Anda di halaman 1dari 24

Case Report Session

PLASENTA PREVIA

Oleh
Zacky Aulia Mursi 1740312243
Raihandi Putra 1740312019
Deril Ridwan 1310312009

Preseptor:
dr. Muslim Nur, Sp.OG(K)
dr. M. Alam Patria, Sp.OG
dr. Susanti Apriliana, Sp.OG

BAGIAN OBSTETRI DAN GYNEKOLOGI


RSUD M ZEIN PAINAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2018

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Plasenta previa adalah plasenta yang menutupi ostium uteri internum baik sepenuhnya

atau sebagian atau yang meluas cukup dekat dengan leher rahim yang menyebabkan

pendarahan saat serviks berdilatasi (Hull et al., 2014). Plasenta previa merupakan salah satu

penyebab perdarahan antepartum. Perdarahan antepartum adalah perdarahan pervaginam yang

terjadi pada kehamilan diatas 28 minggu (Manuaba, 2014). Perdarahan antepartum merupakan

salah satu dari kasus gawat darurat yang kejadiannya berkisar 3-5% dari seluruh persalinan.

Penyebab perdarahan antepartum yang paling umum adalah plasenta previa (31%), solusio

plasenta (22%), dan penyebab lainnya (perdarahan sinus marginal, vasa previa, servisitis,

trauma genital dan infeksi) (Athanasias et al., 2011). Komplikasi yang diakibatkan oleh

perdarahan antepartum adalah maternal shock, fetal hypoxia, peningkatan risiko kelahiran

prematur, dan kematian janin mendadak. Hal ini menyebabkan perdarahan antepartum

memiliki risiko yang tinggi, bahkan juga untuk janin (Calleja et al, 2006). Selain itu, plasenta

previa juga berhubungan dengan kematian neonatal yang meningkat tiga kali lipat akibat

prematuritas (Sekiguchi et al., 2013) Prevalensi kejadian plasenta previa di dunia diperkirakan

sekitar 0.52%. Prevalensi plasenta previa tertinggi terdapat wilayah Asia yaitu sekitar 1,22%

sedangkan untuk wilayah Eropa lebih rendah yaitu 0,36%. Amerika Utara 0,29% dan Sub-

Sahara Afrika 0,27% (Cresswell et al., 2013).

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya plasenta previa ialah peningkatan paritas

ibu, meningkatnya usia ibu, perbesaran ukuran plasenta akibat kehamilan ganda, kerusakan

pada endometrium seperti dilatasi sebelumnya dan tindakan kuretase, riwayat operasi seksio

2
sesarea sebelumnya, adanya bekas luka pada rahim dan miomektomi atau endometritis,

riwayat plasenta previa, dan kebiasaan merokok (Giordano et al., 2010). Pengendalian faktor

risiko dan penatalaksanaan yang adekuat diharapkan dapat menurunkan insiden, morbiditas,

dan mortalitas akibat plasenta previa. Berdasarkan penjelasan diatas penulis tertarik menulis

mengenai kasus plasenta previa agar dapat dijadikan bahan bacaan bagi tenaga kesehatan

nantinya.

1.2 Batasan Masalah

Makalah ini membahas definisi, etiologi, gambaran klinik, diagnosis, pemeriksaan

penunjang, penatalaksanaan Plasenta Previa.

1.3 Tujuan Penulisan

Makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai

Plasenta Previa.

1.4 Metode Penulisan

Makalah ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang dirujuk

dari berbagai literatur

1.5 Manfaat Penulisan

Melalui makalah ini diharapkan bermanfaat untuk menambah ilmu dan


pengetahuan mengenai Plasenta Previa.

3
BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

PLASENTA PREVIA

2.1 DEFINISI

Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi di atas atau sangat berdekatan

dengan ostium uteri internum (Cunningham FG, 2014). Plasenta previa merupakan komplikasi

obstetri yang terjadi pada trimester ke-dua dan ke-tiga kehamilan. Keadaan ini akan

menimbulkan morbiditas serta mortalitas yang serius baik bagi ibu maupun janin (Yoon Y,

2005 )

Gambar 1. Anatomi normal plasenta (Gaudier FL, 2003)

4
Gambar 2. Plasenta previa (Gaudier FL, 2003)

2.2 KLASIFIKASI

Terdapat beberapa kemungkinan kejadian plasenta previa:

a. Plasenta previa total-ostium intemum sepenuhnya ditutupi plasenta

b. Plasenta previa parsial-ostium inrernum sebagian ditutupi plasenta

c. Plasenta previa marginal-tepi plasenta berada pada pinggir ostium internum

d. Plasenta letak rendah-plasenta berimplantas i pada se gmen bawah uterus sedemikian rupa

sehingga tepi plasenta ridak mencapai ostium internum, tetapi terletak berdekatan dengan

ostium tersebut. (Cunningham FG, 2014).

2.3 ETIOLOGI

Etiologi plasenta previa tidak diketahui. Diduga multifaktorial dan dipostulasi antara

lain: (Chalik TMA, 2004 ).

1. Teori Dropping down

Ovum yang telah dibuahi jatuh kebawah (drops down) dan berimplantasi di SBR.

Reaksi desidua yang jelek pada bagian atas rahim diduga sebagai penyebabnya.

5
Kegagalan zona pelusida untuk menghilang tepat pada waktunya dapat merupakan

hipotesi yang mungkin. Hal ini menjelaskan terbentuknya plasenta previa sentralis.

2. Aktifitas khorionik yang persisten pada desidua kapsularis dan perkembangan

selanjutnya menjadi plasenta kapsuler sehingga berkontak dengan desidua vera dari

SBR dapat menjelaskan terjadinya plasenta previa lainnya.

3. Defek pada desidua, mengakibatkan penyebaran villi khorionik pada daerah yang

luas di dinding uterus untuk mencari makan. Selama proses ini tidak hanya plasenta

menjadi membranasea tetapi juga meluas ke SBR.

4. Permukaan plasenta yang luas seperti pada kehamilan kembar dapat meluas ke SBR.

2.4 FAKTOR RESIKO

1.Usia Ibu

Usia ibu yang semakin lanjut meningkatkan risiko plasenta previa. Insiden ini sebesar 1

dalam 1500 pada perempuan berusia <19 tahun dan sebesar 1 diantara 100 pada perempuan

berusia lebih dari 35 tahun.

2. Multiparitas

Multiparitas yang semakin lanjut meningkatkan risiko plasenta previa. Pada paritas

yang tinggi kejadian plasenta previa makin besar karena endometrium belum sempat

tumbuh. Ananth dkk., (2003) rnelaporkan angka kejadian plasenta previa 40 persen

lebih tinggi pada kehamilan dengan janin multipel dibandingkan dengan kehamitan

dengan janin tunggal.

3. Kerusakan Endometrium

a. Bekas operasi, bekas kuretage atau manual plasenta

b. Bekas persalinan berulang dengan jarak pendek

6
c. Perubahan endometrium pada mioma atau polip (Cunningham FG, 2014).

Gejala Klinis
Temuan yang khas pada plasenta previa adalah perdarahan tanpa nyeri, yang pada

umumnya tidak terjadi hingga mendekati akhir trimester kedua atau setelahnya. Akan tetapi

perdarahan dapat terjadi sebelumnya, dan terkadang aborsi dapat terjadi dikarenakan lokasi

abnormal plasenta yang sedang berkembang (Cunningham et al., 2014).


Perdarahan akibat plasenta previa sering terjadi tanpa peringatan pada ibu hamil yang

sebelumya tampak sehat. Terkadang, perdarahan terjadi pada saat ibu tersebut sedang tidur dan

saat bangun ia terkejut mendapati dirinya tidur diatas genangan darah. Namun untungnya

perdarahan awal biasanya jarang yang fatal dan biasanya berhenti spontan, akan tetapi dapat

kambuh lagi. Pada plasenta yang terletak di dekat ostium uteri internum namun tidak menutupi

ostium, perdarahan tidak terjadi sampai awal mulainya partus dan dapat bervariasi dari ringan

sampai berat (Gant, 2011).


Bagian terendah anak sangat tinggi dapat ditemukan pada plasenta previa, dikarenakan

plasenta terletak di segmen bawah rahim sehingga bagian terendah janin tidak dapat

mendekati pintu atas panggul. Malpresentasi atau malposisi sering timbul dikarenakan janin

harus menyesuaikan akibat adanya plasenta (Morgan, 2009)


Pada palpasi abdomen sering ditemui bagian terbawah janin masih tinggi diatas

simfisis dan letak janin tidak dalam letak memanjang dikarenakan plasenta terletak pada

bagian bawah. Palpasi abdomen tidak membuat ibu hamil merasa nyeri dan perut tidak tegang

(Gant, 2011).
2.1.6 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis plasenta previa perlu diperhaikan beberapa hal sebagai

berikut :
1. Anamnesis
Perdarahan pada jalan lahir pada kehamilan ≥28 minggu, atau pada kehamilan lanjut

(trimester III). Sifat perdarahannya yaitu tanpa sebab (causeless), tanpa nyeri (painless) secara

tiba-tiba, dan berulang (recurrent). Perdarahan cenderung berulang dan volume lebih banyak

7
dari sebelumnya. Biasanya ibu hamil mengatakan banyaknya perdarahan dalam ukuran berapa

kain sarung, berapa gelas, dan adanya darah-darah beku (stolsel) (Manuaba, 2014)
2. Inspeksi
Dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam yaitu banyak, sedikit, darah beku.

Sifat pedarahannya dapar berupa encer sampai menggumpal. Jika ibu mengalami perdarahan

yang banyak maka telihat pucat/anemis (Manuaba, 2014).


3. Palpasi abdomen
Janin sering belum cukup bulan, sehingga fundus uteri masih rendah dan sering

dijumpai kelainan letak janin. Bagian terbawah janin belum turun, apabila letak kepala

biasanya kepala masih floating atau di atas pintu atas panggul. Bila cukup berpengalaman

dapat dirasakan suatu bantalan pada segmen bawah rahim terutama pada ibu yang kurus

(Sofian, 2011)
4. Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan vagina dengan jari atau pemeriksaan dalam sebaiknya dihindari karena

dapat mencetuskan perdarahan. Jika pemeriksaan dalam dibutuhkan oleh karna perdarahan

yang banyak, maka dapat dilakukan jika berada dalam ruang operasi dengan persiapan penuh

untuk persalinan dengan cara seksio sesarea (Sofian, 2011)


5. Pemeriksaan inspekulo
Pemeriksaan inspekulo dilakukan dengan spekulum steril secara hati - hati untuk

memeriksa keadaan serviks dan vagina. Dilihat bagaimana dilatasi dan derajat effacement

serviks, sumber perdarahan, banyaknya perdarahan, apakah ada membran yang untuh atau

ruptur, dan melihat apakah ada cervical carcinoma (Sofian, 2011)


6. Ultrasonografi
Metode yang paling aman, sederhana, dan akurat untuk menentukan letak plasenta

dilakukan dengan transabdominal ultrasonografi (TAS). Hasil positif semu umumnya

disebabkan oleh distensi dari kandung kemih, oleh karena itu pemeriksaan pada kasus yang

awalnya positif harus diulangi lagi setelah kandung kemih dikosongkan, begitu juga pada

keadaan plasenta terletak di posterior, kepala janin mengaburkan batas plasenta, dan operator

yang tidak memindai dinding uterus lateral (Navti dan Konje, 2011).

8
Transvaginal ultrasonography (TVUS) digunakan untuk mendeteksi keadaan ostium

uteri internum. Akan tetapi teknik ini jarang digunakan, dikarenakan jika digunakan pada

tangan yang tidak ahli pemakaian tranvaginal ultrasonografi dapat memprovokasi perdarahan

yang lebih banyak (Hayashi, 2004). TVUS meletakkan transuder dekat dengan tempat yang

ingin diperiksa dan oleh karena frekuensi yang tinggi yang dihasilkan oleh TVUS

menghasilkan gambar dengan resolusi tinggi yang diperoleh dari transabdominal

ultrasonografi. Hampir pada semua kasus, keadaan ostium uteri internum dan plasenta dapat

diketahui dengan menggunakan teknik ini. Beberapa studi secara konsisten menunjukkan

bahwa TVUS lebih akurat dalam mendiagnosis plasenta previa dibandingkan dengan

transabdominal ultrasonografi (Navti dan Konje, 2011).


Transperineal sonografi (TPS) dilaporkan merupakan teknik yang aman, cepat, dan

akurat untuk mengevaluasi pasien plasenta previa dan plasenta previa akreta dengan sedikit

ketidaknyamanan pada pasien (Navti dan Konje, 2011).

2.1.7 Penatalaksanaan
Penanganan dari plasenta previa dapat bergantung pada usia kehamilan dan tingkat

perdarahan (Evans, 2007).


1. Terminasi kehamilan
a. Usia kehamilan 36 minggu atau lebih dan sudah dipastikan kematangan paru janin,

sebaiknya dilahirkan dengan seksio sesaria.


b. Pada plasenta previa marginal dengan kematangan paru janin, harus dilakukan double set-

up examination untuk menentukan apakah pasien memungkinkan untuk melahirkan dengan

cara pervaginam.
c. Insisi vertikal pada segmen bawah rahim lebih aman pada pasien plasenta previa anterior,

ini cara terbaik unuk menghindari sayatan melewati plasenta.


d. Seksio sesaria dapat dilakukan tanpa memandang usia kehamilan jika terjadi perdarahan

hebat yang membahayakan ibu dan janin.


2. Mempertahankan kehamilan untuk mempersiapkan matangnya janin (ekspektatif).
a. Bila perdarahan tidak terlalu banyak.

9
b. Jika ada risiko yang signifikan dari janin yang prematur.
c. Pasien sedang dirawat di rumah sakit atau tinggal di lokasi yang akses ke rumah sakit

cukup cepat.
d. Aktifitas fisik yang berat dibatasi.
e. Tidak diizinkan dulu untuk berhubungan suami istri.
f. Hemoglobin dipertahankan pada 10 mg per dl atau lebih.
g. Kebutuhan transfusi darah tersedia.
h. Tokolitik dapat digunakan dengan hati-hati pada pasien tertentu.
Ibu hamil dengan plasenta previa penatalaksanaannya bergantung dari keaadan klinis

individu masing-masing. Beberapa faktor yang biasanya dipertimbangkan adalah matur janin,

persalinan, dan beratnya perdarahan. Pada perempuan yang dekat dengan waktu persalinan

dan tidak mengalami perdarahan dapat dilakukan perencanaan persalinan dengan cara seksio

sesarea. Waktu sangat penting untuk memaksimalkan pertumbuhan janin. National Institute of

Health Workshop menyimpulkan bahwa pada perempuan dengan plasenta previa paling baik

dilakukan kelahiran elektif pada 36 – 37 minggu kehamilan (Cunningham et al., 2014).


Terminasi kehamilan dengan cara seksio sesarea dilakukan apabila terdapat perdarahan

hebat yang mengancam tanpa memperhatikan usia kehamilan. Perdarahan yang sedang dan

berat yang terjadi setelah usia kehamilan lebih 34 minggu, pelahiran dilakukan setelah kondisi

maternal stabil. Ekspektatif dilakukan bila perdarahan yang sedikit dan dapat berhenti sendiri.

Ini dilakukan untuk mempersiapkan matangnya janin, sehingga dapat mengurangi morbiditas

dan mortalitas. Keuntungan lain dari ekspektatif pada beberapa kasus seiring dengan kemajuan

kehamilan plasenta akan ‘migrasi’ dan pelahiran pervaginam dapat dilakukan (Cunningham et

al., 2014).
Jika terapi konservatif gagal dan adanya perdarahan cepat maka tindakan histerektomi

dibutuhkan. Plasenta previa terutama dengan perlengketan abnormal plasenta saat ini

merupakan indikasi untuk dilakukan peripartum histerektomi. Perempuan dengan plasenta

previa yang berimplantasi di anterior tempat insisi uterus sebelumnya, kemungkinan terdapat

10
peningkatan adanya plasenta accreta dan perlu dilakukan histerektomi (Cunningham et al.,

2014).
Ibu hamil dengan janin prematur dipertimbangkan untuk diberikan tokolitik untuk

menekan kontraksi uterus sementara waktu sambil memberikan steroid untuk mepercepat

pematangan paru janin. Tokolitik yang digunakan adalah sulfas magnesikus, sedangkan

tokolitik seperti beta mimetics, calcium channel blocker tidak digunakan karena memiliki efek

samping seperti bradikardia dan hipotensi pada ibu. Indometasin juga tidak diberikan karena

dapat mempercepat penutupan duktus arteriosus pada janin (Sofian, 2011).


Indikasi dilakukan seksio sesaria pada plasenta previa adalah plasenta previa totalis

atau sentralis dengan janin hidup ataupun meninggal, plasenta previa lateralis posterior, dan

semua plasenta previa dengan perdarahan yang banyak dan tidak berhenti dengan tindakan.

Seksio sesaria bertujuan untuk mempersingkat lama perdarahan dan mencegah dari robekan

serviks dan segmen bawah rahim (Sofian, 2011).


Seksio sesarea pada plasenta previa dilakukan dengan cara insisi melintang pada

segmen bawah rahim bagian anterior terutama apabila plasenta terletak di belakang dan

segmen bawah rahim telah terbentuk sempurna. Pada pasien dengan riwayat seksio sesarea

perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi, color doppler, dan Magnetic Resonance Imaging

(MRI) untuk melihat adanya kemungkinan adanya plasenta aktreta, inkreta, dan perkreta

(Chalik, 2010)
Penatalaksanaan perdarahan antepartum dapat dilakukan sebagai berikut (Cunningham

et al., 2014).).
1. Akses jalur intravena dengan satu atau dua kanul besar (biasanya ukuran 14-16 G).
2. Darah diperoleh dengan hitung darah lengkap, urea, dan elektrolit. Jika terjadi

perdarahan hebat, setidaknya 4 unit darah harus dilakukan crossmatch.


3. Pemberian cairan intravena jika perdarahan tetap berlanjut atau hemodinamik ibu hamil

terganggu. Kristaloid lebih disukai penggunaannya daripada koloid, tapi pada keadaan

tertentu dibatasi maksimal 1500 ml.

11
4. Penilaian USG untuk memastikan letak plasenta setelah status feto-maternal dilakukan,

namun hal ini tidak selalu dibutuhkan.


2.1.8 Komplikasi
Beberapa komplikasi pada ibu hamil dan janin yang dapat ditimbulkan oleh plasenta

previa (Evans, 2007):


1. Ibu hamil
a. Perdarahan menyebabkan anemia dan syok.
b. Plasentitis dan endometritis pascapartum.
c. Dapat terjadi perobekan pada serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh.
d. Perdarahan pascapartum akibat perdarahan pada tempat perlekatan plasenta. Pada

tempat tersebut kontraksi serat otot uterus kurang efektif.


e. Plasenta previa berhubungan dengan plasenta akreta, inkreta, perkreta. Diperkirakan

bekas luka uterus dapat meningkatkan risiko. Komplikasi ini dapat menyebabkan

kehilangan darah yang banyak dan dalam beberapa kasus mengharuskan dilakukan

histerektomi untuk mengontrol perdarahan.


2. Janin
a. Prematuritas terjadi pada kira-kira 60 % bayi dari ibu dengan plasenta previa.
b. Morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
c. Kelainan letak janin.
d. Asfiksia intrauterin sampai dengan kematian.
2.1.9 Prognosis
Prognosis pada ibu dan janin pada plasenta previa lebih baik dibandingkan masa lampau,

karena masa sekarang diagnosis dapat ditegakkan lebih dini dan tidak invasif dengan

menggunakan USG ditambah ketersediaan transfusi darah dan peralatan cairan infus telah

tersedia terutama di rumah sakit kabupaten. Sosialisasi program keluarga berencana

menurunkan jumlah ibu hamil dengan paritas tinggi, sehingga insiden plasenta previa dan

banyak komplikasi maternal yang dapat menurun. Akan tetapi janin masih belum terlepas dari

komplikasi kelahiran prematur baik yang lahir spontan maupun intervensi seksio sesarea

(Morgan, 2009).
Dengan penatalaksanaan yang tepat prognosis ibu pada plasenta previa adalah memuaskan.

Dengan ultrasonografi dan terapi konservatif kematian ibu di Amerika Serikat turun dari >1%

menjadi <0,2%. Angka kematian perinatal dengan plasenta previa di beberapa rumah sakit di

12
Amerika sebelum adanya terapi konservatif sekitar 15% atau lebih dari 10 kali kematian pada

kehamilan cukup bulan yang normal. Angka ini sudah turun dan dapat dikurangi hingga <10%

dengan penatalaksanaan terbaru (Morgan, 2009).

BAB II
LAPORAN KASUS

Status Pasien

Nama : Ny. Nilawati


Umur : 32 tahun
MR : 24 94 92
Alamat : Surantih
Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Seorang pasien wanita umur 32 tahun masuk dari poli kebidanan Rumah Sakit DR. M. Zein
Painan tanggal 25 Mei 2018 jam 13.00 WIB dengan diagnosis G5P2A2H2 gravid 36-37
minggu +plasenta previa totalis
Riwayat Penyakit Sekarang :
 Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari (+)
 Keluar lendir bercampur darah dari kemaluan tidak ada
 Keluar air-air yang banyak dari kemaluan tidak ada
 Keluar darah dari kemaluan (-)

13
 Tidak haid sejak 8 bulan yang lalu.
 HPHT :23-08-2017 Taksiran Partus : 30-05-2018
 Gerak anak dirasakan sejak 3 bulan yang lalu.
 Riwayat hamil muda : mual (+), muntah (-), perdarahan (-)
 Prenatal care : kontrol ke bidan
 Riwayat Menstruasi: menarche: 13 tahun, siklus teratur 1 x 28 hari, lamanya 5-7 hari,
banyaknya 2-3 x ganti duk/hari, nyeri haid (-).

Riwayat Penyakit Dahulu


 Tidak pernah menderita penyakit jantung, penyakit paru, penyakit ginjal, penyakit
diabetes melitus dan hipertensi.
 Tidak pernah keluar darah dari kemaluan sebelumnya
Riwayat Penyakit Keluarga
 Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit keturunan, penyakit
menular dan penyakit kejiwaan.
Riwayat perkawinan : 1 x tahun 2005
Riwayat kehamilan / abortus / persalinan : 5 / 2 / 2
1. Tahun 2007, laki-laki, 3000 gr, cukup bulan, spontan, bidan, hidup.
2. Tahun 2009, abortus.
3. Tahun 2011, abortus
4. 2015, laki-laki, 3500 gr, cukup bulan, spontan, bidan, hidup
5. Sekarang
Riwayat Imunisasi : TT 2 x dengan bidan
Riwayat kontrasepsi :
- Suntik tiap 3 bulan, 2015-2017
Pemeriksaan Fisik :
KU TD Nadi Nafas Suhu
sedang 120/80 mmhg 78x/mnt 20x/mnt afebril
Mata : Conjungtiva anemis, Sklera tidak ikterik
Leher : JVP 5 – 2 cmH2O, kelenjer tiroid tidak membesar
Thorax : Jantung dan Paru dalam batas normal

14
Abdomen : Status Obstetri
Genitalia : Status Obstetri
Ekstreinitas : edema -/- , reflek fisiologis +/+ , reflek patologis -/-

Status obstetri
Muka : cloasma gravidarum (+)
Mammae : membesar, areola dan papila hiperpigmentasi, kolustrum (+)
Abdomen
Inspeksi : tampak membuncit sesuai usia kehamilan, linea mediana
hiperpigmentasi, striae gravidarum (+), sikatrik (-)

Palpasi :
L I : FUT teraba ½ pusat proxesus xyphoideus, teraba masa besar, lunak,
noduler
L II : Bagian terbesar janin teraba sebelah kiri, bagian kecil janin teraba
teraba disebelah kanan.
L III : Teraba masa bulat, keras, floating
L IV : Tidak dilakukan
TFU : 30 cm TBA : 2635 gr His : (+) jarang
Perkusi: timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
DJJ: 140-145 bpm

Genitalia : Inspeksi v/u tenang.


Inspekulo:
Vaginal: Tumor (-), laserasi (-), fluxus (-)
Potio : Multipara, ukuran sebesar jempol kaki dewasa, tumor (-), laserasi
(-), fluxus (-), tidak tampak darah keluar dari kanalis servikalis,
OUE tertutup
Diagnosis
 G5P2A2H2 gravida preterm 36-37 mg + plasenta previa totalis + kontraksi

15
 Anak hidup tunggal intrauterin letak kepala
Sikap
 Rawat Kb (tirah baring)
 Kontrol KU, vital sign, BJA, perdarahan pervaginam
 Cross match PRC 2 unit
Terapi
 IUVD RL 20 tpm
 Inj Deksametason 2 x amp (2 hari)
 Asam mefenamat 3 x 500 mg PO
 Nifedipin 3 x 10 mg PO

Rencana
 Ekspetatif
Laboratorium :
 HB : 10,1 gr%  Trombosit : 248.000 /mm3
 Leukosit : 8.800 /mm3  PT/APTT : 12,1”/33,5’’
 Hematokrit: 36 %

Hasil USG

16
17
 Janin hidup, tunggal, intrauterin, letak kepala, floating
 Aktifitas gerak janin baik
 Biometri janin: BPD: 8,89cm, FL: 7,13cm, AC: 31,90cm TBA: 2889 gr
 Plasenta tertanam di korpus depan, meluas ke OUI
 Kesan: gravida 36-37 mg , janin hidup, Plasenta previa totalis
FOLLOW UP

Tanggal 26 Mei 2018


An/ Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari (+), gerak anak (+), perdarahan
pervaginam (-)
Pemeriksaan fisik
KU TD Nadi Nafas Suhu BJA His
sedang 110/80 mmhg 78x/mnt 18x/mnt af 140- 2-3X/10
150x/mnt menit
Abdomen :fut 30 cm, HIS: (+) jarang, DJJ: 140-150
Genitalia : v/u tenang, PPV (-)

Diagnosis

18
 G5P2A2H2 gravida preterm 36-37 mg + plasenta previa total + kontraksi
 Anak hidup tunggal intrauterin letak kepala
Sikap
 Tirah baring
 Kontrol KU, Vital sign, BJA, perdarahan pervaginam
Terapi
 IUFD RL 20 tpm
 Inj Deksametason 2 x amp (2 hari)
 As. Mefenamat 3 x 500 mg PO
 Nifedipin 3 x 10 mg PO
Rencana
 Ekspetatif
Tanggal 27 Mei 2018
A/ Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari (-), gerak anak (+), perdarahan
pervaginam (-)
Pemeriksaan fisik
KU TD Nadi Nafas Suhu BJA His
sedang 120/80 mmhg 86x/mnt 18x/mnt af 120- 2-3X/10
130/mnt menit
Abdomen :fut 30 cm, HIS: -, DJJ: 130-145
Genitalia : v/u tenang, PPV (-)

Diagnosis
 G5P2A2H2 gravida preterm 36-37 mg + plasenta previa totalis.
 Anak hidup tunggal intrauterin letak kepala
Sikap
 Tirah baring
 Kontrol KU, Vital sign, BJA, perdarahan pervaginam
Terapi
 IUFD RL 20 tpm
 Inj Deksametason 2 x amp (2hari)

19
 As. Mefenamat 3 x 500 mg PO
 Nifedipin 3 x 10 mg PO
Rencana
 Ekspetatif

Tanggal 28 Mei 2018


An/ Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari (-), gerak anak (+), perdarahan
pervaginam (-)
Pemeriksaan fisik
KU TD Nadi Nafas Suhu BJA His
Sedang 120/80 80x/mnt 18x/mnt af 120- 2-3X/10
mmhg 130/mnt menit
Abdomen :fut 30 cm, HIS: -, DJJ: 140-150
Genitalia : v/u tenang, PPV (-)

Diagnosis
 G5P2A2H2 gravida preterm 36-37 mg + plasenta previa totalis .
 Anak hidup tunggal intrauterin letak kepala
Sikap
 Tirah baring
 Kontrol KU, Vital sign, BJA, perdarahan pervaginam
Terapi
 IUFD RL 20 tpm
 As. Mefenamat 3 x 500 mg PO
 Nifedipin 3 x 10 mg PO
Rencana
 Ekspetatif

20
BAB III
DISKUSI

Dibahas suatu kasus multigravida, 32 tahun, kehamilan 36-37 minggu dengan plasenta
previa. Pasien masuk dengan keluhan nyeri menjalar ke ari-ari. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan keadaan umum ibu masih dalam keadaan baik, janin hidup letak kepala, floating.
Dinding abdomen ibu lemas dan tidak ada kontraksi pada uterus. Pada pemeriksaan inspekulo
tidak ditemukan kelainan pada vagina atau laserasi pada potio. Tidak tampak darah merembes
dari kanalis servikalis
Diagnosis plasenta previa dengan ultrasonografi merupakan cara terpilih. Cara ini
mudah, tepat dan aman buat ibu dan janin. Ketepatan mencapai 98% ditangan ahlinya.
Kemudian dilakukan pemeriksaan USG dan didapatkan hasil :
 Janin hidup, tunggal, intrauterin, letak kepala, floating

21
 Aktifitas gerak janin baik
 Biometri janin: BPD: 8,89cm, FL: 7,13cm, AC: 31,90cm TBA: 2889 gr
 Plasenta tertanam di korpus depan, meluas ke OUI
 Kesan: gravida 36-37 mg , janin hidup, Plasenta previa totalis
Dengan demikian diagnosa definitif pada pasien ini adalah plasenta previa pada kehamilan
36-37 minggu.
Adanya kontraksi sangat berbahaya pada plasenta previa karena kontraksi akan
menyebabkan bertambah luasnya plasenta lepas dari uterus dan perdarahan akan bertambah
banyak. Untuk itu pemakaian tokolitik sudah pada tempatnya untuk menghentikan kontraksi
Pasien dilakukan perawatan secara ekspetatif. Pasien dirawat di kamar rawat dengan
tirah baring, diberikan deksamethasone 2 x 2 ampul untuk pematangan paru.
Perawatan secara ekspetatif pada pasien ini dilakukan karena:
1. Keadaan ibu yang masih stabil (vital sign dalam batas normal) dan perdarahan yang
terjadi tidak banyak. (Hb. 10,1 gr%)
2. Janin hidup, BJA teratur dengan usia kehamilan yang preterm (dengan taksiran berat
janin 2600 gram)..
Perawatan ekspektatif pada pasien ini dapat dihentikan dan dilakukan terminasi
persalinan jika ditemukan indikasi janin dan indikasi ibu.
Indikasi janin: gawat janin, kematian janin intrauterin, janin sudah viable dan keadaan paru
yang sudah matang. Indikasi ibu: inpartu yang gagal dengan tokolitik, perdarahan banyak atau
ada indikasi obstetrik yang lain.
Jika dilakukan terminasi, cara terminasi kehamilan perlu mempertimbangkan :
 Jenis plasenta previa
 Banyak sedikitnya perdarahan
 Keadaan umum ibu
 Keadaan janin : hidup, gawat janin, meninggal
 Pembukaan serviks
 Paritas atau jumlah anak hidup
 Fasilitas penolong dan rumah sakit.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Athanasias PK, Afors K, Dornan SM (2012). Antepartum hemorrhage. Obstetrics

Gynaecology and Reproductive Medicine, 22(1): 21-5.

2. Calleja-Agius J, Custo R, Brincat MP, Calleja N (2006). Placenta abrution and placenta

previa. European Clinics in Obstetrics and Gynaecology 2(3): 121-7.

3. Chalik TMA (2004.) Perdarahan Kehamilan trimester ketiga. Hal: 454-462

4. Cresswell JA, Ronsmans C, Calvert C, Filippi V (2013). Prevalence of placenta previa by

world region: a systemic review and meta-analysis. Tropical Medicine and International

Health. 18(6): 712-24.

5. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Spong CY, Dashe JS, Hoffman BL, Casey BM

et al (2014). William’s obstetrics. Ediki ke 24. New York: McGraw-Hill Education.

6. Evans AT (2007). Manual of obstetrics. Edisi ke 7. Philadelphia: Lippincott Williams and

Wilkins, pp: 154-157.

7. Gant NF (2011). Dasar-dasar ginekologi dan obsteri. Jakarta: EGC, 515-518

23
8. Hull AD, Resnik R (2014). Placenta previa, placenta accreta, abrutio placenta, and vasa

previa. Dalam: Creasy RK, Resnik R, Iamn JD, Lockwood CJ, Moore TR, Greene TR

(eds). Creasy and resnik’s maternal-fetal medicine: Principles an practices. Edisi ke 7.

China: Elsevier, pp: 732-734.

9. Manuaba IAC, Manuaba IBG, Manuaba IBGF, Manuaba IBG (2014). Ilmu kebidanan,

penyakit kandungan, dan kb untuk pendidikan bidan. Edisi ke 2. Jakarta: EGC, pp: 247-

254

10. Morgan G, Hamilton C (2009). Obstetri & ginekologi: Panduan praktik. Jakarta: EGC, pp:

378-380.

11. Navti OB, Konje JC (2011). Bleeding in late pregnancy. Dalam: James D, Steer PJ,

Weiner CP, Gonik B (eds). High-risk pregnancy. Edisi ke 4. China: Elsevier, pp: 1037-

1051

12. Sekiguchi A, Nakai A, Kawabata I, Hayashi M, Takeshita T (2013). Type and location of

placenta previa affect preterm delivery risk related to antepartum hemorrhage.

International Journal of Medical Science, 10(12): 1683-88.

13. Sofian A (2013). Rustam mochtar sinopsis obstetri: Obstetri fisiologi, obtetri patologi.

Edisi ke 3. Jakarta: EGC.

24

Anda mungkin juga menyukai