Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang
kesehatan yang saat ini terjadi di negara Indonesia terutama bayi baru lahir merupakan
salah satu kelompok masyarakat yang rentan dan perlu mendapatkan perhatian serius
dari pemerintah dan masyarakat karena masih tingginya Angka Kematian Bayi (AKB).
Angka kematian bayi menjadi indikator pertama dalam menentukan derajat kesehatan
anak karena merupakan cerminan dari status kesehatan anak saat ini (Verawati, 2012).
World Health Organization (WHO), memperkirakan bahwa sekitar 7% dari seluruh
kematian bayi di dunia disebabkan oleh kelainan kongenital. Menurut Depkes RI,
kelainan kongenital adalah kelainan yang terlihat pada saat lahir, bukan akibat proses
persalinan dan sekitar 3% bayi baru lahir mempunyai kelainan bawaan (kongenital).
Meskipun angka ini termasuk rendah, akan tetapi kelainan ini dapat menyebabkan angka
kematian dan kesakitan yang tinggi.
Penyakit hirsprung juga dikatakan sebagai suatu kelainan kongenital dimana tidak
terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari pleksus auerbach di kolon, keadaan abnormal
tersebutlah yang dapat menimbulkan tidak adanya peristaltik dan evakuasi usus secara
spontan, spingter rektum tidak dapat berelaksasi, tidak mampu mencegah keluarnya feses
secara spontan, kemudian dapat menyebabkan isi usus terdorong ke bagian segmen yang
tidak ada ganglion dan akhirnya feses dapat terkumpul pada bagian tersebut sehingga
dapat menyebabkan dilatasi usus proksimal.
Insidensi hirsprung di Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1
diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat
kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan
penyakit hisprung. Insidens keseluruhan dari penyakit hirsprung 1: 5000 kelahiran hidup,
laki-laki lebih banyak diserang dibandingkan perempuan ( 4: 1 ). Penyakit hirsprung
dapat muncul pada semua usia akan tetapi yang paling sering pada neonatus. Biasanya,
penyakit hirsprung terjadi pada bayi aterm dan jarang pada bayi prematur. Penyakit ini
mungkin disertai dengan cacat bawaan dan termasuk sindrom down, sindrom
waardenburg serta kelainan kardiovaskuler.
Selain pada anak, penyakit ini ditemukan tanda dan gejala yaitu adanya kegagalan
mengeluarkan mekonium dalam waktu 24-48 jam setelah lahir, muntah berwarna hijau

1
dan konstipasi faktor penyebab penyakit hisprung diduga dapat terjadi karena faktor
genetik dan faktor lingkungan.
Oleh karena itu, penyakit hisprung sudah dapat dideteksi melalui pemeriksaan yang
dilakukan seperti pemeriksaan radiologi, barium, enema, rectal biopsi, rectum,
manometri anorektal dan melalui penatalaksanaan dan teraupetik yaitu dengan
pembedahan dan colostomi.
B. Rumusan Masalah
1. Mendeskripsikan Pengertian dari penyakit hirsprung
2. Mendeskripsikan Etiologi dari penyakit hirsprung
3. Mendeskripsikan Klasifikasi dari penyakit hirsprung
4. Mendeskripsikan Manifestasi Klinis dari penyakit hirsprung
5. Mendeskripsikan Patofisiologi dari penyakit hirsprung
6. Mendeskripsikan Pemeriksaan Diagnostik dari penyakit hirsprung
7. Mendeskripsikan Komplikasi dari penyakit hirsprung
8. Mendeskripsikan Penatalaksanaan dari penyakit hirsprung
9. Mendeskripsikan Pencegahan dari penyakit hirsprung
10. Mendeskripsikan Asuhan Keperawatan penyakit hirsprung
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari makalah ini agar mahasiswa/i mampu memahami teori dan
memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit hirsprung serta
bertujuan untuk memberikan informasi dan menambah pengetahuan kepada para
pembaca khususnya kepada mahasiswa ilmu keperawatan mengenai penyakit
hirsprung.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari makalah ini, yaitu mahasiswa/i mampu :
a. Mendeskripsikan tentang konsep medis penyakit hirsprung
b. Mendeskripsikan tentang Asuhan Keperawatan dengan penyakit hirsprung

2
BAB II
KONSEP MEDIS
PENYAKIT HIRSPRUNG
A. Definisi
- Hirsprung adalah penyakit yang tidak adanya saraf ganglion dalam rectum atau
bagian rektosigmoid colon. Dan ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau
tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan.(Betz, Cecily &
Sowden : 2000)
- Hirsprung merupakan kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus tersering
pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir 3 kg,
lebih banyak pada laki-laki daripada perempuan.(Arief Mansjoeer, 2000)
B. Etiologi
Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan dinding
usus, mulai dari spingter ani internus ke arah proksimal, 70 % terbatas di daerah
rektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai seluruh
usus sampai pilorus. Diduga terjadi karena faktor genetik sering terjadi pada anak dengan
Down Syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal
eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus (Budi, 2010).
C. Klasifikasi
Menurut Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI (1996), Hirschprung dibedakan
sesuai dengan panjang segmen yang terkena, Hirsprung dibedakan menjadi dua tipe
sebagai berikut :
1. Segmen Pendek
Segmen pendek aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid, terjadi pada sekitar
70% kasus penyakit hisprung dan tipe ini lebih sering ditemukan pada laki-laki di
bandingkan anak perempuan. Pada tipe segmen pendek yang umum, insiden 5 kali
lebih besar pada laki-laki dibanding wanita.
2. Segmen Panjang
Daerah aganglionosis dapat melebihi sigmoid, bahkan kadang dapat mengenai
seluruh kolon atau sampai usus halus. Laki-laki dan perempuan memiliki peluang
yang sama, terjadi pada 1 dari 10 kasus tanpa membedakan jenis kelamin. (Sodikin.
2011. Keperawatan Anak Gangguan Pencernaan)

3
D. Manifestasi Klinis
Bayi baru lahir tidak bisa mengeluarkan meconium dalam 24-28 jam pertama setelah
lahir. Tampak malas mengkonsumsi cairan, muntah bercampur dengan cairan empedu
dan distensi abdomen.(Nelson)
Gejala penyakit Hirsprung adalah obstruksi usus letak rendah dan penyakit dapat
menunjukkan gejala klinis sebagai berikut:
1. Obstruksi total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketidakadaan
evakuasi meconium. Keterlambatan evakuasi meconium diikuti obstruksi
konstipasi,muntah dan dehidrasi.
2. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti
dengan obstruksi usus akut. Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare, distensi
abdomen dan demam. Adanya feses yng menyemprot pas pada colok dubur
merupakan tanda yang khas, bila telah timbul entrokolitis nekrotiskans terjadi
distensi abdomen hebat dan diare berbau busuk yang dapat berdarah.(Nelson)
3. Anak-anak :
- Konstipasi
- Tinja seperti pita dan berbau busuk
- Distensi abdomen
- Adanya masa difecal dapat dipalpasi
- Biasanya tampak kurang nutrisi dan anemia
E. Patofisiologi
Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan
primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen
aganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus besar.
Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga
pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rectum
tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal yang
menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian
proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon ( Betz, Cecily & Sowden,
2002:197).
Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi
dan relaksasi peristaltik secara normal. Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan
feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang

4
proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon
tersebut melebar ( Price, S & Wilson, 1995 : 141 ).
Penyakit Hirsprung adalah akibat tidak adanya sel ganglion pada dinding usus,
meluas ke proksimal dan berlanjut mulai dari anus sampai panjang yang bervariasi.Tidak
adanya inervasi saraf adalah akibat dari kegagalan perpindahan neuroblast dari usus
proksimal ke distal. Segmen yang agangloinik terbatas pada rektosigmoid pada 75 %
penderita, 10% seluruh kolonnya tanpa sel-sel ganglion. Bertambah banyaknya ujung-
ujung saraf pada usus yang aganglionik menyebabkan kadar asetilkolinesterase tinggi.
Secara histologi, tidak di dapatkan pleksus Meissner dan Auerbach dan ditemukan
berkas-berkas saraf yang hipertrofi dengan konsentrasi asetikolinesterase yang tinggi di
antara lapisan-lapisan otot dan pada submukosa.
Pada penyakit ini, bagian kolon dari yang paling distal sampai pada bagian usus
yang berbeda ukuran penampangnya, tidak mempunyai ganglion parasimpatik
intramural. Bagian kolon aganglionik itu tidak dapat mengembang sehingga tetap sempit
dan defekasi terganggu. Akibat gangguan defekasi ini kolon proksimal yang normal akan
melebar oleh tinja yang tertimbun, membentuk megakolon.
Pada Morbus Hirsprung segmen pendek, daerah aganglionik meliputi rectum sampai
sigmoid, ini disebut penyakit Hirschsprung klasik. Penyakit ini terbanyak (80%)
ditemukan pada anak laki-laki, yaitu 5 kali lebih sering daripada anak perempuan. Bila
daerah aganglionik meluas lebih tinggi dari sigmoid disebut Hirsprung segmen panjang
sedangkan bila aganglionosis mengenai seluruh kolon disebut kolon aganglionik total,
dan bila mengenai kolon dan hampir seluruh usus halus, disebut aganglionosis universal.
Pada penyakit ini, bagian kolon dari yang paling distal sampai pada bagian usus
yang berbeda ukuran penampangnya, tidak mempunyai ganglion parasimpatik
intramural. Bagian kolon aganglionik itu tidak dapat mengembang sehingga tetap sempit
dan defekasi terganggu. Akibat gangguan defekasi ini kolon proksimal yang normal akan
melebar oleh tinja yang tertimbun, membentuk megakolon. (Suriadi dan Rita Yuliani.
2010).
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Foto Polos Abdomen (BNO)
Foto polos abdomen dapat memperlihatkan loop distensi usus dengan
penumpukan udara di daerah rektum. Pada foto polos abdomen dapat dijumpai
gambaran obstruksi usus letak rendah, meski pada bayi sulit untuk membedakan
usus halus dan usus besar. Bayangan udara dalam kolon pada neonatus jarang dapat

5
bayangan udara dalam usus halus. Daerah rektosigmoid tidak terisi udara. Pada foto
posisi tengkurap kadang-kadang terlihat jelas bayangan udara dalam rektosigmoid
dengan tanda-tanda klasik penyakit Hirsprung.
2. Barium Enema
Pemeriksaan yang merupakan standard dalam menegakkan diagnosa Hirsprung,
dimana akan dijumpai 3 tanda khas :
- Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang panjangnya
bervariasi.
- Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitanke arah daerah
dilatasi.
- Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi.
Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas, maka dapat
dilanjutkan dengan foto retensi barium, yakni foto setelah 24-48 jam barium
dibiarkan membaur dengan feces. Gambaran khasnya adalah terlihatnya barium
yang membaur dengan feces kearah proksimal kolon. Sedangkan pada penderita
yang bukan Hirschsprung namun disertai dengan obstipasi kronis, maka barium
terlihat menggumpal di daerah rektum dan sigmoid.
3. Biopsi isap : yakni mengambil mukosa dan submukosa dengan alat penghisap dan
mencari sel ganglion pada daerah submukosa
4. Biopsi otot rectum : yakni pengambilan lapisan otot rectum, dilakukan dibawah
narkose. Pemeriksaan ini bersifat traumatic
5. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase dari hasil biopsi isap : Pada penyakit
ini khas terdapat peningkatan aktivitas enzim asetilkolin esterase
6. Pemeriksaan aktivitas norepineprin dari jaringan biopsi usus.
7. Anal manometri (balon ditiupkan dalam rektum untuk mengukur tekanan dalam
rektum)
Sebuah balon kecil ditiupkan pada rektum.Ano-rektal manometrimengukur
tekanan dari otot sfingter anal dan seberapa baik seorangdapat merasakan perbedaan
sensasi dari rektum yang penuh.Padaanak-anak yang memiliki penyakit Hirschsprung
otot pada rectum tidak relaksasi secara normal.Selama tes, pasien diminta untuk
memeras, santai, dan mendorong.Tekanan otot spinkter anal diukur selama
aktivitas.Saat memeras, seseorang mengencangkan ototspinkter seperti mencegah
sesuatu keluar.Mendorong, seseorangseolah mencoba seperti pergerakan usus.Tes ini
biasanya berhasil padaanak-anak yang kooperatif dan dewasa.

6
G. Komplikasi
1. Enterokolitis nekrotikans
2. Pneumatosis usus
3. Abses perikolon
4. Perforasi
5. Septikemia
H. Penatalaksanaan
1. Medik
Bila belum dapat dilakukan operasi, biasanya (merupakan tindakan sementara)
dipasang pipa rectum, dengan atau tanpa dilakukan pembilasan dengan air garam
fisiologis secara teratur.
a. Bayi dengan obstruksi akut
- Pemeriksaan rectal atau memasukkan pipa rectal sering dapat memperbaiki
keadaan sementara waktu
- Mengosongkan rectum tiap hari dengan cairan NaCl 0,9 %
b. Pengobatan enterokolitis
2. Bedah
Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik di usus
besar untuk membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan motilitas usus besar
sehingga normal dan juga fungsi spinkter ani internal. Pembedahan yang dilakukan
yaitu:
a. Kolostomi sementara pada bagian transisi segera setelah dipastikan diagnosis,
dikonfirmasikan dengan pemeriksaan histology sehinggaakan mengurangi adanya
enterolitis
b. Anastomosis definitive bagian yang mempunyai ganglion dengan saluran anus,
dilakukan pada umur 9 sampai 12 bulan atau 6 bulan setelah kolostomi pada anak
yang lebih besar
- Prosudur Swenson
Orvar swenson dan Bill (1948) adalah yang mula-mula memperkenalkan
operasi tarik terobos (pull-through) sebagai tindakan bedah definitif pada
penyakit Hirschsprung. Pada dasarnya, operasi yang dilakukan adalah
rektosigmoidektomi dengan preservasi spinkter ani. Dengan meninggalkan 2-3
cm rektum distal dari linea dentata, sebenarnya adalah meninggalkan daerah
aganglionik, sehingga dalam pengamatan pasca operasi masih sering dijumpai

7
spasme rektum yang ditinggalkan. Oleh sebab itu Swenson memperbaiki
metode operasinya (tahun 1964) dengan melakukan spinkterektomi posterior,
yaitu dengan hanya menyisakan 2 cm rektum bagian anterior dan 0,5-1 cm
rektum posterior
- Prosedur Duhamel
Prosedur ini diperkenalkan Duhamel tahun 1956 untuk mengatasi
kesulitan diseksi pelvik pada prosedur Swenson. Prinsip dasar prosedur ini
adalah menarik kolon proksimal yang ganglionik ke arah anal melalui bagian
posterior rektum yang aganglionik, menyatukan dinding posterior rektum yang
aganglionik dengan dinding anterior kolon proksimal yang ganglionik
sehingga membentuk rongga baru dengan anastomose end to side
- Prosedur Soave
Prosedur ini sebenarnya pertama sekali diperkenalkan Rehbein tahun
1959 untuk tindakan bedah pada malformasi anorektal letak tinggi. Namun
oleh Soave tahun 1966 diperkenalkan untuk tindakan bedah definitive
Hirsprung.Tujuan utama dari prosedur Soave ini adalah membuang
mukosarektum yang aganglionik, kemudianmenarik terobos kolon proksimal
yangganglionik masuk kedalam lumen rektum yang telah dikupas tersebut.
- Prosedur Rehbein
Prosedur ini tidak lain berupa deep anterior resection, dimana
dilakukan anastomose end to end antara usus aganglionik dengan rectum pada
level otot levator ani (2-3 cm diatas anal verge), menggunakan jahitan 1 lapis
yang dikerjakan intraabdominal ekstraperitoneal. Pasca operasi,sangat penting
melakukan businasi secara rutin guna mencegah stenosis.
I. Pencegahan
1. Pelajari gejala adanya kelainan kongenital pada anak secara dini
2. Selalu menaga ikatan orangtua dan anak agar perkembangannya tidak terganggu
dengan bertanya kepada tenaga ahli jika tidak mengerti
3. Konsultasikan kembali dengan dokter tentang intervensi medis (pembedahan)
4. Pelajari perawatan colostomy setelah rencana pulang
5. Konsultasikan diit makanan yang harus dijalani

8
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN KASUS “HIRSPRUNG”
A. PENGKAJIAN
1. Identitas pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, suku/bangsa, tanggal masuk
RS, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa medik serta identitas Penanggung
Jawab (identitas orang tua dalam hal ini ayah dan ibu) yang meliputi nama, umur,
jenis kelamin, agama, suku/bangsa, pekerjaan, alamat dan hubungan dengan klien
(Engel, 2008).
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sebelum Masuk Rumah Sakit
Ibu pasien mengatakan sejak lahir anaknya tidak pernah buang air besar (BAB),
juga muntah berwarna kehijauan serta rewel sehingga anak dibawa ke rumah
sakit untuk mendapatkan perawatan secepatnya.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
- Keluhan Utama : ibu pasien mengatakan sejak lahir anaknya tidak pernah
buang air besar (BAB)
- Riwayat Keluhan Utama : ibu pasien mengatakan sejak lahir anaknya tidak
pernah BAB disertai muntah berwarna kehijauan dan sangat rewel
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : lemah dan sangat rewel
b. Tanda tanda vital :
- Suhu : 38°C
- Pernafasan : 70 x/i
c. Sistem kardiovaskuler : tidak ada kelainan
d. Sistem pendengaran : tidak ada kelainan
e. Sistem integumen : pasien teraba hangat dengan suhu 38°C
f. Sistem respirasi : pasien sesak nafas
g. Sistem penglihatan : tidak ada kelainan
h. Sistem gastrointestinal : terjadi distensi abdomen dan juga muntah berwarna
kehijauan pada pasien

9
4. Pemeriksaan Diagnostik
Pada pemeriksaan Barium Enema pada pasien di dapatkan hasil :
- Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang panjangnya
bervariasi.
- Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke arah daerah
dilatasi.
- Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan eliminasi alvi : Konstipasi berhubungan dengan penyempitan colon
2. Gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan output yang berlebih (muntah)
3. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan distensi abdomen
4. Ansietas keluarga berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Gangguan eliminasi alvi : Konstipasi berhubungan dengan penyempitan colon
 Tujuan : Klien tidak mengalami ganggguan eliminasi
 Kriteria Hasil :
- Pasien dapat BAB
- Tidak distensi abdomen
 Intervensi :
a. Berikan makanan yang lembut tetapi mempunyai serat tinggi
Rasional : Untuk meningkatkan bulk feses dan memudahkan peristaltik,
sehingga meningkatkan defekasi
b. Berikan pelunak feces sesuai resep atau enema retensi dapat diberikan untuk
melunakkan feces dan menurunkan inflamasi
Rasional : Mungkin perlu untuk merangsang peristaltik dengan perlahan atu
evakuasi feses
2. Gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan output yang berlebih (muntah)
 Tujuan : keseimbangan cairan dipertahankan secara maksimal
 Kriteria Hasil : Tidak terjadi dehidras dan muntah berkurang
 Intervensi :
a. Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan

10
Rasional : Penurunan sirkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan
mukosa dan pemekata urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian
cairan segera untuk memperbaiki defisit.
b. Pantau intake dan output
Rasional : output yang berlebihan dapat menyebabkan dehidrasi
c. Timbang berat badan setiap hari
Rasional : Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan
kehilangan cairan 1 lt
d. Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada pasien
Rasional : Mengganti cairan yang hilang secara oral
e. Berikan cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur
Rasional : Mengganti cairan secara adekuat dan cepat.
3. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen
 Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi
 Kriteria Hasil :
- Pasien tidak rewel
- Pasien tidak mengalamiganggun pola tidur
 Intervensi :
a. Kaji terhadap tanda nyeri
Rasional : Mengetahui tingkat nyeri dan menentukan langkah selanjutnya
b. Berikan tindakan kenyamanan : menggendong, suara halus, ketenangan.
Rasional : Upaya dengan distraksi dapat mengurangi rasa nyeri
c. Berikan obat analgesik sesuai program
Rasional : Mengurangi persepsi terhadap nyeri yang kerjanya pada sistem
saraf pusat
4. Ansietas keluarga berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit
 Tujuan : keluarga pasien mendapatkan informasi tentang penyakit dan
pengobatannya sehingga keluarga pasien merasa lebih tenang dan rileks
 Kriteria Hasil :
- Keluarga pasien lebih tenang dan rileks
- Keluarga pasien dapat mengungkapkan kembali informasi yang kita
berikan

11
 Intervensi :
a. Beri lingkungan yang tenang untuk mengurangi kecemasan keluarga pasien
Rasional : Mengurangi kecemasan dari rangsangan eksternal yang tidak perlu.
b. Berikan penjelasan yang singkat dan jelas untuk semua prosedur dan
pengobatan yang akan di lakukan
Rasional : Memberi informasi sebelum prosedur dan pengobatan meningkatkan
kontrol diri dan ketidakpastian
c. Mendorong keluarga pasien mengekspresikan perasaan tentang keadaan
penyakit anaknya
Rasional : dengan mengekspresikan perasaan membantu keluarga pasien untuk
mengatasi kecemasan
D. IMPLEMENTASI

12
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hirsprung adalah penyakit yang tidak adanya saraf ganglion dalam rectum atau
bagian rektosigmoid colon. Dan ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak
adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan.
Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan
dinding usus, mulai dari spingter ani internus ke arah proksimal. Diduga terjadi karena
faktor genetik sering terjadi pada anak dengan Down Syndrom, kegagalan sel neural
pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan
sub mukosa dinding plexus.
Berdasarkan panjang segmen yang terkena, penyakit hirschprung dapat dibedakan
2 tipe, yaitu: penyakit hirschprung segmen pendek dan penyakit hirschprung segmen
panjang. Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan merupakan
kelainan bawaan tunggal. Jarang sekali ini terjadi pada bayi prematur atau bersamaan
dengan kelainan bawaan yang lain.
B. SARAN
Dalam pembuatan makalah ini penulis sadar bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari
pembaca sangatlah kami perlukan agar dalam pembuatan makalah selanjutnya akan lebih
baik dari sekarang dan kami juga berharap pengetahuan tentang Asuhan Keperawatan
Hirsprung harus terus di kembangkan dan di terapkan dalam bidang kesehatan dalam
menangani pasien. Kami berharap dengan mempelajari Asuhan Keperawatan Hirsprung,
kita menjadi mengerti dan paham baik teori maupun penerapannya dalam bidang
kesehatan.

13

Anda mungkin juga menyukai