Anda di halaman 1dari 55

MAKALAH KEPERAWATAN PALIATIAF

MANAJEMEN NYERI PADA PASIEN KANKER

Disusun Oleh:
1. Anggun Meta Wulandari (P1337420216012)
2. Nadya Lisa Arum Riyanto (P1337420216013)
3. Minkhatun Saniyah (P1337420216014)

Kelas 3A

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG


PRODI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO
2018

KATA PENGANTAR
1
Puji syukur kami panjatkan atas Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat dan karunia-Nya kami diberikan kesempatan berupa nikmat kesehatan
sehingga bisa menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Manajemen Nyeri
Pada Pasien Paliatif” ini.
Pada makalah ini, kami membahas mengenai manajemen nyeri pada
pasien Paliatif. Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Siti Maulidah selaku
dosen koordinator mata kuliah Keperawatan Paliatif.
Kami menyadari, bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dan masih
terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca sangat
kami harapkan agar makalah ini kedepannya dapat menjadi lebih baik lagi.

Purwokerto, 10 Desember 2018

Penyusun

DAFTAR ISI

2
KATA PENGANTAR ....................................................................................

DAFTAR ISI ...................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .....................................................................................

B. Rumusan Masalah ................................................................................

C. Tujuan Penulisan ..................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi Nyeri ......................................................................................

B. Etiologi ................................................................................................

C. Patofisiologi ........................................................................................

D. Penatalaksanaan ..................................................................................

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN ....................................................................................

B. SARAN ...............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perawatan paliatif merupakan pendekatan yang bertujuan untuk

meningkatkan kualitas hidup pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga

dalam menghadapi penyakit yang mengancam jiwa, dengan cara

meringankan penderita dari rasa sakit melalui identifikasi dini, pengkajian

yang sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta masalah lainnya baik

fisik, psikologis, sosial atau spiritual (World Health Organization (WHO),

2016).

Kebutuhan rasa nyaman adalah suatu keadaan yang membuat

seseorang merasa nyaman, terlindung dari ancaman psikologis, bebas dari

rasa sakit terutama nyeri (Purwanto dalam Karendehi, 2015). Nyeri

merupakan suatu sensasi yang tidak menyenangkan dan sangat individual

(Kozier dkk, 2009). Menurut Herdman (2012), nyeri didefinisikan sebagai

suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui

apabila seseorang pernah mengalaminya. Nyeri kronis merupakan

pengalaman sensorik dan emosional tidak menyenangkan dan kerusakan

jaringan (Intrenational Association for the study of Pain), awitan yang

tiba-tiba atau lambat dengan intensitas dari ringan hingga berat, terjadi

konstan atau berulang tanpa akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi

dan berlangsung lebih dari tiga bulan (Herdman, 2015).

4
Hingga saat ini nyeri tercatat sebagai keluhan yang paling banyak

membawa pasien keluar masuk untuk berobat ke Rumah Sakit,

diperkirakan prevalensi nyeri kronis adalah 20% dari populasi dunia, di

Eropa tercatat jumlah pasien nyeri sebanyak 55% (JMJ, 2014). Menurut

Fabbian, Giorgi, Palam, Menegatti, Gallerani & Manfredini (2014),

prevalensi nyeri di Italia di alami oleh 21% pasien penyakit kanker, 33%

pasien penyakit cardiovaskuler, 23% pasien penyakit Pulmo, 24% pasien

dengan penyakit pembuluh darah, 16% pasien dengan gangguan

musculoskeletal, 18% pasien dengan penyakit saraf, 4% pasien penyakit

kulit, 15% pasien penyakit ginjal, 16% pasien dengan penyakit gangguan

metabolik, 10% pasien penyakit hepatik, 9% pasien dengan penyakit dan

gangguan pankreas, 12% pasien dengan penyakit dan gangguan lambung

dan 11% pasien dengan penyakit dan gangguan pada usus. Jumlah

prevalensi nyeri secara keseluruhan belum pernah di teliti di Indonesia,

namun diperkirakan nyeri kanker dialami oleh sekitar 12,7 juta orang atau

sekitar 5% dari penduduk Indonesia (WHO, 2014).

Ketika pasien merasakan nyeri, pasien tidak dapat menikmati

kehidupan dengan nyaman, pada kondisi ini perawat sebagai tenaga

professional yang paling banyak berinteraksi dengan pasien bertanggung

jawab melakukan manajemen nyeri yang tepat (Mustawan dalam

Karendehi, 2015). Menurut Saifullah (2015), perawat dengan

menggunakan pengetahuannya dapat mengatasi masalah nyeri baik secara

mandiri maupun kolaboratif dengan menggunakan dua pendekatan yaitu

5
pendekatan farmakologi dan pendekatan non farmakologi. Pendekatan

farmakologi adalah cara yang paling efektif untuk menghilangkan nyeri

terutama untuk nyeri yang sangat hebat yang berlangsung berjam-jam atau

bahkan berhari-hari. Terapi farmakologis seperti obat-obatan analgetik

atau pereda nyeri, sedangkan pendekatan nonfarmakologi merupakan

pendekatan untuk menghilangkan nyeri dengan menggunakan teknik

managemen nyeri meliputi stimulasi dan masase kutaneus, terapi es dan

panas, distraksi, imajinasi terbimbing, teknik relaksasi nafas dalam dan

sebagainya.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan nyeri kronis ?

2. Apakah etiolgi nyeri kronis ?

3. Bagaimanakah patofisiologi nyeri kronis ?

4. Bagaimanakah penatalaksanaan nyeri kronis ?

C. Tujuan

1. Menjelaskan pengertian nyeri kronis.

2. Menjelaskan etiologi nyeri kronis.

3. Menjelaskan patofisiologi nyeri kronis.

4. Menjelaskan penatalaksanaan nyeri kronis.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Nyeri merupakan suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang

dan ekstensinya diketahui apabila seseorang pernah mengalaminya.

(Herdman, 2012). Nyeri kronis merupakan pengalaman sensorik dan

emosional tidak menyenangkan dan kerusakan jaringan (Intrenational

Association for the study of Pain), awitan yang tiba-tiba atau lambat

dengan intensitas dari ringan hingga berat, terjadi konstan atau

berulang tanpa akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan

berlangsung lebih dari tiga bulan (Herdman, 2015).

B. Etiologi

Menurut Asmadi (2008) penyebab nyeri kronis meliputi :

1. Factor fisiologis

Efek opium yang diproduksi tubuh menghasilkan zat kimia yang

berfungsi sebagai regulator dlaam beradaptasi terhadap nyeri.

2. Factor psikososial

a. Kebudayaan

b. Lingkungan : seseorang mempengaruhi persepsi dan respon

sakit.

c. Harapan : adanya orang lain.

d. System nilai : individu berpengaruh terhadap persepsi dan

respon nyeri.

7
e. Pengalaman terdahulu : pengalaman terdahulu tentang rasa

sakit mempengaruhi persepsi rasa sakit.

f. Usia : sering mempengaruhi persepsi sakit individu.

C. Patofisiologi

Menurut Mangku (2010), nyeri timbul akibat adanya rangsangan

oleh zat-zat algesik pada reseptor nyeri yang banyak dijumpai pada

lapisan superficial kulit dan pada beberapa jaringan di dalam tubuh,

seperti periosteum, permukaan sendi, otot rangka dan pulpa gigi. Zat-

zat algesik yang mengaktifkan reseptor nyeri adalah ion K, H, asam

laktat, serotonin, bradikinin, histamin dan prostaglodin.

Respon terhadap stimulus untuk stimulus nyeri disebut nosiseptor

yang merupakan ujung-ujung saraf bebas tidak bermielin yang mampu

mengubah berbagai stimulus menjadi impuls saraf, yang

diinterpretasikan oleh otak sebagai sensasi nyeri. Badan-badan sel

saraf tersebut terdapat pada ganglia radiks dorsalis, atau saraf

trigeminal pada ganglia trigeminal, dan badan-badan sel saraf tersebut

mengirimkan satu cabang serat saraf menuju ke perifer, serta cabang

lainnya menuju medula spinalis atau batang otak (Ardinata, 2007).

Nosiseptor diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu saraf-saraf

tidak bermielin dan berdiameter kecil yang mengkonduksikan impuls

saraf dengan lambat, yaitu serabut saraf C dan saraf-saraf bermielin

berdiameter lebih besar yang mengkonduksikan impuls-impuls saraf

lebih cepat yaitu serabut saraf Aδ. Impuls-impuls saraf yang

8
dikonduksikan oleh serat nosiseptor Aδ menghasilkan sensasi nyeri

yang tajam dan cepat, sedangkan serat nosiseptor C menghasilkan

sensasi nyeri yang tumpul dan terlambat. Kebanyakan nosiseptor

beujung bebas yang mendeteksi adanya kerusakan jaringan (Butter,

2013).

Selama proses inflamasi, nosiseptor menjadi lebih peka dan

mengakibatkan nyeri yang terus menerus. Rangkaian proses yang

menyertai antara kerusakan jaringan sebagai sumber stimuli nyeri

sampai dirasakannya persepsi nyeri adalah suatu proses

elektrofisiologik yang disebut sebagai nosisepsi. Terdapat empat

proses dalam nosisepsi, yakni : transduksi, transmisi, modulasi dan

persepsi Menurut Mangku (2010).

1. Transduksi

Transduksi merupakan proses pengubahan stimuli nyeri

(noxious stimuli) menjadi suatu impuls listrik pada ujung-ujung

saraf.7 Proses transduksi dimulai ketika nociceptor yaitu

reseptor yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri

teraktivasi. Aktivasi reseptor ini (nociceptors) merupakan

sebagai bentuk respon terhadap stimulus yang datang seperti

kerusakan jaringan atau trauma. Trauma tersebut kemudian

menghasilkan mediatormedator nyeri perifer sebagai hasil dari

respon humoral dan neural. Prostaglandin beserta ion H+ dan

K+ berperan penting sebagai activator primer nosiseptor perifer

9
serta menginisiasi respon inflamasi dan sensitisasi perifer yang

menyebabkan pembengkakan jaringan dan nyeri pada lokasi

cedera.

2. Transmisi

Transmisi merupakan serangkaian kejadian-kejadian neural

yang membawa impuls listrik melalui sistem saraf ke area otak.

Proses transmisi melibatkan saraf aferen yang terbentuk dari

serat saraf berdiameter kecil ke sedang serta yang berdiameter

besar. Saraf aferen akan ber-axon pada dorsal horn di spinalis.

Selanjutnya transmisi ini dilanjutkan melalui sistem

contralateral spinalthalamic melalui ventral lateral dari

thalamus menuju cortex serebral. Proses penyaluran impuls

melalui saraf sensoris setelah proses transduksi. Impuls ini

akan disalurkan oleh serabut Aδ fiber dan C fiber sebagai

neuron pertama dari perifer ke medula spinalis. Proses tersebut

menyalurkan impuls noxious dari nosiseptor primer menuju ke

sel di dorsal horn medulla spinalis.

3. Modulasi

Modulasi adalah proses yang mengacu kepada aktivitas

neural dalam upaya mengontrol jalur transmisi nociceptor

tersebut. Proses modulasi melibatkan sistem neural yang

komplek. Impuls nyeri ketika sampai di saraf pusat akan

dikontrol oleh sistem saraf pusat dan mentransmisikan impuls

10
nyeri ini kebagian lain dari system saraf seperti bagian cortex.

Selanjutnya impuls nyeri ini akan ditransmisikan melalui saraf-

saraf descend ke tulang belakang untuk memodulasi efektor.

4. Persepsi

Persepsi adalah proses yang subjective. Persepsi merupakan

hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dan unik yang

dimulai dari proses transduksi, transmisi, dan modulasi yang

pada gilirannya menghasilkan suatui perasaan yang subjektif

yang dikenal sebagai persepsi nyeri. Proses persepsi ini tidak

hanya berkaitan dengan proses fisiologis atau proses anatomis

saja, akan tetapi juga meliputi cognition (pengenalan) dan

memory (mengingat). Oleh karena itu, faktor psikologis,

emosional, dan berhavioral (perilaku) juga muncul sebagai

respon dalam mempersepsikan pengalaman nyeri tersebut.

Proses persepsi ini jugalah yang menjadikan nyeri tersebut

suatu fenomena yang melibatkan multidimensional.

D. Penatalaksanaan

Menurut penatalaksanaan nyeri dapat menggunakan terapi

farmakologi dan terapi non farmakologi.

1. Terapi Farmakologi

a. Terapi radiasi

Salah satu terapi farmakologi yang dapat dilakukan

pada pasien kanker berdasarakan penelitian yang dilakukan

11
oleh Fitriatuzzakiyah dkk, (2017) menyatakan bahwa terapi

radiasi atau radioterapi adalah terapi non-bedah terpenting

untuk pengobatan kuratif kanker. Jenis terapi yang dapat

digunakan yaitu berbentuk terapi tunggal. Radioterapi ini

dapa dibedakan berdasarkan pembagian waktu

penggunaannya terdiri dari radioterapineoadjuvan dan

radioterapi kemoterapi. Radioterapineoadjuvan dilakukan

sebelum dilakukan tindakan dengan metode yang lain

seperti preoperasi, sedangkan radiokemoterapi yaitu

pemberian radioterapi yang dilakukan bersamaan dengan

kemoterapi. Tujuan terapi radiasi adalah memaksimalkan

dosis radiasi ke sel kanker abnormal dan meminimalkan

paparan terhadap sel normal yang berdekatan dengan sel

kanker atau yang berada pada jalur radiasi, meskipun pada

kenyataannya radiasi mampu merusak sel kanker maupun

sel normal (Ganapati, 2016).

Penghantaran radiasi terhadap lokasi kanker dapat

dilakukan dengan dua metode, yaitu radioterapi eksternal

dan brachytherapy (endocurientherapy atau disebut sealed-

source radiotherapy). Radioterapi eksternal adalah

radioterapi yang dipaparkan ke tubuh secara eksternal

menggunakan mesin perawatan, sedangkan pada

brachytherapy, sumber radiasi temporer atau permanen

12
ditempatkan ke dalam rongga tubuh, metode ini digunakan

dalam perawatan rutin kanker ginekologi dan prostat serta

pada situasi yang membutuhkan perawatan berulang

(Guedea, 2014). Beberapa efek samping yang dapat

ditimbulkan pada terapi radiasi antara lain toksisitas kulit,

komplikasi Sistem Saraf Pusat (SSP), xerostomia dan

hiposalivasi, kelainan jantung. Waktu terapi tergantung

pada tingkatan stadium yang diderita pasien kanker

(Murgic, dkk 2012) terapi adjuvan kemoterapi hingga 6

bulan. Terapi adjuvan hormonal disarankan 2 sampai 3

tahun ( Malinga, Pretorious dan Luvhengo, 2013). Dosis

radiasi yang diberikan secara umum adalah 5000 – 6000

cGy, dengan cara pemberian 200 cGy/x, 5 hari perminggu.

Syarat standar sebelum penderita diradiasi adalah :

1. Hb > 10 g%

2. Trombosit > 100.000/mm3

3. Leukosit > 3000/dl

Sebelum dilakukan pembedahan dilakukan proses

pengecilan diameter sel kanker menggunakan kemoterapi

atau radiasi,. Waktu terapi tergantung pada respon

pengecilan diameter sel kanker (Sun, Li dan Ye, 2012) hal

ini membutuhkan waktu yang sangat lama.

13
b. Kemoterapi

Kemoterapi merupakan terapi yang diberikan

dengan menggunakan obat-obatan sitostatik yang

dimasukan ke dalam tubuh melalui intravena atau oral.

Penggunaan obat-obatan kemoterapi dapat memberikan

efek toksik dan disfungsi sistemik hebat meskipun

berfariasin dalam keparahannya. Efek samping dapat timbul

karena obat-obatan tidak hanya menghancurkan sel-sel

kanker, tetapi juga menyerang sel sehat terutama sel-sel

yang membelah dengan cepat seperti membran mukosa, sel

rambut, sum-sum tulang dan organ reproduksi (ACS,

2014). Berdasarkan penelitian Faisel (2012), didapatkan

tiga efek samping yang paling sering dialami oleh pasien

yang menjalani kemoterapi yaitu alopesia, mual dan

muntah serta rentang waktu pemulihan terhadap efek

samping yang timbul adalah sampai satu minggu.

Kemoterapi merupakan pengobatan yang dilakukan untuk

kondisi yang serius. Perencanaan kemoterapi dapat

dilakukan setelah pasien menjalani serangkaian tes

(pemeriksaan darah, pemindaian atau foro rongten) guna

mengetahui kondisi kesehatan pasien, apakah cukup kuat

untuk menjalani kemoterapi atau tidak. Pemeriksaan infeksi

pada gigi juga dibutuhkan, karena infeksi gigi beresiko

14
menyebar akibat efek kemoterapi pada tubuh. setelah

mengetahui kondisi pasien, tim dokter dapat menentapkan

jenis dan waktu untuk pelaksanaan kemoterapi. Kemoterapi

biasanya diberikan dalam hitungan siklus, yang terdiri dari

masa kemoterapi ditambah dengan masa istirahat.

Contohnya kemoterapi selama satu minggu lalu diikuti

periode istirahat selama tiga minggu. Pelaksanaan

kemoterapi umumnya memakan waktu beberapa bulan.

Kemoterapi tidak dianjurkan untuk wanita hamil karena

dapat menjadikan janin cacat. Bagi pasien yang

mengkonsumsi obat-obatan lain seperti obat herbal tidak

dianjurkan melakukan kemoterapi.

c. Pembedahan

Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia

(2003) indikasi pembedahan pada kanker paru adalah untuk

KPKBSK stadium I dan II. Pembedahan juga merupakan

bagian dari “combine modality therapy”, misalnya

kemoterapi neoadjuvan untuk kanker paru karsinoma bukan

sel kecil stadium IIIA. Indikasi lain adalah bila ada

kegawatan yang memerlukan intervensi bedah, seperti

kanker paru dengan sindroma vena kava superiror berat.

Prinsip pembedahan adalah sedapat mungkin tumor

direseksi lengkap berikut jaringan kelenjar getah bening

15
intrapulmoner, dengan lobektomi maupun pneumonektomi.

Segmentektomi atau reseksi baji hanya dikerjakan jika faal

paru tidak cukup untuk lobektomi. Tepi sayatan diperiksa

dengan potong beku untuk memastikan bahwa batas

sayatan bronkus bebas tumor. Kelenjar getah bening

mediastinum diambil dengan diseksi sistematis, serta

diperiksa secara patologi anatomis.

Hal penting lain yang penting dingat sebelum

melakukan tindakan bedah adalah mengetahui toleransi

penderita terhadap jenis tindakan bedah yang akan

dilakukan. Toleransi penderita yang akan dibedah dapat

diukur dengan nilai uji faal paru dan jika tidak memungkin

dapat dinilai dari hasil analisis gas darah (AGD) :

Syarat untuk reseksi paru

. Resiko ringan untuk Pneumonektomi, bila KVP paru

kontralateral baik, VEP1>60%

. Risiko sedang pneumonektomi, bila KVP paru

kontralateral > 35%, VEP1 > 60%

16
2. Terapi Nonfarmakologi

a. Terapi Musik

1) Terapi SeLIMut (Self-Selected Individual

MusicTherapy)

Menurut penelitian Hertanti. S.N, Setiyarini.

S, Kristanti. M. S (2015) adalah : Hasil penelitian

secara statistik maupun klinis menunjukkan bahwa

intervensi SeLIMuT berpengaruh terhadap tingkat

nyeri pasien kanker paliatif. Pengaruh tersebut

berupa penurunan nyeri pada kelompok yang

mendapatkan SeLIMuT, sedangkan pada kelompok

yang tidak diberi terapi justru terjadi peningkatan

nyeri. Hal ini berarti SeLIMuT memiliki pengaruh

yang efektif dalam menurunkan nyeri pasien kanker

paliatif. Penurunan nyeri yang terjadi pada

kelompok intervensi dapat dijelaskan sebagai akibat

dari karakteristik dan metode pemberian SeLIMuT.

Karakteristik SeLIMuT yang dapat memengaruhi

penurunan nyeri yaitu musik yang digunakan dalam

terapi merupakan musik pilihan yang disukai

responden dari daftar lagu yang disediakan oleh

peneliti. Jenis musik yang ditawarkan adalah musik

slow dengan tempo stabil.

17
SeLIMuT berperan dalam menurunkan nyeri

dengan cara memengaruhi hipofisis otak untuk

melepaskan endorfin. Musik yang didengarkan akan

masuk melalui telinga, kemudian akan

menggetarkan gendang telinga dan mengguncang

cairan yang ada di telinga bagian dalam. Jenis

musik SeLIMuT juga memengaruhi penurunan

nyeri pada responden kelompok intervensi. Jenis

musik yang digunakan pada terapi ini terdiri dari

jenis musik pilihan yang terlebih dahulu dipilih oleh

peneliti sesuai dengan kriteria musik yang relaxing

dan meditative. Musik yang dipilih juga

harusmemberikan ketenangan bagi pasien, misalnya

musik-musik yang berirama rohani agar pasien

merasa dekat dengan Tuhan sehingga hal tersebut

mampu mengurangi tingkat nyeri maupun stres

yang dihadapi, musik yang lembut (dengan pitch

dan volume terkontrol), familiar, aman, efektif, dan

disukai oleh pasien. 3 Responden dapat memilih

musik yang disukai dalam buku menu SeLIMuT

yang telah disediakan oleh peneliti. Ada bermacam-

macam jenis musik yang dapat dipilih pasien, mulai

dari jenis musik pop, klasik, keroncong, campursari,

18
religi, dangdut, hingga jazz. Tempo dan mode

musik juga memengaruhi kondisi emosional

responden. Penelitian menyebutkan bahwa tempo

musik yang lebih cepat dapat meningkatkan

pernapasan, tekanan darah, dan denyut jantung.

Fluktuasi tempo dan tinggi rendahnya nada

memengaruhi stimulus gelombang alfa di otak yang

dapat memberikan ketenangan dan kenyamanan.

Oleh karena itu, musik yang lambat (60−80beatper

menit dengan pitch dan volume terkontrol) lebih

direkomendasikan untuk digunakan dalam terapi

karena musik lambat dengan tempo stabil bersifat

relaxing dan meditative. Metode yang digunakan

dalam terapi juga dapat memengaruhi penurunan

nyeri melalui alat yang digunakan dalam

mendengarkan musik, yaitu dengan earphone.

Selain itu, juga waktu, durasi, dan frekuensi terapi

yang sesuai. Responden kelompok intervensi

mendengarkan terapi melalui earphone yang

disambungkan dengan MP3 Player. Penggunaan

earphone lebih bersifat individual sehingga

respondenlebih dapat menikmati musik dan tidak

terganggu dengan kebisingan di lingkungan sekitar.

19
Metode tersebut dapat meningkatkan kenyamanan

dan ketenangan sehingga membuat pasien relaks

dan meningkatkan toleransi terhadap rasa nyeri.

Sebagian besar responden kelompok

intervensi menyatakan bahwa waktu dan durasi

pemberian SeLIMuT sangat sesuai dengan

keinginan mereka. Waktu pemberian SeLIMuT

yaitu sekitar pukul 15.00 WIB dan 19.00 WIB

selama dua hari untuk satu responden. Waktu ini

sudah sesuai dengan kesepakatan tim perawat di

IRNA I RSUP Dr. Sardjito. Tim perawat

mengatakan jam tersebut merupakan waktu

senggang pasien setelah dilakukan pemeriksaan

ataupun perawatan. Dengan demikian, pelaksanaan

terapi SeLIMuT tidak akan mengganggu aktivitas

tim kesehatan maupun pasien.

Terapi SeLIMuT diberikan dalam waktu 15

menit untuk satu kali terapi. Hal ini didasari oleh

penelitian Cooke et al., terkait pemberian self-

selected music yang menyatakan bahwa dalam

waktu 15 menit musik dapat menurunkan

ketidaknyamanan yang dirasakan pasien.Responden

dalam penelitian SeLIMuT menyatakan 15 menit

20
merupakan waktu yang tidak terlalu sebentar dan

tidak terlalu lama sehingga responden merasa puas

dan tidak bosan dengan terapi tersebut.

Penelitian sebelumnya merekomendasikan

durasi pemberian terapi musik minimal 30 menit

(Phipss, dkk. 2010). Sedangkan penelitian

BoothbyandRobbin menyatakan bahwa pemberian

terapi musik selama 30 menit dalam satu kali

pertemuan membuat pasien merasa bosan. 32 Oleh

karena itu, peneliti memodifikasi carapemberian

terapi dalam empat kali pertemuan agar pasien tidak

merasa bosan.

Saat mendapatkan SeLIMuT, responden

berbaring di tempat tidur dan sebagian besar dari

mereka memejamkan mata. Saat mata dipejamkan,

pasien akan terbawa dalam dunia imajinasi dan

lebih menikmati musik yang mereka dengarkan.

Musik memang memiliki efek sebagai

distraction,relactation, familiarity, dan endorphin

release. Efek distraction karena pasien dapat

mengalihkan perhatianpada hal lain dan

perhatiannya tidak terpusat pada rasa nyerinya. Efek

relaxation dapat memberikan efek menenangkan.

21
Efek familiarity pasien dapat merasa lebih nyaman.

Efek endorphin release dapat merangsang otak

mensekresikan hormon endorphin.

Penelitian ini membuktikan bahwa

intervensi SeLIMuT berpengaruh terhadap tingkat

nyeri pasien kanker paliatif. Keefektifan SeLIMuT

terhadappenurunan nyeri pasien kanker paliatif

didukung oleh penelitian sebelumnya terkait

pengaruh musik pada nyeri kanker yang telah

dilakukan oleh Huang et al., Cholburi et al., Beck,

dan Zimmerman et al. Penelitian tersebut

membuktikan bahwa musik efektif dalam

menurunkan nyeri kanker. Penelitian Cepeda et al.,

juga membuktikan hasil yang sama dan

me-nyatakan bahwa pemilihan musik dapat

memengaruhi penurunan nyeri.

b. Psikoterapi

1) Terapi relaksasi slow deep breathing dan relaksasi

Benson.

Menurut penelitian Risyanto. E, Hartoyo. M,

Wulandari (2016) adalah : Intensitas nyeri ringan

apabila tidak ditangani mengakibatkan nyeri sedang,

sedangkan nyeri sedang apabila tidak ditangani

22
mengakibatkan nyeri berat dapat menuntut energi

dari individu yang mengalaminya serta mengganggu

hubungan dan kemampuan individu untuk

mempertahankan perawatan dirinya. Efek relaksasi

nafas dalam pada nyeri memberikan efek rileks

dengan cara menurunkan ketegangan otot sehingga

nyeri akan berkurang. Dari penjelasan di atas dapat

disimpulkan bahwa relaksasi slow deep breathing

mampu menurunkan nyeri ringan sampai sedang

pada pasien kanker. Waktu yang digunakan untuk

melakukan relaksasi slow deep breathing dan

relaksasi Benson untuk mengurangi nyeri 20 – 50

detik.

Teknik lain yaitu teknik relaksasi Benson

relaksasi Benson merupakan pengembangan metode

respons relaksasi dengan melibatkan faktor

keyakinan pasien yang dapat mengurangi stress dan

kecemasan. Relaksasi Benson berfokus pada kata

atau kalimat tertentu yang diucapkan berulang kali

dengan ritme yang teratur disertai sikap pasrah

dengan tuhan sesuai dengan keyakinan masing-

masing. Kelebihan dari tehnik relaksasi Benson

adalah untuk menghilangkan nyeri, insomnia, dan

23
kecemasan. Demikian dapat disimpulkan bahwa

relaksasi slow deep breathing dan relaksasi Benson

saling efektif untuk penurunkan nyeri ringan dan

sedang pada pasien kanker di RS Tugurejo

Semarang.

c. Hipnoterapi

1) Imajinasi Terbimbing

Apostolo & Katherine (2009) teknik guided

imagery merupakan cara sederhana, menggunakan

pikiran individu yang mengalami nyeri itu sendiri

dan tidak memerlukan biaya untuk dapat

meningkatkan koping. Guided imagery (Imajinasi

terbimbing) merupakan penciptaan khayalan pasien

dengan tuntunan dari pemberi pelayanan

keperawatan untuk mendorong pasien

mevisualisasikan atau memikirkan pemandangan

atau situasi yang disenanngi pasien. Teknik

imajinasi dapat menurunkan intensitas nyeri karena

fokus pemikiran pasien dipusatkan pada hal-hal

yang dapat membuat perasaan pasien tenang dan

tidak berfokus pada nyeri. Selain itu, tingkat

keberhasilan teknik imajinasi terbimbing juga

dipengaruhi oleh sikap pasien yang melakukan

24
teknik imajinasi terbimbing dengan baik dan benar.

Semakin baik pasien melakukan instruksi, maka

semakin baik pula hasil yang didapatkan yaitu

penurunan nyeri. Penggunaan teknik imajinasi

terbimbing akan membentuk bayangan yang

diterima sebagai rangsang oleh berbagai indra.

Dengan membayangkan sesuatu yang indah dan

damai, maka pasien akan merasa tenang.

Dampaknya adalah terjadi perubahan aktivitas

motorik sehingga otot-otot yang tegang menjadi

relaks, dan respon terhadap bayangan semakin jelas.

Rangsangan imajinasi berupa hal-hal yang

menyenangkan akan dijalankan ke batang otak

menuju sensor talamus untuk diformat. Sebagian

kecil rangsangan itu di transmisikan ke amingdala

dan hipokampus, sebagian lagi dikirim ke korteks

serebri. Pada hipokampus hal yang menyenangkan

akan diproses menjadi sebuah memori dan ketika

mendapat rangsangan berupa imajinasi memori

yang tersimpan akan muncul kembali. Dari

hipokampus rangsangan yang telah mempunyai

makna dikirim ke amingdala yang akan membentuk

pola respon yang sesuai dengan makna rangsangan

25
yang diterima, sehingga subjek lebih mudah untuk

mengasosiasikan dirinya dalam menurunkan sensasi

nyeri yang dialami. Melakukan teknik imajinasi

terbimbing dalam dengan induksi latihan selama 10-

20 menit secara teratur dapat mengurangi rasa nyeri.

Teknik imajinasi terbimbing dalam dapat berhasil

jika pasien kooperatif.

d. Terapi Religius

1) Terapi ayat suci al-quran dan doa

Pengaruh terapi mendengarkan ayat-ayat Al-

Quran berupa, adanya perubahan perubahan arus

listrik di otot, perubahan sirkulasi darah,perubahan

detak jantung dan kadar darah pada kulit. Perubahan

tersebut menunjukan adanya relaksasi atau

penurunan ketegangan urat saraf reflektif yang

mengakibatkan terjadinya pelonggaran pembuluh

nadi dan penambahan kadar darah dalam kulit,

diiringi dengan penurunan frekuensi detak jantung.

Terapi murotal bekerja pada otak, dimana ketika

didorong oleh rangsangan dari luar (terapi Al

Qur’an), maka otak maka memproduksi zat kimia

yang disebut neuropeptide. Molekul ini akan

menangkutkan kedalam reseptor – reseptor mereka

26
yang ada di dalam tubuh dan akan memberikan

umpan balik berupa kenikmatan atau kenyamanan,

sehingga rasa nyeri berkurang. Terapi ini dilakukan

tidak hanya dilakukan pada saat pasien merasakan

nyeri saja tetapi saat pasien gelisah. Waktu yang

dibutuhkan 15-20 menit (Yusri, 2006; Faradisi,

2009; Mottaghi, Esmaili, & Rohani, 2011).

2) Terapi dzikir

Menurut peneliti Budiyanto, T, Ma’rifah, A.

R, Susanti, P. I (2015), terjadinya penurunan nyeri

pada pasien karena terapi yang dilakukan secara

berulang akan dapat menimbulkan rasa nyaman

yang pada akhirnya akan meningkatkan toleransi

persepsi dalam menurunkan rasa nyeri yang

dialami. Jika seseorang mampu meningkatkan

toleransinya terhadap nyeri maka seseorang akan

mampu beradaptasi dengan nyeri, dan juga akan

memiliki pertahanan diri yang baik pula.merasakan

keikhlasan dalam menerima kondisi sehingga dapat

mengurangi perasaan yang tidak nyaman terhadap

rasa nyeri. Penting bagi pasien untuk meyakini

bahwa kondisinya saat ini adalah sebuah ujian yang

harus dijalani dengan sabar dan tabah. Hal ini akan

27
semakin mudah jika pasien menyerahkan diri

sepenuhnya kepada Allah SWT dengan pengakuan

bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah SWT.

Kalimat dzikir dengan lafaz “Laa Ilaa Ha

Illallah” adalah kalimat dzikir yang tepat diberikan

kepada pasien. Lafaz “Laa Ilaa Ha Illallah”

memiliki makna bahwa tidak ada tuhan kecuali

Allah SWT. Kalimat dzikir ini bermakna bahwa

seorang hamba menerima keesaan Allah SWT dan

menerima apapun ketetapannya. Hawari (2010)

menyatakan bahwa “Dzikir dan Doa dari sudut

pandang ilmu kedokteran jiwa atau kesehatan

mental merupakan terapi psikiatrik, setingkat lebih

tinggi daripada psikoterapi biasa. Hal ini

dikarenakan dzikir dan doa mengandung unsur

spiritual kerohanian, keagamaan, yang dapat

membangkitkan harapan dan percaya diri pada diri

klien atau penderita, yang pada gilirannya kekebalan

tubuh dan kekuatan psikis meningkat sehingga

mempercepat proses penyembuhan”. Dalam hal ini,

tentu terapinya juga disertaidengan obat dan

tindakan medis lainnya tanpa harus

mengabaikannya. Dengan demikian, menunjukkan

28
bahwa terapi medis disertai dzikir dan doa

merupakan pendekatan holistik di dunia kedokteran

modern pada saat ini.

Berdasarkan hasil penelitian menurut

peneliti hal ini terjadi karena seseorang yang

mengalami nyeri akan mencari pertolongan untuk

memenuhi kebutuhan rasa nyamannya, dengan

Dzikir perawat dapat memenuhi kebutuhan rasa

nyaman pasien. Dzikir sebagai penyembuh terhadap

nyeri diantaranya dengan berdzikir menghasilkan

beberapa efek medis danpsikologis di dalam tubuh,

dimana fenomena ini akan menyebabkan hati dan

pikiran merasa tenang dibandingkan sebelum

berzikir. Otot-otot tubuh mengendur terutama

ototbahu yang sering mengakibatkan ketegangan

psikis. Hal ini didukung dengan teori Lukman

(2012) yang menyatakan bahwa secara fisiologis,

terapi spiritual dengan berdzikir atau mengingat

asma Allah menyebabkan otak akan bekerja, ketika

otak mendapat rangsangan dariluar, maka otak akan

memproduksi zat kimia yang akan memberi

rasanyaman yaitu neuropeptida. Setelah otak

memproduksi zat tersebut, maka zat ini akan

29
menyangkut dan diserap didalam tubuh yang

kemudian akan memberi umpan balik berupa

kenikmatan atau kenyamanan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian

Munzir (2008) menunjukkan bahwa kata-kata dzikir

itu dapat menjadi salah satu frasa fokus (kata-kata

yang menjadi titik fokus perhatian) dalam proses

penyembuhan diri klien dari kecemasan, ketakutan

bahkan dari keluhan fisik seperti sakit kepala, nyeri

dada dan hipertensi. Al-qur’an juga bermanfaat

dalam kesehatan yakni dalam proses penyembuhan.

Al-qur’an terbukti berpengaruh tehadap relaksasi

ketegangan pada otot dan saraf.

Ketegangan pada otot saraf dapat berpotensi

mengurangi daya tahan tubuh yang disebabkan oleh

gangguan keseimbangan fungsi organ dalam tubuh.

Dengan menggunakan Al-qur’an sebagai media

relaksasi, daya tahan tubuh dapat di pengaruhi

sehingga mampu melawanpenyakit dan membantu

proses penyembuhan (Al-Qadhiy, 2009). Selama

melaksanakan asuhan keperawatan pada aspek

spiritual care perawat dituntut untuk mampu hadir

secara fisik maupun psikis dimanifestasikan dalam

30
mendengarkan dengan aktif, sikap empati melalui

komunikasi terapeutik dan memfasilitasi ibadah

praktis membantu pasien untuk menginterospeksi

diri merujuk kepada rohaniawan jika pasien

membutuhkan. Adapun kriteria hasil yang ingin

dicapai dari asuhan keperawatan dengan pendekatan

spiritual care ini adalah ditemukannya kemampuan

pasien dalam bersyukur, kedamaian atau ketenangan

dan tergalinya mekanisme koping yang efektif

untuk mengatasi rintangan hidupdiantaranya dalam

mengahapi nyeri (Potter & Perry, 2005).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian

Hidayat (2014) tentang menganalisis dzikir khafi

untuk menurunkan skala nyeri osteoartritis pada

lansia di Panti Sosial Trisna Werda (PSTW) Unit

Budi Luhur Bantul Yogyakarta. Hasil analisa

terdapat perbedaan skala nyeri sebelum dan sesudah

perlakuan pada kelompok eksperimen dengan

nilaiρ-value sebesar0,000 (<0,05) serta tidak ada

perbedaan skala nyeri sebelum dan sesudahpada

kelompok kontrol dengan nilaiρ-value sebesar0,627

(>0,05) dan terdapat perbedaan skala nyeri sesudah

31
perlakuan pada kelompok kontrol dan eksperimen

dengan nilaiρ-value sebesar 0,000 (<0,05).

3) Sholat tahajud

Berdasarkan proses hasil penelitian menurut

Chodijah. S (2016) terhadap data yang telah

dikumpulkan maka dapat ditarik beberapa

kesimpulan, sebagai berikut:

a) Shalat tahajud yang dilakukan di penghujung

malam yang sunyi, bisa mendatangkan

ketenangan. Sementara ketenangan itu sendiri

terbukti mampu meningkatkan ketahanan tubuh

imunologik, mengurangi resiko terkena penyakit

jantung dan meningkatkan usia harapan hidup.

Sebaliknya, bentuk-bentuk tekanan mental

seperti stres maupun depresi membuat

seseorang rentan terhadap berbagai penyakit,

infeksi dan mempercepat perkembangan sel

kanker serta meningkatkan metastasis

(penyebaran sel kanker). Shalat tahajud yang

khusuk dan ikhlas bisa mendatangkan mental

yang sehat dari pengaruh shalat tahajud

terhadap daya kekebalan tubuh, khususnya

ketenangan pada jiwa seseorang yang

32
memberikan manfaat dari segi psikis yang

berupa perasaan tenang dan tentram, juga dapat

memberikan manfaat besar dari segi fisik yang

berkaitan dengan kesehatan jasmani.

b) Pelaku shalat tahajud imannya akan kuat. Setiap

kali seseorang melaksanakan shalat tahajud,

keimanannya akan bertambah kuat dan

bertambah pula kemampuan seseorang untuk

mengerjakan shalat tahajud pada malam hari.

Hal seperti inilah seorang yang melaksanakan

shalat tahajud dengan ikhlas mampu

menemukan imannya kepada Allah. Dan iman

yang kokoh dapat membawa seseorang taat

menjalankan perintah Allah SWT dan menjauhi

larangan-larangan-Nya.

c) Shalat tahajud yang dikerjakan dalam

kesendirian, keheningan dan kesunyian malam

akan dijauhkan dari sifat rakus, tamak, serakah

dan pamer. Karena pelaksanaan shalat tahajud

didalam rumah dan malam hari, sehingga

seseorang yang akan pamer kepada orang lain

tidak bisa memperlihatkan shalatnya.

33
d) Shalat tahajud mengandung aspek meditasi dan

relaksasi sehingga dapat digunakan sebagai

pereda stres yang meningkatkan ketahanan

tubuh secara natural.

e) Seseorang telah mencapai ketenangan jiwa tidak

akan guncang dalam menghadapi berbagai lika-

liku kehidupan. Kebahagiaan, sekalipun sangat

menyenangkan didalam dirinya, tidak akan

dapat mengguncangkannya. Begitu juga

kesedihan, sekalipun sangat menyakitkan, tidak

mampu membuatnya gelisah. Jiwa ini dapat

memahami kenyataan penderitaan yang

bersumber pada perasaan dosa yang banyak

menimbulkan perasaan cemas, konflik

kejiwaan, dan gangguan jiwa lainnya.

f) Shalat tahajud adalah sebuah cara agar dapat

menghilangkan perasaan pesimis, rendah diri,

minder dan kurang berbobot. Sikap pesimis

yang seumula dimilikinya akan berganti dengan

sikap selalu optimis, penuh percaya diri, dan

pemberani tanpa bersifat sombong dan takabur.

Perasaan optimis dan penuh percaya diri ini

yang akan muncul sebuah kebahagiaan dalam

34
hidup individu. Keadaan inilah yang kelak akan

dapat mengakibatkan ketahanan tubuh menjadi

prima dan akhirnya dapat terhindar dari

penyakit.

g) Shalat tahajud dapat menghapus noda hitam

dalam hati, apabila dikerjakan dengan ikhlas,

noda hitam dalam hati seseorang dapat bersih

kembali. Shalat tahajud merupakan ritual utama

untuk membenahi semua pola hidup individu.

Dengan kepekaan ini, maka hati seseorang akan

menjadi lembut dan mudah menerima

nasehat.Dengan demikian,shalat tahajud mampu

melunakkan, menyucikan dan menyehatkan

hati.

h) Menjalankan shalat tahajud merupakan sebuah

trobosan tepat yang dapat mencegah datangnya

penyakit pada sistem pernafasan, dalam hal ini

saluran paru-paru tidak tertindih dan tersumbat

teralalu lama. Karena shalat tahajud akan

megurangi waktu tidur yang terlalu lama.

i) Gerakan shalat tahajud secara langsung akan

mengaktifkan sistem pemanasan tubuh untuk

menghentikan pembekuan lemak, sehingga akan

35
selamat dari penyakit pada sistem tulang otot

yang sering sekali mengganggu kegiatan sehari-

hari.

Melaksanakan shalat tahajud dengan tepat,

maksimal dan khusuk, kadar kortisol dan

berbagai hormon lain akan menjadi normal.

Dengan shalat tahajud selama dua bulan, akan

menurunkan kadar kortisol, meningkatkan jumal

makrofag, biosofil, ionofil dan menurunkan

jumlah sel abnormal dan akhirnya penyakit

dapat sembuh, karena shalat tahajud dapat

meningkatkan dan memperbaiki respons

ketahanan tubuh imunologik.

4) Terapi puasa

Berdasarkan penelitian Putri dan Maimanah

(2018), studi pustaka dengan menggunakan analisis

komparatif dan korelasional terhadap efektivitas

puasa terhadap pengobatan penyakit kanker secara

klinis, maka dapat disimpulkan menjadi beberapa

hal sebagai berikut :

1. Adanya korelasi antara ibadah dengan

kesehatan fisik dan psikis, ditandai dengan

efek positif dari terapi puasa terhadap

36
penyakit kanker. Indikasi lainnya dilihat dari

uji korelasi dengan hasil puasa memiliki

hubungan terhadap pengobatan penyakit

kanker.

2. Terapi puasa efektif dalam dalam pengobatan

penyakit kanker terlebih jika digunakan

sebelum dan sesudah kemoterapi dengan

indikator berkuranya efek samping yang

ditimbulkan setelah kemoterapi.

3. Penjelasan klinis mengenai efektivitas puasa

terhadap penyakit kanker antara lain, puasa

dapat memperbaiki kerusakan DNA,

mengurangi efek samping setelah

kemoterapi, memberihkan racun dalam tubuh

melalui proses metabolisme, merentankan

pertahanan sel kanker terhadap kematian sel

dan pengobatan anti kanker, menciptakan

nutrisi keton yang bermanfaat untuk tubuh

terlebih ketika terkenan kanker dan

menghasilkan radikal bebas untuk sel kanker

sendiri sehingga kanker dapat membunuh sel

itu sendiri.

37
e. Fisioterapi

1) Akupresur

Akupresur merupakan salah satu tindakan

intervensi non farmakologis untuk mengatasi nyeri,

Menurut Yurdanur (2012)akupresur adalah salah

satu teknik pengobatan tradisional Cina yang dapat

digunakan untuk menurunkan nyeri, mengobati

penyakit dan cedera. Akupresur dilkakukan dengan

memberikan tekanan fisik pada beberapa titik pada

permukaan tubuh yang merupakan tempat sirkulasi

energi dan keseimbangan pada pasien dengan kasus

gejala nyeri. Teknik akupresur ini tidak invansif,

aman dan efektif. Akupresur terbukti dapa mengurai

nyeri punggung, kepala, osteoarthritis, otot leher,

nyeri pre-operasi dan postoperasi, mual muntah dan

masalah tidur.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Kurniyawan (2016), ada beberapa teknik akupresur

yang digunakan dalam menurunkan nyeri yaitu

sebagian besar akupresur dilakukan secara manual

padatitik akupuntur tertentu yaitu LI4 dan SP6

dimana kedua titik ini memiliki efek yang sangat

38
besar dan sistemik jika dibandingkan dengan titik

akupuntur lainnya seperti beberapa jurnal spesifik

menggunakan auricular point acupressure

(APA),collateral meridian acupressure therapy

(CMAT) dan ada juga yang menggunakan alat

bantu seperti acupressure femi-band (gelang

akupresur). Dari ke empat teknik akupresur di atas

semuanya memiliki prinsip dasar yang sama yaitu

pemberian tekanan pada titik-titik akupunktur yang

ada dipermukaan tubuh. Lama tindakan akupresur

berdurasi antara 2 menit sampai 30 menit.Menurut

Yeh, dkk. (2015) menggunakan teknik akupresur

pada telinga selama 7 hari sehingga

dapatmenurunkan nyeri, kelelahan, dan gejala

lainnya padapasien kanker payudara. Auricular

acupressureselama 2 menit dalam penelitian Santoro

(2015)dapat meningkatkan ambang batas nyeri.

Sedangkan menurut Alavi, dkk. (2008)

menggunakan akupresur pada titik UB31

untukmenurunkan nyeri dan menjelaskan bahwa

akupresurlebih efektif dilakukan pada laki-laki dari

pada perempuan.

39
Menurut Chernyak & Sessler (2005) dalam

Kurniyawan (2016) menjelaskan mekanisme

akupunktur analgesia secara komprehensif. Dasar

dari teorinya adalah tiga mekanisme yang

berkontribusi terhadap akupunktur analgesia:

1)Akupunktur menstimulasi saraf afferen tipe I dan

tipe II atau serat A-delta di otot yang akan mengirim

impuls menuju traktus anterolateral di medula

spinalis. Di medula spinalis, nyeri dihambat pada

presinaptik oleh pelepasan enkephalin dan

dynorphin, mencegah pesan nyeri menaiki traktus

spinothalamik. 2) Akupunktur menstimulasi struktur

otak tengah dengan mengaktivasi sel-sel di

periaqueductal gray matter dan inti raphe.

Kemudian akan dikirim sinyal menurun melewati

traktus dorsolateral, yang menyebabkan pelepasan

monoamin noreepineprin dan serotonin di medula

spinalis. Neurotransmiter ini akan menghambat

nyeri pada presinaptik dan postsinaptik dengan

menurunkan transmisi sinyal melewati traktus

spinothalamic. 3) Stimulasi pada kompleks

pituitarihypotalamik menyebabkan pelepasan

sistemik dari beta-endorfin kedalam aliran darah

40
dari kelenjar pituitari. Pelepasan beta-endorfin di

sertai dengan pelepasan hormon

adrenokortikotropik. Proses penurunan nyeri dengan

intervensi akupresur juga dapat dijelaskan

menggunakan teori holistik. Akupresur pada titik

akupunktur akan memberikan efek lokal yaitu

penurunan rasa nyeri pada daerah sekitar titik

penekanan. Energi akupresur pada titik akupunktur

akan mengalir melalui aliran meridian menuju target

organ. Stimulasi maupun sedasi target organ akan

memberikan efek perubahan biokimia, fisiologis,

dan persepsi atau rasa. Perubahan biokimia dapat

berupa peningkatan kadar endorfin, perubahan

fisiologis dapat berupa aktivitas aliran darah dan

oksigen, sedangkan perubahan persepsi atau rasa

dapat berupa penurunan tingkat nyeri (Adikara

2015).

Akupresur merupakan terapi komplementer

alternatif yang efektif dalam menurunkan tingkat

nyeri akut maupun kronis sehingga dapat

mengurangi penggunaan obat-obat farmakologi

yang mempunyai efek samping. Akupresur juga

efektif dalam menghilangkan berbagai gejala yang

41
menyertai penyakit dengan cara menyeimbangkan

aliran energi di tubuh.

2) Teknik relaksasi hand massage

Hasil penelitian menurut penelitian Fadilah,

N. F, Astuti. P, Santy, W.H (2016) menunjukkan

bahwa sebelum diberikan teknik relaksasi hand

massage pasien kanker payudara memiliki respon

nyeri rata-rata 5.09. Dan setelah diberikan teknik

relaksasi hand massage pasien payudara mengalami

penurunan tingkat nyeri dengan rata-rata 3.09. Hasil

uji didapatkan (ρ= 0,000), serta ada pengaruh teknik

relaksasi hand massage terhadap nyeri pada pasien

kanker payudara.

Hand massage merupakan salah satu teknik

relaksasi untuk menurunkan nyeri dengan cara

memberikan sentuhan dan tekanan yang lembut

dibawah jaringan kulit. Efek relaksasi yang

ditimbulkan dari hand massage dapat mengurangi

rasa nyeri yang dirasakan oleh pasien, sehingga

dapat mencegah nyeri bertambah berat. Selain itu,

sebelum melakukan tindakan hand massage baiknya

menghilangkan sumber-sumber suara yang berisik

di lingkungan, menyapa klien dengan ramah dan

42
rasa penuh perhatian. Hal ini dapat membuat klien

merasa diperhatikan. Sehingga rasa nyaman timbul

dan nyeri menjadi berkurang, namun setiap

responden yang dipijat mengungkapkan ekspresi

dan letak kenyamanan yang berbeda-beda.

Hand massage artinya memberikan stimulasi

dibawah jaringan kulit dengan memberikan

sentuhan dan tekanan yang lembut untuk

memberikan rasa nyaman (Ackley et al, 2008).

Stimulasi kulit akan merangsang serat-serat non-

nosiseptif yang berdiameter besar untuk menutup

gerbang bagi serat-serat berdiameter kecil yang

menghantarkan nyeri sehingga dapat dikurangi.

Dihipotesiskan bahwa stimulasi kulit juga dapat

menyebabkan tubuh mengeluarkan endorphin dan

neurotransmitter lain yang menghambatnyeri (Price

et al, 2012). Teknik dalam melakukan hand

massage lebih ditekakan pada masase di punggung

tangan dan pergelangan tangan, karena di dua

tempat tersebut terdapat titik meridian jantung yang

melewati dada. Titik ini membantu dalam pelepasan

endorfin ke dalam tubuh yang dapat memperlancar

43
peredaran darah dan menutrisi sel, sehingga

menimbulkan efek relaksasi (Fengge, 2012).

Hand massage merupakan salah satu bentuk

teknik relaksasi yang dapat memberikan

kenyamanan bagi klien, sehingga dapat mengurangi

rasa nyeri yang dirasakan oleh klien (Barbara,

2010).

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Nyeri merupakan suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang

dan ekstensinya diketahui apabila seseorang pernah mengalaminya.

(Herdman, 2012). Adapun penyebab nyeri terjadi karena Factor

fisiologis dan Factor psikososialnyeri timbul akibat adanya rangsangan

oleh zat-zat algesik pada reseptor nyeri yang banyak dijumpai pada

lapisan superficial kulit dan pada beberapa jaringan di dalam tubuh,

seperti periosteum, permukaan sendi, otot rangka dan pulpa gigi. Zat-

44
zat algesik yang mengaktifkan reseptor nyeri adalah ion K, H, asam

laktat, serotonin, bradikinin, histamin dan prostaglodin.

Terapi Farmakologi untuk nyeri adalah terapi radiasi, Tujuan terapi

radiasi adalah memaksimalkan dosis radiasi ke sel kanker abnormal

dan meminimalkan paparan terhadap sel normal yang berdekatan

dengan sel kanker atau yang berada pada jalur radiasi, meskipun pada

kenyataannya radiasi mampu merusak sel kanker maupun sel normal

(Ganapati, 2016). Sedangkan terapi non farmakologi Menurut (Potter

& Perry, 2010), Bimbingan antisipasi, Distraksi, Biofeedback,

Hipnosis diri, Mengurangi persepsi nyeri, Stimulasi kutaneus.

B. Saran

1. Bagi Pelayanan Keperawatan

Sebaiknya Perawat paliatif memberikan motivasi dan

semangat kepada pasien kanker dengan sentuhan kasih saying

sehingga motivasi diri meningkat yang mengakibatkan kualitas

hidup meningkat.

2. Bagi Peneliti

Selanjutnya Saran untuk peneliti selanjutnya untuk lebih

memperhatikan jenis pernyataan yang lebih tepat dan

menggunakan bahasa yang mudah dipahami responden.

45
DAFTAR PUSTAKA

Ackley, Ladwig, Swan, Tucker. (2008) dalam Fadilah, N. F, Astuti. P, Santy,

W.H (2016). Pengaruh teknik relaksasi hand massage

terhadap nyeri pada pasien kanker payudara di yayasan

Kanker indonesia surabaya. Jurnal Ilmiah Kesehatan.

Surabaya. Vol. 9, No. 2.

(Online).http://journal.unusa.ac.id/index.php/jhs/article/viewFi

le/109/97 diakses 18 desember 2018.

Adikara, RTS. (2015). Pelatihan Terapi Komplementer Alternatif &

Akupreser untuk Dokter, Perawat, Bidan dan Umum. Asosiasi

Chiropractor dan Akupreser Seluruh Indonesia (ACASI)

Cabang Bondowoso.

Alavi, NM., 2008. Effectiveness of acupressure to reduce pain in

intramuscular injections. Acute Pain. Elsevier. Volume 9, Issue

4, Pages 201- 205

[Online].http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S136

6007107001684. Diakses 19 Desember 2018 pukul 16.20 wib.

Al-Qadhiy.(2009) dalam Budiyanto, T, Ma’rifah, A. R, Susanti, P. I (2015).

Pengaruh terapi dzikir terhadap intensitas nyeri pada Pasien

post operasi ca mammae di rsud Prof dr margono soekarjo

purwokerto. Jurnal Keperawatan Maternitas. Purwokerto.

Volume 3, No. 2. (Online). https://ppnijateng.org/wp-

46
content/uploads/2017/01/Keperawatan-Maternitas_-vol-3-No-

2.20-26.pdf diakses 18 desember 2018.

American Cancer Society. (2014). Global cancer facts & figures 2nd edition.

(Online).(http://wwwbreastcancer.org/symptoms/underdtand_b

c/statistics, diakses tanggal 20 Desember 2018).

Ardinata, D. (2007). Multidimensional Nyeri. Jurnal KeperawatanRufaidah

Sumatera Utara, Volume 2, No. 2

Apostolo, J & Katherine. 2009. The Effect of Guided Imagery on Comfort,

Depression, Anxiety, and Stress of Psychiatric Inpatients.

Journal Archives of Psychiatric Nursing 23.

Asmadi. (2008). Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta :

Salemba Medika.

Barbara. (2010). dalam Fadilah, N. F, Astuti. P, Santy, W.H (2016).

Pengaruh teknik relaksasi hand massage terhadap nyeri pada

pasien kanker payudara di yayasan Kanker indonesia

surabaya. Jurnal Ilmiah Kesehatan. Surabaya. Vol. 9, No. 2.

(Online).http://journal.unusa.ac.id/index.php/jhs/article/viewFi

le/109/97 diakses 18 desember 2018.

Budiyanto, T, Ma’rifah, A. R, Susanti, P. I (2015). Pengaruh terapi dzikir

terhadap intensitas nyeri pada Pasien post operasi ca

mammae di rsud Prof dr margono soekarjo purwokerto. Jurnal

Keperawatan Maternitas. Purwokerto. Volume 3, No. 2.

(Online). https://ppnijateng.org/wp-

47
content/uploads/2017/01/Keperawatan-Maternitas_-vol-3-No-

2.20-26.pdf diakses 18 desember 2018.

Butterworth JF et al. Morgan & Mikhail’s. (2013). Clinical Anesthesiology

5th edition. United States : McGraw-Hill Education.

Chodijah. S. (2016). Konsep shalat tahajud melalui pendekatan psikoterapi

hubungannya dengan psikologi kesehatan (penelitian di klinik

terapi tahajud surabaya). Jurnal keperawatan. Bandung.

(0nline). https://media.neliti.com/media/publications/176220-

ID-konsep-shalat-tahajud-melalui-pendekatan.pdf diakses 20

desember 2018.

Fadilah, N. F, Astuti. P, Santy, W.H (2016). Pengaruh teknik relaksasi hand

massage terhadap nyeri pada pasien kanker payudara di

yayasan Kanker indonesia surabaya. Jurnal Ilmiah Kesehatan.

Surabaya. Vol. 9, No. 2.

(Online).http://journal.unusa.ac.id/index.php/jhs/article/viewFi

le/109/97 diakses 18 desember 2018.

Faisel, Citra T.W., (2012). Gambaran efek samping kemoterapi berbasis

antrasiklin pada pasien kanker payudara di RSUD Dr.

Soedarso Pontianak. Program sarjana fakultas kedokteran

Universitas Tanjungpura. Pontianak.

Fengge. (2012). dalam Fadilah, N. F, Astuti. P, Santy, W.H (2016).

Pengaruh teknik relaksasi hand massage terhadap nyeri pada

48
pasien kanker payudara di yayasan Kanker indonesia

surabaya. Jurnal Ilmiah Kesehatan. Surabaya. Vol. 9, No. 2.

(Online).http://journal.unusa.ac.id/index.php/jhs/article/viewFi

le/109/97 diakses 18 desember 2018.

Fitriatuzzakiyyah, Sinuraya, Dan Puspitasari. (2017). Terapi kanker dengan

radiasi: konsep dasar radioterapi dan perkembangannya di

indonesia.Vol .6 No. 4

.https://www.researchgate.net/profile/Rano_Sinuraya/publicati

on/324457928_Cancer_Therapy_with_Radiation_The_Basic_

Concept_of_Radiotherapy_and_Its_Development_in_Indonesi

a/links/5b51d3a5a6fdcc8dae30493e/Cancer-Therapy-with-

Radiation-The-Basic-Concept-of-Radiotherapy-and-Its-

Development-in-Indonesia.pdf. Diakses pada tanggal 10

Desember 2018 pukul 21.33 wib.

Ganapati NPD, Djakaria H. Tinjauan pustaka: Efek samping radiasi pada

jantung. J Indones Radiat Oncol Soc. 2016;7(1):26–35.

Guedea F. Perspectives of brachytherapy: patterns of care, new

technologies, and “new biology”. Cancer Radiother. 2014;

18(5–6):434–6.

Hawari. (2010) dalam Budiyanto, T, Ma’rifah, A. R, Susanti, P. I (2015).

Pengaruh terapi dzikir terhadap intensitas nyeri pada Pasien

post operasi ca mammae di rsud Prof dr margono soekarjo

purwokerto. Jurnal Keperawatan Maternitas. Purwokerto.

49
Volume 3, No. 2. (Online). https://ppnijateng.org/wp-

content/uploads/2017/01/Keperawatan-Maternitas_-vol-3-No-

2.20-26.pdf diakses 18 desember 2018.

Herdman, T. H. (2012). Diagnosa keperawatan : definisi dan klasifikasi

2012-2014. Jakarta: EGC.

Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). Diagnosis keperawatan definisi &

klasifikasi 2015-2017 edisi 10. Jakarta: EGC.

Hertanti. S.N, Setiyarini. S, Kristanti. M. S (2015). Pengaruh Self-Selected

Individual Music Therapy (SeLIMuT) terhadap Tingkat Nyeri

Pasien Kanker Paliatif di RSUP Dr. Sardjito. Yogyakarta.

(online).Indonesia jurnal of cancer. Vol.9. No.4.

http://www.indonesianjournalofcancer.or.id/e-

journal/index.php/ijoc/article/view/398 Diakses 13 Dessember

2018.

Hidayat. (2014) dalam Budiyanto, T, Ma’rifah, A. R, Susanti, P. I (2015).

Pengaruh terapi dzikir terhadap intensitas nyeri pada Pasien

post operasi ca mammae di rsud Prof dr margono soekarjo

purwokerto. Jurnal Keperawatan Maternitas. Purwokerto.

Volume 3, No. 2. (Online). https://ppnijateng.org/wp-

content/uploads/2017/01/Keperawatan-Maternitas_-vol-3-No-

2.20-26.pdf diakses 18 desember 2018

50
Karendehi, S. (2015). Pengaruh pemberian music terhadap skala nyeri

akibat perawatan luka bedah pada pasien pasca operasi

.Ejournal Keperawatan, Vol (3). No (2).

Kozier, B., et al. (2009). Buku ajar praktik keperawatan klinik kozier erb.

Jakarta : EGC.

Kurniyawan, E,. H,. (2016). Narative review: terapi komplementer alternatif

akupresur dalam menurunkan tingkat nyeri. Vol. 1 No. 2.

(online). https://media.neliti.com/media/publications/197137-

ID-acupressure-as-complementary-and-alterna.pdf Diakses

pada tanggal 19 Desember 2018 pukul 16.35 wib .

Lukman. (2012) dalam Budiyanto, T, Ma’rifah, A. R, Susanti, P. I (2015).

Pengaruh terapi dzikir terhadap intensitas nyeri pada Pasien

post operasi ca mammae di rsud Prof dr margono soekarjo

purwokerto. Jurnal Keperawatan Maternitas. Purwokerto.

Volume 3, No. 2. (Online). https://ppnijateng.org/wp-

content/uploads/2017/01/Keperawatan-Maternitas_-vol-3-No-

2.20-26.pdf diakses 18 desember 2018.

Mangku G, Senapathi TGA. (2010). Buku ajar ilmu anestesia dan

reanimasi. Jakarta Barat.

Munzir. (2008) dalam Budiyanto, T, Ma’rifah, A. R, Susanti, P. I (2015).

Pengaruh terapi dzikir terhadap intensitas nyeri pada Pasien

post operasi ca mammae di rsud Prof dr margono soekarjo

purwokerto. Jurnal Keperawatan Maternitas. Purwokerto.

51
Volume 3, No. 2. (Online). https://ppnijateng.org/wp-

content/uploads/2017/01/Keperawatan-Maternitas_-vol-3-No-

2.20-26.pdf diakses 18 desember 2018.

Phipss, dkk. (2010) dalam Hertanti. S.N, Setiyarini. S, Kristanti. M. S

(2015). Pengaruh Self-Selected Individual Music Therapy

(SeLIMuT) terhadap Tingkat Nyeri Pasien Kanker Paliatif di

RSUP Dr. Sardjito. Yogyakarta. (online).Indonesia jurnal of

cancer. Vol.9. No.4.

http://www.indonesianjournalofcancer.or.id/e-

journal/index.php/ijoc/article/view/398 Diakses 13 Dessember

2018.

Potter, Perry. (2010). Fundamental Of Nursing: Consep, Proses and

Practice. Edisi 7. Vol. 3. Jakarta : EGC.

Potter & Perry. (2005) dalam Budiyanto, T, Ma’rifah, A. R, Susanti, P. I

(2015). Pengaruh terapi dzikir terhadap intensitas nyeri pada

Pasien post operasi ca mammae di rsud Prof dr margono

soekarjo purwokerto. Jurnal Keperawatan Maternitas.

Purwokerto. Volume 3, No. 2. (Online).

https://ppnijateng.org/wpcontent/uploads/2017/01/Keperawata

n-Maternitas_-vol-3-No-2.20-26.pdf diakses 18 desember

2018.

Putri, R. A. K & Maimanah, S. (2018). Korelasi ibadah terhadap

kesehatan fisik dan psikis: efektivitas puasa secara klinis

52
sebagai alternatif pengobatan penyakit kanker. Jurnal

keperawatan. (Online)

https://www.researchgate.net/profile/Fariz_Abdillah3/publicati

on/329482125_Model_Pembelajaran_Program_Pemantapan_B

ahasa_Arab_dan_Shahsiah_KEMBARA_ke_4_Mahasiswa_K

olej_Universiti_Islam_Antar_Bangsa_Selangor_KUIS_Tahun_

2018/links/5c0a70cd92851c39ebda1487/Model-Pembelajaran-

Program-Pemantapan-Bahasa-Arab-dan-Shahsiah-

KEMBARA-ke-4-Mahasiswa-Kolej-Universiti-Islam-Antar-

Bangsa-Selangor-KUIS-Tahun-2018.pdf#page=210 diakses 20

desember 2018.

Price et al. (2012) dalam Fadilah, N. F, Astuti. P, Santy, W.H (2016).

Pengaruh teknik relaksasi hand massage terhadap nyeri pada

pasien kanker payudara di yayasan Kanker indonesia

surabaya. Jurnal Ilmiah Kesehatan. Surabaya. Vol. 9, No. 2.

(Online).http://journal.unusa.ac.id/index.php/jhs/article/viewFi

le/109/97 diakses 18 desember 2018.

Risyanto. E, Hartoyo. M, Wulandari (2016). Efektivitas terapi relaksasi

Slow deep breathing(sdb) dan relaksasi Benson terhadap

penurunan intensitas nyeriPasien kanker di rs tugurejo

semarang. (online). Ejournal

keperawatan.http://ejournal.stikestelogorejo.ac.id/index.php/il

53
mukeperawatan/article/viewFile/566/565Diakses tanggal 13

Desember 2018.

Santoro, A., Nori, SL., Lorusso, L., Secondulfo, C., Monda, M., &

Viggiano, A. 2015. Auricular Acupressure Can Modulate Pain

Threshold. Evidence-Based Complementary and Alternative

Medicine. Hindawi Publishing Corporation. Volume 2015,

Article ID 457390, 7 pages. [Online].

https://www.hindawi.com/journals/ecam/2015/457390/.

Diakses 19 Desember 2018 pukul 16.10 wib.

Yeh, CH., Chien, LC., Glick, RM., Londen, GV., &Bovbjerg, DH. 2015.

Auricular Point Acupressure (APA) to Manage a Symptom

Cluster of Pain, Fatigue, and Disturbed Sleep in Breast Cancer

Patients: A Pilot Study. Journal Pain Relief. 4(5), [Online].

http://www.omicsgroup.org/journals/auricularpoint-

acupressure-apa-to-manage-a-symptom- cluster-of-pain-

fatigue-and-disturbedsleep- in-breast-cancer-patients-a-

pilotstudy- 2167-0846-1000199.pdf. Diakses pada tanggal 19

Desember 2018 pukul 16.08 wib

Yurdanur, D. 2012. Non-Pharmacological Therapies in Pain Management,

Pain Management - Current Issues and Opinions. Dr. Gabor

Racz (Ed.). InTech. [Online]. http:// cdn.intechopen.com/pdfs-

wm/26152.pdf. Diakses tanggal 19 Desember 2018 pukul

16.03 wib.

54
Yusri M A, (2006). Meditasi dengan AlQur’an.

http://psikologi2.tripod.com/ meditasiqur’an.htm. Diakses pada

18 desember 2018.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2003). Pedoman diagnosis &

penatalaksanaan di indonesia.

Malinga, S., Pretorious, J.P., Luvhengo, T.E. (2013). Neoadjuvant and

adjuvant therapy in cancer.

Sun, P.L., Li, B., & Ye, Q.F. (2012). Effect of neoadjuvant cetuximab,

capecitabine, and radiotherapy for locally advanced rectal

cancer: results of a phase II study. International Journal Of

Colorectal Disease 27: 1325-1332.

Murgic, J., Soldic, Z., Vrljic, D., Samija, I., Kirac, I., Kolanca, A., et al.

(2012). Quality of Life of Croatian Breast Cancer Patients

Receiving Adjuvant Treatment - Comparison to Long-Term

Breast Cancer Survivors. Coll. Antropol 4: 1335-1341.

55

Anda mungkin juga menyukai