PENDAHULUAN
I. Latar belakang
1
BAB II
PEMBAHASAN
terdapat beberapa jenis masalah kesehatan mental dan berikut iniadalah tiga jenis
kondisi yang paling umum terjadi.
1. Stres
Stres adalah keadaan ketika seseorang mengalami tekanan yang sangat
berat, baik secara emosi maupun mental. Seseorang yang stres biasanya akan
tampak gelisah, cemas, dan mudah tersinggung.Stres juga dapat mengganggu
konsentrasi, mengurangi motivasi, dan pada kasus tertentu, memicu depresi.
2
Stres bukan saja dapat memengaruhi psikologi penderitanya, tetapi juga dapat
berdampak kepada cara bersikap dan kesehatan fisik mereka.
Berikut ini adalah masalah kesehatan yang dapat timbul akibat stres:
Gangguan tidur
Lelah
Sakit kepala
Sakit perut
Nyeri dada
Nyeri atau tegang pada otot
Penurunan gairah seksual
Obesitas
Hipertensi
Diabetes
Gangguan jantung
Belajar menerima suatu masalah yang sulit diatasi atau hal-hal yang tidak
dapat diubah.
Selalu berpikir positif dan memandang bahwa segala sesuatu yang terjadi di
dalam hidup ada hikmahnya.
Meminta saran dari orang terpercaya untuk mengatasi masalah yang sedang
dialami.
Belajar mengendalikan diri dan selalu aktif dalam mencari solusi.
Melakukan aktivitas fisik, meditasi, atau teknik relaksasi guna meredakan
ketegangan emosi dan menjernihkan pikiran.
Melakukan hal-hal baru yang menantang dan lain dari biasanya guna
meningkatkan rasa percaya diri.
Menyisihkan waktu untuk melakukan hal-hal yang disukai.
Melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan sosial untuk membantu orang lain.
Cara ini dapat membuat seseorang lebih tabah dalam menghadapi masalah,
terutama jika bisa membantu seseorang yang memiliki masalah lebih berat dari
yang dialaminya.
3
Menghindari cara-cara negatif untuk meredakan stres, misalnya merokok,
mengonsumsi minuman beralkohol secara berlebihan, atau menggunakan
narkoba.
Bekerja dengan mengedepankan kualitas bukan kuantitas, agar manajemen
waktu lebih baik dan hidup juga lebih seimbang.
2. Gangguan Kecemasan
Bagi sebagian orang normal, rasa cemas biasanya timbul pada suatu
kejadian tertentu saja, misalnya saat akan menghadapi ujian di sekolah atau
wawancara kerja. Namun pada penderita gangguan kecemasan, rasa cemas ini
kerap timbul pada tiap situasi. Itu sebabnya orang yang mengalami kondisi ini
akan sulit merasa rileks dari waktu ke waktu.
Selain gelisah atau rasa takut yang berlebihan, gejala psikologis lain
yang bisa muncul pada penderita gangguan kecemasan adalah berkurangnya
rasa percaya diri, menjadi mudah marah, stres, sulit berkonsentrasi, dan
menjadi penyendiri.
Sulit tidur
Badan gemetar
Mengeluarkan keringat secara berlebihan
Otot menjadi tegang
Jantung berdebar
Sesak napas
Lelah
Sakit perut atau kepala
Pusing
Mulut terasa kering
Kesemutan
4
Sebenarnya, gangguan kecemasan dapat diatasi tanpa bantuan dokter
melalui beberapa cara, seperti mengonsumsi makanan bergizi tinggi, cukup
tidur, mengurangi asupan kafein, minuman beralkohol, atau zat penenang
lainnya, tidak merokok, berola raga secara rutin, dan melakukan metode
relaksasi sederhana, seperti yoga atau meditasi.
3. Depresi
Berikut ini adalah dampak depresi terhadap kesehatan fisik yang mungkin
dapat terjadi:
Ada beragam hal yang dapat memicu terjadinya depresi, mulai dari
peristiwa dalam hidup yang menimbulkan stres, kehilangan orang yang
dicintai, merasa kesepian, hingga memiliki kepribadian yang rapuh terhadap
depresi.
5
Selain itu, depresi yang dialami seseorang juga bisa disebabkan oleh
penderitaan akibat penyakit parah dan berkepanjangan, seperti kanker dan
gangguan jantung, cedera parah di kepala, efek dari konsumsi minuman
beralkohol berlebihan dan obat-obatan terlarang, hingga akibat faktor genetik
dalam keluarga.
6
mengintrospeksi tentang latar belakang dirinya. Perawat juga harus memiliki
pengetahuan yang merupakan perbandingan antar kelompok. Keterampilan budaya
termasuk pengkajian social maupun budaya yang mempengaruhi pengobatan dan
perawatan klien. Pertemuan sebagai mediapembelajaran. Keinginan sebagai
motivasi dan komitmen pelayanan.
Konflik budaya juga dapat muncul dalam proses keperawatan. Konflik budaya
yang muncul dapat berupa etnosentrisme, pemikiran bahwa cara hidup yang dianut
lebih baik dibandingkan dengan budaya lain. Hal ini menyebabkan adanya pilihan
untuk mengabaikan budaya dan menggunakkan nili-nili dan gaya hidup mereka
sebagai petunjuk dalam berhubungan dengan klien dan menafsirkan tingkah laku
mereka.
Globalisasi menyebabkan tuntutan asuhan keperawatan semakin besar.
Perpindahan penduduk dan pergeseran tuntutan keperawatan dapat terjadi. Perawat
yang tidak mampu menyesuaikan asuhan keperawatan terhadap kondisi yang ada
akan menyebabkan penurunan kualitas pada pelayanan keperawatan. Oleh karena
itu, hal ini menyebabkan dibutuhkannnya peningkatan terhadap profesi
keperawatan. Peningkatan pengetahuan, koordinasi antar profesi atau tenaga kerja
kesehatan lain sangat diperlukan. Perawat harus lebih aktif dalam menghadapi
globalisasi terutama dalam pelayanan kesehatan.
4. Konsep dan Prinsip dalam Asuhan Keperawatan Transkultural
Jika pemahaman mengenai latar belakang etnik, budaya, dan agama yang
berbeda antar klien baik, maka akan dapat meningkatkan pemberian asuhan
keeperawatan secara efektif. Kozier (2004) menjelaskan beberapa konsep yang
berhubungan dengan asuhan keperawatan transkultural ini. Diantaranya:
1. Subkultur
Sebuah subkultur biasanya terdiri dari orang-orang yang mempunyai
suatu identitas yang berbeda. Namun masih dihubungkan dengan suatu
kelompok yang lebih besar.
2. Enkultural
Enkultural digunakan untuk mendeskripsikan orang yang menggabungkan
(persilangan) dua budaya, gaya hidup, dan nilai-nilai (Giger & Davidhizar,
1999).
Keanekaragaman
7
Keanekaragaman menunjuk pada fakta atau status yang menjadikan
perbedaan. Diantaranya, ras, jenis kelamin, orientasi seksual, etnik
kebudayaan, status ekonomi-sosial, tingkat pendidikan, dan lain-lain.
Akulturasi
Proses akulturasi terjadi saat seseorang beradaptasi dengan ciri budaya lain.
Anggota dari sebuah kelompok budaya yang tidak dominan seringnya terpaksa
belajar kebudayaan baru untuk bertahan. Hal ini juga dapat didefinisikan
sebagai perubahan pola kebudayaan terhadap masyarakat dominannya
(Spector, 2000).
Asimilasi
Asimilasi merupakan proses seorang individu berkembang identitas
kebudayaannya. Asimilasi berarti menjadi seperti anggota dari kebudayaan
yang dominan. Beberapa aspeknya, seperti tingkah laku, kewarganegaraan, ciri
perkawinan, dan sebagainya. Di sini, seseorang atau kelompok kehilangan
beberapa kebudayaan aslinya untuk kemudian membentuk kebudayaan baru
bersama dengan yang lain. Hal ini ditujukan untuk membentuk interaksi yang
baik.
Ada beberapa faktor kebudayaan yang menjadi pertimbangan
toleransi, diantaranya:
1. Ras
Ras merupakan klasifikasi orang-orang yang dibagi berdasarkan
karakteristik biologis, tanda keturunan (genetik) dan corak. Orang dengan ras
yang sama, umumnya mempunyai banyak persamaan karakter. Namun,
penting untuk diketahui bahwa tidak semua orang dengan ras yang sama
memiliki kebudayaan yang sama pula.
2. Prasangka
Prasangka merupakan sebuah kepercayaan negatif atau kecenderungan
yang menyamaratakan pada satu kelompok dan hal tersebut akan menuntut
pada dakwaan. Hal ini terjadi karena orang yang berprasangka tidak
mengetahui penuh budaya orang yang diprasangkai atau orang tersebut
membuat penyamarataan pandangan berdasarkan pengalamannya dengan
seorang individu dari kelompok tersebut terhadap semua anggota kelompok
itu.
8
1. Stereotipe
Stereotipe adalah menyamakan seluruh anggota dari
sebuah kebudayaan atau kelompok etnik bahwa mereka
semua mirip/ sama. Stereotipe mungkin berdasarkan
penyamaan yang ditemukan pada penelitian atau mungkin
tidak berhubungan dengan kenyataan. Di sini, perawat harus
tahu bahwa tidak semua orang dari kelompok tertentu
memiliki kepercayaan kesehatan yang sama, praktik dan nilai
yang sama pula.
2. Diskriminasi
Diskriminasi merupakan pembedaan perlakuan individu
atau kelompok berdasarkan kategori, seperti ras, etnik, jenis
kelamin, dan kelas sosial. Terjadi jika seseorang bertindak
merugikan atau menyangkal hak pokok individu lain atau
lebih.
3. Culture Shock
Culture shock adalah suatu guncangan atau
ketidaknyamanan yang terjadi sebagai respons atas
pergantian/ perpindahan dari satu kebudayaan ke kebudayaan
lain. Ini terjadi jika seseorang pindah dari satu lokasi
geografi ke lokasi lain atau berimigrasi ke negara baru.
Salah satu cara untuk menganalisis keyakinan adalah
dengan menggunakan heritage consistensy. Heritage
consistensy dikembangkan oleh Estes dan Zitzaw (1980).
Teori ini menggambarkan tingkat gaya hidup yang
mencerminkan konteks kultural (Potter & Perry, 2009). Hal
ini memungkinkan kita mengkaji keyakinan tentang
kesehatan dengan menentukan ikatannya dengan keyakinan
tradisionalnya.
A. Budaya
Budaya menggambarkan sifat nonfisik, seperti keyakinan, sikap atau adat-
istiadat suatu masyarakat yang diturunkan dari generasi ke generasi selanjutnya.
Budaya merupakan kumpulan keyakinan, kebiasaan, praktik, kesukaan, norma,
9
adat-istiadat, ketidaksukaan dan ritual yang dipelajari dari keluarga selama
sosialiasasi bertahun-tahun (Potter & Perry, 2009). Di dalam budaya tidak hanya
terbatas pada komunikasi lisan, tetapi juga yang lain. Contoh, cara membuat
kontak mata, menyentuh tubuh, dan memegang tangan.
B. Etnisitas
Etnisitas adalah rasa identitas diri yang berkaitan dengan kelompok kultur
sosial umum dan warisan budaya (Potter & Perry, 2009). Karakteristik dari suatu
etnik mencakup bahasa dan dialek, status perpindahan, suku bangsa, dan
kepercayaan serta praktek religius. Sehingga, etnisitas sangat kompleks, sukar
dipahami dan didefinisikan dengan kurang jelas.
C. Religi
Religi adalah keyakinan dalam suatu kekuatan sifat ketuhanan atau di luar
kekuatan manusia yang harus dipatuhi dan diibadatkan sebagai pencipta dan
pengatur alam semesta ((Abramsom, 1980) dalam Fundamental Keperawatan).
Nilai religi berfungsi untuk mengklarifikasi etnisitas lebih jauh.
Klien berasal dari budaya yang berbeda. Di dalamnya mencakup latar
belakang etnis, keagamaan, dan budaya. Konsistensi warisan budaya ini
membantu cara pemahaman terhadap klien bagaimana mereka
menginterpretasikan kesehatan atau penyakit dengan cara modern atau
tradisional.
Selain heritage consistensy, ada 6 fenomena kultural yang diidentifikasi
oleh Giger & Davidhizar (1995). Keenam fenomena ini terdiri dari:
1. Kontrol Lingkungan
Mengacu pada kemampuan dari anggota kelompok kultural tertentu untuk
merencanakan aktivitas yang mengontrol sifat dan faktor keturunan langsung
(Giger & Davidhizar, 1995). Di dalamnya mencakup keyakinan tradisional
tentang kesehatan dan penyakit, pengobatan tradisional dan penggunaan
penyembuh tradisional. Sehingga, fenomena ini berperan penting dalam cara klien
berespons terhadap pengalaman yang berhubungan dengan kesehatan.
2. Variasi Biologis
Seseorang dari satu kelompok kultural pasti mempunyai variasi biologis
berbeda dengan kelompok kultural lainnya. Beberapa contoh signifikan yang
dapat dijadikan pertimbangan, yaitu:
10
- Struktur dan bentuk tubuh
- Warna kulit
- Variasi enzimatik dan genetik
- Kerentanan terhadap penyakit
- Variasi nutrisi
3. Organisasi Sosial
Lingkungan sosial tempat seseorang dibesarkan dan bertempat tinggal
berperan penting dalam perkembangan dan identitas kultural mereka. Proses
sosialisasi ini menjadi suatu bagian warisan yang diturunkan dan mengacu pada
unit keluarga dan organisasi kelompok sosial yang dapat diidentifikasi oleh klien.
4. Komunikasi
Perbedaan bahasa antara perawat dengan klien menjadi hal terpenting dalam
memberikan asuhan keperawatan. Perbedaan ini akan berpengaruh pada setiap
aspek dan tahapan asuhan keperawatan. Ketidakberhasilan berkomunikasi secara
efektif akan membuat penundaan dalam diagnosis dan tindakan terhadap klien.
Bahkan bisa lebih dari itu. Perawat tidak seharusnya menganggap klien dapat
memahami apa yang sudah diucapkannya. Istilah-istilah medis harus dijelaskan
dengan jelas dan terang terutama klien yang mempunyai keterbatasan ketrampilan
dalam bahasa perawat.
5. Ruang
Ruang personal di sini mencakup perilaku individu dan sikap yang ditujukan
pada ruang di sekitar mereka. Teritorialitas merupakan suatu sikap yang ditujukan
pada area seseorang yang diklaim dan dipertahankan atau reaksi emosional ketika
orang-orang lain memasuki area tersebut. Keduanya ini dipengaruhi oleh budaya.
Perawat harus berusaha menghargai teritorial klien. Ruang personal ini banyak
berhubungan dengan aktivitas keperawatan dan perawat harus sensitif terhadap
respons klien berkenaan dengan ruang personal ini. Misalnya, saat memberikan
asuhan keperawatan yang mengharuskan perawat menyentuh tubuh klien
.
6. Orientasi Waktu
Orientasi waktu berbeda antara kelompok satu dengan yang lain. Perawat yang
mempunyai sikap yang berhubungan dengan waktu mungkin menemukan
kesulitan untuk memahami dan merencanakan asuhan keperawatan terhadap klien
11
yang mempunyai orientasi waktu yang berbeda. Perbadaan orientasi waktu dapat
menjadi hal penting dalam perawatan kesehatan, seperti perencanaan jangka
panjang dan penjelasan tentang jadwal medikasi. Misalnya, penjelasan pentingnya
keteraturan minum obat pada penderita tekanan darah tinggi.
Dari banyak penjelasan di atas, asuhan keperawatan transkultural memang
sangatlah kompleks. Sebelum kita membuat perencanaan dan tindakan perawatan,
kita perlu mengetahui konsep, prinsip, fenomena, dan faktor-faktor lain yang dapat
dijadikan pertimbangan yang berhubungan dengan budaya ini. Diharapkan, setelah
kita mengetahuinya, kelak asuhan keperawatan yang kita berikan terhadap klien akan
efektif dan berlangsung dengan lancar.
5. Pengkajian dan Instrumennya dalam Asuhan keperawatan Budaya
12
- Religi, keyakinan dalam suatu kekuatan sifat ketuhanan atau diluar kekuatan manusia
yang harus dipatuhi dan diibadatkan sebagai pencipta dan pengatur alam semesta
(Abramsom, 1980).
14
dukun sebagai seseorang yang mampu memahami masalah dalam konteks kultural,
berbicara dengan bahasa yang sama, dan memiliki pandangan yang sama tentang
dunia.
Faktor Kultular dan Proses Keperawatan
1. Pengkajian Komunitas
Perawat harus memberikan perawatan yang sensitif dan kompeten secara kultular
di komunitas.
2. Diagnosa Keperawatan
Mengelompokkan data yang relevan dan mengembangkan diagnose keperawatan
aktual dan potensial yang berhubungan dengan kebutuhan kultular dan etnik klien.
3. Perencanaan
Perawat sekali lagi mempertimbangkan variable kultular yang berkaitan klien
yang melibatkan keluarga besar dalam proses perawatan.
4. Implementasi
Perawat mengetahui perawatan seperti apa yang dianggap klien sesuai dengan
mereka dan melibatkan keluarga tentang harapan mereka.
5. Evaluasi
Mengevaluasi hasil asuhan keperawatan dengan menentukan sejauh mana tujuan
dan hasil yang diharapkan dari perawatan telah terpenuhi.
15
Sebagaimana halnya dengan generalisasi, selalu ada hal-hal yang tidak dapat
dimasukkan secara tepat ke dalam skema besar tersebut. Kepercayaan yang tersebar luas
bahwa pengalaman-pengalaman emosional yang kuat seperti iri, takut, sedih, malu, dapat
mengakibatkan penyakit, tidaklah tepat untuk diletakkan di dalam salah satu dari dua
kategori besar tersebut. Mungkin dapat dikatakan bahwa tergantung situasi dan kondisi,
kepercayaan-kepercayaan tersebut boleh dikatakan cocok untuk dikelompokkan ke dalam
salah satu kategori. Misalnya, susto, penyakit yang disebabkan oleh ketakutan, tersebar luas
di Amerika Latin dan merupakan angan-angan. Seseorang mungkin menjadi takut karena
bertemu dengan hantu, roh, setan, atau karena hal-hal yang sepele, seperti jatuh di air
sehingga takut akan mati tenggelam. Apabila agen-nya berniat jahat, etiologinya sudah
tentu bersifat personalistik. Namun, kejadian-kejadian tersebut sering merupakan suatu
kebetulan atau kecelakaan belaka bukan karena tindakan yang disengaja. Dalam ketakutan
akan kematian karena tenggelam, tidak terdapat agen-agen apa pun.
Para ahli antropologi menaruh perhatian pada ciri-ciri psikologis shaman. Shaman
adalah seorang yang tidak stabil dan sering mengalami delusi, dan mungkin ia adalah
seorang wadam atau homoseksual.namun apabila ketidakstabilan jiwanya secara budaya
diarahkan pada bentuk-bentuk konstruktif, maka individu tersebut dibedakan dari orang-
orang lain yang mungkin menunjukkan tingkahlaku serupa, namun digolongkan sebagai
abnormal oleh para warga masyarakatnya dan merupakan subyek dari upacara-upacara
penyembuhan. Dalam pengobatan, shaman biasanya berada dalam keadaan kesurupan
(tidak sadar), dimana mereka berhubungan dengan roh pembinanya untuk mendiagnosis
penyakit. para penganut paham kebudayaan relativisme yang ekstrim menggunakan contoh
16
shamanisme sebagai hambatan utama dalam arguentasi mereka bahwa apa yang disebut
penyakit jiwa adalah sesuatu yang bersifat kebudayaan.
1. Pengkajian
A. IDENTITAS PASIEN
Meliputi, nama, umur, jenis kelamin, alamat, no reg, tgl pengkajian, agama, sumber
informasi, usia.
B. ALASAN MASUK
Alasan kenapa pasien masuk Rumah Sakit. Atau alasan pasien perlu mendapatkan
tindakan keperawatan.
D. FAKTOR PREDISPOSISI
Faktor predisposisi adalah faktor resiko yang telah ada pada diri individu yang dapat
menimbulkan gangguan jiwa. Diperoleh baik dari pasien maupun keluarganya,
mengenai faktor perkembangan sosial kultural, biokimia, psikologis dan genetik .
17
o Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan interpersonal terganggu
maka individu akan mengalami stress dan kecemasan.
o Faktor Sosiokultural
Berbagai faktor di masyarakat dapat menyebabkan seorang merasa disingkirkan oleh
kesepian terhadap lingkungan tempat klien dibesarkan.
o Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Misalnya pada pasien
halusinasi dimana dengan adanya stress yang berlebihan yang dialami seseorang maka
di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia
seperti Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP). Selain itu, pada faktor biokimia perlu
dikaji riwayat penyakit fisik dan riwayat gangguan jiwa sebelumnya dikarenakan
penyakit fisik dapat mempengaruhi psikologis individu apabila koping terhadap stressor
tersebut maladaptive.
o Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda yang
bertentangan dan sering diterima oleh individu akan mengakibatkan stress dan
kecemasan yang tinggi dan berakhir dengan gangguan orientasi realitas. Selain itu,
perlu juga dikaji mengenai gangguan komunikasi dalam keluarga serta pengalaman
masa lalu klien yang tidak menyenangkan.
o Faktor genetik
Gen apa yang berpengaruh dalam gangguan jiwa belum diketahui, tetapi hasil studi
menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh
pada gangguan jiwa. Selain itu, perlu dikaji pula mengenai riwayat keluarga yang
mengalami gangguan jiwa.
E. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik bisa dimulai dari tanda tanda vital, atau dengan pemeriksaan
head to toe, atau pereksiaan dari kepala sampai kaki secara terperinci.
F. PEMERIKSAAN PSIKOSOSIAL
Meliputi :
1. Genogram
18
2. Konsep diri,
Konsep diri meliputi citra tubuh, ideal diri, peran, identtas diri, dan harga diri.
3. Hubungan sosial
4. Spiritual
G. STATUS MENTAL
Meliputi :
1. Aktivitas motorik
2. Interaksi selama wawancara
3. Memori
4. Tingkat konsentrasi dan berhitung
5. Kemampuan penilaian
6. Persepsi
7. Alam perasaan
8. Proses pikir
9. Isi pikir
10. Tingkat kesadaran
11. Daya tilik diri
H. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG
Meliputi :
1. Kemampuan klien memenuhi kebutuhan
2. Kehidupan sehari hari
3. Nutrisi
4. Istirahat dan tidur
5. Penggunaan obat
6. Pemeliharaan kesehatan
7. Kegiatan didalam rumah
8. Kegiatan diluar rumah
I. MEKANISME KOOPING
Yaitu adanya usaha individu untuk sesering mungkin menggunakan mekanisme
dalam indakan atau perilakunya, seperti represi, regresi, disosiasi ataupu proyeksi diri.
Misalnya pada kasus kasus depresi, pelaku selalu menggunakan mekanisme koping
bentuk regresi dan disosiasi yang tak tepat dan berlebihan.
J. MASALAH PSIKOSOSIAL
19
Masalah psiososial yai masalah yang ada dalam diri klien berhubungan dengan
masalah kluarganya, atau pada lingkunganya.
K. PENGETAHUAN.
Pegetahuan merupakan tingkat pendidikan klien, atau pendidikan terakhir klien.
L. ASPEK MEDIK.
Aspek medik bisa berisi peemeriksaan laboratorium pasien.
M. DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN
N. POHON MASALAH
dan lingkungan
Tidak efektifnya
Gangguan proses pikir
penatalaksanaan
regiment terapeutik
20
O. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagosis keperawatan diperoleh berdasarkan hasil data-data konseling atau observasi.
Misalnya pada kasus kasus orang depresi diperoleh:
Adanya ketidak berdayaan,
Menurunya semangat hidup,
Hilangnya rasa percaya diri,
Adanya gangguan fisik yang turut serta
P. PERENCANAAN
Dalam perencanaan berisi langkah-langkah:
Tujuan umum, yaitu agar klien lebih mampu menyelesaikan dan menghadapi
masaahnya serta dia mampu berperan adaptif sesuai dengan perkembangan
usianya, norma-norma masyarakat dan keidupan psikis yang nornal
Tujuan khusus, yaitu berisikn teknik-teknik penyelesaian kasus (maalah),
seperti kiat dalam mengungkapkan perasaan klien, menjelaskan makna
perasaan, mau membagi perasaan pada konselor atau orang lain, menerima
kenyataan hidup atau belajar membina hubungan baru yang lebih bermakna.
Tinakan keperawatan, yaitu berisikan tahap penyangkalan, fase marah (angry),
fase tawar-menawar (bargaining), fase kelelahan atau tidak berdayaan, fase
penerimaan
Q. EVALUASI
Berisikan data-data dari segala ungkapan penyangkalan, kemarahan,
ketidakberdayaan, tawar menawar dan kesiapan untuk menerima saran atau intruksi
kerja hasil konseling yang harus dikejakan oleh klien sendiri atau bantuan dari
keluarga atau orang-orang dilingkugan sekitar klien. Dalam evaluasi ini juga beisikan
segala bentuk penilaian terhadap perilaku positif dan perilaku negatif dari klien.
Apabila bentuk negaif klien lebih dominan, maka dilakukan usaha-usaha untuk
mereduksinya ataupun membangkitkan kembali perilaku klien.
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
2. Tujuan keperawatan transkultural adalah bentuk pelayanan yang sama secara budaya
atau pelayanan yang sesuai pada nilai kehidupan individu dan arti yang sebenarnya.
3. Konsep dan prinsip dalam asuhan keperawatan transkultural didasari pada ilatar
belakang etnik, budaya, dan agama yang berbeda dengan kliennya yag dijadikan
sebagai pertimbangan dalam meningkatkan pemberian asuhan keperawatan secara
efektif.
22
DAFTAR PUSTAKA
Afifah, Efy. Ringkasan Materi : Unit 2 Keragaman budaya dan perspektif transkultural
dalam keperawatan. Diambil dari http:// repository...
Forero, Andres Otero. (2008). Pendekatan Transcultural Menghormati Pikiran & Tubuh.
http://www...
Foster, G.M. & Anderson, B.G (2006). Antropologi Kesehatan. Terjemahan Priyanti PS &
Meutia F.H.S.Jakarta:UI Press.
Giger, J. N. & Davidhizar. (1995). Transcultural Nursing: Assessment and Intervention. St.
Louis: Mosby.
Novieastari, Enie. Culture and Health Problems. Diambil dari http://www...
Potter, P.A. & Perry, A.G. (2009). Fundamental Keperawatan. Edisi 7. Buku I hal.175-199.
Terjemahan Penerbit Salemba Medika.
23