Anda di halaman 1dari 24

GRAMEDIA

Judul : Konsep HIV/AIDS, Seksualitas & Kesehatan Reproduksi


Penulis : Nana Noviana, S.ST, M.Kes
Penerbit : CV Trans Info Media
Tahun : 2016
Kota : Jakarta
Noviana, Nana. 2016. Konsep HIV/AIDS, Seksualitas & Kesehatan Reproduksi. Jakarta : CV
Trans Info Media

A. Pengertian HIV/AIDS
HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang menyerang sistem kekebalan
tubuh manusia, sedangkan AIDS atau Acquired Immunodeficiency Syndrome adalah
sindrom kekebalan tubuh oleh infeksi HIV. Perjalanan penyakit ini lambat dan gejala-gejala
AIDS rata-rata baru timbul 10 tahun sesudah terjadinya infeksi, bahkan dapat lebih lama
lagi. Virus masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui perantara darah, semen, dan
secret vagina. Sebagian besar (75%) penularan terjadi melalui hubungan seksual.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI terjadi laju peningkatan kasus baru HIV yang
semakin cepat.

Tabel. Jumlah Kasus Baru HIV/AIDS dan kematian di Indonesia


No Tahun HIV AIDS
2009 9793 6.073
2010 21.591 6.907
2011 21.031 7.312
2012 21.511 8.747
2013 29.037 6.266
2014 22.869 (Triwulan 3) 1.876 (Triwulan 3)

Sumber : Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit Menular dan Penyakit Lingkungan

Peningkatan prevalensi HIV/AIDS meningkatkan risiko tenaga kesehatan yang bekerja di


fasilitas kesehatan akan terpapar oleh infeksi yang secara potensial dapat membahayakan
jiwanya. Tenaga kesehatan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien terjadi
kontak langsung dengan cairan tubuh dan darah pasien, sehingga dapat menjadi tempat
dimana agen infeksius dapat hidup dan berkembang biak yang kemudian menularkan dari
satu pasien ke pasien yang lainnya, khususnya bila kewaspadaan terhadap darah dan cairan
tubuh tidak dilaksanakan terhadap semua pasien.

Tenaga kesehatan perlu mempertimbangkan bahwa semua pasien berpotensi terinfeksi


penyakit HIV/AIDS maupun penyakit menular lainnya, serta perlu menerapkan
kewaspadaan universal untuk meminimalkan risiko penularan dari darah dan cairan tubuh
semua pasien. Tenaga kesehatan ketika memberikan perawatan kepada pasien HIV/AIDS
memiliki risiko mendapat penularan

B. Sejarah HIV/AIDS
Kasus paling awal infeksi HIV ditemukan dalam darah sampel diambil tahun 1959 dari
seorang pria di Kinshasa, Republik Demokratik Kongo (dahulu Zaire). Sampel yang
menunjukan bahwa HIV ada lebih dari dua dekade sebelum laporan CDC pertama.

AIDS pertama kali dilaporkan pada tahun 1981 oleh Pusat pengendalian dan Pencegahan
Penyakit di Amerika Serikat (CDC) yang berbasis di Atlanta, Georgia. Hampir satu juta
orang di Amerika Serikat didiagnosis dengan AIDS selama 25 tahun pertama. Lebih dari
setengah juta orang Amerika meninggal karena AIDS selama seperempat abad pertama
epidemi, dan lebih dari 400.000 orang Amerika saat ini hidup dengan AIDS. Pada 2006,
lebih dari 50.000 orang Amerika telah menjadi HIV + (CDC, 2008). Namun, AIDS bukan
hanya sebuah epidemi di Amerika Serikat. Penyakit AIDS ini adalah penyakit ditemukan di
negara di seluruh dunia.

Tahun 2007 menurut data yang dikumpulkan oleh Amerika bersama Program HIV/AIDS
(UNAIDS), 33 juta orang hidup dengan infeksi HIV, hampir 3 juta orang menjadi terinfeksi
HIV dan 2 juta orang meninggal (UNAIDS, 2007).
Kasus HIV/AIDS di Indonesia di laporkan pertama kali pada tahun 1987 di Bali, dan sampai
akhir tahun 2003 jumlah kasus yang dilaporkan sebanyak 4.091. Jumlah kasus
terbanyakdilaporkan dari DKI Jakarta, disusul Papua, Jawa Timur Riau (Batam) dan Bali.

C. Situasi HIV dan AIDS Di Indonesia 2000-2009


1. Perkembangan Kasus AIDS Tahun 2000-2009
HIV dan AIDS adalah merupakan masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan
perhatian yang sangat serius. Ini dapat dilihat dari jumlah kasus AIDS yang dilaporkan
setiap tahunnya sangat meningkat secara signifikan.

Di Tanah Papua epidemi HIV sudah masuk ke dalam masyarakat (generalized


epidemic) dengan prevalensi HIV di populasi dewasa sebesar 2,4%. Sedangkan di
banyak tempat lainnya dengan prevalensi HIV > 5% pada populasi kunci. Namun saat
ini sudah diwaspadai telah terjadi penularan HIV yang meningkat melalui jalur parental
(ibu kepada anaknya), terutama di beberapa ibu kota provinsi.

Apabila dilihat berdasarkan jenis kelamin, kasus AIDS dilaporkan banyak ditemukan
pada laki-laki yaitu 74,5%, sedangkan pada perempuan 25%. Hal ini dapat terjadi
karena hubungan seks yang tidak aman, penggunaan jarum suntik yang tidak steril dan
secara bergantian, transfusi darah yang terinfeksi HIV, dan penularan ibu yang
terinfeksi HIV ke anak yang dikandungnya merupakan faktor risiko yang dapat
menularkan HIV dari satu orang ke orang lain. Faktor risiko penularan tersebut yang
menjadikan permasalahan HIV/AIDS berkaitan dengan sosio-ekonomi-pertahanan-
keamanan-budaya.

Disamping permasalahan jumlah yang semakin meningkat, sehinggat permasalahan


menjadi kompleks. Sebagai contoh, pada awasl kasus HIV/AIDS muncul, tidak semua
rumah sakit bersedia merawat ODHA karena muncul ketakutan nantinya rumah sakit
tersebut tidak laku, karena orang yang terinfeksi HIV dipandang sebagai orang yang
mempunyai perilaku yang negatif.
Sehingga muncul diskriminasi terhadap ODHA yang seharusnya juga mendapat hak
pelayanan kesehatan yang sama dengan orang yang tidak terinfeksi HIV. Semua itu
terjadi karena banyak orang telah memberikan penilaian negatif terhadap HIV/AIDS,
ODHA dan perilakunya, tanpa dapat melihat permasalahan yang lebih substansial.
Terlebih ditambah dengan sikap yang mengkaitkan status HIV/AIDS sebagai
permasalahan moral, bukan sebagai permasalahan kesehatan masyarakat yang dapat
mengenai semua golongan masyarakat.

2. Kecenderungan Dimasa Depan


Kecenderungan Epidemi
Para ahli epidemiologi Indonesia dalam kajiannya tentang kecenderungan epidemi HIV
dan AIDS memproyeksikan bila tidak ada peningkatan upaya penanggulangan yang
bermakna, maka pada 2010 jumlah kasus AIDS menjadi 400.000 orang dengan
kematian 100.000 orang dan pada tahun 2015 menjadi 1.000.000 orang dengan
kematian 350.000 orang. Penularan dari sub-populasi ber perilaku berisiko kepada istri
atau pasangannya akan terus berlanjut. Diperkirakan pada akhir tahun 2015 akan terjadi
penularan HIV secara kumulatif pada lebih dari 38,500 anak yang dilahirkan dari ibu
yang sudah terinfeksi HIV.

Kecenderungan ini disebabkan meningkatnya jumlah sub-populasi berperilaku berisiko


terutama penasun dan karena masih adanya diskriminasi terhadap ODHA. Resistensi
obat anti retroviral (ARV) lini pertama mungkin akan berperan, bilamana surveilans
ARV belum berjalan baik dan penyediaan ARV lini kedua belum mencukupi.

Kecenderungan Respons
Peraturan Presiden No.75 Tahun 2006 mengamanatkan perlunya peningkatan upaya
penanggulangan HIV dan AIDS di seluruh Indonesia. Respons harus ditujukan untuk
mengurangi semaksimal mungkin peningkatan kasus baru dan kematian.

Diharapkan Komisi Penanggulangan AIDS di semua tingkat akan semakin kuat.


Anggaran dari sektor pemerintah diharapkan juga akan meningkat sejalan dengan
masalah yang dihadapi. Masyarakat sipilter masuk Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) akan meningkatkan perannya sebagai mitra pemerintah sampai ke tingkat desa.
Serta perlunya peran seluruh lapisan masyarakat untuk mendukung pelaksanaan
program upaya penanggulangan HIV/AIDS ini.

D. Transmisi Infeksi HIV


Transmisi HIV masuk ke dalam tubuh manusia melalui 3 cara, yaitu :
1. Secara vertikal dari ibu yang terinfeksi HIV ke anak
Anak-anak terinfeksi HIV dari ibunya yang terinfeksi HIV kepada janinnya sewaktu
hamil, sewaktu persalinan dan setelah melahirkan melalui pemberian air susu ibu (ASI).
Angka penularan selama kehamilan sekitar 5-10%, sewaktu persalinan 10-20%, dan saat
pemberian ASI 10-20%. Virus dapat ditemukan dalam ASI sehingga ASI merupakan
perantara penularan HIV dari ibu ke bayi pascanatal. Bila mungkin pemberian air susu
oleh ibu yang terinfeksi sebaiknya dihindari.

2. SecaraTranseksual (homoseksual maupun heteroseksual)


Kontak seksual merupakan salah satu cara utama transmisi HIV diberbagai belahan
dunia. Virus ini dapat ditemukan dalam cairan semen, cairan vagina, cairan serviks.
Virus akan terkonsentrasi dalam cairan semen, terutama bila terjadi peningkatan jumlah
limfosit dalam cairan seperti pada keadaan peradangan genetalia misalnya uretritis,
epididimitis dan kelainan lain yang berhubungan dengan penyakit menular seksual.

Hubungan seksual lewat anus adalah merupakan Transmisi infeksi HIV yang lebih
mudah karena pada anus hanya terdapat membrane mukosa rectum yang tipis dan mudah
robek, sehingga anus mudah terjadi lesi, bila terjadi lesi maka akan memudahkan
masuknya virus sehingga memudahkan untuk terjadinya infeksi.

3. Secara horizontal yaitu kontak antar darah atau produk darah yang terinfeksi
Darah dan produk darah adalah media yang sangat baik untuk transmisi HIV. Untuk bisa
menular, cairan tubuh harus masuk secara langsung ke dalam peredaran darah. HIV
pernah ditemukan di dalam air liur atau ludah, namun hingga saat ini belum ada bukti
bahwa HIV bisa menular melalui air ludah. Demikian pula dengan Air Susu Ibu yang
mengidap HIV/AIDS. HIV juga tidak terdapat dalam air kencing, tinja (faeces) dan
muntahan.

Hal ini dapat terjadi pada individu yang menerima transfusi darah atau produk darah
yang mengabaikan tes penapisan HIV. Diperkirakan bahwa 90 sampai 100% orang yang
mendapat transfusi darah yang tercemar HIV akan mengalami infeksi. Transmisi ini juga
dapat terjadi pada individu pengguna narkotika intravena dengan pemakaian jarum
suntik secara bergantian/bersama dalam satu kelompok tanpa mengindahkan asas
sterilisasi.

E. Infeksi HIV
HIV masuk kedalam tubuh manusia melalui berbagai cara yaitu secara vertical, horizontal
dan transeksual. Jadi HIV dapat mencapai sirkulasi sistemik secara langsung dan diperantai
benda tajam yang mampu menembus dinding pembuluh darah atau secara tidak langsung
melalui kulit dan mukosa yang tidak intake seperti yang terjadi kontak seksual. Begitu
mencapai atau berada dalam sirkulasi sistemik, 4-11 hari sejak paparan pertama HIV dapat
dideteksi di dalam darah
1. HIV tidak menular melalui kontak sosial seperti :
a. Bersentuhan dengan pengidap HIV.
b. Berjabat tangan dengan ODHA
c. Berciuman, bersin dan batuk.
d. Melalui makanan dan minuman.
e. Gigitan nyamuk dan serangga lainnya.
f. Berenang bersama ODHA di kolam renang.
2. HIV mudah mati luar tubuh karena terkena air panas, sabun dan bahan pencuci hama.
3. Cara hubungan seksual yang paling rawan bagi penularan HIV dan AIDS adalah sebagai
berikut :
a. Anogenital pasif. Penis mitra seksual pengidap HIV masuk ke lubang dubur
pasangan.
b. Anogenital aktif. Penis masuk ke lubang dubur mitra seksual pengidap HIV.
c. Genetia-genetia pasif. Penis mitra seksual pengidap HIV masuk ke vagina.
d. Genetia-genetia aktif. Penis masuk ke vagina mitra seksual pengidap HIV.
e. Senggama terputus dengan mitra pengidap HIV/AIDS.
f. Hubungan antara mulut pelaku seksual dengan kelamin mitra seksual pengidap HIV
(orogenital) belum tentu aman.
4. Tanda-tanda terserang HIV
Gejala orang yang terinfeksi HIV menjadi AIDS bisa dilihat dari 2 gejala yaitu gejala
Mayor (umum terjadi) dan gejala Minor (tidak umum terjadi):
Gejala Mayor :
a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan.
b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan.
c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan.
d. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis.
e. Demensia/HIV ensefalopati.
Gejala Minor :
a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan.
b. Dermatitis generalisata.
c. Adanya herpes zostermulti segmental dan herpes zoster berulang.
d. Kandidias orofaringeal.
e. Herpes simpleks kronis progresif.
f. Limfadenopati generalisata.
g. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita.
h. Retinitis virus sitomegalo.

5. Infeksi Oportunistik
Adapun infeksi oportunistik yang di identifikasi dalam menegakkan diagnosis AIDS
adalah sebagai berikut :
a. Kandidiasis saluran pernapasan, trakea, atau paru-paru.
b. Kandidiasis usofagus.
c. Kanker servik invasive.
d. Coccidioidomycosis tersebar atau di luar paru-paru
e. Kriptokokosis, luar paru.
f. Crytosporidiosis, usus kronis (lamanya lebih dari satu bulan)
g. Cytomegalovirus (selain hati, limpa, atau node)
h. Retinitis sitomegalovirus (dengan kehilangan pengelihatan).
i. Ensefalopati terkait HIV.
j. Herpes simpleks ; ulkus kronis (waktunya lebih lama dari satu bulan), atau
bronchitis, pneumonitis, atau esofagitis.
k. Histoplasmosis, diseminata atau ekstrapulmoner.
l. lsosporiasis, usus kronis (lamanya lebih dari satu bulan).
m. Sarkoma kaposi.
n. Limfoma, yang Burkitt (atau istilah setara).
o. Limfoma, immunoblastic (atau istilah setara).
p. Limfoma, primer, otak.
q. Mycobacterium avium kansasii kompleks atau M. yang tersebar atau di luar paru.
r. Mycobacterium tuberculosis, setiap situs (paru atau luar paru).
s. Mycobacterium, spesies lain atau spesies tidak dikenal, tersebar atau luar paru.
t. Pneumocystis carinii pneumonia.
u. Pneumonia, berulang.
v. Progressive multifocal leukoencephalopathy.
w. Salmonella septicemia, yang berulang.
x. Toksoplasmosis otak.
y. Wasting syndrome akibat HIV.

6. Kasus Dewasa:
Bila seorang dewasa (>12 tahun) dianggap AIDS apabila menunjukkan tes HIV positif
dengan strategi pemeriksaan yang sesuai dengan sekurang-kurangnya 2 gejala mayor dan
1 gejala minor, dan gejala ini bukan disebabkan oleh keadaan lain yang tidak berkaitan
dengan infeksi HIV.

Pada orang yang telah terinfeksi HIV tidak bisa langsung terihat secara fisik. Terdapat
tahap-tahap seseorang terkena HIV.
a. Tahap Jendela (Window Period)
Yaitu masa dari masukkan virus, sampai ketika dilakukan tes, hasilnya positif. Masa
jendela pada beberapa orang berbeda-beda, bervariasi antara 2 minggu sampai 6
bulan. Pada masa jendela ini, meskipun hasil tes negatif, apabila seseorang terinfeksi
HIV, maka ia dapat menularkan HIV pada orang lain.
b. Masa tanpa Gejala
Masa tanpa gejala ini berkisar antara 5-12 tahun, dimana seseorang telah benar-benar
terinfeksi HIV tetapi tidak ada gejala apapun secara fisik yang berkaitan dengan
infeksi.
c. Masa Pembesaran Kelenjar Limfe
Pada tahapan ini, seorang ODHA akan mengalami pembengkakan pada kelenjar
limfa. Biasanya terjadi beberapa kali secara berulang.
d. Tahap AIDS
Tahap akhir atau yang disebut full blown AIDS, pada umumnya muncul gejala khas,
yaitu adanya gejala mayor dan minor. Gejala mayor antara lain : demam
berkepanjangan, diare kronis yang berulang dan terus menerus, penurunan berat
badan lebih dari 10% dalam satu bulan. Sedangkan gejala minor antara lain : batuk
kronis, infeksi jamur pada mulut dan tenggorokan, pembengkakan kelenjar getah
bening yang menetap, kanker khususnya kanker kulit yang disebut sebagai sarkoma
kaposi, munculnya Herpes zoster.

7. Masa Inkubasi HIV


Waktu anatara HIV masuk ke dalam tubuh sampai gejala pertama AIDS disebut juga
masa inkubasi HIV adalah bervariasi antara setengah tahun sampai lebih dari tujuh
tahun. HIV (antigen) hanya dapat dideteksi dalam waktu singkat kira-kira setengah bulan
sampai dengan 2,5 bulan sesudah HIV masuk tubuh. Untuk membantu menegakkan
diagnosis pemeriksaan mencari HIV tidak dianjurkan karena mahal, memakan waktu
lama dan hanya dapat ditemukan dalam waktu terbatas.

Tubuh memerlukan waktu untuk dapat menghasilkan antibodi. Waktu ini rata-rata 2
bulan, ini berarti bahwa seseorang dengan infeksi HIV dalam 2 bulan pertama
diagnosisnya belum dapat ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium berdasarkan
penentuan antibodi. Lama waktu 2 bulan ini disebut Window Period.

8. Upaya Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS


Cara pencegahan penularan HIV yang paling efektif adalah dengan memutus rantai
penularan. Pencegahan dikaitkan dengan cara-cara penularan HIV. Infeksi HIV/AIDS
merupakan suatu penyakit dengan perjalanan yang panjang dan hingga saat ini belum
ditemu kan obat yang efektif, maka pencegahan dan penularan menjadi sangat penting
terutama melalui pendidikan kesehatan dan peningkatan pengetahuan yang benar
mengenai patofisialogi HIV dan cara penularannya.
Penanggulangan merupakan segala upaya dan kegiatan yang dilakukan, meliputi
kegiatan pencegahan, penanganan dan rehabilitasi. Seperti diketahui penyebaran virus
HlV melalui hubungan seks, jarum suntik yang tercemar, transfusi darah, penularan dari
ibu ke anak maupun donor darah atau organ tubuh.
a. Pencegahan penularan melalui hubungan seksual
Infeksi HIV terutama terjadi melalui hubungan seksual, sehingga pencegahan AIDS
perlu difokuskan pada hubungan seksual. Agar terhindar dari tertularnya HIV dan
AIDS seseorang harus berperilaku seksual yang aman dan bertanggungjawab. Yaitu
hanya mengadakan hubungan seksual dengan pasangan sendiri (suami/istri sendiri).
Apabila salah seorang pasangan sudah terinfeksi HIV maka dalam melakukan
hubungan seksual harus menggunakan kondom secara benar. Melakukan tindakan
seks yang aman dengan pendekatan “ABC” (Abstinent, Be faithful, Condom), yaitu
tidak melakukan aktivitas seksual (abstinent) merupakan metode paling aman untuk
mencegah penularan HIV melalui hubungan seksual, tidak berganti-ganti pasangan
(be faithful), dan penggunaan kondom (use condom).
b. Pencegahan penularan melalui darah
1. Transfusi darah
Memastikan bahwa darah yang dipakai untuk transfusi tidak tercemar HIV.
2. Alat suntik dan alat lain yang dapat melukai kulit
Desinfeksi atau membersihkan alat-alat seperti jarum, alat cukur, alat tusuk untuk
tindik dan lain-lain dengan pemanasan atau larutan desinfeksi.
3. Pencegahan penularan dari ibu anak
Diperkirakan 50% bayi yang lahir dari ibu yang HIV positif (+) akan terinfeksi
HIV sebelum, selama dan tidak lama sesudah melahirkan. Penularan HIV dari
seorang ibu yang terinfeksi HIV dapat terjadi selama masa kehamilan, selama
proses persalinan atau setelah kelahiran melalui ASI. Tanpa adanya intervensi
apapun, sekitar 15% sampai 30% ibu dengan infeksi HIV akan menularkan
infeksi selama masa kehamilan dan proses persalinan. Pemberian air susu ibu
meningkatkan risiko penularan sekitar 10-15%. Risiko ini tergantung pada
faktor-faktor klinis dan bisa saja bervariasi tergantung dari pola dan lamanya
masa menyusui. Ibu-ibu yang menderita HIV/AIDS memerlukan konseling.
Sebaiknya ibu dengan HIV/AIDS tidak hamil. Mencegah perluasan epidemi HIV
dari kelompok IDU ke masyarakat luas (general population), terutama pada
pasangan seksual para IDU dan pada bayi-bayi yang dikandungnya. Untuk
mencegah dampak buruk narkotika (harm reduction) maka Strategi yang
ditempuh adalah membantu penyalahguna NAPZA untuk berhenti menggunakan
NAPZA (abstinent), mengusahakan agar selalu memakai jarum suntik yang steril
dan tidak independent.
Penularan dari Ibu ke Anak dapat dikurangi dengan cara berikut
- Pengobatan: Jelas bahwa pengobatan preventatif antiretroviral jangka pendek
merupakan metode yang efektif dan layak untuk mencegah penularan HIV dari
ibu ke anak. Ketika dikombinasikan dengan dukungan dan konseling makanan
bayi, dan penggunaan metode pemberian makanan yang lebih aman, pengobatan
ini dapat mengurangi risiko hingga setengahnya. Regimen ARV hususnya
didasarkan pada nevirapine atau zidovu dine.
UNMAL
Penulis : Ramadhan Tosepu
Judul : Epidemiologi Lingkungan Teori dan Aplikasi
Penerbit : Bumi Medika
Kota : Jakarta
Tahun : 2016
Tosepu, Ramadhan. 2016. Epidemiologi Lingkungan Teori dan Aplikasi. Jakarta : Bumi Medika

AIDS merupakan salah satu penyakit menular yang dapat menyebabkan kematian. AIDS
disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus atau disingkat HIV

Agen
AIDS disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV). Virus HIV
memperlemah kekebalan tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan
terhadap infeksi oportunistik dan mudah terkena tumor.

Pejamu
Semua kelompok umur baik pria maupun wanita dapat terkena HIV/AIDS. Akan tetapi, yang
paling beresiko terkena HIV/AIDS adalah orang yang suka melakukan seks bebas dan
menggunakan jarum suntik secara bergantian.

Lingkungan
Epidemi HIV/AIDS selama dua dasawarsa belakangan ini telah menyebar ke lebih 190 negara di
semua benua. UNAIDS (United Nations Programme on AIDS) memperkirakan bahwa pada
akhir tahun 2000, terdapat 36,1 juta orang yang hidup dengan HIV/AIDS, dengan 90% terdapat
di negara berkembang. Hal ini dikarenakan nega berkembang masih memiliki pengetahuan yang
kurang mengenai HIV/AIDS. Penggunaan narkoba dengan jarum suntik secara bergantian juga
masih begitu tinggi, serta seks bebas masih sering terjadi.

-------------------------___________________-----------------------------____________________

IDENTIFIKASI PENYAKIT HIV/AIDS DENGAN PENDEKATAN AGEN


Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan penyakit global yang menjadi
masalah di seluruh dunia. Hukuman sosial bagi penderita HIV/AIDS umumnya lebih berat bila
dibandingkan dengan penderita penyakit mematikan lainnya. Adanya hukuman sosial tersebut
juga turut menimpa petugas kesehatan atau sukarelawan yang terlibat dalam merawat orang yang
hidup dengan HIV/AIDS (ODHA).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penularan yang paling mempengaruhi peningkatan jumlah
penderita HIV/AIDS adalah meningkatnya angka seks bebas di kalangan masyarakat, terutama
remaja yang baru berkembang.

Proses Deteksi dan Identifikasi Penyakit HIV/AIDS


Penyakit AIDS disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang menyerang
sistem pertahanan/kekebalan tubuh seseorang. Cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi
HIV meliputi tes PCR, tes antibodi HIV dan tes antigen HIV.
Pertama tes reaksi berantai polimerase (PCR). Tes PCR merupakan teknik deteksi berbasis asam
nukleat (DNA dan RNA) yang dapat mendeteksi keberadaan materi genetik HIV di dalam tubuh
manusia. Tes ini sering pula dikenal sebagai tes beban virus atau tes amplifikasi asam nukleat
(HIV NAAT). PCR DNA basa merupakan metode kualitatif yang hanya bisa mendeteksi ada
atau tidaknya DNA virus.
Sementara itu, untuk deteksi RNA virus, dapat dilakukan dengan metode real-time PCR yang
merupakan metode kuantitatif. Deteksi asam nukleat ini dapat mendeteksi keberadaan HIV pada
11-16 hari sejak awal infeksi terjadi. Tes ini biasanya digunakan untuk mendeteksi HIV pada
bayi baru lahir, namun jarang digunakan pada individu dewasa karena biaya tes PCR yang mahal
dan tingkat kesulitan mengelola dan menafsirkan hasil tes ini lebih tinggi bila dibandingkan tes
lainnya. Untuk mendeteksi HIV pada orang dewasa, lebih sering digunakan tes antibodi HIV
yang murah dan akurat. Seseorang yang terinfeksi HIV akan menghasilkan antibodi untuk
melawan infeksi tersebut.
Kedua, tes antibodi HIV. Tes antibodi HIV mendeteksi antibodi yang terbentuk di darah, saliva
(liur), dan urine. Sejak tahun 2002, telah dikembangkan suatu pengujian cepat (rapid test) untuk
mendeteksi antibodi HIV dari tetesan darah ataupun sampel liur (saliva) manusia. Sampel dari
tubuh pasien tersebut akan dicampur dengan larutan tertentu. Kemudian kepingan alat uji (rapid
test) dimasukkan. Apabila menunjukkan hasil positif maka dua pita berwarna ungu kemerahan
akan muncul. Tingkat akurasi dari alat ini mencapai 99,6%, namun semua hasil positif harus
dikonfirmasi dengan ELISA.
Selain ELISA, tes antibodi HIV lain yang dapat digunakan untuk pemeriksaan lanjut adalah blot
western. Tes antigen dapat mendeteksi antigen (protein P24) pada HIV yang memicu respons
antibodi. Pada tahap awal infeksi HIV, P24 diproduksi dalam jumlah tinggi dan dapat ditemukan
dalam serum darah. Tes antibodi dan tes antigen digunakan secara berkesinambungan untuk
memberikan hasil deteksi yang lebih akurat dan lebih awal. Tes ini jarang digunakan sendiri
karena sensitivitasnya yang rendah dan hanya bisa bekerja sebelum antibodi terhadap HIV
terbentuk.
Pada umumnya, virus HIV sama seperti virus lain, yaitu hanya dapat bereplikasi dengan
memanfaatkan sel inang. Siklus hidup HIV diawali dengan penempelan partikel virus (virion)
dengan reseptor pada permukaan sel inang, diantaranya adalah CD4 dan CXCR5. Sel-sel yang
menjadi target HIV adalah sel dendritik, sel T, dan makrofag. Sel-sel tersebut terdapat pada
permukaan lapisan kulit dalam (mukosa) penis, vagina, dan oral yang biasanya menjadi tempat
awal infeksi HIV. Selain itu, HIV juga dapat langsung masuk ke aliran darah serta bereplikasi di
nodus limfe.
Setelah menempel, selubung virus akan melebur (difusi) dengan membran sel sehingga isi
partikel virus terlepas di dalam sel. Selanjutnya enzim transkriptase balik yang memiliki HIV
akan mengubah genom virus yang berupa RNA menjadi DNA. Kemudian DNA virus akan
dibawa ke inti sel manusia sehingga dapat menyisip atau terintegrasi dengan DNA manusia.
DNA virus yang menyisip di DNA manusia disebut sebagai provirus dan dapat bertahan cukup
lama di dalam sel. Saat sel teraktivasi, enzim-enzim tertentu yang dimiliki sel inang akan
memproses provirus sama dengan DNA manusia, yaitu diubah menjadi mRNA. Kemudian
mRNA akan dibawa keluar dari inti sel dan menjadi cetakan untuk membuat protein dan enzim
HIV. Sebagian RNA dari provirus merupakan genom RNA virus. Bagian genom RNA tersebut
akan dirakit dengan protein dan enzim hingga menjadi virus utuh. Pada tahap perakitan ini,
enzim protease virus berperan penting untuk memotong protein panjang menjadi bagian pendek
yang menyusun inti virus. Apabila HIV utuh telah matang, virus tersebut dapat keluar dari sel
inang dan menginfeksi sel berikutnya. Proses pengeluaran virus tersebut dilakukan melalui
pertunasan (budding), ketika virus akan mendapatkan selubung dari membran permukaan sel
inang.

Komposisi Kimia dari Agen HIV/AIDS


HIV memiliki diameter 100-150 nm dan berbentuk sferis hingga oval karena bentuk selubung
yang menyelimuti partikel virus (virion). Selubung virus berasal dari membran sel inang yang
sebagian besar tersusun dari lipid. Di dalam selubung, terdapat bagian yang disebut protein
matriks.
Bagian internal dari HIV terdiri dari 2 komponen utama, yaitu genom dan kapsid. Genom adalah
materi genetik pada bagian inti virus yang berupa dua kopi utas tunggal RNA. Sementara itu,
kapsid adalah protein yang membungkus dan melindungi genom.
Berbeda dengan sebagian besar retro virus yang hanya memiliki 3 gen (gag, pol, dan env), HIV
memiliki 6 gen tambahan (vif, vpu, vpr, tat, ref dan nef). Gen-gen tersebut disandikan oleh RNA
virus yang berukuran 9kb. Kesembilan gen tersebut dikelompokkan menjadi 3 kategori
berdasarkan fungsinya, yaitu gen penyandi perotein struktural (Gag, Pol, dan Env), protein
regulator (Tat dan Rev), dan gen aksesoris (Vpu hanya pada HIV-1, Vpx hanya pada HIV-2;
Vpr, Vif, Nef).
Virus HIV yang telah ada pada tubuh seseorang akan terus berkembang biak dengan cara masuk
ke dalam sel dan menyebarkan materi genetiknya untuk menghancurkan Sel T CD4+ (sel
penolong). Perlu diketahui pejamu yang telah memiliki virus HIV dalam tubuhnya tidak
mempunyai pertahanan yang kuat lagi untuk melawan virus tersebut karena sel penolongnya
telah dirusak oleh virus HIV.

Komposisi Genetik dan Enzim Dari Agen HIV/AIDS


Sampai saat ini tidak ada vaksin atau obat untuk HIV/AIDS. Metode satu-satunya yang diketahui
untuk pencegahan adalah penghindaran kontak dengan virus atau jika gagal akan dilakukan
perawatan antiretrovirus secara langsung setelah kontak dengan virus secara signifikan, disebut
post-exposure prophylaxis (PEP). PEP memiliki jadwal empat minggu takaran yang memakan
banyak waktu. PEP juga memiliki efek samping yang tidak menyenangkan, seperti diare, tidak
enak badan, mual, dan lelah.
Dari penjelasan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya virus HIV tidak peka
terhadap obat-obatan karena sampai saat ini terbukti belum ditemukan obat atau vaksin untuk
penyakit AIDS. Virus HIV sangat cepat melakukan replikasi genetik dan menghancurkan sel
penolong yang ada pada individu sehingga akan terasa sulit untuk melakukan pemberantasannya.

Viabilitas Agen Penyakit HIV/AIDS


Virus HIV memiliki masa inkubasi yang cukup lama, yaitu 5-10 tahun, dan hanya dapat bertahan
hidup di dalam sel sehingga dapat menularkan virus tersebut ke pejamu lain. Setelah bereplikasi
dan menempel, HIV akan berkembang biak dan menginfeksi sel-sel tubuh pejamu.
Virus HIV tidak dapat berkembang biak selain di dalam sel karena virus HIV akan mati pada
suhu yang terlalu panas sehingga dia tidak dapat melakukan perkembangbiakkan, namun hanya
dapat menularkan ke pejamu lain. HIV yang menginfeksi manusia (HIV-1 dan HIV-2) yang pada
mulanya berasal dari Afrika Barat dan Afrika Tengah, berpindah dari primata ke manusia dalam
sebuah proses yang dikenal sebagai zoonosis. HIV-1 merupakan hasil evolusi dari simian
immunodeficiency virus (SIVcpz) yang ditemukan dalam sub spesies simpanse, pan troglodytes
troglodytes. Sementara itu, HIV-2 merupakan spesies virus hasil evolusi strain SIV yang berbeda
(SIVsmm), ditemukan pada Sooty mangabey, monyet dunia lama di Guinea-Bissau. Sebagian
besar infeksi HIV di dunia disebabkan oleh HIV-1 karena spesies virus ini lebih virulen dan
lebih mudah menular dibandingkan dengan HIV-2, sedangkan HIV-2 kebanyakan masih
terkurung di Afrika Barat.

Reservoir Penyakit HIV/AIDS


Agen dapat hidup di dalam berbagai media, hewan, dan manusia secara berantai, serta menjalani
siklus hidupnya diberbagai media tersebut sehingga merupakan suatu mekanisme untuk
mempertahankan hidupnya. Dengan demikian, perlu dipertanyakan apakah ia dapat
menyebabkan penyakit pada hewan/pejamu? Banyakkah pejamunya itu? Hal ini tentu akan
memberi gambaran mudah tidaknya ia diberantasi. Semakin luas jajaran pejamunya, semakin
sulit virus HIV diberantas, terutama bila pejamunya kebanyakan adalah hewan liar. Manusia dan
hewan dapat merupakan jajaran pejamu dalam mekanisme reservoir.

Sistem Transmisi Penyakit HIV/AIDS


HIV dapat ditularkan melalui injeksi langsung ke aliran darah, serta kontak membran mukosa
atau jaringan yang terluka dengan cairan tubuh tertentu yang berasal dari penderita HIV. Cairan
tersebut meliputi darah, semen, sekresi vagina, dan asi. Beberapa jalur penularan HIV yang telah
diketahui adalah melalui hubungan seksual, dari ibu ke anak (perinatal), penggunaan obat-obatan
intravena, transfusi dan transplantasi, serta paparan pekerjaan.

Latensi Penyakit HIV/AIDS


Latensi adalah periode interval waktu yang diperlukan oleh A untuk menjadi infektif, sejak
diekskresikan dari tubuh. Masa inkubasi virus HIV pada tubuh seseorang sangat lama, yaitu
bekisar 5-10 tahun.

Spesifisitas Penyakit HIV/AIDS


Agen hidup mempunyai spesifisitas. Artinya, setiap agen hanya dapat menyebabkan satu jenis
penyakit. Akan tetapi, konsep ini tidak berlaku pada agen penyakit AIDS. Virus HIV yang
menyerang sistem imun seseorang dapat menyebabkan berbagai macam penyakit karena
pertahanan tubuh yang dimiliki individu telah menurun serta dirusak oleh HIV sehingga
perlawanan terhadap serangan organisme asing dari luar tubuh sudah tidak ada lagi.

Selektivitas dan Patogenitas HIV/AIDS


Virus AIDS menyerang sistem pembuat antibodi sehingga manusia tidak dapat membuat
antibodi sama sekali terhadap penyakit apapun. Patogenitas adalah daya suatu mikroorganisme
untuk menimbulkan penyakit pada pejamu. Dalam hal patogenitas, virus HIV menginfeksi sel
penolong seseorang dengan sangat kuat sehingga dapat menimbulkan berbagai macam penyakit.

Infektivitas Penyakit HIV/AIDS


Kemampuan virus HIV untuk masuk kedalam tubuh pejamu sangat cepat. Apabila salah satu
media penularannya (seperti darah) telah terkandung virus HIV sebelumnya. HIV adalah retro
virus yang biasanya menyerang organ-organ vital sistem kekebalan manusia, seperti Sel T CD4+
(sejenis sel T), makrofag, dan sel dendritik. HIV merusak sel T CD4+ secara langsung dan tidak
langsung, padahal sel T CD4+ dibutuhkan agar sistem kekebalan tubuh dapat berfungsi baik.
Apabila HIV telah membunuh sel T CD4+ hingga jumlahnya menyusut hingga kurang dari
200/mikro liter (µl) darah, kekebalan ditingkat sel akan hilang sehingga mengakibatkan penyakit
AIDS. Infeksi akut HIV akan berlanjut menjadi infeksi laten klinis, kemudian timbul gejala
infeksi HIV awal, dan akhirnya AIDS yang diidentifikasi dengan memeriksa jumlah sel T CD4+
di dalam darah serta adanya infeksi tertentu.

Virulensi Penyakit HIV/AIDS


Virulensi adalah keganasan suatu mikroba atau bagi pejamu. Mikroba apabila berada di dalam
lingkungan yang tidak menguntungkan bagi kehidupannya, kualitasnya berubah dan seiring
dengan itu, virulensinya menjadi berkurang.
AIDS diperkirakan telah menginfeksi 38,6 juta orang di seluruh dunia. Pada Januari 2006,
UNAIDS bekerja sama dengan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah menyebabkan kematian
lebih dari 25 juta orang sejak pertama kali diakui pada tanggal 5 Juni 1981. Dengan demikian,
penyakit ini merupakan salah satu wabah paling mematikan dalam sejarah. AIDS diklaim telah
menyebabkan kematian sebanyak 2,4 hingga 3,3 juta jiwa pada tahun 2005, dan lebih dari
570.000 jiwa diantaranya adalah anak-anak. Sepertiga dari jumlah kematian ini terjadi di Afrika
Sub-Sahara sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi dan menghancurkan kekuatan
sumber daya manusia disana. Dari data tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa virus HIV
memiliki tingkat keganasan yang tinggi karena memiliki jumlah kasus terbanyak diseluruh dunia.
Penulis : dr. Rukman Kiswari
Judul : Hematologi dan Transfusi
Penerbit : Erlangga
Tahun : 2014
Kota :
Kiswari, Rukman. 2014. Hematologi dan Transfusi. : Erlangga

Leukosit
Beberapa jenis leukosit atau sel darah putih terdapat dalam darah. Leukosit pada umumnya
dibagi menjadi granulosit, yang mempunyai granula khas, dan agranulosit yang tidak
mempunyai granula khas. Granulosit terdiri dari neutrofil, eosinofil, dan basofil. Agranulosit
terdiri dari limfosit dan monosit. Meskipun leukosit merupakan sel darah tetapi fungsinya lebih
banyak dilakukan di dalam jaringan. Selama berada di dalam darah, leukosit hanya bersifat
sementara mengikuti aliran darah keseluruh
ANALIS

Penulis : Prof. Subowo, dr., Msc., PhD.


Judul : Imunologi Klinik
Penerbit : Angkasa
Kota : Bandung
Subowo. Imunologi Klinik. Bandung : Angkasa

Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS)


AIDS merupakan penyakit yang tergolong dalam penyakit defisiensi imun sekunder, yang untuk
pertama kalinya dikenal dalam tahun 1980 di Amerika Serikat. Sejak peristiwa itu jumlah
penderita terus meningkat dan melanda di seluruh negara sebagai wabah yang menakutkan.
Bahkan tidak saja terbatas di benua Amerika saja melainkan telah meluas pula ke daratan Eropa,
Inggris, Asia Selatan, Asia Tengah, Cina, Jepang, dan Hongkong. Dalam tahun 1987 oleh
Jawatan Penanggulangan Penyakit Menular di AS (CDC) telah dibuat proyeksi kenaikan angka
kesakitan AIDS seperti tertera pada gambar 5-1.
Penyakit ini menyerang orang tanpa memandang jenis kelamin dan umur. Walaupun demikian
terdapat perbedaan jumlah penderita laki-laki dan perempuan di Amerika Serikat.
Demikian besarnya perhatian dunia tehadap penyakit AIDS ini, sehingga setiap tanggal 1
Desember dinyatakan oleh WHO sebagai “Hari AIDS Sedunia”. Tahun 1991 hari AIDS
mengambil tema “Sharing the Challange”. Oleh WHO diperkirakan bahwa menjelang tahun
2000 jumlah penderita AIDS akan meningkat dari 1,5 juta dalam tahun 1991 menjadi 12-18 juta
orang. Sementara itu jumlah yang terserang virus AIDS yaitu HIV, dari sekitar 9,5 juta orang
diperkirakan menjadi sejumlah 40 juta orang dalam tahun 2000.
Orang-orang di lebih dari 160 negara memberikan dukungan mereka terhadap program
pemberntasan AIDS melalui berbagai kegiatan mulai dari wawancara, kampanye, pengumpulan
dana pendidikan, pendirian laboratorium pemeriksaan dan penelitian.
Pihak berwenang di Cina mengatakan, sebagian besar kasus AIDS di negara itu, yang hingga
kini mencapai 125 kasus (1991), terjadi di provinsi Yunnan, Cina Barat Daya. Tempat itu
merupakan daerah lalu lintas dan penggunaan obat bius.
Di Nairobi, Menteri kesehatan, Mwai Kibaki, mengemukakan (1991) bahwa di Kenya dengan
penduduk sebesar 2,5 juta terdapat 19.725 kasus AIDS yang merupakan lonjakan jumlah dari
17.000 pada tahun 1988. Banyak kasus yang menyedihkan karena adanya ibu-ibu muda yang
terkena penyakit AIDS menularkan pada bayi yang dilahirkan. Banyak di antara mereka yang
meninggal atau ibunya segera meninggal, menyebabkan mereka menjadi piatu atau yatim piatu.
Di Uganda, Presiden Yoweri Mjseveni menyatakan (1991) bahwa sekurang-kurangnya 1,2 juta
anak-anak berusia di bawah umur 15 tahun telah kehilangan satu atau dua orang tuanya akibat
AIDS. Di Tanzania, Presiden Ali Hasan Mjingi mengumumkan (1991) bahwa AIDS telah
mengakibatkan lebih dari 100.000 anak kehilangan orang tuanya. Pada tahun 1990 Tanzania
melaporkan terjadinya 36.000 kasus AIDS.
Di Malaysia, pemerintah mengumumkan pernyataan perang terhadap tempat-tempat pelacuran
(1991) dan berjanji mengenakan hukuman berat kepada para mucikari yang mendatangkan WTS
asing yang mengidap virus HIV. Hal tersebut dapat dimengerti bahwa menurut pemerintah
Malaysia dalam tahun 1991 telah ditemukan 1.042 orang terkena infeksi virus HIV. Sedang di
Thailand dan India pada saat ini (1991) telah diumumkan adanya orang-orang dengan seropositif
terhadap HIV berturut-turut sebanyak 400.000 dan 1.000.000 orang (James Chin, Komperensi
Internasional VII AIDS, Italia, Juni 1991).
Sedang di Indonesia sampai 30 Juni 1991 telah dilaporkan sebanyak 35 orang mengidap HIV, 16
orang menderita AIDS yang pada akhir tahun 1991 orang yang mengidap AIDS meningkat
menjadi 40 orang. Tahun 1993 menurut Departemen Kesehatan Penderita AIDS sudah mencapai
85 orang (Tempo).

Human Immunodeficiency Virus (HIV)


Dengan kemajuan pengetahuan pada saat ini, belum lama berselang seperti beberapa dasawarsa
lalu. Orang merasa yakin bahwa penyakit infeksi sudah bukan merupakan hal yang
mengkhawatirkan lagi bagi negara maju. Orang menduga bahwa tantangan bagi kesehatan
manusia berakar dari penyakit-penyakit bukan infeksi, seperti kanker, penyakit jantung dan
penyakit degeneratif. Namun keyakinan tersebut

Anda mungkin juga menyukai