Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

DIC atau KID adalah efek dalam koagulasi yang ditandai dengan
perdarahan dan koagulasi simultan. DIC adalah hasil stimulasi abnormal dari
proses koagulasi normal sehingga selanjutnya terbentuk trombi mikrovaskular
yang tersebar luas dan kehabisan faktor pembekuan. Sindrom ini dipicu oleh
berbagai penyakit seperti sepsis, trauma multipel, luka bakar, dan neoplasma. DIC
dapat dijelaskan sebagai dua proses koagulasi yang terkendali dengan tepat yang
menjadi terakselerasi dan tidak terkendali.

Kelainan perdarahan ini adalah merupakan sindroma yang selalu


disebabkan oleh adanya penyakit berat yang mendasarinya (sekitar 30-50% kasus
DIC disebabkan oleh sepsis infeksi bakteri) atau dapat juga pada penyakit
keganasan. Biasanya ditemukan perdarahan di jaringan-jaringan banyak organ,
mikrotrombus di mikrovaskular. Terjadinya trombus yang luas, selain
menimbulkan iskemia-hipoksia jaringan, juga akan menimbulkan berkurangnya
persediaan faktor-faktor pembekuan sehingga DIC disebut juga koagulopati
komsumtif (comsumptive coagulopathy). Dalam kasus DIC terjadi pembentukan
mikrotrombus yang menimbulkan penyumbatan pembuluh darah dan sekaligus
bersamaan dengan terjadinya perdarahan karena perubahan kemampuan
fibrinotik. Organ yang tersering dijumpai mikrotrombi adalah paru-paru, ginjal,
kemudian otak, jantung, hati, limpa, adrenal, pancreas, dan usus

1.2 Batasan Masalah

Agar pembahasan makalah ini lebih terarah makalah ini berisi tentang
penjelasan mengenai pengertian, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis dan
jenis dari penyakit DIC serta asuhan keperawatan yang tepat pada klien dengan
DIC.

1
1.3 Rumusan Masalah

1. Bagaimana mekanisme hemostasis normal ?


2. Apa yang dimaksud dengan DIC / KID ?
3. Apa saja etiologi dari penyakit DIC / KID ?
4. Bagaimana patofisiologi dari penyakit DIC / KID ?
5. Apa saja manifestasi klinis dari penyakit DIC / KID ?
6. Apa saja komplikasi dari DIC / KID ?
7. Bagaimana asuhan keperawatan yang tepat pada klien dengan DIC / KID
ini ?

1.4 Tujuan

1. Menjelaskan mekanisme hemostasis normal.


2. Menjelaskan pengertian DIC / KID.
3. Menjelaskan etiologi dari penyakit DIC / KID.
4. Menjelaskan patofisiologi dari penyakit DIC / KID.
5. Menjelaskan manifestasi klinis dari penyakit DIC / KID.
6. Menyebutkan komplikasi dari DIC / KID.
7. Menjelaskan asuhan keperawatan yang tepat pada klien dengan DIC / KID

1.5 Manfaat

Makalah ini disusun sebagai bahan informasi bagi para pembaca,


khususnya kalangan medis, Agar kita dapat lebih memahami tentang DIC,
penanganan yang obyektif mengenai diagnosis klinis dan laboratorium, etiologi,
patofisiologi dan tatalaksana pada umumnya.

1.6 Metode Penyusunan

Dalam penyusunan makalah ini kami menggunakan metode studi


literature, yaitu mencari materi dari berbagai sumber buku.

2
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian DIC

Disseminated Intravascular Coagulation adalah suatu keadaan dimana


bekuan- bekuan darah kecil tersebar di seluruh aliran darah, menyebabkan
penyumbatan pada pembuluh darah kecil dan berkurangnya faktor pembekuan
yang diperlukan untuk mengendalikan perdarahan. (medicastore.com).

Disseminated Intravascular Coagulation adalah suatu sindrom yang


ditandai dengan adanya perdarahan/kelainan pembekuan darah yang disebabkan
oleh karena terbentuknya plasmin yakni suatu spesifik plasma protein yang aktif
sebagai fibrinolitik yang di dapatkan dalam sirkulasi (Healthy Cau’s).

Secara umum Disseminated Intavascular Coagulation didefinisikan


sebagai kelainan atau gangguan kompleks pembekuan darah akibat stirnulasi yang
berlebihan pada mekanisme prokoagulan dan anti koagulan sebagai respon
terhadap jejas/injury (Yan Efrata Sembiring, Paul Tahalele).

Kesimpulan : Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah suatu keadaan


dimana bekuan-bekuan darah kecil tersebar di seluruh aliran darah, menyebabkan
penyumbatan pada pembuluh darah kecil dan berkurangnya faktor pembekuan
yang diperlukan untuk mengendalikan perdarahan.

3
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Mekanisme Hemostasis Normal

Sistem pembuluh darah membentuk suatu sirkuit yang utuh yang


mempertahankan darah dalam keadaan cair. Jika terdapat kerusakan pada
pembuluh darah, trombosit dan sistem koagulasi akan menutup kebocoran atau
kerusakan tersebut sampai sel pada dinding pembuluh darah memperbaiki
kebocoran tersebut secara permanen. Proses ini meliputi beberapa tahap/faktor,
yaitu :
1. Interaksi pembuluh darah dengan struktur penunjangnnya
2. Trombosit dan interaksinya dengan pembuluh darah yang mengalami
kerusakan
3. Pembentukan fibrin oleh sistem koagulasi
4. Pengaturan terbentuknya bekuan darah oleh inhibitor/penghambat faktor
pembekuan dan sistem fibrinolisis
5. Pembentukan kembali (remodeling) tempat yang luka setelah perdarahan
berhenti.
Tahap 1 dan 2 dikenal sebagai hemostasis primer. Sel endotel pada
dinding pembuluh darah mempunyai mekanisme untuk mengatur aliran darah
dengan cara vasokontriksi atau vasodilatasi, sedangkan membran basal subendotel
mengandung protein-protein yang berasal dari endotel seperti kolagen,
fibronektin, faktor von Willebrand dan lain-lain, yang merupakan tempat
melekatnya trombosit dan leukosit. Trombosit akan membentuk sumbat
hemostasis melalui proses:
1. Adhesi (adhesion), yaitu melekat pada dinding pembuluh darah:
2. Agregasi atau saling melekat di antara trombosit tersebut, yang kemudian
menjadi dilanjutkan dengan proses koagulasi.
Tahap 2 atau sistem koagulasi melibatkan faktor pembekuan dan kofaktor
yang berinteraksi pada permukaan fosfolipid membran trombosit atau sel endotel
yang rusak untuk membentuk darah yang stabil. Sistem ini dibagi menjadi jalur

4
ekstrinsik yangn melibatkan faktol jaringan (tissue factor) dan faktor VII, dan
jalur instrinsik (starface-contact factor). Sistem ini diaktifkan jika faktor jaringan,
yang diekspresikan pada sel yang rusak atau teraktivasi (sel pembuluh darah atau
monosit) berkontak dengan faktor VII aktif (a) yang bersikulasi, membentuk
kompleks yang selanjutnnya akan mengaktifkan faktor X menjadi Xa dan
seterusnya hingga membentuk trombus/fibrin yang stabil (fibrin ikat silang /cross-
linked fibrin)
Setelah fibrin terbentuk, antikoagulan alamiah berperan untuk mengatur
dan membatasi pembentukan sumbat hemostasis atau trombus pada dinding
pembuluh darah yang rusak tersebut. Sistem ini terdiri dari antirombin (AT)-III,
protein S, serta heparin kofaktor II, alfa-1 antirifsin dan alfa-2 makroglobulin.
Antirombin bekerja menghambat atau menginaktivasi trombin, faktor VIIa, XIIa,
Xia, Xa, dan Ixa. Tanpa adanya heparin, kecepatan inaktivasi ini reelatif lambat.
Heparin mengikat dan mengubah AT dan meningkatkan kecepatan inaktivasi AT.
Sedangkan protein C menghambat faktor Va dan VIIIa, dengan bantuan protein S
sebagai kofaktor
Fibrinolisis atau pemecahan fibrin merupakan mekanisme pertahanan
tubuh untuk mempertahankan patensi pembuluh darah dan menormalkan aliran
darah. Enxim yang berperan dalam sistem ini adalah plasminogen, yang akan
diubah menjadi plasmin dan kemudian akan memecah fibrinogen dan fibrin
menjadi fibrinogen(atau fibrin) degradation product (FDP), sedangkan produk
pemecahan fibrin ikat silang adalah D-dimer.

3.2 Pengertian DIC

Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah suatu keadaan


dimana bekuan-bekuan darah kecil tersebar diseluruh aliran darah, menyebabkan
penyumbatan pada pembuluh darah kecil dan berkurangnya factor pembekuan
yang diperlukan untuk mengendalikan pendarahan.
DIC dikarakteristikkan oleh akselerasi proses koagulasi di mana trombosis
dan hemoragi terjadi secara simultan.

5
DIC adalah suatu keadaan hiperkoagulabilitas darah yang disebabkan oleh
bermacam penyakit atau keadaan, dimana pada suatu saat darah merah bergumpal
didalam kapiler diseluruh tubuh. Penggumpalan darah dapat terjadi dalam waktu
singkat, beberapa jam sampai satu sampai dua hari (DIC Acute) dan dapat juga
dalam waktu yang lama, berminggu-minggu sampai berbulan-bulan (DIC
Chronic).

3.3 Etiologi DIC

Perdarahan terjadi karena hal-hal sebagai berikut:


1. Hipofibrinogenemia.
2. Trombositopenia ( merupakan penyebab tersering perdarahan abnormal,
ini dapat terjadi akibat terkurangnya produksi trombosit oleh sum-sum
tulang atau akibat meningkatnya penghancuran trombosit).
3. Beredarnya antikoagulan dalam sirkulasi darah.
4. Fibrinolisis berlebihan.
Penyakit- penyakit yang menjadi predisposisi DIC adalah sebagai berikut:
1. Infeksi ( demam berdarah dengue, sepsis, meningitis, pneumonia berat,
malaria tropika, infeksi oleh beberapa jenis riketsia). Dimana bakteri
melepaskan endotoksin (suatu zat yang menyebabkan terjadinya aktivasi
pembekuan)
2. Komplikasi kehamilan ( solusio plasenta, kematian janin intrauterin,
emboli cairan amnion).
3. Setelah operasi ( operasi paru, by pass cardiopulmonal, lobektomi,
gastrektomi, splenektomi).
4. Keganasan ( karsinoma prostat, karsinoma paru, leukimia akut).
5. Penyakit hati akut ( gagal hati akut, ikterus obstruktif).
6. Trauma berat terjadi palepasan jaringan dengan jumlah besar ke aliran
pembuluh darah. Pelepasan ini bersamaan dengan hemolisis dan kerusakan
endotel sehingga akan melepaskan faktor-faktor pembekuan darah dalam

6
jumlah yang besar kemudian mengaktivasi pembekuan darah secara
sistemik.
3.4 Patofisiologi DIC

Disseminated Intravaskular Coagulation ( DIC ) sebenarnya bukanlah


nama diagnosa suatu penyakit dan Disseminated Intravaskular Coagulation terjadi
selalu mengindikasikan adanya penyakit yang menjadi penyebabnya. Ada banyak
sekali penyebab terjadinya Disseminated Intravaskular Coagulation. Disseminated
Intravaskular Coagulation ( DIC ) ditandai dengan aktivasi sistemik dari system
pembekuan darah yang menyebabkan reaksi generasi dan deposisi (pengendapan )
dari fibrin, menimbulkan thrombus microvaskuler di organ-organ tubuh sehingga
menyebabkan terjadinya multi organ failure. ( Levi, 1999 )

Emboli cairan amnion yang disertai Disseminated Intravaskular


Coagulation (DIC) sering mengancam jiwa dan dapat menyebabkan kematian.
Gejala DIC karena emboli cairan amnion yaitu gagal nafas akut dan renjatan. Pada
sindrom mati janin dalam uterus yang lebih dari 5 minggu yang ditemukan DIC
pada 50% kasus. Biasanya pada permulaan hanya DIC derajat rendah dan
kemudian dapat berkembang cepat menjadi DIC fulminan. Dalam keadaan seperti
ini nekrosis jaringan janin, dan enzim jaringan nekrosis tersebut akan masuk
dalam sirkulasi ibu dan mengaktifkan sistem koagulasi dan fibrinolisis,dan terjadi
DIC fulminan.

Pada kehamilan dengan eklamsia ditemukan DIC derajat rendah dan


sering pada organ khusus seperti ginjal dan mikrosirkulasi plasenta. Namun perlu
diingat bahwa 10-15% DIC derajat rendah dapat berkembang menjadi DIC
fulminan. Abortus yang diinduksi dengan garam hipertonik juga sering disertai
DIC derajat rendah, sampai abortus komplet namun kadang dapat menjadi
fulminan.

Pada pasien dengan DIC, terjadi pembentukan fibrin oleh trombin yang diaktivasi
oleh faktor jaringan. Faktor jaringan, berupa sel mononuklir dan sel endotel yang
teraktivasi, mengaktivasi faktor VII. Kompleks antara factor jaringan dan factor

7
VII yang teraktivasi tersebut akan mengaktivasi factor X baik secara langsung
maupun tidak langsung dengan cara mengaktivasi factor IX dan VIII . factor X
yang teraktivasi bersama dengan factor V akan mengubah protrombin menjadi
trombin. Disaat yang bersamaan terjadi konsumsi faktor antikoagulan seperti
antitrombin III, protein C dan jalur penghambat factor jaringan, mengakibatkan
kurangnya faktor-faktor tersebut. Pembentukan fibrin yang terjadi tidak imbangi
dengan penghancuran fibrin yang adekuat, karena sistem fibrinolisis endogen
(plasmin) tertekan oleh penghambat aktivasi plasminogen tipe 1 yang kadarnya
tinggi didalam plasma menghambat pembentukan plasmin dari plasminogen.
Kombinasi antara meningkatnya pembentukan fibrin dan tidak adekuatnya
penghancuran fibrin menyebabkan terjadinya trombosis intravascular yang
menyeluruh.

Kerusakan endotelial Pelepasan faktor jaringan

Penyebaran aktivasi Penyebaran aktivasi


jalur intrinsik jalur ekstrinsik

Pelepadan masif
trombosit

Koagulasi
intravaskular

Oklusi Aktivasi jalur fibrinolitik Konsumsi faktor


vaskular pembekuan

Inhibisi
koagulasi

Kerusakan jaringan Perdarahan difus 8


iskemik
Beberapa mekanisme yang terjadi secara terus menerus pada DIC, penyebab
utama terjadinya deposisi fibrin adalah

1. Faktor jaringan, penyebab terjadinya generasi trombin


2. Kegagalan fisiologis mekanisme antikoagulan, seperti sistem antithrombin
dan sistem protein C yang menurunkan keseimbangan generasi thrombin.
3. Gagalnya fibrin removal yang menyebabkan penurunan sistem fibrinolitik,
perburukan thrombolisis endogenous terutama disebabkan oleh tingginya
tingkat sirkulasi dari fibrinolitik, aktifitas fibrinolitic meningkat dan
menyebabkan perdarahan.

3.5 Manifestasi Klinis DIC

Manifestasi klinis DIC umumnya tergambar dari gangguan fungsi organ


atau kegagalan fungsi, biasanya akibat pembentukan bekuan (yang
mengakibatkan iskemia pada semua bagian organ) atau, yang lebih jarang terjadi,
perdarahan.

 Pasien dapat mengeluarkan darah dari membran mukosa, lokasi pungsi,


dan saluran cerna atau kemih.
 Perdarahan berkisar dari perdarahan internal samar yang minimal hingga
hemoragi berat dari semua lubang/orifisium.
 Pasien biasanya mengalami sindrom kegagalan organ ganda (MODS), dan
mereka dapat mengalami gagal ginjal dan juga infarksi sistem saraf pusat
multifokal dan pulmonal akibat mikrotrombus, makrotrombus, atau
hemoragi.
 Awalnya, satu-satunya manifestasi yang dijumpai adalah penurunan
jumlah trombosit secara progresuf; kemudian, lambat laun, pasien akan
memperlihatkan tanda dan gejala trombosis pada organ yang terganggu
(awalnya semar, kemudian berlanjut menjadi hemoragi yang nyata).
Tanda-tanda yang muncul bergantung pada organ yang terganggu.

9
3.6 Komplikasi DIC

1. Acute respiratory distress syndrome (ARDS)


2. Penurunan fungsi ginjal
3. Gangguan susunan saraf pusat
4. Gangguan hati
5. Ulserasi mukosa gastrointestinal : perdarahan
6. Peningkatan enzyme jantung : ischemia, aritmia
7. Purpura fulminan
8. Insufisiensi adrenal
9. Lebih dari 50% mengalami kematian
Penatalaksanaan :
Mengenai pengobatan KID fulminan masih belum ada keseragaman dan
kadang kontrofersial.hal ini disebabkan,sangat sukar untuk melakukan percobaan
pengobatan klinis maupun penilaian hasil percobaan krna etiologi beragam dan
beratnya KID juga bervariasi.dalam pengobatan pasien ada 2 prinsip yang perlu
diperhatikan,

Khusus : pengobatan KID bersifat individual atau kasus demi kasus,

Umum : mengobati pembekuan darah dalam,dan mengatasi perdarahan.

Walaupun masih controversial tetapi langkah pendekatan penatalaksanaan pada


KID yang disepakati sekarang ini sebagai berikut:

1. Khusus pengobatan individu:mengatasi keadaan yang khusus dan yang


mengamcam nyawa
2. Bersifat umum:
a. Mengobati atau menghilangkan proses pencetus
b. Menghentikan proses patalogis pembekuan intravascular
c. Terapi komponen atau substitusi
d. Menghentikan sisa fibrinolisis

Terapi Individu

10
Berhubung banyak macam penyakit yang mencetuskan KID dan derajat
penyakit maupun KID bervariasi,pengobatan kasus demi kasus perlu mendapat
perhatian yang besar.Mungkin hanya dengan pendekatan pengobatan etiologi saja
untuk satu pasien sudah cukup sedangpasien yang lain tidak.Atau pemberian
heparin pada kasus yang stu sangat diperlukan,sebaiknya pada kasus yang lain
sama sekali tidak.Jadi harus selalu dilihat pada setiap individu keuntungan dan
keruggian suatu pengobatan.

1. Pengobatan factor pencetus.

Pengobatan yang sangat penting pada KID fulminan yaitu mengobati secara
progresif dan menghilangkan penyakit pencetus KID. Dengan mengobati factor
pencetus, proses KID dapat dikurangi atau berhenti. Mengatasi renjatan,
mengeluarkan janin mati, memberantai infeksi (sepsis), dan mengembalikan
volume dapat menghentikan proses KID.

2. Meghentikan koagulasi.

Menghentikan atau menghambat proses koagulasi dapat dapat dilakukan


denga memberikan antikoagulan misalkan heparin

Indikasi pemberian heparin:

- Bila penyakit dasar tidak dapat dihilangkan dalam waktu yang singkat
- Pasien yang masih disertai perdarahan walaupun penyakit dasar
sudah dihilangkan. Hal ini karena KID sendiri menggangu proses
koagulasi
- Bila ada tanda/ditakutkan terjadi thrombosis dalam mikrosirkulasi, gagal
ginjal, gagal hati, sindrom gagal nafas.

Cara pemberian heparin klasik pada KID dimulai dengan dosis permulaan
100-200π/kgBB intravena dan dosisi selanjutnya ditentukan berdasarkan APTT
atau masa pembekuan (MP) yang diperiksa 2-3 jam sesudah pemberian heparin.
Target APTT 1,5-2,5 kali control atau masa pembekuan (MP) 2-3 kali
control. Bila APTT kurang dari 1,5 kali control atau MP kurang dari 2 kali
control, dosis heparin dinaikkan. Bila lebih dari 2,5 kali APTT control atau MP

11
lebih dari 3 kali control maka diulang 2 jam. Kemudian bila APTT atau MP tetap
lebih dari 2,5-3 kali control maka dosis dinaikkan sedangkan bila kurang, dosis
diturunkan. Heparin diberikan tiap 4-6 jam dan dosis diberikan berkisar 20.000-
30.000 µ/hari

Terapi Substitusi

Bila perdarahan masih berlangsung terus sesudah mengobati penyakit


dasar dan sesudah pemberian antikoagulan kemungkinan penyebabnya adalah
penurunan komponen darah yaitu kekurangan factor pembekuan. Untuk ini dapat
diberikan plasma beku segar (Fresh frozen plasma) atau kriopresipitat. Bila
trombosit turun sampai 25.000 atau kurang pemberian trombosit konsentrat perlu
diberikan.
Antifibrinolisis

Antifibrinolisis seperti asam traneksamik atau epsilon amino caproic acid


(EACA) hanya diberikan bila jelas thrombosis tidak ada dan fibriolisis yang
sangat nyata. Antifibrinolisis tidak diberikan bila KID masih berlangsung dan
bahkan merupakan kontraindikasi.

Asuhan Berbasis Komunitas

Meskipun krisis segera KID akut selesai sebelum pemulangan, pasien mungkin
mengalami efek gangguan yang berkelanjutan, seperti kerusakan integritas
jaringan pada ekstremitas distal. Ajarkan pasien dan keluarga tentang kebutuhan
asuhan spesifik, seperti perawatan kaki atau penggantian balutan. Brikan intruksi
tentang medikasi yang berkelanjutan dan perawatan lanjutan.

Pasien KID kronik dapat membutuhkan terapi heparin kontinu,


menggunakan suntikan subkutan intermiten atau pompa infus portabel. Ajari
pasien dan anggota keluarga cara memberikan suntikan atau menangani pompa
infus. Berikan rujukan ke asuhan kesehatan di rumah atau layanan penatalaksaan
intravena dirumah untuk bantuan. Diskusikan manifestasi perdarahan yang
berlebihan atau pembekuan berulang yang perluu dilaporkan ke penyedia asuhan
kesehatan.

12
3.7 Asuhan Keperawatan pada Klien Dengan DIC

a. Pengkajian
a. Adanya faktor-faktor predisposisi:

- Septicemia (penyebab paling umum)

- Komplikasi obstetric

- SPSD (sindrom distress pernafasan dewasa)

- Luka bakar berat dan luas

- Neoplasia

- Gigitan ular

- Penyakit hepar

- Trauma

Anamnese

1. Identitas Pasien

a) Nama
b) Usia
c) Jenis kelamin
d) Jenis pekerjaan

2. Tingkat pendidikan : bagi orang yang tingkat pendidikan rendah/minim


mendapatkan pengetahuan tentang penyakit KID ini, maka akan menganggap
remeh akan penyakit yang sedang dideritanya

3. Riwayat sakit dan kesehatan :

a) Keluhan utama : Pasien ini biasanya mengeluh nyeri pada kulit tangan dan
timbul bercak-bercak merah

13
b) Riwayat penyakit saat ini : Aborsi baru-baru ini (spontan atau terapi) atau
kehamilan saat ini; ada tumor ganas yang diketahui; riwayat episode
perdarahan abnormal atau gangguan hematologi.
c) Riwayat penyakit dahulu.
d) Riwayat Keluarga.

b. Pemeriksaan fisik

Perdarahan dari luja pungsi (mis.,suntikan), tempat IV, insisi: hematuria,


darah makroskopik atau samar dalam emesis atau feses, epistaksis, perdarahan
abnormal lain; tanda vital; bunyi jantung, dan napas; pengkajian abdomen
termasuk lingkar abdomen, kontur, bising usus, nyeri tekan atau melindungi
abdomen saat palpasi; warna, suhu, kondisi kulit dan tangan, kaki dan jari-jari;
petekiae atau purpura kulit, membran mukosa.

c. Pemeriksaan Diagnostik

CBC dengan hemoglobin, hemaokrit, hitung trombosit; studi koagulasi;


evaluasi fungsi sistem organ (mis.,pemeriksaan fungsi hati dan ginjal); scam CT
kepala dan abdomen.

b. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan
hemoragi sekunder.
b. Nyeri berhubungan dengan trauma.
c. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan
dengan keadaan syok, hemoragi, kongesti jaringan dan penurunan perfusi
jaringan.
d. Ansietas berhubungan dengan rasa takut mati karena perdarahan,
kehilangan beberapa aspek kemandirian karena penyakit kronis yang
diderita.
e. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan thrombus mikrovaskuler.

14
c. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


1. Resiko KH : Mandiri :
tinggi a. menunjukkan a. Berikan Memperhatikan
terhadap tidak ada tranfusi darah volume
perubahan manifestasi syok seperti yang sirkulasi untuk
perfusi b. menunjukkan diminta dan memaksimalkan
jaringan pasien tetap sesuai dengan perfusi jaringan.
berhubung sadar dan penatalaksanaa
dengan berorientasi n medis.
hemoragi c. menunjukkan b. Berikan Mencegah
sekunder tidak ada lagi pelunak feses menegjan yang
peredaran (bila tes guaiak akhirnya
d. menunjukkan negative) meningkatkan
nilai-nilai tekanan
laboratorium intaabdomen
normal dan resiko
robekan
vaskuler/
perdarahan.
c. Pertahankan Menghindari
tirah baring trauma yang
klien tidak
diinginkan.
d. Pertahankan Mengurangi
posisi kepala, tekanan
tempat tidur intakranial
ditinggikan dengan resiko
terjadinya
hemoragi

15
intracranial.

2. Nyeri KH : Mandiri :
berhubung Rasa nyeri yang dialami a. Pertahankan Menjaga
an dengan klien berkurang lingkungan kenyamanan
trauma yang nyaman klien.
b. Berikan waktu Meningkatkan
istirahat yang istirahat dan
cukup, buat meningkatkan
jadwal aktivitas kemampuan
dan koping
pemeriksaan
diagnostic, bila
memungkinkan
, sesuaikan
dengan
toleransi klien
c. Baringkan Menjaga
klien pada kenyamanan
posisi yang dan mencegah
nyaman, tekanan pada
berikan bagian-bagian
penyangga tubuh tertentu.
bantal Untuk
memberikan
rasa nyaman.
Kolaborasi:
Beri obat sesuai Mengetahui
intruksi tingkat nyeri
klien untuk

16
Observasi menetahui
Kaji lokasi, kualitas tindakan
dan intensitas nyeri, selanjutnya.
gunakan skala tingkat
nyeri

3. Resiko KH : Mandiri :
tinggi Kulit akan tetap utuh a. Angkat, Balutan basah
terhadap tanpa ada bagian yang periksa, dan meningkatkan
kerusana mengalami memar atau gantikan semua resiko
integritas lecet balutan yang kerusakan
kulit yang menekan setiap jaringan/
berhubung 4-8 jam sesuai infeksi.
an dengan intruksi
keadaan Catatan balutan
syok, tekanan tidak
hemoragi, digunakan
kongesti diatas lembaran
jaringan kulit karena
dan suplai darah
penurunan mudah
perfusi dipengaruhi
jaringan b. Atur posisi Meningkatkan
setiap 2 jam sirkulasi dan
mencegah
tekanan pada
kulit/ jaringan
yang tidak
perlu.

17
c. Lakukan Mengurangi
hygiene oral rasa nyaman,
tiap 4 jam meningkatkan
rasa sehat dan
mencegah
pembentukan
asam yang
dikaitkan
dengan partikel
makanan yang
tertinggal.

d. Untuk Menentukan
keamanan, garis dasar
bantu semua dimana
gerakan untuk perubahan pada
turun dari status dapat
tempat tidur. dibandingkan
dan melakukan
intervensi yang
tepat

Observasi Mempercepat
1. Kaji semua penanganan
permukaan kulit klien agar tidak
setiap 4 jam. sakit
Periksa jumlah SDP berkelanjutan
terhadap potensi
infeksi. Kaji semua
orificium terhadap
adanya hemoragi

18
atau memar
2. Evaluasi semua
keluhan-keluhan

4. Ansietas KH : Mandiri :
berhubung a. Klien menunjukan a. Catat petunjuk Indikator
an dengan rileks dan perilaku, derajat
rasa takut melaporkan misalnya ansietas/stress
mati penurunan ansietas gelisah, peka misalnya
karena sampai tingkat rangsang, pasien merasa
perdaraha dapat ditangani kurang kontak tidak dapat
n, b. Klien menyatakan mata, perilaku terkontrol di
kehilangan kesadaran ansietas menarik rumah, kerja
beberapa dan cara sehat perhatian. atau masalah.
aspek menerimanya. Stress dapat
kemandiri gangguan fisik
an karena juga reaksi
penyakit lain
kronis b. Dorong Membuat
yang menyatakan hubungan
diderita, perasaan, beri terapeutik,
umpan balik. membantu
klien
mengidentifik
asi penyebab
stress.
c. Akui bahwa Validasi
masalah bahwa
ansietas dan perasaan
masalah mirip normal dapat

19
dengan membantu
diekspresikan menurunkan
orang lain, stress
tingkatkan
perhatian
mendengarkan
klien.

Kolaborasi: Dapat
Berikan obat sesuai digunakan
indikasi sedative untuk
misalnya barbiturate, menurunkan
agen antiansientas dan ansietas
diazepam dan
memudahkan
istirahat.

5. Gangguan KH : Mandiri :
pertukaran Kebutuhan oksigen a. Posisikan agar Meningkatkan
gas klien terpenuhi ventilasi udara oksigenasi yang
berhubungan efektif adekuat antara
dengan kebutuhan dan
thrombus suplai
mikrovaskuler b. Berikan Meningkatkan
oksigen dan oksigenasi yang
pantau adekuat antara

20
responnya kebutuhan dan
suplai
c. Lakukan Memperoleh data
pengkajian yang akurat
pernapasan untuk
dengan sering menyeimbangkan
oksigen antara
kebutuhan dan
suplai

d. Implementasi
Dilakukan sesuai dengan intervensi.
e. Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana


evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan dengan terus menerus dengan melibatkan
pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya.

Tujuan evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana
keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian
ulang.

Kriteria dalam menentukan tercapainya suatu tujuan, pasien:

a. Tidak ada manifestasi syok.


b. Pasien tetap sadar dan berorirentasi.
c. Tidak ada lagi perdarahan.
d. Nilai-nilai laboraturium normal.
e. Klien tidak merasa sesak lagi.
f. Klien mengatakan rasa nyerinya berkurang.
g. Kebutuhan volume cairan terpenuhi.
h. Integritas kulit terjaga.

21
i. Klien menunjukan rileks dan melaporkan penurunan ansietas sampai
tingkat dapat ditangani.
j. Klien menyatakan kesadaran ansietas dan cara sehat menerimanya.
k. Ekspresi wajah klien menunjukan rileks, perasaan gugup dan cemas
berkurang.
l. Menunjukan pemahaman tentang rencana terapeutik.
m. Klien ikut berpartisipasi dalam perawatan dirinya.
n. Gaya hidup klien berubah.

22
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Penyakit Koagulasi Intravaskular Diseminata (KID) atau yang lebih


dikenal sebagai Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) merupakan suatu
gangguan pembekuan darah yang didapat, berupa kelainan trombohemoragic
sistemik yang hampir selalu disertai dengan penyakit primer yang mendasarinya.
Karakteristik ditandai oleh adanya gangguan hemostasis yang multipel dan
kompleks berupa aktivasi pembekuan darah yang tidak terkendali dan fibrinolisis
(koagulopati konsumtif). Penyebab DIC dapat diklasifikasikan berdasarkan
keadaan akut atau kronis . DIC pun dapat merupakan akibat dari kelainan tunggal
atau multipel. DIC paling sering disebabkan oleh kelainan obstetrik, keganasan
metastasis, trauma masif, serta sepsis bacterial.

Patofisiologi dasar DIC adalah terjadinya Aktivasi system koagulasi


(consumptive coagulopathy), Depresi prokoagulan, efek Fibrinolisis

DIC dapat terjadi hampir pada semua orang tanpa perbedaan ras, jenis
kelamin, serta usia. Gejala-gejala DIC umumnya sangat terkait dengan penyakit
yang mendasarinya, ditambah gejala tambahan akibat trombosis, emboli,
disfungsi organ, dan perdarahan.

Percobaan pengobatan klinik maupun penilaian hasil percobaan karena


etiologi beragam dan beratnya DIC juga bervariasi. Yang utama adalah
mengetahui dan melakukan pengelolaan penderita berdasarkan penyakit yang
mendasarinya dan keberhasilan mengatasi penyakit dasarnya akan menentukan
keberhasilan pengobatan.

23

Anda mungkin juga menyukai