Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kemiskinan merupakan masalah multi dimensi dan lintas sektoral yang
dipengaruhi oleh banyak faktor yang berkaitan, seperti: tingkat pendapatan,
kesehatan, pendidikan, akses terhadap barang dan jasa, lokasi, geografis, gender,
dan kondisi lingkungan. Kemiskinan dapat menunjukkan pada kondisi individu,
kelompok, maupun situasi kolektif masyarakat. Kemiskinan yang bersifat massal
dan parah pada umumnya terdapat di negara berkembang, namun terdapat bukti
bahwa kemiskinan juga terjadi di negara maju. Di negara berkembang, kemiskinan
sangat terkait dengan aspek struktural. Misalnya, akibat sistem ekonomi yang tidak
adil, praktek KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme), diskriminasi sosial, tidak
adanya jaminan sosial, dan sebaginya.
Kemiskinan disebabkan oleh banyak faktor sehingga bisa dikatakan bahwa
jarang terjadi kemiskinan disebabkan oleh faktor tunggal. Seseorang atau keluarga
miskin biasanya disebabkan oleh beberapa faktor yang saling terkait satu sama lain
seperti mengalami kecacatan, pendidikan rendah, tidak memiliki modal atau
keterampilan untuk berusaha, tidak tersedianya kesempatan kerja, terkena PHK
(pemutusan hubungan kerja), tidak adanya jaminan sosial dan hidup di lokasi
terpencil. 1

1
Suhartono, Edi, 2006, Membangun Masyarakat Memberdayakan Masyarakat, Bandung: Refika
Aditama

1
B. Rumusan Masalah
a) Bagaimana perkembangan penduduk miskin di Indonesia?
b) Bagaimana pertumbuhan ekonomi di Indonesia ?
c) Bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap pengurangan kemiskinan
di Indonesia?

C. Tujuan
Tujuan makalah antara lain menganalisis:
a) Perkembangan penduduk miskin di Indonesia
b) Pertumbuhan perekonomian di Indonesia
c) Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap pengurangan kemiskinan di
Indonesia

D. Manfaat
Manfaat makalah ini dapat digunakan sebagai bahan informasi untuk
merancang pengembangan ekonomi diberbagai daerah dan dapat membangun
model pertumbuhan ekonomi daerah. Hal ini juga berguna dalam mendukung
program desentralisasi fiskal dan program pengentasan kemiskinan di Indonesia.

2
BAB II
DESKRIPSI TEORISTIK

A. Deskripsi Konseptual
1. Kemiskinan
Definisi Kemiskinan menurut para ahli atau lembaga internasional beragam di
mana menurut Basri, kemiskinan sebagai akibat dari ketiadaan demokrasi, yang
mencerminkan hubungan kekuasaan yang menghilangkan kemampuan warga
untuk memutuskan masalah yang menjadi perhatian mereka sendiri, sehingga
mayoritas penduduk kurang memperoleh alat‐alat produksi (lahan dan teknologi)
dan sumber daya (pendidikan, dana/kredit, dan akses pasar).2
Berbeda dengan BPS, menurut Cahyat (2004), Badan Koordinasi
Keluarga Berencana (BKKBN) melihat definisi kemiskinan dari sisi
kesejahteraan dibandingkan dari sisi kemiskinan yakni ketidakmampuan me
menuhi kebutuhan dasar dan kebutuhan sosial psikologis.3
Dengan menggunakan perspektif yang lebih luas lagi, David Cox (2004: 1‐6)
membagi kemiskinan ke dalam beberapa dimensi;
1. Kemiskinan yang diakibatkan oleh globalisasi.
2. Kemiskinan yang berkaitan dengan pembangunan. Kemiskinan subsisten
(kemiskinan akibat rendahnya pembangunan), kemiskinan pedesaan
(kemiskinan akibat peminggiran pedesaan dalam proses pembangunan),
kemiskinan perkotaan (kemiskinan yang disebabkan oleh hakekat dan
kecepatan pertumbuhan perkotaan).

2
Basri, Faisal, 2002, Perekonomian Indonesia-Tantangan dan Harapan bagi Kebangkitan Indonesia,
Erlangga, Jakarta
3
Cahyat, Ade, 2000, Bagaimana Kemiskinan Diukur (Beberapa Model Penghitungan Kemiskinan di
Indonesia), Center for International Forestry Research

3
3. Kemiskinan sosial. Kemiskinan yang dialami oleh perempuan, anak-anak dan
kelompok minoritas akibat kondisi sosial yang tidak menguntungkan mereka,
seperti gender, diskriminasi atau eksploitasi ekonomi.
4. Kemiskinan konsekuensi. Kemiskinan yang terjadi akibat kejadian-kejadian
lain atau faktor‐faktor eksternal di luar si miskin, seperti konflik, bencana alam,
kerusakan lingkungan dan tingginya jumlah pendidik.
Pada dasarnya, definisi kemiskinan tersebut dapat dilihat dari dua sisi yaitu:
a) Kemiskinan Absolut
Menurut konsep ini, kemiskinan dapat dikaitkan dengan perkiraan tingkat
pendapatan dan kebutuhan yang hanya dibatasi pada kebutuhan pokok atau
kebutuhan fisik minimum (KFM) yang memungkinkan seseorang untuk hidup
secara layak. Bila pendapatan tidak mencapai kebutuhan minimum, maka orang
dapat dikatakan miskin.
Dengan demikian, kemiskinan diukur dengan membandingkan tingkat
pendapatan orang dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk
memperoleh kebutuhan dasarnya yaitu sandang, pangan, dan papan yang dapat
menjamin kelangsungan hidupnya. 4
b) Kemiskinan Relatif
Kemiskinan relatif, menurut Miller dalam Kuncoro (2003) adalah orang yang
sudah mempunyai tingkat pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan dasar
minimum sehingga tidak selalu berarti miskin. Walaupun pendapatan sudah
mencapai tingkat kebutuhan dasar minimum, tetapi masih lebih rendah
dibandingkan keadaan masyarakat sekitarnya maka orang tersebut masih
berada dalam keadaan miskin. Ini terjadi karena kemiskinan lebih banyak
ditentukan oleh keadaan sekitarnya, dari pada lingkungan yang bersangkutan.5

4
Todaro, M. P., 2000, Economic Development, Six Edition, Harlow : Addition-Wesley
5
Kuncoro, Mudrajad, 2003, Economi Pembangunan –Teori, Masalah, dan Kebijakan, Edisi
Ketiga,UPP-AMP YKPN, Yogyakarta

4
 Dari penjelasan‐penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa menurut
Sumanta (2005) definisi kemiskinan harus mencakup:
1) Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar
2) ketiadaan akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan,
pendidikan, sanitasi, air bersih, dan transportasi)
3) Ketiadaan jaminan masa depan
4) Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan keterbatasan sumber daya
alam
5) Tidak dilibatkan dalam kegiatan sosial masyarakat
6) Ketiadaan akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang
berkesinambungan
7) Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental
8) Ketidakmampuan dan ketidak‐beruntungan sosial (anak terlantar, wanita
korban kekerasan, janda miskin, kelompok marginal dan terpencil.)

2. Pertumbuhan Ekonomi
 Definisi Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator yang amat penting dalam
melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara.
Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian akan
menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu.
Selanjutnya, perekonomian dianggap mengalami pertumbuhan apabila seluruh
balas jasa riil terhadap penggunaa faktor produksi pada tahun
tertentu lebih besar dari pada tahun sebelumnya. Dengan kata lain,
perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan bila pendapatan riil masyarakat
pada tahun tertentu lebih besar dari pada pendapatan riil masyrakat pada tahun
sebelumnya. Indikator yang digunakan lebih besar dari pada pendapatan riil
masyrakat pada tahun sebelumnya. Indikator yang digunakan untuk mengukur

5
pertumbuhan ekonomi adalah tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB)
riil.
 Teori Pertumbuhan
a) Teori Pertumbuhan Pembangunan Lewis
Teori ini memusatkan perhatiannya pada transformasi struktural suatu
perekonomian subsistem yang dirumuskan oleh W. Arthur Lewis pada dekade
1950an yang kemudian dikembangkan oleh John Fei dan Gustav Ranis.
Model dua sektor ini diakui sebagai teori umum yang membahas proses
pembangunan di negara‐negara dunia ketiga yang mengalami kelebihan
penawaran tenaga kerja selama dekade 1960an dan awal dekade 1970an.
Menurut teori pembangunan ini, perekonomian yang terdiri dari dua sektor, yait
u: pertama sektor tradisional, yaitu sektor pedesaan subsistem yang kelebihan
penduduk yang ditandai oleh produktivitas marjinal tenaga kerjasama dengan nol.
Hal ini memungkinkan Lewis untuk mendefinisikan kondisi surplus tenaga kerja
sebagai suatu fakta bahwa jika sebagian tenaga kerja tersebut ditarik dari sektor
pertanian, maka sektor itu tidak akan kehilangan outputnya dan kedua, sektor
industri perkotaan modern yang tingkat produktivitasnya tinggi dan menjadi
tempat penampungan tenaga kerja yang ditransfer sedikit demi sedikit dari sektor
subsistem. 6
b) Teori Pertumbuhan Neoklasik
Model pertumbuhan neoklasik Sollow merupakan pilar yang sangat memberikan
kontribusi terhadap teori pertumbuhan neoklasik. Model pertumbuhan Sollow ini
berpegang pada konsep skala hasil yang terus berkurang dari input tenaga kerja dan
modal jika keduanya dianalisis secara terpisah. Kemajuan teknologi ditetapkan
sebagai faktor residu untuk menjelaskan pertumbuhan ekonomi dalam jangka
panjang. Tinggi rendahnya pertumbuhan itu sendiri oleh Sollow diasumsikan

6
W. Arthur Lewis, Economic Development Life Unlimeted Supplies of Labour, Manchaster School,
22 May 1980

6
bersifat eksogen atau tidak dipengaruhi faktor‐faktor lain. Model pertumbuhan
neoklasik Sollow memakai fungsi produksi agregat standar yakni :
Y = Kα (AL)1‐α
di mana Y adalah produk domestik bruto, K adalah stok modal fisik dan modal
manusia, L adalah tenaga kerja dan A adalah produktivitas tenaga kerja yang
pertumbuhannya ditentukan secara eksogen. Simbol α menunjukkan elastisitas
output terhadap modal. Menurut teori pertumbuhan neoklasik, pertumbuhan output
selalu bersumber dari satu atau lebih dari tiga faktor, yaitu kenaikan kuantitas dan
kualitas tenaga kerja (melalui pertumbuhan penduduk dan perbaikan pendidikan),
penambahan modal (melalui tabungan dan investasi) serta penyempurnaan
teknologi.
c) Teori Pertumbuhan Endogen
Teori pertumbuhan endogen dijelaskan melalui model pertumbuhan endogen
menurut Roomer. Model ini mengkaji akibat teknologi yang mungkin terbagi
dalam proses industrialisasi. Model ini dimulai dengan mengasumsikan bahwa
proses pertumbuhan berasal dari tingkat perusahaan atau industri. Setiap industri
berproduksi dengan skala hasil yang konstan, namun Roomer mengasumsikan
bahwa cadangan modal (K) dalam keseluruhan perekonomian, secara positif
mempengaruhi output pada tingkat industri, sehingga terdapat skala yang semakin
meningkat pada tingkat perekonomian secara keseluruhan. Cadangan modal setiap
perusahaan adalah barang publik, seperti produktivitas tenaga kerja (A) dalam
model Sollow yang akan berpengaruh terhadap perusahaan lain di dalam
perekonomian.
d) Teori Pertumbuhan Harold Domar
Teori pertumbuhan Harold Domar dikembangkan oleh dua orang ahli ekonomi
sesudah Keynes, yaitu Evsey Domar dan R. F. Harold. Harod Dommar
membangun model pertumbuhan berdasarkan pada teori keseimbangan kegiatan
perekonomian yang dikemukakan oleh Keynes. Keynes menyatakan bahwa

7
pembelanjaan agregat akan menentukan kegiatan tingkat kegiatan ekonomi, yaitu
didalam perekonomian terdapat konsumsi rumah tangga dan investas perusahaan
di mana kedua faktor tersebut menentukan tingkat pendapatan nasional. Harold
Domar kemudian menyatakan bahwa untuk memacu pertumbuhan ekonomi
dibutuhkan investasi baru yang merupakan tambahan neto terhadap cadangan atau
stok modal. Jika diasumsikan bahwa ada hubungan ekonomi langsung antara
besarnya stok modal (K) dengan GNP total (Y), maka hal itu berarti bahwa setiap
tambahan neto terhadap stok modal dalam bentuk investasi baru akan
menghasilkan kenaikan arus output nasional atau GNP. Logika lain yang dapat
diambil dari penelitian Harold Domar tersebut adalah bahwa agar bisa tumbuh
dengan pesat maka setiap perekonomian haruslah menabung dan menginvestasikan
sebanyak mungkin bagian dari GNPnya. Semakin banyak yang dapat ditabung dan
kemudian diinvestasikan, maka laju pertumbuhan perekonomian itu akan semakin
cepat.

3. Kemiskinan dan Faktor Utama dalam Pertumbuhan Ekonomi


Dari berbagai teori pertumbuhan yang ada dapat diambil kesimpulan bahwa
terdapat tiga faktor utama dalam pertumbuhan ekonomi, yaitu:
1) Akumulasi modal, yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru;
2) Pertumbuhan penduduk
3) Kemajuan teknologi.
Menurut Tadaro, akumulasi modal terjadi apabila sebagian dari pendapatan
ditabung dan diinvestasikan kembali dengan tujuan untuk memperbesar output dan
pendapatan di kemudian hari. Pengadaan pabrik baru, mesin‐meisn, peralatan, dan
bahan baku akan meningkatkan stock modal fisik suatu negara dan memungkinkan
peningkatan output di masa mendatang. Investasi produktif yang bersifat langsung
tersebut harus dilengkapi dengan berbagai investasi penunjang yaitu investasi
infrastuktur sosial dan ekonomi. Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan

8
angkatan kerja dianggap sebagai salah satu faktor yang memacu pertumbuhan
ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar bearti akan menambah jumlah
tenaga produktif sedangkan penduduk yang lebih besar bearti
meningkatkan\ukuran pasar domestik. Kemajuan teknologi bagi kebanyakan
ekonomi merupakan sumber pertumbuhan ekonomi paling penting. Kemajuan
teknologi terjadi karena ada perbaikan atas cara‐cara sebelumnya. Dalam kaitannya
degan kemiskinan diharapkan sumber‐sumber pertumbuhan tersebut dapat
menurunkan kemiskinan. Investasi dapat menurunkan kemiskinan melalui
penyerapan tenaga kerja di mana investasi ini tidak hanya investasi swasta tetapi
juga investasi publik atau pemerintah.

B. Penelitian yang Terdahulu


Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penulisan ini adalah sebagai
berikut:
1. Siregar, H. dan Dwi Wahyuniarti dengan judul “Dampak Pertumbuhan
Ekonomi Terhadap Penurunan Jumlah Penduduk Miskin”
Hasil analisis dampak pertumbuhan ekonomi terhadap penurunan jumlah penduduk
miskin menunjukan bahwa pertumbuhan berpengaruh signifikan dalam
mengurangi kemiskinan, namun magnitude pengaruh tersebut relatif tidak besar.
Inflasi maupun populasi penduduk juga berpengaruh signifikan terhadap
kemiskinan, namun besaran pengaruh masing-masingnya relatif kecil. Peningkatan
share sektor pertanian dan share sektor industri juga signifikan mengurangi jumalah
kemiskinan. Variabel yang signifikan dan relatif paling besar pengaruhnya
terhadap kemiskinan ialah pendidikan.
2. Ari Mulianta Ginting dan Galuh Prila Dewi dengan judul “The Influence of
Economic Growth and Financial Sector on Poverty Alleviation in Indonesia”
Studi ini menghasilkan tiga temuan yaitu pertama, perkembangan jumlah penduduk
miskin di Indonesia mengalami penurunan dari tahun 1976 sebesar 54,20 juta orang

9
hingga tahun 2012 jumlah penduduk miskin sebesar 29,13 juta orang. Hasil
penelitian yang kedua adalah peningkatan pertumbuhan ekonomi dapat
menurunkan kemiskinan walaupun dengan dampak yang kecil sebagai syarat
keharusan bagi pengurangan kemiskinan. Ketiga, berdasarkan hasil penelitian juga
menemukan bahwa pertumbuhan sektor keuangan memiliki pengaruh tidak
signifikan berpengaruh terhadap pengurangan kemiskinan di Indonesia.
3. Ari Mulianta Ginting dan Rasbin dengan judul “Pengaruh Pertumbuhan
Ekonomi Terhadap Tingkat Kemiskinan Di Indonesia Sebelum Dan Setelah
Krisis”
Faktor-faktor yang diperkirakan mempengaruhi tingkat kemiskinan Indonesia
berdasarkan hasil estimasi adalah tingkat pertumbuhan ekonomi (GDP),
pengeluaran pemerintah (GE) sementara itu tingkat pengangguran (UNE) tidak
signifikan mempengruhi tingkat kemiskinan. Hasil estimasi regresi maka
didapatkan hasil bahwa sebelum dan sesudah krisis menunjukan hasil yang tidak
jauh berbeda bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi (GDP) berpengaruh positif
terhadap tingkat kemiskinan MIS), sedangkan pengeluaran pemerintah (GE)
berpengaruh negative terhadap tingkat kemiskinan. Berdasarkan hasil estimasi
diatas pengeluaran pemerintah (GE) berpegaruh negative dan signifikan terhadap
tingkat kemiskinan maka permintah perlu mengeluarkan kebijakan pengeluaran
yang lebih propoor agar dapat mengurang tingkat kemiskinan di Indonesia.
4. Studi Datt dan Ravallion dengan judul “Is India’s Economics is Leaving The
Poor Behind”
Mengkaji pengaruh antara pertumbuhan ekonomi dan tingkat produktivitas
disektor pertanian, tingkat inflasi dan pegeluaran pemerintah dengan penurunan
tingkat kemiskinan di India. Dalam penelitiannya itu, ditemukan bahwa
pertumbuhan ekonomi memberikan pengaruh yang lebih tinggi sehingga hasil
dari penelitian menyimpulkan bahwa strategi yang efektif untuk menurunkan
kemiskinan adalah melalui pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

10
5. Arius Jonaidi dengan judul “Analisis Pertumbuhan Ekonomi Dan Kemiskinan
Di Indonesia”
Terdapat hubungan dua arah yang kuat antara pertumbuhan ekonomi dan
kemiskinan di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan terhadap
pengurangan angka kemiskinan, terutama di daerah perdesaan yang banyak
terdapat kantong-kantong kemiskinan. Sebaliknya kemiskinan juga berpengaruh
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Melalui peningkatan akses modal,
kualitas pendidikan (peningkatan melek huruf dan lama pendidikan) dan derajat
kesehatan (peningkatan harapan hidup) penduduk miskin diharapkan mampu
meningkatkan produktivitas mereka dalam berusaha.
6. Balisacan dengan judul “Revisting Growth and Poverty in Indonesia”
Menyatakan bahwa Indonesia memilikki catatan yang mengesankan mengenai
pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan selama dua dekade.
Pertumbuhan dan kemiskinan menunjukkan hubungan kuat untuk tingkat agregat.
Hasil dari analisis ekonometrika menunjukkan bahwa selain pertumbuhan
ekonomi, ada faktor lain yang uga secara langsung mempengaruhi kesejahteraan
masyarakat diantaranya adalah infrastruktur, sumberdaya manusia, insentif harga
pertanian, dan akses terhadap teknologi
7. Aradian dengan judul “ Inequality, Poverty, And Growth”
Mencoba membuktikan hubungan antara pertumbuhan ekonomi, distribusi
pendapatan dan pengeluaran pemerintah, serta penuruan tingkat kemiskinan
dengan menggunakan data berbagai negara. Hasilnya menunjukan bahwa
pertumbuhan ekonomi dapat menurunkan tingkat kemiskinan dengan tingkat
elasitas sebesar 0,30. Sedangkan peningkatan nilai koefesien gini dapat menaikkan
tingkat kemiskinan dan meningkatkan rasio pengeluaran pemerintah.
8. Nora Lustig dengan judul “Poverty Reduction and Economic Growth”
Beberapa teori pertumbuhan telah mengajukan berbagai hubungan antara
kemiskinan, sosial dan politik ketidakstabilan, dan pertumbuhan.Ini menjadi kasus,
inisiatif sasaran mengurangi kemiskinan dan memupuk sosial mobilitas melakukan

11
lebih dari manfaat individu dan khalayak umum; mereka bisa meningkatkan
seluruh bangsa potensi pertumbuhan.Total, jelas pertumbuhan ekonomi baik untuk
miskin.Sama pentingnya, mengurangi kemiskinan baik untuk pertumbuhan.
9. Lincolin dengan judul “Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi
Daerah”
Menyatakan bahwa ada hubungan yang erat sekali antara tingginya tingkat
pengangguran dan kemiskinan. Bagi sebagian besar masyarakat, yang tidak
mempunyai pekerjaan tetap atau hanya part-time selalu berada diantara kelompok
masyarakat yang sangat miskin.
10. Kuznet (Tambunan) dengan judul “Perekonomian Indonesia, Teori dan Temuan
Empiris”
Pertumbuhan dan kemiskinan mempunyai korelasi yang sangat kuat, karena pada
tahap awal proses pembangunan tingkat kemiskinan cenderung meningkat dan
pada saat mendekati tahap akhir pembangunan jumlah orang miskin berangsur-
angsur berkurang.

12
BAB III
PEMBAHASAN

Jumlah Penduduk Miskin, Persentase Penduduk Miskin dan Garis Kemiskinan, 1970-2017

Jumlah Penduduk Miskin (Juta Garis Kemiskinan


Persentase Penduduk Miskin
Tahun Orang) (Rp/Kapita/Bulan)
Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa Kota Desa
1970 n.a n.a 70,00 n.a n.a 60,00 n.a n.a
1976 10,00 44,20 54,20 38,80 40,40 40,10 4 522 2 849
1978 8,30 38,90 47,20 30,80 33,40 33,30 4 969 2 981
1980 9,50 32,80 42,30 29,00 28,40 28,60 6 831 4 449
1981 9,30 31,30 40,60 28,10 26,50 26,90 9 777 5 877
1984 9,30 25,70 35,00 23,10 21,20 21,60 13 731 7 746
1987 9,70 20,30 30,00 20,10 16,10 17,40 17 381 10 294
1990 9,40 17,80 27,20 16,80 14,30 15,10 20 614 13 295
1993 8,70 17,20 25,90 13,40 13,80 13,70 27 905 18 244
1996 7,20 15,30 22,50 9,70 12,30 11,30 38 246 27 413
1996 9,42 24,59 34,01 13,39 19,78 17,47 42 032 31 366
1998 17,60 31,90 49,50 21,92 25,72 24,20 96 959 72 780
1999 15,64 32,33 47,97 19,41 26,03 23,43 92 409 74 272
2000 12,31 26,43 38,74 14,60 22,38 19,14 91 632 73 648
2001 8,60 29,27 37,87 9,79 24,84 18,41 100 011 80 382
2002 13,32 25,08 38,39 14,46 21,10 18,20 130 499 96 512
2003 12,26 25,08 37,34 13,57 20,23 17,42 138 803 105 888
2004 11,37 24,78 36,15 12,13 20,11 16,66 143 455 108 725
2005 12,40 22,70 35,10 11,68 19,98 15,97 165 565 117 365
2006 14,49 24,81 39,30 13,47 21,81 17,75 174 290 130 584
2007 13,56 23,61 37,17 12,52 20,37 16,58 187 942 146 837
2008 12,77 22,19 34,96 11,65 18,93 15,42 204 896 161 831
2009 11,91 20,62 32,53 10,72 17,35 14,15 222 123 179 835
2010 11,10 19,93 31,02 9,87 16,56 13,33 232 989 192 354
Maret 2011 11,05 18,97 30,02 9,23 15,72 12,49 253 016 213 395
September 2011 10,95 18,94 29,89 9,09 15,59 12,36 263 594 223 181
Maret 2012 10,65 18,49 29,13 8,78 15,12 11,96 267 408 229 226
September 2012 10,51 18,09 28,59 8,60 14,70 11,66 277 382 240 441
Maret 2013 10,33 17,74 28,07 8,39 14,32 11,37 289 042 253 273
September 2013 10,63 17,92 28,55 8,52 14,42 11,47 308 826 275 779
Maret 2014 10,51 17,77 28,28 8,34 14,17 11,25 318 514 286 097
September 2014 10,36 17,37 27,73 8,16 13,76 10,96 326 853 296 681
Maret 2015 10,65 17,94 28,59 8,29 14,21 11,22 342 541 317 881
September 2015 10,62 17,89 28,51 8,22 14,09 11,13 356 378 333 034
Maret 2016 10,34 17,67 28,01 7,79 14,11 10,86 364 527 343 647
September 2016 10,49 17,28 27,76 7,73 13,96 10,70 372 114 350 420

13
Maret 2017 10,67 17,10 27,77 7,72 13,93 10,64 385 621 361 496
September 2017 10,27 16,31 26,58 7,26 13,47 10,12 400 995 370 910

A. Perkembangan Penduduk Miskin di Indonesia


Dari tabel diatas dapat dilihat pada September 2017 jumlah penduduk miskin di
tercatat mencapai 26,58 juta orang, jumlah tersebut menurun 1,19 juta orang dari Maret
2017 sebesar 27,77 juta orang. Ini menunjukkan bahwa presentase penduduk miskin
September 2017 turun menjadi 10,12%. Jumlah penduduk miskin ini juga menurun
dari periode sama tahun lalu yaitu September 2016 yang tercatat sebesar 27,76 juta
orang.
Jumlah penduduk miskin di kota selama periode Maret-September 2017 turun
sebesar 401,28 ribu orang dari sebelumnya 10,67 juta orang menjadi 10,27 juta orang.
Sementara itu jumlah penduduk miskin di desa pada periode ini ikut turun sebanyak
786,95 ribu orang, dari sebelumnya 17,10 juta orang menjadi 16,31 juta orang.
Menurut Suhariyanto (Kepala Badan Pusat Statistik) faktor yang berpengaruh
terhadap tingkat kemiskinan selama periode Maret-September 2017 salah satunya
adalah inflasi umum yang relatif rendah yaitu 1,45%. Selain itu, rata-rata upah nominal
buruh tani per hari pada September 2017 naik sebesar 1,5% dibandingkan Maret 2017,
dari Rp 49.473 menjadi Rp 50.213. upah riil buruh tani per hari pada September 2017
naik sebesar 1,05% dibandingkan Maret 2017, yaitu dari Rp 37.318 menjadi Rp 37.711.
Dalam periode yang sama upah nominal buruh bangunan per hari pada September 2017
naik sebesar 0,78% dibandingkan Maret 2017 yaitu dari Rp 83.724 menjadi Rp 84.378.
Namun, upah rill buruh bangunan per hari pada September 2017 turun 0,66 %
dibandingkan Maret 2017, yaitu dari Rp 65.297 menjadi Rp 64.867.
Harga komoditas yang terkendali ikut menekan laju kenaikan garis kemiskinan
serta membantu daya beli masyarakat. Secara keseluruhan, tingkat kemiskinan sejak
periode 1999 hingga September 2017 di Indonesia terus mengalami penurunan dari sisi
jumlah maupun persentase. Pada 1999 jumlah penduduk miskin sempat tercatat
mencapai 47,97 juta orang atau sekitar 23,43% dari jumlah penduduk di Indonesia.

14
Pengecualian terjadi pada 2006, September 2013 dan Maret 2015 yang dipicu oleh
kenaikan harga barang kebutuhan pokok sebagai dampak dari kenaikan harga bahan
bakar minyak.

B. Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia

Perekonomian Indonesia tahun 2017 yang diukur berdasarkan Produk


Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp13.588,8 triliun dan
PDB perkapita mencapai Rp51,89 juta atau US$3.876,8.
Ekonomi Indonesia tahun 2017 tumbuh 5,07 % lebih tinggi dibanding capaian
tahun 2016 sebesar 5,03 %. Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh
Lapangan Usaha Informasi dan Komunikasi sebesar 9,81 %. Dari sisi pengeluaran

15
pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Komponen Ekspor Barang dan Jasa sebesar
9,09 %.
Ekonomi Indonesia triwulan IV-2017 bila dibandingkan triwulan IV-2016
(y-on-y) tumbuh 5,19 %. Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh
Lapangan Usaha Jasa Perusahaan sebesar 9,25 %. Dari sisi
pengeluaran, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Komponen Ekspor Barang dan
Jasa sebesar 8,50 %.
Ekonomi Indonesia triwulan IV-2017 bila dibandingkan triwulan
sebelumnya (q-to-q) mengalami kontraksi sebesar 1,70 %. Dari sisi produksi, hal
ini disebabkan oleh efek musiman pada Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan,
dan Perikanan yang mengalami kontraksi 21,60 %. Dari sisi pengeluaran
disebabkan oleh penurunan Ekspor neto.
Struktur ekonomi Indonesia secara spasial Tahun 2017 didominasi oleh
kelompok provinsi di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Kelompok provinsi di Pulau
Jawa memberikan kontribusi terbesar terhadap Produk Domestik Bruto, yakni
sebesar 58,49 %, diikuti oleh Pulau Sumatera sebesar 21,66 %, dan Pulau
Kalimantan 8,20 %.
Menurut Suhariyanto (Kepala BPS) pertumbuhan ekonomi ini tertinggi sejak
2014. Pertumbuhan ekonomi ini lebih baik dari periode 2014 sebesar 5,01 %,
periode 2015 sebesar 4,88 % dan periode 2016 sebesar 5,03 %. Menurut
pengeluaran, pertumbuhan ekonomi 2017 didukung oleh konsumsi rumah tangga
yang tumbuh 4,95 %, pembentukan modal tetap bruto tumbuh 6,15 % dan konsumsi
pemerintah tumbuh 2,14 %. Konsumsi rumah tangga tumbuh karena adanya
kenaikan konsumsi pada kelompok kesehatan dan pendidikan, restoran dan hotel
serta transportasi dan komunikasi.
Selain itu, pertumbuhan ekonomi juga didukung oleh konsumsi LNPRT yang
tumbuh 6,91 %, ekspor tumbuh 9,09 % serta impor tumbuh 8,06 %, meski impor
ini merupakan faktor pengurang.

16
Ekspor tumbuh positif sepanjang 2017 karena terjadi kenaikan pada ekspor
barang nonmigas seiring meningkatnya perekonomian di negara-negara tujuan
ekspor. Konsumsi rumah tangga memberikan kontribusi terbesar dalam struktur
PDB 2017 yaitu sebesar 56,13 %, diikuti pembentukan modal tetap bruto 32,16 %,
ekspor 20,37 %, konsumsi pemerintah 9,1 %, konsumsi LNPRT 1,18 % dan impor
yang menjadi faktor pengurang 19,17 %.
Menurut lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi 2017 didukung oleh sektor
informasi dan komunikasi yang tumbuh 9,81 %, diikuti sektor jasa lainnya yang
tumbuh 8,66 % dan sektor transportasi dan pergudangan yang tumbuh 8,49 %.
Namun, struktur PDB pada 2017 masih didukung oleh industri pengolahan sebesar
20,16 %, sektor pertanian 13,14 % dan sektor perdagangan 13,01 %.

C. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Pengurangan Kemiskinan Di


Indonesia
Pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada tahun 2017 seperti yang dapat dilihat
pada gambar menunjukan peningkatan yang cukup baik, dan pada tabel
perkembangan penduduk miskin di Indonesia mengalami penurunan. Dengan
begitu dapat dilihat bahwa adanya pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat
mempengaruhi jumah penduduk miskin yang menjadi menurun setiap tahunnya.
Penurunan ini tentu berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi yaitu berkurangnya
pengangguran, rata-rata upah buruh yang meningkat, sektor informasi, komunikasi,
jasa, transportasi dan pergudangan yang terus mengalami peningkatan.
Pada pertumbuhan ekonomi 2017 terjadi inflasi umum yang relatif rendah
yaitu 1,45%, ini menjadi faktor utama dalam penurunan penduduk miskin di
indonesia, rata-rata upah minimal buruh yang naik menyebabkan PDB
perkapita naik, harga komoditas yang terkendali juga ikut menekan laju
kenaikan garis kemiskinan. Konsumsi rumah tangga yang meningkat
memberikan kontribusi terbesar dalam struktur PDB 2017 mengartikan
bahwa kemampuan daya beli atau konsumsi penduduk indonesia juga

17
meningkat yang berdampak pada menurunnya penduduk yang termasuk
kedalam golongan miskin di Indonesia.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perekonomian Indonesia mengalami tingkat pertumbuhan ekonomi
yang cukup tinggi beberapa tahun belakangan hingga sekarang ini yang
berpengaruh terhadap jumlah penduduk miskin yang ada di Indonesia.
Jumlah penduduk miskin di Indonesia yang menurun disebabkan oleh
pertumbuhan eknomi yang meningkat atau dengan kata lain pertumbuhan
ekonomi berpengaruh signifikan dalam mengurangi kemiskinan. Namun
jika lihat kembali jumlah penduuduk miskin di Indonesia masih terbilang
cukup tinggi, maka dibutuhkan peningkatan pertumbuhan ekonomi yang
lebih lagi untuk mengurangi kemiskinan di tahun-tahun selanjutnya dengan
meningkatkan sektor-sektor seperti sektor jasa, ekspor dan impor, juga
informasi, komunikasi dan teknologi.
B. Saran
Pertumbuhan ekonomi di Indonesia dapat meningkat dan menurun
sewaktu-waktu maka dibutuhkan tindak lanjut dari pemerintah guna
menstabilkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia supaya tidak terjadi
peningkatan kemiskinan yang akan menyebakan terjadinya inflasi atau
krisis seperti yang pernah dirasakan oleh Indonesia pada tahun 90an.

18
DAFTAR PUSTAKA

Basri, Faisal. 2002. Perekonomian Indonesia-Tantangan dan Harapan bagi


Kebangkitan Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Balisacan, A., E.M Pernia, dan A. Asra, 2003. Revisting Growth and Poverty in
Indonesia. Bulletin of Indonesian Economic Studies Volume 39, Issue 3.
BPS. 2018. Ekonomi Indonesia Triwulan IV-2017 Tumbuh 5,19 Persen. Jakarta.
. 2018. Persentase Penduduk Miskin September 2017 Mencapai 10,12 persen.
Jakarta.
Cahyat, Ade. 2000. Bagaimana Kemiskinan Diukur (Beberapa Model
Penghitungan Kemiskinan di Indonesia). Center for International
Forestry Research.
Datt, Gaurau, Martin Ravallian. 2002. Is India’s Economics is Leaving The Poor
Behind. Journal of Economics Prospective.
Ginting, Ari Mulianta dan Galuh Prila Dewi. 2013. The Influence of Economic
Growth and Financial Sector on Poverty Alleviation in Indonesia. Jurnal
Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 4.
dan Rasbin. 2010. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi
Terhadap Tingkat Kemiskinan Di Indonesia Sebelum Dan Setelah Krisis.
Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, Vol. 2 No. 1.
Iradian, Garbis. 2005. Inequality, Poverty and Growth: Cross Country Evidence.
IMF Working Paper.
Jonaidi, Arius. 2012. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Dan Kemiskinan Di
Indonesia . Jurnal Kajian Ekonomi Volume 1, No. 1.

19
Kuncoro, Mudrajad. 2003. Economi Pembangunan –Teori, Masalah, dan
Kebijakan, Edisi Ketiga. Yogyakarta: UPP-AMP YKPN.
Lincolin, Arsyad. (2006). Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi
Daerah. Yogyakarta: BPFE-UGM.
Lustig, Nora. 2002. Poverty Reduction and Economic Growth.
Siregar, H. dan Dwi Wahyuniarti. 2007. Dampak Pertumbuhan Ekonomi Terhadap
Penurunan Jumlah Miskin. Prosiding Seminar Nasional Meningkatkan
Peran Sektor Pertanian dan Penanggulangan Kemiskinan. Bogor: Pusat
Analis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.
Suhartono, Edi, 2006, Membangun Masyarakat Memberdayakan Masyarakat,
Bandung: Refika Aditama.
Tambunan, Tulus T.H. (2001). Perekonomian Indonesia, Teori dan Temuan
Empiris. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Todaro, M. P. 2000. Economic Development, Six Edition. Harlow : Addition-
Wesley.
W. Arthur Lewis. 1980. Economic Development Life Unlimeted Supplies of
Labour. Manchaster School.

20

Anda mungkin juga menyukai