Manajemen Perioperatif
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Ina Ariani Kirana Masna*, Muhammad Fachri**
* Dokter Spesialis Paru di Jakarta
** Staf Pengajar Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta, Indonesia
ABSTRAK
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyebab kematian keempat tersering di dunia dan diperkirakan akan menjadi penyebab
kematian ketiga tersering tahun 2020. Dengan banyaknya pasien PPOK dan meningkatnya angka harapan hidup, tindakan bedah pada pasienpasien PPOK juga akan meningkat baik berupa tindakan invasif minimal maupun tindakan bedah besar. Manajemen perioperatif yang baik
dapat mengurangi insidens komplikasi paru pascabedah (postoperative pulmonary complications, PPC).
Kata kunci: Penyakit paru obstruktif kronik, manajemen perioperatif, komplikasi paru pascabedah
ABSTRACT
Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is currently the fourth leading cause of death in the world, and will be the third in 2020. The
increase of COPD patients with improved life expectancy will likely increase the need of surgical procedures. Best perioperative management
will reduce the incidence of postoperative pulmonary complications (PPC). Ina Ariani Kirana Masna, Muhammad Fachri. Perioperative
Management in Chronic Obstructive Pulmonary Disease.
Key words: Chronic obstructive pulmonary disease, perioperative management, postoperative pulmonary complications
PENDAHULUAN
The Global Initiative for Chronic Obstructive
Lung Disease (GOLD) mendefinisikan penyakit
paru obstruktif kronik (PPOK) sebagai
penyakit yang dapat dicegah dan diobati,
disertai manifestasi ekstrapulmoner yang
mempengaruhi tingkat keparahan penyakit,
ditandai dengan keterbatasan aliran udara
paru yang tidak sepenuhnya reversibel,
bersifat progresif, dan merupakan respons
inflamasi abnormal akibat partikel toksik dan
gas beracun.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK) merupakan penyebab kematian
keempat tersering di dunia dan diperkirakan
akan menjadi penyebab kematian ketiga
tersering tahun 2020. Pada tahun 1990 angka
kematian akibat PPOK di dunia adalah 2,2 juta
dan diperkirakan meningkat menjadi 4,7 juta
pada tahun 2020.2,3
Dengan banyaknya pasien PPOK dan
meningkatnya angka harapan hidup,
tindakan bedah pada pasien-pasien PPOK
juga meningkat baik dengan tindakan
invasif minimal maupun tindakan bedah
besar. Manajemen peripoperatif yang baik
Alamat korespondensi
email: inafachri@gmail.com
595
TINJAUAN PUSTAKA
Kerusakan paru emfisematus dikaitkan
dengan infiltrasi sel inflamasi yang sama
dengan yang ditemukan di saluran napas
besar. Pola emfisema sentrilobular dikaitkan
terutama dengan kebiasaan merokok
sedangkan pola emfisema panasinar/
panlobular yang melibatkan kerusakan
asinus secara lebih merata dikaitkan terutama
dengan defisiensi enzim alfa-1-antitripsin.6
Terdapat 4 patofisiologi utama yang perlu
dipertimbangkan dalam pengelolaan PPOK
terutama saat eksaserbasi akut.5
1) Hiperinflasi dinamik,
2) Disfungsi otot pernapasan,
3) Pertukaran gas yang tidak efisien, dan
4) Gangguan kardiovaskular.
Hiperinflasi dinamik
Peningkatan tahanan saluran napas terjadi
terutama saat ekspirasi dan diperberat oleh
bronkokonstriksi, inflamasi saluran napas
dan sekresi mukus. Saat pernapasan spontan,
tahanan jalan napas yang tinggi, keterbatasan
aliran udara ekspirasi, rendahnya rekoil
elastik, kebutuhan ventilasi yang tinggi, dan
pendeknya waktu ekspirasi akibat peningkatan frekuensi pernapasan menyebabkan
tidak tercapainya volume ekuilibrium elastik
(kapasitas residual fungsional pasif ) pada
akhir ekspirasi. Fenomena ini dikenal sebagai
hiperinflasi dinamik.7,8
Elastic threshold load atau intrinsic positive endexpiratory pressure (PEEPi) terjadi pada otot
inspirasi saat awal inspirasi dan meningkatkan
usaha napas untuk dapat mengalirkan udara
ke dalam paru. Sistem respirasi bekerja di
sekitar kapasitas paru total (KPT) akibat
hiperinflasi dinamik yaitu keadaan compliance
Gambar 2 Perbandingan kurva flow-volume pada subjek normal dengan pasien PPOK5
596
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem klasifikasi dapat bermanfaat untuk
menilai faktor risiko tunggal dalam memprediksi PPC karena variabel nonpulmoner
juga berperan dalam timbulnya PPC.
Pneumonia pascabedah, intubasi lama
pascabedah, dan mortalitas yang lebih
tinggi dikaitkan dengan ASA yang lebih
tinggi. Klasifikasi ASA (lampiran 1) sebaiknya
dimasukkan dalam model regresi yang
digunakan untuk memprediksi insiden PPC.
Etiologi PPC
Pada pasien dengan gangguan respirasi,
terdapat banyak kausa yang potensial
menimbulkan
PPC.12
Anestesi
dapat
menimbulkan gangguan koordinasi otot
dinding dada yang memfasilitasi pernapasan
(otot diafragma, otot-otot interkostal, dan
otot-otot abdomen).5 Induksi anestesi dapat
menurunkan KRF yang dapat memicu
terjadinya atelektasis serta gangguan
pertukaran gas walaupun pada pasien PPOK
sudah terdapat PEEPi sebagai usaha proteksi
terhadap atelektasis.13
Pada periode pascabedah, perubahan fungsi
dinding dada akibat anestesi tetap berlangsung. Gangguan mekanika otot abdomen
dan dada intraoperatif mengganggu fungsi
otot pascabedah, nyeri menyebabkan
restriksi dinding dada dan stimulasi serabut
aferen viseral menyebabkan inhibisi refleks
inspirasi pada diafragma.12 Gangguan refleks
saluran napas atas dapat menyebabkan
pemanjangan masa intubasi atau gangguan
reversal blokade neuromuskular sehingga
meningkatkan risiko aspirasi dan pneumonia
terutama pada pasien usia tua.5
597
TINJAUAN PUSTAKA
kopi juga dapat mengganggu pernapasan
pasien.17,18
Pencegahan dan terapi bronkospasme
Pada pasien dengan saluran napas yang
reaktif, bronkospasme harus dicegah.
Salah satu cara adalah dengan mengatasi
inflamasi saluran napas yang ada. Dapat
diberikan inhalasi agonis 2-adrenergik
atau antikolinergik preoperatif, terutama jika
merencanakan intubasi trakea.4,19 Intubasi
trakea dapat dihindari dengan menggunakan laryngeal mask atau semacamnya,
jika mungkin. Propofol, ketamin, atau
anestetik volatil merupakan agen induksi
pilihan, sedangkan barbiturat kadang
dapat merangsang bronkospasme. Agen
tambahan untuk meningkatkan kedalaman
anestesia dan menumpulkan refleks-refleks
saluran napas sebelum intubasi (lidokain
atau opioid) dapat membantu. Pemberian
lidokain laringotrakeal tidak dianjurkan karena
dapat meningkatkan tahanan jalan napas.
Agen anestesia volatil dapat membantu
saat rumatan anestesia karena memiliki efek
bronkodilatasi, kecuali desflurane.4,5
Bronkospasme dalam anestesia dapat
menyerupai obstruksi mekanik saluran
napas, tension pneumothorax, aspirasi, dan
edema paru. Penyebab utama bronkospasme
intraoperatif adalah reaksi anafilaktoid
terhadap obat dan instrumentasi alat saat
anestesia kurang dalam. Jika kemungkinan
reaksi anafilaktoid dapat disingkirkan,
anestesia diperdalam dengan bantuan zat
anestesia volatil.4,5,17
Bronkospasme intraoperatif menyebabkan
hiperinflasi dinamik pada keterbatasan aliran
udara ekspirasi. Penurunan tahanan jalan
napas dengan zat anestesia volatil dapat
mengurangi hiperinflasi dinamik yang terjadi.
Tahanan jalan napas dapat tetap (perifer) atau
labil (sentral). Tahanan jalan napas sentral
lebih cepat bereaksi terhadap zat anestesia
volatil dan sevoflurane dibandingkan dengan
isoflurane.20
Obat-obatan intravena seperti propofol dapat
digunakan untuk memperdalam anestesia
secara cepat. Agonis 2 inhalasi dapat
diberikan melalui tube endotrakeal. Pada
bronkospasme yang berat, pemberian agonis
adrenergik intravena seperti epinefrin dapat
dilakukan untuk memberikan rangsang yang
598
Jika mungkin, ketiga strategi tersebut dilakukan secara simultan. Manuver rekrutmen,
yang terdiri dari pemberian tekanan tinggi
pada jalan napas (30-40 cmH2O) selama
8-15 detik, diikuti oleh positive end-expiratory
pressure [PEEP] dan membatasi fraksi oksigen
inspirasi dapat meminimalkan atelektasis
dependen dan meningkatkan oksigenasi
intraoperatif.
Pada pasien PPOK, penggunaan PEEP mendekati nilai PEEPi dapat mengurangi kerja
pernapasan tanpa meningkatkan hiperinflasi
dinamik.21
Evaluasi kecukupan penerapan strategi
tersebut dalam usaha mengurangi hiperinflasi dinamik dapat dilakukan dengan
mengukur volume gas yang terjebak dalam
paru pada akhir ekspirasi, dan menilai static
end-inspiratory plateau pressure. Menilai
penutupan saluran napas pada akhir ekspirasi
dan membandingkannya dengan pengaturan
PEEP ekstrinsik dapat memastikan adanya
serta nilai PEEPi. Parameter hemodinamik
(tekanan arterial, frekuensi nadi, produksi
urin) biasanya membaik dengan penurunan
hiperinflasi dinamik.5,21
Pemantauan bentuk kurva pernapasan
ventilator pada pasien PPOK
Tampilan bentuk kurva pernapasan ventilator
yang kontinyu dapat membantu mendeteksi
dan memantau perubahan patofisilogik,
optimalisasi setting ventilator dan terapi,
menentukan efektivitas setting ventilator dan
meminimalkan risiko terjadinya komplikasi
akibat ventilator. Kurva laju aliran udara,
volume, dan tekanan jalan napas dapat
mengidentifikasi berbagai aspek interaksi
ventilator sehingga dapat membantu
mendeteksi adanya hiperinflasi dinamik.
Adanya aliran udara saat akhir ekspirasi biasa
menandakan bahwa aliran tersebut didorong
oleh rekoil elastik positif pada akhir ekspirasi
sistem pernapasan (PEEPi).5 (gambar 3)
Kurva laju aliran udara dan volume dapat
digunakan untuk memperkirakan volume
udara paru pada akhir ekspirasi (air trapping).
Volume udara ekspirasi saat apnea lama
(mencapai 40 detik) dapat digunakan untuk
mengukur volume gas yang terjebak diluar
dari KRF (air trapping). Total volume ekhalasi
diukur mulai dari akhir inspirasi sampai tidak
terdeteksi adanya perubahan volume lagi.
TINJAUAN PUSTAKA
(gambar 4) Perbedaan volume pada akhir
inspirasi (VE1) dan volume tidal mewakili nilai
volume air trapping (Vtrap). Perkiraan volume
air trapping saat akhir ekspirasi membantu
menilai kecukupan setting ventilator.
Perawatan pascabedah
Hipoksemia pascabedah dapat terjadi akibat
Air trapping
Normal
Patient
Flow (L/min)
Inspiration
Time (sec)
Ekspiration
Lung
Volume
Tidal Ventilation
APNEA
VT
VTrap
FRC
Time
Gambar 5 Perbandingan tekanan udara dalam saluran napas antara: a) subjek normal, b) pasien PPOK dan c) penggunaan
CPAP pasien PPOK5
599
TINJAUAN PUSTAKA
sehingga manuver ekspansi paru dapat
mengurangi insidens PPC. Penggunaan
PEEP ekstrinsik mengurangi pengaruh PEEPi
dan kerja pernapasan saat ventilasi mekanik
terkontrol pasien PPOK.21 Penggunaan PEEP
ekstrinsik pascabedah dengan CPAP juga
akan mengurangi perbedaan antara tekanan
alveolar, tekanan saluran napas atas dan level
PEEPi.
Pada akhir ekspirasi paru normal, tekanan
alveolar, tekanan saluran napas, dan tekanan
atmosfer sebanding, sedangkan pada pasien
PPOK dengan hiperinflasi dinamik, tekanan
alveolar tetap lebih tinggi dari tekanan saluran
maupun ekstrapulmoner.
2. Sistem skor seperti ASA lebih bermanfaat
untuk menilai risiko preoperatif dari faktor
risiko tunggal lainnya.
3. Grafik ventilator intraoperatif dapat membantu manajemen mekanika pernapasan dan
menurunkan hiperinflasi dinamik.
4. Optimalisasi status respirasi preoperatif
dan penggunaan manuver ekspansi paru
pascabedah efektif dalam mencegah
terjadinya PPC.
5. Perencanaan strategi anestesia yang baik
berdasarkan patofisiologi penyakit dapat
mengoptimalkan manajemen perioperatif
pada pasien PPOK.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Decramer M, Vestbo J, Bourbeau J, Hui DSC, Varela MVL, Nishimura M, et al. Global strategy for the diagnosis, management, and prevention of chronic obstructive pulmonary disease
(updated 2013). [cited 2013 Aug 22]. Available from: URL: http://www.goldcopd.org/uploads/users/files/GOLD_Report_2013_Feb20.pdf
2.
3.
Burge S, Wedzicha JA. COPD exacerbations: definitions and classifications. Eur Respir J.2003;21:Suppl.41,46s53s.
4.
Yamakage M, Iwasaki S, Namiki A. Guideline-oriented perioperative management of patients with bronchial asthma and chronic obstructive pulmonary disease. J Anesth. 2008;22:412
5.
Maddali MM. Chronic obstructive lung disease: perioperative management. Middle East J Anesthesiol. 2008;19(6):121939.
6.
Hogg JC. Pathophysiology of airflow limitation in chronic obstructive pulmonary disease. Lancet. 2004;364:70921.
7.
Rossi A, Ganassini A, Polese G. Grassi V. Pulmonary hyperinflation and ventilator-dependent patients. Eur Respir J. 1997;10:166374.
28.
8.
Tobin M. Jubran A, Laghi F. Patient-ventilator interaction. Am J Respir Crit Care Med; 2001, 163:105963.
9.
Joppa P, Petrasova D, Stancak B, Tkacova R. Systemic inflammation in patients with COPD and pulmonary hypertension. Chest. 2006;130:32633.
10. Wong DH, Weber EC, Schell MJ, Wong AB, Anderson CT, Barker SJ. Factors associated with postoperative pulmonary complications in patients with severe chronic obstructive pulmonary
disease. Anesth Analg. 1995;80:27684.
11. Qaseem A, Snow V, Fitterman N, Hornbake ER, Lawrence VA, Smetana GW, et al. Risk assessment for and strategies to reduce perioperative pulmonary complications for patients
undergoing noncardiothoracic surgery: a guideline from the American College of Physicians. Ann Intern Med. 2006;144:57580.
12. Warner DO. Preventing postoperative pulmonary complications: the role of the anesthesiologist. Anesthesiology. 2000;92:146772.
13. Tokics L, Hedenstrierna G, Strandberd A, Brismar B, Lundquist H. Lung collapse and gas exchange during general anesthesia: effects of spontaneous breathing, muscle paralysis, and
positive end-expiratory pressure. Anesthesiology. 1987:66:15767.
14. Warner DO. Perioperative abstinence from cigarettes: physiological and clinical consequences. Anesthesiology. 2006;104:35667.
15. Milledge JS, Nunn JF. Criteria of fitness for anaesthesia in patients with obstructive lung disease. Br Med J; 1975:3:6703.
16. Caruana-Montaldo B, Gleeson K, Zwillich CW. The Control of Breathing in Clinical Practice. Chest. 2000;117;20525.
17. Licker M, Scheizer A. Ellenberger C, Tschopp JM, Diaper J, Clerguw F. Perioperative medical management of patients with COPD. Int J of COPD. 2007;2(4):493515.
18. Lawrence VA, Cornell JE,Smetana GW. Strategies to reduce postoperative pulmonary complications after noncardiothoracic surgery: systematic review for the American College of
Physicians. Ann Intern Med. 2006;144:596608.
19. Kobayashi S, Suzuki Sm Niikawa H, Sugarawa T, Yanai M. Preoperative use of inhaled tiotropium in lung cancer patients with COPD. Respirology. 2009;14:6759.
20. Volta CA, Alvisi V, Petrini S, Zardi S, Marangoni E, Ragazzi R, et al.The effect of volatile anesthetics on respiratory system resistance in patients with chronic obstructive pulmonary disease.
Anesth Analg. 2005;100:34853.
21. Guerin C, Millic-Emili J, Fournier G. Effect of PEEP on work of breathing in mechanically ventilated COPD patients. Intensive Care Med; 2000;26:120714.
22. Squadrone V, Coha M, Cerutti E, Schellino MM, Biolino P, Occella P, et al. Continuous positive airway pressure for treatment of postoperative hypoxemia: a randomized controlled trial.
JAMA. 2005;293:58995.
600
Class Definition
II
1.2
5.4
III
11.4
IV
10.9
A monbund patient who is not expected to survive for 24 hrs with or without operation
NA