Anda di halaman 1dari 10

LATAR BELAKANG

Perawatan Paliatif adalah pendekatan meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga dalam
menghadapi masalah terkait dengan penyakit yang mengancam kehidupan, melalui
pencegahan dan bantuan dari penderitaan dengan identifikasi awal dan penilaian sempurna dan
pengobatan rasa sakit dan masalah lainnya, fisik, psikososial dan spiritual. (WHO, 2005).
Perawatan palliative harus dimuali pada fase awal dan tidak terbatas pada perawatan terminal.
Namun, sampai saat ini perawatan palliative terbatas pada bantuan gejala fisik stadium
terminal. (Thoonsen, B et al, 2012)

Nyeri merupakan fenomena kompleks yang subjektif terdiri dari berbagai factor fisik dan non-
fisik. Pada kebanyakan pasien, sakit fisik hanya salah satu dari beberapa gejala kanker. Nyeri
yang tidak terkendali pada pasien menyebabkan gangguan pada aspek psikologis, social dan
spiritual. Untuk itu manajemen nyeri merupakan komponen penting dalam perawatan
palliative. Prinsip pertama mengelola nyeri kanker adalah penilaian yang memadai dan
penyebab rasa sakit, penilaian yang efektif dan pendekatan sistematis untuk pilihan analgesik
menggunakan tiga langkah tangga analgesik WHO, lebih dari 80% dari nyeri kanker dapat
dikontrol. (Fallon Marie et al, 2006). Hambatan manajemen nyeri pada pasien lansia termasuk
perubahan fisiologis yang berkaitan dengan usia yang mengakibatkan perubahan penyerapan
obat penurunan ekskresi ginjal; sensorik dan gangguan kognitif. (Makris, U et al, 2014).
Manajemen nyeri yang diberikan pada perawatan paliatif bertujuan untuk memberikan kualitas
hidup yang lebih baik pada pasien kanker stadium terminal.

Memberikan perawatan yang optimal untuk pasien yang menghadapi stadium terminal
memerikan fokus pada pasien dan keluarga dalam manajemen nyeri sehingga pasien merasa
nyaman. Manajemen nyeri pada perawatan paliatif meningkatkan kualitas hidup pasien dalam
menghadapi akhir hayatnya (Vliet, L et al, 2015). Pada stadium lanjut, pasien tidak hanya
mengalami berbagai masalah fisik seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat badan, gangguan
aktivitas tetapi juga mengalami gangguan psikososial dan spiritual yang mempengaruhi
kualitas hidup pasien dan keluarganya. (Doyle & Macdonald, 2003: 5). Maka kebutuhan pasien
pada stadium lanjut suatu penyakit tidak hanya pemenuhan/ pengobatan gejala fisik, namun
juga pentingnya dukungan terhadap kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual yang dilakukan
dengan pendekatan interdisiplin yang dikenal sebagai perawatan paliatif. Dukungan spiritual
yang dilakukan pasien melalui doa dari keluarga dan pasien sendiri merupakan bagian dari
perawatan paliatif yang dapat mempengaruhi manajemen nyeri. Pada puncaknya religiusitas
dan spiritualitas menjadi factor penopang yang sangat signifikan dalam upaya proses
kesejahteraan serta kenyamanan pasien diakhir hayatnya.

2
PRESENTASI KASUS

Identitas pasien:

1. Nama : Tn. Sj
2. Jenis kelamin : Laki-laki
3. Usia : 68 Tahun
4. Alamat : Jakarta Barat
5. Tanggal Kunjungan : 10 November 2015

Tn Sj (68 tahun) dengan kanker pankreas stadium terminal. Memiliki riwayat tekanan
darah tinggi. Pada saat kunjungan, kesadaran pasien komposmentis, TD 108/70 mmHg, nadi
100x/menit. Riwayat Pengobatan sebelumnya pernah menjalani kemoterapi. Keadaan umum
pasien lemah, gangguan morbiditas, nafsu makan pasien menurun, gangguan pada mulut,
penurunan berat badan mengalami mual dan muntah. Pasien mangalami nyeri intermiten
dengan progresifitas memburuk kualitas nyeri sulit diatasi. Pasien memilih dirawat dirumah
dengan anak-anak dan merasa nyaman dekat dengan istri.

Pasien memiliki empat orang anak dan seorang istri, anak-anak pasien selalu datang setiap
weekend untuk menemani dan menghibur pasien. Pasien tinggal dirumah anak pertamanya
dijakarta barat bersama istri pasien dan dirawat oleh seorang suster pribadi. Setiap malam
pasien kesulitan tidur karna sakit yang progresif pasien sudah diberikan obat analgetik 12,5
mg namun tidak juga mengurangi rasa sakit yang dirasakan pasien. Pasien berserah kepada
Tuhan karna sakit dan nyeri yang dirasakan pasien kadang pasien menangis merasakan nyeri
yang teramat, kemudian dokter memberikan morfin secara subkutan pada pasien agar dapat
mengurangi rasa sakit yang dialami pasien, karna diakhir-akhir hayat pasien tersebut akan
merasakan sakit yang lebih lagi. Dokter menjelaskan cara penggunaan obat morfin subkutan
tersebut pada suster pribadi yang menjaga pasien.

Karena keadaan fisik yang lemah dan rasa sakit yang dialami pasien, anak-anak pasien
merasa tidak tega dan selalu mengusahakan yang terbaik untuk ayahnya. Pasien menerima
serta berserah diri pada Tuhan dan siap bila suatu saat nanti azal menjemputnya. Pasien merasa
nyaman berada dirumah karna dekat dengan istri dan anak-anaknya. Hal ini membuat anak-
anak pasien memilih perawatan palliative dirumah sehingga dokter datang ke rumah. Setiap
pagi pasien selalu berdoa begitu juga dengan istri dan anak anaknya. Pasien merasa nyaman
dan tenang ketika sudah berdoa. Dukungan keluarga yang diberikan keluarga sebagai orang
terdekat pasien memberikan peran yang sangat penting bagi pasien, dengan adanya dukungan
keluarga istri dan anak-anak, pasien merasa lebih dihargai, tenang dan mendapatkan
kenyamanan disisa hidupnya.

3
DISKUSI

Perawatan paliatif adalah pendekatan meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga
dalam menghadapi masalah terkait dengan penyakit yang mengancam kehidupan, melalui
pencegahan dan bantuan dari penderitaan dengan identifikasi awal, penilaian sempurna dan
pengobatan rasa sakit dan masalah lainnya, fisik, psikososial dan spiritual.(WHO, 2005).
Perawatan palliatif harus dimulai dalam fase awal dan tidak terbatas pada perawatan terminal.
Dalam literature, ada alat yang divalidasi untuk memprediksikan waktu yang optimal untuk
memulai perawatan palliatif . Kebanyakn pasien lebih memilih untuk menghabiskan tahap
akhir dari hidup mereka terutama dirumah. (Thoonsen, B et al, 2012)

Dasar perawatan paliatif adalah pendekatan holistik: pasien dirawat secara seimbang
dari sudut fisik psikologis, sosial (termasuk keluarganya), spiritual dan terapi menggunakan
komunikasi yang terampil. (Fallon Marie et al,2006). Pada perawatan palliatif terdapat
beberapa komponen penting diantaranya, manajemen nyeri atau pengendalian gejala,
komunikasi efektif, rehabilitasi, kontinuitas perawatan, perawatan terminal, dukungan
dukacita, pendidikan dan penelitian. Pada case report ini membahas mengenai, manejemen
nyeri pada pasien kanker dengan stadium terminal yang merupakan aspek medis dalam
perawatan palliatif. Nyeri pada pasien kanker stadium terminal merupakan fenomena kompleks
yang subjektif terdiri dari berbagai faktor baik fisik maupun non-fisik. Terdapat beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi nyeri pada pasien.

Gambar.1. Faktor yang mempengaruhi persepsi nyeri pada pasien. (diadaptasi dari Twycross
RG, Lack SA, Therapeutics pada penyakit terminal, London: Pitman, 1984)

4
Manajemen nyeri yang merupakan komponen penting dalam perawatan palliatif. Untuk
manajemen nyeri WHO menggunakan tiga langkah tangga anlgesik dalam mengelola nyeri
pada pasien kanker. Obat analgesic yang umumnya direkomendasikan untuk nyeri kanker: a)
Nyeri Ringan; Aspirin 600 mg empat kali sehari; Parasetamol 1g empat kali sehari b) Nyeri
Sedang; Kodein 60 mg (plus obat non-opioid) empat kali sehari c) Sakit Parah/Nyeri Berat;
Morfin 5-10 mg (dosis awal) setiap empat jam. Pemilihan obat harus didasarkan pada
keparahan rasa sakit, tidak tahap penyakit. Keputusan menggunakan opioid untuk nyeri yang
parah harus berdasarkan keparahan nyeri dan bukan pada prognosis. Pada perawatan non-
farmakologi yang digunakan dalam pengelolaan nyeri kanker: TEN (transcutaneous electrical
nerve stimulation); fisioterapi; akupuntur; terapi relaksasi. (Fallon Marie,2006).

Gambar.2. Tiga langkah tangga analgesik WHO

Obat analgesik adjuvan berguna ditambahkan pada setiap tahap. Analgesik adjuvan adalah obat
yang indikasi utama untuk sesuatu selain rasa sakit namun memiliki efek analgesik dibeberapa
kondisi yang menyakitkan. Contohnya adalah kortikosteroid, nonsteroid obat anti-inflamasi,
antidepresan trisiklik, antikonvulsan dan beberapa obat antiaritmia. Pemilihan obat harus
didasarkan pada relative kontraindikasi, kemungkinan interaksi obat dan resiko efek samping
untuk setiap obat. (Fallon Marie,2006).

Banyak obat analgesik yang umumnya diberikan kepada lansia untuk mengurangi rasa sakit,
saat ini tidak ada pedoman dosis khusus untuk pasien lasia. Mengingat bahwa lansia dikaitkan
dengan insiden lebih besar dari efek samping terkait pengobatan, kami sarankan mulai pada
dosis serendah mungkin. Karena profil keamanan menggunakan acetaminophen/ paracetamol
tetap menjadi terapi lini pertama untuk lansia dengan nyeri ringan sampai sedang.
(Makris, U 2014)

5
Pada manajemen nyeri geriatric guidelines merekomendasikan bahwa obat anti-inflamasi oral
(NSAID) digunakan dengan hati-hati dan waktu sesingkat mungkin, mengingat kardiovaskular
mereka signifikan, gastrointestinal dan resiko ginjal.

Untuk nyeri berat digunakan analgesik opioid, salah satunya adalah morfin yang umumnya
digunakan pada nyeri yang parah. Bila mungkin, harus diberikan melalui mulut, dosis
disesuaikan untuk setiap pasien dan dosis berulang secara berkala sehingga rasa sakit dapat
dicegah. Tidak ada bukti kuat mendukung keunggulan satu opioid atas yang lain. Pada pasien
dengan kesulitan menelan dapat digunakan fentanyl atau transdermal buprenorfin. Jika pasien
mengalami halusinasi dan gangguan tidur dapet diberikan oksikodon atau hidromorfin.
Toleransi opioid jarang terjadi dalam praktek klinis manajemen nyeri pasien kanker.
Ketergantungan psikologis atau kecanduan tidak masalah, kecuali pada beberapa pasien
dengan kecanduan yang sudah ada sebelumnya. (Makris, U et al, 2014).

Pada stadium lanjut, pasien dengan penyakit kronis tidak hanya mengalami berbagai masalah
fisik seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat badan, gangguan aktivitas tetapi juga
mengalami gangguan psikososial dan spiritual yang mempengaruhi kualitas hidup pasien dan
keluarganya. Maka kebutuhan pasien pada stadium lanjut suatu penyakit tidak hanya
pemenuhan/ pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya dukungan terhadap kebutuhan
psikologis, sosial dan spiritual yang dilakukandengan pendekatan interdisiplin yang dikenal
sebagai perawatan paliatif. (Doyle & Macdonald, 2003: 5). Pada akhir kehidupan perawatan
paliatif memiliki focus pada keinginan pasien untuk bersama keluarga dirawat dirumah (Hoare,
S et al, 2015).

Manajemen nyeri pada pasien stadium terminal meliputi beberapa aspek yang tidak dapat
dipisahkan satu dengan yang lainnya terutama spiritual pasien. Pasiem beribadah dipagi hari
dan berdoa kepada Tuhan membuat pasien merasa tenang dan nyaman. Pasien lebih
menghargai diri dan kehidupan pasien disisa hidupnya dengan berdoa. Beribadah membuat
pasien merasa dekat dengan Tuhan dan siap jika suatu saat nanti ajal menjemputnya. Pasien
berserah diri kepada Allah SWT dan berdoa diberikan pilihan yang terbaik antara hidup dan
mati.

ْ ‫ل الَّذي ال َح‬
ْ‫ي َعلَى َوت َ َو َّكل‬ َْ ُْ‫ح َي ُموت‬ َ ‫يرا ع َبادْه بذُنُوبْ بهْ َو َكفَىْۚ ب َحمدْه َو‬
ْ ‫سب‬ ً ‫خَب‬

“Dan bertawakkallah kepada Allah Yang Hidup (Kekal) Yang tidak mati, dan bertasbihlah
dengan memuji-Nya. Dan cukuplah Dia Maha Mengetahui dosa-dosa hamba-hamba-Nya”
(QS. Al-Furqan (25) : 58)

Pada beberapa studi dokter dan kebutuhn rohani pasien secara tidak langsung pada beberapa
keadaan mayoritas pasien mengungkapkan minatnya dalam diskusi agama dan spiritualitas
dalam konsultasi medis. (Best, M et al, 2015)

6
Menyerahkan, mewakilkan, mengharapkan, dan memasrahkan segala sesuatu hanya kepada
Allah SWT. Dan hal inilah yang merupakan hakekat dari tawakal. Syaikh Ibnu
‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Tawakal adalah menyandarkan permasalahan kepada Allah
dalam mengupayakan yang dicari dan menolak apa-apa yang tidak disenangi, disertai percaya
penuh kepada Allah Ta’ala dan menempuh sebab (sebab adalah upaya dan aktifitas yang
dilakukan untuk meraih tujuan) yang diizinkan syari’at.” Jika seseorang ingin sembuh dari
penyakitnya, hendaklah ia berobat. Dalam hal ini Rasulullah menegaskan, “Hai manusia,
berobatlah! Sesungguhnya Allah tidak menurunkan penyakit, kecuali telah menyiapkan
obatnya.”

Orang-orang yang bertawakal kepada Allah ketika mereka menghadapi penyakit pada stadium
terminal sebagaimana yang dialami oleh pasien, maka akan dihadapinya dengan percaya bahwa
Allah akan ridha dan cinta kepadanya. Sebaliknya, orang-orang yang tidak bertawakal kepada
Allah akan selalu mengalami kesulitan, keresahan, ketidakbahagiaan dalam kehidupan mereka
di dunia ini, dan akan memperoleh azab yang kekal abadi di akhirat kelak. Dengan demiki-an
sangat jelas bahwa bertawakal kepada Allah akan membuahkan keberuntungan dan
kete-nang-an di dunia dan di akhirat. Dengan me-nyingkap rahasia-rahasia ini kepada orang-
orang yang beriman, Allah membebaskan mereka dari berbagai kesulitan dan menjadi-kan
ujian dalam kehidupan di dunia ini mudah bagi mereka.

‫َللاْ إلَى أَمري‬


َّ ْ‫َللاَ إ َّن‬ ُْ ‫َوأُفَو‬
َّْ ْ‫ض بالعبَادْ بَصير‬
“Dan aku menyerahkan urusanku kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat akan
hamba-hamba-Nya”. (QS. Al-Mu’min 40 : 44)

Tawakal merupakan aktivias hati, artinya tawakal itu merupakan perbuatan yang dilakukan
oleh hati, bukan sesuatu yang diucapkan oleh lisan, bukan pula sesuatu yang dilakukan oleh
anggota tubuh. Dan tawakal juga bukan merupakan sebuah keilmuan dan pengetahuan. (Al-
Jauzi/ Tahdzib Madarijis Salikin, tt : 337) Seorang hamba yang menyerahkan segala
urusannya kepada Allah, maka ia tidak akan berbuat melainkan dengan perbuatan yang sesuai
dengan kehendak Allah. Karena dia yakin, bahwa Allah tidak akan menetapkan sesuatu kecuali
yang terbaik bagi dirinya baik di dunia maupun di akhirat.

7
KESIMPULAN

Nyeri merupakan satu dari beberapa gejala kanker terutama pada stadium terminal.
Nyeri yang tidak terkontrol menyebabkan gangguan pada berbagai aspek diantaranya
psikologis, social bahkan spiritual. Untuk itu perlu adanya manajemen nyeri yang merupakan
bagian dari komponen penting perawatan palliatif. Manajemen nyeri yang didasarkan pada
keparahan rasa sakit dengan penilaian yang efektif dan sistematis. Pilihan anlgesik
menggunakan tiga langkah tangga analgesik WHO. Pemilihan obat pada lansia harus
didasarkan pada relative kontraindikasi, kemungkinan interaksi obat dan resiko efek samping
untuk setiap obat. Dukungan keluarga yang membuat pasien merasa nyaman ketika merasa
sangat kesakitan merupakan bagian dari manajemen nyeri dalam perawatan palliatif. Pasien
menyerahkan, mewakilkan, mengharapkan, dan memasrahkan segala sesuatu hanya kepada
Allah SWT.

8
SARAN

Diperlukan adanya pengembangan dan pelatihan-pelatihan bagi tenaga medis seperti


dokter dan perawat tentang perawatan paliatif. Manajemen nyeri pada perawatan palliative
merupakan aspek penting yang perlu dilatih bagi tenaga medis dan dokter di Indonesia.
Indonesia adalah negara ke-empat terbanyak lansia di seluruh dunia, maka diperlukan juga
adanya pembinaan dan perawatan bagi lansia. Tidak hanya perawatan kesehatan fisik, tetapi
juga dukungan keluarga, lingkungan dan spiritual yang mendukung manajemen nyeri pada
pasien lansia dengan stadium terminal lebih efektif. Selain itu akan lebih baik lagi jika semua
perawatan tersebut diatas dikaitkan dengan agama pasien, agar terbentuk kedekatan antara
pasien dengan Allah SWT.

9
UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada Allah SWT, RS Kanker Dharmais dan
dr. Maria A. Witjaksono, Mpall yang telah memberikan bimbingan saat kunjungan ke rumah
pasien yang membutuhkan perawatan paliatif. Kepada dr. Zakiyah yang telah memberikan
bimbingannya sehingga laporan kasus ini bisa terselesaikan. Tidak lupa kepada dr. Hj. Riyani
Wikaningrum, DMM, MSc. selaku dosen pengampu bidang kepeminatan palliative care, dr.
Hj. Susilowati, M.Kes selaku koordinator pelaksana blok elektif dan DR. Drh. Hj. Titiek
Djannatun selaku koordinator penyusun blok elektif. Dan terakhir terimakasih kepada seluruh
anggota kelompok 2 palliative care atas kerjasamanya selama blok elektif ini.

10
DAFTAR PUSTAKA

Abu Isa Abdullah bin Salam. (2011). Mutiara Faidah Kitab Tauhid. Pustaka
Muslim cetakan-4.
Best, M., Butow, P., & Olver, I. (n.d.).(2015). Do patients want doctors to talk about
spirituality? A systematic literature review. Patient Education and Counseling, 1320-1328.

Doyle, Hanks and Macdonald. (2003). Oxford Textbook of Palliative Medicine. Oxford
Medical Publications (OUP) 3rd edn 2003.

Fallon M and G. Hanks. 2006. ABC of Palliative 2nd Ed. Blackwell Publishing. BMJ Book.
USA,UK,AUSTRALIA.

Gysels, M., Evans, C., & Higginson, I. (n.d.). Patient, caregiver, health professional and
researcher views and experiences of participating in research at the end of life: A critical
interpretive synthesis of the literature. BMC Med Res Methodol BMC Medical Research
Methodology, 123-123.

Hoare, S., Morris, Z., Kelly, M., Kuhn, I., & Barclay, S. (2015). Do Patients Want to Die at
Home? A Systematic Review of the UK Literature, Focused on Missing Preferences for Place
of Death. PLoS ONE PLOS ONE.

Kelley, A., Langa, K., Smith, A., Cagle, J., Ornstein, K., Silveira, M., . . . Ritchie, C. (n.d.).
Leveraging the Health and Retirement Study To Advance Palliative Care Research. Journal
of Palliative Medicine, 506-511.

Makris, U., Abrams, R., Gurland, B., & Reid, M. (2014). Management of Persistent Pain in
the Older Patient. JAMA, 825-825.

Thoonsen, B., Engels, Y., Rijswijk, E., Verhagen, S., Weel, C., Groot, M., & Vissers, K.
(2012). Early identification of palliative care patients in general practice: Development of
RADboud indicators for PAlliative Care Needs (RADPAC). Br J Gen Pract British Journal of
General Practice, 625-631.

Vliet, L., Harding, R., Bausewein, C., Payne, S., & Higginson, I. (2015). How should we
manage information needs, family anxiety, depression, and breathlessness for those affected
by advanced disease: Development of a Clinical Decision Support Tool using a Delphi
design. BMC Medicine BMC Med.

Witjaksono, M. (n.d.). (2007).Quality of Life Assessment in Palliative Stage Cancer Patients.


Indonesia Jounal of Cancer.

11

Anda mungkin juga menyukai