Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar belakang

Kesehatan mental merupakan sebuah kondisi dimana individu terbebas dari


segala bentuk gejala gejala gangguan mental. Individu yang sehat secara mental dapat
berfungsi secara normal dalam menjalankan hidupnya khususnya saat menyesuaikan
diri untuk menghadapi masalah masalah yang akan ditemui sepanjang hidup
seseorang dengan menggunakan kemampuan pengolahan stres.
Perbedaan-perbedaan agama dan kultural mengandung implikasi terhadap
perawatan karena pasien dan perilakunya dipengaruhi oleh latar belakang agama serta
kebudayaannya. Perawat perlu mempertimbangkan latar belakang kehidupan pasien
ketika mengumpulkan data, mengidentifikasi kebutuhan perawatan, dan
merencanakan pemenuhan kebutuhan tersebut kalau ia ingin perawatan yang
diselenggarakannya mencapai efektifitas maksimum. Perawatan yang bertentangan
dengan nilai-nilai dan praktek kehidupan pasien sering tak dapat diterima oleh pasien.
Kalaupun pasien menerimanya juga, perawatan serupa itu dapat merugikan karena
perasaan bersalah dan penyimpangan dari kelompok agama serta kultural yang
ditimbulkannya mungkin sekali mengancam ketenangannya.

II. Rumusan masalah


1. Menjelaskan Pengertian kesehatan mental
2. Pengertian gangguan kesehatan mental
3. Menjelaskan pengertian keperawatan transkultural
4. Menjelaskan Konsep dan Prinsip dalam Asuhan Keperawatan Transkultural.
5. Pengkajian dan Instrumennya dalam Asuhan keperawatan Budaya
6. Mengetahui dan memahami aplikasi transkultural dalam masalah gangguan
mental
7. Askep kesehatan mental

1
BAB II

PEMBAHASAN

1. Kesehatan mental adalah terhindarnya orang dari gejala gejala gangguan


jiwa(neurose) dan dari gejala gejala penyakit jiwa (psychose). Berbagai kalangan
psikiatri (kedokteran jiwa ) menyambut baik definisi ini, seseorang dikatakan
bermental sehat apabila terhindar dari gangguan atau penyakit jiwa, yaitu adanya
perasaaan cemas tanpa diketahui sebabnya, malas, hilangnya kegairahan bekerja pada
diri seseorang dan bila gejala ini meningkat akan menyebabkan penyakit anxiety,
neurasthenia dan hysteria.
2. Gangguan mental dimaknakan sebagai tidak adanya atau kekurangannya
dalam hal kesehatan mental. Pengertian tersebut sejalan dengan pengertian yang
dikemukakan oleh Kaplan dan Sadock yang menyatakan gangguan mental itu “as any
significant deviation from an ideal state of positive mental health” yang artinya
penyimpangan dari keadaan ideal dari suatu kesehatan mental merupakan indikasi
adanya gangguan mental. Pengertian lain, gangguan mental dimaknakan sebagai
adanya penyimpangan dari norma-norma perilaku, yang mencakup pikiran, perasaan,
dan tindakan. Sejalan dengan kondisi biopsikososial, khususnya di kalangan lansia,
bahwa penurunan kemampuan organik, terjadinya kompensasi psikologis, dan
penurunan dalam kemampuan sosial maka problem dalam kesehatan mental tidak
terelakkan. Hanya saja sering terjadi gangguan yang bersifat terselubung, yaitu
tampak sebagai gangguan secara fisik. Karena itu tidak mudah untuk mengetahui
seberapa besar gangguan mental pada mereka ini. (Notosoedirdjo dan Latipun, 2007)

Gangguan masalah mental merupakan masalah besar dan membahayakan


lansia beserta keluarganya. Gangguan atau sindrom mental organik, yang disebut
gangguan degeneratif dan serebrosvaskular, ada hubungannya dengan fungsi kognitif,
fisik dan perilaku abnormal yang menyertai perubahan patologis dalam otak. (Brunner
dan Suddarth, 2001)

terdapat beberapa jenis masalah kesehatan mental dan berikut iniadalah tiga jenis
kondisi yang paling umum terjadi.

1. Stres
Stres adalah keadaan ketika seseorang mengalami tekanan yang sangat
berat, baik secara emosi maupun mental. Seseorang yang stres biasanya akan
tampak gelisah, cemas, dan mudah tersinggung.Stres juga dapat mengganggu
konsentrasi, mengurangi motivasi, dan pada kasus tertentu, memicu depresi.

2
Stres bukan saja dapat memengaruhi psikologi penderitanya, tetapi juga dapat
berdampak kepada cara bersikap dan kesehatan fisik mereka.

Berikut ini adalah contoh dampak stres terhadap perilaku seseorang:

 Menjadi penyendiri dan enggan berinteraksi dengan orang lain.


 Enggan makan atau makan secara berlebihan.
 Marah-marah, dan terkadang kemaharan itu sulit dikendalikan.
 Menjadi perokok atau merokok secara berlebihan.
 Mengonsumsi minuman beralkohol secara berlebihan.
 Penyalahgunaan obat-obatan narkotika.

Berikut ini adalah masalah kesehatan yang dapat timbul akibat stres:

 Gangguan tidur
 Lelah
 Sakit kepala
 Sakit perut
 Nyeri dada
 Nyeri atau tegang pada otot
 Penurunan gairah seksual
 Obesitas
 Hipertensi
 Diabetes
 Gangguan jantung

Banyak faktor yang dapat menyebabkan seseorang mengalami stres, sebagian


di antaranya adalah masalah keuangan, hubungan sosial, atau tuntutan di
dalam pekerjaan. Untuk mengatasi stres, kunci utamanya adalah
mengidentifikasi akar permasalahan dan mencari solusinya.

Penanggulangan stres juga bisa dilakukan dengan mengaplikasikan nasihat-


nasihat yang disarankan dalam manajemen stres yang baik, seperti:

 Belajar menerima suatu masalah yang sulit diatasi atau hal-hal yang tidak
dapat diubah.
 Selalu berpikir positif dan memandang bahwa segala sesuatu yang terjadi di
dalam hidup ada hikmahnya.
 Meminta saran dari orang terpercaya untuk mengatasi masalah yang sedang
dialami.
 Belajar mengendalikan diri dan selalu aktif dalam mencari solusi.
 Melakukan aktivitas fisik, meditasi, atau teknik relaksasi guna meredakan
ketegangan emosi dan menjernihkan pikiran.
 Melakukan hal-hal baru yang menantang dan lain dari biasanya guna
meningkatkan rasa percaya diri.
 Menyisihkan waktu untuk melakukan hal-hal yang disukai.
 Melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan sosial untuk membantu orang lain.
Cara ini dapat membuat seseorang lebih tabah dalam menghadapi masalah,
terutama jika bisa membantu seseorang yang memiliki masalah lebih berat dari
yang dialaminya.

3
 Menghindari cara-cara negatif untuk meredakan stres, misalnya merokok,
mengonsumsi minuman beralkohol secara berlebihan, atau menggunakan
narkoba.
 Bekerja dengan mengedepankan kualitas bukan kuantitas, agar manajemen
waktu lebih baik dan hidup juga lebih seimbang.

2. Gangguan Kecemasan

Gangguan kecemasan adalah kondisi psikologis ketika seseorang


mengalami rasa cemas berlebihan secara konstan dan sulit dikendalikan,
sehingga berdampak buruk terhadap kehidupan sehari-harinya.

Bagi sebagian orang normal, rasa cemas biasanya timbul pada suatu
kejadian tertentu saja, misalnya saat akan menghadapi ujian di sekolah atau
wawancara kerja. Namun pada penderita gangguan kecemasan, rasa cemas ini
kerap timbul pada tiap situasi. Itu sebabnya orang yang mengalami kondisi ini
akan sulit merasa rileks dari waktu ke waktu.

Selain gelisah atau rasa takut yang berlebihan, gejala psikologis lain
yang bisa muncul pada penderita gangguan kecemasan adalah berkurangnya
rasa percaya diri, menjadi mudah marah, stres, sulit berkonsentrasi, dan
menjadi penyendiri.

Sementara itu, gejala fisik yang mungkin menyertai masalah gangguan


kecemasan antara lain:

 Sulit tidur
 Badan gemetar
 Mengeluarkan keringat secara berlebihan
 Otot menjadi tegang
 Jantung berdebar
 Sesak napas
 Lelah
 Sakit perut atau kepala
 Pusing
 Mulut terasa kering
 Kesemutan

Meski penyebab gangguan kecemasan belum diketahui secara pasti, beberapa


faktor diduga dapat memicu munculnya kondisi tersebut. Di antaranya adalah
trauma akibat intimidasi, pelecehan, dan kekerasan di lingkungan luar ataupun
keluarga.

Faktor risiko lainnya adalah stres berkepanjangan, gen yang


diwariskan dari orang tua, dan ketidakseimbangan hormon serotonin dan
noradrenalin di dalam otak yang berfungsi mengendalikan suasana hati.
Gangguan kecemasan juga dapat dipicu oleh penyalahgunaan minuman keras
dan obat-obatan terlarang.

4
Sebenarnya, gangguan kecemasan dapat diatasi tanpa bantuan dokter
melalui beberapa cara, seperti mengonsumsi makanan bergizi tinggi, cukup
tidur, mengurangi asupan kafein, minuman beralkohol, atau zat penenang
lainnya, tidak merokok, berola raga secara rutin, dan melakukan metode
relaksasi sederhana, seperti yoga atau meditasi.

Jika pengobatan mandiri tidak memberikan perubahan, disarankan


untuk berkonsultasi dengan dokter. Penanganan dari dokter biasanya meliputi
pemberian obat-obatan antiansietas serta terapi kognitif.

3. Depresi

Depresi merupakan gangguan suasana hati yang menyebabkan


penderitanya terus-menerus merasa sedih. Berbeda dengan kesedihan biasa
yang umumnya berlangsung selama beberapa hari, perasaan sedih pada depresi
bisa berlangsung hingga berminggu-minggu atau berbulan-bulan.

Selain memengaruhi perasaan atau emosi, depresi juga dapat


menyebabkan masalah fisik, mengubah cara berpikir, serta mengubah cara
berperilaku penderitanya. Tidak jarang penderita depresi sulit menjalani
aktivitas sehari-hari secara normal. Bahkan pada kasus tertentu, mereka bisa
menyakiti diri sendiri dan mencoba bunuh diri.

Berikut ini adalah beberapa gejala psikologi seseorang yang mengalami


depresi:

 Kehilangan ketertarikan atau motivasi untuk melakukan sesuatu.


 Terus-menerus merasa sedih, bahkan terus-menerus menangis.
 Merasa sangat bersalah dan khawatir berlebihan.
 Tidak dapat menikmati hidup karena kehilangan rasa percaya diri.
 Sulit membuat keputusan dan mudah tersinggung.
 Tidak acuh terhadap orang lain.
 Memiliki pikiran untuk menyakiti diri sendiri atau bunuh diri.

Berikut ini adalah dampak depresi terhadap kesehatan fisik yang mungkin
dapat terjadi:

 Gangguan tidur dan badan terasa lemah.


 Berbicara atau bergerak menjadi lebih lambat.
 Perubahan siklus menstruasi pada wanita.
 Libido turun dan muncul sembelit.
 Nafsu makan turun atau meningkat secara drastis.
 Merasakan sakit atau nyeri tanpa sebab.

Ada beragam hal yang dapat memicu terjadinya depresi, mulai dari
peristiwa dalam hidup yang menimbulkan stres, kehilangan orang yang
dicintai, merasa kesepian, hingga memiliki kepribadian yang rapuh terhadap
depresi.

5
Selain itu, depresi yang dialami seseorang juga bisa disebabkan oleh
penderitaan akibat penyakit parah dan berkepanjangan, seperti kanker dan
gangguan jantung, cedera parah di kepala, efek dari konsumsi minuman
beralkohol berlebihan dan obat-obatan terlarang, hingga akibat faktor genetik
dalam keluarga.

Dianjurkan untuk berkonsultasi ke dokter jika merasakan gejala-gejala


depresi selama lebih dari dua minggu dan tidak kunjung mereda. Apalagi jika
gejala depresi tersebut sampai mengganggu proses pendidikan, pekerjaan, dan
hubungan sosial,

Penanganan depresi oleh dokter akan disesuaikan dengan tingkat


keparahan depresi yang diderita masing-masing pasien. Bentuk penanganan
bisa berupa terapi konsultasi, pemberian obat-obatan antidepresi, atau
kombinasi keduanya.

3. Pengertian keperawatan transkultural


Office of Minority Health (OMH) (n.d) menggambarkan budaya sebagai ide-ide,
komunikasi, tindakan, kebiasaan, kepercayaan, nilai-nilai, adat istiadat dari
kelompok ras, etnik, agama, atau sosial. Budaya meliputi segala aspek kehidupan di
dalam manusia. Budaya menunjukkan cara pandang seseorang dalam mengambil
keputusan.
Keperawatan transkultural didefinisikan oleh Leininger (2002) sebagai penelitian
perbandingan budaya untuk memahami persamaan (budaya universal) dan
perbedaan (budaya tertentu) di antara kelompok manusia. Tujuan keperawatan
transkultural adalah bentuk pelayanan yang sama secara budaya atau pelayanan yang
sesuai pada nilai kehidupan individu dan arti yang sebenarnya. Mengetahui nilai-
nilai pelayanan budaya klien, arti, kepercayaan, dan praktiknya sebagai hubungan
antara perawat dan pelayanan kesehatan mewajibkan perawat untuk menerima
aturan pelajar atau teman sekerja dengan klien dan keluarganya dalam bentuk
karakteristik arti dan keuntungan dalam pelayanan (Leininger, 2002).
Pelayanan kompeten secara budaya adalah kemampuan perawat menghilangkan
perbedaan dalam pelayanan, bekerja sama dengan budaya yang berbeda, serta
membuat klien dan keluarganya mencapai pelayan yang penuh arti dan suportif.
Contohnya, perawat yang mengetahui tentang kebudayaan kliennya, maka perawat
memerlukan dukungan dalam menyesuaikan keadaan klien. Klien juga
membutuhkan informasi, perundingan, dan permintaan.
Kompetensi budaya adalah proses perkembangan kesadaran budaya,
pengetahuan, keterampilan, pertemuan, dan keinginan. Perawat harus bisa

6
mengintrospeksi tentang latar belakang dirinya. Perawat juga harus memiliki
pengetahuan yang merupakan perbandingan antar kelompok. Keterampilan budaya
termasuk pengkajian social maupun budaya yang mempengaruhi pengobatan dan
perawatan klien. Pertemuan sebagai mediapembelajaran. Keinginan sebagai
motivasi dan komitmen pelayanan.
Konflik budaya juga dapat muncul dalam proses keperawatan. Konflik budaya
yang muncul dapat berupa etnosentrisme, pemikiran bahwa cara hidup yang dianut
lebih baik dibandingkan dengan budaya lain. Hal ini menyebabkan adanya pilihan
untuk mengabaikan budaya dan menggunakkan nili-nili dan gaya hidup mereka
sebagai petunjuk dalam berhubungan dengan klien dan menafsirkan tingkah laku
mereka.
Globalisasi menyebabkan tuntutan asuhan keperawatan semakin besar.
Perpindahan penduduk dan pergeseran tuntutan keperawatan dapat terjadi. Perawat
yang tidak mampu menyesuaikan asuhan keperawatan terhadap kondisi yang ada
akan menyebabkan penurunan kualitas pada pelayanan keperawatan. Oleh karena
itu, hal ini menyebabkan dibutuhkannnya peningkatan terhadap profesi
keperawatan. Peningkatan pengetahuan, koordinasi antar profesi atau tenaga kerja
kesehatan lain sangat diperlukan. Perawat harus lebih aktif dalam menghadapi
globalisasi terutama dalam pelayanan kesehatan.
4. Konsep dan Prinsip dalam Asuhan Keperawatan Transkultural

Jika pemahaman mengenai latar belakang etnik, budaya, dan agama yang
berbeda antar klien baik, maka akan dapat meningkatkan pemberian asuhan
keeperawatan secara efektif. Kozier (2004) menjelaskan beberapa konsep yang
berhubungan dengan asuhan keperawatan transkultural ini. Diantaranya:

1. Subkultur
Sebuah subkultur biasanya terdiri dari orang-orang yang mempunyai
suatu identitas yang berbeda. Namun masih dihubungkan dengan suatu
kelompok yang lebih besar.
2. Enkultural
Enkultural digunakan untuk mendeskripsikan orang yang menggabungkan
(persilangan) dua budaya, gaya hidup, dan nilai-nilai (Giger & Davidhizar,
1999).
 Keanekaragaman

7
Keanekaragaman menunjuk pada fakta atau status yang menjadikan
perbedaan. Diantaranya, ras, jenis kelamin, orientasi seksual, etnik
kebudayaan, status ekonomi-sosial, tingkat pendidikan, dan lain-lain.
 Akulturasi
Proses akulturasi terjadi saat seseorang beradaptasi dengan ciri budaya lain.
Anggota dari sebuah kelompok budaya yang tidak dominan seringnya terpaksa
belajar kebudayaan baru untuk bertahan. Hal ini juga dapat didefinisikan
sebagai perubahan pola kebudayaan terhadap masyarakat dominannya
(Spector, 2000).
 Asimilasi
Asimilasi merupakan proses seorang individu berkembang identitas
kebudayaannya. Asimilasi berarti menjadi seperti anggota dari kebudayaan
yang dominan. Beberapa aspeknya, seperti tingkah laku, kewarganegaraan, ciri
perkawinan, dan sebagainya. Di sini, seseorang atau kelompok kehilangan
beberapa kebudayaan aslinya untuk kemudian membentuk kebudayaan baru
bersama dengan yang lain. Hal ini ditujukan untuk membentuk interaksi yang
baik.
Ada beberapa faktor kebudayaan yang menjadi pertimbangan
toleransi, diantaranya:
1. Ras
Ras merupakan klasifikasi orang-orang yang dibagi berdasarkan
karakteristik biologis, tanda keturunan (genetik) dan corak. Orang dengan ras
yang sama, umumnya mempunyai banyak persamaan karakter. Namun,
penting untuk diketahui bahwa tidak semua orang dengan ras yang sama
memiliki kebudayaan yang sama pula.
2. Prasangka
Prasangka merupakan sebuah kepercayaan negatif atau kecenderungan
yang menyamaratakan pada satu kelompok dan hal tersebut akan menuntut
pada dakwaan. Hal ini terjadi karena orang yang berprasangka tidak
mengetahui penuh budaya orang yang diprasangkai atau orang tersebut
membuat penyamarataan pandangan berdasarkan pengalamannya dengan
seorang individu dari kelompok tersebut terhadap semua anggota kelompok
itu.

8
1. Stereotipe
Stereotipe adalah menyamakan seluruh anggota dari
sebuah kebudayaan atau kelompok etnik bahwa mereka
semua mirip/ sama. Stereotipe mungkin berdasarkan
penyamaan yang ditemukan pada penelitian atau mungkin
tidak berhubungan dengan kenyataan. Di sini, perawat harus
tahu bahwa tidak semua orang dari kelompok tertentu
memiliki kepercayaan kesehatan yang sama, praktik dan nilai
yang sama pula.
2. Diskriminasi
Diskriminasi merupakan pembedaan perlakuan individu
atau kelompok berdasarkan kategori, seperti ras, etnik, jenis
kelamin, dan kelas sosial. Terjadi jika seseorang bertindak
merugikan atau menyangkal hak pokok individu lain atau
lebih.
3. Culture Shock
Culture shock adalah suatu guncangan atau
ketidaknyamanan yang terjadi sebagai respons atas
pergantian/ perpindahan dari satu kebudayaan ke kebudayaan
lain. Ini terjadi jika seseorang pindah dari satu lokasi
geografi ke lokasi lain atau berimigrasi ke negara baru.
Salah satu cara untuk menganalisis keyakinan adalah
dengan menggunakan heritage consistensy. Heritage
consistensy dikembangkan oleh Estes dan Zitzaw (1980).
Teori ini menggambarkan tingkat gaya hidup yang
mencerminkan konteks kultural (Potter & Perry, 2009). Hal
ini memungkinkan kita mengkaji keyakinan tentang
kesehatan dengan menentukan ikatannya dengan keyakinan
tradisionalnya.

A. Budaya
Budaya menggambarkan sifat nonfisik, seperti keyakinan, sikap atau adat-
istiadat suatu masyarakat yang diturunkan dari generasi ke generasi selanjutnya.
Budaya merupakan kumpulan keyakinan, kebiasaan, praktik, kesukaan, norma,

9
adat-istiadat, ketidaksukaan dan ritual yang dipelajari dari keluarga selama
sosialiasasi bertahun-tahun (Potter & Perry, 2009). Di dalam budaya tidak hanya
terbatas pada komunikasi lisan, tetapi juga yang lain. Contoh, cara membuat
kontak mata, menyentuh tubuh, dan memegang tangan.
B. Etnisitas
Etnisitas adalah rasa identitas diri yang berkaitan dengan kelompok kultur
sosial umum dan warisan budaya (Potter & Perry, 2009). Karakteristik dari suatu
etnik mencakup bahasa dan dialek, status perpindahan, suku bangsa, dan
kepercayaan serta praktek religius. Sehingga, etnisitas sangat kompleks, sukar
dipahami dan didefinisikan dengan kurang jelas.
C. Religi
Religi adalah keyakinan dalam suatu kekuatan sifat ketuhanan atau di luar
kekuatan manusia yang harus dipatuhi dan diibadatkan sebagai pencipta dan
pengatur alam semesta ((Abramsom, 1980) dalam Fundamental Keperawatan).
Nilai religi berfungsi untuk mengklarifikasi etnisitas lebih jauh.
Klien berasal dari budaya yang berbeda. Di dalamnya mencakup latar
belakang etnis, keagamaan, dan budaya. Konsistensi warisan budaya ini
membantu cara pemahaman terhadap klien bagaimana mereka
menginterpretasikan kesehatan atau penyakit dengan cara modern atau
tradisional.
Selain heritage consistensy, ada 6 fenomena kultural yang diidentifikasi
oleh Giger & Davidhizar (1995). Keenam fenomena ini terdiri dari:

1. Kontrol Lingkungan
Mengacu pada kemampuan dari anggota kelompok kultural tertentu untuk
merencanakan aktivitas yang mengontrol sifat dan faktor keturunan langsung
(Giger & Davidhizar, 1995). Di dalamnya mencakup keyakinan tradisional
tentang kesehatan dan penyakit, pengobatan tradisional dan penggunaan
penyembuh tradisional. Sehingga, fenomena ini berperan penting dalam cara klien
berespons terhadap pengalaman yang berhubungan dengan kesehatan.
2. Variasi Biologis
Seseorang dari satu kelompok kultural pasti mempunyai variasi biologis
berbeda dengan kelompok kultural lainnya. Beberapa contoh signifikan yang
dapat dijadikan pertimbangan, yaitu:

10
- Struktur dan bentuk tubuh
- Warna kulit
- Variasi enzimatik dan genetik
- Kerentanan terhadap penyakit
- Variasi nutrisi
3. Organisasi Sosial
Lingkungan sosial tempat seseorang dibesarkan dan bertempat tinggal
berperan penting dalam perkembangan dan identitas kultural mereka. Proses
sosialisasi ini menjadi suatu bagian warisan yang diturunkan dan mengacu pada
unit keluarga dan organisasi kelompok sosial yang dapat diidentifikasi oleh klien.
4. Komunikasi
Perbedaan bahasa antara perawat dengan klien menjadi hal terpenting dalam
memberikan asuhan keperawatan. Perbedaan ini akan berpengaruh pada setiap
aspek dan tahapan asuhan keperawatan. Ketidakberhasilan berkomunikasi secara
efektif akan membuat penundaan dalam diagnosis dan tindakan terhadap klien.
Bahkan bisa lebih dari itu. Perawat tidak seharusnya menganggap klien dapat
memahami apa yang sudah diucapkannya. Istilah-istilah medis harus dijelaskan
dengan jelas dan terang terutama klien yang mempunyai keterbatasan ketrampilan
dalam bahasa perawat.
5. Ruang
Ruang personal di sini mencakup perilaku individu dan sikap yang ditujukan
pada ruang di sekitar mereka. Teritorialitas merupakan suatu sikap yang ditujukan
pada area seseorang yang diklaim dan dipertahankan atau reaksi emosional ketika
orang-orang lain memasuki area tersebut. Keduanya ini dipengaruhi oleh budaya.
Perawat harus berusaha menghargai teritorial klien. Ruang personal ini banyak
berhubungan dengan aktivitas keperawatan dan perawat harus sensitif terhadap
respons klien berkenaan dengan ruang personal ini. Misalnya, saat memberikan
asuhan keperawatan yang mengharuskan perawat menyentuh tubuh klien
.
6. Orientasi Waktu
Orientasi waktu berbeda antara kelompok satu dengan yang lain. Perawat yang
mempunyai sikap yang berhubungan dengan waktu mungkin menemukan
kesulitan untuk memahami dan merencanakan asuhan keperawatan terhadap klien

11
yang mempunyai orientasi waktu yang berbeda. Perbadaan orientasi waktu dapat
menjadi hal penting dalam perawatan kesehatan, seperti perencanaan jangka
panjang dan penjelasan tentang jadwal medikasi. Misalnya, penjelasan pentingnya
keteraturan minum obat pada penderita tekanan darah tinggi.
Dari banyak penjelasan di atas, asuhan keperawatan transkultural memang
sangatlah kompleks. Sebelum kita membuat perencanaan dan tindakan perawatan,
kita perlu mengetahui konsep, prinsip, fenomena, dan faktor-faktor lain yang dapat
dijadikan pertimbangan yang berhubungan dengan budaya ini. Diharapkan, setelah
kita mengetahuinya, kelak asuhan keperawatan yang kita berikan terhadap klien akan
efektif dan berlangsung dengan lancar.
5. Pengkajian dan Instrumennya dalam Asuhan keperawatan Budaya

Penting bagi perawat untuk memahami bahwa klien mempunyai wawasan


pandangan dan interprestasi mengenai penyakit dan kesehatan yang berbeda,
berdasarkan keyakinan sosial-budaya dan agama klien sehingga terjalin hubungan
baik. Hubungan ini akan meningkatkan pemberian asuhan keperawatan yang aman
dan efektif secara budaya.
Karena terdapat rentang yang luas tentang keyakinan dan praktik kesehatan
yang berlatar belakang etnik, budaya, sosial dan agama dari individu, keluarga atau
komunitas. Klien dapat mengantisipasi saat mengalami suatu penyakit dengan
pendekatan modern ataupun pendekatan tradisional, dapat juga menggunakan kedua
pendekatan tersebut.
Hubungan dan komunikasi transkultular terjadi ketika setiap individu berusaha
untuk memahami sudut pandang orang lain melalui budayanya. Setelah mencapai
kultular, perawat harus mempertimbangkan faktor-faktor budaya klien sepanjang
proses keperawatan.
Heritage Consistency adalah melihat akulturasi sebagai suatu kontinum. Dengan
menggunakan teori ini, dikaji tingkat diamana masyarakat menjadi bagian dari kultur
dominan dan tradisional.
- Budaya, menggambarkan sifat non-fisik, seperti nilai, keyakinan, sikap atau adat
istiadat yang disepakati oleh kelompok masyarakat dan diwariskan dari satu generasi
ke generasi berikutnya.
- Etnisitas, rasa identitas diri yang berkaitan dengan kelompok sosial dan warisan
budaya.

12
- Religi, keyakinan dalam suatu kekuatan sifat ketuhanan atau diluar kekuatan manusia
yang harus dipatuhi dan diibadatkan sebagai pencipta dan pengatur alam semesta
(Abramsom, 1980).

Keyakinan Tradisional Tentang Kesehatan Penyakit


Keyakinan kesehatan tradisional tentang penyebab dari suatu penyakit dapat
sangat berbeda dengan model epidemiologi orang barat sehingga penting untuk
memahami epidemiologi tradisional, atau penyebab penyakit di dalam sistem
keyakinan. Dalam model epidemiologi orang barat, penyebab suatu penyakit mungkin
stress dan maladaptasi, virus, bakteri atau karsinogen. Pada model epidemiologi
tradisional, terdapat perbedaan yang sangat menonjol tentang agens penyebab,
termasuk kekosongan jiwa, mantra, mata setan dan guna-guna yang dapat disebabkan
oleh orang-orang yang memiliki kemampuan untuk membuat orang lain sakit. Orang
yang percaya dengan kekuatan ini harus dihindari, termasuk iri, benci atau cemburu.
Praktik Tradisional
Pengobatan rakyat terus ada, sejalan dengan tekanan yang harus meningkat
dari pengobatan modern yang telah diturunkan dari sekolah kedokteran dan generasi
sebelumnya. Praktik rakyat dahulu hanya memiliki bagian yang telah diabaikan oleh
sistem keyakinan perawatan kesehatan modern.
Berikut ini adalah keragaman dari pengobatan rakyat tradisional (Yoder, 1972).
1. Pengobatan Rakyat Alamiah
Pengobatan rakyat alamiah adalah salah satu penggunaan lingkungan alamiah
dan menggunakan herbal, tumbuhan, mineral dan substansi hewan untuk mencegah
dan mengatasi penyakit. Umumnya pengobatan ini ditemukan pada ramuan
tradisional tradisional dan obat-obatan rumah tangga. Aspek umum dari penggunaan
herbal adalah pengetahan bahwa segala yang terdapat di alam merupakan sumber
terapi. Secara umum, tradisi pengobatan rakyat yang menggambarkan tahun dimana
herbal itu dipetik; cara herbal itu dikeringkan; dan metode; jumlah; dan frekuensi
penggunaan.
2. Pengobatan Rakyat Magisoreligius
Salah satu contoh dari pengobatan ini adalah bentuk penyembuhan keagamaan
tidak resmi. Dalam praktik ini lues, jimat, air suci dan manipulasi fisik digunakan
dalam upaya penyembuhan penyakit.
Penggunaan Benda Pelindung
13
Jimat adalah benda dengan kekuatan magis. Jimat dikenal dengan perlindungan
yang dikenal oleh semua masyarakat di seluruh dunia dan berkaitan dengan
perlindungan terhadap masalah (Budge, 1978). Seseorang juga ada yang
menggunakan talisman atau benda keagamaan lainnya yang telah disucikan. Tulisman
diyakini memiliki kekuatan yang luar biasa dan dapat dipakai dengan tali mengelilingi
pinggang atau dibawa di dalam saku baju atau tas. Orang yang mengenakan jimat atau
tulisman harus diperbolehkan untuk melakukannya di lembaga perawatan tempat ia
dirawat.
Penggunaan Makanan
Banyak orang percaya bahwa sistem tubuh terjaga keseimbangannya dengan
memakan tipe makanan tertentu, sehingga terdapat banyak makanan dan kombinasi
makanan yang dianggap tabu. Seperti contoh, dipercaya bahwa beberapa bahan
makanan dapat dimakan untuk mencegah penyakit. Orang dari banyak latar belakang
etnik memakan bawang putih atau memakainya ditubuh mereka atau
menggantungkannya di rumah untuk tujuan ini.
Praktik Religius
Pendekatan tradisional lain terhadap pencegahan penyakit berpusat pada sekitar
agama termasuk praktik nseperti membakar lilin, ritual penebusan dan sembahyang.
Banyak orang percaya bahwa penyakit dapat dicegah dengan mengikuti secara ketat
aturan, moral dan praktik serta memandang penyakit sebagai hukuman terhadap
pelecehan religius.
Ramuan Tradisional
Ketika seseorang menggunakan obat-obatan yang berasal dari warisan budaya
etnokultular mereka,maka penggunaan obat-obatan ini disebut pengobatan alternatif.
Sifat farmasitis dari vegetasi tumbuhan, akar0akaran, batang, bunga, biji dan herbal
telah banyak diteliti, dicoba, dibuatkan katalog dan digunakan di banyak Negara.
Penyembuh (Dukun)
Dalam komunitas tertentu, orang tertentu dikenal mempunyai kekuatan untuk
menyembuhkan. Dukun dianggap mendapat anugerah dari Tuhan. Banyak contoh
seseorang dengan warisan budaya konsisten terlebih dahulu berkinsultasi dengan
dukun sebelum ia berhubungan dengan pemberi perawatan kesehatan modern.
Terdapat banyak perbedaan antara dokter Barat dengan dukun tradisional (Kaptchuk
& Croucher, 1987) Hubungan antara seseorang dengan dukun sering lebih dekat
dibandingkan dengan tenaga perawatan kesehatan professional. Orang vmenganggap

14
dukun sebagai seseorang yang mampu memahami masalah dalam konteks kultural,
berbicara dengan bahasa yang sama, dan memiliki pandangan yang sama tentang
dunia.
Faktor Kultular dan Proses Keperawatan
1. Pengkajian Komunitas
Perawat harus memberikan perawatan yang sensitif dan kompeten secara kultular
di komunitas.
2. Diagnosa Keperawatan
Mengelompokkan data yang relevan dan mengembangkan diagnose keperawatan
aktual dan potensial yang berhubungan dengan kebutuhan kultular dan etnik klien.
3. Perencanaan
Perawat sekali lagi mempertimbangkan variable kultular yang berkaitan klien
yang melibatkan keluarga besar dalam proses perawatan.
4. Implementasi
Perawat mengetahui perawatan seperti apa yang dianggap klien sesuai dengan
mereka dan melibatkan keluarga tentang harapan mereka.
5. Evaluasi
Mengevaluasi hasil asuhan keperawatan dengan menentukan sejauh mana tujuan
dan hasil yang diharapkan dari perawatan telah terpenuhi.

6. Aplikasi transkultural pada gangguan kesehatan mental


Berbagai tingkah laku luar biasa yang dianggap oleh psikiater barat sebagai
penyakit jiwa ditemukan secara luas pada berbagai masyarakat non-barat. Adanya variasi
yang luas dari kelompok sindroma dan nama-nama untuk menyebutkannya dalam berbagai
masyarakat dunia, Barat maupun non-Barat, telah mendorong para ilmuwan mengenai
tingkahlaku untuk menyatakan bahwa penyakit jiwa adalah suatu ‘mitos’, suatu fenomena
sosiologis, suatu hasil dari angota-anggota masyarakat yang ‘beres’ yang merasa bahwa
mereka membutuhkan sarana untuk menjelaskan, memberi sanksi dan mengendalikan
tingkahlaku sesama mereka yang menyimpang atau yang berbahaya, tingkahlaku yang
kadang-kadang hanya berbeda dengan tingkahlaku mereka sendiri. Penyakit jiwa tidak
hanya merupakan ‘mitos’, juga bukan semata-semata suatu masalah sosial belaka. Memang
benar-benar ada gangguan dalam pikiran, perasaan dan tingkah laku yang membutuhkan
pengaturan pengobatan.(Edgerton 1969 : 70). Nampaknya, sejumlah besar penyakit jiwa non-barat
lebih dijelaskan secara personalistik daripada naturalistik.

15
Sebagaimana halnya dengan generalisasi, selalu ada hal-hal yang tidak dapat
dimasukkan secara tepat ke dalam skema besar tersebut. Kepercayaan yang tersebar luas
bahwa pengalaman-pengalaman emosional yang kuat seperti iri, takut, sedih, malu, dapat
mengakibatkan penyakit, tidaklah tepat untuk diletakkan di dalam salah satu dari dua
kategori besar tersebut. Mungkin dapat dikatakan bahwa tergantung situasi dan kondisi,
kepercayaan-kepercayaan tersebut boleh dikatakan cocok untuk dikelompokkan ke dalam
salah satu kategori. Misalnya, susto, penyakit yang disebabkan oleh ketakutan, tersebar luas
di Amerika Latin dan merupakan angan-angan. Seseorang mungkin menjadi takut karena
bertemu dengan hantu, roh, setan, atau karena hal-hal yang sepele, seperti jatuh di air
sehingga takut akan mati tenggelam. Apabila agen-nya berniat jahat, etiologinya sudah
tentu bersifat personalistik. Namun, kejadian-kejadian tersebut sering merupakan suatu
kebetulan atau kecelakaan belaka bukan karena tindakan yang disengaja. Dalam ketakutan
akan kematian karena tenggelam, tidak terdapat agen-agen apa pun.

Kepercayaan-kepercayaan yang sudah dijelaskan di atas menimbulkan pemikiran-


pemikiran untuk melakukan berbagai pengobatan jika sudah terkena agen. Kebanyakan
pengobatan yang dilakukan yaitu mendatangi dukun-dukun atau tabib-tabib yang sudah
dipercaya penuh. Terlebih lagi untuk pengobatan gangguan mental, hampir seluruh
masyarakat desa mendatangi dukun-dukun karena mereka percaya bahwa masalah
gangguan jiwa/mental disebabkan oleh gangguan ruh jahat. Dukun-dukun biasanya
melakukan pengobatan dengan cara mengambil dedaunan yang dianggap sakral, lalu
menyapukannya ke seluruh tubuh pasien. Ada juga yang melakukan pengobatan dengan
cara menyuruh pihak keluarga pasien untuk membawa sesajen seperti, berbagai macam
bunga atau binatang ternak.

Para ahli antropologi menaruh perhatian pada ciri-ciri psikologis shaman. Shaman
adalah seorang yang tidak stabil dan sering mengalami delusi, dan mungkin ia adalah
seorang wadam atau homoseksual.namun apabila ketidakstabilan jiwanya secara budaya
diarahkan pada bentuk-bentuk konstruktif, maka individu tersebut dibedakan dari orang-
orang lain yang mungkin menunjukkan tingkahlaku serupa, namun digolongkan sebagai
abnormal oleh para warga masyarakatnya dan merupakan subyek dari upacara-upacara
penyembuhan. Dalam pengobatan, shaman biasanya berada dalam keadaan kesurupan
(tidak sadar), dimana mereka berhubungan dengan roh pembinanya untuk mendiagnosis
penyakit. para penganut paham kebudayaan relativisme yang ekstrim menggunakan contoh

16
shamanisme sebagai hambatan utama dalam arguentasi mereka bahwa apa yang disebut
penyakit jiwa adalah sesuatu yang bersifat kebudayaan.

Dalam banyak masyarakat non-Barat, orang yang menunjukkan tingkahlaku abnormal


tetapi tidak bersifat galak maka sering diberi kebebasan gerak dalam masyarakat mereka,
kebutuhan mereka dipenuhi oleh anggota keluarga mereka. Namun, jika mereka
mengganggu, mereka akan dibawa ke sutu temapt di semak-semak untuk ikuci di kamrnya.
Sebuah pintu khusus (2 x 2 kaki) dibuat dalam rumah, cukup untuk meyodorkan makanan
saja bagi mereka dan sebuah pintu keluar untuk keluar masuk komunitinya.

Usaha-usaha untuk membandingkan tipe-tipe gangguan jiwa secara lintas-budaya


umumnya tidak berhasil, sebagian disebabkan oleh kesulitan-kesulitan pada tahapan
penelitian untuk membongkar apa yang diperkirakan sebagai gejala primer dari gejala
sekunder. Misalnya, gejala-gejala primer yaitu yang menjadi dasar bagi depresi. Muncul lebih
dulu dan merupakan inti dari gangguan. Gejala-gejala sekunder dilihat sebagai reaksi
individu terhadap penyakitya ; gejala-gejala tersebut berkembang karena ia berusaha untuk
menyesuaikan diri dengan tingkahlakunya yang berubah (Murphy, Wittkower, dan Chance 1970 : 476).

7. Asuhan Keperawatan Jiwa


Adapun format dalam asuhan keperawatn jiwa adalah disesuaikan dengan
permasalahan dari klien. Akan tetapi secara umum standart prosedur operasional dan
asuhan keperawatan jiwa mengikuti langkah-langkah:

1. Pengkajian

A. IDENTITAS PASIEN

Meliputi, nama, umur, jenis kelamin, alamat, no reg, tgl pengkajian, agama, sumber
informasi, usia.

B. ALASAN MASUK

Alasan kenapa pasien masuk Rumah Sakit. Atau alasan pasien perlu mendapatkan
tindakan keperawatan.

D. FAKTOR PREDISPOSISI
Faktor predisposisi adalah faktor resiko yang telah ada pada diri individu yang dapat
menimbulkan gangguan jiwa. Diperoleh baik dari pasien maupun keluarganya,
mengenai faktor perkembangan sosial kultural, biokimia, psikologis dan genetik .

17
o Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan interpersonal terganggu
maka individu akan mengalami stress dan kecemasan.
o Faktor Sosiokultural
Berbagai faktor di masyarakat dapat menyebabkan seorang merasa disingkirkan oleh
kesepian terhadap lingkungan tempat klien dibesarkan.
o Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Misalnya pada pasien
halusinasi dimana dengan adanya stress yang berlebihan yang dialami seseorang maka
di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia
seperti Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP). Selain itu, pada faktor biokimia perlu
dikaji riwayat penyakit fisik dan riwayat gangguan jiwa sebelumnya dikarenakan
penyakit fisik dapat mempengaruhi psikologis individu apabila koping terhadap stressor
tersebut maladaptive.
o Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda yang
bertentangan dan sering diterima oleh individu akan mengakibatkan stress dan
kecemasan yang tinggi dan berakhir dengan gangguan orientasi realitas. Selain itu,
perlu juga dikaji mengenai gangguan komunikasi dalam keluarga serta pengalaman
masa lalu klien yang tidak menyenangkan.
o Faktor genetik
Gen apa yang berpengaruh dalam gangguan jiwa belum diketahui, tetapi hasil studi
menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh
pada gangguan jiwa. Selain itu, perlu dikaji pula mengenai riwayat keluarga yang
mengalami gangguan jiwa.

E. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik bisa dimulai dari tanda tanda vital, atau dengan pemeriksaan
head to toe, atau pereksiaan dari kepala sampai kaki secara terperinci.
F. PEMERIKSAAN PSIKOSOSIAL
Meliputi :
1. Genogram

18
2. Konsep diri,
Konsep diri meliputi citra tubuh, ideal diri, peran, identtas diri, dan harga diri.
3. Hubungan sosial
4. Spiritual
G. STATUS MENTAL
Meliputi :
1. Aktivitas motorik
2. Interaksi selama wawancara
3. Memori
4. Tingkat konsentrasi dan berhitung
5. Kemampuan penilaian
6. Persepsi
7. Alam perasaan
8. Proses pikir
9. Isi pikir
10. Tingkat kesadaran
11. Daya tilik diri
H. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG
Meliputi :
1. Kemampuan klien memenuhi kebutuhan
2. Kehidupan sehari hari
3. Nutrisi
4. Istirahat dan tidur
5. Penggunaan obat
6. Pemeliharaan kesehatan
7. Kegiatan didalam rumah
8. Kegiatan diluar rumah
I. MEKANISME KOOPING
Yaitu adanya usaha individu untuk sesering mungkin menggunakan mekanisme
dalam indakan atau perilakunya, seperti represi, regresi, disosiasi ataupu proyeksi diri.
Misalnya pada kasus kasus depresi, pelaku selalu menggunakan mekanisme koping
bentuk regresi dan disosiasi yang tak tepat dan berlebihan.
J. MASALAH PSIKOSOSIAL

19
Masalah psiososial yai masalah yang ada dalam diri klien berhubungan dengan
masalah kluarganya, atau pada lingkunganya.
K. PENGETAHUAN.
Pegetahuan merupakan tingkat pendidikan klien, atau pendidikan terakhir klien.
L. ASPEK MEDIK.
Aspek medik bisa berisi peemeriksaan laboratorium pasien.
M. DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN

a. Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan


b. Gangguan konsep diri
c. Halusinasi
d. Proses pikir, perubahan

N. POHON MASALAH

Halusinasi Resiko mencederai diri, orang lain

dan lingkungan

Tidak efektifnya
Gangguan proses pikir
penatalaksanaan

regiment terapeutik

Gangguan konsep diri : harga diri rendah

Tidak efektifnya koping keluarga

Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit

20
O. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagosis keperawatan diperoleh berdasarkan hasil data-data konseling atau observasi.
Misalnya pada kasus kasus orang depresi diperoleh:
 Adanya ketidak berdayaan,
 Menurunya semangat hidup,
 Hilangnya rasa percaya diri,
 Adanya gangguan fisik yang turut serta
P. PERENCANAAN
Dalam perencanaan berisi langkah-langkah:
 Tujuan umum, yaitu agar klien lebih mampu menyelesaikan dan menghadapi
masaahnya serta dia mampu berperan adaptif sesuai dengan perkembangan
usianya, norma-norma masyarakat dan keidupan psikis yang nornal
 Tujuan khusus, yaitu berisikn teknik-teknik penyelesaian kasus (maalah),
seperti kiat dalam mengungkapkan perasaan klien, menjelaskan makna
perasaan, mau membagi perasaan pada konselor atau orang lain, menerima
kenyataan hidup atau belajar membina hubungan baru yang lebih bermakna.
 Tinakan keperawatan, yaitu berisikan tahap penyangkalan, fase marah (angry),
fase tawar-menawar (bargaining), fase kelelahan atau tidak berdayaan, fase
penerimaan
Q. EVALUASI
Berisikan data-data dari segala ungkapan penyangkalan, kemarahan,
ketidakberdayaan, tawar menawar dan kesiapan untuk menerima saran atau intruksi
kerja hasil konseling yang harus dikejakan oleh klien sendiri atau bantuan dari
keluarga atau orang-orang dilingkugan sekitar klien. Dalam evaluasi ini juga beisikan
segala bentuk penilaian terhadap perilaku positif dan perilaku negatif dari klien.
Apabila bentuk negaif klien lebih dominan, maka dilakukan usaha-usaha untuk
mereduksinya ataupun membangkitkan kembali perilaku klien.

21
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Be rdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan :

1. Keperawatan transkultural didefinisikan oleh Leininger (2002) sebagai penelitian


perbandingan budaya untuk memahami persamaan (budaya universal) dan perbedaan
(budaya tertentu) di antara kelompok manusia.

2. Tujuan keperawatan transkultural adalah bentuk pelayanan yang sama secara budaya
atau pelayanan yang sesuai pada nilai kehidupan individu dan arti yang sebenarnya.

3. Konsep dan prinsip dalam asuhan keperawatan transkultural didasari pada ilatar
belakang etnik, budaya, dan agama yang berbeda dengan kliennya yag dijadikan
sebagai pertimbangan dalam meningkatkan pemberian asuhan keperawatan secara
efektif.

4. Pengkajian dan instrumennya dalam asuhan keperawatan budaya memepelajari


budaya klien beserta hubungan dan komunikasi transkultular untuk
mempertimbangkan faktor-faktor budaya klien sepanjang proses keperawatan.
5. Aplikasi Transkultural dalam masalah kesehatan ganguan mental dalam masyarakat
adalah pengobatan tradisional yang diajarkan secara turun temurun yang dipercaya
oleh masing-masing penganut dan tidak ada juga yang menggunakan tanaman sebagai
obat herbal.

22
DAFTAR PUSTAKA

Afifah, Efy. Ringkasan Materi : Unit 2 Keragaman budaya dan perspektif transkultural
dalam keperawatan. Diambil dari http:// repository...

Forero, Andres Otero. (2008). Pendekatan Transcultural Menghormati Pikiran & Tubuh.
http://www...
Foster, G.M. & Anderson, B.G (2006). Antropologi Kesehatan. Terjemahan Priyanti PS &
Meutia F.H.S.Jakarta:UI Press.
Giger, J. N. & Davidhizar. (1995). Transcultural Nursing: Assessment and Intervention. St.
Louis: Mosby.
Novieastari, Enie. Culture and Health Problems. Diambil dari http://www...
Potter, P.A. & Perry, A.G. (2009). Fundamental Keperawatan. Edisi 7. Buku I hal.175-199.
Terjemahan Penerbit Salemba Medika.

23

Anda mungkin juga menyukai