Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kedokteran Keluarga
Sesuai dengan UU No 40 tahun 2004 bahwa dalam arah kebijakan
nasional, pengembangan dokter keluarga sebagai layanan strata pertama
terintegrasi langsung dengan penataan sub sistem pembiayaan kesehatan yakni
sebagai pemberi layanan pada jaminan kesehatan.

A.1 Pengertian Kedokteran Keluarga


Ilmu kedokteran keluarga adalah ilmu kedokteran yang khusus
mempelajari pelayanan kesehatan untuk pasien dan keluarganya secara
berkesinambungan dan komprehensif. Dokter keluarga adalah tenaga
kesehatan tempat kontak pertama pasien untuk menyelesaikan semua masalah
kesehatan yang dihadapi , tanpa memandang jenis penyakit, organologi,
golongan usia, dan jenis kelamin sedini dan sedapat mungkin, secara
menyeluruh, paripurna, berkesinambungan, dan dalam koordinasi serta
kolaborasi dengan profesional kesehatan lainnya, dengan menggunakan
prinsip pelayanan yang efektif dan efisien serta menjunjung tinggi tanggung
jawab profesional, hukum, etika dan moral. Layanan yang
diselenggarakannya (wewenang) sebatas kompetensi dasar kedokteran yang
diperolehnya selama pendidikan kedokteran dasar ditambah dengan
kompetensi dokter layanan primer yang diperoleh melalui CME/CPD
terstruktur dalam proses resertifikasi.
Dokter keluarga berperan sebagai ujung tombak pelayanan kedokterasn
primer Indonesia, diharapkan mereka dapat bercakap-cakap dalam ‘bahasa
pasien’nya, dalam suasana kekeluargaan, dan senantiasa siap melayani
kebutuhan pasiennya baik dalam keadaan sehat maupun dalam keadaan sakit.
Pasien dalam praktek kedokteran keluarga adalah pengguna jasa pelayanan
kesehatan yang datang atau dirujuk untuk memperoleh pertolongan medis

4
maupun non medis yang berkaitan dengan masalah kesehatan yang
dihadapinya. Pasien ada yang mempunyai keluhan kesehatan, ada pula yang
tidak mempunyai keluhan kesehatan.

A.2 Sejarah Kedokteran Keluarga


Pada tahun 1923, Dr.Francis Peabody mengutarakan komentarnya pada
sebuah pertemuan ilmiah bahwa dunia kedokteran mulai terkotak kotak dalam
pelayanan spesialisasi dan diperlukannya dokter praktik umum yang
komprehensif yang melayani secara personal. Pada tahun 1950an kebanyakan
dokter baru lulus tidak mau menjadi dokter praktik umum. Namun pada tahun
1960an mulai digali bahwa dokter praktik umum yang ada tidak memberi
layanan sesuai dengan yang diharapkan hingga pada tahun 1966 konsep
adanya suatu spesialisasi untuk praktek umum yang kemudian dikenal sebagai
Dokter Keluarga (Family Physician).15
Pada tahun 1978, gaung Dokter Keluarga sampai di Asia Tenggara.
Indonesia (FKUI) mengirimkan wakilnya untuk kursus di Philipina, kemudian
pada tahun 1980, Kelompok Studi Dokter Keluarga berdiri dan mengirimkan
wakilnya ke konggres Dokter Keluarga di Mexico.15
Pada tahun 1987, Kepaniteraan Kedokteran Komunitas di FKUI
sebagian merupakan pembelajaran Dokter Keluarga. Pada tahun 1999
disepakati oleh semua FK yang ada bahwa kedokteran keluarga perlu
dipelajari oleh mahasiswa kedokteran . Pada tahun 2003, disepakati tujuan
pendidikan kedokteran keluarga untuk mahasiswa kedokteran di Indonesia.
Pada tahun 2004, dilaksanakan lokakarya untuk penyelenggaraan
Kepaniteraan dalam Kedokteran Keluarga. Ditjen Dikti mengeluarkan
kurikulum berbasis kompetensi yang mengatakan bahwa dokter lulusan
merupakan dokter primer dengan pendekatan kedokteran keluarga.23 Pada
tahun 2006, Konsil Kedokteran Indonesia telah meresmikan KBK dalam
Standar Kompetensi Pendidikan Dokter dan Standar Pendidikan Profesi
Dokter.

5
Prinsip-prinsip pelayanan atau pendekatan kedokteran keluarga adalah
memberikan atau mewujudkan:
a. Pelayanan yang holistik dan komprehensif
b. Pelayanan yang bersinambung
c. Pelayanan yang mengutamakan pencegahan
d. Pelayanan yang koordinatif dan kolaboratif
e. Penanganan personal bagi setiap pasien sebagai bagian integral dari
keluarganya
f. Pelayanan yang mempertimbangkan keluarga, lingkungan kerja, dan
lingkungan tempat tinggalnya
g. Pelayanan yang menjunjung tinggi etika dan hukum
h. Pelayanan yang sadar biaya dan sadar mutu
i. Pelayanan yang dapat diaudit dan dapat dipertangungjawabkan
Ciri pelayanan kedokteran yang baik adalah:
a. Terstruktur (Stuctured)
b. Berkeadilan (Equity)
c. Merata (Equality)
d. Terjangkau (Affordable)
e. Aman (Safe)
f. Bermutu (Quality)
g. Dalam Satu Kesisteman (Terpadu)
Pelayanan yang disediakan dokter keluarga bersifat holistik, komprehensif,
dan berkesinambungan. Holistik berarti menyeluruh, yaitu peduli bahwa pasien
adalah seorang manusia seutuhnya yang terdiri dari fisik, mental, sosial dan
spiritual, serta berkehidupan di tengah lingkungan fisik dan sosialnya. Sedangkan
pelayanan komprehensif adalah pelayanan yang memasukkan pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan (promotive), pencegahan penyakit dan proteksi khusus
(preventive & spesific protection), pemulihan kesehatan (curative), pencegahan
kecacatan (disability limitation) dan rehabilitasi setelah sakit (rehabilitation)
dengan memperhatikan kemampuan sosial serta sesuai dengan mediko legal etika

6
kedokteran. Pelayanan yang disediakan dokter keluarga merupakan pelayanan
berkesinambungan, yang melaksanakan pelayanan kedokteran secara efektif
efisien, proaktif dan terus menerus demi kesehatan pasien.14
Lingkup layanan kedokteran keluarga berupa penilaian status kesehatan
pribadi, program proaktif pengendalian penyakit/kondisi khusus, pendidikan
kesehatan, imunisasi, pemeliharaan kesehatan bayi dan anak balita, pemeliharaan
kesehatan anak usia sekolah, pemeliharaan kesehatan wanita dan kesehatan
reproduksi, pemeliharaan kesehatan lansia, pemeriksan ante & postnatal,
konsultasi dan pengobatan, tindakan medis, konseling, penunjang diagnostik,
layanan kesehatan gigi dan mulut, rehabilitasi medik, kunjungan rumah,
perawatan di rumah, kunjungan ke rumah sakit, layanan gawat darurat,
ambulan.14
Standar pelayanan doker keluarga :
1. Standar pemeliharaan kesehatan di klinik
a. Standar pelayanan paripurna
Pelayanan yang disediakan dokter keluarga adalah pelayanan medis
strata pertama untuk semua orang yang bersifat paripurna (comprehensive),
yaitu termasuk pemeliharaan dan peningkatan kesehatan (promotive),
pencegahan penyakit dan proteksi khusus (preventive & spesific
protection), pemulihan kesehatan (curative), pencegahan kecacatan
(disability limitation) dan rehabilitasi setelah sakit (rehabilitation) dengan
memperhatikan kemampuan sosial serta sesuai dengan mediko legal etika
kedokteran.
b. Standar pelayanan medis
Pelayanan yang disediakan dokter keluarga merupakan pelayanan
medis yang melaksanakan pelayanan kedokteran secara lega artis. Meliputi
anamnesis, pemeriksaan fisik & pemeriksaan penunjang, penegakkan
diagnosis & diagnosis banding, prognosis, konseling, konsultasi, rujukan,
tindakan, pengobatan rasional, dan pembinaan keluarga.
c. Standar pelayanan menyeluruh

7
Pelayanan yang disediakan dokter keluarga bersifat menyeluruh,
yaitu peduli bahwa pasien adalah seorang manusia seutuhnya yang terdiri
dari fisik, mental, sosial dan spiritual, serta berkehidupan di tengah
lingkungan fisik dan sosialnya.
d. Standar pelayanan terpadu
Pelayanan yang disediakan dokter keluarga bersifat terpadu, selain
merupakan kemitraan antara dokter dengan pasien pada saat proses
penatalaksanaan medis, juga merupakan kemitraan lintas program dengan
berbagai institusi yang menunjang pelayanan kedokteran, baik dari formal
maupun informal.
e. Standar pelayanan bersinambung
Pelayanan yang disediakan dokter keluarga merupakan pelayanan
bersinambung, yang melaksanakan pelayanan kedokteran secara efektif
efisien, proaktif dan terus menerus demi kesehatan pasien.
2. Standar perilaku dalam praktik
a. Standar perilaku terhadap pasien
Pelayanan dokter keluarga menyediakan kesempatan bagi pasien
untuk menyampaikan kekhawatiran dan masalah kesehatannya, serta
memberikan kesempatan kepada pasien untuk memperoleh penjelasan
yang dibutuhkan guna dapat memutuskan pemilihan penatalaksanaan yang
akan dilaksanakannya.
b. Standar perilaku dengan mitra kerja di klinik
Pelayanan dokter keluarga mempunyai seorang dokter keluarga
sebagai pimpinan manajemen untuk mengelola klinik secara profesional
dan harus dapat bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain sebagai tim.
c. Standar perilaku dengan sejawat
Pelayanan dokter keluarga harus dapat menghormati dan menghargai
pengetahuan, ketrampilan dan kontribusi kolega lain baik itu dengan
profesi lain dan terutama dengan dokter sejawat dalam pelayanan
kesehatan dan menjaga hubungan baik secara profesional.

8
d. Standar pengembangan ilmu dan keterampilan baik.
Pelayanan dokter keluarga selalu berusaha mengikuti kegiatan-
kegiatan ilmiah guna memelihara dan menambah ketrampilan praktik serta
meluaskan wawasan pengetahuan kedokteran sepanjang hayatnya.
e. Standar partisipasi dalam kegiatan masyarakat di bidang kesehatan
Pelayanan dokter keluarga selalu berusaha berpartisipasi aktif dalam
segala kegiatan peningkatan kesehatan disekitarnya dan siap memberikan
pendapatnya pada setiap kondisi kesehatan di daerahnya.
3. Standar pengelolaan praktik
a. Standar sumber daya manusia
Dalam pelayanan dokter keluarga, selain dokter keluarga, juga
terdapat petugas kesehatan seperti perawat atau bidan dan pegawai lainnya
yang sesuai dengan latar belakang pendidikan atau pelatihannya.
b. Standar manajemen keuangan
Pelayanan dokter keluarga mengelola keuangannya dengan
manajemen keuangan profesional.
c. Standar manajemen klinik
Pelayanan dokter keluarga dilaksanakan pada suatu tempat
pelayanan yang disebut klinik dengan manajemen yang profesional.
4. Standar sarana dan prasarana
a. Standar fasilitas praktikPelayanan dokter keluarga memiliki fasilitas
pelayanan kesehatan strata pertama yang lengkap serta beberapa fasilitas
pelayanan tambahan sesuai dengan kebutuhan masyarakat sekitarnya.
b. Standar peralatan klinik
Pelayanan dokter keluarga memiliki peralatan klinik yang sesuai
dengan fasilitas pelayanannya yaitu pelayanan kedokteran di strata pertama
(tingkat primer).

9
B. Diare
B.1 Definisi Diare
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih
dari 200 gram atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu
buang air besar encer lebih dari tiga kali perhari. Buang air besar encer tersebut
dapat/tanpa disertai lendir dan darah.9
Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Sedangkan definisi
lainnya adalah diare akut didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair/lembek dengan
jumlah lebih banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari. Diare kronik adalah
diare yang berlangsung lebih dari 15 hari.7

B.2 Epidemiologi Diare


Diare akut merupakan penyebab serius dari mortalitas dan morbiditas di seluruh
5 3
dunia. Telah terjadi 2,5 juta kematian tiap tahunnya terkait dengan diare. Diare
sendiri merupakan penyebab kematian tersering ketujuh di negara berkembang, setelah
penyakit jantung iskemik, stroke, HIV AIDS, masalah perinatal dan penyakit paru
6
obstruktif kronik.
Sebuah survei di Amerika Serikat tentang diare akut, menunjukkan kasus diare
berkembang pada masing-masing individu sebanyak 0,72 kali dan menghasilkan 200
6
juta kasus penyakit tiap tahunnya. Dari penelitian ini, didapatkan dari 41 juta kasus
diare akut yang berobat, terdapat 6,6 juta kasus yang melakukan tes tinja untuk
penegakan diagnosisnya, dan terdapat 3,6 juta kasus yang harus dirawat di rumah
6
sakit.
Beberapa menyebutkan diare merupakan masalah kesehatan serius, bahkan di
negara maju walaupun tidak memiliki angka mortalitas yang tinggi, namun
7
meningkatkan angka rawat inap dan biaya kesehatan.

10
6
Tabel 1. Epidemiologi diare di negara maju dan negara berkembang
Kejadian tiap Estimasi kasus diare Rawat inap Kematian
tahun akut
Amerika serikat 375 juta kasus 900.000 kasus 6.000 kasus
Negara 1,5 juta kasus 1,5-2 juta
berkembang kasus terutama
pada anak < 5
tahun

Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara


berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitas-nya yang masih
5
tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan
5
dari tahun 2000 sampai 2010 terlihat kecenderungan insidens naik. Pada tahun 2000
insidensi penyakit diare 301/ 1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374 /1000
penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 /1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi
5
411/1000 penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih sering terjadi. Pada
tahun 2008 terjadi KLB di 69 Kecamatan dengan jumlah kasus 8133 orang, kematian
5
239 orang. Tahun 2009 terjadi KLB di 24 Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756
orang, dengan kematian 100 orang, sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33
5
kecamatan dengan jumlah penderita 4204 dengan kematian 73 orang.
Prevalensi diare klinis adalah 9,0% (rentang: 4,2% - 18,9%), tertinggi di
Provinsi NAD (18,9%) dan terendah di DI Yogyakarta (4,2%). Beberapa provinsi
mempunyai prevalensi diare klinis >9% (NAD, Sumatera Barat, Riau, Jawa Barat,
Jawa Tengah, Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tengara Timur, Kalimantan
5
Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Papua Barat dan Papua).

11
B.3 Klasifikasi :
1. Berdasarkan durasinnya, diare diklasifikasikan menjadi :
Diare akut (<14 hari)
Diare kronis (>14 hari)
Menurut WHO (2005) diare dapat diklasifikasikan kepada: 1. Diare akut, yaitu
diare yang berlangsung kurang dari 14 hari. 2. Disentri, yaitu diare yang disertai dengan
darah. 3. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari. 4. Diare yang
disertai dengan malnutrisi berat (Simatupang, 2004).
2. Mekanisme patofisiologi: osmotik atau sekretorik dll,
3. Penyebab infeksi atau tidak: infeksi atau non-infeksi dan
4. Penyebab organik atau tidak: organik atau fungsional.9

B.4. Etiologi dan Faktor Risiko


Diare akut disebabkan oleh banyak penyebab antara lain infeksi (bakteri,
parasit, virus), keracunan makanan, efek obat-obatan dan lain-lain.9
Faktor-faktor penyebab diare :
1. Faktor Infeksi
Infeksi merupakan penyebab utama diare akut, baik oleh bakteri, virus maupun
parasit. Penyebab lain timbulnya diare akut adalah toksin dan obat, nutrisi enteral
yang diikuti puasa yang lama, kemoterapi,impaksi fekal (overflow diarrhea) atau
berbagai kondisi lain. Dari penelitian pada tahun1993-1994 terhadap 123 pasien
dewasa yang menderita diare akut, penyebab terbanyak hasil infeksi bakteri E.coli
(38.29%), V.cholerae Ogawa (18.29%), Aeromonas. Sp (14.29%). 7
Tabel 2. Perbedaan Diare Infeksi dan Non-Infeksi
Diare oleh sebab infeksi Diare oleh sebab non-infeksi
1. Bakteri 1.Defek Anatomi
Shigela, Salmonella, E.colli, Vibrio  Short Bowel Syndrome
cholera, Staphylococcus aureus,  Penyakit Hirchsprung
Campilobacter aeromonas 2. Malabsorbsi
2. Virus  Defisiensi disakaridase
Rotavirus, Norwalk, Norwalk like  Cholestasis
agent, Adenovirus

12
3. Parasit 3.Alergi
Protozoa : Entamoeba histolytica,  Alergi susu sapi
Giardia lamblia, Balantidium coli, 4.Keracunan makanan
Cacing : Ascaris, Trichiuris  Logam berat
trichiura  Mushroom
Jamur : Candida 5.Vitamin C terlalu tinggi
6. fruktosa berlebih

2. Faktor Umur
3. Faktor Status Gizi
4. Faktor Lingkungan  sanitasi dasar, sarana air bersih, limbah dan sampah, serta
jamban keluarga
5. Faktor Susunan Makan  yang mempengaruhi angka kejadian diare adalah adanya
antigen, osmolaritas terhadap cairan, malabsorpsi, dan mekanik.
Cara penularan diare melalui cara faecal-oral yaitu melalui makanan atau
minuman yang tercemar kuman atau kontak langsung tangan penderita atau tidak
langsung melalui lalat ( melalui 5F = faeces, flies, food, fluid, finger).
Faktor risiko terjadinya diare adalah:
1. Faktor perilaku

2. Faktor lingkungan
Faktor perilaku antara lain:
a. Tidak memberikan Air Susu Ibu/ASI (ASI eksklusif), memberikan Makanan
Pendamping/MP ASI terlalu dini akan mempercepat bayi kontak terhadap kuman

b. Menggunakan botol susu terbukti meningkatkan risiko terkena penyakit diare


karena sangat sulit untuk membersihkan botol susu

c. Tidak menerapkan Kebiasaaan Cuci Tangan pakai sabun sebelum memberi


ASI/makan, setelah Buang Air Besar (BAB), dan setelah membersihkan BAB
anak

d. Penyimpanan makanan yang tidak higienis


Faktor lingkungan antara lain:

13
a. Ketersediaan air bersih yang tidak memadai, kurangnya ketersediaan Mandi Cuci
Kakus (MCK)

b. Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk

Disamping faktor risiko tersebut diatas ada beberapa faktor dari penderita yang
dapat meningkatkan kecenderungan untuk diare antara lain: kurang gizi/malnutrisi
terutama anak gizi buruk, penyakit imunodefisiensi/imunosupresi dan penderita
campak.5

Gambar 1. Peta konsep etiologi diare dari segi IKM

Diare akibat infeksi ditularkan secara fekal oral. Hal ini disebabkan makanan
atau minuman yang masuk terkontaminasi tinja ditambah ekskresi yang buruk,
makanan yang tidak matang bahkan disajikan tanpa dimasak. Penularannya adalah
melalui transmisi orang ke orang melalui aerosolisasi, tangan yang terkontaminasi
(Clostridium difficile), atau melalui aktifitas seksual.7
Faktor penyebab yang mempengaruhi patogenesis antara lain penetrasi yang
merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi

14
cairan di usus serta daya lekat kuman. Kuman tersebut membentuk koloni yang dapat
menginduksi diare. Patogenesis diare yang disebabkan karena infeksi bakteri terbagi
dua, yaitu :
1. Bakteri noninvasif (enterotoksigenik)
Toksin yang diproduksi bakteri akan terikat pada usus halus namun tidak merusak
mukosa. Bakteri yang termasuk golongan ini adalah V. cholera, Enterotoksigenik
E.coli, C.perfingers, S.aureus, dan vibrio-nonaglutinabel. Secara klinis, diare
berupa cairan dan meninggalkan dubur seara deras dan banyak. Keadaan seperti ini
disebut diare sekretorik isotonik voluminal.
2. Bakteri enteroinvasif
Diare yang menyebabkan kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi dan
bersifat sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat bercampur lender dan darah. Bakteri
yang termasuk golongan ini adalah enteroinvasive E.coli, S.paratyphi B,S.
typhimurium, S.enteriditis, S. choleraesuis, Shigela, Yersinia dan C.perfingers Tipe
C. 9

Penyakit diare sebagian besar (75%) disebabkan oleh kuman seperti virus dan
bakteri. Penularan penyakit diare melalui orofekal terjadi dengan mekanisme berikut
ini:
1. Melalui air yang merupakan media penularan utama. Diare dapat terjadi bila
seseorang menggunakan air minum yang sudah tercemar, baik tercemar dari
sumbernya, tercemar selama perjalanan sampai ke rumah-rumah, atau tercemar
pada saat disimpan di rumah. Pencemaran di rumah terjadi bila tempat penyimpanan
tidak tertutup atau apabila tangan yang tercemar menyentuh air pada saat
mengambil air dari tempat penyimpanan.
2. Melalui tinja terinfeksi. Tinja yang sudah terinfeksi mengandung virus atau bakteri
dalam jumlah besar. Bila tinja tersebut dihinggapi oleh binatang dan kemudian
binatang tersebut hinggap di makanan, maka makanan itu dapat menularkan diare
ke orang yang yang memakannya.
3. Faktor-faktor yang meningkatkan risiko diare adalah:

15
a. Pada usia 4 bulan bayi sudah tidak diberi ASI ekslusif lagi. (ASI ekslusif adalah
pemberian ASI saja sewaktu bayi berusia 0-4 bulan). Hal ini akan meningkatkan
risiko kesakitan dan kematian karena diare, karena ASI banyak mengandung zat-
zat kekebalan terhadap infeksi.
b. Memberikan susu formula dalam botol kepada bayi. Pemakaian botol akan
meningkatkan risiko pencemaran kuman, dan susu akan terkontaminasi oleh
kuman dari botol. Kuman akan cepat berkembang bila susu tidak segera
diminum.
c. Menyimpan makanan pada suhu kamar. Kondisi tersebut akan menyebabkan
permukaan makanan mengalami kontak dengan peralatan makanan yang
merupakan media yang sangat baik bagi perkembangan mikroba.
d. Tidak mencuci tangan pada saat memasak, makan, atau sesudah buang air besar
(BAB) akan memungkinkan kontaminasi langsung.10

B.6. Patofisiologi :
Diare dapat disebabkan karena salah satu atau beberapa mekanisme dibawah ini :
1. Diare osmotik :
Jika bahan makanan tidak dapat diabsorpsi dengan baik di usus halus, maka tekanan
osmotik intralumen meingkat sehingga menarik cairan plasma ke lumen. Jumlah cairan
yang bertambah melalui kemampuan reabsopsi kolon menyebabkan terjadinnya diare
yang cair. Diare akan berhenti bila pasien puasa. Penyebab dari diare ini bisa karena
intoleransi laktosa, konsumsi laksatif atau antasida yang mngandung magnesium.
Diare osmotik ditegakkan bila osmotic gap feses > 125mosmol/kg (normal
<50mosmol/kg). Osmotic gap dihitung dengan cara Osmolaritas serum (290
mosmol/kg)-[2x(konsentrasi natrium + kalium feses)].

2. Diare Sekretorik
Diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan elektrolit dari usus,
menurunnya absorpsi. Akibat gangguan transpor elektrolit dan cairan melewati mukosa

16
enterokolon. Menyebabkan sekresi berlebih atau absorbsi berkurang. Penyebabnya
bisa toksin bakteri (misal kolera), penggunaan laksatif non osmotik, reseksi usus,
penyakit mukosa usus, dan lainnya. Diare ini memiliki khas yaitu tinja dengan volume
yang banyak sekali disertai perut keram dengan atau tanpa demam. Diare tipe ini tetap
berlangsung walaupun dipuasakan. Penyebab dari diare tipe ini adalah infeksi Vibrio
cholerae, Escherichia coli, reseksi ileum.
Diare yang disebabkan oleh toksin kolera secara langsung menstimulasi
sekresi elektrolit dan cairan yang berlebihan dari kripta ileum dan kolon. Jumlah
ciaran bisa mencapai 10 sampai 12 liter per hari, dimana kolon biasanya hanya
dapat merearbsorbsi maksimum sampai 8 liter per hari.

3. Diare eksudatif/Inflamatory :
Terjadi akibat inflamasi dan kerusakan mukosa usus. Diare dapat disertai
malabsopsi lemak, cairan dan elektrolit serta hipersekresi dan hipermotilitas akibat
pelepasan sitokin pro-inflamasi. Penyebabnya :
1. Infeksi bakteri yang bersifat infasif seperti Campylobacter Jejuni, Shigella,
Salmonella Yersinia, Enterocolica, Enteroinvasive Escherecia coli (EIEC),
Clostridium dificile atau infeksi amuba;
2. Non ifeksi berupa : gluten sensitive enteropathy, inflamatory bowel disease,
atau radiasi.
Karakteristik berupa feses dengan pus, mukus, atau darah karena kerusakan
mukosa. Analisis feses menunjukan leukosit, fecal
lactoferrin dan Calciprotektin positif. Gejala biasanya disertai tenesmus, nyeri dan
demam.

4. Diare Dismotilitas :
Disebabkan dismotilitas usus sehingga waktu transit di usus memendek dan
absorbsi berkurang atau disebabkan neuromiopati yang menyebabkan statis dan

17
terjadiovergrowth bakteri. Karakteristik mirip dengan diare sekretorik, namun dapat
disertaisteatorrhea ringan. Penyebab bisa hipertiroidisme, sindrom karsinoid, obat-
obatan prokinetik, diabetes miletus, dan irritable bowel syndrome.

B.7. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.

Anamnesis
Keluhan diare biasanya berlangsung kurang dari 15 hari. Pasien dengan diare
akut infektif datang dengan keluhan khas yaitu nausea, muntah, nyeri abdomen, demam
dan tinja yang sering, bisa air, malabsortif, atau berdarah tergantung bakteri patogen
yang spesifik. Pasien yang memakan toksin atau pasien yang mengalami infeksi
toksigenik secara khas mengalami nausea dan muntah sebagai gejala prominen
bersamaan dengan diare air tetapi jarang mengalami demam. Muntah yang mulai
beberapa jam dari masuknya makanan mengarahkan kita pada keracunan makanan
karena toksin yang dihasilkan.

Tabel 3. Petunjuk DiagnosisDiare Akut


Riwayat Patogen Potensial/ Etiologi
Tidak demam, nyeri perut dengan diare berdarah Shiga toxin Escherichia coli
Tinja berdarah Salmonella, Shigella, Yersinia,
campilobacter, Clostridium defficile,
Entamoeba histolitica, Shiga toxin E.
Coli
Riwayat berkemah, mengonsumsi air yang tidak bersih Giardia
Mengonsumsi makanan yang terkontaminasi
Nasi goreng Bacillus cereus
Daging sapi mentah atau biji kecambah Shiga toxin E. Coli
Susu mentah Salmonella, Campilobacter, Shiga
toxin E. Coli

18
Makanan laut, terutama kerang mentah atau setengah Vibrio cholerae, Vibrio haemoliticus
matang
Daging sapi, babi, ungas yang setengah matang Staphylococcus aureus,Clostridium
perfringens, salmonella, Listeria, Shia
toxin E. coli, Camplilobacter,
Yersinia, B. Cereus
Paparan ke tempat kesehatan Rotavirus, Giardia, Cryptosporidium,
Shigella
Kontak seksual fekal-oral Shigella, Salmonella, Campilobacter,
Protozoa
Imunosupresi,Imunodefisiensi Cryptosporidium, Microsporida,
Isospora, Cytomegalovirus,
Mycobacterium avium-intracellulare
complex, Listeria

Kondisi medis terkait diare Endokrin: Hipertiroid, insufisiensi


adrenokortikal tumor karsinoid,
kanker tiroid medular
Gastrointestinal: kolitis ulseratif, Crohn
disease, irritable bowel syndrome,
celiac disease, Intoleransi laktosa,
kolitis iskemik, kanker kolorektal,
short bowel syndrome, malabsorpsi,
gastrinoma, VIPoma, sumbatan usus
Lain:Appendisitis,divertikulitis,
Imunodefisiensi,infeksi sitemik,
amyloidosis, adneksitis
Terapi medis terkait diare Antibiotik Spektrum luas, laksatif,
kemoterapi, terapi radiasi
pelvis,kolkisin
Jarang terjadi: golongan PPI,
manitol,NSAID, litium, agen penurun
kolesterol
Diare persisten dengan penurunan berat badan Giardia, cyclospora, cryptosporidium
Kehamilan Listeria
Riwayat penggunaan antibiotik C. defficile
Praktik seksua anal dengan atau tanpa nyeri rektal/ proktitis Herpes simpleks,
Chlamydia,Gonorrhea, Syphllis

19
Nyeri rektal atau proktitis Campilobacter, Salmonella, Shigella,
E. histolitica, C. Difficile, Giardia
Tinja seperti air cucian beras Vibrio cholerae
Beberapa orang dengan onset akut dan paparan makanan Keracunan makanan
Onset 6 jam: Staphylococcus, B.
Cereus
Onset dalam 8-16 jam:C. Perfringens
type A
Riwayat bepergian Enterotoxigenic E. coli
Patogen lain bisa ada, disebabkan oleh
sumber air yang terkontaminasi,
makanan yang tidak bersih

Pemeriksaan Fisik
Kelainan-kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik sangat berguna
dalam menentukan beratnya diare daripada menentukan penyebab diare. Status volume
dinilai dengan memperhatikan perubahan ortostatik pada tekanan darah dan nadi,
temperatur tubuh dan tanda toksisitas. Pemeriksaan abdomen yang seksama merupakan
hal yang penting. Adanya kualitas bunyi usus dan adanya atau tidak adanya distensi
abdomen dan nyeri tekan merupakan ”clue” bagi penentuan etiologi.

Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien yang mengalami dehidrasi atau toksisitas berat atau diare
berlangsung lebih dari beberapa hari, diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan tersebut antara lain pemeriksaan darah tepi lengkap (hemoglobin,
hematokrit, leukosit, hitung jenis leukosit), kadar elektrolit serum, ureum, dan
kreatinin, pemeriksaan tinja dan pemeriksaan Enzym-linked immunosorbent assay
(ELISA) mendeteksi giardiasis dan test serologic amebiasis dan foto x-ray abdomen.9
1. Pemeriksaan Tinja (Mikroskopik)
Pemeriksaan mikroskopik tinja seharusnya dilakukan pada setiap kasus.4
Dalam kenyataannya, pemeriksaan ini mungkin tidak selalu dapat dipraktikkan,
mengingatkan penegakan kausa pasti dari diare termasuk mahal, dan kebanyakan kasus

20
diare yang tidak berat tidak butuh pemeriksaan tinja. Pemeriksaan ini haruslah
dilakukan pada pasien dengan risiko tinggi dimana identifikasi patogen menjadi
penting. Di sisi lain, terdapat kriteria pemeriksaan seperti: diare dengan demam tidak
kurang dari 38,5 0 C, riwayat perawatan di rumah sakit dengan pemakaian antibiotik,
pasien dengan dehidrasi, kecurigaan kolera dan disentri. Pemeriksaan tinja harus
dilakukan cepat setelah tinja sampel tinja dikumpulkan. Pemeriksaan mikroskopik
membutuhkan 4 jam maksimal untuk dilakukan, sedangkan kultur dengan medium
memiliki waktu 12 jam untuk pemeriksaan yang standar .mengingat diare akut hanya
ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik saja.5
Deteksi mikroskopik sel darah merah dan sel darah putih lebih dari 20 per
lapangan pandang besar merupakan nilai prediksi positif awal pada kasus-kasus diare
berdarah.4 Pada kasus diare berdarah yang bersifat kasar, pemeriksaan tinja dapt
membedakan penyebab antara patogen Shigella atau Amoeba.4
Pasien yang telah mendapat pengobatan antibiotik dalam 3 bulan sebelumnya
atau mengalami diare di rumah sakit sebaiknya diperiksa tinja untuk pengukuran toksin
clostridium defficile.9

2. Pemeriksaan laboratorium
Pada pasien yang mengalami dehidrasi atau toksisitas berat atau diare yang
berlangsung lebih dari beberapa hari, diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang,
berupa pemeriksaan darah tepi lengkap (hemoglobin, hematokrit, leukosit, hitung jenis
leukosit), kadar elektrolit serum, ureum dan kreatinin.9
Pasien dengan diare karena virus, biasanya memiliki jumlah dan hitung jenis leukosit
yang normal atau limfositosis.9 Pasien dengan infeksi bakteri terutama pada infeksi
bakteri yang invasif ke mukosa, memiliki leukositosis dengan kelebihan leukosit muda.
Sedangkan, pada kasus salmonellosis, bisa terjadi neutropenia.9
Ureum dan kreatinin diperiksa untuk memeriksa adanya kekurangan volume
cairan dan mineral dalam tubuh.9

21
3. Tes Berpuasa
Tes ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada intoleransi maupun alergi
makanan yang menyebabkan pasien mengalami diare.8 Pemeriksa akan menganjurkan
pasien menghindari makanan tertentu yang mengandung karbohidrat, laktosa, padi-
padian, ataupun bahan makanan lain untuk melihat apakah ada perbaikan diare
terhadap perubahan diet.8
4. Sigmoidoskopi/ kolonoskopi
Pada pasien dengan kasus diare berdarah dengan pengobatan antibiotik empiris
tapi tidak mengalami perbaikan penggunaan sigmoidoskopi maupun kolonoskopi
seharusnya dilakukan.4
Pada pasien AIDS yang mengalami diare, kolonoskopi dipertimbangkan karena
kemungkinan penyebab infeksi atau limfoma di daerah kolon. Biopsi mukosa
sebaiknya dilakukan jika mukosa terlihat inflamasi berat.9

B.8. Penatalaksanaan Diare


Rehidrasi
Aspek paling penting dari terapi diare adalah untuk menjaga hidrasi yang
adekuat dan keseimbangan elektrolit selama episode akut. Ini dilakukan dengan
rehidrasi oral, dimana harus dilakukan pada semua pasien kecuali yang tidak dapat
minum atau yang terkena diare hebat yang memerlukan hidrasi intavena yang
membahayakan jiwa. Idealnya, cairan rehidrasi oral harus terdiri dari 3,5 g Natrium
klorida, dan 2,5 g Natrium bikarbonat, 1,5 g kalium klorida, dan 20 g glukosa per liter
air. Cairan seperti itu tersedia secara komersial dalam paket-paket yang mudah
disiapkan dengan mencampurkan dengan air. Jika sediaan secara komersial tidak ada,
cairan rehidrasi oral pengganti dapat dibuat dengan menambahkan ½ sendok teh garam,
½ sendok teh baking soda, dan 2 – 4 sendok makan gula per liter air. Dua pisang atau
1 cangkir jus jeruk diberikan untuk mengganti kalium. Pasien harus minum cairan
tersebut sebanyak mungkin sejak mereka merasa haus pertama kalinya. Jika terapi intra
vena diperlukan, cairan normotonik seperti cairan saline normal atau laktat Ringer
harus diberikan dengan suplementasi kalium sebagaimana panduan kimia darah. Status

22
hidrasi harus dimonitor dengan baik dengan memperhatikan tanda-tanda vital,
pernapasan, dan urin, dan penyesuaian infus jika diperlukan. Pemberian harus diubah
ke cairan rehidrasi oral sesegera mungkin.6
Jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang keluar
dari badan. Kehilangan cairan dari badan dapat dihitung dengan memakai cara :
 BJ plasma, dengan memakai rumus :

Kebutuhan cairan = BJ Plasma – 1,025 X Berat badan (Kg) X 4 ml


0,001
 Metode Pierce berdasarkan keadaan klinis :
- Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan 5% X KgBB
- Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan 8% X KgBB
- Dehidrasi berat, kebutuhan cairan 10% X KgBB
 Metode Daldiyono berdasarkan keadaan klinis yang diberi penilaian/skor (tabel 1)
Tabel 1. Skor Daldiyono
- rasa haus/muntah (1)
- Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg (1)
- Tekanan darah sistolik < 60 mmHg (2)
- Frekwensi Nadi> 120 x/menit (1)
- kesadaran apatis (1)
- Kesadaran somnolen, sopor atau koma (2)
- Frekwensi nafas > 30 x/menit (1)
- Facies cholerica (2)
-Voxcholerica (2)
- Turgor kulit menurun (1)
- Washer’s woman’s hand (1)
- Ekstremitas dingin (1)
-Sianosis (2)
- Umur 50-60 tahun (-1)
- Umur> 60 tahun (-2)

23
Kebutuhan cairan = Skor X 10% X KgBB X 1 liter
15
Bila skor kurang dari 3 dan tidak ada syok, maka hanya diberikan cairan peroral
(sebanyak mungkin sedikit demi sedikit). Bila skor lebih atau sama 3 disertai syok
diberikan cairan per intravena.9

Antibiotik
Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi,
karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian anti biotik.
Pemberian antibiotik di indikasikan pada : Pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi
seperti demam, feses berdarah,, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan
kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare
pada pelancong, dan pasien immunocompromised. Obat pilihan yaitu kuinolon (missal
siprofloksasin 500 mg 2 x/hari selama 5-7 hari). Obat ini baik terhadap bakteri
pathogen invasif termasuk Campylobacter, Shigella, Salmonella, Yersinia, dan
Aeromonas species. Sebagai alternatif yaitu kotrimoksazol. Metronidazol 250 mg 3
x/hari selama 7 hari diberikan bagi yang dicurigai giardiasis.9

Obat Antidiare
Obat antimotilitas seperti loperamid terbukti menurunkan gejala diare dan
penyembuhan secara klinis dalam 24 sampai 48 jam dengan disertai pemberian
antibiotik pada kasus tertentu seperti traveler’s diarrhea. Loperamid
merupakan opiat sintetik yang bekerja pada otot polos usus yang menyebabkan
perlambatan dari gerakan usus sehingga memberikan waktu lebih untuk
rearbsorbsi air dan elektrolit.5 Pemberian loperamid dimulai dari 4mg kemudian
dilanjutkan 2 mg setiap kali diare dengan dosis maksimum 8 mg
sehari.5Loperamid memiliki beberapa kontraindikasi pemberian, yaitu pada
kasus diare berlendir darah, pada pasien dengan sistem imun menurun, risiko
sepsis maupun orang lanjut usia dengan penyakit paru kronik. 1

24
Pemberian loperamid dikombinasikan dengan simetikon terbukti dengan cepat
mengurangi gejala pada kasus-kasus diare akut nonspesifik dengan tuntas.1

Probiotik
Probiotik mempunyai manfaat berupa menstimulasi sistem imun dan
berkompetisi pada binding site di sel epitel usus. Walaupun banyak jenis spesies
yang tergolong probiotik, namun butuh penelitian lebih lanjut untuk
mengetahui efek probiotik dengan strain yang lebih spesifik lagi yang efektif
pada kasus diare dewasa.1,5

Suplementasi Seng
Penelitian pada anak menyarankan suplementasi seng (20 mg sehari selama
10 hari) sangat bermanfaat untuk penyembuhan dan pencegahan diare akut,
khususnya pada negara berkembang.Penelitian ini juga butuh dievaluasi,
tentang pemakaian suplementasi seng pada populasi dewasa.5

Diet
Pasien diare tidak dianjurkan puasa, kecuali bila muntah-muntah hebat. Pasien
dianjurkan justru minum minuman sari buah, teh, minuman tidak bergas, makanan
mudah dicerna seperti pisang, nasi, kripik dan sup. Susu sapi harus dihindarkan karena
adanya defisiensi laktase transien yang disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri.
Minuman berkafein dan alkohol harus dihindari karena dapat meningkatkan motilitas
dan sekresi usus.9

B.9. Komplikasi
Kebanyakan penderita diare sembuh tanpa mengalami komplikasi, tetapi
sebagian kecil mengalami komplikasi dan dehidrasi, kelainan elektrolit atau
pengobatan yang diberikan. Adapun komplikasi yang dapat terjadi yaitu hiponatremia
dapat terjadi pada penderita diare yang minum cairan sedikit tidak mengandung
natrium. Penderita gizi buruk mempunyai kecendrungan mengalami hiponatremia.

25
Biasanya terjadi pada diare yang disertai muntah dengan intake cairan makanan
kurang.
Hipokalsemia terjadi jika penggantian kalium selama dehidrasi tidak cukup,
akan terjadi kekurangan kalium yang ditandai dengan kelemahan pada tungkai, ileus,
kerusakan pada ginjal dan aritmia jantung. Asidosis metabolik ditandai dengan
bertambahnya asam atau hilangnya basa cairan ekstraseluler. Sebagai kompensasi
terjadi alkalosis respiratorik, yang ditandai dengan pemafasan yang dalam dan cepat.
Ileus paralitik merupakan komplikasi yang penting dan sering berakibat fatal,
terutama path anak kecil sebagai akibat penggunaan obat antimotilitas yang ditandai
dengan distensi abdomen, muntah, peristaltik usus berkurang atau tidak ada.

26

Anda mungkin juga menyukai