Anda di halaman 1dari 14

PENGEMBANGAN MULTIMEDIA “RELAKSASI”

Neila Ramdhani
Adhyos Aulia Putra

Abstract

Nowadays, relaxation is becoming a more popular approach in decreasing


tensions of human life. To support this need, the audio tape instruction of Tension-
Relaxation has been developed by the Clinical Psychology Department, Faculty of
Psychology UGM. This has been used not only in helping clients with psychological
stress, anxiety, and depression but also in teaching university students. Two
researches have been conducted to obtain a video (VCD) based instruction of
Tension-Relaxation.
Fifteen tension-relaxation video clips, adapted from the clinical work of
Arnold Lazarus, have been recorded in VCD format. Eight raters, are psychologist
and cinematograph are participated in rating of the clips. The research concluded
that the VCD Multimedia Tension-Relaxation was reliable in guiding exercise via
tension-relaxation.

A. Pengantar

Istilah relaksasi sering digunakan untuk menjelaskan aktivitas yang


menyenangkan. Rekreasi, olah raga, pijat, dan nonton bioskop yang dilakukan
untuk mendapatkan suasana rileks merupakan contoh yang banyak dikaitkan
dengan relaksasi. Oleh karena efek yang dihasilkan adalah perasaan senang,
relaksasi mulai digunakan untuk mengurangi ketegangan, terutama ketegangan
psikis yang berkaitan dengan permasalahan kehidupan.
Penggunaan relaksasi dalam bidang klinis sebetulnya telah dimulai
semenjak awal abad 20, ketika Edmund Jacobson melakukan riset dan
dilaporkannya dalam sebuah buku Progressive Relaxation yang diterbitkan oleh
Chicago University Press pada tahun 1938. Dalam bukunya Jacobson menjelaskan
mengenai hal-hal yang dilakukan seseorang pada saat tegang dan rileks. Pada saat
tubuh dan pikiran rileks, secara otomatis ketegangan –yang seringkali membuat
otot-otot mengencang- akan diabaikan (Zalaquett & McCraw, 2000). Penelitian
Jacobson ini dilanjutkan oleh para pengikutnya diantaranya Benson (dalam
2

Miltenberger, 2004), Benson dan Klipper (dalam Kazdin, 2001), kemudian Bernstein
and Borkovec (dalam Miltenberger, 2004).
Relaksasi ada beberapa macam. Miltenberger (2004) mengemukakan 4
macam relaksasi, yaitu relaksasi otot (progressive muscle relaxation), pernafasan
(diaphragmatic breathing), meditasi (attention-focussing exercises), dan relaksasi
perilaku (behavioral relaxation training). Tulisan ini akan khusus membahas
mengenai relaksasi otot.
Dalam relaksasi otot, individu akan diberi kesempatan untuk mempelajari
bagaimana cara menegangkan sekelompok otot tertentu kemudian melepaskan
ketegangan itu. Bila sudah dapat merasakan keduanya, klien mulai belajar
membedakan sensasi pada saat otot dalam keadaan tegang dan rileks. Untuk
mendapatkan manfaat maksimal, kemampuan membedakan tegang dan rileks ini
perlu dipelajari. Kazdin (2001) mengatakan pada awalnya individu belajar satu
persatu gerakan relaksasi yang diperlukan oleh sekelompok otot melalui petunjuk
tertulis maupun instruksi yang direkam melalui kaset. Setelah tiap gerakan dikuasai
dengan baik, relaksasi dapat dilakukan sehingga menghasilkan kondisi rileks yang
lebih dalam.
Manfaat relaksasi dalam bidang klinis sudah dibuktikan oleh banyak peneliti
di antaranya Jacobson dan Wolpe (dalam Utami, 2002), Davis, Eshelman, & McKay
(dalam Miltenberger, 2004), dan Poppen (Miltenberger, 2004). Di Indonesia
penelitian mengenai relaksasi sudah dilakukan oleh Prawitasari (1998), Utami
(1991), Karyono (1994), dan Dewi (1998). Besarnya manfaat yang dihasilkan dari
latihan relaksasi ini, merupakan salah satu alasan penting untuk mempelajari lebih
jauh lagi teknik ini serta menyusun alat yang tepat untuk dijadikan model untuk
mempelajari gerakan-gerakannya.

B. Relaksasi Otot dan Manfaatnya


Sebelum membahas mengenai relaksasi otot, terlebih dahulu akan
dipaparkan prinsip kerja relaksasi. Relaksasi diciptakan setelah mempelajari sistem
kerja saraf manusia, yang terdiri dari sistem saraf pusat dan sistem saraf otonom.
Sistem saraf pusat berfungsi mengendalikan gerakan-gerakan yang dikehendaki,
misalnya gerakan tangan, kaki, leher, dan jari-jari pada saat tubuh melakukan tugas
tertentu. Sebaliknya, sistem saraf otonom berfungsi mengendalikan gerakan-
gerakan yang otomatis (self governing), misalnya otot-otot halus (pengontrol pupil
3

dan akomodasi lensa mata, dan gairah seksual), proses kardiovaskuler, dan
aktivitas berbagai kelenjar dalam tubuh (Carlson, 1994).
Sistem saraf otonom ini terdiri dari dua subsistem yaitu sistem saraf
simpatetis dan sistem saraf parasimpatetis yang kerjanya saling berlawanan. Sistem
saraf simpatetis lebih banyak aktif ketika tubuh membutuhkan energi. Misalnya pada
saat terkejut, takut, cemas, atau berada dalam keadaan tegang. Pada kondisi
seperti ini, sistem syaraf
Sistem Saraf Manusia
akan memacu aliran
Sist. saraf pusat Sist saraf otonom darah ke otot-otot
skeletal, meningkatkan
Sis. saraf Sis. saraf detak jantung dan kadar
simpatetis Parasimpatetis
gula. Sebaliknya, sistem
saraf parasimpatetis
Bagan 1: Sistem Saraf Manusia
mengontrol aktivitas yang
berlangsung selama penenangan tubuh, misalnya penurunan denyut jantung
setelah fase ketegangan dan menaikkan aliran darah ke sistem gastrointestinal
(Carlson, 1994).
Relaksasi merupakan salah satu teknik pengelolaan diri yang didasarkan
pada cara kerja sistem syaraf simpatetis dan parasimpatetis ini. Teknik relaksasi
semakin sering dilakukan karena terbukti efektif mengurangi ketegangan dan
kecemasan (Jacobson & Wolpe dalam Utami, 2002), membantu orang yang
mengalami insomnia (Friedman et.al. 1991), dan asma (Huntley, et.al., 2002). Di
Indonesia, penelitian tentang relaksasi ini juga sudah cukup banyak dilakukan.
Prawitasari (1988) , melaporkan bahwa relaksasi bermanfaat untuk mengurangi
keluhan fisik. Utami (1991) mengukur efektivitas latihan relaksasi dan terapi kognitif
untuk mengurangi kecemasan berbicara di muka umum”, selanjutnya relaksasi juga
efektif dalam menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi ringan
(Karyono, 1994), dan menurunkan ketegangan pada siswa penerbang (Dewi, 1998).
Begitu banyaknya manfaat yang diberikan oleh latihan relaksasi ini maka
metode Ini sangat baik bila diajarkan pada setiap orang. Untuk dapat mewujudkan
hal ini diperlukan alat bantu atau semacam panduan yang dapat membimbing
seseorang dalam melakukan latihan relaksasi. Alat bantu tersebut tentunya harus
dapat dipahami, diikuti, dan dilakukan dengan mudah sehingga benar-benar
memberikan manfaat terhadap orang yang akan melakukan latihan relaksasi. Selain
4

itu, akan lebih baik lagi jika alat bantu tersebut dapat diperoleh dengan mudah dan
dengan harga yang murah (jika dijual).

C. Pengembangan Model Pelatihan Relaksasi Berbasis Komputer


Panduan pelatihan relaksasi yang sudah ada selama ini berupa instruksi
latihan dalam bentuk tertulis yang merupakan modifikasi dari Lazarus (dalam
Goldfried & Davison, 1976). Instruksi yang dapat dibacakan oleh konselor atau
terapis. Masters (dalam Miltenberger, 2004) juga membuat panduan gerakan yang
lebih rinci, sehingga dapat memudahkan dalam mempelajari gerakan relaksasi ini.
Instruksi dalam bentuk suara (audio) yang direkam dalam kaset (tape) juga banyak
digunakan. Kaset instruksi relaksasi ini telah teruji secara klinis dan digunakan oleh
lebih dari 50 orang klien pada Biro Konsultasi Fakultas Psikologi UGM, di samping
itu kaset ini digunakan pula dalam proses pembelajaran pada beberapa mata kuliah
bagian Psikologi Klinis Fakultas yang sama. Panduan dalam bentuk gambar
bergerak (video) juga sudah pernah dibuat dengan menggunakan video cassette
recorder (VCR) VHS/Beta. Namun diperlukan perawatan dan biaya yang cukup
mahal untuk dapat memperoleh kaset video tersebut.
Perkembangan teknologi multimedia memberikan kemungkinan untuk
membuat sebuah alat bantu pelatihan relaksasi berupa audio-video yang disimpan
dalam media compact disc read only memory (CD-ROM) atau yang biasa dikenal
VCD (video compact disc). Dengan menggunakan media CD-ROM ini ada beberapa
keuntungan yang dapat diperoleh. Keuntungan tersebut antara lain adalah kualitas
gambar dan suara yang lebih bagus karena menggunakan teknologi digital. Selain
itu penggunaan media CD-ROM juga dapat memberikan kemudahan karena
teknologi ini sudah dimiliki oleh masyarakat luas. Dengan alat VCD Player atau
komputer, CD-ROM dapat ditonton dan digunakan. Hal lain yang juga merupakan
keuntungan dari teknologi ini adalah faktor biaya yang cukup murah. Biaya
operasional yang diperlukan untuk pembuatan VCD panduan relaksasi tidak terlalu
mahal, bahkan untuk proses selanjutnya yaitu biaya oprasional penggandaan dapat
dikatakan relatif murah.
Penggunaan video dalam pembelajaran sudah banyak diteliti. White, et.al.
(2000) melaporkan bahwa mahasiswa merasa video sangat membantu dalam
mempelajari listening dan speaking dalam belajar bahasa. Hart & Steven (1995)
menggunakan 14 (empat belas) video sebagai media pembelajaran untuk mata
5

kuliah Pengantar Psikologi. Dalam risetnya, Hart & Steven melaporkan bahwa
sebagian besar mahasiswa sangat menyukai video yang dapat memvisualisasikan
penjelasan dosen pada saat mengajar.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status kelayakan klip VCD
Relaksasi sebagai alat bantu panduan pelatihan relaksasi dan pembelajaran. Klip
VCD yang layak dapat dikembangkan lebih lanjut dan dipelajari oleh setiap orang
yang berminat dalam bidang relaksasi. Kelayakan ini meliputi antara lain
1. Kualitas gambar, apakah kualitas gambar yang ditampilkan oleh alat bantu
tersebut dapat dilihat dengan baik dan jelas
2. Kualitas suara, apakah suara dari alat bantu tersebut dapat didengar dengan
baik dan jelas
3. Kejelasan instruksi, apakah instruksi yang diberikan oleh alat bantu tersebut
jelas dan dapat dipahami
4. Ketepatan gerakan, apakah gerakan-gerakan yang dilakukan dalam proses
relaksasi tepat dan sesuai dengan yang dimaksud
Penelitian ini bersifat studi eksploratif dan merupakan penelitian
pendahuluan. Oleh karena itu pertanyaan penelitiannya adalah apakah VCD
Relaksasi yang disusun ini layak digunakan sebagai alat bantu panduan pelatihan
relaksasi?

D. METODE PENELITIAN
a. Raters
Untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam tentang relaksasi, penulis
melibatkan orang-orang yang memiliki latar belakang pendidikan atau menekuni
bidang yang berkaitan dengan relaksasi dan multimedia sebagai raters. Dengan
asumsi bahwa topik tentang relaksasi dipelajari dan dipraktekkan oleh bidang ilmu
Psikologi terutama Psikologi Klinis, maka peneliti beranggapan bahwa dosen-dosen
Psikologi Klinis merupakan orang yang tepat untk menjadi raters. Dengan kapasitas
sebagai seorang dosen diharapkan dapat diperoleh penilaian (ratings) yang
profesional tentang segala hal yang berkaitan dengan relaksasi. Selanjutnya untuk
penilaian dari sisi multimedia, penelitian ini juga melibatkan praktisi yang menekuni
ilmu dan teknologi di bidang audio visual. Pada penelitian ini penulis bekerja sama
dengan praktisi sinematografi yang secara aktif telah memproduksi berbagai karya
cipta dalam bentuk film.
6

Dosen-dosen Psikologi dan praktisi sinematografi tersebut merupakan


penilai (rater), yang akan menilai kelayakan Video Panduan Pelatihan Relaksasi.
Rater dalam penelitian ini adalah 5 (lima) orang dosen Psikologi dan 3 (tiga) orang
dari praktisi sinematografi. Jumlah raters 8 orang diharapkan dapat mengurangi
kelemahan dari subyektivitas rater dan tidak ada alasan khusus dalam penentuan
jumlah subyek kecuali untuk mempermudah jalannya penelitian.

b. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Lembar Penilaian
Kelayakan. Aspek yang diuji yaitu ketepatan gerakan dan kejelasan instruksi. Aspek
lain yang menjadi syarat suatu model audio visual, yaitu kualitas gambar dan
kualitas suara akan dilakukan pada penelitian tahap berikutnya,
Lembar Penilaian Kelayakan (LPK) terdiri dari 3 bagian. Bagian A bertujuan
untuk mengungkap kesesuaian antara gerakan yang diperagakan model dengan
dengan otot-otot yang dilatih. LPK bagian A ini terdiri dari 15 pertanyaan dengan 4
pilihan jawaban. Pertanyaan-pertanyaan berikut dirancang untuk tujuan ini:
• Gerakan yang ditayangkan tersebut bertujuan untuk melatih otot ……
a. Bahu
b. Tangan bagian bawah
c. Otot-otot biceps (otot-otot besar di lengan atas)
d. Tangan bagian belakang
Setelah raters memberikan penilaian untuk tahap ini, mereka juga diminta
untuk memberikan penilaian pada bagian B yang bertujuan untuk mengukur
ketepatan gerakan yang diperagakan. Sesuai dengan jumlah gerakan yang
diperagakan, LPK bagian B ini juga terdiri dari 15 pertanyaan dengan pilihan sekor
antara 1 sampai dengan 5. Contoh aitem LPK bagian B ini adalah sbb.:

• Gerakan tersebut bertujuan untuk melatih otot tangan bagian bawah

Sangat tidak tepat 1 2 3 4 5 Sangat tepat

Kedua macam lembar penilaian kelayakan ini digunakan untuk mengetahui


seberapa tepatkah model memeragakan gerakan-gerakannya.
7

Tahap akhir dari penilaian ini adalah mengungkapkan seberapa jelas


instruksi diberikan atau seberapa tepat model memeragakan gerakan sesuai
instruksi yang diberikan. Kejelasan instruksi diungkap dengan meminta raters
menentukan skor 1 sampai 5. Skor 1 berarti sangat tidak jelas sedangkan sekor 5
berarti sangat jelas. Contoh pernyataan-pernyataan adalah sbb.:

Instruksi yang diberikan untuk gerakan tersebut


Sangat tidak jelas 1 2 3 4 5 Sangat jelas

Selain skor kuantitatif disediakan kolom untuk menuliskan penjelasan


penilaian atau komentar yang belum tercakup dalam aitem-aitem LPK secara lebih
detail pada setiap kriteria.

c. Prosedur
Sebelum pembuatan VCD Relaksasi, terlebih dahulu dilakukan persiapan
‘model’ yang akan diminta untuk memeragakan gerakan-gerakan relaksasi.
Langkah berikutnya adalah persiapan tempat dan peralatan yang dibutuhkan untuk
pengambilan gambar. Sebuah ruang (dapat tertutup
atau terbuka) yang memungkinkan udara bebas keluar
masuk sangat dianjurkan dalam latihan relaksasi. Kursi
yang dapat fleksibel naik dan turun (lihat gambar 1) lebih
diutamakan daripada tempat tidur sehingga dapat
diletakkan di tempat-tempat yang diinginkan. Langkah ini
Gambar 1. kursi santai
untuk relaksasi diikuti dengan pengambilan gambar dan editing video.
Langkah terakhir yaitu persiapan alat pengumpul data, berupa penyusunan dan
penggandaan LPK yang akan diberikan kepada raters. Setelah itu VCD Relaksasi
ditayangkan kepada subjek penelitian, kemudian mereka diminta untuk mengisi
LPK.

E. HASIL PENELITIAN DAN DISKUSI


a. Pembuatan VCD Model Relaksasi
Proses pengambilan gambar dilakukan di dalam rumah dengan penataan
sederhana tanpa menggunakan cahaya. Proses pengambilan gambar dilakukan
8

beberapa kali untuk mendapatkan hasil gambar yang lebih baik. Gerakan-gerakan
yang diperagakan oleh model berpedoman kepada instruksi suara relaksasi otot
yang terdapat pada kaset pelatihan Relaksasi Otot milik Bagian Psikologi Klinis
Fakultas Psikologi UGM.
Hasil rekaman gambar ditransfer ke perangkat komputer dan diedit untuk
menyesuaikan dan instruksi gerakan. Proses editing dibantu oleh seorang editor di
sebuah rumah produksi multimedia. Hasil yang didapat berupa 15 klip yang
memeragakan 15 gerakan relaksasi sebagaimana yang dikemukakan oleh Goldfried
dan Davison (1996).
Berikut dipaparkan masing-masing gerakan dan penjelasan mengenai otot-
otot yang dilatih. Gerakan pertama ditujukan untuk melatih otot tangan yang
dilakukan dengan cara menggenggam
tangan kiri sambil membuat suatu
kepalan. Model diminta membuat kepalan
ini semakin kuat (gambar 2), sambil
merasakan sensasi ketegangan yang
terjadi. Pada saat kepalan dilepaskan,
Gerakan 1 model dipandu untuk merasakan rileks
mengepalkan tangan
selama 10 detik. Gerakan pada tangan
kiri ini dilakukan dua kali sehingga model
dapat membedakan perbedaan antara
ketegangan otot dan keadaan relaks yang
dialami. Prosedur serupa juga dilatihkan
Gerakan 2 untuk tangan
bagian belakang pada tangan kanan.
Gerakan kedua adalah gerakan
Gambar 2. Gerakan untuk otot tangan
untuk melatih otot tangan bagian
belakang. Gerakan ini dilakukan
dengan cara menekuk kedua lengan
ke belakang pada pergelangan
tangan sehingga otot-otot di tangan
Otot biceps bagian belakang dan lengan bawah
menegang, jari-jari menghadap ke
Gambar 3. gerakan 3 otot-otot biceps langit-langit (gambar 2).
9

Gerakan ketiga adalah untuk melatih otot-otot Biceps. Otot biceps adalah
otot besar yang terdapat di bagian atas pangkal lengan (lihat gambar 3). Gerakan ini
diawali dengan menggenggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan kemudian
membawa kedua kepalan ke pundak sehingga otot-otot biceps akan menjadi
tegang.
Gerakan keempat ditujukan untuk melatih otot-otot bahu. Relaksasi untuk
mengendurkan bagian otot-otot bahu dapat dilakukan dengan cara mengangkat
kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan bahu
akan dibawa hingga menyentuh kedua telinga. Fokus
perhatian gerakan ini adalah kontras ketegangan
yang terjadi di bahu, punggung atas, dan leher.
Gerakan kelima sampai ke delapan adalah
gerakan-gerakan yang ditujukan untuk melemaskan
otot-otot di wajah. Otot-otot wajah yang dilatih adalah
Gambar 4. Gerakan 4
untuk melatih otot bahu otot-otot dahi, mata, rahang, dan mulut. Gerakan
untuk dahi dapat dilakukan dengan cara mengerutkan dahi dan alis sampai otot-
ototnya terasa dan kulitnya keriput. Gerakan yang ditujukan untuk mengendurkan
otot-otot mata diawali dengan menutup keras-keras mata sehingga dapat dirasakan

Gerakan 5 untuk dahi

Gerakan 6 untuk mata

Gerakan 7 untuk rahang

Gerakan 8 untuk mulut


Gambar 5. Gerakan-gerakan untuk otot-otot wajah
10

ketegangan di sekitar mata dan otot-otot yang mengendalikan gerakan mata


(gambar 5). Gerakan 7 bertujuan untuk mengendurkan ketegangan yang dialami
oleh otot-otot rahang dengan cara mengatupkan rahang, diikuti dengan menggigit
gigi-gigi sehingga ketegangan di sekitar otot-otot rahang. Gerakan 8 ini dilakukan
untuk mengendurkan otot-otot sekitar mulut. Bibir dimoncongkan sekuat-kuatnya
sehingga akan dirasakan ketegangan di sekitar mulut.
Gerakan kesembilan (gambar 6) dan gerakan kesepuluh (gambar 7)
ditujukan untuk merilekskan otot-otot leher bagian depan maupun belakang.
Gerakan diawali dengan otot leher bagian belakang baru kemudian otot leher
bagian depan. Model dipandu meletakkan kepala sehingga dapat beristirahat,
kemudian diminta untuk
menekankan kepala pada
permukaan bantalan kursi
sedemikian rupa sehingga
model dapat merasakan
ketegangan di bagian
belakang leher dan punggung
Gerakan 9 untuk melatih atas. Sedangkan gerakan 10
Gerakan 11 untuk otot-otot Leher belakang
melatih otot punggung bertujuan untuk melatih otot
leher bagian depan (lihat
gambar 7). Gerakan ini
Gerakan 10 untuk dilakukan dengan cara
melatih otot leher depan
membawa kepala ke muka,
Gerakan 12 untuk melatih
otot dada kemudian model diminta untuk

Gerakan 15 untuk melatih membenamkan dagu ke


otot betis dadanya. Sehingga dapat
Gambar 6. Gerakan-gerakan leher, punggung, dan betis
merasakan ketegangan di
daerah leher bagian muka.
Gerakan 11 bertujuan
untuk melatih otot-otot
Gerakan 13 untuk melatih
otot perut punggung. Gerakan ini dapat
dilakukan dengan cara
mengangkat tubuh dari
sandaran kursi, kemudian

Gerakan 14 untuk melatih


otot paha

Gambar 7. Gerakan-gerakan untuk


otot-otot bagian depan tubuh
11

punggung dilengkungkan, lalu busungkan dada sehingga tampak seperti pada


gambar 6. Kondisi tegang dipertahankan selama 10 detik, kemudian rileks. Pada
saat rileks, letakkan tubuh kembali ke kursi, sambil membiarkan otot-otot menjadi
lemas. Gerakan berikutnya adalah gerakan 12, dilakukan untuk melemaskan otot-
otot dada. Pada gerakan ini, model diminta untuk menarik nafas panjang untuk
mengisi paru-paru dengan udara sebanyak-banyaknya. Posisi ini ditahan selama
beberapa saat, sambil merasakan ketegangan di bagian dada kemudian turun ke
perut. Pada saat ketegangan dilepas, model dapat bernafas normal dengan lega.
Sebagaimana dengan gerakan yang lain, gerakan ini diulangi sekali lagi sehingga
dapat dirasakan perbedaan antara kondisi tegang dan rileks.
Setelah latihan otot-otot dada, gerakan 13 bertujuan untuk melatih otot-otot
perut. Gerakan ini dilakukan dengan cara menarik kuat-kuat perut ke dalam,
kemudian menahannya sampai perut menjadi kencang dank eras. Setelah 10 detik
dilepaskan bebas, kemudian diulang kembali seperti gerakan awal untuk perut ini.
Gerakan 14 dan 15 adalah gerakan-gerakan untuk otot-otot kaki. Gerakan ini
dilakukan secara berurutan. Gerakan 14 bertujuan untuk melatih otot-otot paha,
dilakukan dengan cara meluruskan kedua belah telapak kaki (lihat gambar 7)
sehingga otot paha terasa tegang. Gerakan ini dilanjutkan dengan mengunci lutut
(lihat gambar 6), sedemikian sehingga ketegangan pidah ke otot-otot betis.
Sebagaimana prosedur relaksasi otot, model harus menahan posisi tegang selama
10 detik baru setelah itu melepaskannya. Setiap gerakan dilakukan masing-masing
dua kali.

b. Hasil Rating dan Diskusi


Subjek penelitian yang bertindak sebagai rater pada studi pendahuluan ini
adalah 5 (lima) orang dosen Fakultas Psikologi yang berpengalaman dalam
melakukan relaksasi. Klip-klip video relaksasi disajikan kepada rater dan mereka
diminta untuk mengisi lembar-lembar penilaian Bagian A, B, dan C (skala-skala
selengkapnya pada lampiran). Hasil pengumpulan data diperoleh total sekor untuk
setiap skala dapat dilihat pada tabel I.
Data pada table I menunjukkan bahwa kesesuaian antara gerakan dengan
tujuan dinilai secara sangat bervariasi oleh 5 orang rater. Beberapa klip dinilai oleh
kelima rater sangat sesuai dengan tujuan, yaitu klip yang bertujuan untuk
merilekskan tangan, bahu, dahi, mata, mulut, dan punggung. Bagian-bagian ini
12

diperankan model dengan sangat jelas sehingga tujuan gerakan dapat diketahui
dengan mudah oleh rater. Sebaliknya, klip-klip yang bertujuan untuk merilekskan
leher depan dan paha hanya dinilai sesuai dengan tujuan masing-masing oleh 1
orang rater saja. Gerakan tangan bagian belakang, perut, dan betis dinilai benar
oleh 2 orang rater. Rater lainnya tidak dapat menjawab dengan tepat untuk item ini.
Hal ini berarti bahwa untuk gerakan-gerakan yang bertujuan merilekskan tangan
bagian belakang, paha, perut dan betis yang diperagakan oleh model masih belum
dapat ditangkap oleh rater dengan tepat.

Tabel I. Total skor untuk masing-masing skala (n=5).

Total skor
Item Gerakan otot Skala A Skala B Skala C

1 Tangan 5 20 18
2 Tangan bagian belakang 2 20 19
3 Biceps 3 23 21
4 Bahu 5 24 22
5 Dahi 5 20 20
6 Mata 5 19 22
7 Rahang 3 16 19
8 Mulut 5 23 20
9 Leher belakang 3 16 20
10 Leher depan 1 20 22
11 Punggung 5 21 20
12 Dada 3 21 18
13 Perut 2 19 23
14 Paha 1 16 20
15 Betis 2 21 22

Untuk skala B yang mengukur seberapa tepat gerakan-gerakan yang


diperagakan model, skor berkisar antara 16 hingga 24. Skor tertinggi (24) diberikan
untuk klip gerakan bahu, sementara skor terendah (16) diberikan untuk klip-klip
gerakan rahang, leher belakang dan paha.
Rater memberikan skor antara 18 hingga 23 (kemungkinan sekor tertinggi =
24) pada skala C yang digunakan untuk mengetahui kejelasan instruksi. Dengan
13

demikian, dapat disimpulkan bahwa instruksi yang disampaikan dalam latihan


relaksasi ini sudah jelas. Hal ini sesuai dengan data klinis yang diperoleh selama ini
bahwa instruksi latihan relaksasi yang direkam di dalam kaset audio sudah jelas dan
secara klinis dapat diakui validitasnya.
Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian untuk pengembangan video
klip relaksasi yang akan datang, yaitu:
1. Ketepatan model dalam memeragakan masing-masing gerakan menjadi inti
dari keberhasilan dalam memeragakan setiap gerakan. Oleh karena itu,
model harus benar-benar menguasai setiap gerakan sebelum pengambilan
gambar dilakukan.
2. Model yang trampil memeragakan gerakan-gerakan harus ditunjang dengan
ketepatan sudut pengambilan gambar, terutama untuk gerakan-gerakan
yang bertujuan untuk merelakskan bagian-bagian tubuh yang agak sulit
dilihat, seperti misalnya paha dan leher depan. Demikian juga untuk otot-otot
perut, betis, dan tangan bagian belakang yang memang sulit dilihat gerakan-
gerakannya.
3. Pakaian yang dikenakan oleh model juga sangat mempengaruhi. Pakaian
yang terlalu banyak (dalam hal ini, model mengenakan cardigan) akan
mempersulit dalam melihat bagian mana sesungguhnya yang sedang
ditegang-rilekskan.

F. DAFTAR PUSTAKA

Carlson, N. R., 1994, Physiology of Behavior, 5th edition. Boston: Allyn & Bacon

Friedman, L., Bliwise, D.L., Yesavage, J.A., and Salom, S.R., 1991, A Peliminary
Study Comparing Sleep Restriction Therapy and Relaxation Treatments for
Insomnia in Older Adults, Journal of Gerontology, Vol 46, No. 1. pp. 1-8.

Goldfried, M.R. and Davidson, G.L., 1976. Clinical Behavior Theraphy. New York:
Holt Rinehard and windston.

Hart, K. E & Stevens, K., (1995), ‘The Use and Evaluation of Video Supplements in
the Teaching of Introductory Psychology’, Journal of Instructional
Psychology, Vol. 22, Issue No. 2, pp. 103-114.

Hoelscher, T.J. and Lichstein, K.L., 1986. Home Relaxation Practice in Hypertension
Treatment: Objective Assesment and Complience Induction. Journal of
Consulting and Clinical Psychology, 54, 2.
14

Huntley, A., White, A. R., and Ernst, E., 2002, ‘Relaxation Therapies for Asthma: A
Systematic Review’, Thorax, Vol 57., No. 2., pp. 127-131.

Karyono. 1994. Efektivitas Relaksasi dalam Menurunkan Tekanan Darah pada


Penderita Hypertensi Ringan. Tesis. Yogyakarta: Program Pasca Sarjana
UGM.

Kazdin, A. E., 2001, Behavior Modification in Applied Settings, 3th edition. Belmont,
CA: Wadsworth/Thompson Learning.

Miltenberger, R. G.(2004), Behavior Modification, Principles and Procedures, 3th


edition. Belmont, CA: Wadsworth/Thompson Learning.

Najjar, L. J., 1996. Multimedia Information and Learning. Journal of Educational


Multimedia and Hypermedia. 5(2), 120-150.

Prawitasari. J.E. (1988), ‘Pengaruh Relaksasi terhadap Keluhan Fisik’. Laporan


Penelitian. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM

Sultanoff, B. and Zalaquett, C.P., 2000, About Relaxation, in Novey, D.W.,


Clinician’s Complete Reference to Complementary & Alternative Medicine.
New York: Mosby.
www.coedu.usf.edu/zalaquett/relax/About_Relaxation.htm

Utami, M.S. (1991), ‘Efektivitas Relaksasi dan Terapi Kognitif untuk Mengurangi
Kecemasan Berbicara di Muka Umum, Tesis, Yogyakarta: Fakultas Psikologi
UGM

Utami, M.S., (2001), “Prosedur-prosedur Relaksasi”, dalam Subandi, M.A.,


Psikoterapi, Pendekatan Konvensional dan Kontemporer, Unit Publikasi
Fakultas Psikologi UGM & Pustaka Pelajar.

White, C., Easton, P., and Anderson, C., 2000, ‘Students’ Perceived Value of Video
in a Multimedia Language Course’, in Education Media International,
www.tandf.co.uk/journals

Catatan:
• Model video ini dibuat berdasarkan prosedur relaksasi Goldfried & Davison
yang telah direkam dalam bentuk kaset audio dan ditulis dalam buku
Psikoterapi, Pendekatan Konvensional dan Kontemporer oleh Bagian
Psikologi Klinis Fakultas Psikologi UGM
• Kaset audio maupun video dapat diperoleh melalui Bagian Psikologi Klinis
Fakultas Psikologi UGM.

Anda mungkin juga menyukai