada air
disebut dengan istilah volume reflectance (Mather, 2004). Gelombang
elektromagnetik pada spektrum tampak dan inframerah secara alamiah terserap
oleh tubuh air. Pada kedalaman 20 meter, seluruh unsur spektrum inframerah
dekat telah terserap habis. Spektrum yang dapat terpantulkan hanyalah sebagian
dari spektrum biru.
Kurva pantulan tanah selalu naik dari spektrum biru hingga spektrum infra
merah. Reflektivitas dari tanah disebabkan oleh keberadaan material organik,
tingkat kelembaban, dan oksida besi pada tanah. Serapan oksida besi banyak
terjadi pada spektrum ultraviolet, sehingga nilai pantulan tanah pada spektrum
tersebut sangat rendah. Pada rentangan spektrum tampak secara visual nampak
oksida besi mengakibatkan tanah berwarna kemerah-merahan karena serapan
terhadap spektrum yang lebih pendek ataupun lebih panjang dari spektrum merah.
14
C. Sistem Penginderaan Jauh
15
dapat diperoleh oleh sensor satelit. Dengan demikian keberadaan energi yang
masuk ke sensor adalah hal pokok dari perolehan informasi tentang obyek di
muka bumi. Berdasar pada bentuk energi ini, penginderaan jauh dapat dibedakan
menjadi dua bentuk yaitu penginderaan jauh sistem pasif dan penginderaan jauh
sistem aktif.
Sumber energi
Sensor
gelombang
elektromagnetik
menuju sensor gelombang
elektromagnetik dari
matahari
Data citra
Permukaan bumi
16
Sensor yang digunakan dalam penginderaan jauh sistem ini bervariasi dari
sebuah peralatan lapangan hingga yang terpasang pada satelit. Peralatan lapangan
seperti spektrofotometer dapat dipasang secara permanen diatas obyek ataupun
pada wahana yang bergerak. Wahana yang bergerak dapat berupa mobil, pesawat
terbang hingga satelit. Satelit sumber daya seperti Landsat, QuickBird, Ikonos,
adalah contoh dari sistem penginderaan jauh pasif ini.
17
Beberapa informasi yang dicatat dari pantulan sinyal yang tertangkap oleh sensor
tersebut diantaranya magnitude, fase sinyal, interval waktu antara saat sinyal
dipancarkan dan saat sinyal tertangkap kembali, polarisasi, dan frekuensi efek
Doppler. Pemancaran sinyal dan penangkapan sinyal biasanya dilakukan oleh
sebuah pemancar yang sama pada sensor radar. Ilustrasi penginderaan jauh sistem
aktif dapat dilihat pada Gambar 8.
Sensor
Permukaan bumi
Dua tipe radar yang sering digunakan adalah RAR (Real Aperture Radar)
dan SAR (Synthetic Aperture Radar). Real Aperture Radar juga sering disebut
dengan SLAR (Side Looking Airborne Radar). Kedua tipe ini sebenarnya adalah
sistem radar dengan pemancaran sinyal searah yang biasanya menggunakan
pesawat terbang.
Perbedaan pokok antara sistem RAR dan SAR adalah pada arah azimutnya.
Real Aperture Radar memiliki resolusi azimut yang ditentukan oleh lebar sapuan
(beamwidth), sehingga resolusi azimutnya proporsional dengan jarak antara radar
dengan targetnya. Synthetic Aperture Radar menggunakan pemrosesan sinyal
18
untuk mensintesiskan beberapa rangkaian rekaman pantulan sinyal yang
tertangkap sensor.
Parameter yang digunakan dalam analisis citra radar adalah rona, tekstur,
bentuk, struktur, dan ukuran. Rona pada citra radar adalah intensitas rata-rata dari
sinyal yang terpencarbalikkan. Sinyal yang tinggi akan dimunculkan dengan rona
yang cerah, sedangkan sinyal rendah akan dimunculkan dengan rona gelap.
Tekstur pada citra radar terkait dengan distribusi spasial dari resolusi sel. Terdapat
tiga golongan tekstur pada citra radar ini yaitu tekstur mikro, tekstur meso dan
tekstur makro. Bentuk dapat didefinisikan sebagai bentuk spasial yang terkait
dengan kontur yang relatif konstan atau batas-batas obyek secara sederhana.
Beberapa obyek seperti jalan, jembatan, landasan pesawat terbang, dan lain-lain
dapat dikenali dari bentuknya. Struktur adalah susunan obyek secara spasial yang
meliputi seluruh wilayah dengan konfigurasi yang berulang. Ukuran obyek ini
digunakan sebagai elemen pengenal secara kualitatif pada citra radar. Ukuran dari
obyek yang dikenali pada citra memberikan pemahaman relatif tentang skala dan
berbagai dimensi dari obyek-obyek yang lain.
19
D. Orbit Satelit
1. Geostationary Orbit
Satelit dengan orbit geostasioner memiliki ketinggian sekitar 36.000
kilometer. Kecepatan gerak rotasi sama dengan gerak rotasi bumi. Dengan
ketinggian dan kecepatan yang sama dengan rotasi bumi ini, maka satelit tersebut
dapat mengamati suatu wilayah secara terus-menerus di setiap waktu. Satelit ini
dapat mengamati berbagai perubahan yang terjadi setiap saat untuk wilayah yang
diamatinya. Satelit ini seakan-akan selalu berada ditempatnya (geostasioner).
Satelit yang menggunakan orbit ini biasanya adalah satelit komunikasi dan satelit
cuaca. Contoh dari satelit jenis ini adalah satelit Palapa yang dimiliki Indonesia.
20
Gambar 9. merupakan ilustrasi dari orbit geostationary. Orbit satelit searah dengan
perputaran bola bumi pada porosnya. Kesamaan arah rotasi ini mengakibatkan satelit
seakan-akan berada tetap pada posisinya.
Satelit dengan orbit Near Polar mengelilingi bumi dengan arah utara –
selatan tegak lurus dengan perputaran bumi, atau sebaliknya. Pada saat satelit
berada pada bagian muka bumi yang berhadapan dengan matahari, sensor
merekam pantulan energi matahari yang mengenai muka bumi. Pada saat satelit
berada pada area bayang-bayang (malam), beberapa sensor seperti sensor termal
masih dapat merekam energi yang dipancarkan oleh permukaan bumi. Satelit
penginderaan jauh sumberdaya biasanya memiliki orbit ini. Orbit ini dapat
meliput sebagian besar wilayah muka bumi dalam satu periode orbit. Satelit akan
merekam ulang area yang sama pada rentan waktu tertentu. Rentang waktu
perekaman ulang area yang sama ini disebut sebagai resolusi temporal. Ilustrasi
dari orbit near polar dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. merupakan ilustrasi orbit near polar. Orbit satelit memotong arah
rotasi bumi pada porosnya. Paduan arah orbit satelit dengan rotasi bumi mengakibatkan
seakan-akan lokasi satelit selalu berpindah dari waktu ke waktu. Pergerakan ini
memungkinkan perekaman pada hampir seluruh permukaan bumi.
21
E. Resolusi Citra Pengideraan Jauh
1. Resolusi Spasial
Citra utuh
Piksel citra
Area terrekam
Permukaan bumi
30 m
30 m
Gambar 11. memberikan ilustrasi tentang resolusi spasial citra. Suatu area
dengan luasan tertentu di muka bumi akan terrekam sebagai sebuah piksel pada
citra. Ilustrasi tersebut menggambarkan resolusi spasial citra adalah seluas 30
meter x 30 meter. Data spektral pada sebuah piksel citra mewakili energi yang
berasal dari area di muka bumi dengan luasan tersebut.
22
Kemampuan merekam obyek ini juga dipengaruhi oleh sensor. Sensor
sebuah satelit memiliki kemampuan merekam obyek terkecilnya berbeda-beda.
Satelit Landsat 7 ETM+ mampu merekam obyek terkecil dilapangan sebesar 30 x
30 meter, kecuali sensor pankromatik yang memiliki resolusi 15 meter. Satelit
Ikonos merekam dengan obyek terkecilnya 1 x 1 meter. QuickBird dengan ukuran
obyek terkecilnya 0,6 x 0,6 meter. Kemampuan sensor dalam merekam obyek
terkecil pada tiap pikselnya ini disebut dengan resolusi spasial. Resolusi spasial
pada sensor pasif terutama dipengaruhi oleh sudut pandangnya yang disebut
dengan Instantaneous Field of View (IFOV). Area dipermukaan bumi yang
tercakup dalam sebuah luasan IFOV disebut dengan sel resolusi (Resolution Cell).
Citra satelit terbentuk dari serangkaian matrik elemen gambar yang disebut
dengan piksel. Piksel merupakan unit terkecil dari sebuah citra. Piksel sebuah citra
pada umumnya berbentuk segi empat dan mewakili suatu area tertentu pada citra.
Jika sebuah sensor memiliki resolusi spasial 20 meter dan citra dari sensor
tersebut menampilkannya secara penuh, maka masing-masing piksel akan
mewakili area seluas 20 x 20 meter. Citra yang menampilkan area dengan
cakupan yang luas biasanya memiliki resolusi spasial yang rendah. Hal ini banyak
terdapat pada citra-citra dari satelit komersial. Citra dengan resolusi tinggi akan
menampilkan obyek secara detil. Satelit militer biasanya didesain untuk hal ini.
Citra dari satelit ini mampu menampilkan obyek secara detil.
2. Resolusi Spektral
23
Film hitam putih merekam panjang gelombang dari 0,4 mm hingga 0,7
meter. Film ini menghasilkan citra yang berwarna hitam dan putih saja, karena
seluruh panjang gelombang yang terrentang pada interval tersebut terrekam pada
satu titik. Seperti telah diketahui, rentangan 0,4 mm hingga 0,7mm terdiri dari
banyak warna yang diantaranya adalah warna primer yaitu biru, hijau, dan merah.
Perpaduan dari ketiga warna tersebut menghasilkan gradasi warna keabuan
(greyscale).
Sensor 1
Band 1 Sensor 2
Band 2
Band 3
Band 4
Band n
Gambar 12. Resolusi spektral citra
24
3. Resolusi Radiometrik
4. Resolusi Temporal
F. Interpretasi Citra
25
jauh untuk memperoleh informasi yang bermakna. Sebuah data penginderaan jauh
dapat diturunkan banyak informasi dari serangkaian proses interpretasi citra ini.
Analisis visual adalah satu metode perolehan informasi telah cukup lama
diaplikasikan dalam data penginderaan jauh. Zanella dkk (2012) menyatakan
bahwa sebagian besar penelitian dalam hal ekologi bentang lahan menggunakan
analis visual untuk memperoleh informasi terkait berbagai ukuran bentang lahan.
Analisis visual banyak dilakukan pada foto udara ataupun citra berresolusi tinggi
lainnya. Analisis visual juga dapat dilakukan pada data citra resolusi menengah
dengan dikombinasikan dengan beberapa teknik pengolahan digital (Yang dkk,
2011; Kinkeldey, 2014; Turdukulov dkk, 2015). Pada umumnya analisis
dilakukan pada data penginderaan jauh dalam bentuk tercetak, walaupun analisis
ini dapat pula dilakukan pada media digital.
Rona digunakan pada citra hitam putih, sedangkan warna digunakan pada
citra berwarna. Rona pada citra foto hitam putih dipengaruhi oleh jumlah sinar
yang terpantul oleh permukaan obyek dan tertangkap oleh sensor. Oleh karena itu,
Soejitno (1995) menyatakan rona tidak tentu dapat digunakan sebagai kunci
interpretasi khususnya dalam analisis jenis batuan, karena sangat mungkin batuan
yang sama akan memiliki rona berbeda dalam sebuah citra.
26
Bentuk adalah ukuran kualitatif panjang, lebar dan tinggi sebuah obyek.
Interpretasi terhadap bentuk memberikan informasi penting terkait dengan jenis,
kualitas, dan kuantitas obyek tunggal ataupun jamak. Sebagai contoh, bentuk
memanjang akan memberikan petunjuk interpretasi pada obyek jalan, sungai,
ataupun rel kereta api. Bentuk persegi memberikan petunjuk interpretasi pada
obyek-obyek bangunan dan lain-lain.
Ukuran adalah satu informasi penting yang sering dikaitkan dengan bentuk.
Interpretasi obyek kendaraan pada sebuah jalan dapat dipertajam hingga
menentukan jenis kendaraan dengan melihat pada ukuran obyek tersebut. Bus dan
truk memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan sedan.
Bayangan adalah area yang tertutup oleh obyek di sekitarnya yang lebih
besar sehingga informasi pada area tersebut tidak terrekam oleh sensor. Area
bayangan dapat dimanfaatkan dalam aplikasi interpretasi citra resolusi tinggi atau
foto udara untuk menentukan arah ataupun tinggi sebuah obyek.
Lokasi adalah posisi obyek tersebut dalam suatu koordinat tertentu atau
letak sebuah obyek berbanding dengan obyek lainnya. Informasi lokasi obyek
sangat bermanfaat dalam interpretasi. Obyek kecil di lokasi perairan memberikan
informasi interpretasi sebagai alat pertanian perikanan, alat transportasi air,
ataupun benda lain yang mengapung.
27
Interpretasi pada citra resolusi menengah dan rendah seperti pada citra
satelit Landsat juga dapat dilakukan melalui analisis visual. Analisis visual pada
data citra satelit ini sering memanfaatkan citra multispektral yang merupakan
visualisasi kombinasi dari beberapa saluran spektral. Gambar 13. merupakan
contoh dari visualisasi citra multispektral.
Beberapa keuntungan dari metode analisis visual terhadap data citra satelit
tercetak yaitu :
28
Lebih sedikit latihan yang diperlukan untuk proses interpretasi
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam teknik analisis visual data
penginderaan jauh ini adalah faktor subyektifitas interpreter yang sering
memberikan pengaruh terhadap hasil interpretasi. Pengalaman dan pengetahuan
interpreter terhadap lokasi atau obyek amatan sangat berperan dalam proses
interpretasi. Analisis visual juga memerlukan waktu yang relatif lebih lama
dibandingkan dengan teknik digital dalam proses analisis tersebut. Bentuk dan
kualitas data citra dapat memberikan pengaruh terhadap akurasi hasil interpretasi.
Citra penginderaan jauh dibentuk oleh data numeris nilai radian permukaan
bumi yang diwujudkan dalam angka digital pada masing-masing saluran panjang
gelombang (Mather, 2004). Citra penginderaan jauh membawa informasi melalui
pengukuran-pengukuran spektral energi dan keterkaitan antar piksel dalam suatu
citra komposit (Madhok dan Landgrebe, 2001). Berdasar hal tersebut, informasi
dapat diperoleh melalui pengenalan pola-pola spektral yang diturunkan melalui
analisis digital citra. Pola spektral tersusun oleh respon spektral beberapa panjang
gelombang terhadap suatu obyek. Qiwei dkk (2003) mengungkapkan bahwa
setiap obyek memiliki karakteristik yang berbeda dalam interaksinya dengan suatu
panjang gelombang elektromagnetik. Sejalan dengan hal tersebut, Adam dan
Gillespie (2006) menjelaskan bahwa pola spektral terbentuk oleh perbedaan
kemampuan berbagai material dalam menyerap, memantulkan, dan memancarkan
energi radiasi.
29
terotomasi dilakukan melalui prosedur sistem pakar yang memadukan data-data
penginderaan jauh. Model matematis sering dimanfaatkan dalam hal ini. Model
ini banyak terdapat pada berbagai perangkat lunak penginderaan jauh dalam
bentuk modul yang tertuang pada menu.
Analisis digital citra satelit memerlukan metode digital seperti operasi titik,
operasi aljabar, filtering, transformasi, dan klasifikasi. Metode digital tersebut
menggunakan metode pengolahan data spektral melalui suatu model
matematis.Operasi titik menitik beratkan pada pengubahan nilai spektral piksel
yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas visual citra. Contoh dari operasi titik
ini adalah perentangan kontras dan histogram ekualisasi. Operasi aljabar
merupakan proses perbandingan nilai spektral piksel dari dua saluran citra.
Contoh operasi ini adalah operasi matematis dan perbandingan citra. Hasil operasi
aljabar ini yang sering digunakan adalah citra indeks. Citra indeks vegetasi seperti
NDVI, PVI, VI, dan lain-lain adalah bentuk citra hasil operasi ini. Nilai spektral
citra indeks memberikan penekanan pada aspek tertentu. Indeks vegetasi
menghasilkan nilai spektral yang tinggi pada area bertutupan vegetasi lebat.
Secara visual area bertutupan vegetasi ini akan nampak sangat cerah, sementara
yang tidak bertutupan vegetasi akan nampak gelap.
30
sebagai dasar pembuatan peta-peta tematik. Metode klasifikasi yang banyak
digunakan dalam penginderaan jauh adalah operasi beracuan dan operasi tak
beracuan. Klasifikasi beracuan memerlukan spektral acuan untuk tiap kelas
klasifikasi. Spektral acuan diambil dari kelompok spektral yang homogen dari
suatu area. Proses klasifikasi akan mengelompokkan seluruh spektral piksel
berdasar kemiripannya dengan nilai spektral acuan tersebut. Klasifikasi tak
beracuan tidak memerlukan nilai spektral acuan. Klasifikasi ini mengelompokkan
nilai spektral citra berdasar titik berat dari suatu ruang spektral.
RANGKUMAN
31
DAFTAR PUSTAKA
Adams, J.B., Gillespie A.R., 2006. Remote Sensing of Landscape with Spectral
Images – A Physical Modeling Approach, Cambridge University Press, New
York
Aggarwal, 2004. Principle of Remote Sensing, Satellite Remote Sensing and GIS
Application in Agricultural Meteorology, hal. 23 - 38.
Bianchetti, R., 2011. Considering visual perception and cognition in the analysis
of remotely sensed images, Adfa-Springer.
de Jong, S., van der Meer, F.D., 2004. Remote Sensing Image Analysis, Springer,
Dordrech.
Elachi, C., Zyl, J.V., 2006. Introduction to the Phisics and Techniques of Remote
Sensing, Second Edition, John Wiley & Sons, New Jersey.
Horning, N., Robinson, J. A., Sterling, E. J., Turner, W., Spector, S., 2005.
Remote sensing for ecology and conservation – a handbook of techniques.
Oxford University Press.
Howari, F.M., Sherif, M.M., Singh, V.P., Al-Asam, M.S., 2007. Dalam :
Thangarajan, M. (editor). Groundwater: Resource Evaluation,
Augmentation, Contamination, Restoration, Modeling and Management,
Springer, Netherland.
Huete, A.R, Glenn, E.P., 2011. Remote Sensing of Ecosystem Structure and
Function, Advance in Environtment Remote Sensing, CRC Press. Boca
Raton.
Kinkeldey, C., 2014. A concept for uncertainty-aware analysis of land cover
change using geovisual analytics. ISPRS Int. J. Geo-Inf., Vol. 3, Hal. 1122 -
1138.
Leverington, D. W., 2010. Discrimination of sedimentary lithologies using
Hyperion and Landsat Thematic Mapper data: a case study at Melville
Island, Canadian High Arctic, International Journal of Remote Sensing,
Vol. 31, No. 1, Hal. 233-260.
Madhok, V., Landgrebe, D.A., 2002. A processing model for remote sensing data
analysis, IEEE Life Fellow.
Mather, P.M., 2004. Computer Processing of Remotely-Sensed Images, Wiley &
Sons, England.
Qiwei C., Anjun L., Kangning X., Sinzhen X., Jun W., Juan X., 2003. Spectral
Feature-Based Model for Extracting karst Rock-Desertification from
Remote Sensing Image, Journal of Guizhou Normal University (Natural
Science Edition), Vol. 21, No.4, hal.82-87.
Rees, W.G., 2001. Physical Principles of Remote Sensing, Second Edition,
Cambidge University Press. Cambridge.
32
Schowendgerdt, 2007. Remote Sensing: Models and Methods for Image
Processing, Third Edition, Elsevier, Amsterdam.
Soejitno, T., 1995. Teknik dan Aplikasi Geologi Foto, Penerbit PT Rosda
Jayaputra. Jakarta.
Soetanto, 1994. Penginderaan Jauh – Jilid 2. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Strasen, J.L., Chafetz, H.S., Khan, S., 2009. Discrete lithofacies discrimination of
Jurassic strata using advanced spaceborne thermal emission and reflection
radiometer data, Bighorn Basin, Wyoming, USA. Sedimentology, Vol. 56,
Hal. 1535 - 1551.
Tempfli, K., Kerle, N., Huurnemann, G.C., Janssen, C.L.F., 2001. Principles of
Remote Sensing an Introductory textbook. ITC, Netherlands.
Turdukulov, U.D., Tolpekin, V., Kraak, M.J., 2015. Visual exploration of time
series of remote sensing data. Citeseerx.ist.psu.edu.
USGS, 2008. Landsat 7 (L7) Enhanced Thematic Mapper Plus (ETM+) Level
Zero-R Archive (L0RA) Data Format Control Book (DFCB), EROS, South
Dakota.
USGS, 2016. Landsat 8 (L8) Data User Handbook, Version 2.0., EROS, South
Dakota
Yang, B., Zeng, F., Yuan, M., Li, D., Qiu, Y., Li, J., 2011. Measurement of
Dongting lake area based on visual interpretation of polders, Procedia
Environmental Sciences, Vol. 10, Hal. 2684 - 2689.
Zanella, L., Sousa, C.H.R., Souza, C.G., Carvalho, L.M.T., Borem, R.A.T., 2012,
A comparison of visual interpretation and object based image analysis for
deriving landscape metrics, GEOBIA, Hal. 509 - 512.
33