Anda di halaman 1dari 5

PSIKOLOGI PEMBELAJARAN MATEMATIKA

1. Pendahuluan
Saat ini banyak perhatian dan kegiatan tentang pengajaran matematika. Dimana-
mana banyak kegiatan yang telah dikembangkan baik mengenai topik-topik baru maupun
metode-metode pengajaran dan “ ilmu matematika modern “ telah menjadi suatu
semboyan yang menarik ( walaupun sebagian besar topik-topik tersebut telah diuraikan
sejak sebelum peralihan abad)
Banyak pembaca yang beranggapan bahwa matematika di sekolah merupakan mata
pelajaran yang sulit dipahami. Para orang tua siswa yang sependapat dengan gambaran
tersebut merasa bahwa masih dirasakan sama seperti dulu. Namun setiap perubahan tidak
selalu lebih baik, dan pengenalan tentang topik-topik barupun tidak secara otomatis akan
membawa pemahaman yang lebih baik, jika topic-topik tersebut masih diajarkan dengan
menggunakan metode-metode yang belum tepat.
Para pembaharu berusaha menampilkan matematika sebagai perkembangan
logika. Pendekatan ini lebih mengarah pada tujuan bahwa matematika adalah masuk akal
(logis) dan tidak berubah-ubah (konsisten), namun pendekatan ini memiliki dua
kelemahan. Pertama, matematika membingungkan baik secara logis maupun psikologis.
Kedua, pendekatan ini hanya memberikan hasil akhir dari penemuan matematika tetapi
tidak mampu memberikan pengertian kepada peserta didik bahwa proses itu dibuat
dengan memakai penemuan-penemuan matematika. Hal ini menggambarkan pemikiran
matematika bukan berpikir matematis.
Masalah belajar dan mengajar merupakan masalah psikologis, dan sebelum kita
dapat memperbaiki pengajaran matematika terlebih dahulu kita perlu mengetahui
bagaimana matematika itu dipelajari. Buku “Psikologi Pembelajaran Matematika” ini
dibuat sebagai solusi untuk memperbaiki pengajaran matematika. Oleh karena itu penulis
berharap hal ini akan menambah minat tidak saja bagi guru matematika, tapi juga orang
tua siswa dan siapa saja yang tertarik untuk mempelajari matematika.
Buku ini terdiri atas dua bagian yakni bagian A membahas masalah yang dasar
yaitu tentang pengertian psikologi pengajaran matematika dan cara mengatasinya,
sedangkan bagian B menjelaskan pengetahuan-pengetahuan yang dibahas pada bagian A
untuk selanjutnya diterapkan pada bagian matematika yang mendasari serta dipakai untuk
mengilustrasikan lebih luas tentang gagasan yang telah dikembangkan pada bagian A.
Psikologi dan Pembelajaran Manusia
Buku ini memuat dua bidang yaitu psikologi dan matematika, ditulis oleh seorang
matematis sekaligus psikolog, maka akan sangat berharga untuk mendiskusikan
keterkaitan antara kedua bidang kajian ini. Untuk maksud tersebut, perlu dikemukakan
sedikit tentang autobiografi penulis.

Penulis ( Richard R. Skemp) memulai karir professional sebagai guru matematika. Sebagai
tugas awalnya adalah belajar matematika untuk dirinya sendiri kemudian mengajarkan
matematika untuk orang lain. Ia semakin menaruh perhatian terhadap masalah-masalah
yang dialami murid yang memiliki inteligensi tinggi dan kerja keras yang maksimal akan
tetapi tidak dapat mengerjakan matematika. Hal ini tampaknya tidak masuk akal. Kita
ketahui bahwa kemampuan utama yang dibutuhkan untuk mempelajari matematika adalah
kemampuan untuk membentuk dan mengubah ide-ide abstrak, kemampuan inilah yang
sangat terkait dengan apa yang disebut inteligensi. Jadi tampak terdapat kontadiksi
sehingga lama-kelamaan penulis semakin menjadi tertarik dengan masalah-masalah
pembelajaran dan pengajaran. Ini adalah masalah-masalah psikologis dan perlu dikaji
secara lebih mendalam, untuk itu penulis melanjutkan studi di perguruan tinggi dengan
mengambil jurusan psikologi. Setelah itu penulis mendapatkan kesempatan mengadakan
penelitian serta memberikan kuliah psikologi di Manchenster University, dan pilihan
penulis untuk bidang kajian adalah masalah pembelajaran matematika.

Belajar dengan Kebiasaan dan Belajar dengan Kecerdasan


Hal pertama yang muncul dari penelitian ini adalah terlihat adanya perbedaan
secara kualitatif antara dua jenis belajar yang dapat disebut “belajar dengan kebiasaan”
(menghapal) dan “belajar dengan kecerdasan” (belajar yang melibatkan pengertian).
Jenis belajar yang pertama (belajar dengan kebiasaan) dapat ditiru dalam laboratorium
dengan menggunakan tikus atau merpati, dan untuk berbagai alasan (seperti kontrol
eksperimen dengan derajat lebih tinggi), para psikolog kontemporer yang memiliki
pandangan jauh, lebih suka mempelajari jenis belajar seperti ini. Sebagaimana Profesor
Ben Moris menulis, … kebanyakan karya tentang belajar pada umumnya berhubungan
dengan spesies lebih sederhana daripada homo sapiens dan tidak relevan secara signifikan
dengan jenis belajar yang menjadi perhatian pendidikan.
Jenis pembelajaran yang kedua (belajar dengan kecerdasan) adalah dimana
manusia paling unggul dan paling berbeda dengan spesies lainnya. Pikiran seseorang pasti
tidak mengingkari kecerdasan yang dimiliki oleh berbagai jenis hewan, tetapi kecerdasan
spesies manusia adalah sangat jauh lebih tinggi (yang merupakan akibat dari perbedaan
jenis, dan tidak hanya perbedaan derajat). Saat ini, kecerdasan menjadi subyek yang sejak
lama dikemukakan dengan baik dalam penelitian psikologi. Tetapi pengkajian pada bidang
ini juga telah menjadi tinjauan utama psikometri (pengukuran kecerdasan).
Bagi psikolog yang tertarik pada belajar dengan kecerdasan, yang dikatakan
formasi struktur konseptual komunikasi dan manipulasi disebut simbol. Matematika
menawarkan apa yang mungkin paling jelas dan contoh paling terpusat. Pada pengkajian
tentang belajar dan mengerti matematika, kita akan mengkaji pemanfaatan kecerdasan
pada format yang asli dan juga secara luas tersedia

Apakah Intelegensi itu?


Menurut Wiseman, inteligensi adalah suatu daya jiwa untuk dapat menyesuaikan
diri dengan cepat dan tepat dalam situasi yang baru. Menurut Vernon, inteligensi B adalah
gabungan total dari skema atau rencana mental yang disusun melalui hubungan antara
individu dengan lingkungannya asalkan sarana pendukungnya memenuhi.
Dua istilah disini memerlukan penjelasan lebih lanjut yakni “inteligensi B” dan
“Skema”. Skema akan dibahas secara luas di bab III dengan singkat dapat dijelaskan
bahwa Skema (bagan) berarti sama dengan konsep struktur. Intelegensi B adalah istilah
yang pertama kali diperkenalkan oleh Hebb pada tahun1949 yang mengatakan bahwa kata
intelegensi itu hanya meliputi dua arti yakni : (1) potensi yang dimiliki sejak lahir untuk
dikembangkan, suatu bawaan kemampuan otak untuk mengatur syaraf-syaraf dengan baik
dan disebut inteligensi A; (2) mempelajari fungsi otak yang telah berkembang dan
ditentukan suatu tingkat rata-rata pemahaman oleh sebagian atau telah dewasa yang dapat
diamati secara langsung dan disebut inteligensi B. Tetapi intelegensi B merupakan suatu
hipotesis dan perkembangan fungsi otak yang lebih banyak diamati tingkah laku dari pada
intelegensi A, yang merupakan kemampuan alami. Ulasan Hebb menyatakan bahwa inti
dari tulisan ini adalah gambaran tentang ilmu syaraf. Intelegensi (B) telah digunakan
secara luas dalam kontek fungsi mental sebagai aktivitas syaraf.

Matematika dan Intelegensi B


Matematika adalah contoh yang tepat dari inteligensi B, ada dua alasan untuk itu :
(1) pembelajaran matematika memberi contoh yang banyak dan jelas untuk perkembangan
skema; (2) aplikasi dari matematika pada masalah-masalah pengetahuan alam, teknologi
dan ekonomi sangat besar peranannya bahkan mungkin sebagai sarana paling penting
dalam perkembangan mental berkaitan dengan lingkungan sekitar. Jika inteligensi B dalam
fungsinya untuk mengerti, memprediksi, dan mengontrol lingkungan fisik kita, maka
matematika merupakan contoh inteligensi B dalam salah satu perkembangan yang sangat
sukses.

Potensial Yang Tidak Disadari Pada Homo Sapiens


Spesies manusia (homo sapiens) merupakan suatu terobosan baru pada evolusi.
Tetapi mempunyai kecerdasan tertinggal dari keunggulan kita, di dalam kebudayaannya
sebagian besar tidak realistis. Ini bukan pernyataan yang dibesar-besarkan bahwa
perbedaan norma-norma pokok antara perkembangan teknologi dan kenyataan budaya
lebih besar dan lebih primitif. Ada kemajuan bahwa terdapat perbedaan antara yang
terendah dan tertinggi dari jenis binatang lain. Bentuk perbedaan tidak dibedakan
berdasarkan intelegensi A, tetapi dari perbedaan intelegensi B karena keefektifannya
dalam mengontrol lingkungan.
Meskipun pada budaya-budaya tersebut sebagaimana yang dipelajari di sekolah,
perguruan tinggi, media massa dan lain-lain potensi inteligensi A lebih disadari sebagai
pemanfaatan inteligensi B, yang proses pengembangannya hampir seluruhnya lebih
didasari pada tradisi dan opini dari pada ilmu pengetahuan dan penelitian. Jika seandainya
kita menyadari dan sengaja untuk membantu perkembangan intelegensi B, siapa yang
mengetahui kemajuan yang dapat dicapai pada peradaban dimasa depan? Dan jika kita
ingin menemukan cara terbaik untuk melakukannya, apakah kita lebih baik mempelajari
proses dari pada pembelajaran matematika? Kemungkinan jangka panjang dari
penyelidikan yang sedang kita lakukan saat ini sama pentingnya dengan perkembangan
inteligensi B.

Anda mungkin juga menyukai