Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan salah satu masalah kesehatan
utama di Negara maju maupun berkiembang. Penyakit ini menjadi penyebab nomor satu
kematian di dunia setiap tahunnya.

Di Indonesia penyakit jantung dan pembuluh darah ini terus meningkat dan akan
memberikan beban kesakitan, kecacatan dan beban social ekonomi bagi keluarga
penderita, masyarakat dan Negara. Prevalensi penyakit jantung koroner di Indonesia tahun
2013 berdasarkan diagnose dokter sebesar 1,5 % sedangkan prevalensi gagal jantung di
Indonesia tahun 2013 sebesar 0,13 %.

Peningkatan insiden penyakit jantung berkaitan dengan perubahan gaya hidup


masyarakat yang turut berperan dalam meningkatkan faktor resiko. Hipertensi mempunyai
kontribusi untuk terjadinya gagal jantung sebesar 75%. Gagal jantung dengan sebab yang
tidak diketahui sebanyak 20-30% kasus.

Selain penyakit hipertensi, penyakit lainnya seperti diabetes mellitus, dan iskemik
terutama pada usia lanjut meningkatkan insiden penyakit jantung. Prevalensi penyakit ini
meningkat sesuai dengan usia, berkisar dari < 1% pada usia <50 tahun hingga 5% pada
usia 50-70 tahun dan 10 % pada usia > 70 tahun. Oleh karena itu, sebagai diagnosis dan
penanganan awal yang tepat akan membantu mengurangi mortalitas pada pasien gagal
jantung.

BAB II
BORANG PORTOFOLIO

A. Borang portofolio

1
Nama peserta : dr. Inti Herdianti
Nama wahana : RS Marinir Cilandak
Topik : Gagal Jantung Kongestif ec HHD
Tanggal kunjungan : 5 September 2016
Nama pasien : Tn. I, Lk, 70 th No RM : 21-77-71
Tanggal presentasi : Nama pendamping : dr. Arif Eko Wibowo
Tempat presentasi : RS Marinir Cilandak
Objektif presentasi
 Keilmuan  Keterampilan  Penyegaran  Tinjauan pustaka
 Diagnostik  Manajemen  Masalah Istimewa
 Neonatus  Bayi  Anak  Remaja  Dewasa  Lansia
 Deskripsi : Pasien datang dengan keluhan sesak sejak 4 hari sebelum masuk rumah
sakit. Menurut pasien sesak ini awalnya hilang dengan minum obat, namun
selama 4 hari ini tidak hilang dengan obat yang di konsumsi. Pasien sulit
tidur karena sesak tersebut sehingga pasien lebih nyaman dengan posisi
duduk untuk tidur. Pasien sulit beraktivitas karena sesak sehingga pasien
hanya di tempat tidur. Pasien juga mengeluhkan batuk namun dahak sulit
keluar. Kedua kaki pasien bengkak sehingga kurang nyaman untuk
berjalan. Mual (+), muntah (-), BAB lancar, BAK sedikit-sedikit. Sebelum
berangkat ke rumah sakit, pasien sudah mengkonsumsi ISDN untuk
mengurangi sesaknya dan sudah berkurang sedikit sesaknya. Pasien
memiliki riwayat penyakit jantung dan terakhir kontrol bulan juli 2016.
Menurut keluarga, pasien jarang minum obat. Pasien juga memiliki riwayat
darah tinggi dan riwayat operasi prostat pada tahun 2005. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran pasien kompos mentis (GCS =
E4V5M6), dan tanda vital didapatkan TD : 140/80 mmHg, pernapasan 26
x/menit, nadi 100 x/menit, suhu 36oC. pada auskultasi didapatkan rhonki
basah halus di kedua lapang paru. Pada abodemen didapatkan nyeri tekan
pada epigastrium (+), dan terdapat pitting udem pada kedua extremitas
bawah. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan Hb : 12,7 g/dl, Ht 39%,
Leukosit 7,4 rb/ul, Trombosit 173 rb/ul, GDS 122 mg/dl, Ureum 50 mg/dl,
Creatinin 1,44 mg/dl. Pada EKG dapatkan irama ireguler,N-STEMI, T
inverted pada III, aVF, V1,V2,V3. Pada foto rontgen thorax didapatkan
kesan CTR ± 70%, gambaran pembesaran jantung, sudut costo frenikus
kanan tumpul, terdapat gambaran kabut pada kedua lapang paru bagian
atas. Pengobatan yang dilakukan adalah tirah baring dengan posisi semi
fowler, Oksigen 3 lt/menit, Infus RL, Lasix 2 x 2 ampul, Furosemid1x 40

2
mg, Spirolactone 1 x 25 mg, Simarc 1x ½ tablet, Carnico Q 1 x1 tablet,
Simvastatin 1 x 10 mg malam, Digoxin 0,25 mg 1x ½ tablet, Allopurinol 1
x 300 mg, Diovan 40 mg 1 x ½ tablet malam, CaCo3 3x 1 Tablet, dan Diet
lunak 1700 kkal.

 Tujuan : melakukan diagnosis, tatalaksana kasus Gagal Jantung Kongestif,


menentukan prognosis dan edukasi pasien serta keluarganya.
Bahan bahasan
 Tinjauan pustaka  Riset  Kasus  Audit
Cara membahas
 Presentasi & diskusi  Diskusi  Email  Pos
Data utama untuk bahan diskusi
1. Diagnosis/ Gambaran klinis
Pasien datang dengan keluhan sesak sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Menurut
pasien sesak ini awalnya hilang dengan minum obat, namun selama 4 hari ini tidak
hilang dengan obat yang di konsumsi. Pasien sulit tidur karena sesak tersebut sehingga
pasien lebih nyaman dengan posisi duduk untuk tidur. Pasien sulit beraktivitas karena
sesak sehingga pasien hanya di tempat tidur. Pasien juga mengeluhkan batuk namun
dahak sulit keluar. Kedua kaki pasien bengkak sehingga kurang nyaman untuk berjalan.
Mual (+), muntah (-), BAB lancar, BAK sedikit-sedikit. Sebelum berangkat ke rumah
sakit, pasien sudah mengkonsumsi ISDN untuk mengurangi sesaknya dan sudah
berkurang sedikit sesaknya.

2. Riwayat pengobatan
Menurut keluarga, terakhir pasien kontrol ke RSMC untuk penyakit jantungnya pada
bulan juli 2016. Pasien sering lupa untuk mengkonsumsi obat, Obat-obat yang di
konsumsi pasien adalah Furosemid1x 40 mg, Spirolactone 1 x 25 mg, Simarc 1x ½
tablet, Carnico Q 1 x1 tablet, Simvastatin 1 x 10 mg malam, Digoxin 0,25 mg 1x ½
tablet, Allopurinol 1 x 300 mg, Diovan 40 mg 1 x ½ tablet malam, CaCo3 3x 1 Tablet

3. Riwayat kesehatan
Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat penyakit jantung (+)
 Riwayat hipertensi (+)
 Riwayat operasi prostat tahun 2005
 Riwayat alergi makanan dan alergi obat disangkal.

4. Riwayat keluarga
Tidak diketahui riwayat penyakit dalam keluarga.

5. Riwayat sosial

3
Pasien tinggal bersama keluarganya dan masih bekerja. Memiliki asuransi
kesehatan berupa Kartu BPJS namun sudah tidak dibayar sejak tahun 2015.
6. Pemeriksaan fisik
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan umum : Tampak Sakit Berat
Tekanan darah : 140/80 mmHg
Nadi : 100 x/menit, ireguler isi cukup
Suhu : 36oC
Pernapasan : 26 x/menit
Mata : Konjungtiva anemis -/- , Sklera ikterik -/-,
Refleks cahaya langsung/tidak langsung +/+
THT : Tidak ada kelainan
Leher : Pembesaran KGB (-)
Jantung : Bunyi jantung 1 & 2 reguler, Gallop (-), Murmur (-)
Paru : Nafas vesikuler +/+, Rhonki +/+, Wheezing -/-
Abdomen : Datar, distensi (-), supel, nyeri tekan epigastrium (+), bising usus
(+) normal
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik, edema tungkai +/+
7. Pemeriksaan Penunjang :

 Hb : 12,7 g/dL

 Ht : 39 %

 Leukosit : 7400 /uL

 Trombosit : 173.000 /uL

 GDS : 122 mg/dL

 Ureum : 50 mg/dl

 Creatinin : 1,44 mg/dl

 EKG

4
 EKG dapatkan irama ireguler,N-STEMI, T inverted pada III, aVF, V1,V2,V3.

Kesan : CTR ± 70%, gambaran pembesaran jantung, sudut costo frenikus kanan

5
tumpul, terdapat gambaran kabut pada kedua lapang paru bagian atas.

Assessment : NSTEMI + CHF IV+ OEDEM PULMO + HHD + Hipertensi grade I tidak
terkontrol
Planning
A. Tatalaksana awal
Diberikan infuse RL 15 tetes, dipasang Oksigen 3 lt/ menit
B. Rencana diagnosis awal
Laboratorium : DR, GDS, Ureum, dan Creatinin
Dilakukan pemeriksaan EKG
C. Rencana Terapi
Konsul DPJP (Sp.JP)
 Lasix 2 x 2 ampul
 Furosemid1x 40 mg,
 Spirolactone 1 x 25 mg
 Simarc 1x ½ tablet
 Carnico Q 1 x1 tablet

 Simvastatin 1 x 10 mg malam
 Digoxin 0,25 mg 1x ½ tablet
 Allopurinol 1 x 300 mg
 Diovan 40 mg 1 x ½ tablet malam
 CaCo3 3x 1 Tablet,
 Diet lunak 1700 kkal
D. Rencana Edukasi
Penjelasan mengenai penyakit dan rencana terapi yang akan di jalani pasien
E. Rencana Konsultasi
Konsultasi dilakukan oleh spesialis jantung
Hasil pembelajaran
1. Mengetahui berbagai penyebab gagal jantung kongestif, hipertensi, NSTEMI,
oedem pulmo
2. Memberikan penatalaksanaan pada kasus gagal jantung kongestif, hipertensi,
NSTEMI, oedem pulmo.
3. Mengenali manifestasi klinis yang timbul pada gagal jantung kongestif, hipertensi,
NSTEMI, oedem pulmo
4. Mendiagnosis kasus gagal jantung kongestif, hipertensi, NSTEMI, oedem pulmo
5. Memberikan penatalaksanaan kasus gagal jantung kongestif
6. Mengetahui komplikasi yang dapat timbul pada kasus gagal jantung kongestif

6
B. RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN Portofolio
Subjektif
Keluhan Utama : Sesak nafas sejak 4 hari SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang :
 Sesak tidak hilang sejak 4 hari SMRS walaupun sudah mengkonsumsi obat.
 Batuk (+)
 Sulit tidur karena sesak
 Lebih nyaman pada posisi duduk
 Kedua kaki pasien bengkak
 Riwayat penyakit jantung (+)
 Riwayat hipertensi (+)
 Riwayat operasi prostat tahun 2005
 Riwayat alergi makanan dan alergi obat disangkal
Objektif
Pemeriksaan Fisik
 Kesadaran : Compos mentis (GCS= E4V5M6)
 Keadaan umum : Tampak Sakit Berat
 Tekanan darah : 140/80 mmHg (merupakan tanda dari hipertensi grade I)
 Nadi : 100 x/menit, ireguler isi cukup
 Suhu : 36oC
 Pernapasan : 26 x/menit
 Jantung : Bunyi jantung 1 & 2 reguler, Gallop (-), Murmur (-)
 Paru : Rhonki basah halus +/+ (menandakan terdapatnya bendungan pada
paru- paru)
 Abdomen : Datar, distensi (-), supel, nyeri tekan epigastrium (+), bising usus
(+) normal
 Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik, edema tungkai +/+ (terjadi pitting
edema pada pasien akibat sisi kanan jantung tidak mampu
mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat
mengedarkan darah keseluruh tubuh)
7. Pemeriksaan Penunjang :

 Darah Rutin : Hb : 12,7 g/dl, Ht 39%, Leukosit 7,4 rb/ul, Trombosit 173 rb/ul, GDS
122 mg/dl, Ureum 50 mg/dl, Creatinin 1,44 mg/dl.
 Pada EKG dapatkan irama ireguler,laju 100x/menit, N-STEMI, T inverted pada III,
aVF, V1,V2,V3

7
 Foto rontgen thorax : CTR ± 70%, gambaran pembesaran jantung, sudut costo
frenikus kanan tumpul, terdapat gambaran kabut pada kedua lapang paru bagian
atas.
Assessment : NSTEMI + CHF IV+ OEDEM PULMO + HHD + Hipertensi grade I tidak
terkontrol
Planning
1. Tatalaksana awal
Diberikan infuse RL 15 tetes, dipasang Oksigen 3 lt/ menit
2. Rencana Terapi
Konsul DPJP (Sp.JP)
 Lasix 2 x 2 ampul
 Furosemid1x 40 mg,
 Spirolactone 1 x 25 mg
 Simarc 1x ½ tablet
 Carnico Q 1 x1 tablet
 Simvastatin 1 x 10 mg malam
 Digoxin 0,25 mg 1x ½ tablet
 Allopurinol 1 x 300 mg
 Diovan 40 mg 1 x ½ tablet malam
 CaCo3 3x 1 Tablet,
 Diet lunak 1700 kkal
3. Rencana Edukasi
Penjelasan mengenai penyakit dan rencana terapi yang akan di jalani pasien
4. Rencana Konsultasi
 Konsultasi dilakukan oleh spesialis jantung

BAB III
PEMBAHASAN DAN TATALAKSANA

A. DIAGNOSIS
a.1. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis.
Berdasarkan anamnesis didapatkan pasien laki-laki berusia 70 tahun datang
dengan keluhan sesak sejak 4 hari SMRS. Pasien merupakan pasien geriatri dan
dari usianya merupakan salah satu faktor resiko terjadinya gagal jantung.
Gagal jantung adalah keadaan menurunnya kemampuan miokardium, dan
terutama ventrikel kiri. Dan penyebab yang paling sering adalah penyakit jantung
koroner dan hipertensi. Pasien memiliki riwayat hipertensi yang tidak terkontrol
sehingga dapat memperberat penyakitnya,

8
Pasien mengeluhkan sesak yang tidak hilang dengan obat dan beberapa
hari ini sulit tidur karena sesak. Batuk juga dikeluhkan pasien namun sulit di
keluarkan. Dalam hal ini pasien mengalami yang disebut Paroxismal nocturnal
dispnea atau othopnea. Pasien juga mengeluhkan kedua tungkai kaki bengkak
namun tidak tahu sejak kapan. Ini menunjukan adanya edema pada tungkai.
Edema tungkai terjadi akibat terjadinya retensi air dan garam sehingga tekanan
vena meningkat.
Pada riwayat penyakit dahulu didapatkan pasien memiliki riwayat penyakit
jantung dan hipertensi. Hipertensi adalah kondisi terjadinya peningkatan tekanan
darah sistolik lebih dari ≥140 mmHg dan diastolic ≥ 90 mmHg. Hipertensi pada
pasien, menyebabkan kerusakan aterosklerosis pada pembuluh darah arteri. Akibat
meningkatnya resistensi aliran menyebabkan iskemia pada berbagai organ dan
salah satunya jantung.
Pada hipertensi, dapat diklasifikasikan menurut JNC VII yaitu
Klasifikasi TD Sistolik TD Diastolik
Normal <120 mmHg <80 mmHg
Pre-hipertensi 120-139 mmHg 80-89 mmHg
Hipertensi Stage I 140-159 mmHg 80-99 mmHg
Hipertensi Stage II >160 mmHg ≥ 100 mmHg
Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi berdasarkan JNC VII
Pada pasien, menurut JNC VII termasuk klasifikasi Hipertensi Stage I.
sehingga diperlukan pengobatan yang adekuat.
Gagal jantung didefinisikan sebagai serangan cepat dari gejala-gejala atau
tanda-tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi dengan atau tanpa
adanya sakit jantung sebelumnya. Disfungsi jantung bisa berupa disfungsi sistolik
atau disfungsi diastolik.
Diagnosis gagal jantung ditegakkan berdasarkan gejala dan penilaian klinis,
didukung oleh pemeriksaan penunjang seperti EKG, foto thoraks, biomarker dan
ekokardiografi Doppler. Pasien segera diklasifikasikan apakah disfungsi sistolik
atau disfungsi diastolik. Diagnosis hipertensi ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik yang adekuat.

a.II. Pemeriksaan Fisik


Untuk menentukan pasien gagal jantung perlu diketahui adakah gejala,
ataupun yang terlihat dari pasien. Pasien memiliki tekanan darah tinggi yaitu
140/80 mmHg. Hal ini dapat terlihat dari pemeriksaan fisik yaitu pengukuran

9
tensimeter. Dalam JNC VII termasuk klasifikasi hipertensi grade 1. Pada auskultasi
terdengar rhonki basah halus pada kedua lapang paru, menandakan adanya
bendungan pada paru atau yang disebut oedem paru. Pada ekstremitas bawah
didapatkan edema pada kedua kaki. Ini menunjukan sudah adanya hipertrofi dari
otot jantung
Dalam hal ini dapat digunakan kriteria Framingham yaitu minimal 1 kriteria
mayor dan 2 kriteria minor, Selain itu perlu diketahui klasifikasi derajat gagal jantung
berdasarkan NYHA
Kriteria Mayor Kriteria Minor
Paroxysmal nocturnal dyspnea Edema ekstremitas
Distensi vena-vena leher Batuk malam
Peningkatan vena jugularis Sesak pada aktivitas
Ronki Hepatomegali
Kardiomegali Efusi pleura
Edema paru akut Kapasitas vital berkurang 1/3 dari
Gallop bunyi jantung III
normal
Refluks hepatojugular positif
Takikardi (>120x/menit)
Tabel 2. Klasifikasi Derajat Gagal Jantung berdasarkan kriteria Framingham
Pada pasien, terdapat 3 kriteria mayor dan 4 kriteria minor yaitu terdapatnya
Paroxysmal nocturnal dyspnea, ronki, kardiomegali, edema paru akut, edema
extremitas, batuk malam, sesak pada aktifitas, dan efusi pleura. Ini menunjukkan
pasien sudah mengalami gagal jantung kongestif.

NYHA I Penyakit jantung, namun tidak ada gejala atau keterbatasan dalam
aktivitas fisik sehari-hari biasa, misalnya berjalan, naik tangga, dan
sebagainya.
NYHA II Gejala ringan (sesak napas ringan dan/atau angina) serta terdapat
keterbatasan ringan dalam aktivitas fisik sehari-hari biasa,
NYHA III Terdapat keterbatasan fisik sehari-hari akibat gejala gagal jantung
pada tingkatan yang lebih ringan, misalnya berjalan 20-100 m.
pasien merasa nyaman saat istirahat
NYHA IV Terdapat keterbatasan aktivitas yang berat, misalnya gejala muncul
saat aktivitas
Tabel 3. Klasifikasi Derajat Gagal Jantung Berdasarkan NYHA
Berdasarkan NYHA, pasien merupakan klasifikasi garde IV karena pasien sudah
terdapat keterbatasan aktivitas.

1. PEMERIKSAAN PENUNJANG

10
o Pada pemeriksaan foto toraks seringkali menunjukkan kardiomegali (rasio
kardiotorasik (CTR) > 50%), terutama bila gagal jantung sudah kronis.
Kardiomegali dapat disebabkan oleh dilatasi ventrikel kiri atau kanan,
LVH,atau kadang oleh efusi perikard. Derajat kardiomegali tidak berhubungan
dengan fungsi ventrikel kiri.
o Elektrokardiografi memperlihatkan beberapa abnormalitas pada sebagian besar
pasien (80-90%), termasuk gelombang Q, perubahan ST-T,hipertropi
LV,gangguan konduksi, aritmia.
o Ekokardiografi harus dilakukan pada semua pasien dengan dugaan klinis gagal
jantung. Dimensi ruang jantung, fungsi ventrikel (sistolik dan diastolik), dan
abnormalitas gerakan dinding dapat dinilai dan pekatub jantung dapat
disinggirkan.
o Tes darah dirkomendasikan untuk menyinggirkan anemia dan menilai fungsi
ginjal sebelum terapi di mulai. Disfungsi tiroid dapat menyebabkan gagal
jantung sehingga pemeriksaan fungsi tiroid harus selalu dilakukan.
o Pencitraan radionuklir menyediakan metode lain untuk menilai fungsi ventrikel
dan sangat berguna ketika citra yang memadai dari ekokardiografi sulit
diperoleh.Pemindahan perfusi dapat membantu dalam menilai fungsional
penyakit jantung koroner.
I. TATALAKSANA
1. Terapi Umum dan Faktor Gaya Hidup
a. Aktifitas fisik harus disesuaikan dengan tingkat gejala. Aktifitas yang sesuai
menurunkan tonus simpatik, mendorong penurunan berat badan, dan
memperbaiki gejala dan toleransi aktivitas pada gagal jantung terkompensasi
dan stabil.
b. Oksigen merupakan vasorelaksan paru, merupakan afterload RV, dan
memperbaiki aliran darah paru.
c. Merokok cenderung menurunkan curah jantung, meningkatkan denyut jantung,
dan meningkatkan resistensi vascular sistemik dan pulmonal dan harus
dihentikan.
d. Konsumsi alkohol merubah keseimbangan cairan, inotropik negative, dan
dapat memperburuk hipertensi. Penghentian konsumsi alcohol memperlihatkan
perbaikan gejala dan hemodinamik bermakna.
2. Terapi obat-obatan
a. Diuretik digunakan pada semua keadaan dimana dikehendaki peningkatan
pengeluaran air, khususnya pada hipertensi dan gagal jantung. Diuterik yang
sering digunakan golongan diuterik loop dan thiazide. Diuretik Loop

11
(bumetamid, furosemid) meningkatkan ekskresi natrium dan cairan ginjal
dengan tempat kerja pada ansa henle asenden, namun efeknya bila diberikan
secara oral dapat menghilangkan pada gagal jantung berat karena absorbs usus.
Diuretik ini menyebabkan hiperurisemia. Diuretik Thiazide (bendroflumetiazid,
klorotiazid, hidroklorotiazid, mefrusid, metolazon). Menghambat reabsorbsi
garam di tubulus distal dan membantu reabsorbsi kalsium. Diuretik ini kurang
efektif dibandingkan dengan diuretic loop dan sangat tidak efektif bila laju
filtrasi glomerulus turun dibawah 30%. Penggunaan kombinasi diuretic loop
dengan diuretic thiazude bersifat sinergis. Tiazide memiliki efek vasodilatasi
langsung pada arterior perifer dan dapat menyebabkan intoleransi karbohidrat.
b. Digoksin, pada tahun 1785, William Withering dari Birmingham menemukan
penggunaan ekstrak foxglove (Digitalis purpurea). Glikosida seperti digoksin
meningkatkan kontraksi miokard yang menghasilkan inotropisme positif yaitu
memeperkuat kontraksi jantung, hingga volume pukulan, volume menit dan
dieresis diperbesar serta jantung yang membesar menjadi mengecil. Digoksin
tidak meneyebabkan perubahan curah jantung pada subjek normal karena curah
jantung ditentukan tidak hanya oleh kontraktilitas namun juga oleh beban dan
denyut jantung. Pada gagal jantung, digoksin dapat memperbaiki kontraktilitas
dan menghilangkan mekanisme kompensasi sekunder yang dapat menyebabkan
gejala.
c. Vasodilator dapat menurunkan afterload jantung dan tegangan dinding
ventrikel, yang merupakan determinan utama kebutuhan oksigen moikard,
menurunkan konsumsi oksigen miokard dan meningkatkan curah jantung.
Vasodilator dapat bekerja pada system vena (nitrat) atau arteri (hidralazin) atau
memiliki efek campuran vasodilator dan dilator arteri (penghambat ACE,
antagonis reseptor angiotensin, prazosin dan nitroprusida). Vasodilator
menurukan prelod pada pasien yang memakan diuterik dosis tinggi, dapat
menurunkan curah jantung dan menyebabkan hipotensi postural. Namun pada
gagal jantung kronis,penurunan tekanan pengisian yang menguntungkan
biasanya mengimbangi penurunan curah jantung dan tekanan darah. Pada gagal
jantung sedang atau berat, vasodilator arteri juga dapat menurunkan tekanan
darah.
d. Beta Blocker (carvedilol, bisoprolol, metoprolol). Penyekat beta adrenoreseptor
biasanya dihindari pada gagal jantung karena kerja inotropik negatifnya.
Namun, stimulasi simpatik jangka panjang yang terjadi pada gagal jantung

12
menyebabkan regulasi turun pada reseptor beta jantung. Dengan memblok
paling tidak beberapa aktivitas simpatik, penyekat beta dapat meningkatkan
densitas reseptor beta dan menghasilkan sensitivitas jantung yang lebih tinggi
terhadap simulasi inotropik katekolamin dalam sirkulasi. Juga mengurangi
aritmia dan iskemi miokard. Penggunaan terbaru dari metoprolol dan bisoprolol
adalah sebagai obat tambahan dari diuretic dan ACE-blokers pada
dekompensasi tak berat. Obat-obatan tersebut dapat mencegah memburuknya
kondisi serta memeperbaiki gejala dan keadaan fungsional. Efek ini
bertentangan dengan khasiat inotrop negatifnya, sehingga perlu dipergunakan
dengan hati-hati.
e. Antikoagolan adalah zat-zat yang dapat mencegah pembekuan darah dengan
jalan menghambat pembentukan fibrin. Antagonis vitamin K ini digunakan
pada keadaan dimana terdapat kecenderungan darah untuk membeku yang
meningkat, misalnya pada trombosis. Pada trombosis koroner (infark), sebagian
otat jantung menjadi mati karena penyaluran darah kebagian ini terhalang oleh
trombus disalah satu cabangnya. Obat-obatan ini sangat penting untuk
meningkatkan harapan hidup penderita .
f. Antiaritmia dapat mencegah atau meniadakan gangguan tersebut dengan jalan
menormalisasi frekuensi dan ritme pukulan jantung. Kerjanya berdasarkan
penurunan frekuensi jantung. Pada umumnya obat-obatan ini sedikit banyak
juga mengurangi daya kontraksinya. Perlu pula diperhatikan bahwa obat-obatan
ini juga dapat memperparah atau justru menimbulkan aritmia. Obat antiaritmia
memepertahankan irama sinus pada gagal jantung memberikan keuntungan
simtomatik, dan amiodaron merupakan obat yang paling efektif dalam
mencegah AF dan memperbaiki kesempatan keberhasilan kardioversi bila AF
tetap ada.

3. PROGNOSIS
Prognosis tergantung pada kondisi yang dialami pasien. Jika terdapat banyak
penyakit penyerta ataupun penyakit yang sebelumnya serta ketidakpatuhan pasien
dalam konsumsi obat, maka akan memperburuk prognosis pada pasien tersebut.

13
BAB IV
KESIMPULAN

Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah


keseluruh tubuh. Resiko akan meningkat pada usia lanjut karena proses penurunan fungsi
ventrikel. Penyakit ini akan berprognosis buruk jika disertai penyakit lainnya seperti
hipertensi, DM, dan penyakit jantung lainnya. Sehingga perlu anamnesis, pemeriksaan
fisik serta pemeriksaan penunjang yang adekuat. Pertolongan pertama pada pasien dengan
gagal jantung kongestif adalah membuat pasien tenang sehingga oksigen dapat masuk
dengan baik serta memberikan obat-obat yang pasien konsumsi.
Pasien datang ke IGD dengan sesak nafas. Kemudian dilakukan pemeriksaan secara
menyeluruh mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan
tatalaksana. Dari pemeriksaan tersebut didapatkan pasien dengan NSTEMI, CHF IV, HHD,
disertai edema paru dan juga didapatkan hipertensi grade I pada pada pasien.
Pasien di tatalaksana sebagain CHF dan ditangani sesaknya. Tatalaksana yang
diberikan kepada pasien adalah memasangkan oksigen nasal kanul sebayak 3 liter,
pemasangan infuse RL sebanyak 15 tetes permenit, pemeriksaan EKG, lalu memberikan
obat-obatan yang dapat meringankan keadaan pasien, serta konsul DPJP spesialis jantung
untuk tindakan lebih lanjut.

14
BAB V
DAFTAR PUSTAKA

Delima, dkk. Prevalensi dan Faktor Determinan Penyakit jantung di Indonesia. Puslitbang
Biomedis dan Farmasi . 2009

Ilmu Penyakit Dalam. Available from www.informasikedokteran.com/2015/09gagal-


jantung.html?m=1

Kementrian Kesehatan RI. Prevalensi Gagal Jantung. Available from


http://www.depkes.go.id

Silbernagl S, Florian Lang, Patofisiologi. Jakarta: EGC.2006

15

Anda mungkin juga menyukai