Uremik PDF
Uremik PDF
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uremia
2.1.1 Definisi
Uremia adalah sindrom klinis yang berhubungan dengan ketidakseimbangan cairan,
elektrolit, hormon dan kelainan metabolik, yang berkembang secara paralel dengan
penurunan fungsi ginjal. Penyakit ginjal kronis (chronic kidney disease) lebih sering
berkembang menjadi uremia terutama stadium lanjut CKD, tetapi juga dapat terjadi dengan
gagal ginjal akut (AKI) jika hilangnya fungsi ginjal dengan cepat. Belum ada uremik toksik
tunggal yang telah di identifikasi menyumbang semua manifestasi klinis uremia. Racun,
seperti hormon paratiroid (PTH), beta2 mikroglobulin, poliamina, produk glikosilasi akhir
mutakhir, dan molekul menengah lainnya, diperkirakan berkontribusi terhadap sindrom
klinis (Alper, 2015). Disebut Uremia bila kadar ureum didalam darah di atas 50 mg/dl.
Uremia adalah sindrom penyimpangan biokimia yang ditandai oleh azotemia, asidosis,
hiperkalemia, pengendalian volume cairan yang buruk, hipokalsemia, anemia dan
hipertensi. Uremia adalah sindrom klinis dengan penurunan LFG < 10-15 ml/menit (L, Tao
& K, Kendall, 2014).
2.1.2 Etiologi
Pada penyakit ginjal kronis terjadi kerusakan regional glomerulus dan penurunan
LFG terhadap pengaturan cairan tubuh, keseimbangan asam basa, keseimbangan elektrolit,
sistem hematopoesis dan hemodinamik, fungsi ekskresi dan fungsi metabolik endokrin.
Sehingga menyebabkan munculnya beberapa gejala klinis secara bersamaan, yang disebut
sebagai sindrom uremia (Suwitra, 2006). Penyebab dari uremia dapat dibagi menjadi tiga,
yaitu prerenal, renal, dan post renal. Uremia prerenal disebabkan oleh gagalnya mekanisme
sebelum filtrasi glomerulus. Mekanisme tersebut meliputi penurunan aliran darah ke ginjal
(syok, dehidrasi, dan kehilangan darah) dan peningkatan katabolisme protein. Uremia renal
terjadi akibat gagal ginjal (gagal ginjal kronis/chronic renal failure atau juga pada kejadian
gagal ginjal akut/acute renal failure apabila fungsi ginjal menurun dengan cepat) yang dapat
menyebabkan gangguan ekskresi urea sehingga urea akan tertahan di dalam darah, hal ini
akan menyebabkan intoksikasi oleh urea dalam konsentrasi tinggi yang disebut dengan
uremia. Sedangkan uremia postrenal terjadi oleh obstruksi saluran urinari di bawah ureter
(vesica urinaria atau urethra) yang dapat menghambat ekskresi urin. Obstruksi tersebut
dapat berupa batu/kristaluria, tumor, serta peradangan (Ridwan, 2011).
2.1.3 Gejala Klinis
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Gejala Klinis
Tanda dan Gejala Uremia
Lainnya
Serositis (termasuk pericarditis)
Gatal
Cegukan
Stres oksidan
Anemia karena kekurangan eritropoetin dan usia sel darah merah yang singkat Disfungsi
granulosit dan limfosit
Disfungsi platelet
Sumber : NEJM Uremia 2007
A. Sistem Neurologis
1. Ensefalopati
Universitas Sumatera Utara
Uremia menggambarkan tahap akhir dari gagal ginjal yang progresif dan
kegagalan multi organ. Ini adalah hasil dari akumulasi metabolisme dari
protein dan asam amino dan kegagalan dari katabolisme ginjal, metabolisme,
dan proses endokrinologi. Belum ada metabolit yang telah di identifikasi
sebagai satu-satunya penyebab uremia. Uremik ensefalopati (UE) adalah
salah satu manifestasi gagal ginjal. Gejala uremik ensefalopati termasuk
kelelahan, malaise, sakit kepala, kaki gelisah, polineuritis, perubahan status
mental, kejang otot, pingsan, koma (Bucurescu, 2014).
Penyebab pasti UE belum diketahui. Akumulasi metabolit dari protein dan
asam amino mempengaruhi seluruh neuraxis. Beberapa akumulasi zat
organik, termasuk urea, senyawa guanidin, asam urat, asam hipurat, berbagai
asam amino, polipeptida, poliamina, fenol, asetoin, asam glukuronat, karnitin,
mioinositol, sulfat, dan fosfat. Senyawa guanidino endogen telah
diidentifikasi menjadi neurotoksik (Bucurescu, 2014).
UE melibatkan banyak hormon. Hormon tersebut termasuk hormon paratiroid
(PTH), insulin, hormon pertumbuhan, glukagon, tirotropin, prolaktin dan
gastrin. UE menggambarkan memburuknya fungsi ginjal. Jika tidak diobati,
UE berkembang menjadi koma dan kematian (Bucurescu, 2014).
2. Neuropati
Uremik neuropati adalah sensorimotor polineuropati distal yang disebabkan
oleh toksin uremik. Tingkat keparahan neuropati berkolerasi kuat dengan
tingkat keparahan dari insufisiensi ginjal. Mekanisme dari uremik neuropati
masih belum jelas. Menurut Bolton dan Young, kejadian klinis uremik
neuropati bervariasi 10-83% pada pasien dengan gagal ginjal (Pan, 2013).
3. Miopati
Uremik miopati adalah perubahan umum pada pasien penyakit ginjal stadium
akhir, terutama yang menjalani dialisis. Manifestasi klinis seperti kelemahan
otot, pengecilan otot, keterbatasan olahraga, dan mudah lelah (Josep, 2002).
Uremik miopati adalah perubahan klinis yang umum, dengan prevalensi
keseluruhan sekitar 50% pada pasien dialisis. Uremik miopati lebih sering
pada pasien wanita yang lebih tua dari 60 tahun. Uremik miopati biasanya
muncul dengan LFG di bawah 25 ml/menit dan jarang dengan LFG yang
lebih tinggi (Josep, 2002). Pada penyakit sistemik tertentu, khususnya
diabetes dan hipertensi, telah dikaitkan dengan uremik miopati. Diabetes dan
Universitas Sumatera Utara
hipertensi mungkin berinteraksi melalui berbagai mekanisme dengan faktor
patogenetik dari uremik miopati, terutama jaringan kapiler yang buruk
(Josep, 2002).
B. Sistem Gastrointestinal
Dapat terjadi perdarahan gastrointestinal. mual dan muntah dapat terjadi pada
pasien dengan uremia berat. Anoreksia, adanya rasa kecap logam pada mulut,
napas berbau amonia, peradangan dan ulserasi pada mulut, lidah kering dan
berselaput (Alper, 2015).
Perdarahan gastrointestinal terjadi karena efek uremia pada mukosa
gastrointestinal. Uremia mempengaruhi adhesi platelet sehingga terjadi
perdarahan gastrointestinal berkepanjangan (Shirazian, 2011).
C. Sistem Hematologi
Dapat terjadi sindrom hemolitik uremia yaitu sindrom klinis yang ditandai
dengan gagal ginjal progresif yang terkait dengan mikroangioapati, anemia
hemolitik dan trombositopenia. Pada sindrom hemolitik uremia terjadi
kerusakan sel endotel (Parmar, 2015).
Kelainan hematologi juga dapat terjadi pada sindrom uremik seperti anemia
normositik dan normokromik. Penyebab utama anemia adalah berkurangnya
pembentukan sel darah merah akibat defisiensi pembentukan eritropoietin oleh
ginjal dan masa hidup sel darah merah pada pasien gagal ginjal hanya sekitar
separuh dari masa hidup sel darah merah normal (Brunner & Suddarth, 2005).
D. Sistem Dermatologi
Penimbunan pigmen urin terutama urokrom bersama anemia pada insufisiensi
ginjal lanjut akan menyebabkan kulit pasien putih seakan-akan berlilin dan
kekuning-kuningan.
Pada orang berkulit coklat, kulit akan bewarna coklat kekuning-kuningan,
sedangkan pada orang berkulit hitam akan bewarna abu-abu bersemu kuning,
terutama didaerah telapak tangan dan kaki.
Selain itu kulit menjadi kering dan bersisik. Jika kadar natrium tinggi akan
timbul kristal uremik di permukaan kulit yang berkeringat (Brunner & Suddarth,
2005).
E. Sistem Kardiovaskular
Kelainan kardiovaskular seperti hipertensi, atherosklerosis, katup stenosis,
gagal jantung kongestif dan angina mempercepat penurunan fungsi ginjal.
Universitas Sumatera Utara
Kelainan-kelainan ini menyebabkan gejala klinis uremia jika tidak diobati
dengan tepat (Alper, 2015).
Pada anak-anak diagnosis uremia sulit karena gejala klinis yang tidak spesifik.
Pasien dengan diabetes mungkin cenderung hipoglikemi karena fungsi ginjal
yang menurun (Alper, 2015).
Apabila LFG menurun 5-10% dari keadaan normal dan terus mendekati nol,
maka pasien akan menderita sindrom uremik. Sindrom uremik adalah suatu
kompleks gejala yang terjadi akibat atau berkaitan dengan retensi metabolik
nitrogen karena gagal ginjal. Sindrom ini ditandai dengan peningkatan limbah
nitrogen didalam darah, perubahan fungsi pengaturan yang menyebabkan
gangguan keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa dalam tubuh yang pada
keadaan lanjut akan menyebabkan gangguan fungsi pada semua sistem organ
tubuh (Brunner & Suddarth, 2001; Ganong 2002; Potter & Perry, 2005; Price &
Wilson, 2005).
Salah satu gangguan biokimia akibat sindrom uremik yaitu asidosis metabolik
berupa pernafasan kussmaul. Pernafasan Kussmaul adalah pernafasan yang dalam dan berat,
yang timbul karena kebutuhan untuk meningkatkan ekskresi karbon dioksida.
Gangguan pada sistem perkemihan berhubungan erat dengan metabolisme cairan.
Pasien uremia mudah mengalami perubahan keseimbangan cairan akut. Diare atau muntah
dapat menyebabkan dehidrasi yang cepat, sementara asupan cairan yang berlebihan dapat
menyebabkan kelebihan beban sirkulasi, edema, dan gagal jantung kongestif (Brunner &
Suddarth, 2005).
2.1.4 Komplikasi
1. Anemia
Kapiler peritubular endothelium ginjal menghasilkan hormon eritropoetin yang
diperlukan untuk menstimulasi sumsum tulang dalam mensintesis sel darah
merah (sistem hematopoesis). Keadaan uremia menyebabkan aktivitas pembuatan
hormon eritropoetin tertekan, sehingga menyebabkan gangguan pada sistem
hematopoesis yang berakibat pada penurunan jumlah sel darah merah dan kadar
hemoglobin.
Prinsip dari Hemodialisis adalah dengan menerapkan proses osmotis dan ultrafiltrasi
pada ginjal buatan, dalam membuang sisa-sisa metabolisme tubuh. Pada
hemodialisis, darah dipompa keluar dari tubuh lalu masuk kedalam mesin dialiser (yang
berfungsi sebagai ginjal buatan) untuk dibersihkan dari zat-zat racun melalui proses difusi
dan ultrafiltrasi oleh cairan khusus untuk dialisis (dialisat). Tekanan di dalam ruang dialisat
lebih rendah dibandingkan dengan tekanan di dalam darah, sehingga cairan, limbah
metabolik dan zat-zat racun di dalam darah disaring melalui selaput dan masuk ke dalam
dialisat. Proses hemodialisis melibatkan difusi solute (zat terlarut) melalui suatu membrane
semipermeable. Molekul zat terlarut (sisa metabolisme) dari kompartemen darah akan
berpindah kedalam kompartemen dialisat setiap saat bila molekul zat terlarut dapat melewati
membran semipermiabel demikian juga sebaliknya. Setelah dibersihkan, darah dialirkan
kembali ke dalam tubuh (Permadi, 2011).
2.2.4 Komplikasi
Hemodialisis memiliki beberapa komplikasi yang disebabkan oleh karena penyakit
yang mendasari terjadinya penyakit ginjal kronik tersebut atau oleh karena proses selama
menjalani hemodialisa tersebut (Vivekanand dan Kirpal, 2003).
Selama masa inisiasi hemodialisis ditemukan pasien yang mengalami hipotensi
mencapai 30%, kram otot sebesar 15% dan sisanya mengalami dialysis disequilibrium
syndrome (DSS), aritmia, angina, reaksi dialisis dan komplikasi yang disebabkan oleh
komposisi dialisat (Himmelfarb, 2004).
Dialysis disequilibrium syndrome (DSS) adalah komplikasi neurologis yang umum
pada pasien dialisis yang ditandai dengan kelemahan, pusing, sakit kepala, dan pada kasus
yang berat, perubahan status mental (Krause et al, 2013).