Anda di halaman 1dari 17

Tugas dan Tanggung Jawab Dokter sebagai Seorang Profesional

Disusun Oleh:

1. Augustinus Yohanes Karina Lando 102013341


2. Rinaldi Hartanto 102014116
3. Mohamad Yanuar Prasetyo Nugraha 102014191
4. Adelita Ayu Karnilawati 102013080
5. Yunita Eliana Intan Kaban 102013350
6. Silma Yuniarti Rammang 102014037
7. Evalusty Karunia Paulus Lopa 102014093
8. Icha Claudia Cristhin 102014158
9. Vania Christy 102014201
10. Risti Rizki Oktaviana 102014275

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510

1
Skenario 6
Seorang pasien bayi dibawa orang tuanya datang ke tempat praktek dokter A, seorang dokter
anak. Ibu pasien bercerita bahwa ia adalah pasien seorang dokter obgyn B sewaktu melahirkan,
dan anaknya dirawat oleh dokter anak C. Baik dokter B maupun C tidak pernah mengatakan
bahwa anaknya menderita penyakit atau cedera sewaktu lahir dan dirawat disana. Sepuluh hari
pasca lahir orang tua bayi menemukan benjolan di pundak kanan bayi.
Setelah diperiksa oleh dokter A dan pemeriksaan radiologi sebagai penunjang, pasien dinyatakan
fraktur klavikula kanan yang sudah berbentuk kalus. Kepada dokter A mereka meminta
kepastian apakah benar terjadi patah tulang klavikula, dan kapan kira – kira terjadinya. Bila
benar bahwa patah tulang tersebut terjadi sewaktu kelahiran, mereka akan menuntut dokter B
karena telah mengakibatkan patah tulang dan dokter C karena lalai tidak dapat
mengdiagnosisnya. Mereka juga menduga bahwa dokter C kurang kompeten sehingga sebaiknya
ia merawat anaknya ke dokter A saja. Dokter A berpikir apa sebaiknya ia katakan.

A. Prinsip Etika Kedokteran


Suatu kelompok diharapkan akan mempunyai tata nilai untuk mengatur kehidupan
bersama kerana nilai-nilai etika itu tidak hanya milik satu atau dua orang, atau segolongan orang
saja, tetapi milik setiap kelompok masyarakat, bahkan kelompok yang paling kecil yaitu keluarga
sampai pada suatu bangsa.1
Salah satu golongan masyarakat yang mempunyai nilai-nilai yang menjadi landasan
dalam pergaulan baik dengan kelompok atau masyarakat umumnya maupun dengan sesama
anggotanya, yaitu masyarakat profesional. Golongan ini sering menjadi pusat perhatian karena
adanya tata nilai yang mengatur dan tertuang secara tertulis (yaitu kode etik profesi) dan
diharapkan menjadi pegangan para anggotanya.1
Sorotan masyarakat menjadi semakin tajam manakala perilaku-perilaku sebagian para anggota
profesi yang tidak didasarkan pada nilai-nilai pergaulan yang telah disepakati bersama (tertuang
dalam kode etik profesi), sehingga terjadi kemerosotan etik pada masyarakat profesi tersebut.1
Tujuan dari kode etik profesi antara lain untuk menjunjung tinggi martabat profesi, untuk
menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota, untuk meningkatkan pengabdian para
anggota profesi, untuk meningkatkan mutu profesi, untuk meningkatkan mutu organisasi profesi,

2
meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi, mempunyai organisasi profesional yang kuat
dan terjalin erat.2

Prinsip-prinsip moral
Praktek kedokteran juga berpegang kepada prinsip-prinsip moral kedokteran, prinsip-
prinsip moral yang dijadikan arahan dalam membuat keputusan dan bertindak, arahan dalam
menilai baik-buruknya atau benar-salahnya suatu keputusan atau tindakan medis dilihat dari segi
moral. Pengetahuan etika ini dalam perkembangannya kemudian disebut sebagai etika biomedis.
Etika biomedis memberi pedoman bagi para tenaga medis dalam membuat keputusan klinis yang
etis (clinical ethics) dan pedoman dalam melakukan penelitian di bidang medis. Nilai-nilai
materialisme yang dianut masyarakat harus dapat dibendung dengan memberikan latihan dan
teladan yang menunjukkan sikap etis dan profesional dokter, seperti :

 Autonomy: menghormati hak pasien, terutama hak dalam memperoleh informasi dan hak
membuat keputusan tentang apa yang akan dilakukan terhadap dirinya
 Beneficence: melakukan tindakan untuk kebaikan pasien
 non maleficence: tidak melakukan perbuatan yang memperburuk pasien
 justice:bersikap adil dan jujur1.

Kode etik kedokteran


Selain hubungan dokter dengan teman sejawatnya, didalam dalam KODEKI (Kode Etik
Kedokteran Indonesia) diatur juga mengenai kewajiban umum seorang dokter dalam menalankna
praktek kedokteran, kewajibannya terhadap pasien dankewajibannya terhadap diri sendiri.
I. Kewajiban Umum
Pasal 1
Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter.
Pasal 2
Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar
profesi yang tertinggi.
Pasal 3
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh
sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.

3
Pasal 4
Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.
Pasal 5
Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik
hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan
pasien.
Pasal 6
Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap
penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang
dapat menimbulkan keresahan masyarakat.
Pasal 7
Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri
kebenarannya.
Pasal 7a
Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis yang
kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang
(compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.
Pasal 7b
Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya, dan
berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam
karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam
menangani pasien
Pasal 7c
Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga
kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien
Pasal 7d
Setiap dokten harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani.
Pasal 8
Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan
masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh

4
(promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha
menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.
Pasal 9
Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang
lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.1,2

II. Kewajiban Dokter Terhadap Pasien


Pasal 10
Setiap dokten wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan
ketrampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan suatu
pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien,ia wajib menujuk pasien kepada
dokten yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.
Pasal 11
Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat
berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah
lainnya.
Pasal 12
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien,
bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
Pasal 13
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan,
kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.1,2

III. Kewajiban Dokter Terhadap Teman Sejawat


Pasal 14
Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.
Pasal 15
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dan teman sejawat, kecuali dengan
persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.1,2

IV. Kewajiban Dokter Terhadap Diri Sendiri


Pasal 16

5
Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.
Pasal 17
Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran/kesehatan.1,2

B. Hubungan Dokter Pasien


Hubungan dokter-pasien merupakan tunjang praktek kedokteran dan asas kepada etika
kedokteran. Deklarasi Geneva menyatakan bahwa seorang dokter harus meletakkan kesehatan
pasiennya sebagai perkara yang paling utama. Kode Etik Medis Internasional pula menyatakan
bahwa seorang dokter wajib memberikan pelayanan terbaik sesuai sarana yang tersedia atas
kepercayaan yang telah diberikan pasien kepadanya. Prinsip utama moral profesi adalah
autonomy, beneficence, non maleficence dan justice. Prinsip turunannya pula adalah veracity
(memberikan keterangan yang benar), fidelity (kesetiaan), privacy, dan confidentiality (menjaga
kerahasiaan).
Hubungan dokter-pasien pada awalnya merupakan hubungan paternalistic dengan memegang
prinsip beneficence sebagai prinsip utama. Namun cara ini dikatakan mengabaikan hak autonomy
pasien sehingga sekarang lebih merujuk kepada teori social contract dengan dokter dan pasien
sebagai pihak bebas yang saling menghargai dalam membuat keputusan. Dokter
bertanggungjawab atas segala keputusan teknis sedangkan pasien memegang kendali keputusan
penting terutama yang terkait dengan nilai moral dan gaya hidup pasien.
Hubungan dokter-pasien yang baik memerlukan kepercayaan. Maka, dengan memegang pada
dasar kepercayaan pasien terhadap dokter yang merawatnya, seorang dokter tidak boleh menjalin
hubungan di luar bidang profesinya dengan pasien yang sedang dirawat3

Informed consent
Informed consent merupakan alat paling penting dalam hubungan dokter-pasien pada
masa kini. Informed consent yang benar harus disertai dengan komunikasi baik antara dokter
dan pasien. Keterangan yang dapat diberikan kepada pasien sebelum mendapatkan informed
consent termasuklah menerangkan diagnosis penyakit, prognosis dan pilihan pengobatan
penyakit. Perlu juga kebaikan dan keburukan masing-masing tindakan yang bakal dilakukan.

6
Informed consent harus memuatkan pilihan untuk pasien menerima atau menolak tindakan medic
yang bakal dilakukan dokter selain mencantumkan pilihan terapi lain. Pasien yang kompeten
boleh memilih untuk menolak tindakan medik walaupun tanpa tindakan ini dapat mengancam
nyawa pasien. Terdapat dua kondisi di mana informed consent dikecualikan yaitu:
1. Pasien menyerahkan sepenuhnya keputusan tindakan medik terhadap dirinya kepada
dokter. Apabila pasien menyerahkan semua keputusan kepada dokter yang merawatnya,
dokter tetap harus menerangkan secara lengkap tindakan yang bakal dilakukan.
2. Keadaan apabila pemberitahuan tentang kondisi penyakit pasien dapat berdampak besar
terhadap pasien secara fisik, psikologis dan emosional. Contohnya adalah apabila pasien
cenderung untuk membunuh diri apabila mengetahui tentang penyakitnya. Namun, dokter
pada awalnya harus menganggap bahwa semua pasien dapat menerima berita tentang
penyakitnya dan memberikan informasi selengkapnya sesuai dengan hak pasien.2

Pasien inkompeten adalah mereka yang tidak mampu membuat keputusan untuk diri mereka
sendiri seperti anak, individu dengan gangguan psikologi atau neurologi berat dan pasien yang
tidak sadar. Mengikut WMA Declaration on the Rights of the Patients, apabila pasien tidak
mampu membuat keputusan untuk dirinya sendiri, perlulah mendapat kebenaran dari wakilnya.
Apabila tidak dapat ditemukan wakil dan pasien memerlukan tindak medis segera, dokter
perlulah memikirkan bahwa pasien sudah bersetuju dengan tindakan yang bakal dilakukan
melainkan telah tercatat bahwa pasien tidak bersetuju dengan tindakan tersebut sebelumnya2.
Apabila pasien adalah anak, hak diberikan kepada mereka yang bertanggungjawab terhadapnya.
Namun, pasien harus ikut serta dalam pembuatan keputusan dan memahami tindakan yang bakal
dilakukan.

Rahasia pasien
Dasar dari kerahasiaan pasien adalah autonomy, rasa hormat dan kepercayaan pasien.
Kepercayaan adalah bagian paling penting dalam hubungan dokter-pasien sehingga seorang
dokter tidak dibenarkan untuk membuka rahasia pasien tanpa kebenaran dari pasien itu sendiri
kecuali diminta oleh hukum. Dokter juga dibenarkan untuk membuka rahasia pasien apabila
pasien tidak mampu untuk mengambil keputusan sendiri.
Dalam keadaan di mana pasien dapat menimbulkan bahaya kepada orang sekitarnya, dokter
dapatlah memberitahu mereka yang mungkin beresiko terhadap penyakit pasien tersebut.

7
Contohnya adalah memberitahu pasangan pasien dengan HIV/AIDS tentang penyakitnya apabila
pasien enggan untuk melakukan seks dengan perlindungan.2

C. Hubungan Dokter-Teman Sejawat


Profesi kedokteran merupakan profesi yang berjalan di bawah satu sistem hirarki baik
secara internal maupun eksternal. Hirarki internal dapat dibagi kepada tiga yaitu perbedaan
kedudukan dokter berdasarkan kepakaran, perbedaan berdasarkan pencapaian akademik, dan
perbedaan kompetensi dan pengalaman dalam menangani pasien. Secara eksternal pula, dokter
sering diletakkan di bagian tertinggi dibanding petugas kesehatan lain2.
Dalam perkembangan ilmu kedokteran, seorang dokter harus menyadari bahwa dia tidak mampu
menangani semua penyakit dan memerlukan kerjasama baik antara tenaga kesehatan lain seperti
perawat, pharmacist, ahli fisioterapi, teknisi laboratorium, dan lain-lain.

Hubungan teman sejawat


Hubungan antara dokter dan teman sejawat dinyatakan dalam Declaration of Geneva
yang menyatakan hubungan antara petugas kesehatan adalah seperti saudara. Menurut Kode Etik
Medik Internasional pula, terdapat dua larangan dalam hubungan sesama dokter yaitu:
1. Membayar atau menerima bayaran dari dokter lain dalam menangani pasien
2. Mengambil alih tugas perawatan pasien dari dokter lain tanpa rujukan dokter tersebut.

Sering dalam praktek sehari-hari, akan timbul perbedaan pendapat antara dokter tentang
penanganan yang tepat untuk seorang pasien1. Dengan menganggap isu yang timbul hanya untuk
kebaikan pasien dan tidak ada penyimpangan dari etika kedokteran, hal ini dapat diselesaikan
dengan cara:
1. Dilakukan secara informal yaitu melalui rundingan dan perbincangan antara pihak yang
terlibat. Perbincangan hanya akan dilakukan secara formal apabila cara informal tidak
member hasil.
2. Opini semua pihak yang terlibat perlu didengarkan dan dipertimbangkan.
3. Pasien berhak menentukan tindakan medis untuk dirinya dan pilihan pasien ini akan
menjadi penunjang utama dalam pengambilan keputusan isu terkait.
4. Apabila semua rundingan tidak disepakati, maka penyelesaian isu dapat melibatkan pihak
wewenang dan hukum.

8
Pelaporan malpraktek
Kewajiban melaporkan malpraktek dan praktek tidak kompeten dinyatakan dalam Kode
Etik Medis Internasional yaitu “A physician shall report to the appropriate authorities those
physicians who practice unethically or incompetently or who engage in fraud or deception”.
Dokter sering kali sulit untuk membuat pelaporan tentang tindakan malpraktek dokter lain atas
dasar simpati atau persahabatan tetapi perlu diingatkan bahwa pelaporan adalah salah satu tugas
professional seorang dokter.2
Namun, tindakan pelaporan ke pihak wewenang harus menjadi pilihan terakhir apabila metode
lain seperti menegur dan memberi peringatan kepada dokter yang bersangkutan tidak dapat
menyelesaikan tindakan malprakteknya.

Dokter dan tenaga pelayanan kesehatan lain


Dokter seharusnya mempunyai hubungan non diskriminasi dan saling hormat-
menghormati sesama tenaga pelayanan kesehatan lain. Perlu diingatkan bahwa semua tenaga
pelayanan kesehatan, walaupun berbeda dari tingkat pendidikan, berpegang pada prinsip yang
sama yaitu memberikan pelayanan terbaik untuk kesehatan pasien2.

D. Hak Pasien
WMA telah mengeluarkan Declaration of Lisbon on the Rights of the Patient (1991)
yang menyatakan hak pasien adalah sebagai berikut:2
1. Hak memilih dokter secara bebas
2. Hak klinis dan etis
3. Hak untuk menerima atau menolak pengobatan setelah menerima informasi yang adekuat
4. Hak untuk dihormati kerahasiaan dirinya
5. Hak untuk mati secara bermartabat
6. Hak untuk menerima atau menolak dukungan spiritual atau moral.
7. UU Kesehatan pula menyebutkan beberapa hak pasien yaitu:
8. Hak atas informasi
9. Hak atas second opinion
10. Hak untuk memberi persetujuan atau menolak suatu tindakan medis

9
11. Hak untuk kerahasiaan
12. Hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan
13. Hak untuk memperoleh ganti rugi apabila ia dirugikan akibat kesalahan tenaga kesehatan.

Selain itu, UU Praktik Kedokteran menyatakan hak pasien sebagai berikut:


1. Hak untuk mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis (Pasal 45 ayat
(3)). Penjelasan sekurang-kurangnya meliputi diagnosis, tatacara tindakan, tujuan
tindakan medis yang bakal dilakukan, alternative tindakan lain dan risikonya, risiko dan
komplikasi yang mungkin terjadi dan prognosis terhadap tindakan yang akan dilakukan.
2. Hak untuk memeinta pendapat dokter lain
3. Hak mendapatkan pelayanan sesuai kebutuhan medis
4. Hak untuk menolak tindakan medis
5. Hak untuk mendapatkan isi rekam medis.2

E. Aspek Hukum
a. Sanksi hukum pidana4,6
Pasal 267 KUHP (surat keterangan palsu)
1. Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan surat keterangan palsu tentang ada atau
tidaknya penyakit , kelemahan atau cacat, diancam dengan dengan pidana penjara paling
lama empat tahun.
2. Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk memasukkan seorang kedalam rumah
sakit gila atau menahannya disitu , dijatuhkan pidana paling lama delapan tahun enam bulan.
3. Di ancam dengan pidana yang sama ,barangsiapa dengan sengaja memakai surat
keterangan palsu itu seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran

Pasal 268 KUHP


1. Barang siapa membuat secara palsu atau memalsu surat keterangan dokter tentang ada atau
tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat , dengan maksud untuk menyesatkan penguasa
umum atau penanggung (verzekeraar), diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun.

10
2. Diancam dengan pidana yang sama ,barangsiapa dengan maksud yang sama memakai
surat keterangan yang tidak benar atau yang dipalsu, seolah-olah surat itu benar dan tidak
dipalsu

Pasal 359 KUHP


Barangsiapa karena kelalainnya menyebabkan matinya orang lain , diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun

Pasal 360 KUHP


1. Barangsiapa karena kelalainnyamenyebabkan orang lain menderita luka berat,diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun
2. Barangsiapa karena kelalaiannya menyebabkan orang lain luka sedemikian rupa sehingga
menderita sakit untuk sementara waktu atau tidak dapat menjalankan jabatan atau
perkejaannya selama waktu tertenu diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan
bulan atau pidana kurungan enam bulan atau denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah

b. Sanksi hukum perdata4,6


Pasal 1338 KUH Perdata ( wan prestasi )
1. Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya.
2. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau
karena alas an-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.
3. Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik

Pasal 1365 KUH Perdata


Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain,mewajibkan
orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.

Pasal 1366 KUH Perdata( Kelalaian )


Setiap orang bertanggung jawab tidak saja atas kerugian yang disebabkan karena
perbuatannya , tetapi juga atas kerugian yang disebabkan karena kelalainnnya atau
kurang hati – hatinya

11
Pasal 1370 KUH Perdata
Dalam hal pembunuhan (menyebabkan matinya orang lain ) dengan sengaja atau kurang hati-
hatinya seeorang, maka suami dan istri yang ditinggalkan, anak atau korban orang tua yang
biasanya mendapat nafkah dari pekerjaan korban mempunyai hak untuk menuntut suatu ganti
rugi, yang harus dinilai menurut kedudukanya dan kekayaan kedua belah pihak serta menurut
keadaan .
Pasal 55 UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
1. Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga
kesehatan .
2. Ganti rugi sebagaimana diatur dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
peraturan yang berlaku

Hukum kedokteran akibat kelalaian


Akhir-akhir ini tuntutan hukum yang diajukan oleh pasien atau keluarganya kepada pihak
rumah sakit dan atau dokternya semakin meningkat kekerapannya. Tuntutan hukum tersebut
dapat berupa tuntutan pidana maupun perdata, dengan hampir selalu mendasarkan kepada teori
hukum kelalaian. Dalam bahasa sehari-hari, perilaku yang dituntut adalah malpraktik medis,
yang merupakan sebutan “genus” (kumpulan) dari kelompok perilaku profesional medis yang
“menyimpang” dan mengakibatkan cedera, kematian atau kerugian bagi pasiennya.5

Gugatan perdata dalam bentuk permintaan ganti rugi dapat diajukan dengan mendasarkan kepada
salah satu dari 3 teori di bawah ini, yaitu :
Kelalaian sebagaimana pengertian di atas dan akan diuraikan kemudian
Perbuatan melanggar hukum, yaitu misalnya melakukan tindakan medis tanpa memperoleh
persetujuan, membuka rahasia kedokteran tentang orang tertentu, penyerangan privacy
seseorang, dan lain-lain.
Wanprestasi, yaitu pelanggaran atas janji atau jaminan. Gugatan ini sukar dilakukan karena
umumnya dokter tidak menjanjikan hasil dan perjanjian tersebut, seandainya ada, umumnya
sukar dibuktikan karena tidak tertulis.5,7

Dan dampak hukum yang diterima oleh kedua dokter pada kasus ini adalah sebagai berikut :
1. Malpraktek

12
a. Pasal 360 KUHP :
- Barangsiapa karena kesalahannya (kelalaiannya) menyebabkan orang lain
mendapatkan luka berat, diancam dengan pidana paling lama lima tahun atau pidana
kurungan paling lama satu tahun.
- Barangsiapa karena kesalahannya (kelalaiannya) menyebabkan orang lain luka-luka
sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan
jabatan atau pencarian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling
lama 6 bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.
b. Pasal 55 UU no 23 tahun 1992 tentang kesehatan :
(1) Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan
tenaga kesehatan.
c. Pasal 1365 KUH Perdata :
Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain,
mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian
tersebut.
d. Pasal 1366 KUH Perdata :
Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan
perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-
hatinya.
e. Pasal 1367 KUH Perdata :
Seorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya
sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi
tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah
pengawasannya.

f. Pasal 1371 KUH Perdata :


Penyebab luka atau cacatnya sesuatu anggota badan dengan sengaja atau karena kurang
hati-hati memberikan hak kepada si korban untuk selain penggantian biaya-biaya
penyembuhan, menuntut penggantian kerugian yang disebabkan oleh luka atau cacat
tersebut. Juga penggantian kerugian ini dinilai menurut kedudukan dan kemampuan
kedua belah pihak dan menurut keadaan.

13
2. Kelalaian Dokter
Melanggar Kode Etik Kedokteran
a. Pasal 1 :
Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter.
b. Pasal 2 :
Seorang dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran yang tertinggi,
c. Pasal 10 :
Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk
insani

F. Tindakan Medis
Fraktur terjadi bila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana trauma tersebut kekuantanya
melebihi kekuatan tulang. 2 faktor mempengaruhi terjadinya fraktur.
1. Ekstrinsik meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai tulang, arah dan
kakuatan trauma.
2. Intrinsik meliputi kepasitas tulang mengabsorbsi trauma, kelenturan, kukuatan dan
densitas tulang.

Riwayat
Anamnesis dilakukan utk menggali riwayat mekanisme cedera (posisi kejadian) dan kejadian-
kejadian yang berhubungan dengan cedera tersebut. Riwayat cedera atau fraktur sebelumnya,
riwayat social ekonomi, pekerjaan, obat-obatan yang dia konsumsi, merokok, riwayat alergi serta
penyakit lain harus ditanyakan kepada yang terkait.8

Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi – deformitas : angulasi, pemendekan, pemanjangan, bengkak
2. Palpasi – status neurologis dan vaskuler dibagian distalnya perlu diperiksa. Lakukan palpitasi
pada daerah ekstremitas tempat fraktur tersebut, meliputi persendian diatas dan dibawah
cedera, daerah yang mengalami nyeri, efusi dan krepitasi. Neurovaskularisasi bagian distal
fraktur meliputi : pulsasi asteri, warna kulit, pengembalian cairan kapiler sensasi
3. Gerakan

14
4. Pemeriksaan trauma tempat lain : kepala, toraksm abdomen, pelvis

Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium : darah rutin, faktor pembekuan darah, golongan darah, cross-test dan urinalisa
2. Radiologis untuk lokasi fraktur harus menurut rule of two terdiri dari :
- 2 gambaran, anterioposterior (AP) dan lateral
- Memuatkan dua sendi di proksimal dan distal fraktur
- Memuat gambaran foto dua ekstrimitas, yaitu ekstrimitas yang cedera dan yang tidak
terkena cedera ( pada anak); dan du kali yaitu sebelum dan sesudah tindakan.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada fraktur clavicula ada dua pilihan yaitu dengan tindakan bedah atau
operative treatment dan tindakan non bedah atau nonoperative treatment.
Tujuan dari penanganan ini adalah untuk menempatkan ujung-ujung dari patah tulang supaya
satu sama lain saling berdekatan dan untuk menjaga agar mereka tetap menempel sebagaimana
mestinya sehingga tidak terjadi deformitas dan proses penyembuhan tulang yang mengalami
fraktur lebih cepat. Proses penyembuhan pada fraktur clavicula memerlukan waktu yang cukup
lama. Penanganan nonoperative dilakukan dengan pemasangan saling selama 6 minggu. Selama
masa ini pasien harus membatasi pergerakan bahu, siku dan tangan. Setelah sembuh, tulang yang
mengalami fraktur biasanya kuat dan kembali berfungsi. Pada beberapa patah tulang, dilakukan
pembidaian untuk membatasi pergerakan. atau mobilisasi pada tulang untuk mempercepat
penyembuhan. Patch tulang lainnya harus benar-benar tidak boleh digerakkan (immobilisasi).
Imobilisasi bisa dilakukan melalui:8
1. Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang.
2. Pemasangan gips : merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang yang patah
Modifikasi spika bahu (gips klavikula) atau balutan berbentuk angka delapan atau strap
klavikula dapat digunakan untuk mereduksi fraktur ini, menarik bahu ke belakang, dan
mempertahankan dalam posisi ini. Bila dipergunakan strap klavikula, ketiak harus diberi
bantalan yang memadai untuk mencegah cedera kompresi terhadap pleksus brakhialis dan
arteri aksilaris. Peredaran darah dan saraf kedua lengan harus dipantau.
3. Penarikan (traksi) : menggunakan beban untuk menahan sebuah anggota, gerak pada
tempatnya.

15
4. Fiksasi internal : dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan (plate) atau batang
logam pada pecahan-pecahan tulang atau sering disebut open reduction with internal fixation
(ORIF).
5. Fiksasi eksternal: Immobilisasi lengan atau tungkai menyebabkan otot menjadi lemah dan
menciut. Karena itu sebagian besar penderita perlu menjalani terapi fisik.

G. Jalan Keluar
Terdapat beberapa hal yang harus dierhatikan sebelum memutuskan apa yang sebaiknya dokter
A lakukan atau katakan kepada anak dan ibunya. Kita bisa memberikan beberapa saran dan
penjelasan kepada ibu tersebut antara lain seperti:
1. Menenangkan pasien dan tidak menjelek-jelekan teman sejawat (dokter B & dokter C)
2. Tanya info lebih lanjut ke dokter B dan dokter C tentang cara kelahiran, informed consent,
dll
3. Kalau terbukti dokter B dan dokter C salah, dokter A wajib menegur dengan suasana
persaudaraan (terdapat dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia tentang Kewajiban Dokter
terhadap Teman Sejawat) dan mengingatkan untuk lebih berhati-hati kedepannya dalam
menjalankan tugas mereka sebagai dokter.
4. Rujuk anak ke dokter spesialis bedah ortopedi anak
5. Melaporkan masalah ini ke MKDKI (Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia)
6. Jika dari langkah-langkah diatas tidak ditemukan solusi, maka orangtua pasien berhak
mencari pengacara dan mengadukan ke polisi untuk mengenakan dokter B dan dokter C
sanksi pidana

Kesimpulan
Sebagai seorang dokter, kita memiliki hubungan baik dengan pasien, teman sejawat kita
dan diri kita sendiri. Maka, kita harus benar-benar paham bagaimana peran dari prinsip etika
profesi kedokteran berpengaruh dalam setiap tindakan yang kita lakukan. Penting bagi kita
memperhatikan hak dan kewajiban pasien dan kita sebagai dokter. Dalam kasus ini, kita bisa
menyarankan kepada ibu tersebut untuk menanyakan informasi lebih lanjut kedokter B dan
dokter C tentang cara kelahiran, informed consent dan tindakan yang telah dokter B dan C
lakukan sewaktu ibu tersebut menjadi pasien mereka. Kita sebagai dokter hanya dapat

16
memberikan tindakan dan penjelasan mengenai kondisi sekarang yang dialami oleh anak ibu
tersebut. Jika memang terbukti ada kesalahan yang dilakukan oleh dokter B dan C, kita bisa
memberikan saran kepada ibu untuk melaporkan dan membantu mencarikan solusi kepada
MKDKI.

Daftar Pustaka
1. Efendi F, Makhfudli. Keperawatan kesehatan komunitas. Jakarta: Salemba Medika. 2009:28.
2. Williams J. World Medical Association : Medical Ethics Manual 2nd Edition. 2009.
3. Chang, William. Bioetika. Yokyakarta: Kanisius. 2009:14-16.
4. Bagian kedokteran forensik. Peraturan perundang-undangan bidang kedokteran. Hukum
perdata yang berkaitan dengan profesi dokter. FKUI. Jakarta:1994;51
5. Jusuf M. Hanafiah, Amri A. Etika kedokteran dan hukum kesehatan. Edisi Keempat. Jakarta:
EGC. 2009:3-4.
6. Budi Sampurna, Zulhasmar Syamsu, Tjetjep Dwijdja Siswaja, Bioetik dan Hukum
Kedokteran, Pengantar bagi Mahasiswa Kedokteran dan Hukum, Penerbit Pustaka Dwipar.
Jakarta. 2007
7. Rizaldy Pinzon. Strategi 4s untuk pelayanan medik berbasis bukti. Cermin dunia kedokteran
163:Vol 36;2009;208.
8. Fraktur Tulang, Bahagian Orthophedi UGM [online]. 2007. [cited 25 January 2011].
Available from: http://www.bedahugm.net/fraktur/

17

Anda mungkin juga menyukai