Lapsus Meningitis TB DEVY 1
Lapsus Meningitis TB DEVY 1
MENINGITIS TB
Pembimbing:
dr. Dhimas Hantoko, Sp.S
Disusun Oleh :
Devy Widiya Grafitasari
RS.MUHAMMADIYAH LAMONGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-
Nya, penulisan laporan kasus stase syaraf ini dapat diselesaikan dengan baik. Sholawat serta
salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW, keluarga, para sahabat dan
Laporan kasus yang akan disampaikan dalam penulisan ini mengenai “meningitis
TB”. Penulisan laporan kasus ini diajukan untuk memenuhi tugas individu stase syaraf.
Dengan terselesaikannya laporan kasus ini kami ucapkan terima kasih yang sebesar
besarnya kepada dr. Dhimas Hantoko spesialis syaraf, selaku pembimbing kami, yang telah
Kami menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saya
tetap membuka diri untuk kritik dan saran yang membangun. Akhirnya, semoga laporan
Penulis
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
2.7 Penatalaksanaan......................................................................................... 14
3.1.1 Durameter................................................................................................ 16
3.1.2 Arakhnoid................................................................................................ 17
3.8 Penatalaksanaan…………………………………………………………………33
ii
3.9 Diagnosis Banding………………………………………………………………46
3.11 Prognosis……………………………………………………………………….47
Kesimpulan ............................................................................................................... 53
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
kecacatan dan kematian yang cukup tinggi. Meningitis merupakan penyakit susunan syaraf
pusat yang dapat menyerang semua orang. Bayi anak dan dewasa muda merupakan golongan
usia yang mempunyai resiko tinggi untuk terkena meningitis. Orang orang yang telah lama
Meningitis adalah sebuah inflamasi dari membran pelindung yang menutupi otak dan
medula spinalis yang dikenal sebagai meninges. Inflamasi dari meningen dapat disebabkan
oleh infeksi virus, bakteri atau mikroorganisme lain dan penyebab paling jarang adalah
meningitis bakterial, meningitis viral, meningitis jamur, meningitis parasit dan meningitis
non infeksius. Meningitis bakterial merupakan meningitis yang disebabkan infeksi bakteri
dan merupakan kondisi yang serius yang dapat jika tidak segera ditangani akan menyebabkan
pada daerah Asia Tenggara, meningitis yang paling sering dijumpai adalah meningitis
tuberkulosis (TB). Meningitis TB adalah radang selaput otak akibat komplikasi TB primer.
perhatian bagi pihak pemerintah maupun kalangan medis, oleh karena itu pemahaman
yang baik tentang etiologi dan patofisiologi meningitis merupakan bagian kunci untuk
membantu dokter dan tenaga medis lainnya dalam membuat diagnosis dini dan
1
penatalaksanaan yang sesuai. Sehingga dapat mengurangii angka kematian penderita
pasien atas nama Tn. A (kamar Arofah) per tanggal 1 Agustus 2015.
2
BAB 2
LAPORAN KASUS
Nama : Alidi Tn
Umur : 60 tahun
Pekerjaan : petani
KU : sakit kepala
RPS : sakit kepala terus terusan dan semakin memberat. badan terasa
lemes. Sejak 2 bulan pasien sering sakit kepala tidak hilang pusing berputar disertai
mual dan keluar keringat dingin, sering panas saat pada malam hari, akhir akhir ini
3
RPSos : Di lingkungan rumah maupaun pekerjaan tidak ada riwayat
Kesadaran : Composmentis
GCS : E4 V5 M6
Suhu : 35,8
RR : 20 x/menit
Primary survey :
Airway : clear, gargling (-) snoring (-) speak fluently (+) potensial obstruksi (-)
Breathing : spontan RR 20x/menit, ves/ves, rh -/-, wh-/-, SaO2 99%, tanpa 02 support
Secondary survey :
GCS 456
Paru :
4
Perkusi : Sonor/Sonor
Jantung :
Perkusi : Normal
Abdomen :
Palpasi : Soepl, nyeri tekan -, hepar dan lien tidak teraba, undulasi -
Perkusi : timpani
Auskultasi : BU + N, meteorismus –
Status Neurologis
GCS : E4 V5 M6
N. Kranialis
N. II (Opticus) :
N. III (Okulomotorius) :
Ptosis :-/-
Exoftalmus :-/-
5
Pergerakan bola mata : ODS normal
Nistagmus : -/-
N. IV (Trochlearis) :
N. VI (Abducen) :
Sensibilitas
N V1 : normal normal
N V2 : normal normal
N V3 : normal normal
Motorik :
Inspeksi : Simetris
N. VII (Facialis) :
6
N.VIII (acusticus) :
N. IX (GLOSSOFARINGEUS)
N. X (vagus) :
N.XI (accecorius) :
N. XII (Hipoglossus) :
Fasikulasi : (-)
Tremor : (-)
Atrofi : (-)
Ataxia : (-)
Leher :
Kaku kuduk +
Kernig -/+
Brudzinski I -/-
7
Brudzinski II -/+
Brudzinski IV +/+
Abdomen :
+ +
+ +
Kolumna vertebralis :
profokasi : laseque -/-, bragard -/-, sicard -/-, pattric -/-, contra pattrict -/-
Pergerakan : normal
Kekuatan otot : 5 5
5 5
Reflek Fisiologis :
BPR : +2 /+ 2
TPR : +2 / +2
8
KPR : +2 /+ 2
APR : +2 / +2
Klonus :
Reflek Patologis :
Gonda : -/-
Sensorik
kanan kiri
Eksteroseptif
Propioseptif
Fungsi Kortikal
Gangguan Koordinasi :
9
disdiadokokinesis : normal
Memori : normal
Intelegensia : normal
Laboratorium
Hematologi
Neutrophil : 64
Limphosit : 21,7
Eritrosit 3,99
MCV 88,50
MCH 28,60
MCHC 32,30
RDW 13
Trombosit 164
MPV 4
10
LED 1 27 (0-1)
LED 2 51(1-5)
Hati
SGOT 76 (0-37)
SGPT 19
Faal Ginjal
Urea : 31
Hs CRP : 1,79
PEM RONTGN
11
Ct kepala tanpa kontras (2-08 -2015)
12
Sulci dan gyri tampak normal
Orbita mastoid sinus frontalis, ethmoidalis dan sphenoidalis kanan kiri tampak normal
Kesimpulan:
ECG
13
2.5 Ringkasan
Laki laki, 60 tahun datang dengan keluhan sakit kepala terus terusan dan semakin
memberat. Sejak 2 bulan pasien sering sakit kepala tidak hilang pusing berputar, mual +,
keluar keringat dingin, panas saat pada malam hari, riwayat pengobatan TB disangkal, batuk
lama disangkal, anorexia +, susah tidur malam hari, Dari pemeriksaan meningeal sign
didapatkan Kaku kuduk + Brudzinski IV +/+ , anemia, LED meningkat, hiperuricemia, pem
hydrochefalus
2.6 Diagnosis
Differential Diagnosis :
meningitis ec virus
Meningitis ec fungal
Meningitis Parasit
Meningoencefalitis
Abses serebral
Neoplasma serebral
Perdarahan Subarachnoid
2.7 Penatalaksanaan :
14
Inj streptomisin 1x1 gr
Rifampicin 1x 600mg
PZA 1x1000mg
Haldol 3x5 mg
Pyridoksin 1x100mg
2.8 Prognosis
Dubia ad bonam
15
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
melindungi struktur halus yang membawa pembuluh darah dan cairan sekresi (cairan
serebrospinal), dan memperkecil benturan atau getaran. Meningen terdiri dari 3 lapisan, yaitu
3.1.1 Durameter
Lapisan paling luar, menutup otak dan medula spinalis. terdiri atas jaringan ikat
padat yang berhubungan langsung dengan periosteum tengkorak. Dura mater yang
epidural, yang mengandung vena berdinding tipis, jaringan ikat longgar, dan jaringan
lemak. Dura mater selalu dipisahkan dari arachnoid oleh celah sempit, ruang
subdural. Permukaan dalam dura mater, juga permukaan luarnya pada medulla
Sifat dari durameter yaitu tebal, tidak elastis, berupa serabut, dan
16
dari dura yang membentuk jaring- jaring membran yang kuat. Jaring ini
(fossa posterir).
3.1.2 Arakhnoid
dan lembut yang menyerupai sarang laba-laba, oleh karena itu disebut
arakhnoid. Membran ini berwarna putih karena tidak dialiri darah. Pada
seperti jari tangan yang disebut arakhnoid vili, yang mengabsorbsi CSS. Pada
usia dewasa normal CSS diproduksi 500 cc dan diabsorbsi oleh vili 150 cc.
3.1.3 Piameter
transparan, yang menutupi otak dan meluas ke setiap lapisan daerah otak.
dan fisura- fisura, juga melekat pada permukaan batang otak dan medula
yang dilapisi oleh piamater ruang perivaskuler. Pia mater lenyap sebelum
17
3.2 Definisi Meningitis Tuberkulosis
Berbagai penyakit dapat menyerang susunan saraf pusat. Salah satunya adalah
peradangan pada selaput otak, yang sering disebut meningitis. Meningitis merupakan
penyakit susunan saraf pusat yang dapat menyerang semua orang. Bayi, anak-anak,
dan dewasa muda merupakan golongan usia yang mempunyai resiko tinggi untuk
terkena meningitis.
salah satu bentuk komplikasi yang sering muncul pada penyakit tuberkulosis paru.
Infeksi primer muncul di paru-paru dan dapat menyebar secara limfogen dan
gram positif, berukuran 0,4-3µm mempunyai sifat tahan asam, dapat hidup selama
sampai 20 jam). Bakteri ini merupakan salah satu jenis bakteri yang bersifat
18
Gambar 2.2. Mycobacterium tuberculosis secara mikroskopis
Tuberkulosis yang menyerang SSP (Sistem Saraf Pusat) ditemukan dalam tiga
morbiditas tuberkulosis pada anak masih tinggi. Penyakit ini dapat saja menyerang
semua usia, termasuk bayi dan anak kecil dengan kekebalan alamiah yang masih
rendah. Angka kejadian tertinggi dijumpai pada anak umur 6 bulan sampai dengan 4
atau 6 tahun, jarang ditemukan pada umur dibawah 6 bulan, hampir tidak pernah
anak yang menderita tuberkulosis yang tidak diobati. Angka kematian pada meningitis
tuberkulosis berkisar antara 10-20%. Sebagian besar memberikan gejala sisa, hanya
18% pasien yang akan kembali normal secara neurologis dan intelektual. Pada orang
selalu merupakan sekunder dari penyakit tuberkulosa pada organ lainnya. Fokus
19
primer biasanya terdapat di paru-paru, namun dapat juga terjadi di kelenjar limfe,
tulang, sinus nasalis, GI tract, atau organ-organ lainnya. Onset biasanya sub akut.
tuberkulosis primer. Biasanya fokus infeksi primer ada di paru-paru, namun dapat
juga ditemukan di abdomen (22,8%), kelenjar limfe leher (2,1%) dan tidak ditemukan
adanya fokus primer (1,2%). Dari fokus primer, kuman masuk ke sirkulasi darah
melalui duktus torasikus dan kelenjar limfe regional, dan dapat menimbulkan infeksi
berat berupa tuberkulosis milier atau hanya menimbulkan beberapa fokus metastase
selaput otak atau medula spinalis, akibat penyebaran kuman secara hematogen selama
masa inkubasi infeksi primer atau selama perjalanan tuberkulosis kronik walaupun
jarang. Bila penyebaran hematogen terjadi dalam jumlah besar, maka akan langsung
tuberkulosis (TB pasca primer). Salah satu pencetus proses reaktivasi tersebut adalah
reaksi radang yang paling banyak terjadi di basal otak. Selanjutnya meningitis yang
Secara patologis, ada tiga keadaaan yang terjadi pada meningitis tuberkulosis:
1. Araknoiditis proliferatif
20
Proses ini terutama terjadi di basal otak, berupa pembentukan massa fibrotik
dan kemudian menembus pembuluh darah. Reaksi radang akut di leptomening ini
ditandai dengan adanya eksudat gelatin, berwarna kuning kehijauan di basis otak.
Secara mikroskopik, eksudat terdiri dari limfosit dan sel plasma dengan nekrosis
perkijuan.
Pada stadium lebih lanjut, eksudat akan mengalami organisasi dan mengeras
serta mengalami kalsifikasi. Adapun saraf kranialis yang terkena akan mengalami
paralisis. Saraf yang paling sering terkena adalah saraf kranial VI, kemudian III dan
IV, sehingga akan timbul gejala diplopia dan strabismus. Bila mengenai saraf kranial
II, maka kiasma optikum menjadi iskemik dan timbul gejala penglihatan kabur
bahkan bisa buta bila terjadi atrofi papil saraf kranial II. Bila mengenai saraf kranial
2. Vaskulitis
Vaskulitis yang terjadi disertai dengan dengan trombosis dan infark pembuluh
parenkim otak. Hal ini menyebabkan timbulnya radang obstruksi dan selanjutnya
infark serebri. Kelainan inilah yang meninggalkan sekuele neurologis bila pasien
selamat. Apabila infark terjadi di daerah sekitar arteri cerebri media atau arteri karotis
interna, maka akan timbul hemiparesis dan apabila infarknya bilateral akan terjadi
quadriparesis.
infiltrasi sel dengan atau tanpa pembentukan tuberkel dan nekrosis perkijuan. Pada
tunika media tidak tampak kelainan, hanya infiltrasi sel yang ringan dan kadang
21
proliferasi tunika intima, degenerasi, dan perkijuan. Yang sering terkena adalah arteri
cerebri media dan anterior serta cabang-cabangnya, dan arteri karotis interna. Vena
selaput otak dapat mengalami flebitis dengan derajat yang bervariasi dan
flebitis tidak jelas, diduga hipersensitivitas tipe lambat menyebabkan infiltrasi sel
3. Hidrosefalus Komunikans
perlengketan yang terjadi dalam kanalis sentralis medulla spinalis akan menyebabkan
spinal block dan paraplegia. Gambaran patologi yang terjadi pada meningitis
d. Meningitis proliferatif.
Gambaran patologi ini tidak terpisah-pisah dan mungkin terjadi bersamaan pada
setiap pasien. Gambaran patologi tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu umur, berat
dan lamanya sakit, respon imun pasien, lama dan respon pengobatan yang diberikan,
22
Patogenesis terjadinya meningitis tuberkulosis secara skematis, dapat diamati sebagai
berikut:
23
Prodromal berlangsung 1 - 3 minggu.
Timbul perlahan-lahan.
o Rasa lemah.
o Nyeri perut.
o Sakit kepala.
o Tidur terganggu.
o Mual.
o Muntah.
o Konstipasi.
o Apatis.
o Meningeal sign +
sering ditemukan, sedangkan pada anak yang lebih tua memperlihatkan perubahan
suasana hati yang mendadak, prestasi sekolah menurun, letargi, apatis, mungkin saja
tanpa disertai demam dan timbul kejang intermiten. Kejang bersifat umum dan
Jika sebuah tuberkel pecah ke dalam ruang sub arachnoid maka stadium I akan
berlangsung singkat sehingga sering terabaikan dan akan langsung masuk ke stadium
III.
24
2. fase II (stadium transisional / fase meningitik)
Pada fase ini terjadi rangsangan pada selaput otak / meningen. Ditandai oleh
adanya kelainan neurologik, akibat eksudat yang terbentuk diatas lengkung serebri.
Pemeriksaan kaku kuduk (+), refleks Kernig dan Brudzinski (+) kecuali pada bayi.
dasar otak menyebabkan gangguan otak / batang otak. Pada fase ini, eksudat yang
Vaskulitis menyebabkan gangguan fokal, saraf kranial dan kadang medulla spinalis.
Pada anak berusia di bawah 3 tahun, iritabel dan muntah adalah gejala
utamanya, sedangkan sakit kepala jarang dikeluhkan. Sedangkan pada anak yang
lebih besar dan dewasa, sakit kepala adalah keluhan utamanya, dan kesadarannya
makin menurun.
Akibat rangsang meningen sakit kepala berat dan muntah (keluhan utama).
o disorientasi
o bingung
o kejang
o tremor
o hemibalismus / hemikorea
o hemiparesis / quadriparesis
o penurunan kesadaran
25
o Gangguan otak / batang otak / gangguan saraf kranial: saraf kranial yang
sering terkena adalah saraf otak III, IV, VI, dan VII
- strabismus
- diplopia
- ptosis
3. fase III Terjadi percepatan penyakit, berlangsung selama ± 2-3 minggu. Pada
stadium ini gangguan fungsi otak semakin tampak jelas. Hal ini terjadi akibat infark
batang otak akibat lesi pembuluh darah atau strangulasi oleh eksudat yang mengalami
pernapasan irregular
edema papil
hiperglikemia
apatik
mengantuk
stupor
opistotonus
hiperpireksia
26
4. fase 4
Tiga stadium tersebut di atas biasanya tidak jelas batasnya antara satu dengan
yang lain, tetapi bila tidak diobati biasanya berlangsung 3 minggu sebelum pasien
Hidrosefalus dapat terjadi pada kira-kira 2/3 pasien, terutama yang penyakitnya telah
berlangsung lebih dari 3 minggu. Hal ini terjadi apabila pengobatan terlambat atau tidak
adekuat.
pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesa
Pada anamnesa dapat diketahui adanya trias meningitis seperti demam, nyeri
kepala dan kaku kuduk. Gejala lain seperti mual muntah, penurunan nafsu makan,
Anamnesa dapat dilakukan pada keluarga pasien yang dapat dipercaya jika tidak
kontak dengan pasien tuberkulosis (baik yang menunjukkan gejala, maupun yang
minimalis dan dapat menyerupai sepsis, berupa bayi malas minum, letargi,
distress pernafasan, ikterus, muntah, diare, hipotermia, kejang (pada 40% kasus),
27
2. Pemeriksaan Fisik
kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan
pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot.
b. Pemeriksaan Kernig
tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin tanpa rasa nyeri. Tanda Kernig
positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135° (kaki tidak dapat
di ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha biasanya diikuti rasa nyeri.
28
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi
panggul (seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+)
bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut
kontralateral.
rangsang meningen seperti kaku kuduk biasanya tidak ditemukan pada anak
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan protein
cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan
tekanan intrakranial.
1) Pada Meningitis Serosa terdapat tekanan yang bervariasi, cairan jernih,
sel darah putih meningkat, glukosa dan protein normal, kultur negatif.
2) Pada Meningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan keruh,
jumlah sel darah putih meningkat (pleositosis lebih dari 1000 mm3),
protein meningkat, glukosa menurun, kultur (+) beberapa jenis bakteri.
Dibawah ini tabel yang menampilkan berbagai kemungkinan agen infeksi
pada cairan serebrospinal, yaitu :
29
Agent Opening WBC count Glucose Protein Microbiology
Pressure (cells/µL) (mg/dL) (mg/dL)
(mm H2
O)
Bacterial 200-300 100-5000; < 40 >100 Specific
meningitis >80% pathogen
PMNs demonstrated
in 60% of
Gram stains
and 80% of
cultures
Viral 90-200 10-300; Normal, Normal Viral
meningitis lymphocytes reduced but may isolation, PCR
in LCM be assays
and slightly
mumps elevated
Tuberculous 180-300 100-500; Reduced, Elevated, Acid-fast
meningitis lymphocytes < 40 >100 bacillus stain,
culture, PCR
Aseptic 90-200 10-300; Normal Normal Negative
meningitis lymphocytes but may findings on
be workup
slightly
elevated
Normal 80-200 0-5; 50-75 15-40 Negative
values lymphocytes findings on
workup
LCM = lymphocytic choriomeningitis; PCR = polymerase chain reaction;
PMN = polymorphonuclear leukocyte; WBC = white blood cell.
Penilaian Cairan Serebrospinal Berdasarkan Agen Infeksi
b. Pemeriksaan Darah
30
Dilakukan pemeriksaan darah rutin, Laju Endap Darah (LED), kadar
glukosa, kadar ureum dan kreatinin, fungsi hati, elektrolit.
1) Pemeriksaan LED meningkat pada meningitis TB
2) Pada meningitis bakteri didapatkan peningkatan leukosit polimorfonuklear
dengan shift ke kiri.
3) Elektrolit diperiksa untuk menilai dehidrasi.
4) Glukosa serum digunakan sebagai perbandingan terhadap glukosa pada
cairan serebrospinal.
5) Ureum, kreatinin dan fungsi hati penting untuk menilai fungsi organ dan
penyesuaian dosis terapi.
6) Tes serum untuk sipilis jika diduga akibat neurosipilis.
c. Kultur
atau jika tidak dapat dilakukan oleh karena suatu sebab seperti adanya hernia
Pneumoniae, N. Meningitidis.
2) Nasofaring
3) Sputum
4) Urin
5) Lesi kulit
d. Pemeriksaan Radiologis
CT-Scan dan MRI. Foto thorax untuk melihat adanya infeksi sebelumnya pada
31
enhancemen meningeal, namun jika tidak ditemukan bukan berarti meningitis
dapat disingkirkan.
berikut ini adalah indikasi CT-Scan kepala sebelum dilakukan lumbal pungsi
yaitu :
2) Riwayat penyakit pada sistem syaraf pusat (tumor, stroke, infeksi fokal)
4) Papiledema
5) Gangguan kesadaran
Temuan pada CT-Scan dan MRI dapat normal, penipisan sulcus, enhancement
kontras yang lebih konveks. Pada fase lanjut dapat pula ditemukan infark vena
32
MRI pada meningitis bakterial akut. Contrast-enhanced, didapatkan
leptomeningeal enhancement
3.8 Penatalaksanaan
suportif.
antpiretik, nutrisi yang adekuat dan hidrasi. Meningitis enteroviral dapat sembuh
sendiri dan tidak ada obat yang spesifik, kecuali jika terdapat
besar meningitis disebabkan oleh virus herpes. Beberapa ahli tidak menganjurkan
pemberian asiklovir untuk herpes kecuali jika terdapat ensefalitis. Dosis asiklovir
toksisitasnya hanya diberikan pada kasus berat dengan kultur CMV positif atau
33
pada pasien dengan imunokompromise. Dosis induksi selama 3 minggu 5
pemberian antibiotik empirik yang segera dapat memberikan hasil yang baik.
Feature
cefotaxime or an aminoglycoside
ceftriaxone*
vancomycin*
ceftriaxone
ceftriaxone
shunt
34
CSF = cerebrospinal fluid.
suspected pathogen.
a. Neonatus-1 bulan
1) Usia 0-7 hari, Ampicillin 50 mg/kgBB IV/ 8 jam atau dengan tambahan
2) Usia 8-30 hari, 50-100 mg/kgBB IV/ 6 jam atau dengan tambahan
Alternatif lain diberikan Kloramfenikol (25 mg/kgBB oral atau IV/ 12 jam)
g/hari)
1) Dosis anak
35
Ceftriaxone (induksi 75 mg/kg, lalu 50 mg/kgBB IV/ 12 jam, maksimal 4
g/hari)
2) Dosis dewasa
mg/kgBB/hari IV; dosis dewasa, 600 mg/hari oral). Jika dicurigai infeksi
15 mg/kgBB IV/ 12 jam atau ampicillin (50 mg/kgBB IV/ 6 jam). Jika
36
Algoritma Tatalaksana Meningitis Suspek Bakteri pada Orang Dewasa
Terapi pilihan pada meningitis sifilitika adalah penisilin G kristal aqua dengan
dosis 2-4 juta unit/hari setiap 4 jam selama 10-14 hari, sering pula diikuti
pemberian penisilin G benzatin IM dengan dosis 2.4 juta unit. Pilihan alternatif
adalah penisilin G prokain dosis 2.4 juta unit/hari IM dan probenesid dosis 500
dengan dosis 2.4 juta unit. Pasien dengan meningitis sifilitika disertai HIV dapat
diberikan yang serupa. Oleh karena penisilin G merupakan obat pilihan, pasien
setiap 6 bulan sekali, hal ini penting dilakukan untuk melihat keberhasilan terapi.
37
3.8.4 Meningitis Fungal
Pada meningitis akibat kandida dapat diberikan terapi inisial amphotericin B (0.7
itrakonazol.
Pengobatan dilakukan selama 9-12 bulan. Jika sebelumnya telah mendapat obat
38
mengurangi inflamasi pada proses lisis bakteri karena obat anti tuberkulosis.
Fase intensif selama 2 bulan dengan 4 sampai 5 obat anti tuberkulosis, yakni
dengan 2 obat anti tuberkulosis, yakni isoniazid dan rifampisin hingga 12 bulan.
Terapi untuk meningitis terbagi menjadi terapi umum dan terapi khusus, yaitu:
Terapi Umum
Terapi Khusus
39
Rifampisin : 1 x 600 mg/hari, oral
Indikasi:
Kesadaran menurun
Karakteristik Obat
Isoniazid
Bersifat bakterisid dan bakteriostatik. Obat ini efektif pada kuman intrasel dan
ekstrasel, dapat berdifusi ke dalam seluruh jaringan dan cairan tubuh, termasuk liquor
cerebrospinalis, cairan pleura, cairan asites, jaringan kaseosa, dan memiliki adverse reaction
40
yang rendah. Isoniazid diberikan secara oral. Dosis harian yang biasa diberikan adalah 5-15
mg / kgBB / hari, dosis maksimal 300 mg / hari dan diberikan dalam satu kali pemberian.
Isoniazid yang tersedia umumnya dalam bentuk tablet 100 mg dan 300 mg, dan dalam bentuk
sirup 100 mg / 5 ml. Konsentrasi puncak di darah, sputum, dan liquor cerebrospinalis dapat
dicapai dalam waktu 1-2 jam dan menetap paling sedikit selama 6-8 jam. Isoniazid terdapat
dalam air susu ibu yang mendapat isoniazid dan dapat menembus sawar darah plasenta.
Isoniazid mempunyai dua efek toksik utama, yakni hepatotoksik dan neuritis perifer.
Keduanya jarang terjadi pada anak, biasanya lebih banyak terjadi pada pasien dewasa dengan
frekuensi yang meningkat dengan bertambahnya usia. Untuk mencegah timbulnya neuritis
perifer, dapat diberikan piridoksin dengan dosis 25-50 mg satu kali sehari, atau 10 mg
Rifampisin
Rifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan ekstrasel, dapat memasuki semua
jaringan dan dapat membunuh kuman semidorman yang tidak dapat dibunuh oleh isoniazid.
Rifampisin diabsorbsi dengan baik melalui sistem gastrointestinal pada saat perut kosong (1
jam sebelum makan) dan kadar serum puncak dicapai dalam 2 jam. Rifampisin diberikan
dalam bentuk oral, dengan dosis 10-20 mg / kgBB / hari, dosis maksimalmya 600 mg per hari
dengan dosis satu kali pemberian per hari. Jika diberikan bersamaan dengan isoniazid, dosis
rifampisin tidak boleh melebihi 15 mg / kgBB / hari dan dosis isoniazid 10 mg/ kgBB / hari.
Rifampisin didistribusikan secara luas ke jaringan dan cairan tubuh, termasuk liquor
keadaan selaput otak yang sedang mengalami peradangan daripada keadaan normal. Efek
samping rifampisin adalah perubahan warna urin, ludah, keringat, sputum, dan air mata
menjadi warma oranye kemerahan. Efek samping lainnya adalah mual dan muntah,
41
hepatotoksik, dan trombositopenia. Rifampisin umumya tersedia dalam bentuk kapsul 150
Pirazinamid
Pirazinamid merupakan derivat dari nikotinamid, berpenetrasi baik pada jaringan dan
cairan tubuh, termasuk liquor cerebrospinalis. Obat ini bersifat bakterisid hanya pada intrasel
dan suasana asam dan diresorbsi baik pada saluran cerna. Dosis pirazinamid 15-30 mg /
kgBB / hari dengan dosis maksimal 2 gram / hari. Kadar serum puncak 45 μg / ml tercapai
dalam waktu 2 jam. Pirazinamid diberikan pada fase intensif karena pirazinamid sangat baik
diberikan pada saat suasana asam yang timbul akibat jumlah kuman yang masih sangat
banyak. Efek samping pirazinamid adalah hepatotoksis, anoreksia, iritasi saluran cerna, dan
hiperurisemia (jarang pada anak-anak). Pirazinamid tersedia dalam bentuk tablet 500 mg.
Streptomisin
keadaan basal atau netral, sehingga tidak efektif untuk membunuh kuman intraselular. Saat
penting pada pengobatan fase intensif meningitis tuberkulosis dan MDR-TB (multi drug
kgBB / hari, maksimal 1 gram / hari, dan kadar puncak 45-50 μg /ml dalam waktu 1-2 jam.
Streptomisin sangat baik melewati selaput otak yang meradang, tetapi tidak dapat melewati
selaput otak yang tidak meradang. Streptomisin berdifusi dengan baik pada jaringan dan
cairan pleura dan diekskresi melalui ginjal. Penggunaan utamanya saat ini adalah jika
terdapat kecurigaan resistensi awal terhadap isoniazid atau jika anak menderita tuberkulosis
berat. Toksisitas utama streptomisin terjadi pada nervus kranial VIII yang mengganggu
keseimbangan dan pendengaran, dengan gejala berupa telinga berdengung (tinismus) dan
42
menentukan dosis pada wanita hamil karena dapat merudak saraf pendengaran janin, yaitu
Steroid
terapi ajuvan. Penggunaan steroid selain sebagai anti inflamasi, juga dapat menurunkan
tekanan intrakranial dan mengobati edema otak. Steroid yang dipakai adalah prednison
dengan dosis 1-2 mg / kgBB / hari selama 4-6 minggu, setelah itu dilakukan penurunan dosis
secara bertahap (tappering off) selama 4-6 minggu sesuai dengan lamanya pemberian
regimen.
Mencegah perlekatan
Indikasi Steroid :
Kesadaran menurun
Ethambutol
diberikan dengan dosis tinggi dengan terapi intermiten. Selain itu, berdasarkan pengalaman,
obat ini dapat mencegah timbulnya resistensi terhadap obat-obat lain. Dosis etambutol adalah
15-20 mg / kgBB / hari, maksimal 1,25 gram / hari dengan dosis tunggal. Kadar serum
puncak 5 μg dalam waktu 24 jam. Etambutol tersedia dalam bentuk tablet 250 mg dan 500
43
mg. Etambutol ditoleransi dengan baik oleh dewasa dan anak-anak pada pemberian oral
dengan dosis satu atau dua kali sehari, tetapi tidak berpenetrasi baik pada SSP, demikian juga
pada keadaan meningitis. Kemungkinan toksisitas utama etambutol adalah neuritis optik dan
buta warna merah-hijau, sehingga seringkali penggunaannya dihindari pada anak yang belum
etambutol dengan dosis 15-25 mg / kgBB / hari tidak menimbulkan kejadian neuritis optika
pada pasien yang dipantau hingga 10 tahun pasca pengobatan. Rekomendasi WHO yang
pada anak dengan dosis 15-25 mg / kgBB / hari. Etambutol dapat diberikan pada anak dengan
TB berat dan kecurigaan TB resisten-obat jika obat-obat lainnya tidak tersedia atau tidak
dapat digunakan.
44
Penatalaksanaan meningitis Purulenta
Pemberian antibiotika harus cepat dan tepat sesuai dengan bakteri penyebabnya dan
dalam dosis yang cukup tinggi. Sambil menunggu hasil biakan sebaiknya diberikan
antibiotika dengan spektrum luas. Antibiotika diberikan selama 10-14 hari atau
Penisilin G dosis 1-2 juta unit setiap 2 jam untuk infeksi Pneumococcus,
Streptococcus, Meningiococcus.
Haemophilus.
Gentamisin untuk infeksi E.coli. Klebsiella, Proteus, dan kuman-kuman gram negatif.
45
3.8.6 Meningitis Parasitik
penghancuran cacing.
Diagnosis dini dan pemberian dosis tinggi IV amfoterisin B atau mikonazol dan
2. meningitis ec virus
3. Meningitis ec fungal
4. Meningitis Parasit
5. Meningoencefalitis
6. Abses serebral
7. Neoplasma serebral
8. Perdarahan Subarachnoid
Komplikasi yang paling menonjol dari meningitis tuberkulosis adalah pada onset akut
dapat berupa perubahan status mental, gejala sisa neurologis (sekuele). Sekuele terbanyak
46
adalah paresis spastik, kejang, paraplegia, dan gangguan sensori ekstremitas. Sekuele minor
dapat berupa kelainan saraf otak, parese nervus kranialis, hidrosefalus, nistagmus, ataksia,
gangguan ringan pada koordinasi, dan spastisitas. Komplikasi pada mata dapat berupa atrofi
optik dan kebutaan. Gangguan pendengaran dan keseimbangan disebabkan oleh obat
streptomisin atau oleh penyakitnya sendiri. Gangguan intelektual terjadi pada kira-kira 2/3
pasien yang hidup. Pada pasien ini biasanya mempunyai kelainan EEG yang berhubungan
coagulaton (DIC), gangguan fungsi hipotalamus atau disfungsi endokrin, kolaps vasomotor
3.11 Prognosis
Prognosis pasien berbanding lurus dengan tahapan klinis saat pasien didiagnosis dan
diterapi. Semakin lanjut tahapan klinisnya, semakin buruk prognosisnya. Apabila tidak
diobati sama sekali, pasien meningitis tuberkulosis dapat meninggal dunia. Prognosis juga
tergantung pada umur pasien. Pasien yang berumur kurang dari 3 tahun mempunyai
prognosis yang lebih buruk daripada pasien yang lebih tua usianya Prognosis meningitis
organisme dalam selaput otak, jenis meningitis dan lama penyakit sebelum diberikan
antibiotik. Penderita usia neonatus, anak-anak dan dewasa tua mempunyai prognosis yang
purulenta, tetapi 50% dari penderita yang selamat akan mengalami sequelle (akibat sisa).
mengalami kematian.
47
Pada meningitis Tuberkulosa, angka kecacatan dan kematian pada umumnya tinggi.
Prognosa jelek pada bayi dan orang tua. Angka kematian meningitis TBC dipengaruhi oleh
umur dan pada stadium berapa penderita mencari pengobatan. Penderita dapat meninggal
Penderita meningitis karena virus biasanya menunjukkan gejala klinis yang lebih
ringan,penurunan kesadaran jarang ditemukan. Meningitis viral memiliki prognosis yang jauh
lebih baik. Sebagian penderita sembuh dalam 1 – 2 minggu dan dengan pengobatan yang
bayi agar dapat membentuk kekebalan tubuh. Vaksin yang dapat diberikan seperti
vaccine (MCV4), dan MMR (Measles dan Rubella). Imunisasi Hib Conjugate
vaccine (Hb- OC atau PRP-OMP) dimulai sejak usia 2 bulan dan dapat digunakan
bersamaan dengan jadwal imunisasi lain seperti DPT, Polio dan MMR.
Vaksinasi Hib dapat melindungi bayi dari kemungkinan terkena meningitis Hib
hingga 97%. Pemberian imunisasi vaksin Hib yang telah direkomendasikan oleh
WHO, pada bayi 2-6 bulan sebanyak 3 dosis dengan interval satu bulan, bayi
7-12 bulan di berikan 2 dosis dengan interval waktu satu bulan, anak 1-5 tahun
48
cukup diberikan satu dosis. Jenis imunisasi ini tidak dianjurkan diberikan pada
tubuh dengan cara memenuhi kebutuhan gizi dan pemberian imunisasi BCG.
Hunian sebaiknya memenuhi syarat kesehatan, seperti tidak over crowded (luas
lantai > 4,5 m2 /orang), ventilasi 10 – 20% dari luas lantai dan pencahayaan yang
cukup.
perumahan dan di lingkungan seperti barak, sekolah, tenda dan kapal. Meningitis
juga dapat dicegah dengan cara meningkatkan personal hygiene seperti mencuci
saat masih tanpa gejala (asimptomatik) dan saat pengobatan awal dapat
diagnosis dini dan pengobatan segera. Deteksi dini juga dapat ditingkatan dengan
meningitis.
49
Dalam mendiagnosa penyakit dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan X-ray (rontgen) paru. Selain itu juga dapat dilakukan
50
BAB 4
PEMBAHASAN
kepala terus terusan dan semakin memberat. Sejak 2 bulan pasien sering sakit kepala tidak
hilang pusing berputar, , keluar keringat dingin, panas saat pada malam hari, mual +sehingga
pasien mengalami anorexia , susah tidur malam hari, riwayat pengobatan TB disangkal, batuk
lama disangkal.
yaitu Kaku kuduk + Brudzinski IV +/+ . nervus cranialis dalam batas normal, sensorik dalam
batas normal, reflek fisiologis dalam batas normal, reflek patologis negatif. Tonus otot
normal.
Pasien mengalami sakit kepala dikarenakan adanya peradangan pada selaput otak
ditegakkan bila dari pemeriksaan fisik didapatkan Meningeal sign positif. Meningitis
merupakan salah satu bentuk komplikasi yang sering muncul pada penyakit tuberkulosis
paru. Terjadinya meningitis tuberkulosis diawali olen pembentukan tuberkel di otak, selaput
otak atau medula spinalis, akibat penyebaran bakteri secara hematogen selama masa inkubasi
infeksi, kemudian langsung masuk ke ruang subarachnoid atau ventrikel. Tumpahan protein
hebat dan selanjutnya akan menyebabkan reaksi radang yang paling banyak terjadi di basal
51
Pada pasien ini tidak mengalami gangguan pada nervus kranialais dikarenakan belum
terbentuknya eksudat yang akan mengalami organisasi dan mengeras serta mengalami
kalsifikasi sehingga saraf kranialis yang terkena akan mengalami paralisis. Saraf yang paling
sering terkena adalah saraf kranial VI, kemudian III dan IV, sehingga akan timbul gejala
hydrochefalus ini dikarenakan terjadi akibat perluasan inflamasi ke sisterna basalis yang
akan mengganggu sirkulasi dan resorpsi cairan serebrospinalis. Adapun perlengketan yang
terjadi dalam kanalis sentralis medulla spinalis nantinya akan menyebabkan spinal block dan
paraplegia.
52
BAB 5
PENUTUP
Kesimpulan
Meningitis merupakan suatu penyakit akibat inflamasi yang terjadi pada selaput
otak yaitu meninges. Meningitis dapat terjadi karena adanya faktor resiko tertentu
seperti pada usia, kekebalan tubuh yang menurun, adanya penyakit sistemik atau
penyakit lain sebelumnya, dan adanya riwayat kontak dengan penderita meningitis.
salah satu bentuk komplikasi yang sering muncul pada penyakit tuberkulosis paru yang
morbiditas tuberkulosis masih tinggi. Penyakit ini dapat saja menyerang semua usia,
termasuk bayi dan anak kecil dengan kekebalan alamiah yang masih rendah.
gangguan cairan dan elektrolit, dan penurunan tekanan intrakranial. Terapi harus segera
diberikan tanpa ditunda bila ada kecurigaan klinis ke arah meningitis tuberkulosis.
Komplikasi yang paling menonjol dari meningitis tuberkulosis adalah gejala sisa
neurologis (sekuele).
Prognosis pasien berbanding lurus dengan tahapan klinis saat pasien didiagnosis
dan diterapi. Semakin lanjut tahapan klinisnya, semakin buruk prognosisnya. Apabila
tidak diobati sama sekali, pasien meningitis tuberkulosis dapat meninggal dunia.
Prognosis juga tergantung pada umur pasien. Pasien yang berumur kurang dari 3 tahun,
53
orang lanjut usia, dan yang mengalami imunokompremise mempunyai prognosis yang
lebih buruk.
pengenalan dan pengobatan dini (sekunder), dan untuk mengurangi komplikasi dan
gejala sisa (tertier), sehingga diharapkan pasien dapat tetap menjalani aktivitas
secara maksimal dalam ruang lingkup yang luas, kematian dan kecacatan akibat
54
DAFTAR PUSTAKA
Baehr,M dan Frotscher, M. 2010. Diagnosis Topik Neurologi DUUS, Edisi 4. Penerbit: EGC.
Bahrudin, Moch. 2012. Neuroanatomi dan Aplikasi Klinis Diagnosis Topis. Penerbit: UMM
press.
Bahrudin, Moch. Buku Ajar neurologi blok neuromuskuloskeletal. Penerbit: UMM press.
Rikesdas Indonesia tahun 2007. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta, 2008.
.
55