Anda di halaman 1dari 48

Definisi

Infark adalah area nekrosis koagulasi pada jaringan akibat iskemia lokal, disebabkan oleh
obstruksi sirkulasi ke daerah itu, paling sering karena trombus atau embolus (Dorland, 2002).
Miokard merupakan jaringan otot jantung. Akut menunjukkan onset atau perjalanan waktu suatu
kelainan atau penyakit. Iskemia dapat terjadi oleh karena obstruksi, kompresi, ruptur karena
trauma dan vasokonstriksi. Obstruksi pembuluh darah dapat disebabkan oleh embolus, trombus
atau plak aterosklerosis. Kompresi secara mekanik dapat disebabkan oleh tumor, volvulus atau
hernia. Ruptur karena trauma disebabkan oleh aterosklerosis dan vaskulitis. Vasokonstriksi juga
dapat disebabkan oleh obat-obatan. Infark miokard merupakan perkembangan cepat dari nekrosis
otot jantung yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
(Fenton, 2009). Secara klinis sangat mencemaskan karena sering berupa serangan mendadak
umumnya pada pria 35-55 tahun, tanpa gejala pendahuluan (Santoso, 2005).

Otot jantung diperdarahi oleh 2 pembuluh koroner utama, yaitu arteri koroner kanan dan
arteri koroner kiri. Kedua arteri ini keluar dari aorta. Arteri koroner kiri kemudian bercabang
menjadi arteri desendens anterior kiri dan arteri sirkumfleks kiri. Arteri desendens anterior kiri
berjalan pada sulkus interventrikuler hingga ke apeks jantung. Arteri sirkumfleks kiri berjalan
pada sulkus arterio-ventrikuler dan mengelilingi permukaan posterior jantung. Arteri koroner
kanan berjalan di dalam sulkus atrio-ventrikuler ke kanan bawah (Oemar, 1996). Anatomi
pembuluh darah jantung dapat dilihat pada gambar di bawah
Gambar anatomi arteri koroner jantung
Dikutip dari NewYork-Presbyterian Hospital

Etiologi dan Faktor Risiko Infark Miokard Akut

Menurut Alpert (2010), pembagian infark miokard atau disebut juga acute myocardial infarction,
berdasarkan penyebabnya yang heterogen, antara lain:

1. Infark miokard tipe 1


Infark miokard secara spontan terjadi karena ruptur plak, fisura, atau diseksi plak aterosklerosis.
Selain itu, peningkatan kebutuhan dan ketersediaan oksigen dan nutrien yang inadekuat memicu
munculnya infark miokard. Hal-hal tersebut merupakan akibat dari anemia, aritmia dan hiper
atau hipotensi.
2. Infark miokard tipe 2
Infark miokard jenis ini disebabkan oleh vasokonstriksi dan spasme arteri menurunkan aliran
darah miokard.

3. Infark miokard tipe 3


Pada keadaan ini, peningkatan pertanda biokimiawi tidak ditemukan. Hal ini disebabkan sampel
darah penderita tidak didapatkan atau penderita meninggal sebelum kadar pertanda biokimiawi
sempat meningkat.

4. a. Infark miokard tipe 4a


Peningkatan kadar pertanda biokimiawi infark miokard (contohnya troponin) 3 kali lebih besar
dari nilai normal akibat pemasangan percutaneous coronary intervention (PCI) yang memicu
terjadinya infark miokard.
b. Infark miokard tipe 4b
Infark miokard yang muncul akibat pemasangan stent trombosis.

5. Infark miokard tipe 5


Peningkatan kadar troponin 5 kali lebih besar dari nilai normal. Kejadian infark miokard jenis ini
berhubungan dengan operasi bypass koroner.

Ada empat faktor risiko biologis infark miokard yang tidak dapat diubah, yaitu usia, jenis
kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Risiko aterosklerosis koroner meningkat seiring
bertambahnya usia. Penyakit yang serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun. Faktor risiko lain
masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik (Santoso,
2005). Faktor- faktor tersebut adalah abnormalitas kadar serum lipid, hipertensi, merokok,
diabetes, obesitas, faktor psikososial, konsumsi buah-buahan, diet dan alkohol, dan aktivitas fisik
(Ramrakha, 2006).
Menurut Anand (2008), wanita mengalami kejadian infark miokard pertama kali 9 tahun
lebih lama daripada laki-laki. Perbedaan onset infark miokard pertama ini diperkirakan dari
berbagai faktor risiko tinggi yang mulai muncul pada wanita dan laki-laki ketika berusia muda.
Wanita agaknya relatif kebal terhadap penyakit ini sampai menopause, dan kemudian menjadi
sama rentannya seperti pria. Hal diduga karena adanya efek perlindungan estrogen (Santoso,
2005).
Abnormalitas kadar lipid serum yang merupakan faktor risiko adalah hiperlipidemia.
Hiperlipidemia adalah peningkatan kadar kolesterol atau trigliserida serum di atas batas normal.
The National Cholesterol Education Program (NCEP) menemukan kolesterol LDL sebagai
faktor penyebab penyakit jantung koroner. The Coronary Primary Prevention Trial (CPPT)
memperlihatkan bahwa penurunan kadar kolesterol juga menurunkan mortalitas akibat infark
miokard (Brown, 2006).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau tekanan
diastolik sedikitnya 90 mmHg. Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi
vaskuler terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri. Akibatnya kerja jantung bertambah,
sehingga ventrikel kiri hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan pompa. Bila proses
aterosklerosis terjadi, maka penyediaan oksigen untuk miokard berkurang. Tingginya kebutuhan
oksigen karena hipertrofi jaringan tidak sesuai dengan rendahnya kadar oksigen yang tersedia
(Brown, 2006).
Merokok meningkatkan risiko terkena penyakit jantung kororner sebesar 50%. Seorang
perokok pasif mempunyai risiko terkena infark miokard. Di Inggris, sekitar 300.000 kematian
karena penyakit kardiovaskuler berhubungan dengan rokok (Ramrakha, 2006). Menurut Ismail
(2004), penggunaan tembakau berhubungan dengan kejadian miokard infark akut prematur di
daerah Asia Selatan.
Obesitas meningkatkan risiko terkena penyakit jantung koroner. Sekitar 25-49% penyakit
jantung koroner di negara berkembang berhubungan dengan peningkatan indeks masa tubuh
(IMT) atau Body Mass Index (BMI) Overweight didefinisikan sebagai IMT > 25-30 kg/m2 dan
obesitas dengan IMT > 30 kg/m2. Obesitas sentral adalah obesitas dengan kelebihan lemak
berada di abdomen. Biasanya keadaan ini juga berhubungan dengan kelainan metabolik seperti
peninggian kadar trigliserida, penurunan HDL, peningkatan tekanan darah, inflamasi sistemik,
resistensi insulin dan diabetes melitus tipe II (Ramrakha, 2006).
Faktor psikososial seperti peningkatan stres kerja, rendahnya dukungan sosial,
personalitas yang tidak simpatik, ansietas dan depresi secara konsisten meningkatkan risiko
terkena aterosklerosis (Ramrakha, 2006).
Risiko terkena infark miokard meningkat pada pasien yang mengkonsumsi diet yang
rendah serat, kurang vitamin C dan E, dan bahan-bahan polisitemikal. Mengkonsumsi alkohol
satu atau dua sloki kecil per hari ternyata sedikit mengurangi risiko terjadinya infark miokard.
Namun bila mengkonsumsi berlebihan, yaitu lebih dari dua sloki kecil per hari, pasien memiliki
peningkatan risiko terkena penyakit (Beers, 2004).
AMI terjadi jika suplai oksigen yang tidak sesuai dengan kebutuhan tidak tertangani
dengan baik sehingga menyebabkab kematian sel-sel jantung tersebut. Beberapa hal yang
menimbulkan gangguan oksigenasi tersebut diantaranya:
1. Berkurangnya suplai oksigen ke miokard.
Menurunnya suplai oksigen disebabkan oleh tiga faktor, antara lain:

a. Faktor pembuluh darah


Hal ini berkaitan dengan kepatenan pembuluh darah sebagai jalan darah mencapai sel-sel
jantung. Beberapa hal yang bisa mengganggu kepatenan pembuluh darah diantaranya:
atherosclerosis, spasme, dan arteritis. Spasme pembuluh darah bisa juga terjadi pada orang yang
tidak memiliki riwayat penyakit jantung sebelumnya, dan biasanya dihubungkan dengan
beberapa hal antara lain: (a) mengkonsumsi obat-obatan tertentu; (b) stress emosional atau nyeri;
(c) terpapar suhu dingin yang ekstrim, (d) merokok.

b. Faktor Sirkulasi

Sirkulasi berkaitan dengan kelancaran peredaran darah dari jantung keseluruh tubuh sampai
kembali lagi ke jantung. Sehingga hal ini tidak akan lepas dari faktor pemompaan dan volume
darah yang dipompakan. Kondisi yang menyebabkan gangguan pada sirkulasi diantaranya
kondisi hipotensi. Stenosis maupun isufisiensi yang terjadi pada katup-katup jantung (aorta,
mitrlalis, maupun trikuspidalis) menyebabkan menurunnya cardac out put (COP). Penurunan
COP yang diikuti oleh penurunan sirkulasi menyebabkan bebarapa bagian tubuh tidak tersuplai
darah dengan adekuat, termasuk dalam hal ini otot jantung.

c. Faktor darah

Darah merupakan pengangkut oksigen menuju seluruh bagian tubuh. Jika daya angkut darah
berkurang, maka sebagus apapun jalan (pembuluh darah) dan pemompaan jantung maka hal
tersebut tidak cukup membantu. Hal-hal yang
menyebabkan terganggunya daya angkut darah antara lain: anemia, hipoksemia, dan polisitemia.

2. Meningkatnya kebutuhan oksigen tubuh

Pada orang normal meningkatnya kebutuhan oksigen mampu dikompensasi diantaranya dengan
meningkatkan denyut jantung untuk meningkatkan COP. Akan tetapi jika orang tersebut telah
mengidap penyakit jantung, mekanisme kompensasi justru pada akhirnya makin memperberat
kondisinya karena kebutuhan oksigen semakin meningkat, sedangkan suplai oksigen tidak
bertambah. Oleh karena itu segala aktivitas yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan oksigen
akan memicu terjadinya infark. Misalnya: aktivtas berlebih, emosi, makan terlalu banyak dan
lain-lain. Hipertropi miokard bisa memicu terjadinya infark karea semakin banyak sel yang
harus disuplai oksigen, sedangkan asupan oksien menurun akibat dari pemompaan yang tidak
efektif.
Faktor Risiko
Secara garis besar terdapat dua jenis faktor risiko bagi setiap orang untuk terkena AMI,
yaitu faktor risiko yang bisa dimodifikasi dan faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi
1. Faktor Risiko Yang Dapat Dimodifikasi. Merupakan faktor risiko yang bisa dikendalikan
sehingga dengan intervensi tertentu maka bisa dihilangkan. Yang termasuk dalam kelompok ini
diantaranya:
a. Merokok
Peran rokok dalam penyakit jantung koroner ini antara lain: menimbulkan aterosklerosis;
peningkatan trombogenessis dan vasokontriksi; peningkatan tekanan darah; pemicu aritmia
jantung, meningkatkan kebutuhan oksigen jantung, dan penurunan kapasitas pengangkutan
oksigen. Merokok 20 batang rokok atau lebih dalam sehari bisa meningkatkan risiko 2-3 kali
disbanding yang tidak merokok.
b. Konsumsi alkohol
Meskipun ada dasar teori mengenai efek protektif alkohol dosis rendah hingga moderat, dimana
ia bisa meningkatkan trombolisis endogen, mengurangi adhesi platelet, dan meningkatkan kadar
HDL dalam sirkulasi, akan tetapi semuanya masih kontroversial. Tidak semua literature
mendukung konsep ini, bahkan peningkatan dosis alcohol dikaitkan dengan peningkatan
mortalitas kardiovaskular karena aritmia, hipertensi sistemik dan kardiomiopati dilatasi.
c. Infeksi
Infeksi Chlamydia pneumoniae , organisme gram negatif intraseluler dan penyebab umum
penyakit saluran perafasan, tampaknya berhubungan dengan penyakit koroner aterosklerotik
d. Hipertensi sistemik.
Hipertensi sistemik menyebabkan meningkatnya after load yang secara tidak langsung akan
meningkatkan beban kerja jantung. Kondisi seperti ini akan memicu hipertropi ventrikel kiri
sebagai kompensasi dari meningkatnya after load yang pada akhirnya meningkatkan kebutuhan
oksigen jantung.
e. Obesitas
Terdapat hubungan yang erat antara berat badan, peningkatan tekanan darah, peningkatan
kolesterol darah, DM tidak tergantung insulin, dan tingkat aktivitas yang rendah.
f. Kurang olahraga
Aktivitas aerobik yang teratur akan menurunkan risiko terkena penyakit jantung koroner, yaitu
sebesar 20-40 %.
g. Penyakit Diabetes
Risiko terjadinya penyakit jantung koroner pada pasien dengan DM sebesar 2- 4 lebih tinggi
dibandingkan orang biasa. Hal ini berkaitan dengan adanya abnormalitas metabolisme lipid,
obesitas, hipertensi sistemik, peningkatan trombogenesis (peningkatan tingkat adhesi platelet dan
peningkatan trombogenesis).
2. Faktor Risiko Yang Tidak Dapat Dimodifikasi. Merupakan faktor risiko yang tidak bisa dirubah
atau dikendalikan, yaitu diantaranya
a. Usia
Risiko meningkat pada pria datas 45 tahun dan wanita diatas 55 tahun (umumnnya setelah
menopause)
b. Jenis Kelamin
Morbiditas akibat penyakit jantung koroner (PJK) pada laki-laki dua kali lebih besar
dibandingkan pada perempuan, hal ini berkaitan dengan estrogen endogen yang bersifat protektif
pada perempuan. Hal ini terbukti insidensi PJK meningkat dengan cepat dan akhirnya setare
dengan laki pada wanita setelah masa menopause
c. Riwayat Keluarga
Riwayat anggota keluarga sedarah yang mengalami PJK sebelum usia 70 tahun merupakan
faktor risiko independent untuk terjadinya PJK. Agregasi PJK keluarga menandakan adanya
predisposisi genetik pada keadaan ini. Terdapat bukti bahwa riwayat positif pada keluarga
mempengaruhi onset penderita PJK pada keluarga dekat
d. Ras
Insidensi kematian akiat PJK pada orang Asia yang tinggal di Inggris lebih tinggi dibandingkan
dengan peduduk local, sedangkan angka yang rendah terdapat pada RAS afro-karibia
e. Geografi
Tingkat kematian akibat PJK lebih tinggi di Irlandia Utara, Skotlandia, dan bagian Inggris Utara
dan dapat merefleksikan perbedaan diet, kemurnian air, merokok, struktur sosio-ekonomi, dan
kehidupan urban.
f. Tipe kepribadian
Tipe kepribadian yang memiliki sifat agresif, kompetitif, kasar, sinis, gila hormat, ambisius, dan
gampang marah sangat rentan untuk terkena PJK. Terdapat hubungan antara stress dengan
abnormalitas metabolisme lipid.
g. Kelas sosial
Tingkat kematian akibat PJK tiga kali lebih tinggi pada pekerja kasar laki-laki terlatih
dibandingkan dengan kelompok pekerja profesi (misal dokter, pengacara dll). Selain itu
frekuensi istri pekerja kasar ternyata 2 kali lebih besar untuk mengalami kematian dini akibat
PJK dibandingkan istri pekerja professional / non-manual .

Patofisiologi Infark Miokard Akut

AMI terjadi ketika iskemia yang terjadi berlangsung cukup lama yaitu lebih dari 30-45
menit sehingga menyebabkan kerusakan seluler yang ireversibel. Bagian jantung yang terkena
infark akan berhenti berkontraksi selamanya. Iskemia yang terjadi paling banyak disebabkan
oleh penyakit arteri koroner / coronary artery disease (CAD). Pada penyakit ini terdapat materi
lemak (plaque) yang telah terbentuk dalam beberapa tahun di dalam lumen arteri koronaria
(arteri yang mensupply darah dan oksigen kepada jantung) Plaque dapat ruptur sehingga
menyebabkan terbentuknya bekuan darah pada permukaan plaque. Jika bekuan menjadi cukup
besar, maka bisa menghambat aliran darah baik total maupun sebagian pada arteri koroner.
Terbendungnya aliran darah menghambat darah yang kaya oksigen mencapai bagian otot
jantung yang disuplai oleh arteri tersebut. Kurangnya oksigen akan merusak otot jantung. Jika
sumbatan itu tidak ditangani dengan cepat, otot jantung yang rusak itu akan mulai mati. Selain
disebabkan oleh terbentuknya sumbatan oleh plaque ternyata infark juga bisa terjadi pada orang
dengan arteri koroner normal (5%). Diasumsikan bahwa spasme arteri koroner berperan dalam
beberapa kasus ini
Spasme yang terjadi bisa dipicu oleh beberapa hal antara lain: mengkonsumsi obat-
obatan tertentu; stress emosional; merokok; dan paparan suhu dingin yang ekstrim, Spasme bisa
terjadi pada pembuluh darah yang mengalami aterosklerotik sehingga bisa menimbulkan oklusi
kritis sehingga bisa menimbulkan infark jika terlambat dalam penangananya. Letak infark
ditentukan juga oleh letak sumbatan arteri koroner yang mensuplai darah ke jantung. Terdapat
dua arteri koroner besar yaitu arteri koroner kanan dan kiri. Kemudian arteri koroner kiri
bercabang menjadi dua yaitu Desenden Anterior dan arteri sirkumfleks kiri. Arteri koronaria
Desenden Anterior kiri berjalan melalui bawah anterior dinding ke arah afeks jantung. Bagian ini
menyuplai aliran dua pertiga dari septum intraventrikel, sebagaian besar apeks, dan ventrikel kiri
anterior. Sedangkan cabang sirkumfleks kiri berjalan dari koroner kiri kearah dinding lateral kiri
dan ventrikel kiri. Daerah yang disuplai meliputi atrium kiri, seluruh dinding posterior, dan
sepertiga septum intraventrikel posterior. Selanjutnya arteri koroner kanan berjalan dari aorta sisi
kanan arteri pulmonal kearah dinding lateral kanan sampai ke posterior jantung. Bagian jantung
yang disuplai meliputi: atrium kanan, ventrikel kanan, nodus SA, nodus AV, septum
interventrikel posterior superior, bagian atrium kiri, dan permukaan diafragmatik ventrikel kiri.

Berdasarkan hal diatas maka dapat diketahui jika infark anterior kemungkinan disebabkan
gangguan pada cabang desenden anterior kiri, sedangkan infark inferior bisa disebabkan oleh lesi
pada arteri koroner kanan. Berdasarkan ketebalan dinding otot jantung yang terkena maka infark
bisa dibedakan menjadi infark transmural dan subendokardial. Kerusakan pada seluruh lapisan
miokardiom disebut infark transmural, sedangkan jika hanya mengenai lapisan bagian dalam saja
disebut infark subendokardial. Infark miokardium akan mengurangi fungsi ventrikel karena otot
yang nekrosis akan kehilangan daya kotraksinya begitupun otot yang mengalami iskemi
(disekeliling daerah infark).
Secara fungsional infark miokardium menyebabkan perubahan-perubahan sebagai
berikut: Daya kontraksi menurun; Gerakan dinding abnormal (daerah yang terkena infark akan
menonjol keluar saat yang lain melakukan kontraksi); Perubahan daya kembang dinding
ventrikel; Penurunan volume sekuncup; Penurunan fraksi ejeksi. Gangguan fungsional yang
terjadi tergantung pada beberapa factor dibawah ini: Ukuran infark jika mencapai 40% bisa
menyebabkan syok kardiogenik; Lokasi Infark dinding anterior mengurangi fungsi mekanik
jantung lebih besar dibandingkan jika terjadi pada bagian inferior; Sirkulasi kolateral
berkembang sebagai respon terhadap iskemi kronik dan hiperperfusi regional untuk memperbaiki
aliran darah yang menuju miokardium. Sehingga semakin banyak sirkulasi kolateral, maka
gangguan yang terjadi minimal; Mekanisme kompensasi bertujuan untuk mempertahankan
curah jantung dan perfusi perifer. Gangguan akan mulai terasa ketika mekanisme kompensasi
jantung tidak berfungsi dengan baik.
Kejadian infark miokard diawali dengan terbentuknya aterosklerosis yang kemudian
ruptur dan menyumbat pembuluh darah. Penyakit aterosklerosis ditandai dengan formasi
bertahap fatty plaque di dalam dinding arteri. Lama-kelamaan plak ini terus tumbuh ke dalam
lumen, sehingga diameter lumen menyempit. Penyempitan lumen mengganggu aliran darah ke
distal dari tempat penyumbatan terjadi (Ramrakha, 2006).
Faktor-faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, diabetes mellitus tipe II, hipertensi,
reactive oxygen species dan inflamasi menyebabkan disfungsi dan aktivasi endotelial.
Pemaparan terhadap faktor-faktor di atas menimbulkan injury bagi sel endotel. Akibat disfungsi
endotel, sel-sel tidak dapat lagi memproduksi molekul-molekul vasoaktif seperti nitric oxide,
yang berkerja sebagai vasodilator, anti-trombotik dan anti-proliferasi. Sebaliknya, disfungsi
endotel justru meningkatkan produksi vasokonstriktor, endotelin-1, dan angiotensin II yang
berperan dalam migrasi dan pertumbuhan sel (Ramrakha, 2006).
Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel teraktivasi. Kemudian leukosit
bermigrasi ke sub endotel dan berubah menjadi makrofag. Di sini makrofag berperan sebagai
pembersih dan bekerja mengeliminasi kolesterol LDL. Sel makrofag yang terpajan dengan
kolesterol LDL teroksidasi disebut sel busa (foam cell). Faktor pertumbuhan dan trombosit
menyebabkan migrasi otot polos dari tunika media ke dalam tunika intima dan proliferasi
matriks. Proses ini mengubah bercak lemak menjadi ateroma matur. Lapisan fibrosa menutupi
ateroma matur, membatasi lesi dari lumen pembuluh darah. Perlekatan trombosit ke tepian
ateroma yang kasar menyebabkan terbentuknya trombosis. Ulserasi atau ruptur mendadak
lapisan fibrosa atau perdarahan yang terjadi dalam ateroma menyebabkan oklusi arteri (Price,
2006).
Penyempitan arteri koroner segmental banyak disebabkan oleh formasi plak. Kejadian
tersebut secara temporer dapat memperburuk keadaan obstruksi, menurunkan aliran darah
koroner, dan menyebabkan manifestasi klinis infark miokard. Lokasi obstruksi berpengaruh
terhadap kuantitas iskemia miokard dan keparahan manifestasi klinis penyakit. Oleh sebab itu,
obstruksi kritis pada arteri koroner kiri atau arteri koroner desendens kiri berbahaya (Selwyn,
2005).
Pada saat episode perfusi yang inadekuat, kadar oksigen ke jaringan miokard menurun
dan dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi mekanis, biokimia dan elektrikal miokard.
Perfusi yang buruk ke subendokard jantung menyebabkan iskemia yang lebih berbahaya.
Perkembangan cepat iskemia yang disebabkan oklusi total atau subtotal arteri koroner
berhubungan dengan kegagalan otot jantung berkontraksi dan berelaksasi (Selwyn, 2005).
Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas metabolisme, fungsi dan struktur
sel. Miokard normal memetabolisme asam lemak dan glukosa menjadi karbon dioksida dan air.
Akibat kadar oksigen yang berkurang, asam lemak tidak dapat dioksidasi, glukosa diubah
menjadi asam laktat dan pH intrasel menurun. Keadaaan ini mengganggu stabilitas membran sel.
Gangguan fungsi membran sel menyebabkan kebocoran kanal K+ dan ambilan Na+ oleh
monosit. Keparahan dan durasi dari ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
menentukan apakah kerusakan miokard yang terjadi reversibel (<20 menit) atau ireversibel (>20
menit). Iskemia yang ireversibel berakhir pada infark miokard (Selwyn, 2005).
Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi trombus di arteri koroner, maka
terjadi infark miokard tipe elevasi segmen ST (STEMI). Perkembangan perlahan dari stenosis
koroner tidak menimbulkan STEMI karena dalam rentang waktu tersebut dapat terbentuk
pembuluh darah kolateral. Dengan kata lain STEMI hanya terjadi jika arteri koroner tersumbat
cepat (Antman, 2005).
Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST yang disebabkan
oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak. Erosi dan ruptur plak ateroma menimbulkan
ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. Pada Non STEMI, trombus yang terbentuk
biasanya tidak menyebabkan oklusi menyeluruh lumen arteri koroner (Kalim, 2001).
Infark miokard dapat bersifat transmural dan subendokardial (nontransmural). Infark
miokard transmural disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang terjadi cepat yaitu dalam
beberapa jam hingga minimal 6-8 jam. Semua otot jantung yang terlibat mengalami nekrosis
dalam waktu yang bersamaan. Infark miokard subendokardial terjadi hanya di sebagian miokard
dan terdiri dari bagian nekrosis yang telah terjadi pada waktu berbeda-beda (Selwyn, 2005).
Diagram Patofisiologi Infark Miokard Akut

Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala dari serangan jantung tiap orang tidak sama. Banyak serangan jantung
berjalan lambat sebagai nyeri ringan atau perasaan tidak nyaman. Bahkan beberapa orang tanpa
gejala sedikitpun (dinamakan silent heart attack). Akan tetapi pada umumnya serangan AMI ini
ditandai oleh beberapa hal berikut
1. Nyeri Dada
Mayoritas pasien AMI (90%) datang dengan keluhan nyeri dada. Perbedaan dengan nyeri
pada angina adalah nyer pada AMI lebih panjang yaitu minimal 30 menit, sedangkan pada
angina kurang dari itu. Disamping itu pada angina biasanya nyeri akan hilang dengan istirahat
akan tetapi pada infark tidak.Nyeri dan rasa tertekan pada dada itu bisa disertai dengan keluarnya
keringat dingin atau perasaan takut. Meskipun AMI memiliki ciri nyeri yang khas yaitu menjalar
ke lengan kiri, bahu, leher sampai ke epigastrium, akan tetapi pada orang tertentu nyeri yang
terasa hanya sedikit. Hal tersebut biasanya terjadi pada manula, atau penderita DM berkaitan
dengan neuropati. Gambaran klinis bisa bervariasi dari pasien yang datang untuk melakukan
pemeriksaan rutin, sampai pada pasien yang merasa nyeri di substernal yang hebat dan secara
cepat berkembang menjadi syok dan oedem pulmonal, dan ada pula pasien yang baru saja
tampak sehat lalu tiba-tiba meninggal. Nyeri dada penderita infark miokard serupa dengan nyeri
angina tetapi lebih intensif dan berlangsung lama serta tidak sepenuhnya hilang dengan istirahat
ataupun pemberian nitrogliserin (Irmalita, 1996). Angina pektoris adalah “jeritan” otot jantung
yang merupakan rasa sakit pada dada akibat kekurangan pasokan oksigen miokard. Gejalanya
adalah rasa sakit pada dada sentral atau retrosentral yang dapat menyebar ke salah satu atau
kedua tangan, leher dan punggung. Faktor pencetus yang menyebabkan angina adalah kegiatan
fisik, emosi berlebihan dan terkadang sesudah makan. Hal ini karena kegiatan tersebut
mencetuskan peningkatan kebutuhan oksigen. Namun, sakit dada juga sering timbul ketika
pasien sedang beristirahat (Hanafiah, 1996).
Rasa nyeri dapat hebat sekali sehingga penderita gelisah, takut, berkeringat dingin dan lemas.
Pasien terus menerus mengubah posisinya di tempat tidur. Hal ini dilakukan untuk menemukan
posisi yang dapat mengurangi rasa sakit, namun tidak berhasil. Kulit terlihat pucat dan
berkeringat, serta ektremitas biasanya terasa dingin (Antman, 2005).
Serangan infark miokard biasanya akut, dengan rasa sakit seperti angina, tetapi tidak seperti
angina yang biasa, maka disini terdapat rasa penekanan yang luar biasa pada dada atau perasaan
akan datangnya kematian. Bila pasien sebelumnya pernah mendapat serangan angina ,maka ia
tabu bahwa sesuatu yang berbeda dari serangan angina sebelumnya sedang berlangsung. Juga,
kebalikan dengan angina yang biasa, infark miokard akut terjadi sewaktu pasien dalam keadaan
istirahat ,sering pada jam-jam awal dipagi hari. Nitrogliserin tidaklah mengurangkan rasa
sakitnya yang bisa kemudian menghilang berkurang dan bisa pula bertahan berjam-jam malahan
berhari-hari. Rasa sakitnya adalah diffus dan bersifat mencekam, mencekik, mencengkeram atau
membor. Paling nyata didaerah subternal, dari mana ia menyebar kedua lengan, kerongkongan
atau dagu, atau abdomen sebelah atas (sehingga ia mirip dengan kolik cholelithiasis, cholesistitis
akut ulkus peptikum akut atau pancreatitis akut).
Terdapat laporan adanya infark miokard tanpa rasa sakit. Namun bila pasien-pasien ini
ditanya secara cermat, mereka biasanya menerangkan adanya gangguan pencernaan atau rasa
benjol di dada yang samar-samar yang hanya sedikit menimbulkan rasa tidak enak / tidak
nyaman. Sekali-sekali pasien akan mengalami rasa napas yang pendek (seperti orang yang
kelelahan) dan bukannya tekanan pada substernal. Sekali-sekali bisa pula terjadi cekukan /
singultus akibat irritasi diapragma oleh infark dinding inferior. Pasien biasanya tetap sadar ,
tetapi bisa gelisah, cemas atau bingung. Syncope adalah jarang, ketidak sadaran akibat iskemi
serebral, sebab cardiac output yang berkurang bisa sekali-sekali terjadi. Bila pasien-pasien
ditanyai secara cermat, mereka sering menyatakan bahwa untuk masa yang bervariasi sebelum
serangan dari hari 1 hingga 2 minggu ) , rasa sakit anginanya menjadi lebih parah serta tidak
bereaksi baik tidak terhadap pemberian nitrogliserin atau mereka mulai merasa distres/rasa tidak
enak substernal yang tersamar atau gangguan pencernaan (gejala -gejala permulaan /ancaman
/pertanda). Bila serangan-serangan angina menghebat ini bisa merupakan petunjuk bahwa ada
angina yang tidak stabil (unstable angina) dan bahwasanya dibutuhkan pengobatan yang lebih
agresif.
2. Sesak Nafas,
Sesak nafas bisa disebabkan oleh peningkatan mendadak tekanan akhir diastolic ventrikel kiri,
disamping itu perasaan cemas bisa menimbulkan hipervenntilasi. Pada infark yang tanpa gejala
nyeri, sesak nafas merupakan tanda adanya disfungsi ventrikel kiri yang bermakna
3. Gejala Gastrointestinal,
Peningkatan aktivitas vagal menyebabkan mual dan muntah, dan biasanya lebih sering pada
infark inferior, dan stimulasi diafragma pada infak inferior juga bisa menyebabkan cegukan
terlebih-lebih apabila diberikan martin untuk rasa sakitnya.
4. Gejala Lain Termasuk palpitasi, rasa pusing, atau sinkop dari aritmia ventrikel, dan gejala akibat
emboli arteri (misalnya stroke, iskemia ekstrimitas)
5. Bila diperiksa, pasien sering memperlihatkan wajah pucat bagai abu dengan berkeringat , kulit
yang dingin .walaupun bila tanda-tanda klinis dari syok tidak dijumpai.
6. Nadi biasanya cepat, kecuali bila ada blok/hambatan AV yang komplit atau inkomplit. Dalam
beberapa jam, kondisi klinis pasien mulai membaik, tetapi demam sering berkembang. Suhu
meninggi untuk beberapa hari, sampai 102 derajat Fahrenheid atau lebih tinggi, dan kemudian
perlahan-lahan turun ,kembali normal pada akhir dari minggu pertama.

Bila dibagi menurut tipe infark miokard maka manifestasi klinisnya adalah :

1. AMI tanpa elevasi ST


Gejala klinis yang mungkin muncul pada kasus infark miokard akut adalah nyeri
dada substernal atau kadangkala di epigastrium dengan ciri seperti diperas, perasaan seperti
diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan, menjadi presentasi gejala
yang sering ditemukan pada NSTEMI. Analisis berdasarkan gambaran klinis menunjukkan
bahwa mereka yang memiliki gejala dengan onset baru angina berat atau terakselerasi memiliki
prognosis lebih baik dibandingkan dengan yang memiliki nyeri pada waktu istirahat. Walaupun
gejala khas rasa tidak enak didada iskemia pada NSTEMI telah diketahui dengan baik, gejala
tidak khas seperti dispneu, mual, diaphoresis, sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas,
atau leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih dari 65
tahun. 1

2. AMI dengan elevasi ST


Infark miokard dengan elevasi gelombang ST biasanya diketahui dengan
beberapa tanda dan gejala yang diketahui dari beberapa pemeriksaan, pertama pada anamnesis
biasanya diketahui adanya keluhan nyeri dada, yang hampir setengah kasus terjadi akibat
aktivitas fisik berat, stress emosi, penyakit medis atau bedah. Dirasakan pada saat pagi hari
dalam beberapa jam setelah bangun tidur. Nyeri dada merupakan pertanda awal dalam kelainan
utama ini.8, 14
Diagnosis Infark Miokard Akut

Menurut Irmalita (1996), diagnosis AMI ditegakkan bila didapatkan dua atau lebih dari 3
kriteria, yaitu

1. Adanya nyeri dada


Sakit dada terjadi lebih dari 20 menit dan tidak hilang dengan pemberian nitrat biasa.

2. Perubahan elektrokardiografi (EKG)


Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard infark akut, EKG
pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner menunjukkan elevasi segmen ST. Kemudian
gambaran EKG berupa elevasi segmen ST akan berkembang menjadi gelombang Q. Sebagian
kecil berkembang menjadi gelombang non-Q. Ketika trombus tidak menyebabkan oklusi total,
maka tidak terjadi elevasi segmen ST. Pasien dengan gambaran EKG tanpa elevasi segmen ST
digolongkan ke dalam unstable angina atau Non STEMI (Cannon, 2005).

3. Peningkatan pertanda biokimia.


Pada nekrosis miokard, protein intraseluler akan masuk dalam ruang interstitial dan
masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan aliran limfatik (Patel, 1999). Oleh
sebab itu, nekrosis miokard dapat dideteksi dari pemeriksaan protein dalam darah yang
disebabkan kerusakan sel. Protein-protein tersebut antara lain aspartate aminotransferase (AST),
lactate dehydrogenase, creatine kinase isoenzyme MB (CK-MB / CKMB), mioglobin, carbonic
anhydrase III (CA III), myosin light chain (MLC) dan cardiac troponin I dan T (cTnI dan cTnT)
(Samsu, 2007). Peningkatan kadar serum protein-protein ini mengkonfirmasi adanya infark
miokard (Nigam, 2007).

EKG sebagai Penegakan Diagnosis Infark Miokard


Kompleks QRS normal menunjukkan resultan gaya elektrik miokard ketika ventrikel
berdepolarisasi. Bagian nekrosis tidak berespon secara elektrik. Vektor gaya bergerak menjauhi
bagian nekrosis dan terekam oleh elektroda pada daerah infark sebagai defleksi negatif
abnormal. Infark yang menunjukkan abnormalitas gelombang Q disebut infark gelombang Q.
Pada sebagian kasus infark miokard, hasil rekaman EKG tidak menunjukkan gelombang Q
abnormal. Hal ini dapat terjadi pada infark miokard dengan daerah nekrotik kecil atau tersebar.
Gelombang Q dikatakan abnormal jika durasinya ≥ 0,04 detik. Namun hal ini tidak berlaku untuk
gelombang Q di lead III, aVR, dan V1, karena normalnya gelombang Q di lead ini lebar dan
dalam (Chou, 1996).
Pada injury miokard, area yang terlibat tidak berdepolarisasi secara sempurna. Area
tersebut lebih positif dibandingkan daerah yang normal pada akhir proses depolarisasi. Jika
elektroda diletakkan di daerah ini, maka potensial yang positif akan terekam dalam bentuk
elevasi segmen ST. Jika elektroda diletakkan di daerah sehat yang berseberangan dengan area
injury, maka terekam potensial yang negatif dan ditunjukkan dalam bentuk ST depresi. ST
depresi juga terjadi pada injury subendokard, dimana elektroda dipisahkan dari daerah injury
oleh daerah normal. Vektor ST bergerak menjauhi elektroda, yang menyebabkan gambaran ST
depresi (Chou, 1996).
Iskemik miokard memperlambat proses repolarisasi. Area iskemik menjadi lebih negatif
dibandingkan area yang sehat pada masa repolarisasi. Vektor T bergerak menjauhi daerah
iskemik. Elektroda yang terletak di daerah iskemik merekam gerakan ini sebagai gelombang T
negatif. Iskemia subendokard tidak mengubah arah gambaran gelombang T, mengingat proses
repolarisasi secara normal bergerak dari epikard ke arah endokard. Karena potensial elektrik
dihasilkan repolarisasi subendokardium terhambat, maka gelombang T terekam sangat tinggi
(Chou, 1996).
Menurut Ramrakha (2006), pada infark miokard dengan elevasi segmen ST, lokasi infark
dapat ditentukan dari perubahan EKG. Penentuan lokasi infark berdasarkan perubahan gambaran
EKG dapat dilihat di Tabel di bawah.

Tabel Lokasi infark miokard berdasarkan perubahan gambaran EKG

Lokasi Perubahan gambaran EKG


Anterior Elevasi segmen ST dan / atau gelombang Q di V1-V4/V5
Anteroseptal Elevasi segmen ST dan / atau gelombang Q di V1-V3
Anterolateral Elevasi segmen ST dan / atau gelombang Q di V1-V6 dan I
dan aVL
Lateral Elevasi segmen ST dan / atau gelombang Q di V5-V6 dan
inversi gelombang T / elevasi ST / gelombang Q di I dan aVL
Inferolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF, dan
V5-V6 (kadang-kadang I dan aVL).
Inferior Elevasi segmen ST dan / atau gelombang Q di II, III, dan aVF
Inferoseptal Elevasi segmen ST dan / atau gelombang Q di II, III, aVF,
V1-V3
True posterior Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST depresi di
V1-V3. Gelombang T tegak di V1-V2
RV infarction Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R-V4R). Biasanya
ditemukan konjungsi pada infark inferior. Keadaan ini hanya
tampak dalam beberapa jam pertama infark.
Dikutip dari Ramrakha, 2006

Diagnosis STEMI ditegakkan jika ditemukan angina akut disertai elevasi segmen ST.
Nilai elevasi segmen ST bervariasi, tergantung kepada usia, jenis kelamin, dan lokasi miokard
yang terkena. Bagi pria usia ≥ 40 tahun, STEMI ditegakkan jika diperoleh elevasi segmen ST di
V1-V3 ≥ 2 mm dan ≥ 2,5 mm bagi pasien berusia < 40 tahun (Tedjasukmana, 2010). ST elevasi
terjadi dalam beberapa menit dan dapat berlangsung hingga lebih dari 2 minggu (Antman, 2005).
Diagnosis Non STEMI ditegakkan jika terdapat angina dan tidak disertai dengan elevasi segmen
ST yang persisten. Gambaran EKG pasien Non STEMI beragam, bisa berupa depresi segmen
ST, inversi gelombang T, gelombang T yang datar atau pseudo-normalization, atau tanpa
perubahan EKG saat presentasi. Untuk menegakkan diagnosis Non STEMI, perlu dijumpai
depresi segmen ST ≥ 0,5 mm di V1-V3 dan ≥ 1 mm di sandapan lainnya. Selain itu dapat juga
dijumpai elevasi segmen ST tidak persisten (<20 menit), dengan amplitudo lebih rendah dari
elevasi segmen ST pada STEMI. Inversi gelombang T yang simetris ≥ 2 mm semakin
memperkuat dugaan Non STEMI (Tedjasukmana, 2010).

Peningkatan Kadar Enzim atau Isoenzim


Peningkatan kadar enzim atau isoenzim merupakan indikator spesifik infark miokard
akut, yaitu kreatinin fosfoskinase (CPK/CK), SGOT, laktat dehidrogenase (LDH), alfa hidroksi
butirat dehidrogenase (a-HBDH), troponin T, dan isoenzim CPK MP atau CKMB. CK
meningkat dalam 4-8 jam kemudian kembali normal setelah 48-72 jam. Tetapi enzim ini tidak
spesifik karena dapat disebabkan penyakit lain, seperti penyakit muskular, hipotiroid, dan stroke.
CKMB lebih spesifik terutama bila rasio CKMB : CK > 2,5% namun nilai kedua-duanya harus
meningkat dan penilaian di secara serial dalam 24 jam pertama. CKMB mencapai puncak 20 jam
setelah infark. Yang lebih sensitif adalah penilaian rasio CKMB2 : CKMB1 yang mencapai
puncak 4-6 jam setelah kejadian. CKMB2 adalah enzim CKMB dari miokard, yang kemudian
diproses oleh enzim karboksipeptidase menghasilkan isomernya, CKMB1. Dicurigai bila
rasionya > 1,5, SGOT meningkat dalam 12 jam pertama, sedangkan LDH (Lactate
dehydrogenase) dalam 24 jam pertama. Cardiac specific troponin T (cTnT) dan Cardiac specific
troponin I (cTnI) memiliki struktur asam amino berbeda dengan yang dihasilkan oleh otot
rangka. Enzim cTnT tetap tinggi dalam 7- 10 hari, sedangkan cTnI dalam 10-14 hari.4

Pertanda Biokimia Troponin T pada Infark Miokard


Troponin adalah suatu protein regulator yang terdapat pada filamen tipis aparatus
kontraktil otot bergaris. Troponin terdiri dari 3 subunit, yaitu troponin T (39 kDa), troponin I (26
kDa), dan troponin C (18 kDa) (Maynard, 2000). Troponin C berikatan dengan ion Ca2+ dan
berperan dalam proses pengaturan aktifasi filamen tipis selama kontraksi otot jantung. Berat
molekulnya adalah 18.000 Dalton. Troponin I yang berikatan dengan aktin, berperan
menghambat interaksi aktin miosin. Berat molekulnya adalah 24.000 Dalton. Troponin T yang
berikatan dengan tropomiosin dan memfasilitasi kontraksi, bekerja meregulasi kontraksi otot.
Berat molekulnya adalah 37.000 Dalton. Struktur asam amino troponin T dan I yang ditemukan
pada otot jantung berbeda dengan struktur troponin pada otot skeletal dalam hal komposisi
imunologis, sedangkan struktur troponin C pada otot jantung dan skeletal identik (Tarigan,
2003). Kompleks troponin, tropomiosin, aktin dan miosin dapat dilihat pada Gambar di bawah.
Gambar kompleks troponin, tropomiosin, aktin dan miosin
Dikutip dari Cooper, 2000.

Cardiac troponin T (cTnT) berada dalam miosit dengan konsentrasi yang tinggi pada
sitosol dan secara struktur berikatan dengan protein. Sitosol, yang merupakan prekursor tempat
pembentukan miofibril, memiliki 6% dari total massa troponin dalam bentuk bebas. Sisanya
(94%), cTnT berikatan dalam miofibril. Dalam keadaan normal, kadar cTnT tidak terdeteksi
dalam darah (Rottbauer, 1996). Keberadaan cTnT dalam darah diawali dengan keluarnya cTnT
bebas bersamaan dengan sitosol yang keluar dari sel yang rusak. Selanjutnya cTnT yang
berikatan dengan miofibril terlepas, namun hal ini membutukan waktu lebih lama (Antman,
2002).
Karena pelepasan cTnT terjadi dalam 2 tahap, maka perubahan kadar cTnT pada infark
miokard memiliki 2 puncak (bifasik). Puncak pertama disebabkan oleh keluarnya cTnT bebas
dari sitosol. Puncak kedua terjadi karena pelepasan cTnT yang terikat pada miofibril. Oleh sebab
itu, pelepasan cTnT secara sempurna berlangsung lebih lama, sehingga jendela diagnostiknya
lebih besar dibanding pertanda jantung lainnya (Tarigan, 2003).
Berat dan lamanya iskemia miokard menentukan perubahan miokard yang reversible atau
irreversible. Pada iskemia miokard, glikolisis anaerob dapat mencukupi kebutuhan fosfat energi
tinggi dalam waktu relatif singkat. Penghambatan proses transportasi yang dipengaruhi ATP
dalam membran sel menimbulkan pergeseran elektrolit, edema sel dan hilangnya integritas
membran sel. Dalam hal kerusakan sel ini, mula-mula akan terjadi pelepasan protein yang terurai
bebas dalam sitosol melalui transpor vesikular. Setelah itu terjadi difusi bebas dari isi sel ke
dalam interstisium yang mungkin disebabkan rusaknya seluruh membran sel. Peningkatan kadar
laktat intrasel disebabkan proses glikolisis. pH intrasel menurun dan kemudian diikuti oleh
pelepasan dan aktifasi enzim-enzim proteolitik lisosom. Perubahan pH dan aktifasi enzim
proteolitik menyebabkan disintegrasi struktur intraseluler dan degradasi protein terikat.
Manifestasinya adalah jika terjadi kerusakan miokard akibat iskemia, cTnT dari sitoplasma
dilepaskan ke dalam aliran darah. Keadaaan ini berlangsung terus menerus selama 30 jam sampai
persediaan cTnT sitoplasma habis. Bila terjadi iskemia yang persisten, maka sel mengalami
asidosis intraseluler dan terjadilah proteolisis yang melepaskan sejumlah besar cTnT terikat ke
dalam darah. Masa pelepasan cTnT ini berlangsung 30-90 jam, lalu perlahan-lahan kadarnya
turun (Tarigan, 2003).
Peningkatan kadar cTnT terdeteksi 3-4 jam setelah jejas miokard. Kadar cTnT mencapai
puncak 12-24 jam setelah jejas (Samsu, 2007). Peningkatan terus terjadi selama 7-14 hari
(Ramrakha, 2006). cTnT tetap meningkat kira-kira 4-5 kali lebih lama daripada CKMB. cTnT
membutuhkan waktu 5-15 hari untuk kembali normal (Samsu, 2007). Diagnosis infark miokard
ditegakkan bila ditemukan kadar cTnT dalam 12 jam sebesar ≥0.03 μg/L, dengan atau tanpa
disertai gambaran iskemi atau infark pada lembaran EKG dan nyeri dada (McCann, 2009).

Coronary Angiography
Coronary angiography merupakan pemeriksaan khusus dengan sinar x pada jantung dan
pembuluh darah. Sering dilakukan selama serangan untuk menemukan letak sumbatan pada
arteri koroner. Dokter memasukan kateter melalui arteri pada lengan atau paha menujua jantung.
Prosedur ini dinamakan kateterisasi jantung, yang merupakan bagian dari angiografi koroner Zat
kontras yang terlihat melalui sinar x diinjeksikan melalui ujung kateter pada aliran darah. Zat
kontras itu memungkinkan dokter dapat mempelajari aliran darah yang melewati pembuluh
darah dan jantung Jika ditemukan sumbatan, tindakan lain yang dinamakan angioplasty, dpat
dilakukan untuk memulihkan aliran darah pada arteri tersebut. Kadang-kadang akan
ditempatkan stent (pipa kecil yang berpori) dalam arteri untuk menjaga arteri tetap terbuka.

Peningkatan Leukosit
Reaksi nonspesifik berupa leukositosis polimorfonuklear (PMN) mencapai 12.000-15.000 dalam
beberapa jam dan bertahan 3-7 hari. Peningkatan Laju Endap Darah (LED) terjadi lebih lambat,
mencapai puncaknya dalam 1 minggu, dan dapat bertahan 1-2 minggu.

Radiologi
Pemeriksaan radiologi berguna bila ditemukan adanya bendungan paru (gagal jantung) atau
kardiomegali. Dengan ekokardiografi 2 dimensi dapat ditentukan daerah luas infark miokard
akut fungsi pompa jantung serta komplikasi.

Komplikasi Infark Miokard Akut

a. Gagal jantung kongestif


Apabila jantung tidak bisa memompa keluar semua darah yang diterimanya,dapat
mengakibatkan gagal jantung kongestif. Gagal jantung dapat timbul segera setelah infark apabila
infark awal berukuran sangat luas atau timbul setelah pengaktifan refleks baro reseptor terjadi
peningkatan darah kembali kejantung yang rusak serta kontriksi arteri dan arteriol disebelah hilir.
Hal ini menyebabkan darah berkumpul dijantung dan menimbulkan peregangan berlebihan
terhadap sel-sel otot jantung. Apabila peregangan tersebut cukup hebat, maka kontraktilitas
jantung dapat berkurang karena sel-sel otot tertinggal pada kurva panjang tegangan.
b. Disritmia
Dapat timbul akibat perubahan keseimbangan elektrolit dan penurunan PH. Daerah-daerah
dijantung yang mudah teriritasi dapat mulai melepaskan potensial aksi sehingga terjadi disritmia.
c. Syok Kardiogenik
Dapat terjadi apabila curah jantung sangat berkurang dalam waktu lama. Syok kardiogenik dapat
fatal pada waktu infark atau menimbulkan kematian atau kelemahan beberapa hari atau minggu
kemudian akibat gagal paru atau ginjal karena organ-organ ini mengalami iskemia. Syok
kardiogenik biasanya berkaitan dengan kerusakan sebanyak 40% massa otot jantung.
d. Trombo embolus
Akibat kontraktilitas miokardium berkurang. Embolus tersebut dapat menghambat aliran darah
kebagian jantung yang sebelumnya tidak rusak oleh infark semula. Embolus tersebut juga dapat
mengalir ke organ lain, menghambat aliran darahnya dan menyebabkan infark di organ tersebut.
e. Perikarditis.
Perikarditis terjadi sebagai bagian dari reaksi peradangan setelah cidera dan kematian sel.
Sebagian jenis perikarditis dapat timbul beberapa minggu setelah infark, dan mungkain
mencerminkan suatu reaksi hipersensitifitas imun terhadap nekrosis jaringan. (Elizabeth,2001)
f. Gagal jantung kiri
Hal ini jarang ditemui pada miokard akut tetapi biasanya terjadi setelah 48 jam pada gagal
jantung selain takikardi bisa terdengar bunyi jantung ketiga, krepitasi paru yang luas dan terlihat
kongesti vena paru.
g. Gagal ventrikel kanan
Gagal ventrikel kanan ditandai oleh peningkatan tekanan vena jugularis dan sering di temui pada
hari – hari pertama sesudah infark akut. Selalu bersamaan dengan infark dinding inferior.
h. Emboli paru / edema paru dan infark paru
Emboli paru sering merupakan penyebab kematian infark miokard akut, akhir-akhir ini
berkurang karena mobilisasi penderita lebih cepat. Dugaan terdapat edema paru bila timbul
hipotensi mendadak atau gagal jantung terutama ventrikel kiri beberapa saat setelah serang infark
miokard.

Penatalaksanaan Infark Miokard Akut

Tatalaksana yang Tepat terhadap Infark Miokard


Tujuan utama tatalaksana AMI adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri dada,
penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan, pemberian antitrombotik
dan terapi antiplatelet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana komplikasi AMI. Terdapat
beberapa pedoman dalam tatalaksana AMI dengan elevasi ST yaitu dari ACC/AHA tahun 2004
dan ESC tahun 2003. Walaupun demikian perlu disesuaikan dengan kondisi sarana / fasilitas di
tempat pelayanan kesehatan masing-masing dan kemampuan ahli yang ada.2

Tatalaksana Pra Rumah Sakit


Pengobatan dapat dimulai segera setelah diagnosis kerja ditegakkan (sakit dada khas dan
elektrokardiogram) oleh karena kematian akibat infark miokard akut terjadi pada jam-jam
pertama. Penderita dapat diberikan obat penghilang rasa sakit dan penenang. Biasanya bila sakit
hebat diberikan morfin 2,5-5 mg atau petidin 25-50 mg secara intravena perlahan-lahan. Sebagai
penenang dapat diberikan Diazepam 5-10 mg. Penderita kemudian dapat ditransfer ke rumah
sakit yang memiliki fasilitas ruang rawat coroner intensif. Infus dekstrose 5% atau NaCl 0,9%
beserta oksigen nasal harus terpasang,dan penderita didampingi oleh tenaga terlatih.4
Sebagian besar kemtian mendadak di luar rumah sakit pada STEMI disebabkan adanya
fibrilasi ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala. Dan
lebih dari separuhnya terjadi pada jam pertama. Sehingga elemen utama tatalaksana pra hospital
pada pasien yang dicurigai STEMI antara lain:2

 Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis


 Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan resusitasi
 Transportasi pasien ke Rumah sakit yang mempunyai fasilitas ICCU/ICU serta staf medis
dokter dan perawat yang terlatih
 Melakukan terapi reperfusi

Keterlambatan terbanyak yang terjadi pada penanganan pasien biasanya bukan selama
transportasi ke Rumah Sakit, namun karena lama waktu mulai onset nyeri dada sampai
keputusan pasien untuk meminta pertolongan. Hal ini bisa ditanggulangi dengan cara edukasi
kepada masyarakat oleh tenaga professional kesehatan mengenai pentingnya tatalaksana dini.2
Pemberian fibrinolitik sebelum mencapai rumah sakit hanya bisa dikerjakan jika ada
paramedis di ambulans yang sudah terlatih untuk menginterpretasi EKG dan tatalaksana STEMI
dan terdapat pihak yang memegang kendali komando medis secara online yang
bertanggungjawab pada pemberian terapi. Di Indonesia saat ini pemberian trombolitik sebelum
mencapai rumah sakit atau pusat layanan kesehatan lainnya ini belum bisa dilakukan.2
Pasien dibawa oleh EMS (ambulans) setelah memanggil pertolongan medis (contoh :
telepon 911 di amerika serikat) : Reperfusi pada pasien STEMI dapat dilakukan dengan terapi
farmakologis (fibrinolisis) atau pendekatan kateter ( PCI primer). Implementasi strategi ini
bervariasi tergantung cara transportasi pasien dan kemampuan penerimaan Rumah Sakit. Sasaran
adalah waktu iskemia total 120 menit. Waktu transport ke rumah sakit bervariasi dari kasus ke
kasus lainnya, tetapi sasaran waktu iskemia total adalah 120 menit. Terdapat 3 kemungkinan:2

 Jika EMS mempunyai kemampuan memberikan fibrinolitik dan pasien memenuhi syarat
terapi, fibrinolysis pra rumah sakit dapat dimulai dalam 30 menit sejak EMS tiba.
 Jika EMS tidak mampu memberikan fibrinolysis sebelum ke rumah sakit dan pasien
dibawa ke rumah sakit yang tak tersedia sarana PCI (Percutaneus Coronary
Intervention), jarak waktu hospital door to needle harus dalam 30 menit untuk pasien
yang mempunyai indikasi fibrinolitik
 JIka EMS tidak mampu memberikan fibrinolysis sebelum ke rumah sakit dan pasien
dibawa ke rumah sakit dengan sarana PCI, hospital door-to-balloon time harus dalam
waktu 90menit.

Tatalaksana di ruang emergensi


Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI mencakup : mengurangi
nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi segera, triase
pasien resiko rendah ke ruangan yang tepat di rumah sakit dan menghindari pemulangan cepat
pasien dengan STEMI.2

1. Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri <90%.
Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama.
2. Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan dapat
diberikan sampai 3 dosis dengan interval5 menit. Selain mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat
menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai
oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh coroner yang terkena infark atau pembuluh
kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat diberikan NTG ntravena.NTG intavena juga
diberikan untuk mengendalikan hipertensi dan edema paru.
Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90 mmHG atau
pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan (infark inferior pada EKG, JVP
meningkat, paru bersih dan hipotensi). Nitrat juga harus dihindari pada pasien yang
menggunakan phosphodiesterase-5 inhibitor sildenafil dalam 24 jam sebelumnya karena dapat
memicu efek hipotensi nitrat.
3. Mengurangi/ menghilangkan nyeri dada
Mengurangi/ menghilangkan nyeri dada sangat penting, karena nyeri dikaitkan dengan aktivasi
simpatis yang menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban jantung.
4. Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan dalam tatalaksana
nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan
interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. efek samping yang perlu diwaspadai pada
pemberian morfin adalah konstriksivena dan arteriolar melalui penurunan simpatis, sehingga
terjadi pooling vena yang akan mengurangicurah jantung dan tekanan arteri. Efek hemodinamik
ini dapat diatasi dengan evaluasi tungkai dan pada kondisi tertentu diperlukan penambahan
cairanIV dengan NaCl 0,9%. Morfin juga dapat menyebabkan efek vagotonik yang
menyebabakan bradikardia atau blok jantung derajat tinggi, terutama pasien dengan infark
posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan pemberian atropine 0,5 mg IV.
5. Aspirin
Aspirin merupakam tatalaksan dasar aa pasien yang dicurigai STEMI dan efektif pada spectrum
sindrom coroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar
tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di ruang
emergensi. Seanjutnya aspirin deberikan oral dengan dosis 75-162 mg.
6. Penyekat beta (Beta Blocker)
Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta IV, selain nitrat
mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit sampai
total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung >60 menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg,
interval PR<0,24 detik dan ronki tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. Lima belas menit setelah
dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48
jam, dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam.
7. Terapi reperfusi
Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi coroner, meminimalkan derajat disfungsi dan
diltasi ventrikel dn mengurangi kemungkinan pasien STEMI berkembang menjadi pump failure
atau taki aritmia ventricular yang maligna.
Sasaran terapi re[erfusi pada pasien STEMI adalah door-to needle ( atau medical contact –to-
needle) time untuk memulai terapifibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit atau door-to-balloon
(atau medical contact-to-balloon) time untuk PCI dapat dicapai dalam 90 menit.
Seleksi strategi reperfusi
Beberapa hal yang harus dipertimbangkan:2
a) Waktu onset gejala
Waktu onset gejala untuk terapi fibrinolitik merupakanprediktor penting luas infark dan
outcome pasien.Efektivitas obat fibrinolysis dalam menghancurkan thrombus sangat tergantung
dengan waktu. Terapi fibrinolysis yang didiberikan dalam 2 jam pertama (terutama dalam jam
pertama) terkadang menghentikan infark miokard dan secara dramatismenurunkan angka
kematian.
Sebaliknya, kemampuan memperbaiki arteri yangmengalami infark menjadi yang paten,
kurang banyak tergantung pada lama gejala pasien yang mengalami PCI.Beberapa laporan
menunjukka tidak ada pengaruh keterlambatan terhadap laju mortalitas jika PCI dikerjakan
setelah 2-3 jam setelah gejala.
The Task Force on the Management of Acute Myocardial Infactionof European Society of
cardiology dan ACC/AHA merekomendasikan target medical contact- to-balloon atau door-to-
balloon dalam waktu 90 menit.
b) Risiko STEMI
Beberapa model telah dikembangkan yang membantu dokter dalam menilai risiko
mortalitas pada pasien STEMI.Jika estimasi mortalitas dengan fibrinolysis sangat tinggi, seperti
pada pasien renjatan kardiogenik, bukti klinis menunjukkan strategi PCI lebih baik.
c) Risiko perdarahan
Penilaian terapi reperfusi juga melibatkan risiko perdarahan pada pasien.Jika terapi
reperfusi bersama-sama tersedia PCI dan fibrinolysis, semakin tinggi risiko perdarahan dengan
terapi fibrinolysis, semakin kuat keputusan untukmemilih PCI. Jika PCI tak tersedia, manfaat
terapi reperfusi farmakologis harus mempertimbangkan manfaat dan resiko.
d) Waktu yang dibutuhkan untuk transport ke laboratorium PCI
Adanya fasilitas kardiologi intervensi merupakan penentu utama apakah PCI dapat
dikerjakan. Untuk fasilitas yang dapat mengerjakan PCI,penelitian menunjukkan PCI lebih
superior dari reperfusi farmakologis. JIka composite end point kematian, infark miokard rekuren
non fatal atau strok dianalisis, superioritas PCI terutama dalam hal penurunan laju infark
miokard non fatal berulang.

Langkah-langkah penilaian dalam memilih terapi reperfusi pada pasien STEMI2


Langkah 1: Nilai waktu dan resiko

 Waktu sejak onset gejala


 Risiko STEMI
 Risiko fibrinolysis
 Waktu yang dibutuhkan untuk transportasi ke laboratorium PCI yang mampu

Langkah 2: tentukan apakah fibrinolisis atau strategi invasif lebih disukai.


Jika presentasi kurang dari 3 jam dan tidak ada keterlambatan untuk strategi invasive, tidak ada
preferensi untuk strategi lain.
Fibrinolisis umumnya lebih disukai jika:
 Presentasi awal < 3 jam atau kurang dari onset gejala dan keterlambatan ke strategi
invasif
 Strategi invasif bukan merupakan pilihan
 Laboratorium kateterisasi belum tersedia
 Kesulitan akses vaskular
 Tidak ada akses ke laboratorium PCI yang mampu
 Terlambat untuk strategi invasif :

- Transport jauh
- (door-to-ballon)-(door-to-needle) time lebih dari 1 jam
- Medical contact-to-ballon atau door-to-ballon time lebih dari 90 menit.
Strategi invasif umumnya lebih disukai jika:

 Laboratorium PCI yang mampu tersedia dengan backup surgical Medical contact- to-
balloon atau door-to-balloon time <90 menit, (door-to-balloon ) – (door-to-needle) time
<1 jam
 Kontraindikasi fibrinolisis, termasuk meningkatnya risiko perdarahan dan perdarahan
intracranial
 Presentasi terlambat onset gejala < 3 jam
 Diagnosis STEMI tidak yakin

PERCUTANEUS CORONARY INTERVENTION (PCI)


Intervensi koroner perkutan, biasanya angioplasti dan/atau stenting tanpa didahului fibrinolisis
disebut PCI primer. PCI ini efektif dalam mengembalikan perfusi pada STEMI jika dilakukan
dalam beberapa jam pertama infark miokard akut. PCI primer lebih efektif dari fibrinolisis dalam
membuka arteri koroner yang tersumbat dan dikaitkan dengan outcome klinis jangka pendek dan
jangka panjang yang lebih baik. Dibandingkan trombolisis, PCI primer lebih dipilih jika terdapat
syok kardiogenik (terutama pasien <75 tahun), risiko perdarahan meningkat, atau gejala sudah
ada sekurang-kurangnya 2 atau 3 jam jika bekuan darah lebih matur dan kurang mudah hancur
dengan obat fibrinolisis. Namun demikian PCI lebih mahal dalam hal personil dan fasilitas, dan
aplikasinya terbatas berdasarkan tersedianya sarana, hanya di beberapa Rumah Sakit.2

REPERFUSI FARMAKOLOGIS
Fibrinolisis
Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolisis idealnya diberikan dalam 30 menit sejak
masuk (door-to-needle time < 30 menit). Tujuan utama fibrinolisis adalah restorasi cepat patensi
arteri koroner. Terdapat beberapa macam obat fibrinolitik antara lain: tissue plasminogen
activator (tPA), streptokinase, tenekteplase (TNK) dan reteplase (rPA). Semua obat ini bekerja
dengan cara memicu konversi plasminogen menjadi plasmin, yang selanjutnya melisiskan
thrombus fibrin. Terdapat 2 kelompok yaitu: golongan spesifik fibrin seperti tPA dan non
spesifik fibrin seperti streptokinase.2
Jika dinilai secara angiografi, aliran darah di dalam arteri koroner yang terlibat (culprit)
digambarkan dengan skala kuantitatif sederhana disebut trombolysis in myocardial infarction
(TIMI) grading system:2

 Grade 0 menunjukkan oklusi total (complete occlusion) pada arteri yang terkena infark.
 Grade 1 menunjukkan penetrasi sebagian materi kontras melewati titik obstruksi tetapi
tanpa perfusi vascular distal.
 Grade 2 menunjukkan perfusi pembuluh yang mengalami infark ke bagian distal tetapi
dengan aliran yang melambat dibandingkan aliran arteri normal.
 Grade 3 menujukkan perfusi penuh pembuluh yang mengalami infark dengan aliran
normal

Target terapi reperfusi adalah aliran TIMI grade 3, Karena perfusi penuh pada arteri
koroner yang terkena infark menunjukkan hasil yang lebih baik dalam membatasi luasnya
infark, mempertahankan fungsi ventrikel kiri dan menurunkan laju mortalitas jangka pendek dan
jangka panjang.2
Terapi fibrinolitik dapat menurunkan risiko relatif kematian di rumah sakit sampai 50%
jika diberikan dalam jam pertama onset gejala STEMI, dan manfaat ini dipertahankan sampai 10
tahun. Setiap hitungan menit dan pasien yang mendapat terapi dalam 1-3 jam onset gejala akan
mendapat manfaat yang terbaik. Walaupun laju mortalitas lebih tinggi jika dibandingkan terapi
dalam 1-3 jam, terapi masih tetap bermanfaat pada banyak pasien 3-6 jam setelah onset infark,
dan beberapa manfaat tampaknya masih ada sampai 12 jam, terutama jika nyeri dada masih ada
dan segmen ST masih tetap elevasi pada sandapan EKG yang belum menunjukkan gelombang Q
yang baru. Jika dibandingkan dengan PCI pada STEMI (PCI primer), fibrinolisis secara umum
merupakan strategi reperfusi yang lebih disukai pada pasien pada jam pertama gejala, jika
perhatian terhadap masalah logisik seperti transportasi pasien ke pusat PCI yang baik, atau ada
antisipasi keterlambatan sekurang-kurangnya 1 jam antara waktu trombolisis dapat dimulai
dibandingkan implementasi PCI.2
Tissue plasminogen activator (tPA) dan aktivator plasminogen spesifik fibrin lain seperti
rPA dan TNK lebih efektif daripada streptokinase dalam mengembalikan perfusi penuh, aliran
koroner TIMI grade 3 dan memperbaiki survival sedikit lebih baik.2
Obat fibrinolitik2
a) Streptokinase (SK)
Merupakan fibrinolitik non spesifik fibrin. Pasien yang pernah terpajan dengan SK tidak boleh
diberikan pajanan selanjutnya karena terbentuknya antibodi. Reaksi alergi tidak jarang
ditemukan. Manfaat mencakup harganya yang murah dan insidens perdarahan intrakranial yang
rendah, manfaat pertama diperlihatkan pada GISSI-1 trial.

b) Tissue plasminogen
Global Use of Strategies to Open Coronary coronary Arteries-1 (GUSTO-1) trial menunjukkan
penurunan mortalitas 30 hari sebesar 15 % pada pasien yang mendapat tPA disbanding SK.
Namun tPA harganya lebih mahal dari pada SK dan resiko perdarahan intracranial sedikit lebih
tinggi.
c) Reteplase (Retavase)
INJECT trial menunjukkan efikasi dan keamanan sebanding SK dan sebanding tPA pada
GUSTO III trial, dengan dosis bolus lebih mudah karena waktu paruh yang lebih panjang.
d) Tenekteplase (TNKase)
Keuntungannya mencakup memperbaikai spesifisitas fibrin dan resistensi tinggi terhadap
plasminogen activator inhibitor (PAI-1). Laporan awal dari Timi 10 B menunjukkan tenekplase
mempumyai laju TIMI 3 flow dan komplikasi perdarrahan yang sama disbandingkan dengan
tPA.
Indikasi Terapi Fibrinolitik2
Klas I
1. Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolitik harus dilakukan pada pasien STEMI dengan
onset gejala <12 jam dan elevasi ST > 0,1 mV pada sekurang-kurangnya 2 sandapan prekordial
atau sekurang-kurangnya 2 sandapan ekstremitas.
2. Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolitik harus diberikan pada pasien STEMI dengan
onset gejala < 12 jam dan LBBB baru atau di duga baru.

Klas II a
1. Jika tidak terdapat kontrsindikasi, dipertimbangkan pemberian terapi fibrinolitik pada
pasien STEMI dengan onset gejala < 12 jam dan EKG 12 sandapan konsisten dengan
infark miokard posterior.
2. Jika tidak terdapat kontraindikasi dipertimbangkan pemberian terapi fibrinolitik pada
pasien dengan gejala STEMI mulai dari <12 jam sampai 24 jam yang mengalami
iskemia yang terus berlanjut dan elevasi ST 0,1 mV pada sekurang-kurangnya 2
sandapan prekordial yang berdampingan atau sekurang-kurangnya 2 sandapan
ekstremitas
Trombolitik dianggap berhasil jika terdapat resolusi nyeri dada dan penurunan elevasi ST
> 50 % dalam 90 menit pemberian trombolitik. Trombolitik tidak menunjukkan hasil pada graft
vena, sehingga jika pasien pasca CABG dating dengan AMI, cara reperfusi yang lebih disukai
adalah PCI.2
Kontraindikasi Terapi Fibrinolitik Pada STEMI2
Kontraindikasi absolut

1. Setiap riwayat perdarahan intraserebral


2. Terdapat lesi vascular serebral structural (malformasi AV)
3. Terdapat neoplasma intraktranial ganas ( primer atau metastasis)
4. Strok iskemik dalam 3 bulan kecuali strok iskemik akut dalam 3 jam
5. Dicurigai diseksi aorta
6. Perdarahan aktif atau diatesis hemoragis ( kecuali mens)
7. Trauma muka atau kepala tertutup yang bermakna dalam 3 bulan

Kontraindikasi relatif

1. Riwayat hipertensi kronik berat, tak terkendali


2. Hipertensi berat tak terkendali saat masuk (TDS > 180 mmHg atau TDS > 110 mmHg)
3. Riwayat stroke iskemik sebelumnya >3 bulan, demensia atau diketahui patologi
intracranial yang tidak termasuk kontraindikasi
4. Resusitasi jantung paru traumatik ( > 10 menit) atau operasi besar ( < 3 minggu)
5. Perdarahan internal baru (dalam 2-4 minggu)
6. Pungsi vascular yang tak terkompresi
7. Untuk streptase/anisreplase: riwayat penggunaan > 5 hari sebelumnya atau reaksi alergi
sebelumnya terhadap obat ini
8. Kehamilan
9. Ulkus peptikum aktif
10. Penggunaan antikoagulan baru: makin tinggi INR makin tinggi risiko perdarahan

Tatalaksana Di Rawat Inap Rumah Sakit


Terapi Non Farmakologis

a. Aktivitas.
Pasien harus istirahat dalam 12 jam pertama.2

b. Diet.

 Tujuan diet

1. Memberikan makanan secukupnya tanpa memberatkan kerja jantung


2. Menurunkan berat badan bila terlalu gemuk
3. Mencegah menghilangkan penimbunan garam atau air6

 Syarat Diet

1. Energi cukup, untuk mencapai dan mempertahankan berat badan normal


2. Protein cukup yaitu 0,8 gr/kgBB
3. Lemak sedang, yaitu 25-30% dari kebutuhan energy total, 10% berasal dari lemak jenuh,
dan 10-15% lemak tidak jenuh
4. Kolesterol rendah, terutama jika disertai dengan dislipidemia
5. Vitamin dan mineral cukup.
6. Garam rendah, 2-3 gr/Hari, jika disertai hipertensi atau edema
7. Makanan mudah cerna dan tidak menimbulkan gas
8. Serat cukup untuk menghindari konstipasi
9. Cairan cukup, lebih kurang 2 liter/hari sesuai dengan kebutuhan
10. Bentuk makanan disesuaikan dengan keadaan penyakit, diberikan dalam porsi kecil
11. Bila kebutuhan gizi tidak dapat dipenuhi melalui makanan dapat diberikan tambahan
berupa makanan enteral, parenteral, atau suplemen gizi6
 Jenis diet dan indikasi pemberian

1. Diet Jantung I
Diberikan pada pasien penyakit akut seperti Myocard Infarct (MCI) atau Dekompensasi Kordis
berat. Diet diberikan berupa 1-1,5 liter cairan/hari selama 1-2 hari pertama bila pasien dapat
menerimanya. Diet ini sangat rendah energi dan semua zat gizi, sehingga sebaiknya hanya
diberikan selama 1-3 hari.
2. Diet Jantung II
Diberikan dalam bentuk makanan saring atau lunak. Diet diberikan sebagai perpindahan dari
Diet Jantung I, atau setelah fase akut dapat diatasi. Jika disertai hipertensi dan/atau edema,
diberikan sebagai Diet Jantung II Garam Rendah. Diet ini rendah eergi, protein, kalsium, dan
tiamin
3. Diet Jantung III
Diberikan dalam bentuk Makanan Lunak atau Biasa. Diet diberikan sebagai perpindahan dari
Diet Jantung II atau kepada pasien jantug dengan komdisi yang tidak terlalu berat. Jika disertai
hipertensi dan/atau edema, diberikan sebagai Diet Jantung III Gara Rendah. Diet ini rendah
energy dan kalsium, tetapi cukup zat gizi lain.
4. Diet Jantung IV
Diberikan dalam bentuk makanan biasa. Diet diberikan sebagai perpindahan Diet Jantung III
atau kepada kepada pasien jantung dengan keadaan ringan. Jika disertai hipertensi dan/ atau
edema, diberikan sebagai Diet Jantung IV Garam Rendah. Diet ini cukup energy dan zat gizi
lain, kecuali kalsium.6

Contoh menu sehari6


1. Diet Jantung II
Pagi Siang Malam
Bubur nasi Bubur nasi Bubur nasi
Telur dadar Daging semur Ayam panggang
Sup wortel Sayur bening bayam Tumis kacang panjang
Susu skim Jeruk Pepaya
Pukul 10.00 Pukul 16.00
Selada buah Apel

2. Diet Jantung III


Pagi Siang Malam
Nasi tim Nasi tim Nasi tim
Telur rebus Ikan panggang Daging
Tahu ungkep Tempe bumbu kuning Tahu bacem
Sayur bening Sop oyong Tumis wortel
Teh Apel Pepaya
Pukul 10.00 Pukul 16.00
Selada buah Agar-agar buah

3. Diet Jantung IV
Menu sama dengan Diet jantung III, hanya nasi tim diganti dengan nasi.

c. Bowels.
Istirahat ditempat tidur dan efek penggunaan narkotik untuk menghilangkan nyeri
mengakibatkan konstipasi. Dianjurkan penggunaan kursi komod di samping tempat tidur, diet
tinggi serat dan penggunaan pencahar ringan secara rutin seperti dioctyl sodium sulfosuksinat.2

d. Sedasi.
Pasien memerlukan sedasi selama perawatan untuk memperthankan periode inaktivasi dengan
penenang. Diazepam 5 mg, oksazepam 15 – 30 mg atau lorazepam 0,5 – 2 mg diberikan 3 atau 4
kali sehari biasanya efektif.2

Farmakologis

A. Anti angina
a. Nitrat Organik
Manfaat nitrat organic sebagai antiangina telah di kenal sejak tahun 1867. Dua masalah
utama penggunaan nitrat organic, yaitu toleransi dan penurunan tekanan darah secara nyata
sehingga dapat berbahaya pada infark jantung akut. Akan tetapi nitrat organic masih merupakan
obat yang penting untuk pengobatan jantung iskemik dan mengurangi cedera iskemik dan luas
infark.5
Kimia
Nitrat organic adalah ester alcohol polivalen dengan asam nitrat, sedangkan nitrit organic
adalah ester asam nitrit. Amilnitrit, ester asam nitrit dengan alcohol merupakan cairan yang
mudah menguap dan biasa diberikan melalui inhalasi. Golongan nitrat mudah larut dalam lemak,
sedangkan metabolitnya mudah larut dalam air. Nitrat dan nitrit organic serta senyawa lain yang
dapat berubah dalam tubuh menjadi nitrogen oksida (NO) secara kolektif disebut
nitrovasodilator.5
Farmakodinamik

 Mekanisme Kerja

Secara in vivo nitrat organic merupakan pro drug yaitu menjadi aktif setelah dimetabolisme
dan mengeluarkan nitrogen monoksida (NO, endothelial derived relaxing factor / ERDF).
Biotransformasi nitrat organic yang berlangsung intraseluler ini agaknya dipengaruhi oleh
adanya reduktase ekstrasel dan reduce tiol (glutation) intrasel. NO akan membentuk komplek
nitrosoheme dengan guanilat siklase dan menstimulase enzim ini sehingga kadar cGMP
meningkat. Selanjutnya cGMP akan menyebabkan defosforilasi myosin, sehingga terjadi
relaksasi otot polos. Efek vasodilatasi pertama ini bersifat non endothelium-dependent.5
Mekanisme kedua nitrat organic adalah bersifat endothelium-dependent, dimana akibat
pemberian obat ini akan dilepaskan prostasiklin dari endotel yang bersifat vasodilator. Pada
keadaan dimana endothelium mengalami kerusakan seperti pada aterosklerosis dan iskemia, efek
ini hilang. Atas dasar kedua hal ini maka nitrat organic dapat menimbulkan vasodilatasi dan
mempunyai efek anti agregasi trombosit.5

 Efek Kardiovaskuler
Nitrat organic menurunkan kebutuhan dan meningkatkan suplai oksigen dengan cara
mempengaruhi tonus vaskuler. Nitrat organic menimbulkan vasodilatasi semua system vaskuler.
Pada dosisi rendah nitrat organic menimbulkan venodilatasi sehingga terjadi pengumpulan darah
pada vena perifer dan dalam splanknikus. Venous pooling ini menyebabkan berkurangnya aliran
balik darah kedalam jantung, sehingga tekanan pengisian ventrikel kiri dan kanan (preload)
menurun. Dengan cara ini, maka kebutuhan oksigen miokard akan menurun.5
Pada dosis yang lebih tinggi, selain vena, nitrat organic juga menimbulkan dilatasi arteriol
perifer sehingga tekanan darah sistolik dan diastolic menurun (afterload). Menurunnya gejala
angina pectoris pada pemberian nitrat organic diduga karena menurunnya kerja jantung dan
perbaikan perfusi koroner. Nitrat organic memperbaiki sirkulasi koroner pada pasien
aterosklerosis koroner bukan dengan cara meningkatkan aliran darah koroner total, tetapi dengan
menimbulkan reistribusi aliran darah pada jantung. Daerah subendokard yang sangat rentan
terhadap iskemia karena letak anatomis dan struktur pembuluh darah yang mengalami kompresi
tiao sistol akan mendapatkan perfusi yang lebih baik pada pemberian nitrat organic. Hal ini
diduga karena nitrat organic menyebabkan dilatasi pembuluh darah koroner yang besar di daerah
epikardial dan bukan pembuluh darah yang kecil (arteriol), sehingga tidak terjadi steel
phenomenon. Steel phenomenon adalah suatu keadaan berkurangnya aliran darah di daerah
iskemik karena terjadinya vasodilatasi pada daerah normal oleh pemberian vasodilator (arteriol)
sehingga perfusi didaerah yang sehat lebih baik.5

 Efek Lain

Nitrovasodilator menimbulkan relaksasi otot polos bronkus, saluran empedu, saluran cerna
dan saluran kemih. Tetapi karena efeknya hanya selintas, maka tidak bermakna secara klinis. 5
Farmakokinetik
Nitrat organic diabsorbsi dengan baik melalu kulit, mukosa sublingual dan oral. Untuk
meningkatkan kadar obat dalam darah secara cepat, serangan akut angina diatasi dengan preparat
sublingual. Contoh preparat sublingual antara lain nitrogliserin dan isosorbit dinitrat. Pada
pemberian sublingual, kadar puncak plasma nitrogliserin tercapai dalam 4 menit, waktu paruh 1
– 3 menit. Metabolit dinitratnya yang mempunyai efek vasodilatasi 10 x kurang kuat,
mempunyai waktu paruh kira-kira 40 menit.5
Bila ingin masa kerja yang lebih panjang maka igunakan preparat nitrat organic oral,
misalnya eritritil tetranitrat, isosorbit dinitrat, dan lain-lain. Sedian lain nitrat organic adalah
preparat transdermal, eperti salep atau plester. Plester nitrogliserin dirancang untuk penggunaan
24 jam dan melepaskan 0,2 – 0, 8 mg obat tiap jam. Salep nitrogliserin (2%) diletakkan pada
kulit 2,5 – 5 cm2, dosisnya disesuaikan untuk tiap pasien. Efek terapi muncul dalam waktu 30 –
60 menit dan bertahan selama 4 – 6 jam. Bentuk salep digunakan biasanya untuk mencegah
angina pada malam hari. Preparat transdermal sering menimbulkan toleransi, sehingga perlu
dihentikan selama 8 – 12 jam.5
Sediaan dan Posologi
Untuk mengatasi serangan akut, maka digunakan nitrat organic dalam formula kerja cepat
seperti preparat sublingual. Mula kerja dalam 1 – 2 menit, tetapi efeknya menghilang setelah 1
jam. Tablet sublingual mungkin juga digunakan sebagai profilaksis jangka pendek, yaitu
misalnya sebelum melakukan aktivitas fisik.5
Untuk pencegahan angina pada angina kronik, digunakan sediaan nitrat organic oral. Dosis
obat harus disesuaikan agar kadar plasma efektif tercapai setelah mengalami efek lintas pertama
dihati. Nitrogliserin intra vena mempunyai mula kerja yang cepat, tetapi efeknya juga cepat
hilang jika infuse dihentikan. Oleh karena itu pemberian intra vena nitrogliserin dibatasi untuk
pengobatan angina berat dan angina berulang saat istirahat.5
Efek Samping, Perhatian, dan Kontraindikasi

 Efek Samping

Pada awal terapi sering ditemukan sakit kepala, flushing karena dilatasi arteri serebral. Sakit
kepala biasanya berkurang setelah beberapa kali pemakaian atau pengurangan dosis obat. Dapat
terjadi hipotensi postural pada penggunaan nitrat organic ini. Oleh sebab itu pasien diminta
duduk sebelum mendapat nitrat organic dengan mula kerja cepat. Bila hipotensi berat terjadi
bersamaan dengan reflek takikardi, hal ini dapat memperburuk angina. Pernah juga dilporkan
penghentian penggunaan obat secara mendadak menimbulkan gejala rebound angina.5
Pada pasien stenosis aorta atau kardiomoipati hipertrofik, nitrat organic dapat menyebabkan
penurunan curah jantung secara hebat dan hipotensi refrakter.

 Indikasi
1. Angina pektoris
Nitrat organik digunakan untuk pengobatan berbagai jenis angina pectoris. Walaupun data yang
ada tidak menunjukkan bahwa nitrat organik menurunkan mortalitas atau kejadian infark jantung
baru, obat ini digunakan secara luas untuk angina tidak stabil. Untuk angina tidak stabil, nitrat
organik diberikan secara infus IV. Kekurangan cara IV ini adalah toleransi yang cepat terjadi
(24-48 jam setelah pemberian). Untuk itu dosis dapat ditinggikan bila pasien bebas angina
selama 24 jam, maka pemberian obat IV diganti dengan cara oral dengan interval bebas nitrat 6-8
jam. Efek antiagregasi trombosit nitrat organik mungkin ikut berperan dalam terapi angina tidak
stabil. 5
Sejumlah obat juga digunakan dalam pengobatan angina tidak stabil yaitu aspirin yang
terbukti memperbaiki survival dan heparin yang dapat mengurangi serangan angina serta
mencegah terjadinya infark jantung. Obat lain yang digunakan untuk pengobatan angina tidak
stabil adalah β-blocker dan antagonis Ca++.5
Untuk angina variant, biasanya diperlukan nitrat organik kerja panjang dikombinasi
dengan antagonis Ca++, Antagonis Ca++ dilaporkan mengurangi angka mortalitas dan insidens
infark jantung pada angina variant. Aspirin tampaknya tidak bermanfaat dan β-blocker mungkin
berbahaya dalam pengobatan angina vasospastik ini.5
2. Penggunaan lain
i. Infark jantung
Dalam beberapa laporan awal penggunaan nitrat organik pada infark jantung akut dapat
mengurangi luas infark dan memperbaiki fungsi jantung, tetapi data selanjutnya menunjukkan
hasil yang kontradiktif sehingga tidak direkomendasikan. Dalam studi yang relative baru (GISSI-
3-1994), nitrogliserin tampaknya bermanfaat dalam mengurangi mortalitas pasien infark jantung
akut bila dikombinasi dengan penghambat EKA-lisinopril. Penelitian lain (ISIS-4, 1995) juga
menunjukkan penggunaan isosorbid mononitrat oral lepas-terkontrol (controlled release)
mengurangi angka mortalitas jangka pendek (35 hari) pasien infark jantung akut dibandingkan
kontrol. Sekalipun demikian dari data yang ada tidak dianjurkan penggunaan nitrat jangka
panjang secara rutin pada pasien infark jantung akut tanpa komplikasi. Penggunaan nitrogliserin
IV dalam 24-48 jam pertama dapat dipertimbangkan pada pasien dengan komplikasi, misalnya
pada pasien dengan infark jantung akut dan iskemia berulang, gagal jantung kongestif atau
hipertensi.5
ii. Gagal jantung kongestif
Penggunaan nitrat organik untuk gagal jantung kongestif biasanya dalam bentuk kombinasi.
Kombinasi nitrat organik dan hidralazin dilaporkan memperbaiki survival pasien gagal jantung.
Penelitian lain menunjukkan kemungkinan penggunaan penghambat EKA dalam lini pertama
terapi gagal jantung dengan vasodilator, diikuti oleh lini kedua penghambat reseptor angiotensin
atau kombinasi nitrat organik-hidralazin. Penggunaan nitrat organik sebagai obat tunggal untuk
gagal jantung kongestif mungkin bermanfaat memperbaiki gejala dan tanda gagal jantung ,
terutama apabila pasien tersebut juga menderita penyakit jantung iskemik. 5

b. Penghambat adrenoseptor beta (beta blocker)


Beta blocker amat bermanfaat untuk mengobati angina pectoris stabil kronik. Golongan obat
ini terbukti menurunkan anka mortalitas setelh infark jantung yang mungkin disebabkan karena
efek anti aritmianya.5

Sifat farmakologi
Beta blocker dibedakan atas beberapa karekteristik seperti jenis subtype reseptor yang
dihambat, kelarutan dalam lemak, metabolism, farmakodinamik dan adanya aktivitas
simpatomimetik intrinsic.5
Beta blocker yang mempunyai aktivitas simpatomimetik intrinsic kurang menimbulkan
bradikardi atau penekanan kontraksi jantung, tetapi mungkin sedikit kurang efektif dibandingkan
beta blocker tanpa aktivitas simpatomimetik dalam mencegah serangan angina.5
Penggunaan klinis
Digunakan dalam pengobatan serangan angina, angina tidak stbil dan infark jantung.
Penggunaan beta blocker jangka panjang dapat menurunkan mortalitas setelah infark jaantung.5
Efek samping
BB menurunkan konduksi dan kontraksi jantung sehingga dapat terjadi bradikardi dan
blok AV. Efek ini lebih kecil pada penggunaan BB dengan aktivitas simpatomimetik intrinsic.
Pada pasien dengan gangguan konduksi jantung dapat digunakan BB ultra short- acting esmolol
i.v. BB dapat mencentuskan bronkospasme pada pasien dengan penyakit paru. BB kardioselektif
agaknya lebih baik untuk pasien ini, tetapi pasien asma merupakan kontraindikasi penggunaan
obat ini.5
Untuk mengrangi bradikardi, BB dapat dimulai dengan menggunakan jenis yang
mempunyai aktivitas simpatomimetik intrinsic dosis rendah dan ditingkatkan perlahan. Efek
samping lain adalah lelah, mimpi buruk dan depresi. Insiden depresi dikatkan dengan dengan BB
yang lipofilik, tetapi tidak ada bukti klinis untuk ini. Gangguan sistem adrenergik oleh BB dapat
menyebabkan terjadinya impotensi.5
Penggunaan Klinis
Angina Stabil kronik.
BB efektif untuk angina stabil kronik tetapi tidak terbukti mengurangi mortalitas pad
angina tidak stabil. Sebaliknya untuk angina vasospastik lebih baik menggunakan nitrat organik
dan penghambat kanal Ca++.5
Infark Jantung
BB tanpa aktivitas simpatomimetik intrinsic terbukti mengurangi mortalitas pasien infark
jantung. Obat ini harus diberikan dini dan dilanjutkan selama 2 – 3 tahun.5

c. Penghambat Kanal Ca++


Farmakodinamik

 Mekanisme kerja

Pada otot jantung dan otot polos vascular, Ca++I terutama berperan dalam peristiwa
kontraksi. Meningkatnya kadar Ca++ dalam sitosol akan meningkatkan kontraksi. Masuknya
Ca++ terutama masuk melalui slow channel. Kanal Ca++ tidak dihambat oleh tetrodotoksin.5
Secara umum ada 2 jenis kanal Ca++. Pertama voltage-sensitive (VSC) atau potential-
dependent calcium channels (PDC). Kanal Ca++ jenis ini akan membuka bila ada depolarisasi
membrane sel. Kedua, receptor-operated calcium channels (ROC) yang akan membuka bila
suatu agonis menempati reseptor dalam kompleks system kanal ini. Contoh hormone,
neurohormon, misalnya epinefrin.5
Pada otot jantung dan vaskular, masuknya Ca++ lewat kanal lambat dan penglepasan Ca++
dari sarkoplasmik reticulum berperan penting dalam kontraksi, sebaliknya otot rangka relative
tidak memerlukan Ca++ ekstrasel karena system sarkoplasmik reticulum yang telah berkembang
dengan baik. Hal ini menjelaskan mengapa kontraksi otot polos dan otot jantung dapat dihambat
dengan pemberian obat golongan ini, tetapi otot rangka tidak.5
Penghambat kanal Ca++ (Ca++ Channel Blocker / CCB) menghambat masuknya Ca++ kedalam
sel sehingga terjadi relaksasi otot polos vaskular dan menurunnya kontraksi otot jantung dan
menurunnya kecepatan nodus SA serta konduksi AV. Semua pengahambat kanal Ca++
menyebabkan relaksasi otot polos arterial tetapi efek hambatan ini kurang terhadap vena,
sehingga kurang mempengaruhi preload.5
Penghambat kanal Ca++ mempunyai 3 efek hemodinamik yang utama yang berhubungan
dengan pengurangan kebutuhan oksigen otot jantung, yaitu: 1. Vasodilatasi koroner dan perifer,
2. Penurunan kontraktilitas jantung dan 3. Penurunan automatisitas serta kecepatan konduksi
pada nodus SA dan AV.5
Nifedipin mempunyai efek inotropik negative in vitro,tetapi karena adanya relaksasi terhadap
otot polos vascular yang jelas pada dosis rendah maka disamping tekanan darah menurun,
peningkatan kontrkasi dan frekuensi denyut jantung kompensasi akan meningkatkan sedikit
konsumsi oksigen.5
Derivate dihidropiridin lain mempunyai efek kardiovaskular yang kurang lebih sama.
Nikardipin kurang menimbulkan efek damping pusing dibandingkan nifedipin. 5
Felodipin mempunyai efek spesifik terhadap sistem vaskular dibandingkan nifedipin atau
amlodipin. Isradipin mempunyai efek konotropik negatif karena menekan nodus SA.5
Verapamil mempunyai efek vasodilatasi kurang kuat dibandingkan derivate dihidropiridin.
Tetapi pada dosis yang menimbulkan vasodilatasi perifer, verapamil menunjukkan efek langsung
kronotropik, dromotropik dan inotropik negative yang lebih kuat dibandingkan dihidropiridin.
Diltiazem IV menimbulakan penurunan resistensi perifer dan tekanan darah disertai reflek
takikardi dan peningkatan curah jantung kompensatoir. Tetapi pemberian secara oral
menyebabkan penurunan tekanan darah dan frekuensi denyut jantung. Dibandingkan verapamil
efek inotropik diltiazem kurang kuat.5
Farmakokinetik dan dosis antiangina
Profil farmakokinetik penghambat kanal Ca++ bervariasi. Walaupun absorbs per oral
hamper sempurna tetapi bioavailabilitasnya berkurang karena metabolism lintas pertama di hati.
Efek obat tampak setelah 30 -60 menit pemberian, kecuali pada derivate yang mempunyai waktu
paruh panjang seperti vamlodipin, isradipin dan felodipin. Pada pasien sirosis hepatis dan orang
tua dosis obat perlu dikurangi. Waktu paruh penghambat kanal Ca++ mungkin memanjang pada
usia lanjut.5
Efek samping
Efek samping teruma golongan dihidropiridin disebabkan karena vasodilatasi berlebihan.
Gejala yang tampak berupa pusing, sakit kepala, hipotensi, reflex takikardia, flushing, mual,
muntah, eema perifer, batuk, edema paru dsb. Verapamil lebih sering menimbulkan konstipasi
dan hiperplasi gingival. Kadang-kadang terjadi somnolen, rash dan kenaikan enzim hati.
Nimodipin pada dosis tinggi dapat menyebabkan kejang otot.5
Penggunaan verapamil dan BB merupakan kontraindikasi karena dapat meningkatkan
blok AV dan depresi berat fungsi ventrikel. Penghambat kanal Ca++ dikontraindikasikan pada
aritmia karena konduksi antegrad seperti sindroma Wolff-Parkinson-White atau fibrilasi atrium.5
Indikasi

1. Angina varian
2. Angina stabil kronik, karena CCB meningkatkan dilatasi koroner dan mengurangi
kebutuhan oksigen karena efek penurunan tekanan darah, kontraksi dan penurunan
denyut jantung.
3. Angina tidak stabil, karena adanya efek relaksasi terhdap vasospasme pembuluh darah
pada angina tidak stabil.
4. Penggunaan lain seperi aritmia, hipertensi, kardiomiopati hipertropik, penyakit raynaud,
spasme serebral, dll.5

Terapi kombinasi
1. Nitrat dengan BB
Kombinasi ini dapat meningkatkan efektivitas terapi pada angina stabil kronik. BB menghambat
reflek takikardi dan inotropik positi oleh nitrat organik sedangkan nitrat organik dapat
mengurangi kenaikan volume diastolic akhir ventrikel kiri akibat BB dengan cara menimbulkan
venous pooling. Nitrat organik juga mengurangi kenaikan resistensi koroner yang disebkan oleh
BB.5
2. CCB dan BB
Bila efek antiangina NO atau BB kurang memadai maka kadang-kadang perlu
ditambahkan CCB, terutam bila terdapat vasospasme koroner.5
3. CCB dan nitrat organik
Kombinasi kedua obat ini bersifat aditif, karena CCB mengurangi beban hilir sedangkan
nitrat organik mengurangi beban hulu. Kombinasi ini dianjurkan untuk pasien gagal jantung, the
sinus sick syndrome, gangguan konduksi AV, yang tidak tepat untuk diobati dengan CCB dan
BB. Efek hemodinamik yang dapat terjadi akibat kombinasi ini adalah hipotensi berat dan
takikardia.5
4. CCB, BB dan nitrat organik
Bila serangan angina tidak membaik pada pemberian kombinasi 2 macam antiangina,
maka dapat diberikan kombinasi 3 jenis obat. Tetapi efek samping akan meningkat secara
bermakna.5

B. Anti Trombotik
Penggunaan terapi antiplatelet dan antitrombin selama serangan dan mempertahankan
awal STEMI berdasarkan bukti klinis dan laboratoris yang menyatakan bahwa trombosis
mempunyai peran penting dalam patogenesis. Tujuan primer pengobatan adalah untuk
memantapkan dan mempertahankan patensi arteri koroner selama infark. Tujuan sekunder adalah
menurunkan tendensi pasien menjadi trombosis. Aspirin merupakan antiplatelet standar pada
STEMI. Manfaat antiplatelet terutama aspirin pada STEMI dapat dilihat pada Antiplatelet
Trialists’ collaborations. Data dari hampr 20.000 pasien denan infark miokard yang berasal dari
15 randomized trial dikumpulkan dan menunjukkan penurunan relative laju mortalitas sebesar 27
%, dari 14, 2 % pasien pada kelompk control dibandingkan 10,4 % pada pasien yang mendapat
antiplatelet.2
Obat antirombin yang standar yang digunakan dalam praktek klinis adalah unfractional
heparin. Pemberian UFH IV segera ssebgai tambahan terapi regimen aspirin dan obat
antitrombolitik spesifik fibrin relative (tPA, rPA atau TNK), membantu trombolisis dan
memantapkan dan memperthankan patensi arteri yang terkena infark. Dosis yang
direkomendasikan adalah bolus 60 U/kg (maksimum 4000U) dilanjutkan infuse inisial 12 U/kg
perjam (maksimum 1000 U/jam). APTT selama terapi pemeliharaan harus mencpai 1,5 – 2 kali.2
Antikoagualan alternative pada pasien STEMI adlah LMWH. Pada penelitian ASSENT-3
enoksapirin dengan tenekplase dosis penuh memperbaiki mortalitas, reinfark di Rumah Sakit dan
iskemia refrakter di Rumah Sakit.2
Pasien dengan infark anterior, disfungsi ventrikel kiri berat, gagal jantung kongestif,
riwayat emboli, thrombus mural pada ekokardiografi 2 dimensi atau fibrilasi atrial merupakan
resiko tinggi tromboemboli paru sistemik. Pada keadaan ini harus mendapat terapi antitrombin
kadar terapeutik penuh (UFH atau LMWH) selama dirawat, dilanjutkan terapi warfarin
sekurang-kurangnya 3 bulan.2

C. Anti Fibrinolitik
D. Terapi Reperfusi

Tatalaksana pasca Rumah Sakit


1. Edukasi Diet6
Bahan Makanan yang dianjurkan dan Tidak Dianjurkan
a) Sumber karbohidrat
a. Dianjurkan:
 Beras ditim atau disaring, roti, mi, kentang, macaroni, biscuit, tepung beras/terigu/sagu/aren/sagu
ambon, kentang, gula pasir, gula merah, madu, dan sirup.
b. Tidak dianjurkan:
 Makanan yang mengandung gas atau alcohol, seperti: ubi, singkong, tape singkong, dan tape
ketan
b) Sumber protein hewani
a. Dianjurkan:
 Daging sapi,ayam dengan lemak rendah, ikan, telur, susu rendah lemak dalam jumlah yang telah
ditentukan
b. Tidak dianjurkan
 Daging sapi dan ayam yang berlemak , gajih, sosis, ham, hati, limpa, babat, otak, kepiting dan
kerang-kerangan, keju, dan susu penuh
c) Sumber protein nabati
a. Dianjurkan
 Kacang-kacangan kering, seperti: kacang kedelai dan hasil olahnya , seperti tahu dan tempe

b. Tidak dianjurkan
 Kacang-kacangan kering yang mengandung lemak cukup tinggi seperti kacang tanah, kacang
tanah dan kacang bogor.
d) Sayuran
a. Dianjurkan
 Sayuran yang tidak mengandung gas, seperti: bayam, kangkung, kavcang buncis, kacang panjang,
wortel, tomat, labu siam, dan tauge
b. Tidak dianjurkan
 Semua sayuran yang mengandung gas, seperti kol, kembang kol, lobak, sawi, dan nagka muda
e) Buah-buahan
a. Dianjurkan
 Semua buah-buahan segar, seperti: pisang, papaya, jeruk, apel, melon, semangka, dan sawo
b. Tidak dianjurkan
 Buah-buahan segar yang mengandung alcohol atau gas, seperti: durian dan nagka muda
f) Lemak
a. Dianjurkan
 Minyak jagung, minyak kedelai, margarine, mentega dalam jumlah terbatas dan tidak untuk
menggoreng tetapi untuk menumis, kelapa tau santan encer dalam jumlah terbatas
b. Tidak dianjurkan
 Minyak kelapa dan minyak kelapa sawit, santan kental
g) Minuman
a. Dianjurkan
 Teh encer, coklat, sirup
b. Tidak dianjurkan
 Teh/kopi kental, minuman yang mengandung soda dan alkohol, seperti bird an wiski
h) Bumbu
a. Dianjurkan
 Semua bumbu selain bumbu tajam dalam jumlah terbatas
b. Tidak dianjurkan
 Lombok, cabe rawit, dan bumu lain yang tajam
2. Rehabilitasi Jantung
Rehabilitasi Jantung, seperti yang didefinisikan oleh American Heart Association dan
The task Force on Cardiovaskular Rehabilitation of the National Heart, Lung and Blood Institute,
adalah proses untuk memelihara potensi fisik, psikologis, sosial, pendidikan dan pekerjaan
pasien.2
Pasien harus dibantu meneruskan kembali tingkat kegiatan mereka sesuai batas
kemampuan fisik mereka dan tidak dihambat oleh tekanan psikologis. Setiap pasien dan keluarga
membutuhkan bimbingan dan edukasi selama masa peralihan, yaitu dari keadaan sakit saat
mereka bergantung pada orang lain ke keadaan sehat saat mereka tidak bergantung pada orang
lain. 2

Prognosis
Prognosis lebih buruk pada wanita, bertambahnya usia, meningkatnya disfungsi ventrikel,
disritmia ventrikel dan infark berulang. Indikator lain dari prognosis yang lebih buruk adalah
keterlambatan dalam reperfusi atau reperfusi berhasil, remodelling LV, infark anterior, jumlah
lead menunjukkan elevasi ST, blok cabang berkas dan tekanan darah sistolik kurang dari 100
mm dengan takikardia lebih besar dari 100 per menit.

Prognosis yang lebih baik berhubungan dengan reperfusi awal, infark dinding inferior,
pengobatan jangka pendek dan jangka panjang dengan beta-blocker, aspirin, statin dan ACE
inhibitor. Lanjut usia pasien dengan MI akut pada peningkatan risiko komplikasi dan harus
tertangani secara agresif. 16
Daftar Pustaka

1. Alwi, Idrus. 2006. Tatalaksana Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST dalam Buku Ajar
Ilmu penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2. Brown T Carol.2003. Penyakit Aterosklerotik Koroner dalam Patofisiologi Konsep Kinis
Proses-proses Penyakit.Jakarta: EGC
3. Irmalia. 1996.Infark Miokard dalam Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
4. Mansjoer Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta: Media Aesculapius Fakutas
kedokteran Universitas Indonesia.
5. Setiawati, Arini dan Suyatna.Obat Anti Angina dalam Farmakologi dan Terapi Edisi 4.
Jakarta: Bagian farmakologi Fakultas kedokteran Universitas Indonesia.
6. Brown, Carol T. 2005. Penyakit Aterosklerotik Koroner. dalam Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 1. Jakarta: EGC. Hal 589-599.
7. Harun, S., 2000. Infark Miokard Akut. dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi
3. Jakarta: FKUI. Hal: 1090-1108. (patogenesis)
8. Harun, Sjaharuddin, Idrus Alwi. 2000. Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST. dalam
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI. Hal: 1626.
9. Isselbacher, J Kurt. 2000. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Edisi 13
Volume 3. Jakarta : EGC.
10. Price, Sylvia Anderson. 2005. Penyakit Aterosklerotik Koroner. dalam Patofisiologi :
konsep klinis proses-proses penyakit Edisi 6. Jakarta : EGC. Hal 589-590.
11. Sherwood, Lauralee. 2001. dalam Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2. Jakarta:
EGC. Hal 287-292.
12. Sudoyo, W. Aaru, Bambang Setiyohadi. 2007. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV.
Jakarta : FKUI.
13. Elsevier Ltd. Rang et al dalam Pharmacology 5E www.studentconsult.com
14. Ruz ME, Abu, Lennie TA, Riegel B, McKinley S, Doering LV, Moser DK. Evidence that
the brief symptom inventory can be used to measure anxiety quickly and reliably in
patients hospitalized for acute myocardial infarction. 2010. Available from URL:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20168191. Diakses pada tanggal 15 September
2015.
15. Yanti, Suharyo Hadisaputra, Tony Suhartono. 2005. Journal Risk Factors Coronary
Heart Disease in Type 2 Diabetes Mellitus Patient. Available from URL:
http://www.undip.ac.id. Diakses pada tanggal 15 September 2015.
16. http://circ.ahajournals.org/cgi/content/full/107/7/941

Anda mungkin juga menyukai