Anda di halaman 1dari 28

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN GIGI ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS HASANUDDIN

REFARAT
POLA PERILAKU ANAK DALAM PERAWATAN DENTAL DAN
PENANGANANNYA

OLEH:
Nama : Ridha Rachmadana Idris
Stambuk : J111 13 043
Pembimbing : drg. Adam Malik Hamundeng, M. MedEd
Hari/tanggal baca : Senin, 2 April 2018
Tempat : RSGM Kandea

DIBAWAKAN SEBAGAI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN GIGI ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018

0
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam penyediaan layanan perawatan gigi pada anak, sebagian besar bergantung
pada perilaku anak selama kunjungannya ke dokter gigi.1 Kepribadian merupakan faktor
prediktif penting dalam perilaku anak. Secara umum, kepribadian adalah produk dari
kemampuan bawaan dan perilaku tertentu yang berpengaruh besar terhadap pengaturan
sosial anak. Anak-anak dengan tingkat kepercayaan diri yang lebih tinggi akan
menerima perawatan gigi lebih mudah dibandingkan dengan mereka yang memiliki
kepercayaan diri yang lebih rendah.2
Kecemasan pada anak diduga berkembang dengan adanya orang-orang yang cemas
di sekitar mereka. Perilaku anak yang berada di bawah pengaruh sikap orang tua dengan
tingkat kecemasan yang tinggi memberikan pengaruh negatif pada anak mereka.1
Dokter gigi yang merawat anak-anak sering menghadapi berbagai bentuk perilaku
menghindar yang ditunjukkan oleh anak. Beberapa faktor, termasuk karakteristik
psikologis dan perilaku, temperamen, status sosial, dan usia, memengaruhi perilaku
anak dalam berbagai situasi klinis, termasuk perawatan gigi.2 Kondisi ini dianggap
sebagai penghalang utama dalam mencapai keberhasilan perawatan gigi. Adanya
memori pertama yang tidak menyenangkan saat atau selama perawatan, menjadikan
anak-anak akan selalu takut menerima perawatan gigi berikutnya.1
Membantu anak untuk menerima perawatan gigi tanpa pengalaman negatif yang
mungkin memengaruhi cara anak memandang perawatan gigi dan akibatnya terhadap
kesehatan gigi di masa depan merupakan salah satu keterampilan terpenting yang harus
dipelajari oleh dokter gigi anak. Penanganan perilaku anak dalam kedokteran gigi
merupakan sebuah usaha yang dilakukan oleh orang tua, dokter gigi, dan seluruh tim
yang terlibat serta suasana lingkungan klinis memainkan peran penting dalam
keberhasilan perawatan. Dengan demikian, dokter gigi harus cukup akrab dengan status

1
fisik, psikologis, pendidikan, dan keluarga dari anak sebelum tercapainya perawatan
gigi yang sukses.3
Berdasarkan pemaparan di atas, penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana pola
perilaku anak dalam perawatan dental beserta penanganannya.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku Anak

Perilaku pada anak dipengaruhi oleh adanya pertambahan usia, adanya sebuah
konteks yang menjadikan perilaku itu terjadi, nilai dan harapan yang diharapkan oleh
keluarga, latar belakang budaya dan sosial dari anak itu sendiri. Anak-anak yang belajar
mengatur perilaku dan mengaplikasikannya dengan baik menunjukkan bahwa hal
tersebut mampu membantu mereka dalam mengatasi situasi yang sulit atau sebuah
kondisi yang menimbulkan kecemasan dan ketakutan.4

Kemampuan anak dalam menanggulangi prosedur perawatan gigi tergantung pada


tahap perkembangan mereka dengan menunjukkan berbagai perilaku seperti kooperatif,
berpotensi kooperatif, atau kurang kooperatif (umumnya disebut juga dengan pre-
cooperatif).5 Anak-anak memiliki perbedaan perilaku yang bervariasi, sehingga
perbedaan perlakuan yang diberikan tentunya juga bervariasi. Ini ditunjukkan dengan
adanya gambaran perilaku anak pada usia-usia tertentu, diantaranya;6

a. Di bawah usia 2 tahun


Pada usia ini anak hanya memiliki sedikit kemampuan untuk memahami
prosedur perawatan yang akan dilakukan dan memungkinkan tidak adanya
komunikasi yang efektif. Akan tetapi, sekalipun anak pada usia ini menunjukkan
ketidakkooperatifan, pemeriksaan rongga mulut dan beberapa perawatan dapat
dilakukan tanpa adanya sedasi.6
b. Usia 2 tahun
Pada usia ini anak memiliki kemampuan berkomunikasi yang bervariasi sesuai
dengan tingkat pengembangan kosakata yang dimiliki oleh anak. Dengan demikian,
keterbatasan anak dalam berkomunikasi menjadikan anak pada usia 2 tahun ini
masih dalam tahap pre-cooperatif. Pada usia ini, anak–anak lebih suka bermain
sendiri dan jarang berbagi dengan yang lain. Mereka terlalu muda untuk

3
menjangkau kata-kata secara mandiri, dan mereka malu terhadap orang dan tempat
baru (khsususnya kepada dokter gigi). Dengan demikian, anak pada usia tersebut
diberi kesempatan dalam menangani dan menyentuh benda-benda yang ada di
sekitarnya untuk memahami arti atau maknanya. Anak-anak pada usia ini sangat
perlu untuk ditemani oleh orang tuanya. 6
c. Usia 3 tahun
Pada usia ini, anak-anak masih memiliki sifat ego yang kurang dan suka
menyenangkan orang dewasa. Mereka telah memiliki pola imaginasi yang aktif,
seperti suka bercerita. Diwaktu menghadapi sebuah tekanan, mereka akan beralih
kepada orang tua dan tidak menerima penjelasan orang lain. Pada usia ini, anak-
anak akan lebih merasa aman jika bersama orang tuanya sampai mereka menjadi
akrab dengan dokter gigi dan asisten, sehingga dapat dilakukan pendekatan positif
pada anak. 6
d. Usia 4 tahun
Pada usia ini, anak akan mendengarkan dengan penuh minat dan merespon
dengan baik terhadap arahan lisan yang diberikan. Mereka memiliki pemikiran yang
gesit dan terkadang melebih-lebihkan pembicaraan, selain itu mereka telah memiliki
kemampuan dalam berpartisipasi dengan baik dalam kelompok sosial. Mereka bisa
memberikan sikap yang kooperatif, tetapi mungkin ada beberapa anak yang
menentang dan mencoba memaksakan pandangan mereka terhadap sebuah
perawatan. Mereka akrab dengan tanggapan yang baik seperti “terima kasih” dan
“tolong”. 6
e. Usia 5 tahun
Pada usia ini, anak-anak telah mampu bermain secara kooperatif dengan teman
sebaya mereka dan biasanya tidak takut dengan pengalaman baru. Mereka merasa
bangga dengan barang-barang yang mereka miliki, dan komentar tentang pakaian
dapat digunakan secara efektif untuk menjalin komunikasi dalam mengembangkan
sebuah hubungan.6

4
f. Usia 6 tahun
Pada usia 6 tahun, anak-anak telah masuk ke lingkungan sekolah dan mulai jauh
dari pengawasan orang tua, sehingga mereka semakin mandiri dari orang tua
mereka. Namun, ada beberapa anak pada masa transisi ini menunjukkan kecemasan
yang sangat besar yang disertai dengan adanya ledakan jeritan dan amarah, lebih
jauh lagi mereka akan menunjukkan peningkatan respon ketakutan yang tinggi. 6

g. Remaja, 12-18 tahun


Pada usia ini, anak menunjukkan kecenderungan akan ketertarikan seksual,
sosialisasi, kegiatan kelompok, perencanaan liburan, pernikahan dan rencana
membesarkan keluarga mulai tampak. Pada akhir masa remaja, anak-anak tersebut
berubah dari pencarian kesenangan menjadi orang dewasa yang berorientasi pada
sosialisasi. Pada usia ini juga, telah menghasilkan aspek psikologis yang dapat
membantu dalam mencapai tujuan dengan menyediakan ukuran stabilitas dan
keamanan tertentu.7

2.1.1 Klasifikasi perilaku anak dalam perawatan dental


Umumnya, perilaku anak yang paling sering dijumpai di klinik perawatan gigi
adalah perasaan takut dan kecemasan pada prosedur perawatan dental. Kedua kondisi
ini tentunya sangat memicu berbagai jenis perubahan perilaku pada anak pada saat dan/
selama perawatan berlangsung.8 Dampak negatif yang timbul dari pengalaman buruk
tersebut memiliki konsekuensi yang bersifat jangka pendek dan jangka panjang. Efek
jangka pendek yang ditimbulkan berkaitan dengan kegagalan selama prosedur
perawatan gigi (dimulai dari awal perawatan, kemajuan perawatan, akhir dan prognosis
perawatan), yang masih dapat diperbaiki dengan adanya upaya tambahan dari pasien.
Sedangkan, efek jangka panjang dapat berupa kepentingan klinis seperti menghindari
kunjungan ke dokter gigi yang tentunya akan berdampak terhadap kesehatan gigi dan
mulut pada anak.9

5
Gagalnya perawatan yang akan diberikan kepada anak dapat menjadi sebuah
permasalahan yang cukup serius terhadap tingkat kesehatan gigi dan mulut anak. Anak-
anak memiliki keterbatasan dalam kemampuannya mengkomunikasikan kecemasan dan
ketakutannya. Sehingga, perilaku yang mereka tunjukan merupakan refleksi dari
ketidakmampuan mereka dalam menanggulangi kecemasan dan ketakutan yang mereka
rasakan.5 Adapun klasifikasi perilaku anak, diantaranya;

a. Klasifikasi menurut skala Frankl yang telah dimodifikasi


Dalam pelayanan perawatan gigi pada anak, adanya pengalaman yang
bersifat baik ataupun buruk cukup signifikan berkontribusi terhadap keberhasilan
perawatan yang akan diberikan pada anak.7 Selama perawatan gigi, perilaku anak
dapat dievaluasi menggunakan skala Frankl yang terdiri dari kategori perilaku, yaitu
“pasti positif”,”positif”,”positif-negatif”, ”negatif” dan “pasti negatif”.8

Tabel 1. Klasifikasi perilaku anak menurut Frankl 8,10,11


Jenis Perilaku Karakteristik
Anak menolak untuk drawat, menangis sebagai
Frankl I-Perilaku “pasti negatif” (--) bentuk penolakan, menampakkan kecemasan atau
karakter negatif lainnya.
Anak enggan menerima perawatan, tidak dapat
bekerja sama, sikap yang ditunjukkan berupa
Frankl II-Perilaku “negatif”(-) merajuk, cemberut atau menarik diri dari perawatan
yang akan diberikan, selain itu menunjukkan adanya
sikap negatif yang tidak konstan.
Perilaku anak bersifat fluktuasi antara tidak
kooperatif dengan beberapa sikap negatif yang tidak
Frankl III- Perilaku “negatif-positif” (-+)
diucapkan, dan menerima perawatan dengan hati-hati
dan permintaan yang berubah setiap kunjungan.
Dapat menerima perawatan yang diberikan, tetapi
selalu bersikap hati-hati, bersedia untuk menuruti
arahan dari dokter giginya dengan mengajukan
Frankl III Perilaku “positif” (+)
syarat, terkadang menunjukkan keluhan tetapi anak
tersebut tetap mengikuti arahan dokter giginya secara
kooperatif.
Anak menunjukkan sifat yang sangat kooperatif,
sehingga memiliki komunikasi yang baik dengan
Frankl IV Perilaku “pasti positif”(++)
dokter gigi, tertawa dan tersenyum dan menghargai
situasi dalam perawatan yang diberikan.

6
b. Klasifikasi menurut skala perilaku Veenam
Venham, dkk10 mempresentasikan skala perilaku sebanyak 6 poin. Skala ini
memberikan lebih banyak detail perilaku positif dan negatif anak. Skala berkisar
dari kerjasama total (0) hingga tidak ada kerjasama.10

Tabel 2. Klasifikasi perilaku anak menurut skala perilaku Veenam10


Rating Karakteristik
0 Dapat bekerja sama dengan baik, tidak ada tangisan atau protes fisik.
Protes verbal yang ringan atau lembut atau (tenang), menangis sebagai tanda
ketidaknyamanan, tetapi tidak menghalangi kemajuan dari perawata. Perilaku
1
yang sesuai untuk prosedur, seperti pada saat memulai prosedur injeksi, anak
biasanya mengatakan “ow”.
Menunjukkan reaksi protes yang lebih menonjol. Umumnya memberikan sinyal
berupa tangisan dan penolakan dengan tangan. Adanya sedikit reaksi
2 menghindar sehingga sulit untuk melakukan perawatan. Protes lebih
mengganggu dan merepotkan. Namun, anak masih sesuai dengan permintaan
untuk bekerja sama.
Menunjukkan reaksi protes yang berlebih sehingga menghadirkan masalah
yang nyata bagi dokter gigi. Enggan menerima perawatan, sehingga
3
membutuhkan usaha ekstra oleh dokter gigi. Penolakannya berupa gerakan
tubuh.
Reaksi protes yang ditunjukkan sangat mengganggu prosedur, mengharuskan
semua perhatian dokter gigi diarahkan pada perilaku anak. Kepatuhan dapat
4
tercapai setelah adanya upaya besar oleh dokter gigi, tetapi tanpa banyak
pengendalian fisik. Gerakan tubuh lebih menonjol.
5 Tidak ada kepatuhan atau kerja sama. pengendalian fisik diperlukan.

c. Klasifikasi menurut Whright


Klasifikasi perilaku anak terhadapat perawatan gigi dan mulut menurut Whrigt
yaitu:12

7
1) Perilaku kooperatif (Cooperative patient)
a. Tampak rileks, memiliki pemahaman minimal dan dapat dilakukan
perawatan melalui pendekatan pembentukan perilaku.
b. Adanya kemampuan dalam mengembangkan hubungan yang baik dengan
dokter gigi dan tertarik dengan prosedur perawatan dental.
c. Tertawa dan nyaman dengan situasi yang ada
d. Memungkinkan dokter gigi dalam melakukan perawatan secara efetif dan
efisien
2) Perilaku Kurang kooperatif
a. Sangat berbeda dengan perilaku kooperatif
b. Anak usia yang sanga muda (< 2,5 tahun) atau adanya keterbatasan fisik
tertentu atau pasien handicap
c. Anak dengan perilaku ini dapat menimbulkan permasalahan perilaku yang
cukup besar.
3) Berpotensi kooperatif
a. Berbeda dngan anak yang kurang kooperatif, anak pada kelompok perilaku
ini anak memiliki kemampuan untuk kooperatif dan anak ini cukup baik dari
segi fisik dan medis
b. Anak-anak yang berpotensi kooperatif, dikategorikan sebagai berikut ;
a) Perilaku histeris (uncontrolled patient) 12
Ada beberapa karakteristik pada pasien anak yang tergolong dalam
perilaku histeris, yakni:
 Pasien umumnya berumur 3-6 tahun dan merupakan kunjungan
pertama
 Menunjukkan keadaan yang tantrum, biasanya dimulai di ruang
recepsionis dan sebelum itu
 Perilaku ini disebut juga dengan “incorrigible”
 Menangis, berteriak, memukul-mukul daerah kaki atau tangan
b) Perilaku keras kepala (defiant patient) 12

8
Beberapa karakteristik anak dengan perilaku keras kepala, yakni:
 Dapat dijumpai pada semua usia, lebih khususnya pada anak sekolah
dasar
 Adanya upaya penolakan dengan menggunakan “saya tidak mau”
 Mereka mengajukan protesnya ketika mereka dibawa untuk
berkunjung ke klinik gigi kembali.
 Menunjukkan sifat yang “keras kepala”
c) Perilaku pemalu (Timid patient) 12
Karakteristik anak dengan perilaku pemalu, yakni:
 Pemalu tapi memiliki kecemasan yang tinggi
 Jika mereka melakukan kesalahan, perilaku mereka bisa saja
semakin memburuk hingga tak terkontrol
 Tampak malu-malu di samping orang tuanya
 Terlihat ingin menangis, tapi tidak histeris
 Berasal dari lingkungan keluarga yang bersifat overprotektif.
 Membutuhkan dorongan kepercayaan diri
d) Perilaku tegang (Tense patient) 12
 Suara terdengar tremor ketika mereka berbicara
 Menerima perawatan yang diberikan, tetapi menunjukkan sifat
tegang yang berlebih
 Diitandai dengan adanya peluh keringat
e) Perilaku cengeng (Whining patient) 12
 Mereka tidak menolak perawatan tapi merengek selama prosedur
perawatan berlangsung
 Menangisnya terkontrol, konstan dan tidak histeris
 Bisa menerima perhatian dari dokter gigi
 Jarang ada air mata
 Reaksi ini akan menimbulkan beban stress pada tim perawatan dental

9
2.2 Faktor yang memengaruhi perilaku anak
Menurut Klinberg dan Broberg yang dikutip oleh Suprabha, dkk13 menyatakan
bahwa kurangnya perilaku kooperatif pada anak-anak dikaitkan dengan kecemasan dan
ketakutan mengenai perawatan gigi, selain itu menurut Wigen, dkk yang juga dikutip
oleh Suprabha, dkk13 menyatakan bahwa hal ini diakui sebagai faktor risiko untuk
menghindar untuk mencari perawatan gigi sehingga meningkatkan risiko penyakit gigi
yang tidak diobati. Respon anak selama perawatan gigi dipengaruhi oleh banyak faktor
seperti pengalaman pelayanan medis dan perawatan gigi yang bersifat negatif
sebelumnya, pengaruh sosial dan faktor kepribadian. Adapun sejumlah faktor yang
diketahui memengaruhi kecemasan gigi pada anak-anak, diantaranya ;5
a. Faktor orang tua
Orang tua memiliki peran penting dalam perilaku anak secara umum karena
adanya gaya pengasuhan tertentu yang mereka miliki seperti teknik disiplin dan
seberapa banyak kebebasan yang mereka izinkan pada anak. Dengan demikian
faktor orang tua juga dapat memengaruhi kecemasan anak. Adapun faktor orang
tua yang memengaruhi perilaku anak di klinik gigi, diantaranya ;13
1. Kepribadian orang tua dalam mengasuh anak
Dalam proses pengasuhan, ada empat tipe pengasuhan yang terbentuk
berdasarkan tuntutan orang tua dan tanggung jawab yang diharapkan dari anak-
anak mereka.9
a) Authoritative (demokratis, seimbang).
Orang tua dengan kepribadian ini memiliki tuntutan yang tinggi terhadap
anak-anak mereka, tetapi juga menunjukkan tanggung jawab besar kepada anak
mereka. Mereka menetapkan standar yang jelas untuk anak-anak mereka,
mengamati batas-batas yang ditetapkan dan membiarkan perkembangan
otonomi anak-anak. Mereka mengharapkan perilaku terkait usia dan
independen dari anak-anak mereka. Adanya pemberian hukuman terhadap
perilaku buruk secara konsisten dan tepat, tanpa adanya kekerasan. Gaya
pengasuhan seperti ini menghasilkan anak-anak yang mandiri dan percaya diri,

10
yang bahagia, cakap dan sukses. Di klinik gigi mereka menunjukkan perilaku
anak normal. 9

b) Authoritarian (totaliter, ketat)


Kepribadian ini ditandai dengan adanya tuntutan yang tinggi terhadap anak-
anak mereka, tanpa kewajiban untuk bertanggung jawab pada anak. Orang tua
menetapkan harapan yang tinggi dan juga aturan tanpa banyak penjelasan.
Mereka hanya mengharapkan rasa hormat dan mencapai hasil dari anak-anak
mereka. Jika harapan tidak tercapai, orang tua cenderung menghukum anak-anak
mereka daripada menjelaskan alasan hukuman. 9
Anak-anak dari orang tua dengan kepribadian yang demikian akan
memiliki sifat yang kurang percaya diri, karena mereka terbiasa diberi tahu apa
pilihan yang tepat untuk mereka, dan juga bagaimana berperilaku. Anak-anak
semacam ini berperilaku rendah hati dan patuh. Di klinik gigi, mereka
kebanyakan berperilaku seperti anak yang menderita atau kadang-kadang
ketakutan. Kerja sama dengan orang tua semacam ini bisa menjadi hal yang sulit.
Alasannya adalah mereka berharap banyak dari yang lain (anak mereka, dokter
gigi) tanpa perlu usaha dari mereka. Mereka juga menganggap bahwa penilaian
mereka cukup baik untuk mencapai keberhasilan.9

c) Memanjakan anak
Gaya pengasuhan yang permisif (memanjakan) ditandai dengan tanggung
jawab pribadi yang tinggi, tetapi adanya tuntutan yang lemah terhadap anak-anak
mereka. Orang tua yang permisif tidak menetapkan batasan dan memenuhi setiap
permintaan anak. Mereka tidak menuntut perilaku yang sesuai situasi, dan
mereka membiarkan anak-anak mereka melakukan segalanya. Anak-anak tidak
memiliki alasan untuk belajar mengendalikan perilaku mereka, dan mereka selalu
berharap mendapatkan apa yang mereka inginkan.9

11
Anak-anak dengan pengasuhan seperti ini akan menunjukkan sikap yang
tidak terkontrol. Kerja sama dengan orang tua yang permisif dapat menjadi hal
yang sulit. Alasannya adalah hubungan kualitatif dengan dokter gigi tidak dapat
ditentukan. Peran aktif dari orang tua tidak dapat dipenuhi karena orang tua
dengan pola parenting seperti ini tidak terbiasa menuntut sesuatu dari anak
mereka. Dalam beberapa saat, hal ini dapat menyebabkan salah menafsirkan hal-
hal, karena tampaknya mereka tidak cukup berusaha, dan kadang-kadang mereka
mengaku bahagia jika dokter gigi yang mengambil alih peran pada anak selama
perawatan gigi. Kesehatan mulut anak-anak yang dimanjakan umumnya
memiliki kesehatan rongga mulut yang sangat buruk. 9

d) Tidak adanya keterlibatan dalam pengasuhan


Tidak adanya keterlibatan dalam mengasuh anak menunjukkan tuntutan
rendah terhadap anak-anak mereka dan rendahnya kebutuhan akan tanggung
jawab pribadi dalam mendidik anak. Orang tua umumnya tidak ingin terlibat
dalam kehidupan anak-anak mereka dan tidak menetapkan batasan. Mereka juga
tidak menganggap pendapat dan perasaan anak-anak mereka sebagai hal yang
penting, dan mereka tidak menawarkan dukungan emosional apa pun. Perilaku
anak yang ditimbulkan dari gaya pengasuhan orang tua ini menunjukkan
kurangnya kepercayaan diri, kontrol diri dan kompetensi yang terkait dengan
teman sebaya mereka. 9
Mereka mampu mengekspresikan berbagai bentuk perilaku di klinik gigi,
termasuk ketakutan, ambisius, dan sabar. Bekerja sama dengan orang tua yang
tidak terlibat merupakan proses yang sulit, karena mereka tidak khawatir tentang
apa yang dokter gigi ingin capai dalam perawatan gigi. Mereka pikir itu cukup
baik hanya untuk membawa anak ke klinik gigi. Kesehatan mulut pada pasien ini
bisa sangat buruk, selain itu juga memengaruhi perencanaan dan administrasi
perawatan gigi.6

12
2. Hubungan Orang Tua-Anak
Hubungan orangtua-anak membentuk dasar pengaruh orang tua terhadap
perilaku anak-anak. Hubungan ibu-anak lebih penting karena ibu sering
menjadi tempat pemberi perhatian dan perawatan utama. Jenis kepribadian ibu
memengaruhi kemampuan anak untuk mengatasi situasi yang memprovokasi
rasa takut seperti perawatan gigi. Menurut Freeman dalam Suprabha13, jenis
kepribadian ibu-anak terbagi atas;
a) Ibu-anak yang kompeten. Hubungan ini dicirikan dengan adanya interaksi
yang terpelihara antara anak dan ibu. Kondisi ini mendorong pertumbuhan
psikologis anak. Sang ibu berperilaku secara konsisten, kemampuan ibu
dalam menampung kecemasan anaknya, dan berinteraksi secara emosional
yang positif. Hal ini mampu mendorong anak untuk mengembangkan
kemandirian dan keterampilan sosial, sehingga anak mampu mengatasi
situasi stres seperti perawatan gigi. 13
b) Ibu-anak yang agresif. Hubungan ini ditandai dengan inkonsistensi terhadap
sikap emosional. Ibu yang agresif tidak dapat menetapkan batas-batas yang
jelas untuk perilaku anak. Mereka terkadang terlalu penuh perhatian atau
kurang memperhatikan. Ketika anak-anak menunjukkan perilaku negatif,
mereka menanggapi dengan cara yang tidak konsisten dan agresif.13
c) Ibu-anak yang cemas. Ibu yang berperilaku dengan otoriter. Mereka cederung
bersikap negatif dan menghukum. Hanya ada sedikit kehangatan dan
responsif terhadap kebutuhan perkembangan anak. Ada batasan dan kontrol
ketat untuk anak. Adanya pandangan dan pemikiran serta keterampilan sosial
anak dihambat. Ini menghasilkan kepatuhan dan perilaku anak yang buruk. 13

3. Kecemasan orang tua dalam perawatan dental


Adanya rasa takut atau kecemasan terhadap perawatan gigi terjadi melalui
tiga jalur: kondisi langsung, pemodelan, informasi / instruksi. Kecemasan akan
perawatan gigi yang dialami oleh orang tua dapat memengaruhi perilaku anak

13
melalui pemodelan dan informasi/instruksi. Orang tua yang memiliki
pengalaman perawatan gigi yang buruk dapat menularkan kecemasan atau
ketakutannya pada anak mereka sehingga memengaruhi sikap dan respon anak
terhadap perawatan yang akan diberikan. Hal ini menjadi contoh pemodelan
orang tua terhadap anaknya, sehingga ketika anak-anak berada dalam tahap
perilaku belajar, mereka sering meniru orang tua yang dipandang sebagai
model. Akibatnya, anak-anak tersugesti dengan apa yang dicitrakan orang tua
mereka terhadap perawatan gigi. 13

4. Sikap dan persepsi orang tua tentang perilaku anak


Harapan orang tua terhadap perilaku anak di klinik gigi adalah prediktor
perilaku anak selama perawatan gigi. Ketika orang tua memperkirakan rasa
takut gigi rendah, anak-anak biasanya menunjukkan perilaku kooperatif.
Harapan ini terlepas dari ketakutan mereka sendiri tentang perawatan gigi.
Anak-anak dari ibu yang agresif memilih solusi agresif ketika dihadapkan pada
situasi yang tidak diketahui seperti perawatan gigi sedangkan anak-anak dari
ibu yang cemas memilih solusi untuk menghindar. Kedua persepsi ini dapat
ditingkatkan oleh persepsi negatif dari orang tua.13

b. Faktor anak
1. Usia anak
Ketakutan dan kecemasan yang dimiliki anak tentunya berbeda dari setiap fase
perkembangannya mulai dari sejak lahir/bayi hingga pada usia dewasa muda. Hal
ini menunjukkan bahwa disetiap periode perkembangan anak terjadi perubahan
perilaku dalam mengatasi sebuah persoalan terutama segala hal yang berkaitan
dengan perawatan dental (seperti; lingkungan, suara, keributan, aroma, alat, rasa
sakit).9

14
Tabel 3. Jenis kecemasan pada bayi, anak-anak, dan dewasa muda9
Usia Jenis Kecemasan
0-6 bulan Suara yang keras, hilangnya dukungan fisik
6-18 bulan Orang asing, situasi yang tidak diketahui, berpisah dari orang tua, sesuatu
yang tiba-tiba dan tak terduga.
2-3 tahun Hewan, kegelapan, adanya imajinasi yang terbentuk
3-6 tahun Kegelapan, badai, kehilangan teman dekat, adanya trauma pada tubuh.
6-10 tahun Sekolah, gelisah, kegelapan, kecelakaan tubuh dan bahaya fisik, kesepian,
serangga, makhluk gaib.
10-12 tahun Sosialisasi, tampakan fisik, gemuruh/guntur dan kilat
13-18 tahun Sosialisasi, penolakan dari lngkungan sekitar, dan tampilan fisik

2. Pengalaman medis dan perawatan gigi


Kemampuan kognitif anak, tanggapan emosional, perilaku spesifik,keterampilan
komunikasi dan kematangan psikologis memiliki pengaruh terhadap kompetensi
mereka untuk memahami dan cukup bereaksi terhadap prosedur medis yang
invasif.9 Anak-anak yang memiliki pengalaman negatif, terkait dengan kunjungan
rumah sakit sebelumnya atau perawatan medis, atau kunjungan ke klinik gigi,
mungkin lebih khawatir tentang perawatan gigi. Dalam pengambilan riwayat medis
anak, penting untuk bertanya kepada orang tua tentang bagaimana perawatan dan
respon anak terhadap perawatan sebelumnya. Ini akan mengidentifikasi perilaku
yang berhubungan dengan kecemasan yang potensial, dan memungkinkan dokter
gigi untuk mengadopsi strategi modifikasi perilaku yang sesuai.5
Kondisi ini juga tergantung dari usia anak dan pengaruh orang tua. Dengan
berkembang, mereka menjadi lebih beragam dan spesifik, dan juga berorientasi
kognitif. Pengaruh orang tua juga mengambil peran penting dalam membesarkan
dan menumbuhkan anak-anak mereka, anak-anak belajar dari dan meniru orang tua
mereka.9

c. Faktor yang berkaitan dengan dokter gigi, tim perawat gigi, dan klinik gigi
Sumber utama dari semua masalah yang menyebabkan adanya ketakutan dan
kecemasan yang merubah perilaku anak adalah rangsangan yang langsung

15
berhubungan dengan dokter gigi, tim perawat gigi dan klinik gigi itu sendiri.
Seorang dokter gigi yang merawat anak-anak harus dapat secara akurat menilai
tingkat perkembangan anak, sikap, dan temperamen dalam mengantisipasi reaksi
anak terhadap perawatan.9
Pemandangan asing, suara, dan aroma dari alat dan bahan kedokteran gigi
dapat menyebabkan kecemasan pada anak-anak. Bagian dari ruang tunggu harus
dibuat senyaman mungkin bagi anak-anak, dekorasi dengan gambar berorientasi
anak dan beberapa mainan yang ditempatkan secara strategis. Ventilasi yang baik
meminimalkan bau yang terkait dengan kedokteran gigi. Penggunaan instrumen
getaran rendah juga dapat membantu. Tim klinisi harus menghindari memakai
kacamata pelindung mata dan masker ketika anak pertama memasuki tempat
perawatan.5
Resepsionis biasanya adalah anggota staf pertama yang ditemui anak saat tiba
di klinik gigi. Cara merawat dan meyakinkan bahwa anak diterima dalam praktik
pada kunjungan pertama dan selanjutnya adalah hal yang sangat penting. Area
penerimaan yang ramah anak (misalnya mainan dan permainan sesuai usia)
keduanya dapat memberikan pengalih perhatian dan menunjukkan bahwa staf
memiliki perhatian yang tulus untuk pasien muda.14

2.3 Manajemen perilaku anak dalam perawatan dental


Tantangan terbesar yang dihadapi oleh dokter gigi saat merawat pasien anak adalah
perilaku anak yang tidak kooperatif karena kecemasan atau ketakutan. Seorang praktisi
harus mempertimbangkan tidak hanya sifat dan keparahan penyakit gigi, tetapi juga
interaksi antara anak, orang tuanya, dan dirinya sebagai dokter.15 Untuk mencapai
keberhasilan dalam perawatan gigi maka seorang dokter gigi perlu memahami konsep
“Pedodontic Treatment Triangle. Pedodontic Treatment Triangle adalah gambaran
hubungan antar komponen dalam segitiga perawatan pedodontik dimana setiap
komponen saling berhubungan erat.16

16
Gambar 1. Konsep Pedodontic Treatment Triangle
(Sumber : Wright GZ, Kupietzky A. Behavior management in dentistry for children. USA. Wiley
Blackwell. 2nd Ed. 2014. P. 5)

Konsep ini menunjukkan bahwa anak berada di puncak segitiga yang merupakan
fokus perhatian baik keluarga maupun dokter gigi/tim perawat gigi.10 Sedangkan, posisi
orang tua dan dokter gigi terletak pada masing-masing sudut kaki segitiga.16 Garis-garis
yang terbentuk menunjukkan bahwa merawat anak setidaknya terjadi hubungan 1: 2
(yaitu, dokter gigi: anak dan orang tua). Ketiga komponen ini memiliki peranan penting
dalam membangun sebuah komunikasi secara dua arah. Tanda panah di ujung garis
menunjukkan bahwa komunikasi yang diperlukan adalah adanya komunikasi timbal
balik. Dalam konsep ini juga menandakan bahwa perawatan gigi pada pasien anak
adalah hubungan dinamis antara sudut-sudut segitiga-anak, keluarga, dan dokter gigi.10
Anak menjadi fokus dari dokter gigi dan dibantu oleh orang tua. Perawatan gigi anak
akan dipusatkan pada orientasi anak sebagai pasien dan orangtuanya, dokter gigi akan
bertindak untuk mengarahkan orang tua pada perawatan yang diindikasikan kepada
anaknya.16

17
a. Teknik manajemen perilaku anak
Seiring dengan pertumbuhannya, anak-anak menunjukkan berbagai
perkembangan fisik, intelektual, emosional, dan sosial serta keragaman sikap dan
temperamen, penting bahwa dokter gigi memiliki berbagai teknik panduan perilaku
untuk memenuhi kebutuhan masing-masing anak dan menjadi toleran dan fleksibel.
dalam implementasinya. Panduan perilaku bukanlah aplikasi teknik individual yang
dibuat untuk menangani anak-anak, tetapi lebih kepada metode komprehensif dan
berkelanjutan yang dimaksudkan untuk mengembangkan dan memelihara hubungan
antara pasien dan dokter,yang pada akhirnya membangun kepercayaan dan
melenyapkan ketakutan dan kecemasan. Adapun teknik yang dapat diterapkan
dalam mengatasi perilaku anak, diantaranya ;14
1) Pertimbangan Praktis
(a) Mengirim informasi kepada orang tua.sebelum kunjungan anak
Leaflet yang berisi informasi tentang perawatan gigi dan kebutuhannya, dan
pentingnya kunjungan gigi pertama sebelum usia 12 bulan, dikirim ke orang
tua sehingga mereka menjadi terbiasa dengan proses sebelumnya; kecemasan
dan ketakutan mereka berkurang dan mereka dapat menyampaikan informasi
tersebut kepada anak-anak mereka tentang kunjungan gigi dengan cara biasa
seperti memberi tahu tentang hal-hal atau kegiatan baru.15
(b) Desain operasional pada perawatan
 Ruang tunggu dan dan tempat perawatan. Ruang tunggu harus dirancang
dengan warna-warna cerah dan memiliki mainan dan kartun dan jika
memungkinkan ruang bermain. Tempat harus rapi dan bersih.15
 Tampilan dokter gigi dan tim perawat. Umumnya seorang anak takut
pada jas putih atau masker yang digunakan karena mereka
menghubungkannya dengan dokter atau tindakan injeksi. Karena itu
dokter gigi harus mencoba untuk menghindari jas putih dan masker
wajah di hadapan anak-anak.15

18
 Durasi Janji dan perawatan. Anak-anak harus diberi janji pagi karena
kebanyakan dari mereka tidur siang. Mereka tidak boleh menunggu
terlalu lama karena membuat mereka gelisah dan mudah tersinggung.
Durasi setiap janji tidak boleh lebih dari 30 menit, setelah itu mereka
mulai gelisah. 15
 Perlakuan pada anak. Saat anak masuk ke klinik gigi, dia harus disambut
dengan hangat oleh resepsionis & anggota staf lainnya. Ini membantu
menenangkan saraf anak. Diskusi dengan anak tentang game atau
kegiatan favoritnya sangat membantu dalam mendapatkan kepercayaan
diri anak dan menghilangkan ketakutan dan kecemasannya.15
 Memisahkan orang tua dan anak. Teknik ini tidak disarankan pada anak-
anak yang tergolong pra-kooperatif, oleh karena itu orang tua
diperbolehkan untuk bersama anak selama perawatan. Hal ini mencegah
kecemasan dan ketakutan anak berpisah dengan orang tuanya. Mereka
merasa lebih aman dan rileks, sementara orang tua sendiri merasa lebih
baik. Namun, beberapa orang tua secara sukarela mengecualikan diri
mereka sendiri, percaya bahwa anak-anak mereka akan merespon lebih
baik. Seberapa mampu kehadiran orang tua membantu dalam perawatan
tergantung pada kepribadian orang tua dan anak. Orang tua yang
demokratis dapat memudahkan perkembangan hubungan antara dokter
gigi dan anak. Orang tua yang memiliki kepribadian kompensasi, terlalu
protektif, atau terlalu tua dapat memperburuk situasi. Pemisahan orang
tua dan anak paling berguna untuk anak yang tidak kooperatif, terutama
jika orang tua adalah salah satu dari tiga tipe yang disebutkan tadi. 15
2) Membangun komunikasi yang baik dengan anak
Secara umum disepakati bahwa melibatkan seorang anak dalam percakapan
tidak hanya memungkinkan dokter gigi untuk belajar tentang pasien tetapi juga
dapat membuat anak rileks. Komunikasi adalah proses multisensori yang
kompleks yang terdiri atas pemberi informasi, media, dan penerima. Dokter gigi

19
atau tim kesehatan gigi adalah pemberi informasi, kata yang diucapkan adalah
media, dan pasien anak adalah penerima. Pesan harus dipahami dengan cara
yang sama oleh pengirim dan penerima. Harus ada "kesesuaian" antara pesan
yang dimaksudkan dan yang dipahami.17 Secara umum, komunikasi terbagi atas
dua, yaitu ;15
(a) Komunikasi non verbal
Jenis komunikasi ini juga disebut komunikasi multisensori. Ketika anak
memasuki ruang perawatan, anak harus disambut dengan senyum, jabat
tangan dan atau tepukan lembut. Bahkan selama perawatan, sesekali
menepuk atau tersenyum pada anak dan membuatnya lebih patuh. 15
(b) Komunikasi verbal
Ada banyak cara untuk memulai komunikasi verbal, dan keefektifan
pendekatan ini berbeda dengan usia anak. Umumnya, komunikasi verbal
dengan anak paling baik dimulai dengan adanya tanggapan positif, diikuti
oleh pertanyaan yang menghasilkan jawaban selain "ya" atau "tidak."17
Menyambut anak dan berinteraksi dengannya untuk saling mengenal
adalah langkah penting dalam membangun hubungan. Anak harus diberitahu
tentang prosedur dengan cara yang jelas menggunakan kata-kata yang sesuai
dengan usia anak, sehingga tidak ada kesenjangan komunikasi antara
pengirim (dokter gigi) dan penerima (anak). Penting untuk berhati-hati
dalam memilih kata dan frasa yang digunakan untuk memahamkan pasien
gigi anak yang baru terhadap perawatan yang akan diberikan.15 Penggunaan
euphemism (pemilihan kata yang lebih halus) harus digunakan sebanyak
mungkin seperti:15,17

20
Tabel 4. Pengganti kata untuk menjelaskan prosedur untuk anak-anak17
Dental Terminology Penggantian Kata
Rubber dam Jas hujan karet
Rubber dam clamp Tombol gigi
Rubber dam frame Rak mantel
Sealant Cat gigi
Fluoride varnish Vitamin gigi
Air syringe Senapan angin
Water syringe Pistol air
Suction Penyedot debu
Alginate Puding
Study models Patung-patung

Teknik dalam membangun komunikasi verbal pada anak juga dapat


dilakukan dengan beberapa teknik, seperti ;
(a) Ask tell ask
Teknik ini dilakukan dengan menanyakan kepada anak tentang
bagaimana perasaannya, apakah cemas atau takut. Kemudian dia diyakinkan
bahwa pengobatannya tidak akan menyakitkan atau tidak menyenangkan.
Setelah itu, anak kembali ditanya apakah dia merasa lebih baik dan santai
sekarang.15
(b) Tell-Show-Do
Teknik ini merupakan salah satu teknik modifikasi perilaku yang paling
efektif. Anak diberi tahu tentang prosedur dalam bahasa dan kata-kata yang
dapat dimengerti oleh si anak. Kemudian anak diperlihatkan alat-alat dan
bahan-bahan serta cara melakukan perawatan (perkiraan). Ketika anak
menjadi yakin dan rileks, perawatan selesai.15
(c) Truthfulness
Seorang dokter gigi dan tim perawat gigi harus selalu mencoba untuk
mengatakan kebenaran kepada anak. Jika dia memerlukan suntikan, dia
perlu diberi tahu bahwa suntikan atau obat harus diberikan untuk membuat
gigi tertidur dan itu akan menyebabkan hanya sedikit sakit seperti tusukan
atau gigitan serangga. Ini mempersiapkan anak sebelumnya daripada

21
berbohong bahwa obat yang akan diberikan tidak menyakitkan sama sekali.
Saat anak merasakan sakitnya, dia akan langsung bereaksi atau bergerak
dengan keras. Ini tidak hanya menyebabkan risiko tetapi juga akan
menghancurkan kepercayaan yang dimiliki anak di dokter gigi. Dalam
sebagian besar kasus, anak tidak akan mengizinkan dokter gigi untuk
melanjutkan perawatan.
(d) Toleransi
Dokter gigi harus sabar dan toleran bahkan jika anak itu nakal. Mereka
seharusnya tidak melampiaskan kemarahan mereka di depan anak.15

3) Contingency Management. Hal ini didasarkan pada "Teori Pengkondisian


Operasional" oleh Skinner. Teknik ini terdiri dari 4 jenis:15
(a) Penguatan positif.
Presentasi stimulus yang menyenangkan untuk mewujudkan perilaku yang
diinginkan. Pada teknik ini anak dihargai karena menyajikan perilaku yang
diinginkan. Hadiah bisa menjadi sesuatu yang materialistis seperti mainan, pasta
gigi, sikat gigi, dll. Sosial seperti pujian, atau tepukan lembut dan aktivitas
seperti membiarkan anak bermain di ruang bermain. Hadiah diberikan setelah
presentasi perilaku yang diinginkan, sementara suap diberikan sebelum
presentasi perilaku yang diinginkan.15

(b) Dorongan negatif


Penghilangan stimulus yang tidak menyenangkan yang membawa perilaku
yang diinginkan. Pemandangan celemek putih, masker wajah, suntikan atau
instrumen tajam membuat takut anak, sehingga mereka dihilangkan dari
pandangan anak. 15

22
(c) Kelalaian
Menghilangkan rangsangan yang menyenangkan untuk mengeluarkan
perilaku yang diinginkan. Jika seorang anak tidak bekerja sama di hadapan
orang tuanya, maka dia diberitahu bahwa orang tua akan dikirim keluar dan dia
akan tinggal sendirian di ruang kerja jika dia melakukannya tidak bekerja sama.
Secara alami, teknik ini terbukti sangat efektif. 15

(d) Hukuman: Penyajian stimulus yang tidak menyenangkan seperti teknik hand
over mouth.15

4) Fleksibilitas
Karena anak-anak adalah anak-anak, kurang dalam kedewasaan, tim medis
pada perawatan gigi harus siap untuk mengubah rencananya pada waktu tertentu.
Seorang anak mungkin mulai resah setelah setengah jam, dan perawatan yang
direncanakan mungkin harus dipersingkat. Di sisi lain, dokter gigi dapat
merencanakan perawatan pulpa tetapi karena anak itu sulit, rencana tersebut
mungkin harus diubah untuk menyelesaikan perawatan pada satu sesi.15

5) Panduan perilaku lanjutan


Teknik ini dilakukan pada anak-anak yang sering tidak dapat bekerja sama
karena kurangnya kematangan psikologis atau emosional dan/atau cacat mental,
fisik, atau medis. Panduan perilaku lanjutan teknik yang biasa digunakan dan
diajarkan dapat berupa stabilisasi pelindung, sedasi, dan anastesi umum.14
(a) Stabilisasi pelindung
Teknik ini dilakukan dengan membatasi kebebasan bergerak pasien, dengan
atau tanpa izin pasien, untuk mengurangi risiko cedera sementara memungkinkan
penyelesaian yang aman dari perawatan.14

23
(b) Sedasi
Sedasi dapat digunakan dengan aman dan efektif pada pasien yang tidak
dapat bekerja sama karena kurangnya kematangan psikologis atau emosional
dan/atau cacat mental, fisik, atau medis. Informasi latar belakang dan
dokumentasi untuk penggunaan sedasi dirinci dalam Panduan untuk
Pemantauan dan Manajemen Pasien Anak Selama dan Setelah Sedasi untuk
Prosedur Diagnostik dan Terapeutik. 14
(c) Anestesi umum
Anestesi umum merupakan salah satu teknik panduan perilaku lanjutan
dengan keadaan adanya ketidaksadaran yang terkontrol disertai dengan
hilangnya refleks pelindung, termasuk kemampuan untuk mempertahankan jalan
nafas secara independen dan merespons dengan sengaja untuk rangsangan fisik
atau perintah verbal. Penggunaan anestesi umum terkadang diperlukan untuk
menyediakan perawatan gigi yang berkualitas bagi anak. Tergantung pada
pasien, teknik ini dapat dilakukan di rumah sakit atau pengaturan rawat jalan,
termasuk klinik gigi.14

24
BAB III

RANGKUMAN

Penanganan perawatan dental pada anak tentu sangat berbeda dengan orang dewasa.
Hal ini disebabkan karena adanya perubahan perilaku yang dapat terjadi seiring dengan
perkembangan usia anak, tidak hanya itu terdapat berbagai macam faktor yang dapat
memengaruhi perilaku anak, diantaranya faktor orang tua dan dokter gigi dalam menangani
perawatan pada anak. Terdapat berbagai macam teknik manajemen perilaku yang dapat
diterapkan saat atau selama perawatan sedang berlangsung. Teknik ini dapat dilakukan
sesuai dengan kebutuhan seorang anak dalam perawatan dan tentunya didukung oleh
bagaimana seorang dokter gigi dan orang tua dapat bekerja sama dalam membangun
komunikasi yang baik pada anak terhadap kesehatan gigi dan mulutnya.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Dikshit P, Limbu S, Bhattarai K. Evaluating of dental anxiety in parents accompaniynh


their children for dental treatment. Orthodontic Journal of Nepal. 2013 : 3(1) ; 47-51

2. Aminabadi NA , ,PuralibabaF, Erfanparast E, Najafpour E, Jamali Z, Adham SF. Impact of


temperament on child behavior in the dental setting. JODDD. 2011; 5(4) : 119-22

3. Duggal M, Cameron A, Toumba J. Paediatric Dentistry at a Glance.England:John Wiley &


Sons Ltd. 2013. p. 3

4. Shao AG, Kahabuka FK, Mbawalla HS. Children’s behaviour in the dental setting
according to frankl behaviour rating and their influencing factors. J Dental Sci 2016, 1(1):
1-12

5. Gupta A, Marya CM, Bhatia HP, Dahiya V. Behaviour management of an anxious child.
Stomatologija, Baltic Dental and Maxillofacial Journal. 2014 ; 16(1) : 3-6.

6. Cameron AC, Widmer RP. Handbook of pediatric dentistry. 3rd. China : Elsevier ; 2008. P.
10

7. Asnani KH. Essential of pediateric dentistry. Ajanta Offset ; Jaypee Brothers Medical
Publishers (P) Ltd. ; 2010. P. 41

8. Boas AMV, Vieira JOS, Diniz MB. Child’s behavior and its relationship with the level of
maternal-child anxiety during dental care. Pesq Bras Odontoped Clin Integr. 2017; 17(1):
1-9

9. Bajrić E, Kobašlija S, Huseinbegović A, Marković N, Dragaš MS, Arslanagić A,


Muratbegović. Factors that determine child behavior during dental treatment. 2016;
20(2):69-77

10. Wright GZ, Kupietzky A. Behavior management in dentistry for children. USA. Wiley
Blackwell. 2nd Ed. 2014. P. 5

26
11. Hicham Riba., et al. A review of behavior evaluation scales in pediatric dentistry and
suggested modification to the frankl scale. EC Dental Science. 2017; 16(6) : 269-275.

12. Rao A. Principle and practice of pedodontics. 3rd Ed. New Delhi : Jaypee Brothers Medical
Publishers (P) LTD. 2012. P108-9

13. Suprabha BS, Rao A. Role of parent in behavior guidance of children in dental operatory:
current trends. International Journal of Advanced Research. 2015; 3( 1) : 466-70

14. Clinical Practice Guidelines. Guideline on behavior guidance for the pediatricdental
patient.Reference Manual. 2015 ; 37(6) : 180-93

15. Jain V, Sarkar S, Saha S, Haldar S. Basic behaviour guidance factors and techniques for
effective child management in dental clinic- an update review. Int J Oral Health Med Res
2016;2(6):177-182.

16. Soeparmin S. Pedodontic treatment tringle berperan dalam proses keberhasilan perawatan
gigi anak. Interdental JKG; 2011: 8(2):37-41.

17. Dean, Avery, McDonals. Mc donald and vaery's dentistry for the child and adolescent. 9 th
Ed. China ; Elsevier. 2011. p. 35-6, 38

27

Anda mungkin juga menyukai