Anda di halaman 1dari 3

TANDA DAN GEJALA

1. Nyeri
Rasa nyeri yang hebat dapat dirasakan saaat pasien mencoba menggerakkan rahang untuk
berbicara, mengunyah atau menelan
2. Perdarahan dari rongga mulut.
3. Maloklusi
Keadaan dimana rahang tak dapat dikatupkan, mulut seperti keadaan sebelum trauma.
4. Trismus
Ketidakmampuan membuka mulut lebih dari 35 mm, batas terendah nilai normal adalah 40 mm.
5. Pergerakan Abnormal.
a. Ketidakmampuan membuka rahang membuat dugaan pergesekan pada prosesus koronoid
dalam arkus zygomatikcus.
b. Ketidakmampuan menutup rahang menandakan fraktur pada prosessus alveolar, angulus,
ramus dari simfisis.
6. Krepitasi tulang
Krepitasi tulang tulang adalah bunyi berciut yang terdengar jika tepian-tepian fraktur bergesakan
saat berlangsungnya gerakan mengunyah, bicara, atau menelan.
7. Mati rasa pada bibir dan pipi
Patognomonis untuk fraktur distal dari foramen mandibula.
8. Oedem daerah fraktur dan wajah tidak simetris.

DIAGNOSIS
Diagnosis fraktur mandibula dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dari riwayat kejadian,
pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan radiologis.
I. Anamnesis
Pada anamnesis keluhan subyektif berkaitan dengan fraktur mandibula dicurigai dari adanya
nyeri, pembengkakan oklusi abnormal, mati rasa pada distribusi saraf mentalis, pembengkakan,
memar, perdarahan dari soket gigi, gigi yang fraktur atau tunggal, trismus, ketidakmampuan
mengunyah. Selain itu keluhan biasanya disertai riwayat trauma seperti kecelakaan lalu lintas,
kekerasan, terjatuh, kecelakaan olah raga ataupun riwayat penyakit patologis.
II. Pemeriksaan Klinis
a. Pemeriksaan klinis pasien secara umum
Umumnya trauma maksilofasial dapat diketahui keberadaannya pada pemeriksaan awal (primary
survey) atau pemeriksaan sekunder (secondary survey). Pemeriksaan saluran napas merupakan
suatu hal penting karena trauma dapat saja menyebabkan gangguan jalan napas. Penyumbatan
dapat disebabkan oleh terjatuhnya lidah kearah belakang, dapat pula oleh tertutupnya saluran
napas akibat adanya lendir, darah, muntahan, dan benda asing.
b. Pemeriksaan local fraktur mandibula
1. Pemeriksaan klinis ekstraoral
Tampak diatas tempat terjadinya fraktur biasanya terjadi ekimosis dan pembengkakan.
Seringpula terjadi laserasi jaringan lunak dan bisa terlihat jelas deformasi dari kontur mandibula
yang bertulang. Jika terjadi perpindahan tempat dari fragmen-fragmen itu pasien tidak bisa
menutup geligi anterior, dan mulut menggantung kendur dan terbuka. Pasien sering kelihatan
menyangga rahang bawah dengan tangan. Dapat pula air ludah bercampur darah menetes dari
sudut mulut pasien.
Palpasi lembut dengan ujung-ujung jari dilakukan terhadap daerah kondilus pada kedua sisi,
kemudian diteruskan kesepanjang perbatasan bawah mandibula. Bagian-bagian melunak harus
ditemukan pada daerah-daerah fraktur, demikian pula terjadinya perubahan kontur dan krepitasi
tulang. Jika fraktur mengenai saraf mandibula maka bibir bawah akan mengalami mati rasa.
2. Pemeriksaan klinis intraoral
Setiap serpihan gigi yang patah harus dikeluarkan. Dari dalam mulut. Sulkus bukal diperiksa
adanya ekimosis dan kemudian sulkus lingual. Hematoma didalam sulkus lingual akibat trauma
rahang bawah hampir selalu patognomonik fraktur mandibula.
Dengan hati-hati dilakukan palpasi pada daerah dicurigai farktur ibu jari serta telunjuk
ditempatkan di kedua sisi dan ditekan untuk menunjukkan mobilitas yang tidak wajar pada
daerah fraktur.
3. Pemeriksaan Radiologis
Evaluasi radiografis dibutuhkan untuk mempertegas bukti dan memberikan data yang lebih
akurat. Adapun pemeriksaan radiologist yang dapat dilakukan yaitu
a. Foto panoramic dapat memperlihatkan keseluruhan mandibula dalam satu foto. Pemerikasaan
ini memerlukan kerjasama pasien, dan sulit dilakukan pada pasien trauma, selain itu kurang
memperlihatkan TMJ, pergeseran kondilus medial dan fraktur prosessus alveolar.
b. Pemeriksaan radiografik defenitif terdiri dari fotopolos mandibula, PA, oblik lateral.
c. CT Scan baik untuk fraktur kondilar yang sulit dilihat dengan panorex.

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada fraktur mandibula mengikuti standar penatalaksanaan fraktur pada
umumnya. Pertama periksalah A(airway), B(Breathing) dan C(circulation). Bila pada ketiga
topik ini tidak ditemukan kelainan pada pasien, lakukan penanganan terhadap fraktur mandibula
pasien. Bila pada pasien terdapat perdarahan aktif, hentikanlah dulu perdarahannya. Bila pasien
mengeluh nyeri maka dapat diberi analgetik untuk membantu menghilangkan nyeri. Setelah itu
cobalah ketahui mekanisme cedera dan jenis fraktur pada pasien berdasarkan klasifikasi oleh
Dingman dan Natvig.
Bila fraktur pada pasien adalah fraktur tertutup dan tidak disertai adanya dislokasi atau ada
dislokasi kondilus yang minimal, maka dapat ditangani dengan pemberian analgetik, diet cair
dan pengawasan ketat. Pasien dengan fraktur prosesus koronoid dapat ditangani dengan cara
yang sama. Pada pasien ini juga perlu diberikan latihan mandibula untuk mencegah terjadinya
trismus.
Kunci utama untuk penanganan fraktur mandibula adalah reduksi dan stabilisasi. Pada pasien
dengan fraktur stabil cukup dengan melakukan wiring untuk menyatukan gigi atas dan bawah.
Untuk metode ini dapat dilakukan berbagai tindakan. Yang paling banyak dilakukan adalah
dengan menggunakan wire dengan Ivy loops dan dilakukan MMF (maxillomandibular fixation)

Anda mungkin juga menyukai