Anda di halaman 1dari 48

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

HEPATITIS

Disusun Oleh:

1. Ayuni Teja Sari ( P17120016048)


2. Deyana Fidina Safitri ( P17120016049)
3. Rifqa Putri Nabila ( P17120016075)
4. Untung Slamet R ( P17120016078)

Jurusan Keperawatan

POLTEKKES KEMENKES JAKARTA 1


Jalan Wijaya Kusuma Raya No. 47-48, Cilandak Barat, Cilandak, Jakarta
Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 12430, Telpon/fax: (021)75909605
Jakarta
2017
A. Anatomi dan Fisiologi Hati

Sistem bilier terdiri dari organ-organ dan saluran (saluran empedu, kandung empedu, dan
struktur terkait) yang terlibat dalam produksi dan transportasi empedu.
Fungsi utama sistem bilier:
– mengeringkan produk limbah dari hati ke duodenum
– membantu dalam pencernaan dengan pelepasan terkontrol empedu
a. Anatomi
Hati merupakan kelenjar terbesar ditubuh, beratnya sekitar 1-2,3 kg. Hati berada
dibagian atas rongga abdomen yang menempati bagian terbesar regio hipokondriak.
Bagian atas dan anterior memiliki struktur yang halus terpasang tepat dibawah permukaan
diafgrama; bagian permukaan posterior tampak tidak beraturan.

Hati terbungkus dalam kapsul tipis yang tidak elastis dan sebagian tertutupi oleh
lapisan peritoneum. Lipatan peritoneum membentuk ligamen penunjang yang melekatkan
hati pada permukaan inferior diagfragma.

Hati memiliki 4 lobus. Dua lobus yang berukuran paling besar dan jelas terlihat
adalah lobus kanan yang berukuran lebih besar, sedangkan lobus yang berukuran lebih
kecil, berbentuk baji, adalah lobus kiri. Dua lobus lainnya adalah lobus kaudatus dan
kuadratus yang berada di permukaan posterior.

Hati mempunyai dua jenis peredaran darah yaitu arteri hepatica dan vena porta.
Arteri hepatica keluar dari aorta dan memberi 1/5 darah pada hati, darah ini mempunyai
kejenuhan 95–100% masuk ke hati akan akhirnya keluar sebagai vena hepatica.
Sedangkan vena porta terbentuk dari lienalis dan vena mensentrika superior
menghantarkan 4/5 darahnya ke hati darah ini mempunyai kejenuhan 70% darah ini
membawa zat makanan kehati yang telah diabsorbsi oleh mukosa dan usus halus. Cabang
vena porta arteri hepatica dan saluran membentuk saluran porta (Elly Nurachmah 2011).

Fisura porta merupakan nama yang diberikan untuk permukaan posterior hati
dimana banyak struktur yang masuk dan keluar kelenjar.

Vena porta masuk dan membawa darah dari lambung, limfa, pankreas, usus halus,
dan usus besar.

Arteri hepatika masuk dan membawa darah arteri. Arteri ini merupakan cabang
dari arteri selika, yang merupakan cabang dari aorta abdomen. Arteri hepatika dan vena
porta membawa darah ke hati. Aliran balik bergantung pada banyaknya vena hepatika
yang meninggalkan permukaan posterior dan dengan segera masuk ke vena cava inferior
tepat dibawah diagfragma.
Serat saraf simpatik dan parasimpatik mempersarafi bagian ini. Duktus hepatika
kanan dan kiri keluar, membawa empedu dari hati ke kandung empedu. Pembuluh linfe
meninggalkan hati, lalu mengalirkan sebagian limfe ke nodus diabdomen dan sebagian
nodus torasik.

b. Fisiologi
Hati mempunyai fungsi yang sangat beraneka ragam, sirkulasi vena porta yang
menyuplai 75% dari suplai asinus memang peranan penting dalam fisiologis hati,
mengalirkan darah yang kaya akan nutrisi dari traktus gastrointestinal. Bagian lain suplai
darah tersebut masuk dalam hati lewat arteri hepatika dan banyak mengandung oksigen.
Vena porta yang terbentuk dari vena linealis dan vena mesenterika superior,
mengantarkan 4/5 darahnya kehati darah ini mempunyai kejenuhan oksigen hanya 70%
sebab beberapa oksigen telah diambil oleh limpa dan usus. Darah ini membawa kepada
hati zat makanan yang telah di absorbsi oleh mukosa usus halus. Vena hepatika
mengembalikan darah dari hati ke vena kava inferior. Terdapat empat pembuluh darah
utama yang menjelajahi keseluruh hati, dua yang masuk yaitu arteri hepatika dan
venaporta, dan dua yang keluar yaitu vena hepatika dan saluran empedu.
Sinusoia mengosongkan isinya kedalam venulel yang berada pada bagian tengah
masing-masing lobulus hepatik dan dinamakan vena sentralis, vena sentralis bersatu
membentuk vena hepatika yang merupakan drainase vena dari hati dan akan mengalirkan
isinya kedalam vena kava inferior didekat diafragma jadi terdapat dua sumber yang
mengalirkan darah masuk kedalam hati dan hanya terdapat satu lintasan keluar (Syilvia
Anderson, 2006) .
Selain merupakan organ parenkim yang berukuran terbesar, hati juga sangat
penting untuk mempertahankan hidup dan berperan pada setiap metabolik tubuh. Adapun
fungsi hati menurut (Syilvia Anderson, 2006) sebagai berikut:
1. Fungsi vaskuler untuk menyimpan dan filtrasi darah. Aliran darah melalui hati
sekitar 1100 ml darah mengalir dari vena porta kesinosoid hati tiap menit, dan
tambahan sekitar 350 ml lagi mengalir kesinosoid dari arteri hepatica, dengan
total rata-rata 1450 ml/menit.
2. Fungsi metabolisme yang berhubungan dengan sebagian besar sistem
metabolisme tubuh. Hepar melakukan fungsi spesifik dalam metabolisme
karbohidat, mengubah galaktosa dan fruktosa menjadi glukosa,
glukoneogenesis membentuk banyak senyawa kimia penting dan hasil
perantara metabolisme karbohidrat serta menyimpan glikogen.
3. Fungsi sekresi dan ekskresi yang berperan membentuk empedu yang mengalir
melalui saluran empedu ke saluran pencernaan.
4. Tempat metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.
5. Tempat sintesis protein-protein yang berkaitan dengan koagulasi darah.
6. Tempat menyimpan beberapa vitamin (vitamin A, D, E, K), mineral (termasuk
zat besi).
7. Mengontrol produksi serta ekskresi kolesterol.
8. Empedu yang dihasilkan oleh sel hati membantu mencerna makanan dan
menyerap zat gizi penting.
9. Menetralkan dan menghancurkan substansi beracun (detoksikasi) serta
memetabolisme alkohol.
10. Membantu menghambat infeksi.
B. Pathway Hepatitis
Keterangan :

Pengaruh alkohol,virus hepatitis,toksin dapat menyebabkan hepatitis dikarenakan


Alkohol adalah salah satu jenis racun yang bisa diproses dan dihancurkan hati, tapi
alkohol dapat merusak dan melukai sel-sel hati jika dikonsumsi secara berlebihan, selain
itu Alkohol tak dapat disimpan dan mutlak harus terjadi oksidasi, terutama didalam hati.
Individu sehat tidak dapat memetabolisme lebih dari 160-180 g alkohol perhari. Alkohol
menginduksi enzim yang digunakan dalam katabolismenya dan pecandu alkohol mampu
memetabolisme lebih banyak. Etanol setelah dikonsumsi, diserap tanpa diubah dalam
lambung dan usus halus. Zat ini kemudian tersebar ke semua jaringan dan cairan tubuh
sesuai kadar di dalam darah. Kurang dari 10 % alkohol diekskresikan tanpa diubah
melalui urine, keringat dan napas . Sebagian besar alkohol di dalam darah mengalami
biotransformasi menjadi asetaldehida oleh alkohol dehidrogenase dalam sitosol sel hati
dan mukosa lambung. Dalam reaksi tersebut, nikotinamida adenin dinukleotida (NAD)
mengalami reduksi menjadi NADH. Asetaldehida kemudian diubah menjadi asam asetat.

Selanjutnya dari pengaruh alkohol, virus hepatitis dan toksin dapat menyebabkan
inflamsi hati dan dapat menyebabkan peregangan kapsula hati yang berlanjut menjadi
hepatomegaly atau pembesaran organ hati yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B
serta alcohol yang mengakibatkan sel-sel pada hepar rusak serta menimbulkan reaksi
hiperplastik yang menyebapkan neoplastik hepatima yang mematikan sel-sel hepar dan
mengakibatkan pembesaran hati.

Hepatomegali dapat mengakibatkan infasi pembuluh darah yang mengakibatkan


obstruksi vena hepatica sehingga menutup vena porta yang mengakibatkan menurunnya
produksi albumin dalam darah (hipoalbumin) dan mengakibatkan tekanan osmosis
meningkatkan tekanan osmosis meningkat yang mengakibatkan cairan intra sel keluar ke
ekstrasel dan mengakibatkan udema, yang memicu timbulnya perasaan tidak nyaman pada
perut kuadran kanan atas dapat menimbulkan nyeri dan anoreksia yang mengakibatkan
perubahan nutrisi, selain itu Inflamasi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan
peningkatan suhu badan ( Hipertermia).
Gangguan suplai darah normal pada sel-sel hepar dapat menyebabkan gangguan
metabolism karbohidrat, lemak dan protein sehingga glikogenesis menurun dan
glukogenesis menurun, karena glikogenesis dan glukogenesis menurun menyebabkan
glikogen dalam hepar berkurang lalu glikogenolisis menurun dan menyebabkan glukosa
dalam darah berkurang yang berdampak pasien tersebut mudah lelah dan muncul masalah
atau diagnose keperawatan keletihan.

Selanjutnya menyebakan kerusakan sel parenkim dan sel hati dan duktuli empedu
intrahepatik dapat menyebabkan obstruksi, dari obstruksi tersebut dapat menyebabkan
kerusakan sel eksresi atau gangguan eksresi empedu, karena sel eksresi rusak menyebabkan
retensi bilirubin, sehingga regurgitasi pada duktuli empedu intra hepatic dan menyebabkan
bilirubin meningkat, bila bilirubin meningkat dapat menyebabkan peningkatan garam
empedu dalam darah sehingga menyebabkan bilirubin dan kemih berwarna gelap.

C. Definisi Hepatitis
Hepatitis adalah infeksi sistemik yang didomain menyerang hati. Hepatitis virus
adalah istilah yang digunakan untuk infeksi hepar oleh virus disertai nekrosis dan
inflamasi pada sel-sel hati yang menghasilkan kumpulan perubahan klinis, biokimia serta
seluler yang khas ( Brunner & Suddarth, 2002 : 1169).
Hepatitis adalah suatu proses peradangan pada jaringan hati. Hepatitis dalam
Bahasa awam sering disebut dengan istilah lever atau sakit kuning. Padahal definisi lever
sendiri itu dari Bahasa belanda yang berarti organ hati, bukan penyakit hati. Namun
banyak asumsi yang berkembang dimasyarakat mengartikan lever adalah penyakit radang
hati. Sedangkan sakit kuning sebenarnya dapat menimbulkan keracunan, karena tidak
semua penyakit kuning diebabkan oleh radang hati, tetapi juga karena adanya peradangan
pada kantung empedu.
Hepatitis adalah suatu proses peradangan difus pada jaringan yang dapat
disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksis terhadap obat-obatan serta bahan-
bahan kimia khas ( Brunner & Suddarth, 2002 : 1169).
D. Klasifikasi hepatitis
Hepatitis adalah peradangan pada hati (liver) yang disebabkan oleh virus. Virus
hepatitis termasuk virus hepatotropik yang dapat mengakibatkan hepatitis A, hepatitis B,
hepatitis C, Hepatitis D, hepatitis E ( Yuliana elin, 2009)
1. Hepatitis A
a) Definisi hepatitis A
Hepatitis A merupakan infeksi virus hepatitis A (VHA) pada hati yang
bersifat akut. Secara global dan di Indonesian hepatitis A merupakan penyakit hati
paling banyak dilaporkan. Umumnya serprevalensi anti VHA ditemukan tinggi
pada daerah dengan standar kesehatan, terutama higienitas, yang masih rendah. (
Mansjoer 2001).
Hepatitis A merupakan Virus intensin berukuran kecil mengandung RNA,
termasuk grup viruspicorna yang penyebarannya melalui fekal oral. Sel hati
merupakan tempat replikasi virus ini. Penyebaran progeni virus agaknya masuk
ke dalam empedu yang dapat menerangkan VHA ditemukan di tinja( Mansjoer
2001).
b) Etiologi hepatitis A
Transmisi secara enterik, terdiri dari Virus hepatitis A ( HAV) dan virus hepatitis
E ( HEV)
– Virus tanpa selubung
– Tahan terhadap cairan empedu
– Ditemukan di tinja
– Tidak dihubungkan dengan penyakit kronik
– Tidak viremia yang berkepanjangan atau kondisi karier intestinal
c) Manifestasi Klinis hepatitis A
Masa inkubasi VHA rata-rata 4 minggu, yang setelah itu infeksi VHA
menimbulkan gejala yang tidak khas seperti : demam, lemas, mual dan anoreksia.
Kerusakan hati ditandai dengan meningkatnya aktivitas aaminotransferase serum.
Pada 5-10 hari kemudian saat aktivitas aminotraansferase menurun, ikterus dapat
timbul untuk selama 10 hari bahkan dapat bertahan sampai 1 bulan, meskipun
sebagian besar infeksi VHA tidak menimbulkan ikterus. Infeksi VHA membuat
tubuh berekasi menghasilkan antibodi terhadap virus yang pada fase akut
dihasilkan antibodi jenis IgM anti VHA. Di negara yang sedang berkembang
hepatitis A berada pada keadaan hiperendemik, angka infeksi tanpa gejala pada
anak sangat tinggi. Hal tersebut menerangkan mengapa infeksi pada dewasa
sangat jarang. (Koas Irianto,2014)

 Tanda dan gejala


Gejala hepatitis akut terbagi dalam 4 tahap yaitu:
1. Fase inkubasi : waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejala atau
icterus, panjang fase tergantung pada dosis inoculum yang ditularkan dan
jalur penularan, makin besar dosis inoculum, malin pendek fase inkubasi.
(Koas Irianto,2014)
2. Fase prodromal ( pra ikterik) : fase diantara timbulnya keluhan-keluhan
pertama dan timbulnya gejala icterus. (Koas Irianto,2014)
3. Fase icterus : fase munculnya setelah 5-10 hari, tetapi dapat juga muncul
bersamaan dengan munculnya gejala. Setelah timbul icterus jarang terjadi
perburukan gejala prodromal, tetapi akan terjadi perbaikan klinis yang
nyata. (Koas Irianto,2014)
4. Fase konvalesen ( penyembuhan) : menghilangnya icterus dan keluhan lain,
tetapi hepatomegaly dan abnormalitas fungsi hati tetap ada. Nafsu makan
kembali normal, keadaan akut akan membaik dalam 2-3 minggu. Pada
hepatitis A perbaikan klinis dan laboratorium lengkap terjadi dalam 9
minggu dan 16 minggu untuk hepatitis. (Koas Irianto,2014)
Tanda hepatitis A :
1. Hilang nafsu makan
2. Mual-mual
3. Kulit dan mata kuning
4. Nyeri/tidak nyaman pada perut
5. Diare
6. Demam
7. Kelelahan
8. Gejala sering terjadi pada orang dewasa daripada anak-anak
 Efek jangka panjang

1. Tidak ada infeksi kronis (jangka panjang)


2. Sekali terkena hepatitis A maka tidak akan terkena lagi
3. Sekitar 15% penderita AHV memiliki gejala berulang dalam periode 6-9
bulan berikutnya.

 Penyebaran

1. HAV ditemukan pada tinja penderita hepatitis A


2. HAV biasanya menyebar dari orang ke orang dengan meletakkan sesuatu
dalam mulut ( walaupun tampaknya bersih), padahal sesuatu itu sudah
terkontaminasi tinja penderita hepatitis A
 Yang berisiko terkena virus Hepatitis A :
1. Mereka yang tinggal serumah dengan penderita hepatitis A
2. Mereka yang tinggal atau pergi ke daerah yang tinggi tingkat hepatitis A
nya terutama anak-anak
d) Penatalaksanaan Terapi
i. Terapi diit untuk penderita hepatitis
Diet khusus pada penderita hepatitis dalam jumlah optimal
membantu penyembuhan, luka pada sel-sel hati dan memulihkan kekuatan
hati. Selain itu, dapat meningkatkan regenerasi sel-sel hati yang rusak,
memperbaiki penurunan berat badan akibat kurang nafsu makan, mual,
dan muntah, mencegah katabolisme protein, mencegah atau mengurangi
ascites, dan homa hepatik. (Koas Irianto,2014)
Diet hepatitis A khusus tidak ada, yang penting adalah jumlah kalori dan
protein adekuat, terkadang pemasukan nutrisi dan cairan kurang akibat
mual dan muntah, sehingga perlu ditunjang oleh nutrisi parenteral: infus
Dekstrose 10-20 %, 1500 kalori/hari.

ii. Terapi pengobatan untuk penderita hepatitis

Nama penyakit Pengobatan Keterangan


Hepatitis A Tidak ada obatnya Yang bisa dilakukan hanya beristirahat
Hepatitis D yang cukup, menjauhi alcohol, dan diet
Hepatitis E yang seimbang.
Kalau sudah parah (fulminan) cara
pamungkas dengan transplantasi liver
Hepatitis B Interferon, Terapi dengan interferon banyak efek
kronis lamivudine,dan sampingnya, diantaranya sakit kepala,
adefovir dipivoxil tidak ada pengobatan bagi penderita
hepatitis B akut.
Hepatitis C Interferon dan Interferon dapat meningkatkan
ribavirin kekebalan, diinjeksikan 3 x seminggu,
biasanya di sekitar perut dan paha, dan
dilakukan 5-12 bulan. (treapi tunggal)
Terapi injeksi interferon 3x seminggu,
dibrengi dengan meminum ribavirin 2x
seminggu selama 12 bulan. (terapi
gabungan).

e) Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan hati
Palpasi hati dilakukan pada kuadran kanan atas. Hati pasien hepatitis virus
terasa nyeri bila ditekan. Pada pasien hepatitis alkoholik tidak menunjukkan
gejala nyeri tekan.
2. Tes Fungsi Hati
- Fungsi hati umumnya diukur dengan memeriksa aktivitas enzim serum
(alkali fosfatase, laktik dehidrogenase, serum aminotranferase
(transaminase), dan konsentrasi serum protein, bilirubin, amonia, faktor
pembekuan serta lipid.
- Serum aminotransferase merupakan indikator yg sensitif untuk
menunjukkan cedera sel hati sangat membantu dalam pendeteksian penyakit
hati akut seperti hepatitis.
- SGOT-SGPT merupakan test paling sering dilakukan utk menunjukkan
kerusakan hati. Kadar SGPT meningkat  menunjukkan kerusakan hati.
Kadar SGPT meningkat  utk melihat perjalanan penyakit hepatitis 
sirosis atau hasil pengobatan yg mungkin toksik bagi hati.
f) Pathway hepatitis A
Diawali dengan masuk nya virus kedalam saluran pencernaan,kemudian
masuk kealiran darah menuju hati(vena porta),lalu menginvasi ke sel
parenkim hati. Di sel parenkim hativirus mengalami replikasi yang
menyebabkan sel parenkim hati menjadi rusak. Setelah itu virus akan keluar
dan menginvasi sel parenkim yang lain atau masuk kedalam ductus biliaris
yang akan dieksresikan bersama feses. Sel parenkim yang telah rusak akan
merangsang reaksi inflamasi yang ditandai dengan adanya agregasi
makrofag,pembesaran sel kupfer yang akan menekan ductus biliaris sehinnga
aliran bilirubin direk terhambat, kemudian terjadi penurunaneksresi bilirubin
ke usus. Keadaan ini menimbulkan ketidakseimbangan antara uptake
danekskresi bilirubin dari sel hati sehingga bilirubin yang telah mengalami
proses konjugasi(direk)akan terus menumpuk dalam sel hati yang akan
menyebabkan reflux(aliran kembali keatas) ke pembuluh darah sehingga
akan bermanifestasi kuning pada jaringan kulit terutama pada sklerakadang
disertai rasa gatal dan air kencing seperti teh pekat akibat partikel bilirubin
direk berukuran kecil sehingga dapat masuk ke ginjal dan di eksresikan
melalui urin. Akibat bilirubindirek yang kurang dalam usus mengakibatkan
gangguan dalam produksi asam empedu (produksi sedikit) sehingga proses
pencernaan lemak terganggu (lemak bertahan dalam lambung dengan waktu
yang cukup lama) yang menyebabkan regangan pada lambung
sehinggamerangsang saraf simpatis dan saraf parasimpatis mengakibatkan
teraktifasi nya pusat muntah yang berada di medula oblongata yang
menyebabkan timbulnya gejala mual, muntah dan menurun nya nafsu makan
2. Hepatitis B
a) Definisi hepatitis B
Hepatitis B (penyakit kuning) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
hepatitis B yang merusak hati. Penyakit ini bisa menjadi kronis dan
menimbulkan pengerasan hati (Cirrhosis Hepatis), kanker hati (Hepato
Cellular Carsinoma) dan menimbulkan kematian. ( Mansjoer 2001).
b) Etiologi hepatitis B
Transmisi melalui darah terdiri atas virus hepatitis B (HBV), virus hepatitis
D (DHV), dan virus hepatitis C ( HCV).
– Rusak bila terpajan cairan empedu atau detergen
– Tidak terdapat dalam tinja.
Sejumlah 5-10% penderita hepatitis B tidak akan mampu memproduksi
anti-HBs, sehingga tidak dapat menghilangkan HBsAG di dalam darah.
Infeksi bertahan, kesembuhan tidak terjadi dan penyakit berlangsung menjadi
kronik. Secara definisi HBsg antigenemia yang berlangsung lebih dari 6 bulan
dan disertai dengan kelainan fungsi hati merupakan indikadi hepatitis kronik.
Perjalanan hepatitis kronik dapat berlangsung beberapa tahun, yang
kemudian dapat timbul anti-HBs, perjalanan penyakit progresif dan dapat
menuju ke keadaan sirosis hati. Seluruh penderita dengan infeksi menetap
VHB memproduksi anti-HBc dan pada hepatitis B kronik ditandai oleh
keberadaan anti-VHB memproduksi anti-HBc dan pada hepatitis B kronik
ditandai oleh keberadaan ant-HBc dan HBsAg. (4) kronik, pengidap tanpa
gejala.
Pra vaksinasi hepatitis B, apabila hati terkena infeksi oleh virus antara lain
virus hepatitis B yang bersifat sangat menular akan menyebabkan
peradangan, jaringan hati tidak berfungsi, kanker hati sampai kegagalan
fungsi hati yang dapat menyebabkan kematian (setiap tahun di dunia 1 juta
orang meninggal akibat penyakit ini dan komplikasinya). Indonesia
merupakan negara ketiga dunia yang penduduknya banyak menderita
hepatitis B yang mengenai bayi baru lahir sampai usia lanjut
c) Manifestasi Klinis hepatitis B
Sebagian besar penderita masuk kelompok ini, sembuh total diikuti oleh
kekebalan seumur hidup. Gejala khas hepatitis tidak tampak untuk 2-3bulan,
namun penderita perlu pengamatan sampai 6 bulan. Keberadaan HBeAG di
serum berhubungan dengan banyaknya replikasi virus dan mendukung
keadaan pasien berada ditahap sangat infektif. Terbentuknya kompleks imun
HBsAG-antiHBs yang beredar di sirkulasi tubuh dapat menimbulkan
berbagai penyakit di luar hati,seperti : arthritis, poloarteritis,
glomerulonefritis dan krioglobulinemia. Karakteristik hepatitis B menjadi
fulminant berupa nekrosis luas sel hati, gagal hati, dan mortalitas tinggi. (3)
hepatitis kronik. (Koas Irianto,2014)
 Penularan
a. Kontak dengan darah penderita : jarum suntik, pisau cukur, sakit
gigi yang digunakan bersama-sama, luka terbuka, transfusi darah
b. Alat yang tercemar virus hepatitis B : tato, tindik, tusuk jarum.
c. Hubungan seksual
d. Pada bayi baru lahir melalui ibu yang terkena infeksi hepatitis B
 Gejala
Setelah 2-6 minggu virus masuk ke dalam tubuh akan menyebabkan :
a. Nafsu makan menurun
b. Lemah, lesu, sakit otot
c. Pusing, sakit kepalaDemam
d. Mual, muntah
e. Sering nyeri perut bagian kanan atas
f. Nyeri pergelangan
g. Kulit dan mata kuning

Gejala lebih sering terjadi pada orang dewasa ketimbang anak-anak. Sekitar
30% penderita tidak menunjukkan gejala apapun. Beberapa hari sampai 1
minggu kemudian akan timbul:

 Bagian putih mata meenjadi kuning


 Kuku, kulit tampak kuning
 Air kencing pening pekat seperti teh.
 Bahaya atau dampak
a. Radang hati akut (mendadak), kronis (menahun)
b. Sirosis hati yaitu jaringan hati tidak berfungsi
c. Kanker hati yang dapat menyebar ke paru-paru orang lain
d. Karier yaitu seseorang tidak sakit atau tidak ada gejala sakit tetapi
darahnya mengandung virus yang menular (dapat terjadi juga pada
penderita hepatitis C)
e. Kegagalan fungsi hati akibat bahaya-bahaya diatas yang
menyebabkan kematian.
 Efek jangka panjang : infeksi kronis terjadi pada
a. 90% bayi yang terinfeksi saat kelahiran
b. 30% anak-anak yang tertular pada usia 1-5 tahun
c. 6% oranga-orang yang terkena setelah usia 5 tahun.
d. Kematian akibat penyakit liver kronis terjadi pada : 15-25% mereka
yang menderita infeksi kronia.
d) Penatalaksanaan Terapi
iii. Terapi diit untuk penderita hepatitis
Diet khusus pada penderita hepatitis dalam jumlah optimal
membantu penyembuhan, luka pada sel-sel hati dan memulihkan kekuatan
hati. Selain itu, dapat meningkatkan regenerasi sel-sel hati yang rusak,
memperbaiki penurunan berat badan akibat kurang nafsu makan, mual,
dan muntah, mencegah katabolisme protein, mencegah atau mengurangi
ascites, dan homa hepatik. (Koas Irianto,2014)
Diet hepatitis B adalah Nutrisi yang adekuat harus dipertahankan yaitu
dengan asupan nutrisi dibatasi bila kemampuan hati untuk memetabolisme
protein terganggu.

iv. Terapi pengobatan untuk penderita hepatitis

Nama penyakit Pengobatan Keterangan


Hepatitis A Tidak ada obatnya Yang bisa dilakukan hanya
Hepatitis D beristirahat yang cukup, menjauhi
Hepatitis E alcohol, dan diet yang seimbang.
Kalau sudah parah (fulminan) cara
pamungkas dengan transplantasi
liver
Hepatitis B Interferon, Terapi dengan interferon banyak
kronis lamivudine,dan efek sampingnya, diantaranya sakit
adefovir dipivoxil kepala, tidak ada pengobatan bagi
penderita hepatitis B akut.
Hepatitis C Interferon dan Interferon dapat meningkatkan
ribavirin kekebalan, diinjeksikan 3 x
seminggu, biasanya di sekitar perut
dan paha, dan dilakukan 5-12
bulan. (treapi tunggal)
Terapi injeksi interferon 3x
seminggu, dibrengi dengan
meminum ribavirin 2x seminggu
selama 12 bulan. (terapi
gabungan).

e) Pemeriksaan Diagnostik Hepatitis B


 Pemeriksaan HBsAg, tujuannya untuk mengetahui ada tidaknya HBV dalam
darah. Hasil yang positif berarti: seseorang telah terinfeksi virus Hepatitis B
baik akut ataupun kronis dan dapat menularkan virus kepada orang lain.
Sedangkan jika pemeriksaan negatif berarti: seseorang tidak memiliki virus
Hepatitis B dalam darahnya. Jika HBsAg menetap selama > 6 bulan maka
infeksi dinyatakan kronis.
 Pemeriksaan anti-HBs, tujuannya untuk mendeteksi antibodi yang dihasilkan
oleh tubuh sebagai respon terhadap antigen pada virus Hepatitis B. Jika
pemeriksaan positif berarti: seseorang telah dilindungi atau kebal dari virus
Hepatitis B karena telah divaksinasi atau ia telah sembuh dari infeksi akut
(dan tidak bisa Hepatitis B lagi).
 Pemeriksaan anti-HBc, tujuannya untuk mendeteksi antibodi yang dihasilkan
oleh tubuh sebagai respons terhadap bagian dari virus Hepatitis B yang
disebut antigen inti. Hasil dari pemeriksaan ini seringkali tergantung pada
hasil dari dua pemeriksaan lainnya , pemeriksaan anti-HBs dan HBsAg.
Pemeriksaan positif berarti: seseorang saat ini terinfeksi dengan virus
Hepatitis B atau pernah terinfeksi sebelumnya.
 Pemeriksaan IgM anti-HBc, tujuan pemeriksaan yaitu untuk mendeteksi
infeksi akut. Pemeriksaan positif berarti: seseorang telah terinfeksi virus
Hepatitis B dalam 6 bulan terakhir.
 Pemeriksaan HBeAg, tujuannya untuk mendeteksi protein (HBeAg) yang
ditemukan dalam darah selama infeksi virus Hepatitis B aktif. Pemeriksaan
positif berarti: seseorang memiliki virus tingkat (level) tinggi dalam darahnya
dan dapat dengan mudah menyebarkan virus ke orang lain. Pemeriksaan ini
juga digunakan untuk memantau efektivitas pengobatan untuk Hepatitis B
kronis.
 Pemeriksaan HBeAb atau anti-HBe, Tujuan untuk mendeteksi antibodi
(HBeAb atau anti-HBe) yang dihasilkan oleh tubuh sebagai respons terhadap
Hepatitis B antigen “e”. Pemeriksaan positif berarti: seseorang terinfeksi
virus Hepatitis B kronis tetapi berada pada risiko rendah untuk terkena
masalah penyakit hati karena rendahnya tingkat virus Hepatitis B dalam
darah.
 Pemeriksaan HBV-DNA, bertujuan untuk mendeteksi seberapa besar HBV
DNA dalam darah dan hasil replikasinya pada urin seseorang. Pemeriksaan
positif berarti: virus ini berkembang biak di dalam tubuh seseorang dan dapat
menularkan virus kepada orang lain. Jika seseorang memiliki Hepatitis B
infeksi virus kronis, kehadiran DNA virus berarti bahwa seseorang
mengalami peningkatan risiko untuk kerusakan hati. Pemeriksaan ini juga
digunakan untuk memantau efektivitas terapi obat untuk infeksi Virus
Hepatitis B kronis serta dapat menjadi dasar perhitungan dimulainya
pengobatan.
f) Pathway Hepatitis B
HBV masuk secara parenteral dan kemudian masuk ke dalam hati untuk
melakukan replikasi virus. Selanjutnya, sel-sel hati akan memproduksi dan
mensekresi pertikel virus. Masuknya virus ini merangsang respons imun
nonspesifik. Eliminasi HBV lebih lanjut membutuhkan respons imun spesifik,
yaitu dengan aktivasi sel limfosit T dan sel limfosit B. Proses eliminasi virus
yang efisien dapat mengakhiri infeksi virus HBV pada tubuh, sedangkan
gangguan proses eliminasi dapat menyebabkan infeksi HBV yang menetap.
Proses eliminasi yang tidak efisien dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor
virus dan faktor hospes. Faktor yang berasal dari virus, antara lain
imunotoleransi terhadap produk HBV, hambatan terhadap CTL yang berfungsi
melakukan lisis sel yang terinfeksi, terjadinya mutan HBV yang tidak
memproduksi HbeAg, integrasi genom HBV dalam genom sel hati. Faktor
hospes, antara lain karena genetik, kurangnya produksi IFN, adanya antibodi
terhadap antigen nukleokapsid, kelainan fungsi limfosit respons antiidiotipe, dan
faktor jenis kelamin( Mansjoer 2001).
3. Hepatitis C
a) Definisi hepatitis C
Hepatitis C adalah virus serupa togavirus atau flavivirus mengandung RNA
sirigle strain, penyebab utama hepatitis akut dan kronik. Penyebaran VHC
sama seperti VHB walaupun diperkirakan utamanya melalui transfusi namun
hanya 5-10% penderita hepatitis C memiliki riwayat transfusi dan meskipun
test anti HCV pada darah mengurangi penularan namun tidak menghilangkan
resiko tertular (Koas Irianto,2014).
b) Etiologi hepatitis C
Virus hepatitis C adalah adalah virus RNA berkapsul berdiameter 50-60 nm
yang mengandung RNA rantai tunggal yang dapat diproses secara langsung
untuk memproduksi protein-protein virus. Genom HCV digolongkan dalam
Flavivirus bersama-sama dengan virus hepatitis G, Yellow fever, dan Dengue.
Virus ini umumnya masuk kedalam darah melalui tranfusi atau kegiatan-
kegiatan yang memungkinkan virus ini langsung masuk ke sirkulasi darah.

Model virus Hepatitis C pada manusia

Kecepatan replikasi HCV sangat besar, melebihi HIV maupun HBV. Virus ini
bereplikasi melalui RNA-dependent RNA polimerase yang akan menghasilkan
salinan RNA virus tanpa mekanisme proof-reading (mekanisme yang akan
menghancurkan salinan nukleotida yang tidak persis sama dengan aslinya).
Kondisi ini akan menyebabkan timbulnya banyak salinan-salinan RNA HCV
yang sedikit berbeda namun masih berhubungan satu sama lain pada pasien
yang disebut quasispecies. Sekarang ini ada sekurang-kurangnya enam tipe
utama dari virus Hepatitis C (yang sering disebut genotipe) dan lebih dari 50
subtipenya.Hal ini merupakan alasan mengapa tubuh tidak dapat melawan
virus dengan efektif dan penelitian belum dapat membuat vaksin melawan
virus Hepatitis C. Genotipe tidak menentukan seberapa parah dan seberapa
cepat perkembangan penyakit Hepatitis C, akan tetapi genotipe tertentu
mungkin tidak merespon sebaik yang lain dalam pengobatan.1 Genotipe 1a dan
1b adalah genotipe yang paling sering ditemukan di Amerika Serikat dan Eropa
Barat, diikuti oleh genotipe 2 dan 3. Genotipe lain tampaknya tidak pernah
ditemukan di negara-negara pada kedua kawasan tersebut, tapi banyak
ditemukan di negara atau kawasan lain.1 Genotipe 4 banyak ditemukan di
Mesir, genotipe 5 di Afrika Selatan sedangkan genotipe 6 di Asia Tenggara.1
Pengetahuan mengenai genotipe ini sangat penting karena dapat dipakai untuk
memprediksi respon terhadap antivirus (sustained virological response = SVR)
dan menentukan durasi terapi.1 Genotipe 2 dan 3 adalah genotipe yang telah
diketahui memiliki respon lebih baik dibandingkan genotipe 1.
Genotipe tidak akan berubah selama masa infeksi (course of infection)
sehingga tidak perlu pemeriksaan ulangan terhadap genotip. Derajat beratnya
penyakit tidak memiliki kaitan dengan genotipe virus.
c) Manifestasi Klinis hepatitis C
Virus serupa togavirus atau flavivirus mengandung RNA sirigle strain, penyebab
utama hepatitis akut dan kronik. Penyebaran VHC sama seperti VHB walaupun
diperkirakan utamanya melalui transfusi namun hanya 5-10% penderita hepatitis
C memiliki riwayat transfusi dan meskipun test anti HCV pada darah
mengurangi penularan namun tidak menghilangkan resiko tertular. Di amerika
serikat lebih dari 90% hepatitis pasca tranfusi disebabkan oleh VHC dan 40%
penderita ialah pengguna obat secara intravena. Perjalanan penyakit hepatitis C
sama seperti hepatitis B namun persentase menjadi hepatitis kronik lebih tinggi
pada penderita ini. Pada mereka yang terjadi sirosi lebih dari 20% pengidap VHC
akan terbentuk keganasan karsinoma hepatoseluler. (Koas Irianto,2014)
 Tanda dan gejala
 Hilang nafsu makan
 Mual mual
 Kulit dan mata kuning
 Urine bewarna gelap
 Nyeri/tidak nyaman pada perut
 Kelelahan
 Efek jangka panjang
1. Infeksi kronis : 55-85% penderita
2. Penyakit hati/liver kronis : 70% penderita kronis
3. Kematian akibat penyakit liver kronis : 1-5% penderita berkemungkinan
meninggal
4. Menjadi alasan utama dilakukannya transplatasi hati/liver
 Penyebaran
a. Penyebaran terjadi ketika darah atau cairan tubuh penderita masuk ke
tubuh orang yang bukan penderita
b. Virus hepatitis C menyebar lewat penggunaan jarum suntik bersama-
sama, benda beda tajam di pekerjaan yang ada darah penderitanya,
dirumah sakit, misalnya atau dari ibu hamil penderita kepada bayinya.
 Mereka yang beresiko terkena
1. Pasien cuci darah
2. Penerimaan organ tubuh (transplatasi)
3. Penggunaan narkoba dengan jarum suntik
4. Mereka yang belum didiagnosis menderita penyakit hati
5. Anak bayi yang lahir dari ibu penderita
6. Pekerja rumah sakit/kesehatan
7. Mereka yang berhubungan seks dengan banyak partner
8. Mereka yang berhubungan seks dengan penderita walau hanya satu
orang
d) Penatalaksanaan Terapi
i. Terapi diit untuk penderita hepatitis
Diet khusus pada penderita hepatitis dalam jumlah optimal
membantu penyembuhan, luka pada sel-sel hati dan memulihkan kekuatan
hati. Selain itu, dapat meningkatkan regenerasi sel-sel hati yang rusak,
memperbaiki penurunan berat badan akibat kurang nafsu makan, mual,
dan muntah, mencegah katabolisme protein, mencegah atau mengurangi
ascites, dan homa hepatik. (Koas Irianto,2014)
Diet hepatitis C
– Penderita juga dianjurkan melakukan diet dengan gizi seimbang.
Makanan berkarbohidrat tinggi, berprotein atau berlemak tinggi
dibatasi.
– Pengurangan konsumsi garam dimaksudkan untuk mencegah
akumulasi cairan dalam rongga peritoneal serta mencegah
pembengkakan pergelangan kaki. Penderita juga tidak dilarang
mengkonsumsi suplemen vitamin dan mineral sepanjang belum
terjadi kerusakan hati.
Mengkonsumsi obat apa pun dan melakukan olahraga, hendaknya
dikonsultasikan terlebih dahulu dengan dokter
ii. Terapi pengobatan untuk penderita hepatitis
Nama penyakit Pengobatan Keterangan

Hepatitis A Tidak ada obatnya Yang bisa dilakukan hanya


Hepatitis D beristirahat yang cukup, menjauhi
Hepatitis E alcohol, dan diet yang seimbang.
Kalau sudah parah (fulminan) cara
pamungkas dengan transplantasi
liver
Hepatitis B Interferon, Terapi dengan interferon banyak
kronis lamivudine,dan efek sampingnya, diantaranya sakit
adefovir dipivoxil kepala, tidak ada pengobatan bagi
penderita hepatitis B akut.
Hepatitis C Interferon dan Interferon dapat meningkatkan
ribavirin kekebalan, diinjeksikan 3 x
seminggu, biasanya di sekitar perut
dan paha, dan dilakukan 5-12
bulan. (treapi tunggal)
Terapi injeksi interferon 3x
seminggu, dibrengi dengan
meminum ribavirin 2x seminggu
selama 12 bulan. (terapi
gabungan).

e) Pemeriksaan Diagnostik Hepatitis C


1. Pemeriksaan hati
Palpasi hati dilakukan pada kuadran kanan atas. Hati pasien hepatitis virus
terasa nyeri bila ditekan. Pada pasien hepatitis alkoholik tidak
menunjukkan gejala nyeri tekan.
2. Tes Fungsi Hati
- Fungsi hati umumnya diukur dengan memeriksa aktivitas enzim serum
(alkali fosfatase, laktik dehidrogenase, serum aminotranferase
(transaminase), dan konsentrasi serum protein, bilirubin, amonia, faktor
pembekuan serta lipid.
- Serum aminotransferase merupakan indikator yang sensitif untuk
menunjukkan cedera sel hati sangat membantu dalam pendeteksian penyakit
hati akut seperti hepatitis.
- SGOT-SGPT merupakan test paling sering dilakukan utk menunjukkan
kerusakan hati. Kadar SGPT meningkat  menunjukkan kerusakan hati.
Kadar SGPT meningkat  utk melihat perjalanan penyakit hepatitis 
sirosis atau hasil pengobatan yg mungkin toksik bagi hati.
3. Pemeriksaan Diagnostik Lainnya
- Ultrasonografi, CT dan MRI digunakan untuk mengidentifikasi struktur
normal dan abnormalitas dari hati serta percabangan bilier.
- Laproskopi digunakan untuk memeriksa hati dan struktur pelvis
lainnya. Pemeriksaan ini juga dilakukan untuk melaksanakan biopsi hati
untuk menentukan etiologi ascites dan untuk menegakkan diagnosis serta
stadium tumor hati dan tumor abdomen lainnya.
- Biopsi hati.
Biopsi hati, yaitu pengambilan sedikit jaringan hati yg dilakukan lewat
aspirasi jarum, memungkinkan pemeriksaan terhadap sel2 hati. Indikasi
yang paling sering untuk melakukan pemeriksaan ini adalah memastikan
adanya malignasi pada hati.
f) Pathway Hepatitis C
Melalui gambar skematis di atas, proses siklus kehidupan HCV digambarkan
secara alur skematis.
1. HCV masuk ke dalam hepatosit dengan mengikat suatu reseptor
permukaan sel yang spesifik. Reseptor ini belum teridentifikasi secara
jelas, namun protein permukaan CD8 adalah suatu HCV binding
protein yang memainkan peranan dalam masuknya virus. Salah satu
protein khusus virus yang dikenal sebagai protein E2 menempel pada
reseptor site di bagian luar hepatosit.
2. Kemudian protein inti dari virus menembus dinding sel dengan suatu
proses kimiawi dimana selaput lemak bergabung dengan dinding sel
dan selanjutnya dinding sel akan melingkupi dan menelan virus serta
membawanya ke dalam hepatosit. Di dalam hepatosit, selaput virus
(nukleokapsid) melarut dalam sitoplasma dan keluarlah RNA virus
(virus uncoating) yang selanjutnya mengambil alih peran bagian dari
ribosom hepatosit dalam membuat bahan-bahan untuk proses
reproduksi.
3. Virus dapat membuat sel hati memperlakukan RNA virus seperti
miliknya sendiri. Selama proses ini virus menutup fungsi normal
hepatosit atau membuat lebih banyak lagi hepatosit yang terinfeksi
kemudian menbajak mekanisme sintesis protein hepatosit dalam
memproduksi protein yang dibutuhkannya untuk berfungsi dan
berkembang biak.
4. RNA virus dipergunakan sebagai cetakan (template) untuk
memproduksi masal poliprotein (proses translasi).
5. Poliprotein dipecah dalam unit-unit protein yang lebih kecil. Protein ini
ada 2 jenis yaitu protein struktural dan regulatori. Protein regulatori
memulai sintesis kopi virus RNA asli.
6. Sekarang RNA virus memperbanyak dirinya sendiri dalam jumlah
besar untuk menghasilkan bahan dalam membentuk virus baru. Hasil
perbanyak ini adalah bayangan cermin RNA orisinil dan dinamai RNA
negatif. RNA negatif lalu bertindak sebagai cetakan (template) untuk
memproduksi serta RNA positif yang sangat banyak yang merupakan
kopi identik materi genetik virus.
7. Proses ini berlangsung terus dan memberikan kesempatan untuk
terjadinya mutasi genetik yang menghasilkan RNA untuk strain baru
virus dan subtipe virus hepatitis C. Setiap virus baru akan berinteraksi
dengan protein struktural, yang kemudian akan membentuk
nukleokapsid dan kemudian inti virus baru. Amplop protein kemudian
akan melapisi inti virus baru.
8. Virus dewasa kemudian dikeluarkan dari dalam hepatosit menuju ke
pembuluh darah menembus membran sel.
Keluaran dan derajat keparahan dari infeksi virus hepatitis bergantung
pada jenis virus, jumlah virus dan faktor dari host.
4. Hepatitis D
a) Definisi hepatitis D
Virus RNA, hepatoprik secara khusus dikaitkan dengan infeksi VHB.
Infeksi gabungan VHB dengan VHD, bisa bersamaan (VHB dan VHD)
namun dapat juga kemudian (VHB baru VHD). Bila terjadinya sebagai
superinfeksi maka hepatitis kronik oleh VHB sebelumnya akan menjadi
lebih berat. (Koas Irianto,2014)
 Penyebabnya : virus hepatitis D (HDV)
 Efek jangka panjang
 HBV-HDV koinfeksi : 2-20% memiliki kemungkinan berkembang
menjadi gagal hati akut dibandingkan dengan mereka yang hanya
menderita HBV. (Koas Irianto,2014)
 HDV dapat terjadi sebagai akibat sebuah koinfeksi (terjadi
bersamaan) dengan virus hepatitis B atau sebagai superinfeksi pada
orang yang sudah menderita infeksi virus hepatitis B kronis. (Koas
Irianto,2014)
 HBV-HDV superinfeksi : pembawa (carrier) HBV yang terkena
superinfeksi HDV biasanya berlanjut menjadi infeksi HDV kronis.
Kelanjutan penyakit menjadi sirosis hati lebih umum terjadi pada
mereka yang menderita (Koas Irianto,2014).
 Penyebaran
 Penyebaran terjadi ketika darah atau cairan tubuh penderita memasuki
tubuh orang lain yang tidak/kurang memilki kekebalan
 Berbagi jarum suntik denga penderita
 Terkena benda tajam yang sudah terkontaminasi darah penderita di
tempat kerja misalnya
 HDV menyebar lewat hubungan seks dengan penderita tanpa
menggunakan kondom (perlindungan karet). Keamanan penggunaan
kondom tidak diketahui pasti, tetapi penggunaannya mengurangi
resiko
 Dari ibu hamil pada bayinya saat melahirkan
 Mereka yang beresiko terkena
 Kaum homoseksual
 Penggunaan narkoba dengan jarum suntik.
 Bayi yang lahir dari ibu penderita yang menderita hepatitis D tetapi
jarang terjadi.
 Pasien yang harus teratur cuci darah
 Para pekerja rumah sakit

b) Etiologi Hepatitis D
Penyebab penyakit hepatitis D adalah virus hepatitis tipe D atau antigen Delta
yang berukuran 35-37 nm dan merupakan virus RNA yang tidak sempurna.
Virus tersebut dari nukleo protein RNA merupakan hybrid DNA virus Hepatitis
B. Virus ini juga memerlukan selubung HBSAg. Virus hepatitis D tidak
terdapat dalam serum atau darah tetapi anti HVD Ig M dapat ditemukan dalam
sirkulasi.
Menurut Smeltzer (2001), Penyakit hepatitis D yang menyerang anak- anak
umumnya diperoleh melalui :
1. Menggunakan jarum suntik dan obat-obatan secara bersamaan.
Hepatitis D paling sering terjadi pada penderita hemofilia.
2. Apabila individu mengadakan kontak dengan darah atau cairan tubuh
(seperti : air ludah, air mani, cairan vagina) dari individu yang
terinfeksi
3. Bayi dari wanita penderita hepatitis D ( hepatitis yang didapat atau
congenital)
4. Virus ini dapat menular sendiri secara langsung dari penderita
hepatitis D, bersifat hepatotoksik. Namun bila HVD bersama-sama
dengan HBSAg pada anak yang lebih besar akan menyebabkan
hepatitis fulminan, sedangkan pada bayi lebih banyak kearah penyakit
kronikVirus Hepatitis D juga dapat ditularkan melalui transmisi
vertikal sehingga tidak jarang infeksi HVD pada bayi baru lahir
disertai oleh infeksi VHD, hal ini akan memperbanyak bentuk
hepatitis kronik.
c) Manisfestasi Hepatitis D
Virus RNA, hepatoprik secara khusus dikaitkan dengan infeksi
VHB. Infeksi gabungan VHB dengan VHD, bisa bersamaan (VHB dan
VHD) namun dapat juga kemudian (VHB baru VHD). Bila terjadinya
sebagai superinfeksi maka hepatitis kronik oleh VHB sebelumnya akan
menjadi lebih berat (Koas Irianto,2014).
 Tanda dan gejala
 Hilang nafsu makan
 Mual mual
 Kulit dan mata kuning
 Urine/seni bewarna gelap
 Nyeri/tidak nyaman pada lambung/perut
 Kelelahan
 Nyeri pergelangan

Gejala lebih sering terjadi pada orang dewasa daripada anak-anak dan
sekitar 30% penderita tidak menunjukkan gejala apapun.

 Penyebabnya : virus hepatitis D (HDV)


 Efek jangka panjang
 HBV-HDV koinfeksi : 2-20% memiliki kemungkinan berkembang
menjadi gagal hati akut dibandingkan dengan mereka yang hanya
menderita HBV. (Koas Irianto,2014)
 HDV dapat terjadi sebagai akibat sebuah koinfeksi (terjadi
bersamaan) dengan virus hepatitis B atau sebagai superinfeksi pada
orang yang sudah menderita infeksi virus hepatitis B kronis. (Koas
Irianto,2014)
 HBV-HDV superinfeksi : pembawa (carrier) HBV yang terkena
superinfeksi HDV biasanya berlanjut menjadi infeksi HDV kronis.
Kelanjutan penyakit menjadi sirosis hati lebih umum terjadi pada
mereka yang menderita. (Koas Irianto,2014)
 Penyebaran
 Penyebaran terjadi ketika darah atau cairan tubuh penderita
memasuki tubuh orang lain yang tidak/kurang memilki kekebalan
 Berbagi jarum suntik denga penderita
 Terkena benda tajam yang sudah terkontaminasi darah penderita di
tempat kerja misalnya
 HDV menyebar lewat hubungan seks dengan penderita tanpa
menggunakan kondom (perlindungan karet). Keamanan
penggunaan kondom tidak diketahui pasti, tetapi penggunaannya
mengurangi resiko
 Dari ibu hamil pada bayinya saat melahirkan
 Mereka yang beresiko terkena
 Kaum homoseksual
 Penggunaan narkoba dengan jarum suntik.
 Bayi yang lahir dari ibu penderita yang menderita hepatitis D tetapi
jarang terjadi.
 Pasien yang harus teratur cuci darah
 Para pekerja rumah sakit
d) Penatalaksanaaan terapi hepatitis D
i. Terapi diit untuk penderita hepatitis
Diet khusus pada penderita hepatitis dalam jumlah optimal membantu
penyembuhan, luka pada sel-sel hati dan memulihkan kekuatan hati. Selain itu,
dapat meningkatkan regenerasi sel-sel hati yang rusak, memperbaiki
penurunan berat badan akibat kurang nafsu makan, mual, dan muntah,
mencegah katabolisme protein, mencegah atau mengurangi ascites, dan homa
hepatik. (Koas Irianto,2014)
Diet hepatitis D
Diet dengan gizi seimbang, makanan berkarbohidrat tinggi, berprotein atau
berlemak tinggi hendaknya dibatasi. Demikian juga dengan garam.
ii. Terapi pengobatan untuk penderita hepatitis
Nama penyakit Pengobatan Keterangan

Hepatitis A Tidak ada obatnya Yang bisa dilakukan hanya


Hepatitis D beristirahat yang cukup, menjauhi
Hepatitis E alcohol, dan diet yang seimbang.
Kalau sudah parah (fulminan) cara
pamungkas dengan transplantasi
liver
Hepatitis B Interferon, Terapi dengan interferon banyak
kronis lamivudine,dan efek sampingnya, diantaranya sakit
adefovir dipivoxil kepala, tidak ada pengobatan bagi
penderita hepatitis B akut.
Hepatitis C Interferon dan Interferon dapat meningkatkan
ribavirin kekebalan, diinjeksikan 3 x
seminggu, biasanya di sekitar perut
dan paha, dan dilakukan 5-12
bulan. (treapi tunggal)
Terapi injeksi interferon 3x
seminggu, dibrengi dengan
meminum ribavirin 2x seminggu
selama 12 bulan. (terapi
gabungan).

e) Pemeriksaan diagnostis hepatitis D


Ditanyakan gejalanya bila ternyata ditemukan hepatitis virus maka akan
dilakukan tes darah untuk memastikan diagnosis dan jenis virus. Bila terjadi
hepatitis kronis, maka dianjurkan dilakukan biopsi. Diagnosis secara pasti
diperoleh jika ada VHD pada bagian jaringan hati. Diagnosis infeksi
hepatitis D kronis dan akut yang terjadinya bersamaan ditandai dengan
ditemukannya Ig M anti HBC yang merupakan tanda serologis untuk
hepatitis B akut dan IgM anti HVD. Diagnosis hepatitis D akut pada
pengidap VHB adalah terdeteksinya HbsAg (+), dan IgM anti VHD dengan
titer tinggi dan Ig anti HBC (-)(Markum ,1999).
Pemeriksaan Diagnostik yang lainnya:
1. Tes fungsi hati : abnormal (4-10 kali dari normal). Catatan :
merupakan batasan nilai untuk membedakan hepatitis virus dengan
nonvirus
2. AST(SGOT atau ALT(SGPT) : awalnya meningkat. Dapat meningkat
satu sampai dua minggu sebelum ikterik kemudian tampak menurun
3. Darah lengkap : SDM menurun sehubungan dengan penurunan hidup
SDM (gangguan enzim hati atau mengakibatkan perdarahan)
4. Leucopenia : trombositopenia mungkin ada (splenomegali)
5. Diferensial darah lengkap : lekositosis, monositosis, limfosit atipikal,
dan sel plasma
6. Alkali fosfatase : agak meningkat (kecuali ada kolestasis berat)
7. Fesses : warna tanak liat, steatorea (penurunan fungsi hati)
8. Albumin serum : menurun
9. Gula darah : hiperglikemia transien/hipoglikemia (gangguan fusngsi
hati)
10. Anti-HAV IGM : Positif pada tipe A
11. HBSAG : dapat positif (tipe B) atau negative (tipe A). catatan :
merupakan diagnostic sebelum terjadi gejala kinik
12. Massa protrombin : mungkin memanjang (disfungsi hati)
13. Bilirubin serum : diatas 2,5 mg/100mm (bila diatas 200mg/mm,
prognosis buruk mungkin berhubungan dengan peningkatan nekrosis
seluler)
14. Tes eksresi BSP : kadar darah meningkat
15. Biosis hati : menentukan diagnosis dan luasnya nekrosis
16. Scan hati : membantu dalam perkiraan beratnya ketrusakan parenkim
17. Urinalisa : peninggian kadar bilirubin;protein/hematuria dapat terjadi
5. Hepatitis E
a) Definisi Hepatitis E
Virus RNA penyebarannya secara oral fekal menyebabkan hepatitis E
yang merupakan penyakit endemik di negara berkembang. Enteritis
merupakan gejala yang menyertai penyakit ini, dan tidak ditemukan fase
kronik atau terjadinya pengidap. Serangan virus hepatitis E paling banyak
pada mereka yang berusia 15-40 tahun. (Koas Irianto,2014)
 Tanda dan gejala
 Hilang nafsu makan
 Mual mual
 Kulit dan mata kuning
 Urine/seni bewarna gelap
 Nyeri/tidak enak pada lambung/perut
 Kelelahan
 Penyebabnya : virus hepatitis E (HEV)
 Efek jangka panjang
 Hepatitis E lebih buruk terjadi pada wanita hamil, khususnya di semester
ketiga (menjelang melahirkan)
 Tidak ada infeksi jangka panjang
 Penyebaran
 HEV dapat ditemukan pada tinja orang atau binatang yang menderita
hepatitis E
 HEV menyebar lewat makanan dan minuman terkontaminasi
 Penyebaran dari orang lebih jarang dibandingkan pada hepatitis A
 Kebanyakan wabah di negara berkembang disebabkan terkontaminasinya
air minum oleh HEV ini
 Mereka yang tinggal dikedua benua itu, termasuk indonesia terutama di daerah
yang air dan makanannya kurang bersih. Pencegahan :
 Selalu cuci tangan setelah dari kamar mandi, mengganti popok atau sebelum
menyiapkan makanan/minuman
 Hindari minuman apalagi dengan es yang tidak diketahui kebersihannya juga
buah-buahan dan makanan yang tidak dimasak secara higeinis
b) Manisfestasi klinis hepatitis E
Menurut Selekta Kapita (2005), manifestasi klinik yang ditimbulkan oleh virus
hepatitis adalah
1. Stadium preikhterik berlangsung selama 4 sampai 7 hari. Pasien mengeluh
sakit kepala, lemah, anoeksia, mual, muntah, sub febris, nyeri otot, dan nyeri
diperut kanan atas. Urine menjadi lebih coklat.
2. Stadium ikterik yang berlangsung selama 3 sampai 6 minggu. Ikhterus
mula-mula terlihat pada sklera, kemudian pada kulit dan seluruh tubuh.
Keluhan-keluhan berkurang namun klien masih lemah, anoreksia, dan
muntah. Tinja mungkin berwarna kelabu atau kuning muda. Hati membesar
dan nyeri tekan
3. Stadium pasca ikhterik (rekonvalesensi). Ikterus mereda, warna urine dan
tinja menjadi normal kembali. Penyembuhan pada anak-anak lebih cepat
daripada orang dewasa yaitu pada akhir bulan kedua karena penyebab yang
biasanya berbeda.
Gambaran klinis pada hepatitis virus biasanya bervariasi, mulai dari yang
tidak merasakan apa-apa atau hanya mempunyai keluhan sedikit sampai
keadaan yang berat, bahkan koma dan kematian dalam beberapa hari saja.
Pada hepatitis anikterik, keluhan sangat ringan dan samar-sama, umumnya
anoreksia dan gangguan pada pencernaan. Urine secara makroskopis
berwarna seperti teh tua dan apabila dikocok akan memperlihatkan busa
berwarna kuning kehijauan.
Pada hepatitis akut ikhterik, paling sering ditemukan dalam klinis. Biasanya
perjalanan jinak dan akan sembuh dalam waktu kira-kira 8 minggu.
c) Penatalaksanaan Hepatitis E

i. Terapi diit untuk penderita hepatitis

Diet khusus pada penderita hepatitis dalam jumlah optimal membantu


penyembuhan, luka pada sel-sel hati dan memulihkan kekuatan hati. Selain itu,
dapat meningkatkan regenerasi sel-sel hati yang rusak, memperbaiki penurunan
berat badan akibat kurang nafsu makan, mual, dan muntah, mencegah
katabolisme protein, mencegah atau mengurangi ascites, dan homa hepatik.
(Koas Irianto,2014)

Diet hepatitis E sama dengan hepatitis B yaitu Nutrisi yang adekuat harus
dipertahankan yaitu dengan asupan nutrisi dibatasi bila kemampuan hati untuk
memetabolisme protein terganggu.

Terapi pengobatan untuk penderita hepatitis


Nama penyakit Pengobatan Keterangan

Hepatitis A Tidak ada obatnya Yang bisa dilakukan hanya


Hepatitis D beristirahat yang cukup, menjauhi
Hepatitis E alcohol, dan diet yang seimbang.
Kalau sudah parah (fulminan) cara
pamungkas dengan transplantasi
liver
Hepatitis B Interferon, Terapi dengan interferon banyak
kronis lamivudine,dan efek sampingnya, diantaranya sakit
adefovir dipivoxil kepala, tidak ada pengobatan bagi
penderita hepatitis B akut.
Hepatitis C Interferon dan Interferon dapat meningkatkan
ribavirin kekebalan, diinjeksikan 3 x
seminggu, biasanya di sekitar perut
dan paha, dan dilakukan 5-12
bulan. (treapi tunggal)
Terapi injeksi interferon 3x
seminggu, dibrengi dengan
meminum ribavirin 2x seminggu
selama 12 bulan. (terapi gabungan).

d) Pemeriksaan Hepatitis E
1. Diagnosis hepatitis biasanya ditegakkan dengan pemeriksaan tes fungsi
hati, khususnya alanin amino transferase (ALT = SGPT), asparat amino
transferase (AST = SGOT). Bila perlu ditambah dengan pemeriksaan
billirubin.
2. Kadar transaminase (SGOT/SGPT) mulai meningkat pd masa prodromal
dan mencapai puncak pada saat timbulnya ikterus. Peninggian kadar
SGOT&SGPT yg menunjukkan adanya kerusakan sel-sel hati adalah 50-
2.000 IU/ml.
3. Terjadi peningkatan bilirubin total serum (berkisar antara 5-20 mg/dl).
Tinja alkalis mungkin dijumpai sebelum timbul ikterus.
4. Penurunan aktivitas transaminase diikuti penurunan kadar billirubin.
Billirubinuria dpt negatif sebelum billirubin darah normal kadar alkali
fosfatase mungkin hanya sedikit meningkat.
( Mansjoer, 2001:525 )
E. Komplikasi
Sejumlah kecil pasien akan mengalami hepatitis agresif atau kronis aktif bila
terjadkerusakan hati seperti digerogoti (piece meal) dan terjadi sirosis. Terapi
kortikosteroid dapat memperlambat perluasan cidera hati namun prognosisnya tetap
buruk. Komplikasi lanjut hepatitis yang bermakna adalah berkembangnya karsinoma
heatoseluler sekunder.
Komplikasi hepatitis menurut FKUI (2006) adalah:
1. Ensefalopati hepatic terjadi pada kegagalan hati berat yang disebabkan oleh
akumulasi amonia serta metabolik toksik merupakan stadium lanjut ensefalopati
hepatik.
2. Kerusakan jaringan paremkin hati yang meluas akan menyebabkan sirosis hepatis,
penyakit ini lebih banyak ditemukan pada alkoholik.
3. Komplikasi yang sering adalah serosis, pada serosis kerusakan sel hati akan diganti
oleh jaringan parut (sikatrik) semakin parah kerusakan, semakin beras jaringan
parut yang terbentuk dan semakin berkurang jumlah sel hati yang sehat.
F. Asuhan keperawatan hepatitis
1. Pengkajian
A. Identitas Pasien
Meliputi : Nama, usia, alamat, agama, pekerjaan, pendidikan.
B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Pasien mengatakan suhu tubuhnya tinggi dan nyeri perut kanan atas
2. Riwayat penyakit sekarang
Gejala awal biasanya sakit kepala, lemah anoreksia, mual muntah, demam, nyeri
perut kanan atas
3. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat kesehatan masa lalu berkaitan dengan penyakit yang pernah diderita
sebelumnya, kecelakaan yang pernah dialami termasuk keracunan, prosedur
operasi dan perawatan rumah sakit.
4. Riwayat penyakit keluarga
Berkaitan erat dengan penyakit keturunan, riwayat penyakit menular khususnya
berkaitan dengan penyakit pencernaan.
2. Pemeriksaan Fisik
1. Review Of Sistem (ROS)
a) Kedaan umum : kesadaran composmentis, wajah tampak menyeringai kesakitan,
konjungtiva anemis, Suhu
b) Sistem respirasi : frekuensi nafas normal (16-20x/menit), dada simetris, ada
tidaknya sumbatan jalan nafas, tidak ada gerakan cuping hidung, tidak terpasang
O2, tidak ada ronchi, wheezing.
c) Sistem kardiovaskuler : TD dibatas normal , tidak ada oedema, tidak ada
pembesaran jantung, tidak ada bunyi jantung tambahan.
d) Sistem urogenital : Urine berwarna gelap
e) Sistem muskuloskeletal: kelemahan disebabkan tidak adekuatnya nutrisi
(anoreksia).
f) Abdomen
 Inspeksi : abdomen ada benjolan.
 Auskultasi : Bising usus (+) pada benjolan
 Palpasi : pada hepar teraba keras
 Perkusi : hypertimpani
3. Pengkajian fungsional Gordon
a) Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pasien mengatakan kesehatan merupakan hal yang penting, jika ada keluarga yang
sakit maka akan segera dibawa ke pelayanan kesehatan terdekat.
b) Pola nutrisi dan metabolik
Makan : Tidak nafsu makan, porsi makan tidak habis, habis 3 sendok disebabkan
Mual muntah .
Minum : minum air putih tidak banyak sekitar 400-500cc
c) Pola eliminasi
BAK : urine warna gelap,encer seperti teh
BAB : Diare feses warna tanah liat
d) Pola aktivitas dan latihan
Pasien tidak bisa melakukan aktivitas seperti biasanya karena pasien lemah terkulai
di atas tempat tidur, lelah ,malaise dan membutuhkan bantuan orang lain untuk
memenuhi kebutuhan dasarnya,
e) Pola istirahat tidur
Pasien tidak bisa istirahat total seperti biasanya karena ada nyeri pada abdomen,
mialgia, atralgia, sakit kepala dan puritus.
f) Pola persepsi sensori dan kognitif
Pasien sudah mengerti tentang keadaanya dan merasa harus segera berobat
g) Pola hubungan dengan orang lain
Pasien dapat berhubungan dengan orang lain secara baik tetapi akibat kondisinya
pasien malas untuk keluar dan memilih untuk istirahat.
h) Pola reproduksi / seksual
Pola hidup/perilaku meningkatkan risiko terpejan (contoh homoseksual
aktif/biseksual pada wanita).
i) Pola persepsi diri dan konsep diri
Pasien ingin cepat sembuh dan tidak ingin mengalami penyakit seperti ini lagi
j) Pola mekanisme koping
Pasien apabila merasakan tidak nyaman selalu memegangi perutnya dan meringis
kesakitan
k) Pola nilai kepercayaan / keyakinan
Pasien berdoa sesuai kepercaayan dan agamanya masing-masing.
4. Pemeriksaan Penunjang
a. ASR (SGOT) / ALT (SGPT)
Awalnya meningkat.Dapat meningkat 1-2 minggu sebelum ikterik kemudian
tampak menurun. SGOT/SGPT merupakan enzim – enzim intra seluler yang terutama
berada dijantung, hati dan jaringan skelet, terlepas dari jaringan yang rusak, meningkat
pada kerusakan sel hati
b. Darah Lengkap (DL)
Gangguan enzim hati atau mengakibatkan perdarahan.
c. Leukopenia
Trombositopenia mungkin ada (splenomegali)
d. Diferensia Darah Lengkap
Leukositosis, monositosis, limfosit, atipikal dan sel plasma.
e. Alkali phosfatase
Sedikit meningkat (kecuali ada kolestasis berat)
f. Feses
Warna tanah liat, steatorea (penurunan fungsi hati)
g. Albumin Serum
Menurun, hal ini disebabkan karena sebagian besar protein serum disintesis oleh
hati dan karena itu kadarnya menurun pada berbagai gangguan hati.
h. Gula Darah
Hiperglikemia transien / hipeglikemia (gangguan fungsi hati).
i. Anti HAVIgM
Positif pada tipe A
j. HbsAG
Dapat positif (tipe B) atau negatif (tipe A)
k. Masa Protrombin
Kemungkinan memanjang (disfungsi hati), akibat kerusakan sel hati atau berkurang.
Meningkat absorbsi vitamin K yang penting untuk sintesis protombin.
l. Bilirubin serum
Diatas 2,5 mg/100 ml (bila diatas 200 mg/ml, prognosis buruk, mungkin berhubungan
dengan peningkatan nekrosis seluler)
m. Tes Eksresi BSP (Bromsulfoptalein)
Kadar darah meningkat.
BSP dibersihkan dari darah, disimpan dan dikonyugasi dan diekskresi. Adanya
gangguan dalam satu proses ini menyebabkan kenaikan retensi BSP.
n. Biopsi Hati
Menujukkan diagnosis dan luas nekrosis
o. Urinalisa
Peningkatan kadar bilirubin, Gangguan eksresi bilirubin mengakibatkan
hiperbilirubinemia terkonyugasi. Karena bilirubin terkonjugasi larut dalam air,
disekresi dalam urin menimbulkan bilirubinuria.
2. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman (Nyeri) berhubungan dengan pembengkakan hepar.
2. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, penurunan kekuatan
atau ketahanan nyeri, mengalami keterbatasan aktivitas.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan Anoreksia
4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berawal dari kehilangan berlebihan
melalui muntah dan diare perpindahan area ke tiga (asites), gangguan proses
pembekuan
5. Hipetermi berhubungan dengan infasi agen dalam sirkulasi darah sekunder
terhadap inflamasi hepar.
6. Kurang pengetahuan tentang perawatan penderita hepatitis berhubungan dengan
kurangnya informasi
3. Intervensi Keperawatan
DX 1 : Gangguan rasa nyaman (Nyeri) berhubungan dengan pembengkakan hepar.
Tujuan : Setelah dilakukan proses keperawatan selama 3 x 24 diharapkan pasien nyeri
hilang, dengan
Kriteria hasil :
1. TTV normal :(TD :110/70 – 120/ 90 mmHg, RR : 16- 20 x/mnt, N : 60-100x/mnt,
S : 36,5- 37,50.C ).
2. Pasien mengungkapkan rasa nyeri berkurang.
3. Pasien mampu mengendalikan nyeri dengan teknik relaksasi dan distraksi.\
4. Skala nyeri 0-3.
5. Wajah pasien rileks

Intervensi Rasional
1) Kaji tingkat nyeri klien dengan skala 1) nyeri yang berhubungan dengan hepatitis
nyeri sangat tidak nyaman, oleh karena terdapat
peregangan secara kapsula hati, melalui
pendekatan kepada individu yang mengalami
perubahan kenyamanan nyeri diharapkan lebih
efektif mengurangi nyeri.
2) Berikan teknik relaksasi dan Meningkatkan relaksasi klien dan membantu
mengalihkan seperti menonton tv untuk pasien memfokuskan perhatian pada sesuatu
mengurangi rasa nyeri didekat dirinya
3) Observasi TTV 2) Untuk mengetahui keadaan umum klien
4) Tunjukkan pada klien penerimaan 3. klienlah yang harus mencoba
tentang respon klien terhadap nyeri meyakinkan pemberi pelayanan kesehatan
bahwa ia mengalami nyeri.
5) Berikan informasi akurat dan 4. klien yang disiapkan untuk mengalami
a) Jelaskan penyebab nyeri nyeri melalui penjelasan nyeri yang
b) Tunjukkan berapa lama nyeri akan sesungguhnya akan dirasakan (cenderung lebih
berakhir, bila diketahui tenang dibanding klien yang penjelasan
kurang/tidak terdapat penjelasan)
6) Kolaborasi dengan dokter 5) kemungkinan nyeri sudah tak bisa
penggunaan analgetik yang tak dibatasi dengan teknik untuk mengurangi
mengandung efek hepatotoksi nyeri.
DX 2: Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan penurunan kekuatan atau ketahanan
tubuh.
Tujuan : Setelah dilakukan proses keperawatan selama 3x 24 jam pasien diharapkan
mampu beraktivitas dengan baik.
KH :
 Pasien mampu melakukan aktivitas sendiri
 Pasien mampu memenuhi kebutuhannya sendiri

INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
1.Tingkatkan tirah baring / duduk. 1. Meningkatkan istirahat dan
Berikan lingkungan tenang; batasi ketenangan. Menyediakan energi yang
pengunjung sesuai keperluan digunakan untuk penyembuhan.
Aktivitas dan posisi duduk tegak
diyakini menurunkan aliran darah ke
kaki, yang mencegah sirkulasi optimal
ke sel hati
2. Ubah posisi dengan sering. Berikan 2. Meningkatkan fungsi pernafasan
perawatan kulit yang baik dan meminimalkan tekanan pada area
tertentu untuk menurunkan resiko
kerusakan jaringan
3. Lakukan tugas dengan cepat dan 3. Memungkinkan periode
sesuai toleransi tambahan istirahat tanpa gangguan
4. Tingkatkan aktivitas sesuai 4. Tirah baring lama dapat
toleransi, bantu melakukan latihan menurunkan kemampuan. Ini dapat
rentang gerak sendi pasif / aktif terjadi karena keterbatasan aktivitas
yang mengganggu periode istirahat.
5. Dorong penggunaan teknik 5. Meningkatkan relaksasi dan
manajemen stres, contoh relaksasi penghematan energi, memusatkan
progresif, visualisasi, bimbingan kembali perhatian, dan dapat
imajinasi, berikan aktivitas hiburan meningkatkan koping
yang tepat, contoh menonton TV,
radio, membaca
6. Awasi terulangnya anoreksia 6. Menunjukkan kurangnya resolusi
dan nyeri tekan pembesaran hati / eksaserbasi penyakit, memerlukan
istirahat lanjut, mengganti program
terapi
Kolaborasi
7. Berikan antidot atau bantu 7. Membuang agen penyebab pada
dalam prosedur sesuai indikasi hepatitis toksik dapat membatasi
(contoh lavase, katarsis, derajat kerusakan jaringan
hiperventilasi) tergantung pada
pemajanan
8. Berikan obat sesuai indikasi : 8. Membantu dalam manajemen
sedatif, agen antiansietas, contoh kebutuhan tidur. Catatan : penggunaan
berbiturat dan tranquilizer seperti
diazepam (Valium); lorazepam Compazine dan Thorazine,
(Ativan) dikontraindikasikan sehubungan
dengan efek hepatotoksik
9. Awasi kadar enzim hati 9. Membantu menentukan kadar
aktivitas tepat, sebagai peningkatan
prematur pada potensial risiko berulang

DX 3: Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan Anoreksia


Tujuan : Setelah dilakukan selama 3 x 24 jam diharapkan nutrisi klien terpenuhi, dengan
Kriteria Hasil : -
1. Nafsu makan pasien meningkat
2. Porsi makan habis
3. Pasien mampu mengungkapkan bagaimana cara mengatasi malas makan
4. Pasien tidak lemas
5. BB naik

INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
1. Awasi pemasukan diet atau 1. Makan banyak sulit untuk mengatur
jumlah kalori. Berikan makan bila pasien anoreksi. Anoreksi juga paling
sedikit dalam frekuensi sering dan buruk selama siang hari, membuat masukan
tawarkan makan pagi. makanan yang sulit pada sore hari
2. Berikan perawatan mulut 2. Menghilangkan rasa tak enak dapat
sebelum makan meningkatkan nafsu makan
3. Anjurkan makan pada posisi 3. Menurunkan rasa penuh pada
duduk tegak abdomen dan dapat meningkatkan nafsu
makan
4. Dorong pemasukan sari jeruk, 4. Bahan ini merupakan ekstra kalori dan
minuman karbonat dan permen. dapat lebih mudah dicerna / toleran bila
makanan lain ini
Kolaborasi
5. Konsul pada ahli gizi, dukung 5. Berguna dalam membuat program diet
nutrisi klien untuk memberikan diet untuk memenuhi kebutuhan individu.
sesuai kebutuhan pasien, dengan Metabolisme lemak bervariasi tergantung
masukan lemak dan protein sesuai pada produksi dan pengeluaran empedu dan
kebutuhan. perlunya masukan normal atau lebih protein
akan membantu regenerasi hati
6. Berikan obat sesuai indikasi : 6. Diberikan ½ jam sebelum makan,
Antiematik, contoh metalopramide dapat menurunkan mual dan meningkatkan
(Reglan) ; trimetobenzamid (Tigan) toleransi pada makanan.

Dx 4 : Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual –


muntah.
Tujuan : Setelah dilakukan selama 2 x 24 jam diharapkan volume cairan pasien terpenuhi.
KH :
- TTV normal :(TD :110/70 – 120/ 90 mmHg, RR : 16- 20 x/mnt, N : 60-100x/mnt, S :
36,5- 37,50.C ).
- Turgor Kulit kembali < 2 Detik
- Mukosa Bibir lembab
- Konjungtiva tidak Anemis
- Muntah tidak terjadi

INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
1. Awasi masukan dan haluaran, 1. Memberikan informasi tentang
bandingkan dengan berat badan kebutuhan penggantian / efek terapi.
harian. Catat kehilangan melalui usus,
contoh muntah dan diare
2. Kaji tanda vital, nadi periver, 2. Indikator volume sirkulasi /
pengisian kapiler, turgor kulit, dan perfusi
membran mukosa
3. Periksa asites atau pembentukan 3. Menurunkan kemungkinan
edema. Ukur lingkar abdomen sesuai perdarahan kedalam jaringan
indikasi
4. Biarkan pasien menggunakan 4. Menghindari trauma dan
lap katun / spon dan pembersih mulut perdarahan gusi
untuk sikat gigi
5. Observasi tanda perdarahan, 5. Kadar protombin menurun dan
contoh hematuria / melena, ekimosis, waktu koagulasi memanjang bila
perdarahan terus menerus dari gusi / absorbsi vitamin K terganggu pada
bekas injeksi traktus GI dan sintesis protrombin
menurun karena mempengaruhi hati
Kolaborasi
6. Awasi nilai laboratorium, 6. Menunjukkan hidrasi dan
contoh Hb/Ht, Na+ albumin, dan mengidentifikasi retensi natrium / kadar
waktu pembekuan protein yang dapat menimbulkan
pembekuan edema. Defisit pada
pembekuan potensial beresiko
perdarahan
7. Berikan cairan IV (biasanya 7. Memberikan cairan dan penggantian
glukosa), elektrolit elektrolit

Dx 5 : Hipertermi berhubungan dengan infasi agen dalam sirkulasi darah sekunder terhadap
inflamasi hepar
Tujuan: selelah dilakukan tindakan selama 3x24 suhu tubuh Pasien kembali normal,
dengan
KH:
- Klien tidak mengeluh panas
- Suhu tubuh Normal 36,50 – 37,50C
- Keluarga pasien mampu mengatasi panas dengan melakukan kompres hangat.
Intervensi Rasional
1. Kaji adanya keluahan tanda – 1. Sebagai indikator untuk mengetahui
tanda peningkatan suhu tubuh status hypertermi
2. Berikan kompres hangat pada 2. Menghambat pusat simpatis di
lipatan ketiak dan femur hipotalamus sehingga terjadi
vasodilatasi kulit dengan merangsang
3. Berikan penjelasan kepada kelenjar keringat untuk mengurangi
keluarga pasien tentang pemberian panas tubuh melalui penguapan
kompres yang benar 3. Keluarga mampu melakukan
4. Anjurkan klien untuk memakai kompres kepada pasien secara mandiri
pakaian yang menyerap keringat 4. Kondisi kulit yang mengalami
lembab memicu timbulnya
pertumbuhan jamur. Juga akan
mengurangi kenyamanan klien,
mencegah timbulnya ruam kulit.

Dx6: Kurang pengetahuan tentang perawatan penderita hepatitis berhubungan dengan


kurangnya informasi.

Kriteria hasil :

a. Menyatakan pemahaman proses penyakit dan pengobatan.

b. Berpartisipasi dalam pengobatan.

Tujuan : setelah diberikan pendidikan kesehatan diharapkan klien memahami tentang


perawatan dan kebutuhan pengobatan pasien hepatitis.

Intervensi Rasional
1. berikan informasi khusus tentang kebutuhan atau rekomendasi akan
pencegahan/ penularan penyakit bervariasi karena hepatitis ( agen
hepatitis penyebab ) dan situasi individu.
2. Mencuci tangan yang benar 2. Mengurangi risiko infeksi
sebelum makan dan melakukan
kegiatan
3. Menjaga lingkungan yang bersih 3. Agar udara yang dihirup tidak terdapat
kuman
4. Menggunakan jarum suntik satu 4. Agar tidak tertular infeksi
kali pakai
5. Berhubungan seksual 5. Agar mengurangi tertularnya infeksi
menggunakan alat kontrasepsi
DAFTAR PUSTAKA

Irianto, Koas. 2014. Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular Panduan Klinis.

Bandung : Penerbit Alfabeta.

Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3 jilid 1 dan 2. Jakarta: FKUI.

Nurarif, Amin Huda, Kusuma Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan

Diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC. Jogyakarta : Penerbit Mediaction.

Price, Syilvia Anderson,dkk. 2006. Patofisiologi konsep klinis proses penyakit, Edisi 6,

volume 1&2. Jakarta : EGC.

Suddarth & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2.

Jakarta: EGC.

Sulaiman, A. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati Edisi I. Jakarta: FKUI.

Tjokroprawiro, Askandar, dkk. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya : Airlangga

University Press.

Anda mungkin juga menyukai