Anda di halaman 1dari 53

OPTIMASI BAHAN EMULSI DARI MINYAK SAWIT

DENGAN TIGA JENIS STABILIZER DAN UJI MUTU


MINUMAN EMULSINYA

RAKI ARDI RUHIYATMAN

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Optimasi Bahan


Emulsi dari Minyak Sawit dengan Tiga Jenis Stabilizer dan Uji Mutu Minuman
Emulsinya adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

Raki Ardi Ruhiyatman


NIM F24090082
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa


mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya


tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
ABSTRAK
RAKI ARDI RUHIYATMAN. Optimasi Bahan Emulsi dari Minyak Sawit
dengan Tiga Jenis Stabilizer dan Uji Mutu Minuman Emulsinya. Dibimbing oleh
TIEN R MUCHTADI dan BUDI NURTAMA.

Tujuan penelitian ini adalah memperoleh bahan emulsi dari minyak sawit
yang optimal dengan tiga jenis stabilizer, serta melakukan analisis mutu minuman
emulsi yang mencakup uji hedonik, fisik, dan kimia. Terdapat tiga jenis stabilizer
yang digunakan, yaitu CMC, gelatin, dan gum arab. Optimasi ini menggunakan
metode response surface methodology (RSM). Terdapat dua faktor formula yang
digunakan yaitu minyak pada konsentrasi 30%-70% dan air 30%-70%, serta satu
faktor proses, yaitu jenis stabilizer. Respon yang digunakan yaitu stabilitas emulsi
dan viskositas. Berdasarkan hasil optimasi diperoleh bahan emulsi dengan
komposisi minyak 70%, air 30% dan stabilizer gelatin 0.75%. Bahan emulsi
optimum ini sudah terverifikasi. Bahan emulsi tersebut selanjutnya diolah menjadi
minuman emulsi dengan pembedaan penambahan high fructose syrup (HFS) 10%
dan 15%. Hasil uji hedonik menunjukkan bahwa minuman emulsi dengan
penambahan HFS 15% lebih disukai panelis. Hasil uji fisik minuman emulsi HFS
15% memiliki stabilitas emulsi 97% dan viskositas 325 cP. Hasil uji kimia
minuman emulsi HFS 15% mengandung kadar air 29.7%, kadar abu 0.04%, kadar
lemak 59.76%, kadar protein 0.65%, kadar karbohidrat 9.85%, dan kadar β-
karoten 325.79 ppm.

Kata kunci: HFS, minuman emulsi, RSM, stabilizer

ABSTRACT
RAKI ARDI RUHIYATMAN. Optimation of Emulsified Palm Oil with Three
Types of Stabilizers and Quality Tests of The Emulsion Beverage. Supervised by
TIEN R MUCHTADI and BUDI NURTAMA.

The objective of this research was to obtain the optimal of emulsified palm
oil with three types of stabilizers and to test the quality of emulsion beverage that
include hedonic test, physical, and chemical. There were three stabilizers used:
CMC, gelatin, and gum arabic. Optimation process used response surface
methodology (RSM). This research has two factors of mixture, which were palm
oil concentration 30%-70%, and water concentration 30%-70%, and one factor of
process which was types of stabilizers. There were two responses in this research:
emulsion stability and viscosity. Based on verified optimation result, the
consentration of palm oil, water, and stabilizer of gelatin were 70%, 30%, and
0.75% respectively. Then the optimal of emulsified palm oil processed into
emulsion beverage with addition of HFS 10% and HFS 15%. The result of
hedonic test showed that emulsion beverage with HFS 15% was more liked than
its HFS 10%. The result of physical test showed that emulsion beverage HFS 15%
were emulsion stability 97% and viscosity 325 cP. The result of chemical test
showed that emulsion beverage HFS 15% were moisture 29.7%, ash 0.75%, fat
59.76%, protein 0.65%, carbohydrates 9.85%, and β-carotene 325.79 ppm.

Keywords: emulsion beverage, HFS, RSM, stabilizer


OPTIMASI BAHAN EMULSI DARI MINYAK SAWIT
DENGAN TIGA JENIS STABILIZER DAN UJI MUTU
MINUMAN EMULSINYA

RAKI ARDI RUHIYATMAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Disetujui oleh

Dr Nur Wulandari, STP, MSi


Penguji
Judul Skripsi : Optimasi Bahan Emulsi dari Minyak Sawit dengan Tiga Jenis
Stabilizer dan Uji Mutu Minuman Emulsinya
Nama : Raki Ardi Ruhiyatman
NIM : F24090082

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Tien R Muchtadi, MS Dr Ir Budi Nurtama, MAgr


Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Feri Kusnandar, MSc


Ketua Departemen

Tanggal Lulus:
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya dan shalawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan
Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam sehingga skripsi yang berjudul
“Optimasi Bahan Emulsi dari Minyak Sawit dengan Tiga Jenis Stabilizer dan Uji
Mutu Minuman Emulsinya” berhasil diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Tien R. Muchtadi, MS dan
Dr Ir Budi Nurtama, MAgr selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
waktu, nasihat, dan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian
dan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr Nur Wulandari, STP,
MSi selaku dosen penguji atas masukannya dalam penyempurnaan skripsi ini.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayahanda Siswandi dan
Ibunda Arlisa Dyahmani yang telah membesarkan dan mendidik penulis dengan
penuh ketulusan dan kasih sayang. Terima kasih kepada adik-adikku Navisah
Dyahmani dan Lailatul Ilhami, serta seluruh keluarga atas doa, dukungan, dan
kasih sayangnya yang tiada putus kepada penulis.
Penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan memberikan
konstribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang Ilmu dan
Teknologi Pangan. Terima kasih.

Bogor, Juli 2013

Raki Ardi Ruhiyatman


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Minyak Sawit 2
Karotenoid 3
Homogenisasi 3
Emulsi 4
Minuman Emulsi Minyak Sawit 5
METODOLOGI PENELITIAN 6
Bahan 6
Alat 7
Metode Penelitian 7
Metode Analisis 11
Analisis Data 14
HASIL DAN PEMBAHASAN 15
Penelitian Pendahuluan 15
Penelitian Utama 15
SIMPULAN DAN SARAN 25
Simpulan 25
Saran 26
DAFTAR PUSTAKA 26
LAMPIRAN 29
PR SKRIPSI 36
RIWAYAT HIDUP 39
2

DAFTAR TABEL
1 Faktor untuk setiap spindle dan speed 14
2 Komposisi kimia CPO sebelum dan setelah proses degumming 15
3 Hasil analisis ragam (ANOVA) tiap faktor respon CMC 16
4 Model ordo terpilih dan persamaan polinomial tiap respon CMC 17
5 Hasil analisis ragam (ANOVA) tiap faktor respon gelatin 18
6 Model ordo terpilih dan persamaan polinomial tiap respon gelatin 18
7 Hasil analisis ragam (ANOVA) tiap faktor respon gum arab 19
8 Model ordo terpilih dan persamaan polinomial tiap respon gum arab 19
9 Bahan emulsi terpilih hasil optimasi menggunakan DX7 21
10 Perbandingan nilai pengukuran dengan nilai prediksi produk emulsi --------
optimal 22
11 Komposisi kimia minuman emulsi (basis basah) 24

DAFTAR GAMBAR
1 Struktur molekul karotenoid 3
2 Bagan alir proses pembuatan minuman emulsi dari minyak sawit --------
merah 6
3 Stabilizer CMC (a), gelatin (b), dan gum arab (c) 7
4 Diagram alir proses degumming CPO 8
5 Bagan alir proses pembuatan bahan emulsi dari minyak sawit 8
6 Bagan alir proses pembuatan minuman emulsi dari minyak sawit 9
7 Grafik model respon stabilitas emulsi dan viskositas minuman emulsi --------
dengan stabilizer CMC 17
8 Grafik model respon stabilitas emulsi dan viskositas minuman emulsi --------
dengan stabilizer gelatin 19
9 Grafik model respon stabilitas emulsi dan viskositas minuman emulsi --------
dengan stabilizer gum arab 20
10 Produk emulsi optimal 21
11 Grafik skor rataan kesukaan pada berbagai atribut 23

DAFTAR LAMPIRAN
1 Data stabilitas dan viskositas bahan emulsi stabilizer CMC 29
2 Data stabilitas dan viskositas bahan emulsi stabilizer gelatin 29
3 Data stabilitas dan viskositas bahan emulsi stabilizer gum arab 29
4 Contoh form uji hedonik 30
5 Hasil uji t berpasangan atribut rasa minuman emulsi 31
6 Hasil uji t berpasangan atribut warna minuman emulsi 32
7 Hasil uji t berpasangan atribut aroma minuman emulsi 33
8 Hasil uji t berpasangan atribut tekstur (kekentalan) minuman emulsi 34
9 Hasil uji t berpasangan atribut overall minuman emulsi 35
10 Perhitungan AKG vitamin A minuman emulsi per takaran saji (5 g) 35
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelapa sawit memegang peranan cukup strategis dalam perekonomian


Indonesia, terutama dari sektor nonmigas. Komoditas ini mempunyai prospek yang
cerah sebagai sumber devisa negara. Komoditas kelapa sawit, baik berupa bahan
mentah maupun hasil olahannya, menduduki peringkat ketiga penyumbang devisa
nonmigas terbesar bagi negara setelah karet dan kopi (Sastrosayono 2009).
Sebagai penghasil minyak nabati yang dapat diandalkan, kelapa sawit kini
menjadi tanaman primadona yang memiliki nilai jual yang cukup tinggi. Potensi
produksi minyak nabati tersebut per hektar mencapai 6 ton per tahun, bahkan lebih.
Jika dibandingkan dengan tanaman penghasil minyak lainnya (4.5 ton per tahun),
tingkat produksi ini termasuk tinggi.
Minyak nabati yang dihasilkan dari pengolahan buah kelapa sawit berupa
minyak sawit mentah (CPO atau Crude Palm Oil) yang berwarna kuning dan
minyak inti sawit (PKO atau Palm Kernel Oil) yang tidak berwarna atau jernih
(Sastrosayono 2009). Produksi CPO di Indonesia menurut Ditjenbun (2010) telah
mencapai 19.85 juta ton, adapun tahun 2012 diprediksi telah mencapai 23 juta ton.
Dengan data-data tersebut di atas, maka strategi pengembangan industri kelapa
sawit di Indonesia di masa mendatang harus mengacu pada potensi keragaman yang
dimiliki oleh minyak sawit itu sendiri.
Keunggulan minyak sawit dibandingkan dengan minyak nabati lainnya
adalah kandungan mikronutriennya cukup tinggi serta biaya produksi yang rendah.
Menurut Basiron (2004) minyak sawit mengandung 1% komponen minor,
diantaranya adalah karotenoid, vitamin E, dan sterol.
Komponen mikro tersebut sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh terutama
untuk menjaga kesehatan mata karena menurut Sumarna (2006) keunikan minyak
kelapa sawit dibandingkan dengan minyak lain adalah kandungan β-karotennya
yang sangat tinggi, setara dengan 60.000 IU aktifitas vitamin A. Adapun kandungan
tokoferolnya bermanfaat sebagai antioksidan serta sebagai sumber vitamin E
(Nagendran et al. 2000).
Menurut Ball (2000) β-karoten merupakan karotenoid utama yang memiliki
aktivitas provitamin A yang berfungsi untuk penglihatan, diferensiasi jaringan,
reproduksi, serta imunitas. Kandungan β-karoten yang tinggi pada minyak sawit
menyebabkan minyak sawit potensial untuk dikembangkan sebagai salah satu
pangan fungsional sumber provitamin A. Data WHO (2009) menunjukkan bahwa
di Indonesia tingkat prevalensi serum retinol <0.70 µmol/l cukup tinggi. Nilai
tersebut merupakan indikator biokimia resiko defisiensi vitamin A yang mana dari
jumlah total balita dan ibu hamil di Indonesia pravelensi defisiensi vitamin A
masing-masing mencapai 4261000 balita (19.6%) dan 748000 ibu hamil (17.1%).
Kekurangan vitamin A menyebabkan terjadinya gangguan fisiologi antara
lain gangguan pertumbuhan, penglihatan, dan sistim imun yang pada akhirnya akan
berpengaruh terhadap produktivitas. Pemanfaatan minyak sawit diharapkan dapat
mendukung usaha penanggulangan masalah kekurangan vitamin A yang merupakan
salah satu masalah gizi utama di Indonesia.
2

Upaya untuk memanfaatkan minyak sawit dapat dilakukan dengan mengolah


menjadi produk pangan, salah satunya yaitu menjadi minuman emulsi. Minyak
sawit sebagai bahan dasar pembuatan minuman emulsi diharapkan dapat berperan
sebagai mediator atau pembawa β-karoten yang efektif.
Pada pembuatan minuman emulsi digunakan penstabil/emulsifier untuk
mencegah terjadinya pemisahan antara komponen penyusunnya (Mei et al. 2010).
Perlunya kajian terhadap tiga jenis stabilizer, yaitu CMC, gelatin dan gum arab
adalah untuk mengetahui efektifitasnya sebagai penstabil dalam pembuatan
minuman emulsi dari minyak sawit, serta melakukan optimasi terhadap bahan
emulsi dengan penggunaan tiga jenis stabilizer sehingga diperoleh bahan emulsi
yang optimal berdasarkan nilai stabilitas emulsi dan viskositas yang sesuai. Selain
itu dilakukan uji hedonik, fisik, dan kimia untuk mengetahui kesukaan panelis
terhadap minuman emulsi, serta mengetahui kualitas bahan emulsi dan minuman
emulsinya.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari proses pembuatan minuman


emulsi, melakukan optimasi bahan emulsi dari minyak sawit dengan tiga jenis
stabilizer, serta menentukan mutu minuman emulsi yang mencakup uji hedonik,
fisik, dan kimia.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai optimasi


bahan emulsi dari minyak sawit dengan tiga jenis stabilizer, serta mengetahui mutu
minuman emulsi yang dihasilkan.

TINJAUAN PUSTAKA

Minyak Sawit

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis, Jacq.) merupakan bahan baku pada
pembuatan minyak sawit. Kelapa sawit terdiri dari 80% bagian perikarp (epikarp
dan mesokarp) dan 20% biji (endokarp dan endosperm), dari kelapa sawit, dapat
diperoleh dua jenis minyak yang berbeda sifatnya, yaitu minyak dari inti
(endosperm) sawit disebut dengan minyak inti atau PKO (Palm Kernel Oil) dan
minyak dari sabut (mesokarp) sawit disebut minyak sawit mentah atau CPO (Crude
Palm Oil) (Ketaren 2008).
Komponen utama minyak sawit adalah trigliserida yang mencapai 94 %,
asam-asam lemak yang mencapai 3-5 % dan komponen minor dalam jumlah sangat
kecil yang mencapai 1% (Wan 2000). Komponen minor tersebut terdiri dari
karotenoid, tokoferol, tokotrienol, sterol, fosfolipid dan glikolipid, skualen, gugus
hidrokarbon alifatik, dan elemen sisa lainnya. Keunggulan minyak sawit
dibandingkan dengan minyak nabati lainnya yaitu memiliki komposisi asam lemak
jenuh dan tidak jenuh yang berimbang, terutama asam palmitat (39.2-45.8%) dan
3

asam oleat (37.4-44.1%). Kandungan asam palmitat yang tinggi ini membuat
minyak sawit lebih tahan terhadap oksidasi (ketengikan) dibanding jenis minyak
lain (Ketaren 2008).
Minyak sawit merupakan salah satu minyak nabati yang paling sulit
dipucatkan karena mengandung karoten dalam jumlah besar (500 – 600 ppm) yang
menyebabkan minyak berwarna kuning. Karoten diketahui mempunyai sifat tidak
stabil terhadap panas, cahaya, dan oksigen. Dalam proses pemurnian minyak sawit
(CPO) banyak terjadi kerusakan komponen-komponen nutrisi yang berharga seperti
karoten yang merupakan sumber pro-vitamin A (Sumarna 2006).

Karotenoid

Karotenoid merupakan merupakan sumber vitamin A yang berasal dari


tanaman dalam bentuk β-karoten, α-karoten dan γ-karoten (Gambar 1), sedangkan
yang berasal dari hewan berbentuk vitamin A. Senyawa ini sering disebut anti
xerophtalmia, karena kekurangan senyawa tersebut dapat menimbulkan gejala
rabun mata (McClements 2008).

Gambar 1 Struktur molekul karotenoid (McClements 2008)

Provitamin A yang merupakan β-karoten dalam minyak sawit dapat


bermanfaat untuk penanggulangan kebutaan karena xerophtalmia, mengurangi
peluang terjadinya kanker, mencegah proses menua yang terlalu dini, meningkatkan
imunisasi tubuh dan mengurangi terjadinya penyakit degeneratif (Widayanto 2007).
Sebagian besar sumber vitamin A adalah karoten yang banyak terdapat pada
bahan-bahan nabati seperti pada sayuran berwarna hijau, buah-buahan berwarna
kuning seperti halnya dalam minyak sawit. Minyak sawit merupakan sumber
karotenoid terbesar untuk bahan nabati. Kadar karotenoid dalam minyak sawit yaitu
60.000 µg/100 g atau 500-700 ppm di dalam minyak sawit mutu regular.
Karotenoid minyak sawit terdiri dari α-karoten (30-35%), β-karoten (60-65%), dan
karoten lain seperti γ-karoten, likopen, xanthofil, γ-zeakaroten (5-10%) (Ketaren
2008).

Homogenisasi

Homogenisasi merupakan proses konversi dua cairan tidak saling campur ke


dalam bentuk emulsi atau reduksi ukuran droplet pada emulsi (McClements 2004).
4

Pada industri makanan, proses ini biasanya dilakukan menggunakan alat mekanik
yang disebut homogenizer. Dalam membentuk emulsi, dimungkinkan dilakukan
dengan homogenisasi antara minyak dengan air secara langsung, namun kedua fase
tersebut dapat kembali ke dalam sistem yang terpisah (lapisan minyak yang
berdensitas rendah di bagian atas, dan lapisan air yang berdensitas lebih berat di
bagian bawah larutan). Hal ini dapat terjadi akibat droplet yang cenderung
berikatan dengan molekul tetangga yang sejenis dengannya ketika dilarutkan di
dalam suatu sistem. Gaya yang terjadi merupakan akibat kontak antara molekul
minyak dan air yang secara termodinamika kurang baik (McClements 2004).
Menurut Widodo (2003) hal-hal yang perlu dipertimbangkan selama proses
homogenisasi yaitu: (1) diameter globula lemak yang dihasilkan dari proses
homogenisasi tidak boleh terlalu kecil (terlalu luas permukaan globula baru yang
dihasilkan), (2) homogenisasi dilakukan pada suhu yang relatif tinggi (68-700C),
semakin tinggi suhu homogenisasi maka bisa semakin sedikit material pembentuk
membran yang diperlukan untuk membentuk membran baru, dan (3) penambahan
material pembentuk membran.
Menurut McClements (2004) beberapa faktor yang mempengaruhi ukuran
droplet yang dihasilkan oleh homogenisasi antara lain tipe emulsi yang digunakan,
suhu, karakter komponen fasa-fasanya, dan masukan energi. Ukuran droplet yang
kecil yang dihasilkan oleh homogenisasi dapat meningkatkan fasa terdispersi.
Sebagai akibatnya viskositas semakin meningkat dan penyerapan emulsifier dapat
meningkat. Ketidakcukupan emulsifier dalam menyelubungi permukaan droplet-
droplet bisa menyebabkan coalescence, yaitu penggabungan globula-globula
menjadi globula yang lebih besar. Pengemulsian juga membutuhkan waktu
homogenisasi yang tepat. Intensitas dan lama proses pencampuran tergantung
waktu yang diperlukan untuk melarutkan dan mendistribusikannya secara merata.
Pemilihan homogenizer untuk aplikasi bergantung beberapa faktor, yaitu
volume sampel yang dihomogenisasi, keluaran yang diinginkan, konsumsi energi,
karakteristik komponen fasanya, prediksi biaya, dan biaya proses. Setelah
pemilihan homogenizer yang cocok, kemudian dicari kondisi operasi yang optimum
untuk alat tersebut, di antaranya yaitu aliran, tekanan, perbedaan kekentalan, suhu,
waktu homogenisasi dan kecepatan putaran (McClements 2004).
Prinsip kerja homogenizer rotor stator adalah mengecilkan ukuran partikel
emulsi dengan menggerus dan memotong partikel emulsi yang besar dengan rotor
(bergerak) dan stator (diam) menjadi partikel yang lebih kecil (McClements 2004).
Menurut Coupland dan Tangsuphoom (2005) ukuran minimum droplet dalam
emulsi yang dihasilkan oleh homogenizer tipe rotor stator ± 2µm.

Emulsi

Definisi
Emulsi dapat didefinisikan sebagai campuran yang tidak stabil dari dua
larutan yang immiscible (dua cairan yang tidak saling mencampur dan membentuk
dua fase) yang terdiri dari fase terdispersi dan fase kontinyu (Yang et al. 2011).
Salah satu dari cairan tersebut terdispersi dalam bentuk tetesan dalam cairan
lainnya. Sistem yang terdiri atas tetesan minyak terdispersi dalam fase aqueous
disebut emulsi jenis oil in water (O/W), dimana fase terdispersinya adalah oil
(minyak) dan water (air) sebagai fase kontinyu, contohnya adalah susu, krim,
5

mayonaise, dan minuman ringan. Sistem yang terdiri atas tetesan air yang
terdispersi dalam fase minyak disebut emulsi jenis water in oil (W/O), contohnya
adalah mentega dan margarin. Substansi yang membentuk tetesan di dalam emulsi
disebut fase terdispersi/diskontinyu/internal, sedangkan substansi yang membentuk
cairan di sekitarnya disebut fase kontinyu atau eksternal (McClements 2004).

Stabilizer
Stabilizer merupakan bahan yang dapat digunakan untuk menaikkan stabilitas
dari emulsi sehingga dapat diklasifikasikan sebagai emulsifier, atau texture modifier
bergantung pada tujuan kerjanya. Texture modifier dapat dibagi menjadi dua
kategori tergantung pada jenis operasi dan karakter reologi dari larutan tersebut
(thickening agent dan gelling agent). Thickening agent merupakan bahan yang
digunakan untuk menaikkan viskositas dari fase kontinyu dalam emulsi, sedangkan
gelling agent adalah bahan yang digunakan untuk membentuk gel pada fase
kontinyu suatu emulsi. Texture modifier berfungsi dalam menaikkan stabilitas
emulsi dengan memperlambat pergerakan dari droplet. Dalam industri pangan,
thickening agent dan gelling agent yang paling umum digunakan adalah
polisakarida atau protein dalam emulsi O/W dan kristal lemak dalam emulsi W/O
(McClements 2005).

Stabilitas Emulsi
Suryani (2000) menyebutkan bahwa suatu sistem emulsi pada dasarnya
adalah suatu sistem yang tidak stabil, karena masing-masing partikel mempunyai
kecenderungan untuk bergabung dengan partikel sesama lainnya membentuk suatu
agregat yang akhirnya dapat mengakibatkan emulsi tersebut pecah. Kekuatan dan
kekompakan lapisan antar muka adalah sifat yang penting yang dapat membentuk
stabilitas emulsi.
Dickinson (2009) menyatakan bahwa kerusakan atau destabilisasi emulsi
terjadi melalui tiga mekanisme utama yaitu creaming, flocculation, dan
coalescence. Creaming merupakan proses pemisahan yang terjadi karena gerakan-
gerakan ke atas/ke bawah, hal ini terjadi karena gaya gravitasi terhadap fase-fase
yang berbeda densitasnya. Flocculation merupakan agregasi dari droplet. Pada
flokulasi tidak terjadi pemutusan film antar permukaan sehingga jumlah dan ukuran
globula tetap, terjadinya flokulasi dapat mempercepat terjadinya creaming.
Coalescence adalah penggabungan globula-globula menjadi globula yang lebih
besar. Pada tahap ini terjadi pemutusan film antar permukaan sehingga jumlah dan
ukuran globula berubah.
Ukuran partikel merupakan karakteristik kunci, karena memberi kontribusi
pada stabilitas fisik dan sifat-sifat organoleptik minuman emulsi. Ada berbagai
faktor dan parameter yang mempengaruhi sifat-sifat emulsi, termasuk pencampuran
dan kondisi homogenisasi, serta proporsi dari komponen emulsi (Syah 2010).

Minuman Emulsi Minyak Sawit

Minuman emulsi minyak sawit adalah minuman emulsi dengan bahan dasar
minyak sawit (Rita 2011). Minuman ini diklasifikasikan sebagai emulsi minyak
dalam air (O/W). Pada fase minyak terdapat komponen utama minyak, sedangkan
pada fase air biasanya terdapat pengemulsi/penstabil, asam, pengawet, flavor, dan
6

pewarna. Formula dasar untuk pembuatan minuman emulsi terdiri dari air, minyak,
dan bahan penstabil (stabilizer), sedangkan bahan lainnya tergantung kebutuhan
sesuai dengan produk emulsi akhir yang diinginkan.
Penelitian terkait minuman emulsi dengan bahan dasar minyak sawit telah
diteliti oleh Surfiana (2002) yang menghasilkan formulasi produk emulsi yang
stabil sebagai berikut: pengemulsi tween-80 1% (rasio minyak dan air adalah 7:3)
atau pengemulsi sukrosa ester asam lemak tipe S-1570, P-1570, dan campuran ester
asam lemak ber-HLB 15 masing-masing 1% (rasio minyak dan air adalah 6:4);
bahan tambahan lainnya adalah pengawet benxoat (0.2%), antioksidan BHT (200)
ppm), pengkelat EDTA (200 ppm), pemanis sirup fruktosa (10-15%), dan flavor
jeruk (1-1.5%). Metode yang digunakan oleh Surfiana dapat dilihat pada Gambar 2.

Minyak Air

BHT Na-benzoat
EDTA Emulsifier

Homogenisasi Homogenisasi
(1 menit, 8000 rpm) (1 menit, 8000 rpm)

Ditambahkan
Perlahan-lahan

Homogenisasi (3 menit, 8000 rpm)


HFS
Flavor jeruk
Homogenisasi (4 menit, 8000 rpm)

Emulsi (minyak dalam air)

Pembotolan

Penyimpanan

Gambar 2 Bagan alir proses pembuatan minuman emulsi dari minyak sawit
merah (Surfiana 2002)

METODOLOGI PENELITIAN

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak sawit yang
diperoleh dari PT. Sinar Meadow Internasional Indonesia, sedangkan penstabil
7

yang digunakan adalah carboxy methyl cellulose (CMC), gelatin dan gum arab
(Gambar 3) yang semuanya diperoleh dari toko kimia di Bogor. Bahan-bahan
lainnya adalah pengawet sodium benzoat, pengkelat etilen diamin tetra asetat
(EDTA), antioksidan butyl hidroksi toluene (BHT), pemanis high fructose syrup
(HFS), dan flavor nanas yang semuanya diperoleh dari toko kimia di Bogor, serta
air dalam kemasan yang diperoleh di swalayan Dramaga, Bogor.

a b c
Gambar 3 Stabilizer: (a) CMC (b) gelatin (c) gum arab

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah homogenizer (model L4R,
Silverson Co., England) untuk pembuatan minuman emulsi, viscometer (model
RTV, Brookfield Engineering Labs., Inc., Middleboro, MA, USA), timbangan
analitik, oven, termometer, pemanas, sentrifus, desikator, stopwatch, dan alat-alat
gelas.

Metode Penelitian

Penelitian ini terbagi menjadi dua tahapan, yaitu tahap penelitian


pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan bertujuan untuk
membandingkan karakteristik kimia minyak sawit awal dengan minyak sawit hasil
degumming. Sedangkan penelitian utama bertujuan untuk melakukan optimasi
bahan emulsi minyak sawit dengan tiga jenis stabilizer yang berbeda (CMC,
gelatin, dan gum arab). Setelah diperoleh bahan emulsi optimum kemudian diolah
menjadi minuman emulsi dengan penambahan high fructose syrup (HFS) dan flavor
nanas. Selanjutnya dilakukan uji mutu terhadap produk, yaitu uji hedonik, fisik, dan
kimia. Minuman emulsi yang terpilih dari uji hedonik kemudian dilakukan uji fisik,
yaitu analisis stabilitas emulsi dan viskositas, serta uji kimia, yaitu analisis
proksimat (kadar air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat) dan kadar β-karotennya.

Penelitian Pendahuluan
Proses Degumming
Sebanyak 1 liter minyak sawit kasar dipanaskan pada suhu 80oC, kemudian
ditambahkan asam fosfat 85% sebanyak 0.15% (v/v). Kemudian dilakukan
pengadukan selama 15 menit dengan kecepatan 56 rpm, didinginkan pada suhu
ruang, dipisahkan, dan dihasilkan dua produk, yaitu endapan dan minyak sawit
CPO hasil degumming (Gambar 4) (Mas’ud 2007).
8

1 liter CPO Pemanasan 80oC

Asam fosfat 85%


sebanyak 0.15% (v/v)

Pengadukan Pendinginan pada


15 menit, 56 rpm suhu ruang

Endapan
Pemisahan
CPO hasil
degumming

Gambar 4 Diagram alir proses degumming CPO


Penelitian Utama
Pembuatan Minuman Emulsi
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah modifikasi dari metode
penelitian yang telah dilakukan oleh Surfiana (2002). Pada penelitian ini dilakukan
modifikasi berupa penggantian emulsifier dengan menggunakan stabilizer yaitu
CMC, gelatin, dan gum arab dalam pembuatan bahan emulsi dari minyak sawit.
Metode yang digunakan dibagi menjadi dua bagian yaitu pembuatan bahan emulsi
minyak sawit dan pembuatan minuman emulsi minyak sawit.

Pembuatan Bahan Emulsi Minyak Sawit


Minyak sawit ditambahkan BHT dan EDTA kemudian dihomogenisasi
selama 1 menit pada kecepatan 8000 rpm. Kemudian air ditambahkan Na-Benzoat
dan Stabilizer kemudian dihomogenisasi selama 1 menit pada kecepatan 8000 rpm.
Selanjutnya minyak sawit yang sudah dihomogenisasi ditambahkan secara
perlahan-lahan pada campuran air yang telah dihomogenisasi. Proses pencampuran
minyak pada air dihomogenisasi pada selama 3 menit pada kecepatan 8000 rpm
(Gambar 5).
Minyak Air

BHT Na-benzoat
EDTA Stabilizer

Homogenisasi Homogenisasi
(1 menit, 8000 rpm) (1 menit, 8000 rpm)

Ditambahkan
Perlahan-lahan
Homogenisasi (3 menit, 8000 rpm)

Bahan Emulsi Minyak Sawit

Gambar 5 Bagan alir proses pembuatan bahan emulsi dari minyak sawit merah
(Modifikasi Surfiana 2002)
9

Pembuatan Minuman Emulsi Minyak Sawit


Bahan emulsi minyak sawit yang sudah jadi dihomogenisasi selama 4 menit
pada kecepatan 8000 rpm dengan penambahan high fructose syrup (HFS) dan
flavor nanas, dihasilkan minuman emulsi minyak sawit. Kemudian dilakukan
pembotolan dan penyimpanan pada suhu ruang (Gambar 6).

Bahan Emulsi Minyak Sawit


HFS
Flavor nanas
Homogenisasi (4 menit, 8000 rpm)

Emulsi (minyak dalam air)

Pembotolan

Penyimpanan

Gambar 6 Bagan alir proses pembuatan minuman emulsi dari minyak sawit merah
(Modifikasi Surfiana 2002)

Proses Optimasi Bahan Emulsi


Proses optimasi dilakukan terhadap bahan emulsi minyak sawit untuk
penelitian optimasi ini terdiri dari beberapa tahapan, yaitu tahap perancangan
response surface methodology (RSM), analisis respon (pemodelan), optimasi, dan
verifikasi bahan emulsi optimum. Tahap-tahap tersebut dilakukan menggunakan
perangkat lunak Design Expert V.7.

Tahap Perancangan RSM


Pada penelitian ini digunakan metode response surface methodology (RSM)-
combined techniques dengan rancangan D-optimal untuk mencari bahan emulsi dari
komponen-komponen yang dicampurkan sehingga dihasilkan respon yang optimal.
Metode response surface merupakan sekumpulan metode matematika dan teknik-
teknik statistik yang bertujuan membuat model dan melakukan analisis mengenai
respon yang dipengaruhi oleh beberapa faktor (Padil et al. 2011). Dalam hal ini
faktor adalah komponen dari bahan emulsi yang mempengaruhi respon yang diukur
dan dioptimasi. Pada tahap perancangan bahan emulsi ini ditentukan faktor dan
rentang nilainya. Terdapat dua faktor dalam pembuatan bahan emulsi ini, yaitu
faktor formula dan proses. Minyak dan air sebagai faktor formula, sedangkan CMC,
gelatin (GLT), ataupun gum arab (GAR) sebagai faktor proses. Batas minimum dan
maksimum minyak adalah 30% hingga 70%, air sebesar 30% hingga 70%.
Sedangkan stabilizer yaitu CMC, gelatin ataupun gum arab terdapat dua nilai yang
berbeda yaitu 0.75% (CMC2, GLT2, dan GAR2) dan 1% (CMC1, GLT1, dan
GAR1). Komponen-komponen tersebut merupakan penyusun dalam pembuatan
10

bahan emulsi. Perpaduan antara kedua faktor tersebut kemudian dianalisis


responnya, yaitu stabilitas emulsi dan viskositas. Terdapat tiga rancangan bahan
emulsi, yaitu rancangan bahan emulsi dengan penambahan stabilizer CMC, gelatin,
dan gum arab. Program DX7 memberikan 16 bahan emulsi pada tiap rancangan.
Hal ini karena pemakaian stabilizer sifatnya sendiri-sendiri bukan gabungan,
sehingga totalnya adalah 48 bahan emulsi. Rancangan RSM bahan emulsi dapat
dilihat pada Lampiran 1, 2, dan 3. Semua bahan emulsi kemudian dibuat dan diukur
responnya.

Pemodelan
Data yang diperoleh dari analisis respon kemudian dilakukan analisis
terhadap persamaan polinomial yang disediakan oleh program (DX7). Persamaan
polinomial tersebut umumnya menggunakan ordo quadratic, namun tidak menutup
kemungkinan juga program memilih ordo yang lain, yaitu mean, linier, main effect,
ataupun cubic. Terdapat tiga jenis proses untuk mendapatkan persamaan polinomial
yaitu berdasarkan sequential model of squares [Type I], lack of fit test, dan model
summary statistics. Ketiga proses ini dapat dilihat pada kolom fit summary.
Proses pemilihan model yang pertama (sequential model of squares [Type I])
dan kedua (lack of fit) adalah berdasarkan nilai “prob>f”. Proses pertama model
ordo yang dipilih adalah model yang memiliki nilai “prob>f” lebih kecil atau sama
dengan 0.05 (signifikan). Pada proses kedua model ordo yang dipilih adalah model
yang tidak memiliki lack of fit atau lebih besar atau sama dengan 0.1 (tidak
signifikan). Proses yang ketiga berdasarkan model summary statistic. Parameter
yang dilihat untuk menentukan model terbaik adalah model yang mempunyai
“Adjusted R-Squared” dan “Predicted R-Squared” maksimum (mendekati 1.0)
Berdasarkan ketiga proses tersebut, program DX7 akan memberikan saran
model polinomial dengan ordo terbaik untuk masing-masing respon. Program DX7
menggunakan tabel fit summary untuk memilih model terbaik. Selanjutnya program
DX7 menampilkan hasil analisis ragam atau ANOVA. Suatu faktor respon
dikatakan berbeda nyata (signifikan) pada taraf signifikansi 5% apabila nilai
“prob>f” hasil analisis lebih kecil atau sama dengan 0.05. Faktor respon yang
signifikan dapat digunakan sebagai model prediksi pada tahap optimasi. Faktor-
faktor respon tersebut selanjutnya digunakan sebagai model prediksi untuk
mendapatkan bahan emulsi yang optimal. Pada akhir analisis setiap respon akan
ditampilkan grafik yang memberikan gambaran pengaruh komponen-komponen
terhadap respon yang dihasilkan.

Tahap Optimasi
Tujuan dari optimasi adalah meminimumkan usaha yang diperlukan atau
biaya operasional dan memaksimumkan yang diinginkan. Penelitian ini memiliki
sasaran menghasilkan produk bahan emulsi yang memiliki stabilitas dan viskositas
yang sesuai kisaran tertentu. Berdasarkan dua varibel respon tersebut, akan ada
faktor yang dominan atau penting dan faktor yang kurang penting untuk
menentukan bahan emulsi yang paling optimal. Terdapat kriteria-kriteria tertentu
yang bisa dipilih antara lain, target (titik yang hendak dicapai), in range (dalam
kisaran tertentu), maximize (maksimum atau batas atas limit), ataupun minimize
(minimum atau batas bawah limit). Program DX7 juga telah menyediakan skala
kepentingan (importance) suatu respon terhadap optimasi yang diinginkan. Pada
11

kolom importance terdapat pilihan tanda positif (+), mulai dari positif 1 (+) hingga
positif 5 (+++++). Semakin tinggi skala kepentingan respon yang diukur terhadap
produk, semakin banyak tanda (+) yang harus diberikan. Pada penelitian ini respon
stabilitas emulsi dioptimalkan dengan kriteria in range (95-100), yaitu positif 3
(+++), begitu pula dengan respon viskositas yang dioptimalkan dengan kriteria
target (1000), yaitu positif 3 (+++). Alasan pemilihan tingkat kepentingan tersebut
didasarkan pada sifat-sifat bahan emulsi yang stabil serta memiliki kekentalan yang
medium. Semakin stabil suatu produk emulsi, maka semakin baik stabilizer tersebut
bisa mempertahankan kondisi emulsi tetap menyatu.

Tahap Verifikasi
Setelah program DX7 merekomendasikan bahan emulsi optimum terpilih
dengan nilai desirability yang tertinggi, lalu dilakukan pembuktian terhadap dugaan
nilai dari respon-respon yang diberikan program tersebut. Tujuan verifikasi ini
adalah memberikan bukti bahwa tahapan proses dalam pembuatan bahan emulsi ini
benar-benar menghasilkan nilai respon yang masuk dalam kisaran nilai yang
ditentukan program DX7.

Tahap Analisis Fisikokimia Minuman Emulsi


Tahap analisis fisikokimia ini berupa analisis stabilitas emulsi, viskositas,
proksimat dan kadar β-karoten pada minuman emulsi setelah dilakukan uji hedonik
minuman emulsi dengan penambahan HFS dan flavor nanas yang ditentukan
menggunakan uji sensori berdasarkan tingkat kesukaan panelis.

Metode Analisis

Analisis Kadar Air, Metode Oven (AOAC 1995)


Sampel sejumlah 3-5 g ditimbang dan dimasukkan dalam cawan yang telah
dikeringkan dan diketahui bobotnya. Kemudian sampel dan cawan dikeringkan
dalam oven bersuhu 105oC selama 6 jam. Cawan didinginkan dan ditimbang,
kemudian dikeringkan kembali sampai diperoleh bobot tetap. Kadar air sampel
dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

( 2)
Kadar air (g 00g basis basah) x 00
Keterangan:
W = bobot contoh sebelum dikeringkan (g)
W1 = bobot contoh + bobot cawan kosong sesudah dikeringkan (g)
W2 = bobot cawan kosong (g)

Analisis Kadar Abu, Metode Gravimetri (SNI 01-2891-1992)


Cawan porselin kering ditimbang, kemudian 2-3 g contoh ditimbang ke dalam
cawan porselin tersebut. Karena sampel berbentuk cairan, air dalam contoh
diuapkan dahulu ke dalam oven sampai kering. Contoh dimasukkan ke dalam tanur
listrik, kemudian dipanaskan pada suhu maksimum 550oC sampai pengabuan
sempurna. Setelah pengabuan selesai, cawan contoh didinginkan di dalam
desikator, kemudian ditimbang sampai diperoleh bobot tetap.
12

( 2)
Kadar abu (g 00g basis basah) x 00
Keterangan:
W = bobot contoh sebelum diabukan (g)
W1 = bobot contoh + cawan sesudah diabukan (g)
W2 = bobot cawan kosong (g)

Analisis Kadar Protein, Metode Kjeldahl (AOAC 1995)


Sebanyak 0,1-0.25 g contoh ditimbang di dalam labu Kjeldahl, lalu ditambahkan
1.0 + 0.1 g K2SO4, 40 + 10 ml HgO, dan 2.0 + 0.1 ml H2SO4, selanjutnya contoh
dididihkan sampai cairan jernih kemudian didinginkan. Larutan jernih ini
dipindahkan ke dalam alat destilasi secara kuantitatif. Labu Kjeldahl dibilas dengan
1-2 ml air destilata, kemudian air cuciannya dimasukkan ke dalam alat destilasi,
pembilasan dilakukan sebanyak 5-6 kali. Ditambahkan 8-10 ml larutan 60% NaOH
– 5% Na2S2O3.5H2O ke dalam alat destilasi. Kemudian dilakukan destilasi selama
15 menit atau sampai volume larutan dalam wadah penampung mencapai 50 ml.
Destilat ditampung dalam wadah penampung yang berisi 5 ml asam borat yang
telah dicampur dengan 2 - 4 tetes indikator MB:MM. Larutan yang diperoleh dari
proses destilasi kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N sampai terjadi perubahan
warna dari hijau menjadi abu-abu. Volume dicatat untuk digunakan dalam
perhitungan kadar protein. Volume HCl yang digunakan untuk titrasi blanko,
diperoleh dengan prosedur yang sama namun sampel diganti dengn air destilata.
Kadar protein dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

( Cl blanko) x Cl x 4.007 x FK
Kadar protein (%bb) x 00
Bobot contoh (mg)
Keterangan:
FK = Faktor konversi yaitu 6.25

Analisis Kadar Lemak, Metode Soxhlet (SNI 01-2891-1992)


Labu lemak dikeringkan dalam oven bersuhu 105oC selama sekitar 15 menit,
lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang (W2). Sebanyak 1-2 g contoh
ditimbang dan dimasukkan ke dalam selongsong kertas saring yang dialasi dengan
kapas (W). Setelah itu selongsong kertas yang berisi contoh disumbat dengan
kapas, lalu dikeringkan dalam oven pada suhu tidak lebih dari 80oC selama ± 1 jam.
Selongsong kertas yang sudah dikeringkan kemudian dimasukkan ke dalam alat
soxhlet yang telah dihubungkan ke labu lemak. Lemak dalam contoh diekstrak
dengan heksana selama ± 6 jam. Heksana disuling dan ekstrak lemak dikeringkan
dalam oven pengering pada suhu 105oC, didinginkan pada desikator, lalu
ditimbang.

( 2)
Kadar lemak (g 00g basis basah) x 00
Keterangan:
W = bobot contoh (g)
W1 = bobot labu lemak+lemak hasil ekstraksi (g)
W2 = bobot labu lemak kosong (g)
13

Kadar Karbohidrat, Metode by difference (AOAC 1995)


Kadar karbohidrat dihitung sebagai sisa dari kadar air, abu, lemak dan
protein. Pada analisis ini diasumsikan bahwa karbohidrat merupakan bobot sampel
selain air, abu, lemak dan protein. Perhitungan kadar karbohidrat dengan metode by
difference menggunakan persamaan sebagai berikut:

Kadar karbohidrat (%) = 100 – (kadar air + kadar abu + kadar protein +
kadar lemak)

Analisis β-Karoten, Metode HPLC (Parker 1999)


Sebanyak 0.5-2 g sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup,
kemudian ditambahkan 10 ml larutan KOH 5% dalam metanol kemudian divorteks.
Setelah itu, gas nitrogen dihembuskan ke dalam tabung reaksi selama 30 detik lalu
ditutup untuk mencegah terjadinya oksidasi β-karoten. Larutan dipanaskan dalam
waterbath 65oC selama 30 menit, lalu didinginkan. Setelah itu, ditambahkan 5 ml
air, kemudian divorteks. Selanjutnya, ditambahkan 10 ml heksana kemudian
vorteks selama 30 detik, ditunggu hingga larutan dalam tabung terpisah menjadi
dua fraksi, lalu diambil larutan pada fraksi heksana (bagian atas) dan dipindahkan
ke tabung reaksi lain sambil dilewatkan pada kertas saring yang telah diberi natrium
sulfat anhydrous. Langkah ini dilakukan sebanyak 3 kali. Fraksi heksana yang
terkumpul diuapkan dengan gas nitrogen hingga kering. Analat kering yang
diperoleh dilarutkan dengan 1000 µl fase gerak untuk menghindari terjadinya
tailing pada kromatogram.
Selanjutnya, larutan sampel diinjeksikan ke HPLC. Volume larutan sampel
yang diinjeksi minimal 2 kali volume sampel loop (20 µl), yaitu 40 µl. Selanjutnya,
dilakukan persiapan larutan standar dan pembuatan kurva standar, yaitu seri
pengenceran 5x, 10x, 20x, 50x, dan 100x dibuat dari larutan standar β-karoten
konsentrasi 440 µg/ml dalam basis 1000 µl. Setiap larutan standar diinjeksikan ke
HPLC, minimal 2 kali volume sampel loop (20 µl), yaitu 40 µl. Hubungan antara
luas peak yang terbaca dengan konsentrasi larutan yang diinjeksikan kemudian
diplotkan, dimana luas peak sebagai sumbu y dan konsentrasi larutan sebagai
sumbu x. Kemudian peak β-karoten pada sampel diidentifikasi dengan
mencocokkan waktu retensi peak sampel dengan waktu retensi standar β-karoten.
Luas area peak β-karoten pada sampel dicatat dan dimasukkan ke dalam persamaan
kurva standar untuk memperoleh konsentrasi β-karoten sampel dari kurva standar
(µg/ml).

Stabilitas Emulsi, Metode Yasumatsu (Shyu dan Sung 2010)


Pengukuran stabilitas emulsi dengan metode ini berdasarkan pada
kemampuan pembentukan emulsi setelah dilakukan pemanasan dan sentrifugasi.
Prosedur penentuannya adalah sampel emulsi dipanaskan dalam penangas air
bersuhu 80oC selama 30 menit, kemudian disentrifugasi pada kecepatan 2700 rpm
selama 10 menit. Volume campuran yang masih membentuk emulsi diukur dan
stabilitas emulsi ditetapkan dengan persamaan sebagai berikut:

olume campuran yang teremulsi (ml)


Stabilitas emulsi (%) x 00
olume total campuran (ml)
14

Viskositas, Metode Viskometri (Shyu dan Sung 2010)


Pengukuran viskositas bahan emulsi dan minumannya dilakukan dengan
menggunakan alat Viskometer (Model RTV, Brookfield Engineering Labs., Inc.,
Middleboro, MA, USA). Sejumlah sampel (± 300 ml) dimasukkan ke dalam wadah
khusus pada alat Viskometer. Pengukuran viskositas dilakukan pada suhu 25oC.
Prinsip pengukuran viskositas dengan alat ini adalah mengukur besarnya hambatan
akibat kekentalan suatu fluida yang dialami oleh silinder atau piringan ketika
berputar dalam fluida yang diukur.
Silinder yang berputar dalam suatu fluida (sampel) disebut dengan spindle.
Alat ini terdiri atas 4 jenis yang dibedakan berdasarkan ukurannya. Spindle nomor 1
merupakan spindle yang berukuran paling besar, sedangkan spindle nomor 4
berukuran paling kecil. Semakin kental suatu fluida, maka ukuran spindle yang
digunakan semakin kecil. Perputaran pada viscometer dapat diatur sesuai dengan
sampel yang digunakan. Pengaturan spindle dan speed harus sesuai agar dial
reading dapat terbaca. Berikut ini persamaan untuk mengukur viskositas.

Viskositas (cP) = dial reading x faktor

Nilai faktor dipengaruhi oleh spindle dan speed yang digunakan. Berikut nilai
faktor untuk setiap spindle dan speed yang digunakan (Tabel 1).

Tabel 1 Faktor untuk setiap spindle dan speed


Spindle
Speed
1 2 3 4
0.3 200 1K 4K 20K
1.5 100 500 2K 10K
3 40 200 800 4K
6 20 100 400 2K
12 10 50 200 1K
30 5 25 100 500
60 1 5 20 100
Keterangan: K = 1000

Analisis Sensori, Uji Hedonik (Waysima dan Adawiyah 2011)


Pengujian organoleptik dilakukan setelah sampel dibuat atau pada awal
penyimpanan dengan uji penerimaan berupa uji kesukaan (hedonik) terhadap
kriteria mutu minuman emulsi. Atribut yang diuji adalah rasa, aroma, warna,
tekstur (kekentalan), dan penampakan umum (overall). Panelis yang digunakan
adalah panelis tidak terlatih berjumlah 70 orang. Tingkat skala hedonik mulai dari
sangat suka (skala numerik = 7), suka (6), agak suka (5), netral (4), agak tidak suka
(3), tidak suka (2), dan sangat tidak suka (1). Hasil uji hedonik ditabulasikan dalam
tabel, kemudian dilakukan analisis uji t (paired sample test) menggunakan program
statistik, yaitu SPSS 20.0 untuk melihat signifikansi perbedaan kedua sampel.

Analisis Data

Pengolahan data
dataoptimasi bahan
optimasi emulsi
bahan menggunakan
emulsi menggunakanprogram Design Design
program Expert
V.7,
Expertadapun uji hedonik
V.7, adapun dianalisis
uji hedonik dengan
dianalisis uji uji
dengan t pada
t padataraf
taraf signifikansi
signifikansi 5%
menggunakan program
programSPSSSPSS
20.0,20.0, sedangkan
sedangkan data yangdata yangdiolah
lainnya lainnya diolah
menggunakan nilai rata-rata dan simpangan baku dengan program Microsoft Office
Excel 2013.
15

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui karakteristik kimia


minyak sawit yang digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan bahan emulsi.
Karakteristik kimia tersebut meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar
protein, kadar karbohidrat, dan kadar β-karoten minyak sawit.
Minyak sawit yang digunakan merupakan minyak sawit crude palm oil
(CPO) yang diperoleh dari PT. Sinar Meadow Internasional Indonesia. Minyak
CPO ini sebelum digunakan sebagai campuran dalam pembuatan bahan emulsi,
terlebih dahulu dilakukan degumming (pemisahan gum).
Degumming merupakan suatu proses pemisahan getah atau lendir yang terdiri
dari fosfolipid, protein, residu, karbohidrat, air dan resin. Umumnya proses ini
dilakukan dengan teknik dehidrasi gum atau kotoran lain agar bahan tersebut
mudah terpisah dari minyak, kemudian disusul dengan proses sentrifugasi (Ketaren
2008). Komponen-komponen fosfatida membentuk lendir (gum) pada CPO dan
tidak dikehendaki karena trigliserida akan terhidrasi sehingga menimbulkan emulsi
pada saat pengolahannya, mempersulit adsorbsi tanah pemucat. Fosfatida yang
terlarut dalam minyak dapat dipisahkan dengan menyalurkan uap air panas ke
dalam minyak sehingga terpisah dari minyak, sedangkan fosfatida yang tidak larut
air dapat dipisahkan dengan penambahan asam fosfat (H3PO4). Hasil analisis
karakteristik kimia minyak sawit dapat dilihat pada Tabel 2.
Hasil analisis menunjukkan bahwa setelah proses degumming terjadi
penurunan kadar protein, karbohidrat, dan β-karotennya. Penurunan kadar protein,
dan karbohidrat ini disebabkan karena lendir pada minyak awal yang juga
mengandung kedua zat tersebut mengalami pemisahan dengan adanya proses
degumming, sedangkan penurunan jumlah β-karoten disebabkan oleh proses
pemanasan yang terjadi selama degumming. Beta karoten merupakan bagian dari
karotenoid. Karotenoid memiliki ikatan rangkap terkonjugasi yang menyebabkan
karotenoid sangat sensitif terhadap degradasi oksidatif ketika berhubungan dengan
udara dan panas. Oksidasi karotenoid dipercepat dengan adanya sinar (Purnamasari
et al. 2013).

Tabel 2 Komposisi kimia CPO sebelum dan setelah proses degumming


Kadar Kadar
Kadar Kadar Kadar Kadar KH
Sampel protein β-karoten
air (%) abu (%) lemak (%) (by diff) (%)
(%) (ppm)
Sawit A 0.13±0.00 0.02±0.00 99.48±0.02 0.22±0.00 0.15±0.00 366.18±2.96
Sawit B 0.16±0.00 0.00±0.00 99.76±0.09 0.00±0.00 0.08±0.00 290.55±0.66
Keterangan: KH = Karbohidrat A. Minyak CPO awal B. Minyak CPO hasil degumming

Penelitian Utama

Penelitian utama merupakan tahap untuk menentukan optimasi bahan emulsi


minyak sawit dengan tiga jenis stabilizer (CMC, gelatin, dan gum arab). Pemilihan
16

jenis-jenis stabilizer tersebut berdasarkan kemampuannya yang baik sebagai


penstabil. CMC merupakan turunan selulosa yang larut dalam air, selain itu CMC
juga memiliki kemampuan sebagai pengental, pengikat, penstabil, dan penahan air
(Tan et al. 2008). Gelatin mempunyai sifat-sifat antara lain hampir tidak berasa,
tidak berbau, tidak berwarna atau berwarna kuning kecoklatan, dan larut dalam air.
Sifat-sifat yang dimiliki gelatin tersebut menyebabkan gelatin lebih disukai
dibandingkan bahan-bahan pembentuk gel lain seperti karagenan (Maryani et al.
2010). Gum arab merupakan polisakarida komposit alami yang berasal dari pohon
akasia. Di antara gum yang lain, gum arab merupakan jenis gum yang terbaik. Gum
arab berfungsi sebagai penstabil yang baik dalam produk makanan, serta larut
dalam air (Dror et al. 2006). Kemudian bahan emulsi optimal diolah menjadi
minuman emulsi dan dilakukan uji hedonik (kesukaan) untuk mengetahui kesukaan
panelis. Minuman emulsi yang terpilih dari uji hedonik selanjutnya dilakukan uji
fisik yaitu analisis stabilitas emulsi dan viskositas, serta uji kimia yaitu analisis
kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat, dan kadar β-karotennya.

Tahap Analisis Respon Bahan Emulsi


Terdapat enam model polinomial pada program DX7 yang tersedia untuk
setiap respon. Namun, model polinomial tersebut merupakan gabungan dari mix
order (mean, linear, quadratic, dan cubic) dan process order (mean dan main
effect). Program DX7 merekomendasikan model yang paling sesuai untuk setiap
respon. Model tersebut dapat menampilkan hasil analisis ragam atau ANOVA.
Suatu faktor respon dapat dikatakan berbeda nyata (signifikan) pada taraf
signifikansi 5% bila nilai “prob>f” hasil analisis lebih kecil atau sama dengan 0.05.
Faktor-faktor respon tersebut selanjutnya digunakan sebagai model prediksi untuk
mendapatkan bahan emulsi optimal.

Analisis Respon Bahan Emulsi dengan Stabilizer CMC


Berdasarkan data hasil pengujian yang dapat dilihat pada Tabel 3 dan 4,
diketahui bahwa hasil uji sidik ragam (ANOVA) pada taraf signifikansi 5%
menunjukkan bahwa model yang direkomendasikan, yaitu perpaduan antara cubic
dan main effect adalah signifikan, dengan nilai “prob>f” stabilitas emulsi lebih kecil
dari 0.05 (<0.0001). Persamaan di atas terlihat bahwa nilai stabilitas emulsi akan
meningkat seiring peningkatan minyak dan air, yang ditandai dengan konstanta
yang bernilai positif. Sedangkan interaksi antara minyak dan air dapat menurunkan
stabilitas emulsi, yang ditandai dengan konstanta yang bernilai negatif. Adapun
hasil uji ANOVA terhadap viskositas pada taraf signifikansi 5% menunjukkan
bahwa model yang digunakan, yaitu perpaduan antara modifikasi cubic dan main
effect adalah signifikan, dengan nilai “prob>f” stabilitas emulsi lebih kecil dari 0.05
(0.0024). Persamaan di atas juga menunjukkan bahwa nilai viskositas akan
meningkat seiring dengan peningkatan air serta interaksi antara minyak, air, dan
CMC, sedangkan minyak dan interaksi antara minyak dan CMC dapat menurunkan
viskositas.
Tabel 3 Hasil analisis ragam (ANOVA) tiap faktor respon untuk stabilizer CMC
Jumlah Derajat Kuadrat F Nilai P
Respon Keterangan
Kuadrat Bebas Tengah Hitung Prob>f
Stabilitas
7724.84 4 1931.21 227.37 <0.0001 Signifikan
Emulsi
Viskositas 2423x109 5 4846x108 8.40 0.0024 Signifikan
17

Tabel 4 Model ordo terpilih dan persamaan polinomial tiap respon untuk stabilizer
CMC
Respon Model Ordo Model Matematika
Stabilitas Combined cubic x Y1 = 28.88*A + 88.77*B - 20.10*A*B + 3.51*B*C +
Emulsi Main effect 54.50*A*B(A-B)
Combined reduced Y2 = -1092.73*A + 10014.22*B + 64981.04*A*B –
Viskositas
cubic x Main effect 1352.95*A*C + 5066.76*B*C + 46731.90*A*B*C
Keterangan: Y1= Stabilitas emulsi, Y2= Viskositas, A= Minyak, B= Air, C= CMC

Berdasarkan grafik dapat diketahui bahwa stabilitas emulsi mengalami


penurunan dari perbandingan minyak-air 30:70 hingga 70:30. Artinya peningkatan
jumlah minyak dan penurunan air menyebabkan terjadinya penurunan stabilitas
emulsi, sedangkan viskositasnya mengalami peningkatan kemudian mengalami
penurunan seiring peningkatan jumlah minyak dan penurunan jumlah airnya
(Gambar 7). Menurut Tan et al. (2008) CMC merupakan polikasarida jenis anionik
dengan beberapa struktur molekul yang berbeda-beda di antaranya adalah
amphipathic anhydrous glucopyranose (AHG; yang salah satu sisinya bersifat
hidrofilik dan sisi lainnya bersifat hidrofobik) dan carboximethyl (CM) yang
bersifat hidrofilik. Keberadaan kedua fraksi hidrofilik dan hidrofobik pada CMC
menjadikannya sebagai penstabil yang kuat dalam sistem emulsi dan koloid.
Karena kedua struktur tersebut sangat efektif dalam mengurangi tegangan
interfasial minyak-air. Data stabilitas emulsi dan viskositas stabilizer CMC dapat
dilihat pada Lampiran 1.

Design-Expert® Software Two Component Mix Software


Design-Expert®
Two Component Mix
Stabilitas Emulsi 86 Viskositas 8300 2
DesignPoints 2
DesignPoints
X1 = A: Minyak X1 = A: Minyak
X2 = B: Air X2 = B: Air

Actual Factor 70.75 Actual Factor 6275


Stabilitas Emulsi (%)

C: CMC = CMC2 C: CMC = 0.75% CMC


Viskositas (cP)

55.5 4250

40.25 2225

2
25 200

Actual Minyak 30 40 50 60 70 Actual Minyak 30 40 50 60 70


Actual Air 70 60 50 40 30 Actual Air 70 60 50 40 30

Gambar 7 Grafik model respon stabilitas emulsi dan viskositas bahan emulsi
dengan stabilizer CMC

Analisis Respon Bahan Emulsi dengan Stabilizer Gelatin


Berdasarkan data hasil pengujian yang dapat dilihat pada Tabel 5 dan 6,
diketahui bahwa hasil uji sidik ragam (ANOVA) pada taraf signifikansi 5%
menunjukkan bahwa model yang direkomendasikan, yaitu perpaduan antara cubic
dan mean adalah signifikan, dengan nilai “prob>f” stabilitas emulsi lebih kecil dari
0.05 (<0.0001). Pada persamaan di atas terlihat bahwa nilai stabilitas emulsi akan
18

meningkat seiring peningkatan minyak dan air, yang ditandai dengan konstanta
yang bernilai positif, sedangkan interaksi antara minyak dan air dapat menurunkan
stabilitas emulsi, yang ditandai dengan konstanta yang bernilai negatif. Adapun
hasil uji ANOVA terhadap viskositas pada taraf signifikansi 5% menunjukkan
bahwa model yang digunakan, yaitu perpaduan antara modifikasi cubic dan main
effect adalah signifikan, dengan nilai “prob>f” stabilitas emulsi lebih kecil dari 0.05
(<0.0001). Persamaan di atas juga menunjukkan bahwa nilai viskositas akan
meningkat seiring dengan peningkatan minyak serta interaksi antara minyak dan
gelatin, sedangkan air dan interaksi antara minyak dan air dapat menurunkan
viskositas.

Tabel 5 Hasil analisis ragam (ANOVA) tiap faktor respon untuk stabilizer gelatin
Jumlah Derajat Kuadrat F Nilai P
Respon Keterangan
Kuadrat bebas Tengah Hitung Prob>f
Stabilitas
11313.07 3 3771.02 184.43 <0.0001 Signifikan
Emulsi
Viskositas 7.092x106 7 1.013x106 114.90 <0.0001 Signifikan

Tabel 6 Model ordo terpilih dan persamaan polinomial tiap respon untuk stabilizer
gelatin
Respon Model Ordo Model Matematika
Stabilitas Combined cubic x Y1 = 100.44*A + 63.15*B - 213.05*A*B -
Emulsi Mean 72.40*A*B*(A-B)
Y2 = 1441.48*A - 7.02*B – 3131.66*A*B +
Combined cubic x
Viskositas 497.34*A*C - 5.66*B*C – 1044.97*A*B*C –
Main effect
3456.20*A*B*C*(A-B)
Keterangan: Y1= Stabilitas emulsi, Y2= Viskositas, A= Minyak, B= Air, C= Gelatin

Berdasarkan grafik dapat diketahui bahwa stabilitas emulsi mengalami


penurunan dari perbandingan minyak-air 30:70 hingga 50:50 kemudian mengalami
peningkatan hingga 70:30. Artinya stabilitas emulsi mengalami penurunan pada
perbandingan tertentu kemudian mengalami peningkatan, sedangkan viskositasnya
mengalami penurunan kemudian mengalami peningkatan seiring peningkatan
minyak dan penurunan jumlah airnya (Gambar 8). Menurut Maryani et al. (2010)
gelatin memiliki sifat dapat berubah secara reversible dari bentuk sol ke gel,
membengkak atau mengembang dalam air dingin, dapat membentuk film,
mempengaruhi viskositas suatu bahan, dan dapat melindungi sistem koloid.
Menurut Hastuti dan Sumpe (2007) gelatin mengandung protein yang sangat tinggi
dan rendah kadar lemaknya. Gelatin kering dengan kadar air 8-12% mengandung
protein sekitar 84-86% protein, lemak hampir tidak ada dan 2-4% mineral. Oleh
karena itu gelatin bersifat serba guna, yaitu berfungsi sebagai bahan pengisi,
pengikat, pengendap, pemerkaya gizi, pengatur elastisitas, dapat membentuk
lapisan tipis yang elastis membentuk film yang transparan dan kuat kemudian sifat
penting lainnya yaitu daya cernanya yang tinggi dan dapat diatur, sebagai
pengawet, humektan, serta penstabil. Data stabilitas emulsi dan viskositas stabilizer
gelatin dapat dilihat pada Lampiran 2.
19
Design-Expert® Software
Two Component Mix Software
Design-Expert®
Two Component Mix
Stabilitas Emulsi 101 Viskositas 2 1000
DesignPoints DesignPoints
X1 = A: Minyak X1 = A: Minyak
X2 = B: Air X2 = B: Air

Actual Factor 82 Actual Factor 725


Stabilitas Emulsi (%)

C: Gelatin = 0.75% Gelatin C: Gelatin = 0.75% Gelatin

Viskositas (cP)
63 450

44 175
2
2
25 -100

Actual Minyak 30 40 50 60 70 Actual Minyak 30 40 50 60 70


Actual Air 70 60 50 40 30 Actual Air 70 60 50 40 30

Gambar 8 Grafik model respon stabilitas emulsi dan viskositas bahan emulsi
dengan stabilizer gelatin

Analisis Respon Bahan Emulsi dengan Stabilizer Gum Arab


Berdasarkan data hasil pengujian yang dapat dilihat pada Tabel 7 dan 8,
diketahui bahwa hasil uji sidik ragam (ANOVA) pada taraf signifikansi 5%
menunjukkan bahwa model yang direkomendasikan, yaitu perpaduan antara linier
dan mean adalah signifikan, dengan nilai “prob>f” stabilitas emulsi lebih kecil dari
0.05 (<0.0042). Persamaan di atas terlihat bahwa nilai stabilitas emulsi akan
meningkat seiring peningkatan jumlah minyak dan air, yang ditandai dengan
konstanta yang bernilai positif. Adapun hasil uji ANOVA terhadap viskositas pada
taraf signifikansi 5% menunjukkan bahwa model yang digunakan, yaitu perpaduan
antara modifikasi cubic dan mean adalah signifikan, dengan nilai “prob>f”
stabilitas emulsi lebih kecil dari 0.05 (<0.0001). Persamaan di atas juga
menunjukkan bahwa nilai viskositas akan meningkat seiring dengan peningkatan
minyak dan air, serta interaksi antara minyak dan air. Di lain pihak interaksi
minyak, air, dan selisih antara minyak dan air dapat menurunkan viskositas.

Tabel 7 Hasil analisis ragam (ANOVA) tiap faktor respon untuk stabilizer gum
arab
Jumlah Derajat Kuadrat F Nilai P
Respon Keterangan
Kuadrat Bebas Tengah Hitung Prob>f
Stabilitas
878.27 1 878.27 11.63 0.0042 Signifikan
Emulsi
Viskositas 1.915x106 3 6.383x105 25.49 <0.0001 Signifikan

Tabel 8 Model ordo terpilih dan persamaan polinomial tiap respon untuk stabilizer
gum arab
Respon Model Ordo Persamaan Polinomial
Stabilitas Combined linier x
Y1 = 22.34*A + 41.84*B
Emulsi Mean
Combined cubic x Y2 = 495.4*A + 901.96*B + 1811.71*A*B –
Viskositas
Mean 3348.56*A*B*(A-B)
Keterangan: Y1= Stabilitas emulsi, Y2= Viskositas, A= Minyak, B= Air, C= Gum Arab
20

Berdasarkan grafik dapat diketahui bahwa stabilitas emulsi mengalami


penurunan dari perbandingan minyak-air 30:70 hingga 70:30. Artinya peningkatan
jumlah minyak dan penurunan air menyebabkan terjadinya penurunan stabilitas
emulsi, sedangkan viskositasnya mengalami peningkatan hingga perbandingan
40:60 kemudian mengalami penurunan seiring peningkatan minyak dan penurunan
jumlah airnya (Gambar 9). Gum arab merupakan molekul bercabang dan kompleks.
Dengan bentuk struktur yang demikian menyebabkan gum arab memiliki
kekentalan yang rendah (Buffo et al. 2001). Menurut Mirhosseini et al. (2009)
terdapatnya komponen kimia polisakarida arabinogalaktan dalam struktur kimia
gum arab sehingga mempengaruhi stabilitas emulsinya. Hal inilah yang
menyebabkan stabilitas emulsinya rendah. Data stabilitas emulsi dan viskositas
stabilizer gum arab dapat dilihat pada Lampiran 3.

Design-Expert® Software Two Component Mix Software


Design-Expert® Two Component Mix
Stabilitas Emulsi 46 Viskositas 1700
DesignPoints DesignPoints
X1 = A: Minyak X1 = A: Minyak
X2 = B: Air X2 = B: Air

Actual Factor 40 Actual Factor 1375


Stabilitas Emulsi (%)

2
C: Gum Arab = GAR2 C: Gum Arab = GAR2
Viskositas (cP)

34 1050

28 2 725

22 400

Actual Minyak 30 40 50 60 70 Actual Minyak 30 40 50 60 70


Actual Air 70 60 50 40 30 Actual Air 70 60 50 40 30

Gambar 9 Grafik model respon stabilitas emulsi dan viskositas bahan emulsi
dengan stabilizer gum arab

Tahap Optimasi
Program DX7 selanjutnya mengolah semua faktor respon berdasarkan
kriteria-kriteria yang ditetapkan dan memberikan beberapa solusi bahan emulsi
minyak sawit terpilih. Nilai target optimasi yang dapat dicapai disebut sebagai
desirability. Desirability memiliki nilai 0 sampai 1.0. Kegiatan optimasi merupakan
kegiatan untuk mencapai nilai desirability maksimum. Namun demikian, tujuan
optimasi bukan untuk mencari nilai desirability sebesar 1.0 melainkan untuk
mencari kondisi terbaik yang mempertemukan semua fungsi tujuan.
Bahan emulsi dengan stabilizer CMC menunjukkan nilai stabilitas emulsi
berkisar antara 25.83% hingga 93.08%. Adapun nilai viskositasnya berkisar antara
960 cP hingga 40200 cP. Saat dilakukan proses optimasi, program tidak
memberikan pilihan optimalnya. Hal ini terjadi karena pada nilai stabilitas yang
disyaratkan, yaitu kisaran 95% hingga 100% nilai viskositasnya maksimal 1000 cP.
Menurut Nielloud dan Mestres (2000) emulsi dengan stabilitas emulsi 50% atau
kurang merupakan emulsi yang tidak stabil, sedangkan stabilitas emulsi minimal
95% dapat tahan hingga lebih dari satu tahun. Adapun menurut McClements (2008)
emulsi dikatakan kental jika nilai viskositasnya lebih dari 1000 cP. Masalah yang
21

lain bisa disebabkan oleh stabilizer CMC tersebut yang kurang sesuai jika
digunakan dalam bahan emulsi karena nilai viskositas yang dihasilkan cenderung
tinggi. Jumlah perbandingan antara minyak dan air juga dapat menjadi faktor yang
mempengaruhi tidak optimalnya bahan emulsi dengan jenis stabilizer CMC.
Hal yang sama terjadi pada bahan emulsi dengan stabilizer gum arab yang
menunjukkan bahwa nilai stabilitas emulsi berkisar antara 9.17% hingga 54.17%,
sedangkan nilai viskositasnya berkisar antara 518.8 cP hingga 1606.3 cP. Kisaran
nilai yang ditunjukkan pada bahan emulsi ini tidak masuk kisaran yang disyaratkan,
meskipun nilai viskositasnya bisa mencapai nilai 1000 cP, sehingga program tidak
memberikan nilai optimalnya saat dilakukan optimasi. Hal ini dapat terjadi karena
stabilizer gum arab kurang sesuai jika digunakan dalam bahan emulsi serta
perbandingan minyak dan air yang kurang tepat.
Adapun penambahan gelatin dalam bahan emulsi menunjukkan nilai stabilitas
emulsi berkisar antara 25% hingga 100%, serta nilai viskositas yang berkisar antara
4 cP hingga 1980 cP. Nilai stabilitas emulsi maupun nilai viskositasnya masuk pada
kriteria optimasi yang ditentukan yaitu stabilitas emulsi kisaran 95% hingga 100%
dan viskositas maksimal 1000 cP. Berdasarkan data tersebut, program dapat
memberikan nilai optimasinya, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 9.

Tabel 9 Bahan emulsi terpilih hasil optimasi menggunakan DX7


Minyak Air Gelatin Desirability
70% 30% GLT2 1.000 Selected

Bahan emulsi optimal adalah bahan emulsi yang menggunakan komposisi


minyak 70%, air 30%, dan stabilizer gelatin GLT2 (0.75%) dengan nilai
desirability 1.000. Selanjutnya bahan emulsi terpilih ini diverifikasi, yaitu
dilakukan pembuktian untuk memperoleh nilai dari respon yang diberikan program.
Produk emulsi optimal dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Produk emulsi optimal

Berdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran diperoleh bahwa produk


emulsi optimum dengan desirability yang disarankan, menghasilkan produk emulsi
dengan nilai stabilitas emulsi 99% dan viskositas 940 cP. Hasil tersebut tidak sama
persis dengan yang diprediksikan, tetapi hasil yang diperoleh tidak berbeda jauh
dengan yang diprediksikan oleh program. Nilai respon yang diprediksikan program
dapat dilihat pada Tabel 10.
22

Tabel 10 Perbandingan nilai pengukuran dengan nilai prediksi produk emulsi


optimal
95% PI
Respon Aktual Prediksi
Rendah Tinggi
Stabilitas Emulsi (%) 99 100.441 89.44 111.45
Viskositas (cP) 940 944.143 679.30 1208.99

Hasil pengamatan dan pengukuran ini masih berada dalam selang 95% PI low
dengan 95% PI high. Nilai 95% PI (Prediction Interval) low menunjukkan nilai
terendah dari kisaran yang diprediksikan, dimana memiliki nilai kepercayaan dari
pengamatan individual sebesar 95%, sedangkan nilai dari 95% PI (Prediction
Interval) high menunjukkan nilai tertinggi dari kisaran yang diprediksikan, di mana
memiliki nilai kepercayaan dari pengamatan individual sebesar 95%. Karena hasil-
hasil dari pengamatan dan pengukuran masih masuk dalam kisaran prediksi, berarti
produk emulsi optimum yang terpilih sesuai dengan yang direkomendasikan oleh
program, dengan kata lain hasil optimasi penggunaan stabilizer pada produk emulsi
tersebut terverifikasi.

Uji Mutu Minuman Emulsi


Bahan emulsi yang terpilih tersebut selanjutnya digunakan dalam pembuatan
minuman emulsi dengan penambahan high fructose syrup (HFS) sebagai pemanis
dan flavor nanas sebagai penyedap rasa dan aroma. Menurut Cahyadi (2006) bahan
pemanis ditambahkan dengan tujuan untuk memperbaiki rasa dan bau bahan
pangan sehingga rasa manis yang timbul dapat meningkatkan kelezatan, sedangkan
bahan penyedap rasa dalam pengolahan pangan salah satunya bertujuan untuk
menutupi atau menyembunyikan aroma bahan pangan yang tidak disukai. Menurut
Prahastuti (2011) fruktosa digunakan sebagai pemanis oleh industri makanan
karena mempunyai rasa paling manis diantara jenis karbohidrat lainnya, bahkan 1.7
kali lebih manis bila dibandingkan sukrosa dengan harga yang relatif murah.
Adanya warna pada pangan juga dapat dikaitkan dengan aroma yang khusus.
Seperti pada pembuatan minuman emulsi ini digunakan flavor nanas. Penentuan
mutu minuman emulsi dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu uji hedonik, fisik, dan
kimia.

Uji Hedonik
Minuman emulsi dilakukan uji hedonik atau tingkat kesukaan kepada 70
panelis tidak terlatih. Pada uji sensori ini dilakukan pembedaan penambahan high
fructose syrup (HFS) sebesar 10% dan 15%, serta penambahan flavor nanas sebesar
1.5% pada tiap minuman emulsi yang diujikan. Atribut yang diujikan pada uji
sensori ini antara lain rasa, warna, aroma, tekstur (kekentalan), dan overall, serta
perbandingan tingkat kesukaan panelis terhadap dua minuman emulsi yang
disajikan. Analisis yang dilakukan pada adalah uji t menggunakan analisis statistik
SPSS 20.0. Hasil uji sensori minuman emulsi ini akan menjadi saran perbaikan
produk. Data rataan hasil uji sensori dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar tersebut menunjukkan skor rataan pada atribut rasa adalah sebesar
3.33 (agak tidak suka) untuk minuman emulsi dengan HFS 10% dan 3.96
(mendekati biasa) untuk minuman emulsi dengan HFS 15%. Berdasarkan uji t, skor
23

kesukaan tersebut berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%. Hasil uji tersebut
menunjukkan bahwa posisi kesukaan panelis terhadap rasa minuman emulsi HFS
10% lebih kecil terhadap minuman emulsi HFS 15%.
Nilai rataan skor kesukaan panelis terhadap atribut warna adalah 4.57
(mendekati agak suka) untuk produk minuman emulsi HFS 10% dan 4.54
(mendekati agak suka) untuk produk minuman emulsi HFS 15%. Berdasarkan uji t,
skor kesukaan untuk atribut aroma tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%.
Artinya kedua produk minuman emulsi tersebut memiliki aroma yang sama.
Nilai rataan skor kesukaan panelis terhadap atribut aroma adalah 4.54
(mendekati agak suka) untuk minuman emulsi HFS 10% dan 4.63 (mendekati agak
suka) untuk minuman emulsi HFS 15%. Berdasarkan uji t, skor kesukaan panelis
tersebut tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%. Hal ini terjadi karena
adanya penambahan flavor nanas pada kedua produk dengan konsentrasi yang
sama.
Nilai rataan skor kesukaan panelis terhadap tekstur (kekentalan) adalah 4.29
(biasa) untuk minuman emulsi HFS 10% dan 4.41 (biasa) untuk minuman emulsi
HFS 15%. Berdasarkan uji t, skor kesukaan panelis tersebut tidak berbeda nyata
pada taraf signifikansi 5%. Artinya kekentalan kedua produk tersebut sama.
Nilai rataan skor kesukaan panelis terhadap overall atau secara keseluruhan
baik rasa, warna, aroma, dan tekstur (kekentalan) adalah 3.77 (mendekati biasa)
untuk minuman emulsi HFS 10% dan 4.31 (biasa) untuk minuman emulsi HFS
15%. Berdasarkan uji t, skor kesukaan panelis tersebut berbeda nyata pada taraf
signifikansi 5%. Nilai kesukaan terhadap overall minuman emulsi HFS 10% lebih
kecil dibanding skor kesukaan panelis terhadap minuman emulsi HFS 15%. Nilai
yang berbeda nyata ini terutama dikarenakan atribut rasa yang berbeda nyata,
sedangkan nilai dari atribut lainnya cenderung lebih tinggi sedikit pada minuman
emulsi HFS 15% sehingga berdampak pada perolehan nilai overall.

5.00 a
4.57a 4.54a 4.54a 4.63 a
4.29a 4.41 4.31b
3.96b 3.77a
4.00
3.33a
3.00

2.00

1.00

0.00
Rasa Warna Aroma Tekstur Overall
Minuman Emulsi HFS 10% Minuman Emulsi HFS 15%
Keterangan: Huruf yang sama di belakang angka menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0.05).

Gambar 11 Grafik skor rataan kesukaan pada berbagai atribut


24

Uji Fisik
Stabilitas Emulsi dan Viskositas Minuman Emulsi
Stabilitas emulsi pada minuman emulsi ini adalah 97% dan viskositasnya 325
cP. Terjadi penurunan nilai stabilitas emulsi dan viskositas pada produk ini
dibandingkan bahan emulsi aktualnya, hal ini terjadi karena pada minuman emulsi
sudah ditambahkan beberapa bahan tambahan pangan (BTP), yaitu HFS sebagai
pemanis dan flavor nanas sebagai penyedap rasa. BTP yang ditambahkan sifatnya
cairan sehingga mempengaruhi nilai stabilitas emulsi dan viskositasnya.
Penambahan BTP ini bertujuan untuk memperbaiki kualitas minuman emulsi
tersebut agar diterima oleh konsumen.

Uji Kimia
Analisis Proksimat
Minuman emulsi yang dilakukan analisis proksimat adalah minuman emulsi
dengan nilai overall yang tinggi berdasarkan uji hedonik, yaitu minuman emulsi
dengan penambahan HFS 15% serta flavor nanas 1.5%. Hasil proksimat minuman
emulsi dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Komposisi kimia minuman emulsi (basis basah)


Kadar Kadar Kadar Kadar Kadar KH*
Sampel
air (%) abu (%) lemak (%) protein (%) (by diff) (%)
Minuman emulsi 29.70±0.18 0.04±0.00 59.76±0.05 0.65±0.00 9.85±0.00
Keterangan: KH = Karbohidrat

Berdasarkan Tabel 11, dapat dilihat bahwa kadar air dalam minuman emulsi
cukup tinggi yaitu 29.70%. Nilai kadar air yang cukup tinggi ini berasal dari
komposisi minuman emulsi yaitu air, sirup fruktosa, dan flavor nanas. Ketiga bahan
tersebut sifatnya adalah cairan sehingga menyebabkan tingginya kadar air dalam
minuman emulsi. Kadar air yang tinggi ini cukup merugikan karena bisa menjadi
medium pertumbuhan mikroba sehingga dapat merusak minuman emulsi tersebut.
Namun untuk mengurangi kemungkinan pertumbuhan mikroba, perlu dilakukan
proses lanjutan seperti pasteurisasi.
Berdasarkan data di atas terlihat bahwa kadar abu minuman emulsi adalah
0.04%. Kadar abu merupakan nilai yang dapat menunjukkan unsur-unsur mineral
atau zat-zat anorganik (Winarno 2008). Hal ini menunjukkan bahwa kandungan
mineral dalam minuman emulsi ini tergolong sangat rendah karena hampir tidak
ada komponen mineralnya. Menurut SNI 01-2985-1992, sirup fruktosa
mengandung kadar abu sebesar 0.05%. Kadar abu minuman emulsi ini lebih rendah
dari standar maksimal yang ditentukan SNI terhadap HFS yang merupakan
komponen penyusun minuman emulsi.
Kadar lemak pada minuman emulsi ini sebesar 59.76%. Tingginya kadar
lemak minuman emulsi ini berasal dari minyak sawit sebagai bahan bakunya yang
mencapai 70% dari formula awal. Kadar lemak minuman emulsi minyak sawit
merah pada penelitian Aryanto (2011) sebesar 60.34%. Kadar lemak minuman
emulsi minyak sawit tidak berbeda jauh dengan minuman emulsi minyak sawit
merah. Kadar lemak yang cukup tinggi ini bisa mempengaruhi kualitas minuman
emulsi yang menyebabkan terjadinya ketengikan karena proses oksidasi. Namun
pada minuman emulsi ini sudah ditambahkan antioksidan, yaitu BHT, serta
25

kandungan β-karoten dalam minyak sawit yang juga berfungsi sebagai antioksidan,
sehingga mengurangi proses terjadinya ketengikan pada minuman emulsi.
Hasil analisis kadar protein menunjukkan bahwa kandungan protein minuman
emulsi adalah sebesar 0.65%. Kadar protein pada minuman emulsi ini berasal dari
enzim yang terdapat pada HFS yang digunakan. Menurut Aryanto (2011) kadar
protein dalam sirup fruktosa ini berasal dari enzim yang masih ada dalam produk
sirup fruktosa. Protein ini dibutuhkan bagi tubuh, yaitu sebagai salah satu sumber
energi. Menurut Martony (2006) fungsi protein adalah sebagai sumber energi.
Kadar protein pada minuman emulsi ini tergolong sangat kecil karena komposisi
atau bahan yang digunakan tidak banyak mengandung protein.
Kadar karbohidrat minuman emulsi ini sebesar 9.85%. Kadar karbohidrat ini
lebih besar jika dibandingkan dengan penelitian Aryanto (2011) yaitu sebesar
5.25%. Karbohidrat dalam minuman emulsi berasal dari sirup fruktosa (HFS) yang
digunakan dalam pembuatan minuman emulsi.

Analisis β-Karoten
Analisis kadar β-karoten juga dilakukan pada produk akhir minuman emulsi.
Menurut Azrimaidaliza (2007) β-karoten adalah bentuk provitamin A paling aktif,
yang di dalamnya terdapat dua molekul retinol yang saling berkaitan. Selain itu, β-
karoten juga berfungsi sebagai senyawa antioksidan (Parwata et al. 2010). Kadar β-
karoten pada minuman emulsi ini sebesar 325.79 ppm (µg/g). Nilai ini lebih besar
jika dibandingkan dengan kadar β-karoten pada minuman emulsi minyak sawit
merah penelitian Aryanto (2011), yaitu sebesar 83.99 ppm (µg/g). Tingginya kadar
β-karoten ini sangat diinginkan karena hal ini berkaitan dengan vitamin A.
KMKRI (2005) menetapkan bahwa AKG (Angka Kecukupan Gizi) rata-rata
yang dianjurkan bagi bangsa Indonesia (per orang per hari) untuk vitamin A (dalam
satuan RE) pada pria dewasa (19-29 tahun) dan wanita dewasa (19-29 tahun) adalah
masing-masing 600 RE dan 500 RE.
Jika diasumsikan pada produk minuman emulsi siap dikonsumsi dengan berat
takaran saji sebesar 5 g, produk ini dapat memenuhi 45.25% AKG vitamin A per
takaran saji untuk pria dewasa, serta 54.3% AKG vitamin A per takaran saji untuk
wanita dewasa. Perhitungan nilai AKG minuman emulsi per takaran saji dapat
dilihat pada Lampiran 10. Jadi bisa dikatakan minuman emulsi ini dapat memenuhi
setengah kebutuhan harian vitamin A per takaran saji.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Parameter proses optimal untuk pembuatan bahan emulsi yaitu dengan


menggunakan formula dengan konsentrasi kombinasi minyak, air, dan stabilizer
gelatin sebesar 70%, 30%, dan 0.75% dengan nilai stabilitas emulsi 99% dan
viskositas 940 cP. Bahan emulsi optimum ini diolah menjadi minuman emulsi dan
dilakukan uji hedonik untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis. Hasilnya
minuman emulsi dengan penambahan HFS 15% dan flavor nanas 1.5% adalah yang
paling disukai. Produk ini memiliki stabilitas emulsi 97% dan viskositas 325 cP,
26

serta mengandung kadar air sebesar 29.7%, abu 0.04%, lemak 59.76%, protein
0.65%, kadar karbohidrat 9.85%, dan kadar β-karoten sebesar 325.79 ppm.

Saran

Perlu dilakukan optimasi langsung pada minuman emulsinya. Minuman


emulsi yang dihasilkan masih memiliki mutu sensori yang kurang baik terutama
dari segi rasa karena masih dianggap kurang enak oleh panelis. Oleh karena itu
perlu dikembangkan formula lebih lanjut sehingga dapat diperoleh minuman emulsi
yang tetap stabil dan rasanya lebih diminati semua kalangan. Minuman emulsi ini
perlu dilakukan proses pasteurisasi, serta dilakukan penelitian lebih lanjut untuk
mengetahui umur simpannya.

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1995. Official Methods of


Analysis of The Association of Official Agriculture Chemist 16th edition.
Virginia. AOAC International.
Aryanto D. 2011. Proses Pembuatan Produk Emulsi Kaya Beta Karoten dari
Minyak Sawit Merah dengan High Pressure Homogenizer [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Azrimaidaliza. 2007. Vitamin A, imunitas dan kaitannya dengan penyakit infeksi.
JKM. 1(2):90-96.
Ball GFM. 2000. Fat Soluble Vitamins Assay in Food Analysis. New York (US):
Elsevier Science Publish. Co. Inc.
Basiron Y, Weng CK. 2004. The oil palm and its sustainability. J Oil Palm Res.
16(1):1-10.
[BPOM] Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2001. Kajian Proses Standarisasi
Produk Makanan Fungsional di Badan Pengawasan Obat dan Makanan.
Lokakarya Kajian Penyusunan Standar Pangan Fungsional. Jakarta (ID): BPOM.
Buffo RA, Reineccius GA, Oechlert GW. 2001. Factors affecting the emulsifying
and rheological properties of gum acacia in beverage emulsions. Food
Hydrocoll. 15: 53-66.
Cahyadi W. 2006. Bahan Tambahan Pangan. Jakarta (ID): Bumi Aksara.
Coupland JN, Tangsuphoom N. 2005. Effect of heating and homogenization on the
stability of coconut milk emulsion. J Food Sci. 70 (8) : 466-470.
Dickinson E. 2009. Hydrocolloids as emulsifier and emulsion stabilizers. Food
Hydrocoll. 23: 1473-1382.
[Ditjenbun] Direktorat Jenderal Perkebunan. 2010. Pemerintahan Akan
Membangun Lembaga Riset Kelapa Sawit Berskala Besar [internet]. [diacu 2012
Oktober 24]. Tersedia dari: http://www.diperta.jabarprov.go.id.
Dror Y, Cohen Y, Rozen RY. 2006. Structure of gum arabic in aqueous solution. J
Polym Sci. 44: 3265-3271. doi: 10.1002/polb.20970.
Geofrrey PW. 2006. Dietary Supplement and Functional Foods. Oxford (UK):
Blackwell Publishing.
27

Hariyadi P. 2002. Kelayakan teknis fortifikasi vitamin A pada minyak goreng.


KFN. 71-82.
Hastuti D, Sumpe I. 2007. Pengenalan dan proses pembuatan gelatin. J Ilmu Pert.
3(1): 39-48.
Ketaren S. 2008. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta (ID): UI Pr.
[KMKRI] Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Angka
Kecukupan Gizi yang Dianjurkan bagi Bangsa Indonesia nomor
1593/MENKES/SK/XI/2005. Jakarta (ID): MENKES. [diunduh 2013 Jul 10].
Tersedia pada: http://www.bandung.go.id/images/download/sk_akg2004.pdf.
Marie P, Perrier-Cornet JM, Gervais P. 2005. Comparison of emulsification
efficiency of protein-stabilized oil-in-water emulsion using jet, high pressure and
colloid mill homogenization. J Food Eng. 66: 211-217.
Martony O. 2006. Efektivitas pengobatan strategi dots dan pemberian telur terhadap
penyembuhan dan peningkatan status gizi penderita TB paru di kecamatan lubuk
pakam Tahun 2005. J Ilmiah PANNMED. 1(1): 2006.
Maryani, Surti T, Ibrahim R. 2010. Aplikasi gelatin tulang ikan nila merah
(Oreochromis niloticus) terhadap mutu permen jelly. J Sains Perik. 6(1): 62-70.
Mas’ud F. 2007. Optimasi Proses Deasidifikasi untuk Meminimalkan Kerusakan
Karotenoid dalam Pemurnian Minyak Sawit (Elaeis guineensis, Jacq) [tesis].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
McClements. 2004. Food Emulsion Principles, Practices, and Techniques. New
York (US): CRC Pr.
McClements. 2008. Food Lipids: Chemistry, Nutrition, and Biotechnology 3rd. New
York (US): CRC Pr.
Mei L, Choi SJ, Alamed J, Henson L, Popplewell M, McClements DJ, Decker EA.
2010. Citral stability in oil-in-water emulsions with solid or liquid octadeane.
JAFC. 58: 533-536.
Mirhosseini H, Tan CP, Aghlara A, Hamid NSA, Yusof S, Chern BH. 2009.
Characterization of the influence of main emulsion component on the
physicochemical properties of orange beverage emulsion using response surface
methodology. Food Hydrocoll. 23: 271-280.
Nagendran B, Unnithan UR, Chooy YM, Sundram K. 2000. Characteristics of Red
Palm Oil Alpha-Carotene and E-Rich Refined Oil for Food Uses. Food Nutr Bull
21:2.
Nielloud F, Mestres GM. 2000. Pharmaceutical Emulsions and Suspensions. New
York (US): Marcel Dekker, Inc.
Novotny JA, Harrison DJ, Pawlosky R, Flanagan VP, Harrison EH, Kurilich AC.
2010. β-Carotene conversion to vitamin A decrease as the dietary dose increase
in humans. J Nutr. 85:770-777.
Padil, Yelmida A, Candra M. 2011. Optimasi hidrolisis tandan kosong sawit
menggunakan rancangan percobaan response surface methodology. JST. 10(1):
42-46.
Parker RS, Swanson JE, You CS, Edward AJ, Huang T. 1999. Bioavailability of
carotenoids in human subjects. Proc Nutr Soc. 58: 155-162.
Parwata OA, Ratnayani K, Listya A. 2010. Aktivitas antiradikal bebas serta kadar
beta karoten pada madu randu dan madu kelengkeng. J Kim. 4(1): 54-62.
Prahastuti S. 2011. Konsumsi fruktosa berlebihan dapat berdampak buruk bagi
kesehatan manusia. JKM. 10(2): 173-189.
28

Purnamasari N, Andriani MAM, Kawiji. 2013. Pengaruh jenis pelarut dan variasi
suhu pengering spray dryer terhadap kadar karotenoid kapang oncom merah
(Neurospora sp.). JTP. 2(1): 107-114.
Rita I. 2011. Proses Emulsifikasi dan Analisis Biaya Produksi Minyak Sawit Merah
[tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sastrosayono S. 2009. Budi Daya Kelapa Sawit. Jakarta (ID): PT Agromedia
Pustaka.
Shyu YS, Sung WC. 2010. Improving the emulsion stability of sponge cake by the
addition of γ-polyglutamic acid. JMST. 18(6): 895-900.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1992. Cara Uji Makanan dan Minuman. SNI 01-
2891-1992. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional.
Sumarna D. 2006. Proses degumming CPO (Crude Palm Oil) menggunakan
membran ultrafiltrasi. J Teknol Pert. 2(1): 24-30.
Surfiana. 2002. Formulasi Minuman Emulsi Kaya β-Karoten dari Minyak Sawit
Merah [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Syah ANA. 2010. Teknologi Mikroemulsi 48% Senyawa MCT (Medium Chain
Trigliceride) dari Virgin Coconut Oil (VCO) Untuk Produksi Minuman Penguat
Immunitas (Menekan Jumlah Leukosit dalam Darah <10.500/µl) dengan Tingkat
Kestabilan Emulsi dan Daya Simpan Minimal 1 Tahun. Bogor: Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.
Tan CP, Mirhosseini H, Aghlara A, Hamid NSA, Yusof S, Chern BH. 2008.
Influence of pectin and CMC on physical stability, turbidity loss rate, cloudiness
and flavor release of orange beverage emulsion during storage. Carbohyd
Polym. 73:83-91.
Wan PJ. 2000. Properties of Fat and Oils. Di Dalam O’Brien RD, Farr E, an
PJ, Editor: Introduction to Fats and Oil Technology. Illinoid: AOCS Pr.
Waysima, Adawiyah DR. 2011. Panduan Praktikum Evaluasi Sensori. Departemen
Ilmu dan Teknologi Pangan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[WHO] World Health Organization. 2009. Global Prevalence of Vitamin A
Deficiency in Populations at Risk 1995-2005. WHO Global Database on
Vitamin A Deficiency. Geneva (US): WHO.
Widayanto E. 2007. Optimasi Pemekatan Karotenoid pada Metil Ester Kasar
(Crude Methyl Ester) Minyak Sawit dengan Menggunakan Metode
Kromatografi Kolom Adsorpsi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka
Utama.
Winarti C, Nurdjanah N. 2005. Peluang tanaman rempah dan obat sebagai sumber
pangan fungsional. J Litb Pert. 24(2): 47-55.
Yang JS, Jiang B, Wen H, Xia YM. 2011. Hydrophobically modified alginate for
emulsion of oil in water. Carbohyd Polym. 87: 1503-1506.
29

Lampiran 1 Data stabilitas dan viskositas bahan emulsi stabilizer CMC


Response 1
Component 1 Component 2 Faktor 3 Response 2
Run Stabilitas
A:Minyak B:Air C:CMC Viskositas (cP)
Emulsi (%)
1 70 30 CMC2 25.83 960
2 70 30 CMC1 31.67 1760
3 60 40 CMC1 50 2250
4 70 30 CMC2 25 960
5 30 70 CMC2 84.17 4310
6 40 60 CMC1 69.23 36400
7 40 60 CMC2 64.17 8290
8 70 30 CMC1 31.67 1680
9 50 50 CMC1 52.5 40200
10 50 50 CMC2 50 7780
11 50 50 CMC1 52.5 40200
12 40 60 CMC2 64.17 8290
13 30 70 CMC1 92.31 12800
14 30 70 CMC2 84.17 4390
15 30 70 CMC1 93.08 13000
16 60 40 CMC2 45.83 1850

Lampiran 2 Data stabilitas dan viskositas bahan emulsi stabilizer gelatin

Response 1
Component 1 Component 2 Faktor 3 Response 2
Run Stabilitas
A:Minyak B:Air C:Gelatin Viskositas (cP)
Emulsi (%)
1 30 70 GLT2 65.83 4
2 70 30 GLT2 100 930
3 50 50 GLT1 25 22
4 50 50 GLT2 25 20
5 60 40 GLT2 45.83 80
6 70 30 GLT1 100 1932
7 50 50 GLT1 25 22
8 40 60 GLT2 37.5 10
9 70 30 GLT2 100 970
10 40 60 GLT1 50 13
11 30 70 GLT1 58.33 5
12 70 30 GLT1 100 1980
13 60 40 GLT1 50 72
14 30 70 GLT1 60 4
15 30 70 GLT2 66.67 5
16 40 60 GLT2 37.5 10
30

Lampiran 3 Data stabilitas dan viskositas bahan emulsi stabilizer gum arab

Faktor 3 Response 1
Component 1 Component 2 Response 2
Run C:Gum Stabilitas
A:Minyak B:Air Viskositas (cP)
Arab Emulsi (%)

1 50 50 GAR1 34.17 1145


2 50 50 GAR2 45.83 1606.3
3 40 60 GAR1 43.33 1397.5
4 50 50 GAR1 34.17 1145
5 40 60 GAR2 27.5 1335
6 30 70 GAR1 54.17 987.5
7 70 30 GAR2 25 518.8
8 60 40 GAR1 9.17 411.3
9 40 60 GAR2 27.5 1335
10 30 70 GAR2 45.83 918.8
11 30 70 GAR1 41.67 868.8
12 30 70 GAR2 31.67 906.3
13 70 30 GAR1 25 518.8
14 70 30 GAR1 25 493.8
15 70 30 GAR2 25 523.8
16 60 40 GAR2 23.2333 540

Lampiran 4 Contoh form uji hedonik

UJI HEDONIK
Produk : Minuman Emulsi Tanggal :
Nama : No HP :

Instruksi:
1. Lakukan pencicipan sampel minuman emulsi yang ada di hadapan anda satu
per satu secara berurutan dari kiri ke kanan. Ambil satu sendok sampel,
tempatkan pada sendok pencicip dan masukkan ke dalam mulut (ke atas lidah),
rasakan selama 5 detik kemudian telan. Setelah mencicipi satu sampel, lakukan
pembilasan lidah dengan meminum air tawar dan jeda waktu selama 30 detik,
untuk kemudian berpindah pada sampel berikutnya. Tidak diperbolehkan
membandingkan antara sampel satu satu sama lain. Tulis kode sampel pada
tabel dan berilah skor 1-7 untuk setiap sampel. Skor 1=sangat tidak suka,
2=tidak suka, 3=agak tidak suka, 4=biasa, 5=agak suka, 6= suka, dan 7= sangat
suka.
Skor
Kode
Rasa Warna Aroma Tekstur Overall
31

Lampiran 5 Hasil uji t berpasangan atribut rasa

Paired Samples Statistics

Std. Error
Mean N Std. Deviation Mean

Pair 1 Rasa_Minuman_Emulsi_HF
3.33 70 1.558 .186
S10persen

Rasa_Minuman_Emulsi_HF
3.9571 70 1.61007 .19244
S15persen

Paired Samples Test

Pair 1

Rasa_Minuman_Emulsi_
HFS10persen -
Rasa_Minuman_Emulsi_
HFS15persen

Paired Differences Mean -.62857

Std. Deviation 1.47610

Std. Error Mean .17643

95% Confidence Interval of Lower -.98054


the Difference
Upper -.27661

T -3.563

Df 69

Sig. (2-tailed) .001


32

Lampiran 6 Hasil uji t berpasangan atribut warna

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 Warna_Minuman_Emulsi_H
4.57 70 1.519 .182
FS10persen

Warna_Minuman_Emulsi_H
4.54 70 1.481 .177
FS15persen

Paired Samples Test

Pair 1

Warna_Minuman_Emulsi_
HFS10persen -
Warna_Minuman_Emulsi_
HFS15persen

Paired Differences Mean .029

Std. Deviation .900

Std. Error Mean .108

95% Confidence Interval of Lower -.186


the Difference
Upper .243

T .265

Df 69

Sig. (2-tailed) .791


33

Lampiran 7 Hasil uji t berpasangan atribut aroma

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 Aroma_Minuman_Emulsi_H
4.54 70 1.510 .181
FS10persen

Aroma_Minuman_Emulsi_H
4.63 70 1.321 .158
FS15persen

Paired Samples Test

Pair 1

Aroma_Minuman_Emulsi_
HFS10persen -
Aroma_Minuman_Emulsi_
HFS15persen

Paired Differences Mean -.086

Std. Deviation 1.113

Std. Error Mean .133

95% Confidence Interval of Lower -.351


the Difference
Upper .180

T -.644

Df 69

Sig. (2-tailed) .522


34

Lampiran 8 Hasil uji t berpasangan atribut tekstur (kekentalan)

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 Tekstur_Minuman_Emulsi_H
4.29 70 1.515 .181
FS10persen

Tekstur_Minuman_Emulsi_H
4.41 70 1.378 .165
FS15persen

Paired Samples Test

Pair 1

Tekstur_Minuman_Emulsi
_HFS10persen -
Tekstur_Minuman_Emulsi
_HFS15persen

Paired Differences Mean -.129

Std. Deviation 1.154

Std. Error Mean .138

95% Confidence Interval of Lower -.404


the Difference
Upper .147

T -.932

Df 69

Sig. (2-tailed) .354


35

Lampiran 9 Hasil uji t berpasangan atribut overall

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 Overall_Minuman_Emulsi_H
3.77 70 1.353 .162
FS10persen

Overall_Minuman_Emulsi_H
4.31 70 1.186 .142
FS15persen

Paired Samples Test

Pair 1

Overall_Minuman_Emulsi
_HFS10persen -
Overall_Minuman_Emulsi
_HFS15persen

Paired Differences Mean -.543

Std. Deviation 1.059

Std. Error Mean .127

95% Confidence Interval of Lower -.795


the Difference
Upper -.290

T -4.289

Df 69

Sig. (2-tailed) .000

Lampiran 10 Perhitungan AKG vitamin A minuman emulsi per takaran saji (5 g)

Kandungan β-karoten minuman emulsi sebesar 325.79 ppm (µg/g). Aktivitas


vitamin A dapat dinyatakan dalam Retinol Equivalen (RE) dimana 1 RE setara
dengan 6µg β-karoten. AKG (Angka Kecukupan Gizi) rata-rata yang dianjurkan
bangsa Indonesia (per orang per hari) untuk vitamin A (dalam satuan RE) pada pria
dewasa (19-29 tahun) dan wanita dewasa (19-29 tahun) adalah masing-masing 600
RE dan 500 RE.

Jadi:

a. Kandungan β-karoten produk dalam satuan RE sebesar 325.79 / 6 = 54.30 RE.


Kandungan β-karoten produk per takaran saji (5 g) sebesar 54.30 RE x 5 = 271.5
RE.
b. Produk emulsi per takaran saji mempunyai vitamin A sebesar 271.5 RE. Nilai ini
bila dipersentasekan terhadap AKG vitamin A pada pria dewasa sebesar
(271.5/600) x 100% = 45.25%, sedangkan pada wanita dewasa sebesar
(271.5/500) x 100% = 54.3%.
36

PR SKRIPSI

1. Berapa nilai mol konversi β-karoten menjadi mol vitamin A yang diserap
oleh tubuh?
2. Jelaskan karakteristik stabilizer cmc, gelatin, dan gum arab!
3. Apakah perbedaan makanan fungsional dan makanan suplemen?
4. Apakah alasan pemilihan minuman emulsi?
5. Apakah alasan penambahan high fructose syrup (HFS) pada minuman
emulsi?
6. Jelaskan hubungan masa simpan dengan stabilitas emulsi!
7. Sebutkan contoh-contoh emulsifier dan stabilizer!
8. Gambarkan dan jelaskan struktur molekul vitamin A dan proses pemecahan
struktur β-karotennya!

Jawab :

1. Menurut Novotny et al. (2010) nilai konversi mol β-karoten (C40H56


2H2O) sama dengan 2 mol vitamin A (C20H29OH) yang diserap oleh tubuh.
2. CMC merupakan turunan selulosa yang larut dalam air, selain itu CMC juga
memiliki kemampuan sebagai pengental, pengikat, penstabil, dan penahan
air (Tan et al. 2008). Gelatin mempunyai sifat-sifat antara lain hampir tidak
berasa, tidak berbau, tidak berwarna atau berwarna kuning kecoklatan, dan
larut dalam air. Sifat-sifat yang dimiliki gelatin tersebut menyebabkan
gelatin lebih disukai dibandingkan bahan-bahan pembentuk gel lain seperti
karagenan (Maryani et al. 2010). Gum arab merupakan molekul bercabang
dan kompleks. Dengan bentuk struktur yang demikian menyebabkan gum
arab memiliki kekentalan yang rendah (Buffo et al. 2001). Menurut
Mirhosseini et al. (2009) terdapatnya komponen kimia polisakarida
arabinogalaktan dalam struktur kimia gum arab sehingga mempengaruhi
stabilitas emulsinya. Gum arab jauh lebih mudah larut dalam air
dibandingkan hidrokoloid lainnya. Gum arab dapat meningkatkan stabilitas
dengan peningkatan viskositas. Jenis pengental ini juga tahan panas pada
proses yang menggunakan panas namun lebih baik jika panasnya dikontrol
untuk mempersingkat waktu pemanasan, mengingat gum arab dapat
terdegradasi secara perlahan-lahan dan kekurangan efisiensi viskositas
(Setyawan 2007).
3. Menurut BPOM (2001) pangan fungsional adalah pangan yang secara alami
maupun telah mengalami proses mengandung satu atau lebih senyawa yang
berdasarkan kajian-kajian ilmiah dianggap mempunyai fungsi-fungsi
fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan. Pangan fungsional
dikonsumsi sebagaimana layaknya makanan atau minuman, mempunyai
karakteristik sensori berupa penampakan, warna, tekstur dan cita rasa yang
dapat diterima oleh konsumen, serta tidak memberikan kontraindikasi dan
efek samping terhadap metabolisme zat gizi lainnya jika digunakan dalam
jumlah yang dianjurkan. Meskipun mengandung senyawa yang bermanfaat
bagi kesehatan, pangan fungsional tidak berbentuk kapsul, tablet, atau
bubuk yang berasal dari senyawa alami (Winarti dan Nurdjanah 2005).
Menurut Geoffrey (2006) definisi suplemen makanan secara umum, yaitu:
37

a. Sesuatu yang dikonsumsi secara oral dalam dosis tertentu dalam bentuk
pil, kapsul, bubuk, atau cairan.
b. Sesuatu yang diharapkan dapat ditambahkan ke dalam pola makan yang
normal.
c. Sesuatu yang telah dinyatakan dapat memengaruhi kesehatan pada label
kemasan maupun pada media promosi (brosur atau katalog), dan sesuatu
yang termasuk ke dalam tiga kategori.
4. Terkait isu fortifikasi vitamin A pada minyak goreng. Menurut Hariyadi
(2002) stabilitas vitamin A dipengaruhi oleh keberadaan katalis/
kontaminan/logam-logam, keberadaan inhibitor (BHA, BHT, dan
sebagainya), keberadaan air, tingkat keasaman (pH), keberadaan oksigen,
paparan suhu, paparan cahaya (terutama ultraviolet), dan waktu. Fortifikasi
vitamin A kurang sesuai jika diterapkan pada minyak goreng karena pada
penggunaan minyak goreng, minyak mengalami pemanasan sehingga
menurunkan kandungan vitamin A-nya. Oleh karena itu dipilih minuman
emulsi minyak sawit sebagai mediator vitamin A karena minyak sawit
mengandung β-karoten yang merupakan provitamin A. Harapannya vitamin
A yang diserap oleh tubuh bisa lebih optimal karena dapat dikonsumsi
langsung tanpa harus mengalami pemanasan terlebih dahulu, seperti minyak
goreng.
5. Menurut Prahastuti (2011) fruktosa digunakan sebagai pemanis oleh industri
makanan karena mempunyai rasa paling manis diantara jenis karbohidrat
lainnya, bahkan 1.7 kali lebih manis bila dibandingkan sukrosa dengan
harga yang relatif murah.
6. Menurut Nielloud dan Mestres (2000) emulsi dengan stabilitas emulsi 50%
atau kurang merupakan emulsi yang tidak stabil, sedangkan stabilitas emulsi
minimal 95% dapat tahan hingga lebih dari satu tahun. Artinya semakin
tinggi tingkat stabilitas emulsi makan semakin tinggi pula masa simpannya.
7. Contoh emulsifier : telur, kuning dan putih telur, lesitin, tepung kanji, tween
20, tween 80, dan polysorbat 60.
Contoh stabilizer : CMC, gum xantan, gum arabik, karagenan, gum
tragakan, gelatin, agar, dan alginat, pektin, furselan, polivinil pirolidin
(PVP), polimer karboksivinil (karbopol), dan polimer polietilen oksida
(poliox).
8. Vitamin A dalam tumbuhan terdapat dalam bentuk prekursor (provitamin).
Provitamin A terdiri dari α, β, dan γ-karoten. β-karoten merupakan pigmen
kuning dan salah satu jenis antioksidan yang memegang peran penting
dalam mengurangi reaksi berantai radikal bebas dalam jaringan. Provitamin
A merupakan hasil pembentukan dari β-karoten. Sehingga saling terkait
antara satu dengan yang lain (Novotny et al. 2010).

Gambar struktur kimia beta karoten


38

β-karoten dipecah menjadi 3 biomolekul aktif vitamin A, yaitu retinol,


retinal (retinaldehyde) dan asam retinoat. Berikut gambar tiga molekul aktif
vitamin A (Azrimaidaliza 2007).

Gambar tiga molekul aktif vitamin A

Struktur kimia inilah yang dibutuhkan dalam tubuh untuk dapat memenuhi
kebutuhan vitamin A baik berupa suplemen ataupun makanan alami dari
sayuran dan lauk pauk. Retinol dan retinal mudah dirusak oleh oksidasi
terutama dalam keadaan panas dan lembab dan bila berhubungan dengan
mineral mikro atau dengan lemak/minyak yang tengik. Inilah bentuk dari
sifat vitamin A. Vitamin dalam bentuk ester asetat atau palmitat bersifat
lebih stabil dibanding bentuk alkohol maupun aldehid. vitamin A bersifat
tidak stabil. Guna menciptakan kestabilannya, maka dapat diambil langkah-
langkah, yaitu secara kimia, dengan penambahan antioksidan dan secara
mekanis dengan melapisi tetesan-tetesan vitamin A dengan lemak stabil,
gelatin atau lilin, sehingga merupakan butiran-butiran kecil. Melalui teknik
tersebut, maka sebagian besar vitamin A bisa dilindungi dari kontak
langsung dengan oksigen (Azrimaidaliza 2007).

Anda mungkin juga menyukai