Anda di halaman 1dari 5

The Development of Corak Insang Weaving Craft

Creative Economy in Pontianak City


Metasari Kartika#, Husna Amalya Melati *, Yudithya Ratih #
#
Faculty of Economic and Business of Tanjungpura University
*
Faculty of Teacher Training and Education of Tanjungpura University
#
Faculty of Engineering, Architecture Program, Polytechnic of Pontianak

Address
1
 metasari.kartika@ekonomi.untan.ac.id
2
second.author@second.com
3
 third.author@first­third.edu
Abstract— The main purpose of Regional Featured Product
Development Program (Program Pengembangan Produk Menurut Ibu Kurniati (Ketua KSM Mekar II), sudah
Unggulan Daerah) of Corak Insang Weaving Craft in Pontianak banyak pihak luar yang datang dengan berbagai tujuan mulai
City is to make corak insang weaving craft as regional featured dari yang hanya sekedar berkunjung, membuat liputan untuk
product and becomes a potential subsector creative economy in acara televisi, bahkan produksi film dokumenter, seperti yang
Pontianak City. This program is in sync with two non-
dilakukan oleh IDB (Islamic Development Bank) melalui
governmental groups (Kelompok Swadaya Masyarakat,
abbreviated as KSM) located in Khatulistiwa street, Sambas kunjungan utusannya dari Rhome, Italy dan Ryadh, Arab.
Jaya alley, Batulayang village, Pontianak City which are KSM Beberapa lembaga/institusi pemerintah yaitu Dinas
Mekar II and KSM Pucuk Rebung. The economic problem faced Perindustrian, Perdagangan, Koperasi & UMKM, dan Dinas
by those partners are in verifying product and marketing. Both Pekerjaan Umum serta pihak swasta juga telah mengadakan
groups have economic potency because craftsman location is the kegiatan pelatihan di daerah penenun. Lebih lanjut, para
only weaving area in Pontianak City, many costumers/guests penenun menyatakan belum dapat mengaplikasikan apa yang
visit, both domestic and international tourists, and many diperolehnya dari pelatihan karena tidak adanya praktek dan
agencies, both private and governmental, have given training or pendampingan yang berkelanjutan.
support to the craftsman. Thus, a development strategy of corak
Sisi yang lain, sektor industri pengolahan kain tenun yang
insang weaving craft using quadruple helix is needed. The result
of this program is the creation of derivative product of corak mempunyai keterkaitan dengan sumber daya lokal dapat
insang weaving, social media account to advertise the product berorientasi ekspor sehingga menjadi nilai jual tersendiri yang
online, and the improvement of partner’s knowledge and skill. patut dipertahankan (Sumar’in, Andiono & Yuliansyah, 2017).
Idealnya, setiap daerah menciptakan ekonomi kreatif
berdasarkan spesifikasi dan kekhasan wilayahnya sehingga
Keywords— economy, creative, craft, weaving, quadruple helix.
dapat menjadi multiplier effect bagi pertumbuhan ekonomi
I. INTRODUCTION daerah (Saksono, 2012). Oleh sebab itu, program
pengembangan produk kerajinan corak insang ini dilakukan
Kain corak insang merupakan kain khas tradisional kota
selama tiga tahun (2017-2019) agar kerajinan tenun corak
Pontianak. Saat ini, kain corak insang tidak hanya digunakan
insang menjadi produk unggulan daerah sehingga menjadi
pada acara-acara adat atau perkawinan saja, namun sudah
subsektor ekonomi kreatif yang potensial di Kota Pontianak.
digunakan sebagai corak pada seragam sekolah, seragam
kantor, dan kombinasi untuk pakaian. Meningkatnya minat II. METODE
masyarakat menggunakan motif kain ini ternyata tidak disertai
Metode yang digunakan pada program ini adalah pelatihan
dengan meningkatnya jumlah penenun kain tersebut sehingga
dan pendampingan. Untuk dapat mengembangkan produk ini
sebagian masyarakat tidak mengetahui keberadaan penenun
dan menjadikannya subsektor ekonomi kreatif unggulan,
corak insang. Selama ini rata-rata kain corak insang yang
maka diperlukan strategi pengembangan dengan pendekatan
digunakan berasal dari pabrik tekstil yang tidak diproduksi di
quadruple helix. Konsep ini sangat bermanfaat dimana proses
Kota Pontianak sedangkan hanya terdapat satu Kelompok
inovasi menjadi semakin terbuka sehingga meningkatkan
Swadaya Masyarakat (KSM) yang menenun kain ini.
proses pembangunan lokal dan regional (Kolehmainen et al.,
Hasil kunjungan ke lokasi, penenun menyatakan bahwa
2016). Model quadruple helix merupakan model
produk yang dihasilkan masih didominasi oleh kain tenun
pengembangan inovasi yang melibatkan 4 elemen yakni
khas Kabupaten Sambas yakni tenun emas Sambas, tenun
pendidikan yang mengacu pada pendidikan tinggi yakni
emas sutra Sambas, kopiah tenun Sambas, selendang/syal
universitas, pemerintah, swasta, dan masyarakat (Arnkil,
tenun Sambas, dan taplak meja beserta set sarung bantal kursi
Järvensivu, Koski, & Piirainen, 2010; Carayannis,
tenun Sambas. Beberapa produk turunan berupa kopiah,
Grigoroudis, & Pirounakis, 2015; Kementerian Pariwisata dan
selendang/syal, taplak meja, dan set sarung bantal kursi
Ekonomi Kreatif RI, 2014)
diproduksi menggunakan kain tenun sisa. Penenunan kain
Langkah-langkah yang dilakukan untuk mengatasi masalah
corak insang hanya 4 gulung (32 kain) dengan harga jual
diversifikasi produk dan pemasaran yakni (1) Focus Group
berkisar Rp 400.000. Alasan penenun ini lebih fokus menenun
Discussion (FGD), FGD merupakan salah satu teknik
kain khas daerah lain karena hasil tenun mereka langsung
pengumpulan data dimana kelompok berdiskusi mengenai
dibeli oleh pengusaha yang menampung hasil tenun partai
suatu topik (Setyanto, Samodra & Pratama, 2015). Oleh
besar dimana pengusaha tersebut hanya mengambil/membeli
karenanya FGD diperlukan untuk mengumpulkan berbagai
produk tenun Sambas. Alasan lainnya, kekhawatiran mereka
informasi dan menentukan strategi pemecahan masalah yang
terhadap prospek penjualan kain tenun corak insang dan
akan diambil. FGD; (2) Pendekatan partisipatif dan
kekurangtahuan mereka dalam cara mendiversifikasikan
instruksional, dilakukan dalam upaya untuk mengenal
produk.
karakteristik dari mitra maupun masyarakat sekitar melalui
kunjungan rutin ke mitra dan melihat langsung rutinitas
pekerjaan menenun; (3) Pendekatan struktural, menjalin
hubungan dan berkoordinasi dengan perangkat RT/RW atau
Kelurahan, termasuk pejabat di atasnya dalam program yang
menjembatani hubungan lembaga terkait yang dibutuhkan
Fig 1. Motif Kain Corak Insang
mitra untuk mendukung implementasi program melalui
pertemuan; (4) Pendekatan kultural, ilmu pengetahuan dan
teknologi yang akan ditransfer terimplementasikan dan
menyatu dengan kondisi sosial dan ekonomi serta budaya
daerah; (5) Pelatihan/Workshop. Darwanto, et al (2018)
menyatakan untuk permasalahan dalam aspek bisnis maka
solusi utama adalah memberikan pelatihan tentang desain,
packaging dan diversifikasi produk, serta dilanjutkan dengan
pelatihan strategi bisnis atau pemasaran; dan (6) Praktek dan Fig 2. Collaboration among KSM, People, Government, and Private Agencies
Pendampingan, setelah mendapatkan materi pada pelatihan, (Stakeholders).
mitra akan didampingi untuk melakukan praktek pada skala
kecil sebagai upaya persiapan untuk melakukan produksi yang Peran yang dilakukan oleh mitra adalah mengikuti berbagai
lebih besar. pelatihan yang diadakan berbagai pihak, menambah jumlah
penenun motif kain corak insang, menambah khasanah motif
III. HASIL DAN PEMBAHASAN dan warna pada hasil tenun, membuat branding produk dan
Pada sisi ekonomi dan industri kreatif, pemahaman packaging, meningkatkan kapasitas produksi kain tenun,
kerajinan lebih menekankan pada proses kreasi nilai dimana merealisasikan program-program inovasi produk,
nilai dari industri kerajinan ini akan dilihat dari penciptaan berkontribusi secara finansial dalam pengembangan kampung
pekerjaan dan peningkatan taraf hidup individu-individu yang wisata dan pengembangan produk. Peran yang dilakukan oleh
terkait (Narjoko et al., 2015). Untuk mencapai nilai tersebut universitas yang diwakili oleh tim kami adalah
maka diperlukan sinergisitas antara empat aktor pengembang mensinergiskan hubungan para aktor pengembang ekonomi
ekonomi kreatif yakni akademisi, pemerintah, swasta, dan kreatif subsektor kerajinan di Kota Pontianak (KSM,
masyarakat. Pengalaman membuktikan bahwasanya universitas, pemerintah dan swasta) dalam membangun
keberhasilan pemberdayaan dikarenakan terlibatnya semua kampung wisata tenun khatulistiwa, memberikan pelatihan
pihak (Miranda & Miranda, 2018). Peran dari para aktor ini dan pendampingan pemasaran secara online, memberikan
akan memudahkan dalam menyelesaikan permasalahan pelatihan dan pendampingan mengenai diversifikasi kain
ekonomi yang dihadapi oleh masyarakat dalam hal ini KSM tenun corak insang, mempublikasikan kegiatan dan produk
Mekar II dan KSM Pucuk Rebung. melalui website dan jejaring sosial.
Oleh karenanya kami melakukan koordinasi dengan
beberapa pihak antara lain mitra (KSM Mekar II dan KSM
Pucuk Rebung), KOTAKU (Kota Tanpa Kumuh), BDC
(Bussines Development Center) , Pemuda Pelopor, PT
Wilmar, Bappeda, Dinas Cipta Karya, Dinas Perindustrian,
Perdagangan, Koperasi dan UMKM, Dinas PU, Dinas
Pariwisata, Kelurahan, dan Kecamatan. Koordinasi ini
merupakan langkah pendekatan struktural yang dilakukan
dalam rangka mensinergiskan kegiatan yang akan Fig 3. Training and Workshop
diimplementasikan oleh tim pelaksana dengan kegiatan yang
selama ini sudah dilakukan melalui program KOTAKU. Peran kelembagaan ternyata tidak hanya dalam
Selanjutnya diadakan Focus Group Discussion (FGD). Agar mengembangkan ekonomi kreatif tetapi juga memiliki peran
hasil dari FGD bisa terwujud secara sistematis maka kegiatan dalam mendukung dan mengembangkan kewirausahaan
ini juga menyepakati Rencana Kerja Tindak Lanjut (RKTL). (Lindawati, 2014). Oleh karenanya pemerintah dalam hal ini
Hasilnya adalah adanya kesepakatan membagi peran untuk Pemerintah Kota Pontianak telah berperan dalam memajukan
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi mitra dan kerajinan tenun corak insang ini dengan cara antara lain
menyepakati dibentuknya Kampung Tenun Khatulistiwa untuk mengikutsertakan penenun dalam berbagai pameran baik
menarik wisatawan domestik dan luar negeri sehingga dapat tingkat lokal, regional, nasional maupun mancanegara,
meningkatkan pemasaran sehingga meningkatkan menetapkan kerajinan tenun corak insang sebagai produk
perekonomian penenun dan daerah. unggulan daerah, menetapkan Kampung Wisata Tenun
Khatulistiwa sebagai program inovasi kelurahan,
memfasilitasi sarana dan prasarana wilayah di Kampung
wisata Tenun Khatulistiwa, memfasilitasi pengajuan hak cipta
dan merek dagang masuk dalam galeri produk Bussines
Development Center (BDC) Pemerintah Kota Pontianak dari
Program KOTAKU. Peran yang dilakukan pihak swasta
adalah membantu memfasilitasi eksistensi Kampung Wisata
Tenun Khatulistiwa dalam bentuk pembuatan gerbang,
memberikan pinjaman modal usaha, memberikan pelatihan
diversifikasi produk, dan mengikutsertakan dalam pameran Rp 12.800.000) menjadi 50 kain perbulan (omset Rp
skala lokal maupun nasional. 20.000.000) sehingga omset penenun naik sekitar 56%.
Fig 5. Diversifikasi Produk

IV. CONCLUSIONS
Kerajinan tenun corak insang berpotensi untuk
dikembangkan menjadi subsektor ekonomi kreatif unggulan di
Kota Pontianak. Pemberdayaan masyarakat dengan
menggunakan pendekatan quadruple helix menunjukkan
sinergisitas aktor pengembang kerajinan tenun corak insang
ternyata tepat diterapkan dan pendampingan yang diberikan
kepada mitra telah memacu semangat para penenun sehingga
selama dua tahun terakhir omset penenun meningkat dan
Fig 4. Kawasan Mitra telah ditetapkan menjadi Kampung Wisata Tenun memberikan multiplier effect bagi masyarakat yang tinggal di
Khatulistiwa. kawasan Kampung Tenun Khatulistiwa.
Saat ini pembagian peran telah berjalan di tahun kedua dan ACKNOWLEDGMENT
mulai memberikan hasil. Pelatihan dan pendampingan
Terimakasih kepada Direktorat Riset dan Pengabdian
diversifikasi produk diberikan terlebih dahulu. Produk yang
Masyarakat, Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan
selama ini dihasilkan oleh penenun adalah kain tenun corak
Pengembangan, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan
insang dalam bentuk lembaran kain ukuran 2 m x 1 m. Produk
Tinggi yang telah mendanai kegiatan Program Pengambangan
yang dihasilkan secara ekonomi sasarannya lebih kepada
Produk Unggulan Daerah (PPPUD) tahun 2018. Ucapan
masyarakat ekonomi menengah keatas karena harganya cukup
terimakasih pula kepada Pemerintah Kota Pontianak, Camat
mahal. Selain harga, penggunaan kain ini juga terbatas pada
Pontianak Utara, Lurah Batulayang, BDC, Dinas PU, Kanwil
waktu-waktu tertentu. Oleh karena itu perlu dilakukan
Agraria dan Tata Ruang /ATR BPN, Dinas UMKM dan
diversifikasi produk yang dapat dijangkau oleh masyarakat
Perdagangan, KOTAKU, Wilmar, PT Angkasa Pura II, EVO
dan produk yang dihasilkan juga bervariasi.
SBS,Komunitas Craftulistiwa serta mitra KSM Mekar II dan
Variasi produk diharapkan dapat menjadi pilihan bagi
KSM Pucuk Rebung yang telah mendukung kegiatan
masyarakat lokal Pontianak maupun bagi wisatawan domestik
pengabdian ini.
dan mancanegara sebagai souvenir dan oleh-oleh. Produk
yang dibuat adalah tas tangan serta beberapa produk yang
berbahan dasar anyaman pandan antara lain clutch, kotak REFERENCES
pensil, dan tas laptop. Untuk pembuatan tas, sudah dilakukan [1] Arnkil, R., Järvensivu, A., Koski, P., & Piirainen, T. (2010). Exploring
persiapan yaitu membeli peralatan yang dibutuhkan terutama Quadruple Helix.
mesin jahit yang kemudian nantinya akan digunakan oleh [2] Carayannis, E. G., Grigoroudis, E., & Pirounakis, D. (2015). Quadruple
warga penenun maupun warga setempat yang memiliki Innovation Helix and Smart Specialization Knowledge Production and
National Competitiveness. TECH MONITOR, 19–27.
kemampuan menjahit dalam menghasilkan produk turunan. [3] Darwanto, Santosa,P.,B., Woyanti, N., & Bambang. (2018). Designing
Produk yang berbahan dasar anyaman pandan dikreasikan Model and Strategy for Strengthening The Competitiveness of Small
dengan memberikan ornament kain tenun corak insang pada Medium Enterprises. Etikonomi, 17(1), 69-92.
bagian tertentu. Dari segi kajian mata rantai ekonomi dari [4] Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI. (2014). Kekuatan
Baru Indonesia Menuju 2025. Jakarta.
produk ini diharapkan akan menjawab tantangan pasar yang [5] Kolehmainen, J., Irvine, J., Stewart, L., Karacsonyi, Z., Szabó, T.,
semakin dinamis. Pelatihan pembuatan tas dalam upaya Alarinta, J., & Norberg, A. (2016). Quadruple Helix , Innovation and
diversifikasi produk ini didukung pula oleh crafter dari the Knowledge-Based Development : Lessons from Remote , Rural and
komunitas Craftulistiwa Pontianak. Peserta yang terlibat Less-Favoured Regions Quadruple Helix , Innovation and the
Knowledge-Based Development : Lessons from Remote , Rural and
dalam kegiatan ini adalah penenun dan beberapa masyarakat Less-Favoured Regions. Journal of Knowledge Economy, 7, 23–42.
di sekitar kawasan mitra yang memiliki keahlian menjahit. https://doi.org/10.1007/s13132-015-0289-9.
Harapan yang ingin diperoleh adalah adanya pemberdayaan [6] Lindawati, A.,S.,L. (2014). A Study of Collective Entrepreneurship
masyarakat sekitar yang juga dapat terlibat dalam proses Model as an Alternative in Empowering Micro, Small and Medium
Enterprise (MSME) Cooperatives. Journal of Economics, Business,
produksi produk turunan tenun corak Insang. Pada saat and Accountancy Ventura, 17(2), 171-186.
pelatihan, peserta diajarkan untuk membuat pola, [7] Miranda, A.,T., & Miranda, J.,L.,F. (2018). Status and Conditions of
menggunting bahan, dan menjahit tas serta memasang Small and Medium Sized Enterprises as Predictors in Empowering
beberapa perlengkapannya seperti frame tas. Bahan yang Rural Communities in Samar Island, Philippines. Asia Pasific Journal
of Innovation and Entrepreneurship, 12(1), 105-119.
digunakan saat pelatihan berupa bahan kain biasa dan dummy [8] Narjoko, D. A., Anas, T., & Aswicahyo, H. (2015). Rencana
yang dibuat sudah menggunakan tenun corak Insang. Produk Pengembangan Kerajinan Nasional 2015-2019. Jakarta: PT. Republik
yang dihasilkan dari pelatihan siap dipromosikan pada Solusi.
pameran produk unggulan daerah serta dijual secara online [9] Saksono, H. (2012). Ekonomi Kreatif : Talenta Baru Pemicu Daya
Saing Daerah. Jurnal Bina Praja, 4(2), 93-104.
dan offline. Berdasarkan perhitungan omset, setelah adanya [10] Setyanto, A.R., Samodra,B.R., & Pratama, Y.P. (2015). Kajian Strategis
kegiatan ini penjualan meningkat dari 12 kain perbulan (omset Pemberdayaan UMKM dalam Menghadapi Perdagangan Bebas
Kawssan ASEAN (Studi Kasus Kampung Batik Laweyan). Etikonomi, Kabupaten Sambas. Jurnal Ekonomi Bisnis dan Kewirausahaan
14(2), 205-220. (JEBIK), 6(1), 1-17.
[11] Sumar’in, Andiono, & Yuliansyah. (2017). Pengembangan Ekonomi
Kreatif Berbasis Wisata Budaya : Studi Kasus pada Pengrajin Tenun di

Anda mungkin juga menyukai