Anda di halaman 1dari 3

Gawat…!

Ada Larangan Jual Buku, SMP di


Medan Malah Macem Merajalela
*Gara-gara Tak Sanggup Bayar, Anak Parbetor Dipermalukan
Medan – PATEN : Macem tak berdosa bin tak bersalah, hampir seluruh sekolah di lingkungan Pemerintah
Kota Medan, persisnya di jajaran Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Medan menjual buku. Padahal, berbagai
regulasi atau peraturan untuk menjual buku melarang, karena sudah ditampung dalam dana Bantuan
Operasional Sekolah (BOS).

Namun faktanya, wihhh…! macem bikin malu, oknum di institusi yang syogianya mendidik generasi untuk
patuh dan taat terhadap peraturan dan kedisiplinan. Eh…? Ini malah oknum penyelenggara
pendidikannya diduga kuat melanggar peraturan, hanya untuk keuntungan materi segelintir oknum di
sekolah itu.

Imbasnya, para wali murid yang tergabung dalam salahsatu elemen masyarakat, mau ramai-
ramai mendatangi Kepada Disdik Kota Medan, tentunya untuk meminta orang nomor satu di
dinas yang salahsatu tugasnya mengurusi sekolah tersebut memberikan sanksi kepada Kepala
Sekolah.

Ikhwal pokok informasi di atas diperoleh tim Paten dari tahap demi tahap investigasi, belum
lama ini. Mulanya salahsatu orang tua siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMP N) Tiga
yang namanya minta diinisialkan adalah RMN mengatakan, kalau anaknya di sekolah tesebut
diwajibkan membeli buku LKS dan mandiri yang jumlah keseluruhannya senilai Rp900 ribu.

“Uang sejumlah itu tentulah sangat memberatkan bagi kami, apa lagi saat ini penghasilan kami
sebagai tukang becak bermotor alias Penarik Becak Bermotor (Parbetor), sudah sangat sulit
dikarenakan adanya saingan transportasi online,” keluh wali murid itu dengan mimik wajah
memelas.

Tak habisi pikir, lanjut RMN, anak kami itu baru kelas 7 SMP, artinya bila penjualan buku ini
terus diterapkan, maka terbayanglah, kalau kami ke depannya tidak akan sanggup
menyekolahkan anak lagi.

“Bantulah pak.. bagaimana anak kami bisa sekolah, supaya kelak nanti bisa bersaing dengan
anak-anak lainnya dalam mengarungi hidupnya,” bilang RMN dengan kelopak mata yang terlihat
mulai membesar seperti menahan jatuhnya air mata.

Menyakitkannya lagi, jelas RMN, anak kami itu seperti dipermulakan karena belum membayar
uang buku. “Bahkan anak kami itu semangat untuk bersekolahnya sudah mulai hilang, katanya
dia malu karena sering ditagih uang buku dengan nada ketus oleh guru di depan teman-teman
sekelasnya,” sebut RMN didampingi istrinya ND yang terlihat tangannya sesekali menyeka air
mata di pipinya.
Namun, tegas RMN yang tinggal di rumah kontrakan dan persis di kaki limanya terparkir sebuah
becak bermotor itu, meyakinkan kalau dirinya akan berupaya semaksimal mungkin untuk
membujuk anaknya supaya menlanjutkan sekolahnya.

Beda lagi, JBS salahsatu PNS yang merupakan orangtua siswa SMP Negeri 4 mengatakan,
memang terbilang kejam kalilah pihak sekolah ini dalam menerapkan jual buku. “Anak kami
dikutip uang buku hampir mencapai Rp500 ribu dan tidak ada toleransi sedikitpun,” ungkapnya.

Padahal, lanjut JBS, kita sudah pernah mendatangi pihak sekolah untuk memberikan keringanan
karena terlambat membayar. “Meski sudah saya jelaskan kalau saya seorang guru di SD, malah
saya seperti dipermalukan,” bebernya menceritakan keburukan lakon para oknum guru di
pemerintahan yang di nakhodai Dzulmi Eldin tersebut.

Waktu itu, pihak sekolah menyentil dengan bahasa tak sedap didengar, bahkan terbilang
menyakitkan. “Jadi kalau anda guru, apa mau gratis rupayanya…!,” ungkap JBS menirukan
ucapan salahsatu oknum guru di SMP Negeri 4, yang bikin miris hati itu.

Menyikapi hal tersebut, Ketua Badan Investigasi Nasional (BIN) Korwil Sumut Jhoni Anthoni
Harahap mengatakan, beberapa orangtua siswa sudah melapor, di antaranya SMP N4 dan
SMPN3. “Dan hasil penelusuran yang kami lakukan, bahwa di Kota Medan hampir seluruh SMP
menjual buku. “Cuma 1 SMP yang tak menjual buku di lingkungan Disdik Kota Medan itu,
adalah SMPN 6,” ujarnya.

Jhoni menjelaskan, sebetulnya, ada banyak regulasi alias peraturan yang melarang pihak sekolah
menjual buku. “Tapi, regulasi itu seperti angin lalu. Mirisnya lagi, hiih..! macem ngerih kita
nengok pihak sekolah, seperti merajalela menjuali buku,” ketus bernada kesal.

Adapun beberapa regulasi yang melarang sekolah menjual buku itu, adalah; Peraturan
Pemerintah (PP) No.17 tahun 2010, pasal 181, tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan
Pendidikan. Kemudian, Permendikbud No 75 Tahun 2016 pasal 12 tentang Komite Sekolah.
Selanjutnya, no 48/2016 tentang tata cara pengenaan sanksi administrasi kepada pejabat
pemerintahan.

Menjawab pengaduan warga, terangh Jhoni, pihaknya sudah menindakalanjuti kepada Walikota
Medan dengan mengirimkan surat. “Tentunya dengan harapan orang nomor 1 di Pemerintahan
Kota Medan itu menindaklanjuti. “ Kita berharap banyak, agar kepala sekolah dan Kadisdik
diberikan sanksi, karena telah menyulitkan generasi penerus bangsa untuk menuntut ilmu dan
dijamin negara itu,” celutuk Jhoni.

Dan bila dalam seminggu ke depan surat tersebut tidak di respon, tambah Jhoni, bersama para
orangtua wali murid, ramai- ramai kita akan mendatangi kantor Walikota Medan dan Dinas
Pendidikan ibu kota provinsi itu.

Terpisah, Plt Kadisdik Kota Medan, Ramlan Tarigan yang dikonfirmasi via seluler baru-baru ini
mengatakan, kalau dirinya sedang berada di lombok. “Nanti sekembali saya, seluruh kepala
sekolah akan saya tegur,” bilangnya dari seberang seluler, sembari mengatakan akan
mengeluarkan surat edaran untuk tidak lagi dibenarkan menjual buku di sekolah-sekolah.

Sayangnya, di kemudian harinya, balik dikonfirmasi soal penerbitan surat edaran itu, Ramlan bernada
seperti berkilah. “Saya di Medan, kenapa rupanya, nanti surat edaran itu saya WhatsApp (WA) kan,”
jawab Ramlan ketika disinggung mengenai penerbitan surat edaran, yang meski hingga berita ini
diterbitkan surat tersebut tidak kunjung di kirimnya lewat WA. (pijar).

Anda mungkin juga menyukai