Anda di halaman 1dari 43

PROPOSAL TESIS

PENGARUH PENDEKATAN SAINTIFIK DAN GAYA BELAJAR


TERHADAP HASIL BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
DI MADRASAH TSANAWIYAH MESRA
PEMATANGSIANTAR
O

MULIADI

NIM: 0331173041

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN


KEGURUAN PROGRAM MAGISTER UIN SUMATERA UTARA
2017/2018
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah wasyukurillah lahaulah walakuata illabillah, Asyahadu alla


ilahaillallah wahdahula syarikalah. Pujian dan rasa syukur kami panjatkan
kehadiratmu ya Allah yang telah memberikan karunia yang banyak kepada kami
semua sehingga bisa terselesailah Proposal Tesis ini. Selawat berangkaikan salam
kami hadiahkan kepada baginda Alam Muhammad SAW , dengan berselawat
Allohummasolli ala saidina Muhammad waala alihi saidina Muhammad. Semoga
beliau memberikan syafaatnya kepada kita semua dihari yaumil kelak.

Terimakasih ya Allah terimakasih ya rahman terimaksih ya rohim .


Terimaksih kepada Ibu Dr Masganti Sit MAg dan Bpak Dr. Usiono MA, sebagai
pembimbing saya dalam Penulisan Proposal Tesis ini sehingga dapat terselesailah
Proposal Tesis ini. Proposal Tesis ini berjudul PENGARUH PENDEKATAN
SAINTIFIK DAN GAYA BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI MADRASAH TSANAWIYAH MESRA
PEMATANGSIANTAR

. Dalam penulisan Proposal Tesis ini disana sini mungkin masih banyak
kekurangan saya selaku penulis mohon kriktik saran dan masukannya demi
perbaikan selanjutnya , kiranya apa yang tertulis disini dapat menjadi bermanfaat
bagi penulis dan bermanfaat kepada kita semua yang membacanya. Akhir kata
semoga Allah swt meridhoi hidup kita semua dan saya ucapkan terimakasih.

Wassalamualaikum warahmatullohi wabarakatu

Medan Oktober 2018

Hormat saya

Muliadi

i
DAFTAR ISI

PROPOSAL TESIS..................................................................................................1
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah............................................................................1
B. Identifikasi Masalah.........................................................................................4
BAB II......................................................................................................................5
A. Landasan Teori................................................................................................5
1. Pengertian Pendekatan Saintifik..................................................................5
2. Pengertian Gaya Belajar............................................................................17
3. Pengertian Hasil Belajar.............................................................................25
4. Pengertian PAI (Pendikan Agama Islam ).................................................28
B. Hasil Penelitian Relevan................................................................................30
C. Kerangka Berpikir.........................................................................................31
1. Gambar 1. Kerangka pikir penelitian...................................................31
D.HIPOTESIS PENELITIAN............................................................................31
BAB III..................................................................................................................32
METODOLOGI PENELITIAN.............................................................................32
A.Tempat dan Waktu Penelitian........................................................................32
1. Sejarah dan Perkembangan Madrasah Tsanawaiyah MESRA di kota
Pematangsiantar.............................................................................................32
B. Metode Penelitian....................................................................................33
C. Populasi dan Sampel...............................................................................34
1. Populasi................................................................................................34
2. Sampel.................................................................................................34
a. Analisis Data...............................................................................................35
A. Sistematika Pembahasan................................................................................36

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kegiatan pembelajaran merupakan proses yang membimbing para peserta


didik dalam kehidupan untuk dapat mengembangkan diri sesuai dengan tugas
yang harus dijalankan oleh para peserta didik tersebut. Tugas perkembangan itu
mencakup individu maupun sebagai masyarakat dan juga sebagai mahkluk ciptaan
Tuhan. Dengan demikian jika ditinjau secara luas, manusia adalah mahkluk yang
terus mengalami perkembangan dan selalu berubah, yang di mana perubahan itu
merupakan hasil dari belajar. Tidak semua keadaan belajar itu berlangsung secara
sadar dan terarah bahkan ada kecenderungan bahwa perubahan-perubahan yang
tidak disadari dan tidak direncanakan itu lebih banyak memberi kemungkinan
perubahan tingkah laku yang berada di luar titik tujuan. Oleh karena itu muncul
gambaran guru yang dibutuhkan untuk membimbing dan memberi bekal sesuatu
yang berguna. Guru harus dapat memberikan sesuatu secara didaktis, dengan
tugasnya menciptakan situasi interaksi edukatif. (Sadirman A.M, Interaksi dan
Motivasi Belajar Mengajar, ( Jakarta : Raja Grafindo Persada , 2003), h. 13. )

Didalam Alaquran Allah SWT berfirman dalam surah Albaqorah ayat 31.
ٓ
َ ٰ ۡ‫ال أَ ۢنٔ‍بُُِٔ\ونِي بِأ َ ۡس َمٓاء ٰهَٓؤُٓاَل ِء إِن ُكنتُم‬
َ‫ص ِدقِين‬ َ َ‫ضهُمۡ َعلَى ۡٱل َم ٰلَئِ َك ِة فَق‬
َ ‫ِ َو َعلَّ َم َءا َد َم ٱأۡل َ ۡس َمٓا َء ُكلَّهَا ثُ َّم َع َر‬
Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya,
kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah
kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang
benar!" (Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda)
seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman:
"Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-
orang yang benar!" (Alquran MS Word)

Pada surat Al- baqarah ayat 31, proses belajar mengajar berlangsung dari
tuhan ( sebagai maha guru) kepada adam ( sebagai mahasiswa). Adapun materi
2

yang diajarkan pada proses belajar mengajar tersebut berupa nama-nama segala
sesuatu, tersebut nama-nama benda, yakni hukum-hukum alam yang terdapat di
alam jagat raya, yang semuanya itu sebagai bukti adanya nama-nama atau tanda-
tanda kekuasaan tuhan. Adapun metode yang digunakan adalah metode Al-ta’lim,
yakni memberikan pengertian, pemahaman, wawasan, dan pencerahan tentang
segala sesuatu dalam rangka membentuk pola pikir (mindset).
Pada umumnya proses belajar mengajar adalah sebuah proses
memanusiakan manusia, yakni mengaktualisasikan berbagai potensi manusia,
sehingga potensi-potensi tersebut dapat menolong dirinya, keluarga, masyarakat,
bangsa dan negaranya. Sebuah proses belajar mengajar dapat dikatakan gagal, jika
antara sebelum dan sesudah mengikuti sebuah kegiatan belajar mengajar, namun
tidak ada perubahan apa-apa pada diri siswa atau mahasiswa. (Abuddin Nata,
Ilmu Pendidikan Islam )
Agar dapat menciptakan standar kompetensi lulusan yang mencakup
sikap, pengetahuan dan keterampilan, diterapkanlah kurikulum 2013 yang mana
di dalam kurikulum ini menggunakan pendekatan saintifik, yang diharapkankan
dengan penggunaan pendekatan saintifik/ ilmiah ini dapat membantu tercapainya
standar kompetensi lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan
keterampilan.Pendekatan saintifik ini bertujuan tidak lain adalah untuk
memperbaiki kualitas pendidikan saat ini. Titik tekan pendekatan saintifik adalah
penyempurnaan pola pikir, pendalaman dan perluasan materi, penguatan proses
pembelajaran, dan penyesuaian beban belajar agar dapat menjamin kesesuaian
antara apa yang diinginkan dengan apa yang dihasilkan. Karena itu pendekatan
saintifik merupakan langkah strategis dalam menghadapi globalisasi dan tuntutan
masyarakat.
Dengan adanya pendekatan saintifik ini diharapkan dapat merubah hasil
belajar PAI agar nantinya siswa akan mampu memahami secara penuh apa yang
telah didapat dan mampu mengaplikasikannya di dalam kehidupan bermasyarakat.
khususnya penerapan agama Islam. Dalam penerapan pendekatan saintifik guru
juga mempunyai andil yang besar, karena guru merupakan fasilitator yang harus
memberikan bimbingan dan arahan serta motivasi kepada peserta didik agar dapat
3

aktif dan mampu menguasai materi yang diajarkan. Selain itu guru juga harus
memiliki pandangan yang sangat luas untuk menjadi guru yang benar-benar
profesional. Selain itu gaya belajar yang benar adalah kunci untuk menghasilkan
hasil belajar dengan gaya belajar yang benar makan akan berpengaruh terhadapa
apa yang akan dihasilkan. Untuk itulah tugas utama guru adalah menciptakan
suasana dalam kelas agar terjadi interaksi belajar mengajar yang dapat memotivasi
siswa untuk belajar dengan baik dan sungguh-sungguh, akan tetapi hal itu sangat
jauh dari fakta, ini dapat dilihat dari banyaknya guru yang mengajar materi yang
tidak sesuai dengan keahliannya, dikarenakan hal inilah terkadang guru mengajar
hanya sekedar pengetahuannya saja. Mengajar bukan karena dari hati tapi
mengajar hanya sekedar lepas dari tanggung jawab.
Oleh karena adanya fenomena inilah dapat dikatakan apakah ada pengaruh
pendekatan saintifik dan gaya belajar terhadap hasil belajar PAI di MTs MESRA
?. Pendekatan saintifik yang terdapat dalam kurikulum 2013 akan membawa
dampak yang besar dalam proses pembelajaran. Akan tetapi tanpa kesiapan yang
matang sangatlah tidak mungkin terjadi proses belajar mengajar yang baik karena
dalam pengaplikasiannya belum semua guru bisa menerapkannya, utamanya
dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di MTs.MESRA Kota Pematang
siantar.
Berkenaan dengan hal ini penulis menemukan adanya beberapa masalah
yang berkenaan dengan judul tesis ini yang akan diteliti, seperti bagaimanakah
profesionalisme guru ketika menerapkan pendekatan saintifik ini, apakah guru
sudah mampu dan menguasai metode pendekatan saintifik atau tidak, karena
masih ada ditemukan guru yang kurang melakukan variasi-variasi dalam metode
pembelajaran sehingga pembelajaran membuat jenuh terlebih lagi siswa masih
dianggap sebagai objek belajar yang tidak memiliki potensi pengetahuan.
Bagaimanakah gaya belajar siswa dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
Kemudian adakah pengaruhnya terhadap hasil belajar PAI di MTs MESRA
KotaPematangsiantar. Lalu sudah maksimalkah evaluasi yang dilakukan guru
dalam penerapan pendekatan saintifik ini dan gaya belajar. Dan apakah pada saat
proses belajar siswa merespon dengan memperhatikan ataupun ikut berpartisipasi
4

dengan memberikan tanggapan atau semacamnya. Maka penulis mengangkat


judul : PENGARUH PENDEKATAN SAINTIFIK DAN GAYA BELAJAR
TERHADAP HASIL BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI
MADRASAH TSANAWIYAH MESRA KOTA PEMATANGSIANTAR
B. Identifikasi Masalah
Penulis mengidentifikasi ada beberapa masalah yang berkaitan dengan judul Tesis
ini yaitu:
1. Profesionalisme guru dalam penerapan pendekatan saintifik pada mata
pelajaran PAI di MTs MESRA Kota Pematangsiantar
2. Diduga gaya belajar siswa yang kurang efektif pada pembelajaran Pendidikan
Agama Islam di MTs MESRA Kota Pematangsiantar.
3. Diduga kurangnya evaluasi dalam penerapan pendekatan saintifik di MTs
MESRA Kota Pematangsiantar.
4. Diduga rendahnya perhatian dan partisipasi siswa pada saat pembelajaran PAI
di MTs MESRA Kota Pematangsiantar.
5. Diduga pada proses pembelajaran Fikih, guru kurang melakukan variasi-variasi
metode pembelajaran hal ini menyebabkan pembelajaran berlangsung secara
monoton dan mengakibatkan siswa menjadi jenuh.
6. Diduga siswa masih dianggap sebagai objek belajar yang tidak mamiliki
potensi pengetahuan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Pengertian Pendekatan Saintifik

Pendekatan Saintifik disebut juga dengan pendekatan ilmiah. Hal ini


berkeselarasan dengan penerapan kurikulum 2013, yang diwajibkan oleh
pemerintah. Pendekatan yang harus diterapkan di sekolah-sekolah adalah dengan
menerapkan kurikulum 2013. Hal ini sesuai dengan Permendikbud nomor 65
tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah telah
mengisyaratkan tentang perlunya proses pembelajaran yang dipandu dengan
pendekatan kaidah-kaidah pendekatan saintifik/ilmiah. (Peraturan Menteri
Pendidkan dan Kebudayaan Republik Indonesia, nomor 65,2013:1)
Pendekatan ilmiah atau pendekatan saintifik, menjadi bahan pembahasan
yang menarik perhatian para pendidik. Penerapan pendekatan ini menjadi
tantangan melalui pengembangan aktifitas siswa, yaitu mengamati, menanya,
mengolah, mencoba, menyaji, menalar dan mencipta. Tujuh aktivitas belajar
tersebut merupakan aktifitas dalam mengembangkan keterampilan berpikir untuk
mengembangkan rasa ingin tahu siswa. Dengan itu siswa diharapkan termotivasi
untuk mengamati fenomena yang terdapat disekitarnya, mencatat atau
mengidentifikasi fakta, lalu merumuskan masalah yang ingin diketahuinya dalam
pernyataan menanya. Dari langkah ini diharapkan siswa mampu merumuskan
masalah atau hal yang ingin diketahui olehnya. Pendekatan saintifik ini
dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam
mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa
informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja tidak bergantung pada informasi
searah dari guru. Oleh karena itu, kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta
diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai
sumber observasi. (Majid dan Chaerul Rochman, 2014 : 69-70).
Pendekatan saintifik ini juga merupakan jenis pendekatan yang berpusat
pada siswa sebab pendekatan ini lebih memusatkan kegiatan aktif siswa dengan
stimulus yang sebelumnya telah diberikan oleh guru agar siswa mampu
6

menerapkan kelima tahapan pembelajaran saintifik tersebut dalam pembelajaran.


Penelitian ini bermula dari adanya faktor kesenjangan, bahwa terdapat empat
faktor diterapkannya kurikuluum 2013 dengan pendekatan saintifik, faktor
pertama: tantangan masa depan seperti globalisasi, masalah lingkungan hidup,
kemajuan teknologi dan informasi. Faktor kedua: fenomena negatif yang
mengemuka, seperti perkelahian pelajar, narkoba, korupsi,plagiarisme. Faktor
ketiga: kompetensi masa depan yakni kemampuan berkomunikasi, kemampuan
berfikir jernih, kemampuan mempertimbangkan segi moral suatu permasalahan,
kemampuan menjadi warganegara yang efektif. Faktor keempat: persepsi
masyarakat yang mengangggap pendidikan yang ada terlalu menitikberatkan pada
aspek kognitif, beban siswa terlalu berat dan kurang bermuatan karakter. (Uji
Publik Kurikulum 2013:4).
Model pembelajaran saintifik merupakan model pembelajaran yang
meminjam konsep-konsep penelitian untuk diterapkan dalam pembelajaran.
Dengan kata lain, model saintifik proses pada dasarnya adalah model
pembelajaran yang dilandasi pendekatan ilmiah dalam pembelajaran yang
diorientasikan guna membina kemampuan siswa untuk memecahkan masalah
melalui serangkaian aktifitas inkuiri yang menuntut kemampuan berpikir kritis,
berpikir kreatif dan berkomunikasi dalam upaya meningkatkan pemahaman siswa.
Penerapan model ini diharapkan akan menghasilkan para peneliti muda dimasa
yang akan datang. Proses meminjam konsep penelitian dilakukan bukan tanpa
alasan. Ada sejumlah alasan utama mengapa pembelajaran harus dilaksanakan
sebagaimana layaknya sebuah kegiatan penelitian. Dengan kata lain model
pembelajaran saintifik proses diorientasikan untuk membina siswa agar terampil
memecahkan masalah baik masalah yang berhubungan dengan konsep materi
pembelajaran dan lebih jauh memecahkan masalah dalam kehidupan nyata siswa.
(Abidin, 2014: 127-128.)
Terkait perihal tersebut, telah disebutkan dalam salah satu surah Alquran
yakni surah Alghasyiah ayat 17- 21 sebagai satu landasan teori tentang
pendekatan saintifik dalam artian proses belajar yang terkandung dalam
pendekatan tersebut:
7

‫) َوإِلَى‬2(‫) َوإِلَى ٱل َّس َمٓا ِء َك ۡيفَ ُرفِ َع ۡت‬1( ‫أَفَاَل يَنظُرُونَ إِلَى ٱإۡل ِ بِ ِل َك ۡيفَ ُخلِقَ ۡت‬
(‫ر‬ٞ ‫) فَ َذ ِّك ۡر إِنَّ َمٓا أَنتَ ُم َذ ِّك‬4(‫ُط َح ۡت‬ ‫أۡل‬
ِ ‫) َوإِلَى ٱ َ ۡر‬3(‫صبَ ۡت‬
ِ ‫ض َك ۡيفَ س‬ ِ َ‫ۡٱل ِجب‬
ِ ُ‫ال َك ۡيفَ ن‬
)5

Artinya: Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia


diciptakan, (1) Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? (2) Dan gunung-gunung
bagaimana ia ditegakkan? (3) Dan bumi bagaimana ia dihamparkan? (4) Maka
berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi
peringatan.(5) (Alghasiyah 17-18 )

Ayat ini mengajarkan kepada kita untuk melakukan proses pendekatan


saintifik itu dalam dunia pengajaran. Sebagaimana kita ketahui proses dalam
pendekatan saintifik ini mengacu pada aspek mengamati, menanya, mengolah,
mencoba, menyaji, menalar dan mencipta, dan dari penafsiran ayat diatas terlihat
jelas bahwa perlunya dilakukan kajian yang mendalam terhadap suatu
permasalahan, khususnya dalam hal ini adalah pembelajaran. Lalu bagaimana cara
melakukannya adalah dengan metode pendekatan saintifik, hal ini dikarenakan
pendekatan saintifik ini melalui beberapa langkah-langkah yang diharapkan
nantinya akan dapat membantu siswa untuk memahami pembelajaran dan mampu
untuk memecahkan masalah yang ada.

a. Hakikat Pendekatan Ilmiah (Scientific Approach)


Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik artinya
pembelajaran itu dilakukan secara ilmiah. Oleh karena itu, pendekatan saintifik
(scientific) disebut juga sebagai pendekatan ilmiah. Proses pembelajaran dapat
dipadankan dengan suatu proses ilmiah. Karena itu Kurikulum 2013
mengamanatkan esensi pendekatan saintifik dalam pembelajaran. Pendekatan
ilmiah diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap,
keterampilan, dan pengetahuan peserta didik. ( Musfiqon dan Nurdiyansyah
2015: 53).
8

Dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para
ilmuan lebih mengedepankan penalaran induktif (inductive reasoning) ketimbang
penalaran deduktif (deductive reasoning). Penalaran deduktif melihat fenomena
umum untuk kemudian menarik simpulan yang spesifik. Sebaliknya, penalaran
induktif memandang fenomena atau situasi spesifik untuk kemudian menarik
simpulan secara keseluruhan. Sejatinya, penalaran induktif menempatkan bukti-
bukti spesifik ke dalam relasi idea yang lebih luas. Metode ilmiah umumnya
menempatkan fenomena unik dengan kajian spesifik dan detail untuk kemudian
merumuskan simpulan umum (Daryanto, 2014: 55).
Dapat diketahui bahwa metode ilmiah merujuk pada teknik-teknik
investigasi atas suatu atau beberapa fenomena atau gejala, memperoleh
pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan sebelumnya.
Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis
pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan
prinsip-prinsip penalaran yang spesifik. Karena itu, metode ilmiah umumnya
memuat serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui observasi atau
ekperimen, mengolah informasi atau data, menganalisis, kemudian
memformulasi, dan menguji hipotesis. Dengan demikian, pembelajaran berbasis
pendekatan ilmiah itu lebih efektif hasilnya dibandingkan dengan pembelajaran
tradisional

b. Tujuan Pendekatan Saintifik Dalam Pembelajaran


Adapun tujuan dari pendekatan saintifik dalam pembelajaran meliputi :
a. Untuk meningkatkan kemampuan intelek, kuhsusnya kemampuan
b. berfikir tingkat tinggi siswa.
c. Untuk membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu
d. masalah secara sistematik.
e. Terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa merasa bahwa itu
f. merupakan suatu kebutuhan.
g. Diperolehnya hasil belajar yang tinggi.
h. Untuk melatih siswa dalam mengkomunikasikan ide-ide, khususnya
i. dalam menulis artikel ilmiah.
9

j. Untuk mengembangkan karakter siswa.( Daryanto, Pendekatan Pembelajaran


Saintifik Kurikulum 2013, ( Yogyakarta : Gava Media, 2014 ), h. 54.)
Pendekatan saintifik disebut juga pendekatan ilmiah. Prosespembelajaran
dapat dipadankan dengan suatu proses ilmiah. Karena itukurikulum 2013
mengamanatkan esensi pendekatan saintifik dalampembelajaran.Pendekatan
ilmiah diyakini sebagai titian emasperkembangan dan pengembangan sikap,
ketrampilan, dan pengetahuanpeserta didik. Pembelajaran berbasis pendekatan
ilmiah itu lebih efektif hasilnyadibandingkan dengan pembelajaran tradisioal.
Hasil penelitianmembuktikan bahwa pada pembelajaran tradisional, retensi
informasi dariguru sebesar 10 persen setelah 15 menit dan perolehan
pemahamankontekstual sebesar 25 persen. Pada pembelajaran berbasis
pendekatanilmiah, Retensi informasi dari guru sebesar lebih dari 90 persen setelah
dua hari dan perolehan pemahaman kontekstual sebesar 50 – 70 persen. .(
Daryanto, 2014:55)
Oleh sebab itu sesuai dengan esensi yang telah dipaparkan dalam sebuah
buku karangan Daryanto pendekatan saintifik atau pendekatan ilmiah begitu baik
untuk digunakan dalam proses pembelajaran karenahasil belajar yang jelas lebih
baik dari pada pembelajaran terdahulu, karena dalam pendekatan saintifik
mengedepankan keaktifan seorang peserta didik. Juga karena pendekatan saintifik
ini akhirnya mampu mendorong terjadinya peningkatan berfikir peserta didik.
Dalam menganalisis pelajaran.

c. Konsep Pendekatan Saintifik


Konsep Pendekatan ilmiah adalah konsep dasar yang mewadahi,
menginspirasi, menguatkan, dan melatari pemikiran tentang bagaimana metode
pembelajaran diterapkan berdasarkan teori tertentu. Oleh karena itu banyak
pandangan yang menyatakan bahwa pendekatan sama artinya dengan metode,
padahal berbeda. Dalam pendekatan dapat dioperasionalkan sejumlah metode.
Misalnya, dalam penerapan pendekatan saintifik dapat dioperasionalkan metode
observasi metode diskusi, metode ceramah, serta metode lainnya. Artinya,
pendekatan itu lebih luas dibandingkan metode pembelajaran. ( Musfiqon dan
10

Nurdiyansyah 2015: 51). Dalam penelitian ini penulis menggunakan 2


pendekatan yaitu:
1) Pendekatan Konsep
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konsep berarti peserta
didik dibimbing memahami suatu bahasan melalui pemahaman konsep yang
terkandung di dalamnya. Dalam proses pembelajaran tersebut penguasaan konsep
dan sub konsep yang menjadi fokus. Dengan beberapa metode peserta didik
dibimbing untuk memahami konsep.
2) Pendekatan Proses
Pada pendekatan proses, tujuan utama pembelajaran adalah
mengembangkan kemampuan peserta didik dalam keterampilan proses seperti
mengamati, berhipotesa, merencanakan, menafsirkan, dan mengkomunikasikan.
Pendekatan keterampilan proses digunakan dan dikembangkan sejak kurikulum
1984. Penggunaan pendekatan proses menuntut keterlibatan langsung peserta
didik dalam kegiatan belajar.
Dalam pendekatan proses, ada dua hal mendasar yang harus selalu
dipegang pada setiap proses yang berlangsung dalam pendidikan. Pertama, proses
mengalami. Pendidikan harus sungguh menjadi suatu pengalaman pribadi bagi
peserta didik. Dengan proses mengalami, maka pendidikan akan menjadi bagian
integral dari diri peserta didik; bukan lagi potongan-potongan pengalaman yang
disodorkan untuk diterima, yang sebenarnya bukan miliknya sendiri. Dengan
demikian, pendidikan mengejawantah dalam diri peserta didik dalam setiap proses
pendidikan yang dialaminya.
Pendekatan ilmiah berarti konsep dasar yang menginspirasi atau
melatarbelakangi perumusan metode mengajar dengan menerapkan karakteristik
yang ilmiah. Pendekatan pembelajaran ilmiah (scientific teaching) merupakan
bagian dari pendekatan pedagogis pada pelaksanaan pembelajaran dalam kelas
yang melandasi penerapan metode ilmiah. Pengertian penerapan pendekatan
ilmiah dalam pembelajaran tidak hanya fokus pada bagaimana mengembangkan
kompetensi peserta didik dalam melakukan observasi atau eksperimen, namun
bagaimana mengembangkan pengetahuan dan keterampilan berpikir sehingga
dapat mendukung aktivitas kreatif dalam berinovasi atau berkarya.
11

Menurut majalah Forum Kebijakan Ilmiah yang terbit di Amerika pada


tahun 2004 sebagaimana dikutip Wikipedia menyatakan bahwa pembelajaran
ilmiah mencakup strategi pembelajaran peserta didik aktif yang mengintegrasikan
peserta didik dalam proses berpikir dan penggunaan metode yang teruji secara
ilmiah sehingga dapat membedakan kemampuan peserta didik yang bervariasi.
Penerapan metode ilmiah membantu tenaga pendidik mengindentifikasi perbedaan
kemampuan peserta didik.
Pada penerbitan majalah selanjutnya pada tahun 2007 tentang Scientific
Teaching dinyatakan terdapat tiga prinsip utama dalam menggunakan pendekatan
ilmiah; yaitu:
1) Belajar peserta didik aktif, dalam hal ini termasuk inquiry-based learning atau
belajar berbasis penelitian, cooperative learning atau belajar berkelompok, dan
belajar berpusat pada peserta didik. Assessment berarti pengukuran kemajuan
belajar peserta didik yang dibandingkan dengan target pencapaian tujuan belajar.
2) Keberagaman mengandung makna bahwa dalam pendekatan ilmiah
mengembangkan pendekatan keragaman.
3) Metode Ilmiah merupakan teknik merumuskan pertanyaan dan menjawabnya
melalui kegiatan observasi dan melaksanakan percobaan. Dalam penerapan
metode ilmiah terdapat aktivitas yang dapat diobservasi seperti mengamati,
menanya, mengolah, menalar, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta.
Pelaksanaan metode ilmiah tersusun dalam tujuh langkah berikut:
a) Merumuskan pertanyaan.
b) Merumuskan latar belakang penelitian.
c) Merumuskan hipotesis.
d) Menguji hipotesis melalui percobaan.
e) Menganalisis hasil penelitian dan merumuskan kesimpulan.
f) Jika hipotesis terbukti benar maka daapt dilanjutkan dengan laporan.
g) Jika Hipotesis terbukti tidak benar atau benar sebagian maka lakukan pengujian
kembali. ( Musfiqon dan Nurdiyansyah 2015: 52)
Penerapan metode ilmiah merupakan proses berpikir logis berdasarkan
fakta dan teori. Pertanyaan muncul dari pengetahuan yang telah dikuasai. Karena
12

itu kemampuan bertanya merupakan kemampuan dasar dalam mengembangkan


berpikir ilmiah. Informasi baru digali untuk menjawab pertanyaan.

d. Penerapan Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran


Kurikulum 2013 adalah satu satunya kurikulum yang mengacu pada
pendekatan saintifik proses pembelajaranya didasarkan pada prinsip-prinsip yang
baru antara lain: Dari peserta didik diberi tahu menuju peserta didik mencari tahu,
dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka
sumber belajar, dan dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan
penggunaan pendekatan ilmiah.
Penerapan ketiga prinsip tersebut memerlukan kreativitas guru dalam
mengarahkan, membimbing, dan memfasilitasi peserta didik. Kompetensi dasar
yang harus dicapai peserta didik adalah kompetensi, sikap, kompetensi
pengetahuan, dan kompetensi keterampilan. Kompetensi sikap terkait dengan
nilai-nilai yang bersifat umum, yaitu nilai spiritual (terkait dengan Kompetensi
Inti ke-1) dan nilai-nilai sosial (terkait dengan Kompetensi Inti ke-2). Selain itu,
pembelajaran sikap juga perlu dikaitkan dengan karakteristik mata pelajaran yang
diajarkan. Sebagai contoh, sesuai dengan karakteristik pembelajaran seni,
kompetensi sikap juga mencakup sikap terhadap karya seni rupa yakni
menghargai dan menikmati karya seni rupa. Kompetensi pengetahuan terkait
dengan aspek-aspek kesejarahan, estetika, kritik, dan penciptaan seni rupa.
Kompetensi keterampilan terkait dengan pembuatan berbagai jenis karya seni
rupa.

e. Langkah-Langkah Pendekatan Saintifik


Adapun langkah-langkah pendekatan saintifik tersebut akan dijabarkan
sebagai berikut:
a. Mengamati.
Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses
pembelajaran(meanifungfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu,
seperti menyajikan media objek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang,
dan mudah pelaksanaanya. Tentu saja kegiatan mengamati dalam rangka
pembelajaran ini biasanya memerlukan waktu persiapan yang lama dan matang,
13

biaya dan tenaga relatif banyak, dan jika tidak terkendali akan mengaburkan
makna serta tujuan pembelajaran. Berkenaan dengan mengamati, telah disebutkan
di dalam Al-qur’an surah alqoriah ayat 1
)1( ُ‫ار َعة‬ ۡ
ِ َ‫ٱلق‬
Artinya: Hari Kiamat.
Allah mengajak kita secara tidak langsung untuk memperhatikan
pernyataan ini. Ayat ini mengindikasi bahwa proses mengamati itu sangatlah
penting agar kita lebih teliti dalam kejadian apapun. Maka belajar harus diawali
dengan mengamati seperti halnya kisah Nabi Ibrahim As yang ketika itu sedang
mencari Tuhan. Ia pun belajar dengan proses mengamati dengan melihat Bulan
Matahari dan ciptaan Allah yang lainnya sehingga menimbulkan rasa penasarann
yang medalam dan terus menerus mencari kebenaran. Orang yang berakal (ulul
al-bab) adalah orang yang melakukan dua hal yakni tazakkur mengingat Allah
dan tafakkur memikirkan ciptaan Allah. (Nata, 2000: 131).
Kegiatan mengamati dalam pembelajaran dilakukan dengan menempuh
langkah – langkah seperti berikut ini :
1) Menentukan objek apa yang akan diobservasi.
2) Membuat pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang akan
diobservasi.
3) Menentukan secara jelas data – data apa yang perlu diobservasi, baik
primer maupun sekunder.
4) Menentukan dimana tempat objek yang akan diobservasi.
5) Menentukan secara jelas bagaimana observasi akan dilakukan untuk
mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar.
6) Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi, seperti
menggunakan buku catatan, kamera, tape recorder, video perekam,
dan alat – alat tulis lainnya.
b. Menanya.
Berkenaan dengan menanya Allah melanjutkan firmannya dalam surah
Alqoriah dengan bertanya yaitu pada ayat kedua yang berbunyi:
)2( ُ‫ار َعة‬ ۡ
ِ َ‫َما ٱلق‬
Artinya: apakah hari Kiamat itu?
14

Ayat pertama telah disampaikan Allah Agar kita mau memperhatikan


kemudian disambung dengan ayat kedua agar kita mau bertanya, secara tidak
langsung Allah telah mengajarkan kita tentang pendekatan saintifik. Guru yang
efektif mampu menginspirasi peserta didik untuk banyak bertanya agar dapat
meningkatakan dan mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan
peserta didiknya. Pada saat guru bertanya, pada saat itu pula dia membimbing atau
memandu peserta didiknya belajar dengan baik. Bertanya adalah bagian proses
belajar yang sangat penting, dengan banyak bertanya kemampuan menganalisa
akan semakin cepat berkembang.
Ketika guru menjawab pertanyaan peserta didiknya, ketika itu pula dia
mendorong asuhannya itu untuk menjadi menyimak dan belajar yang baik.
( Abidin 2000:133), Dalam membina siswa agar terampil bertanya, perlu
diketahui pula kriteria pertanyaan yang baik. Kriteria pertanyaan yang baik
tersebut adalah sebagai berikut :
1) Singkat dan jelas.
2) Menginspirasi jawaban.
3) Memiliki fokus.
4) Bersifat probing atau divergen.
5) Bersifat Validatif.
6) Memberi kesempatan peserta didik untuk berfikir ulang.
7) Merangsang peningkatan tuntutan kemampuan kognitif.
8) Merangsang proses interaksi.
c. Menalar
Selanjutnya menalar , Allah kembali mengajak kita untuk menalar dengan
lanjutan firmannya dalam surah alqoriah ayat 3yang berbunyi:
)3(ُ‫ار َعة‬ ۡ َ ‫َو َمٓا أَ ۡد َر ٰى‬
ِ َ‫ك َما ٱلق‬
Artinya: Tahukah kamu) atau apakah kamu tahu (apakah hari kiamat itu?)
Ungkapan ayat ini menambah wawasan kita agar lebih peka terhadap
pesan- pesan dari Allah yang telah disampaikan melalui alam. Prinsip menalar
sangat dibutuhkan disini, karena dengan penalaran proses untuk memahami akan
lebih mudah. Ayat ini mengajarkan kepada kita secara beruntut utuk mampu
mengamati, menanya dan juga menalar. Al-qur’an memandang pengamatan
15

indera sebagai saluran utama dalam memahami alam semesta. Namun ditegaskan
pula bahwa saluran ini belumlah cukup dan dibutuhkan saluran lain, yakni
penalaran atau akal, saluran ini sangat dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan
yang tidak dapat diselesaikan melalui pengamatan. Jadi jelaslah kiranya bahwa
daya nalar sangat dibutuhkan dalam memahami alam semesta disamping
pengamatan indera. Andaikan hanya bersandar pada pengamatan indera semata,
manusia tidak akan mampu menafsirkan proses alamiah dan menemukan
hubungan-hubungan diantara kejadian dijagad raya ini. Karena hanya daya
nalarlah yang mampu menguak tabir, mengungkapkan misteri dan
menghubungkan tanda-tanda atau sinyal-sinyal yang dipancarkan alam yang
teramati lewat pengamatan.( Zar 1994:40-41)
Penalaran dimaksud merupakan penalaran ilmiah. Karena itu, istilah
aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada kurikulum 2013 dengan
pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran
asosiatif.
Teori asosiasi ini sangat efektif menjadi landasan menanamkan sikap
ilmiah dan motivasi pada peserta didik berkenaan nilai–nilai instrinsik dari
pembelajaran partisipatif. Dengan cara ini peserta didik akan melakukan peniruan
terhadap apa yang nyata diobservasinya dari kinerja guru dan temanya di kelas.
( Abidin 2000: 136).
d. Mencoba
Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik, peserta didik
harus mencoba atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau subtansi
yang sesuai. Aplikasi metode eksperimen atau mencoba dimaksudkan untuk
mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan, dan
pengetahuan. (Abidin 2000: 140)
Mencoba dalam hal ini Allah berfirman dalam surah ar-rahman ayat 33
yang berbunyi:
ٖ‫ٱلس َٰم َٰو ِت َوٱ ۡلأَ ۡرض فَٱن ُف ُذو ۚ ْا اَل تَن ُف ُذو َن إِاَّل بِ ُس ۡل ٰطَن‬
َّ ‫سطَ ۡتُع مۡ أَن تَن ُف ُذواْ ِم ۡنأَ ۡقطَا ِر‬ ِ ‫مَٰي َ ۡع َشَر ٱ ۡل ِج ِّن َوٱ ۡلِإ‬
َ‫نس إِ ِن ٱ ۡت‬
16

Artinya: Hai jama'ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus
(melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat
menembusnya kecuali dengan kekuatan.

Maksud dari ayat ini adalah bahwasanya Allah hendak mengajarankan


dan menyuruh kita untuk mau mencoba, mencoba dan terus mencoba. Prisip
inilah yang harus kita amalkan dalam pendekatan saintifik ini. Sasaran perintah
ayat ini adalah seluruh manusia atau jin sekalipun agar mampu menyiapkan
generasi yang pantang menyerah, generasi yang terus mau ber eksprimen
mencoba menemukan sesuatu yang baru demi kemaslahatan ummat manusia.
Semua dilakukan dalam rangka mendekatkan diri pada Allah.
e. Mengkomunikasikan
Setelah proses mencoba dilakukan peserta didik diminta harus mampu
mengkomunikasikan kembali apa yang telah didapatnya, Kegiatan belajar yang
dilakukan pada tahapan  mengkomunikasikan adalah menyampaikan hasil
pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau
media lainnya. Kegiatan lainnya adalah menuliskan atau menceritakan apa yang
ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan menemukan
pola. Hasil tersebut disampaikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil
belajar peserta didik atau kelompok peserta didik tersebut mengkomunikasikan
disini adalah saling bertukar informasi kepada teman maupun kepada guru.
Prinsip dasarnya adalah berbagi pengetahuan yang berbeda setelah mengamati
pelajaran.
Berkenaan dengan ini Allah mengajarkan kepada kita melalui surah annisa ayat
63
‫م َوقُ ْل هَلُ ْم يِف أَْن ُف ِس ِه ْم َق ْوال بَلِيغًا‬/ْ ‫م َو ِعظْ ُه‬/ْ ‫ض َعْن ُه‬ ِ‫هِب‬
ْ ‫ين َي ْعلَ ُم اللَّهُ َما يِف ُقلُو ْم فَأ َْع ِر‬
ِ َّ ِ‫أُولَئ‬
َ ‫ك الذ‬ َ
Artinya “Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di
dalam hati mereka. karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah
mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka Qaulan Baligha –perkataan
yang berbekas pada jiwa mereka”.
17

Ayat ini mengajarkan kepada kita untuk melakukan komunikasi dengan


baik, menyampaikan sesuatu dengan lemah lembut agar apa yang kita sampaikan
dapat berbekas pada jiwa dan hati saudara- saudara kita yang mendengarnya.
Hadis nabi juga mengatakan: ‫َبلِّغُوا َعىِّن َولَ ْو آيَة‬

.Artinya: Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari)

Kebaikan harus kita sampaikan, kebaikan harus kita komunikasikan,


dengan komunikasi yang baiklah orang akan mau menerima apa yang kita
sampaikan. Oleh sebab itu pendekatan saintifik ini diharapkan menjadi sebuah
jalan untuk menyiapakan generasi baru yang lebih santun, lebih amanah dan lebih
tangguh.
Sebagai landasan ada beberapa prinsip yang ada dalam pendekatan
saintifik, yaitu:
1) Pembelajaran berpusat pada siswa.
2) Pembelajaran membentuk student self concept.
3) Pembelajaran terhindar dari verbalisme.
4) Pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan berfikir
siswa.
5) Pembelajaran meningkatkan motivasi belajar siswa dan motivasi
mengajar guru.
6) Memberi kesempatan pada siswa untuk melatih kemampuan
berkomunikasi.
7) Adanya proses validasi terhadap konsep, hukum dan prinsip yang
dikontruksi oleh siswa dalam struktur kognitifnya. (Daryanto,,
2014:58).
Jadi dapatlah dikatakan bahwa pendekatan saintifik ini adalah model
pembelajaran yang menuntut siswa untuk lebih aktif serta mandiri dalam setiap
kegitan pembelajaran yang dilakukan. Pada penelitian ini pendekatan yang
dilakukan adalah dengan mengamati dan mencoba. Hal ini bertujuan agar siswa
mampu dan dapat memecahkan masalah yang ia temui baik itu di dalam materi
pembelajaran maupun dikehidupan nyata.
18

2. Pengertian Gaya Belajar

Kemampuan seseorang untuk memahami dan menyerap pelajaran sudah


pasti berbeda tingkatnya. Ada yang cepat, sedang, dan ada pula yang sangat
lambat. Oleh karena itu, mereka seringkali harus menempuh cara berbeda untuk
bisa memahami sebuah informasi atau pelajaran yang sama. Gaya belajar
merupakan cara belajar yang khas bagi siswa (Winkel:2005:164)
Apapun cara yang dipilih, perbedaan gaya belajar itu menunjukkan cara
tercepat dan terbaik bagi setiap individu untuk bisa menyerap sebuah informasi
dari luar dirinya. Jika kita bisa memahami bagaimana perbedaan gaya belajar
setiap orang itu, mungkin akan lebih mudah bagi kita jika suatu ketika, misalnya,
kita harus memandu seseorang untuk mendapatkan gaya belajar yang tepat dan
memberikan hasil yang maksimal bagi dirinya (Hamzah Uno, dkk:2004:212)
Menurut Nasution gaya belajar atau “learning style” siswa yaitu cara siswa
bereaksi dan menggunakan perangsang-perangsang yang diterimanya dalam
proses belajar (Nasution:2008:93). Para peneliti menemukan adanya berbagai
gaya belajar pada siswa yang dapat digolongkan menurut kategori-kategori
tertentu. Mereka berkesimpulan, bahwa :

1.      Tiap murid belajar menurut cara sendiri yang kita sebut gaya belajar.
Juga guru mempunyai gaya mengajar masing-masing.

2.      Kita dapat menemukan gaya belajar itu dengan instrumen tertentu.

3.      Kesesuaian gaya mengajar dengan gaya belajar mempertinggi


efektivitas belajar.

Informasi tentang adanya gaya belajar yang berbeda-beda mempunyai


pengaruh atas kurikulum, administrasi, dan proses mengajarbelajar. Masalah ini
sangat kompleks, sulit, memakan waktu banyak, biaya yang tidak sedikit, frustasi
(Nasution:2008:93).

Menurut Bobbi DePorter dan Mike Hernacki gaya belajar merupakan


suatu kombinasi dari bagaimana seseorang menyerap, dan kemudian mengatur
serta mengolah informasi (DePorter, Bobbi & Hernacki, Mike:2000:110-112).
19

Gaya belajar bukan hanya berupa aspek ketika menghadapi informasi, melihat,
mendengar, menulis dan berkata tetapi juga aspek pemrosesan informasi
sekunsial, analitik, global atau otak kiri-otak kanan, aspek lain adalah ketika
merespon sesuatu atas lingkungan belajar (diserap secara abstrak dan konkret).

Dari pengertian-pengertian di atas, disimpulkan bahwa gaya belajar adalah


cara yang cenderung dipilih siswa untuk bereaksi dan menggunakan perangsang-
perangsang dalam menyerap dan kemudian mengatur serta mengolah informasi
pada proses belajar.

a. Klasifikasi Gaya Belajar


Mulai awal tahun 1997, telah banyak upaya yang dilakukan untuk
mengenali dan mengkategorikan cara manusia belajar, cara memasukkan
informasi ke dalam otak. Secara garis besar, ada 7 pendekatan umum dikenal
dengan kerangka referensi yang berbeda dan dikembangkan juga oleh ahli yang
berbeda dengan variansinya masing-masing. Adi Gunawan adalah seorang
pakar mind technology dan transformasi diri yang dalam bukunya “Born to be a
Genius” merangkum ketujuh cara belajar tersebut, yaitu:

1) Pendekatan berdasarkan pada pemprosesan informasi; menentukan cara


yang berbeda dalam memandang dan memproses informasi yang baru.
Pendekatan ini dikembangkan oleh Kagan, Kolb, Honey dan Umford
Gregorc, Butler, dan McCharty.

2) Pendekatan berdasarkan kepribadian; menentukan tipe karakter yang


berbeda-beda. Pendekatan ini dikembangkan oleh Myer-Briggs, Lawrence,
Keirsey & Bartes, Simon & Byram, Singer-Loomis, Grey-Whellright,
Holland,dan Geering.

3)      Pendekatan berdasarkan pada modalitas sensori; menentukan tingkat


ketergantungan terhadap indera tertentu. Pendekatan ini dikembangkan oleh
Bandler & Grinder, dan Messick.
20

4)      Pendekatan berdasarkan pada lingkungan; menentukan respon yang


berbeda terhadap kondisi fisik, psikologis, sosial, dan instruksional.
Pendekatan ini dikembangkan oleh Witkin dan Eison Canfield.

5)      Pendekatan berdasarkan pada interaksi sosial; menentukan cara yang


berbeda dalam berhubungan dengan orang lain. Pendekatan ini
dikembangkan oleh Grasha-Reichman, Perry, Mann, Furmann-Jacobs, dan
Merill.

6)      Pendekatan berdasarkan pada kecerdasan; menentukan bakat yang


berbeda. Pendekatan ini dikembangkan oleh Gardner dan Handy.

7)      Pendekatan berdasarkan wilayah otak; menentukan dominasi relatif


dari berbagai bagian otak, misalnya otak kiri dan otak kanan. Pendekatan ini
dikembangkan oleh Sperry, Bogen, Edwards, dan Herman (Adi W.
Gunawan:2004:140).

Banyaknya pendekatan dalam mengklasifikasikan atau membedakan


gaya belajar disebabkan karena setiap pendekatan yang digunakan mengakses
aspek yang berbeda secara kognitif. Dari berbagai pendekatan tersebut yang
paling terkenal dan sering digunakan saat ini ada 3, yaitu pendekatan berdasarkan
preferensi kognitif, profil kecerdasan, dan preferensi sensori.

Pendekatan gaya belajar berdasarkan preferensi kognitif dikembangkan


oleh Dr. Anthony Gregorc. Gregorc mengklasifikasikan gaya belajar menurut
kemampuan mental menjadi 4 kategori, yaitu: gaya belajar konkret-sekuensial,
gaya belajar abstrak-sekuensial, gaya belajar konkret acak, dan gaya belajar
abstrak acak.

Pendekatan gaya belajar berdasarkan profil kecerdasan dikembangkan oleh


Howard Gardner. Menurut Gardner, manusia mempunyai 7 kecerdasan yaitu:
linguistik, logika/matematika, interpersonal, intrapersonal, musik, spasial, dan
kinestetik. Teori kecerdasan ganda ini mewakili definisi sifat manusia, dari
perspektif kognitif, yaitu bagaimana kita melihat, bagaimana kita menyadari hal.
21

Ini benar-benar memberikan indikasi yang sangat penting dan tidak dapat
dihindari untuk orang-orang preferensi gaya belajar, serta perilaku mereka dan
bekerja gaya, dan kekuatan alami mereka. Jenis-jenis kecerdasan yang dimiliki
seseorang (Gardner menunjukkan sebagian besar dari kita kuat dalam tiga jenis)
tidak hanya menunjukkan kemampuan orang, tetapi juga cara atau metode di
mana mereka lebih suka belajar dan mengembangkan kekuatan mereka dan juga
untuk mengembangkan kelemahan-kelemahan mereka.

Penjelasan dan pemahaman Tujuh Kecerdasan Gardner dapat lebih


diterangi dan diilustrasikan dengan melihat klasik kecerdasan lain dan model gaya
belajar, dikenal sebagai model gaya belajar Visual-Auditory-Kinestetik, biasanya
disingkat VAK. Konsep, teori dan metode pertama kali dikembangkan oleh
psikolog dan spesialis mengajar seperti Fernald, Keller, Orton, Gillingham,
Stillman dan Montessori, dimulai pada tahun 1920-an. Para VAK pendekatan
multi-indera (preferensi sensori) untuk belajar dan mengajar ini awalnya berkaitan
dengan pengajaran anak-anak menderita disleksia dan pelajar lain untuk metode
pengajaran konvensional yang tidak efektif. Spesialis VAK awal diakui bahwa
orang belajar dalam berbagai cara: sebagai contoh yang sangat sederhana, seorang
anak yang tidak bisa dengan mudah mempelajari kata-kata dan huruf dengan
membaca (visual) mungkin misalnya belajar lebih mudah dengan menelusuri
bentuk huruf dengan jari mereka (kinestetik). Model gaya belajar Visual-
Auditory-Kinestetik tidak menutup kecerdasan ganda Gardner, melainkan dengan
model VAK memberikan perspektif yang berbeda untuk memahami dan
menjelaskan pilihan seseorang atau dominan berpikir dan gaya belajar, dan
kekuatan. Teori Gardner adalah salah satu cara melihat gaya berpikir; VAK
adalah hal lain.

Dari tiga pendekatan tersebut yang dikenal luas di Indonesia adalah


pendekatan berdasarkan preferensi sensori (Adi W. Gunawan:2004:142). Macam-
macam gaya belajar berdasarkan preferensi sensori ini menurut Barbe dan
Swassing (dikutip oleh Hartanti dan Arhartanto) terdiri atas tiga modalitas (gaya
belajar), yaitu: visual, auditorial, dan kinestetik. Pendapat serupa juga
22

dikemukakan oleh Fleming (2002) bahwa terdapat 3 modalitas belajar, yaitu


visual, auditorial, dan kinestetik (Hartanti dan Arhartanto: 2003:295-307).

Namun akhir-akhir ini Fleming memperkenalkan modalitas tambahan


yakni modalitas read/write (baca/tulis). Oleh karena ketenaran dan
penggunaannya yang luas maka penelitian ini hanya menitikberatkan pada
pengklasifikasian gaya belajar menurut preferensi sensori yaitu gaya belajar
visual, gaya belajar auditorial, dan gaya belajar kinestetik.

Menurut sebuah penelitian ekstensif, khususnya di Amerika Serikat, yang


dilakukan oleh Profesor Ken dan Rita Dunn dari Universitas St. John, di Jamaica,
New York, dan para pakar Pemrograman Neuro-Linguistik seperti, Richard
Bandler, John Grinder, dan Michael Grinder, telah mengidentifikasi tiga gaya
belajar dan komunikasi yang berbeda:
1. Visual. Belajar melalui melihat sesuatu. Kita suka melihat gambar atau
diagram. Kita suka pertunjukkan, peragaan atau menyaksikan video.
2. Auditori. Belajar melalui mendengar sesuatu. Kita suka mendengarkan
kaset audio, ceramah-kuliah, diskusi, debat dan instruksi (perintah)
verbal.
3. Kinestetik. Belajar melalui aktivitas fisik dan keterlibatan langsung. Kita
suka ”menangani”, bergerak, menyentuh dan merasakan/mengalami
sendiri (Rose, Colin & Malcolm J. Nicholl:2002:130-131)
Adapun ciri-ciri perilaku individu dengan karakteristik gaya belajar
seperti disebutkan diatas, menurut DePorter & Hernacki, adalah sebagai berikut:
1.      Gaya Belajar Visual (Visual learners) Individu yang memiliki
kemampuan belajar visual yang baik ditandai dengan ciri-ciri perilaku sebagai
berikut:
a)      rapi dan teratur,
b)      berbicara dengan cepat,
c)      mampu membuat rencana dan mengatur jangka panjang dengan baik,
d)     teliti dan rinci,
e)      mementingkan penampilan,
f)       lebih mudah mengingat apa yang dilihat daripada apa yang didengar,
23

g)      mengingat sesuatu berdasarkan asosiasi visual,


h)      memiliki kemampuan mengeja huruf dengan sangat baik,
i)   biasanya tidak mudah terganggu oleh keributan atau suara berisik
ketika sedang belajar,
j)        sulit menerima instruksi verbal (oleh karena itu seringkali ia minta
instruksi secara tertulis),
k)      merupakan pembaca yang cepat dan tekun,
l)        lebih suka membaca daripada dibacakan,
m)    dalam memberikan respon terhadap segala sesuatu, ia selalu bersikap
waspada, membutuhkan penjelasan menyeluruh tentang tujuan dan
berbagai hal lain yang berkaitan,
n)      jika sedang berbicara di telpon ia suka membuat coretancoretan tanpa
arti selama berbicara,
o)      lupa menyampaikan pesan verbal kepada orang lain,
p)      sering menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat "ya" atau
"tidak”,
q)      lebih suka mendemonstrasikan sesuatu daripada berpidato/
berceramah,
r)       lebih tertarik pada bidang seni (lukis, pahat, gambar) dari pada musik,
s)       sering kali menegtahui apa yang harus dikatakan, tetapi tidak pandai
menuliskan dalam kata-kata,
t)       kadang-kadang kehilangan konsentrasi ketika mereka ingin
memperhatikan.
2.      Gaya Belajar Auditorial (Auditory Learners) Individu yang
memiliki kemampuan belajar auditorial yang baik ditandai dengan ciri-ciri
perilaku sebagai berikut:
a)      sering berbicara sendiri ketika sedang bekerja (belajar),
b)      mudah terganggu oleh keributan atau suara berisik,
c)      menggerakan bibir dan mengucapkan tulisan di buku ketika membaca,
d)     lebih senang mendengarkan (dibacakan) daripada membaca,
e)      jika membaca maka lebih senang membaca dengan suara keras,
f)       dapat mengulangi atau menirukan nada, irama dan warna suara,
24

g)      mengalami kesulitan untuk menuliskan sesuatu, tetapi sangat pandai


dalam bercerita,
h)      berbicara dalam irama yang terpola dengan baik,
i)        berbicara dengan sangat fasih,
j)        lebih menyukai seni musik dibandingkan seni yang lainnya,
k)      belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan
daripada apa yang dilihat,
l)        senang berbicara, berdiskusi dan menjelaskan sesuatu secara panjang
lebar,
m)    mengalami kesulitan jika harus dihadapkan pada tugas-tugas yang
berhubungan dengan visualisasi,
n)      lebih pandai mengeja atau mengucapkan kata-kata dengan keras
daripada menuliskannya,
o)      lebih suka humor atau gurauan lisan daripada membaca buku
humor/komik.
3.      Gaya Belajar Kinestetik (Tactual Learners)
Individu yang memiliki kemampuan belajar kinestetik yang baik ditandai dengan
ciri-ciri perilaku sebagai berikut:
a)      berbicara dengan perlahan,
b)      menanggapi perhatian fisik,
c)      menyentuh orang lain untuk mendapatkan perhatian mereka,
d)     berdiri dekat ketika sedang berbicara dengan orang lain,
e)      banyak gerak fisik,
f)       memiliki perkembangan awal otot-otot yang besar,
g)      belajar melalui praktek langsung atau manipulasi,
h)      menghafalkan sesuatu dengan cara berjalan atau melihat langsung,
i)        menggunakan jari untuk menunjuk kata yang dibaca ketika sedang
membaca,
j)        banyak menggunakan bahasa tubuh (non verbal),
k)      tidak dapat duduk diam di suatu tempat untuk waktu yang lama,
l)       sulit membaca peta kecuali ia memang pernah ke tempat tersebut,
m)    menggunakan kata-kata yang mengandung aksi,
25

n)      pada umumnya tulisannya jelek,


o)      menyukai kegiatan atau permainan yang menyibukkan (secara fisik),
p)      ingin melakukan segala sesuatu (DePorter, Bobbi & Hernacki,
Mike:2000:110-112)

b.  Manfaat Pemahaman Terhadap Gaya Belajar


Beberapa temuan penelitian melaporkan bahwa kecocokan atau
ketidakcocokkan antara gaya belajar dengan gaya pengajaran yang distrukturkan
bagi peserta didik berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar. Kajian ini
dilakukan oleh Pask sebagaimana dikutip oleh Moeljadi Pranata, menemukan
bahwa jika gaya belajar peserta didik cocok dengan gaya pengajaran yang
distrukturkan bagi mereka, misalnya gaya belajar serealis dengan gaya pengajaran
serealis, gaya belajar holis dengan gaya pengajaran holis, maka peserta didik
berpenampilan jauh lebih baik dalam ujian dibandingkan dengan peserta didik lain
yang gaya belajarnya tidak cocok dengan gaya pengajaran yang distrukturkan
guru baginya (Moeljadi Pranata:2002:13-23).
Nasution menyatakan bahwa, berbagai macam metode mengajar telah
banyak diterapkan dan diujicobakan kepada siswa untuk memperoleh hasil yang
efektif dalam proses pembelajaran. Pada kenyataannya tidak ada satu metode
mengajar yang lebih baik daripada metode mengajar yang lain. Jika berbagai
metode mengajar telah ditetapkan dan tidak menunjukkan hasil yang diharapkan,
maka alternatif lain yang dapat dilakukan oleh guru secara individual dalam
proses pembelajaran yaitu atas dasar pemahaman terhadap gaya belajar siswa
(Nasution:2008:115).
Bobbi DePotter dan Hernacki menyebutkan bahwa mengetahui gaya
belajar yang berbeda telah membantu para siswa, dengan demikian akan memberi
persepsi yang positif bagi siswa tentang cara guru mengajar. Agar aktivitas belajar
dapat tercapai sesuai dengan tujuan yang diinginkan, maka gaya belajar siswa
harus dipahami oleh guru (DePorter, Bobbi & Hernacki, Mike:2000:110).

3. Pengertian Hasil Belajar


Sanjaya (2010: 13) mengemukakan bahwa hasil belajar berkaitan dengan
pencapaian dalam memperoleh kemampuan sesuai dengan tujuan khusus yang
26

direncanakan. Dengan demikian, tugas utama guru dalam kegiatan ini adalah
merancang instrumen yang dapat mengumpulkan data tentang keberhasilan siswa
mencapai tujuan pembelajaran. Berdasarkan data tersebut guru dapat
mengembangkan dan memperbaiki program pembelajaran. Hasil belajar dikatakan
bermakna apabila hasil belajar tersebut dapat membentuk prilaku siswa,
bermanfaat untuk mempelajari aspek lain, dapat digunakan sebagai alat untuk
memperoleh informasi dan pengetahuan lainnya, ada kemauan dan kemampuan
untuk belajar sendiri dan dapat digunakan untuk mengembangkan kreativitas
siswa. Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar
setelah mengalami aktivitas belajar.
Hasil belajar menurut Sudjana (2010:22) adalah kemampuan yang
dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Gagne
mengungkapkan ada lima kategori hasil belajar, yakni : informasi verbal,
kecakapan intelektul, strategi kognitif, sikap dan keterampilan. Sementara Bloom
mengungkapkan tiga tujuan pengajaran yang merupakan kemampuan seseorang
yang harus dicapai dan merupakan hasil belajar yaitu : kognitif, afektif dan
psikomotorik.
Hamalik (2004:13) menyatakan bahwa perbedaan hasil belajar dikalangan
para siswa disebabkan oleh berbagai alternatif faktor-faktor antara lain faktor
kematangan akibat dari kemajuan umur kronologis, latar belakang pribadi masing-
masing, sikap dan bakat terhadap suatu bidang pelajaran yang diberikan. Hasil
belajar siswa pada hakikatnya merupakan perubahan tingkah laku setelah melalui
proses belajar mengajar. Hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar.
Hasil belajar tersebut terjadi terutama berkat evaluasi guru. Hasil belajar dapat
berupa dampak pengajaran dan dampak pengiring. Kedua dampak tersebut
bermanfaat bagi guru dan siswa. Hasil belajar adalah kemampuan- kemampuan
yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya.
Hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi
siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat
perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum
belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah
kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar
27

merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran. Hasil juga bisa diartikan adalah
bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang
tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi
mengerti.

a. Tujuan Penilaian Hasil Belajar


Menurut Sudjana “2005” mengutarakan tujuan penilaian hasil belajar sebagai
berikut:

1. Mendeskripsikan kecakapan belajar siswa sehingga dapat diketahui


kelebihan dan kekurangannya dalam berbagai bidang studi atau meta
pelajaran yang ditempuhnya. Dengan pendeskripsian kecakapan tersebut
dapat diketahui pula posisi kemampuan siswa dibandingkan dengan siswa
lainnya.
2. Mengetahui keberhasilan proses pendidkan dan pengajaran di sekolah
yakni seberapa jauh keefektifannya dalam mengubah tingkah laku siswa
ke arah tujuan pendidikan yang diharapkan.
3. Menentukan tindak lanjut hasil penilaian yakni melakukan perbaikan dan
penyempurnaan dalam hal program pendidikan dan pengajaran serta
sistem pelaksanaannya.
4. Memberikan pertanggungjawaban “accountability” dari pihak sekolah
kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

b. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar


Keberhasilan untuk meningkatkan mutu lulusan dapat dilihat dari hasil
belajar siswa yang merupakan hasil dari proses belajar siswa yang dipengaruhi
oleh banyak faktor. Kita bisa mengetahui dan membedakan faktor mana saja yang
bisa meningkatkan belajar siswa. Banyak kasus penyebab kegagalan studi
disebabkan karena kurangnya ketidaktahuan apa saja faktor yang dapat
menggagngu belajar siswa. Salah satu diantaranya faktor yang paling pokok yaitu
minat belajar. Sedangkan minat belajar dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor
eksternal.
28

Menurut Dimyati Mahmud (1989 : 84-87), mengatakan bahwa Faktor-


faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa mencakup : “faktor internal dan
faktor eksternal”. sebagai berikut :

 Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa itu sendiri, yang
terdiri dari N. Ach (Need For Achievement) yaitu kebutuhan atau dorongan atau
motif untuk berprestasi.

 Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar si pelajar. Hal ini dapat
berupa sarana prasarana, situasi lingkungan baik itu lingkungan keluarga, sekolah
maupun lingkungan masyarakat. Menurut pendapat Rooijakkersyang
diterjemahkan oleh Soenoro (1982 : 30), mengatakan bahwa “Faktor yang
mempengaruhi prestasi belajar adalah faktor yang berasal dari si pelajar, faktor
yang berasal dari si pengajar”. Kedua faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut :

 Faktor yang berasal dari si pelajar ( siswa)


Faktor ini meliputi motivasi, perhatian pada mata pelajaran yang berlangsung,
tingkat peneirmaan dan pengingatan bahan, kemampuan menerapkan apa yang
dipelajari, kemampuan mereproduksi dan kemampuan menggeneralisasi.

 Faktor yang berasal dari si pengajar (Guru)


Faktor ini meliputi kemampuan membangun hubungan dengan si pelajar,
kemampuan menggerakkan minat pelajaran, kemampuan memberikan penjelasan,
kemampuan menyebutkan pokok-pokok masalah yang diajarkan, kemampuan
mengarahkan perhatian pada pelajaran yang sedang berlangsung, kemampuan
memberikan tanggapan terhadap reaksi. Dari pendapat Rooijakkers tentang faktor
yang mempengaruhi prestasi belajar siswa dapat diberikan kesimpulan bahwa
prestasi siswa dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor yang berasal dari diri
pelajar dan faktor yang berasal dari si pengajar (guru).
29

4. Pengertian PAI (Pendikan Agama Islam ).

Pendidikan dimulai sejak bayi lahir dan bahkan sejak masih didalam
kandungan. keberadaan pendidikan melekat erat dalam diri manusia sepanjang
zaman. (Suhartono, 2007:77). Namun jika kita beralih kepengertian Pendidikan
Agama Islam , menurut (Aat Syafaat; Sohari dkk , 2008: 11-16) Pendidikan
Agama Islam adalah usaha yang berupa pengajaran, bimbingan dan asuhan
terhadap anak agar kelak selesai pendidikannya dapat memahami, menghayati,
dan mengamalkan agama Islam, serta menjadikannya sebagai jalan kehidupan,
baik pribadi maupun kehidupan masyarakat.
Ahmad Tafsir mendefenisikan pendidikan islam sebagai bimbingan yang
diberikan oleh seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan
ajaran Islam. (Tafsir, 2010 :45 )
Konteks pendidikan Agama Islam disini dalam sekolah Madrasah
Tsanawiyah dibagi dalam beberapa muatan pelajaran yaitu: Aqidah Akhlak,
Quran Hadist, Sejarah Kebudayaan Islam, Dan Fiqih.
Berdasarkan rumusan-rumusan diatas, dapat diambil suatu pengertian,
bahwa pendidikan agama Islam merupakan sarana untuk membentuk kepribadian
yang utama yang mampu mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari
sesuai dengan norma dan ukuran Islam.

a. Materi Pendidikan Agama Islam (PAI)


Materi Pendidikan Agama Islam Adalah semua hal yang mencakup perihal
tentang keislaman seperti Tauhid, Ahlak, hukum, sejarah maupun alquran dan
Hadist. Sehingga dirangkum dan dikelompokkkan beberapa mata pelajaran yaitu:
1. Akidah Akhlak
2. Alquran hadist
3. Fiqih
4. Sejarah Kebudayaan Islam

b. Tujuan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)


Tujuan pendidikan Islam adalah menciptakan pemimpin-pemimpin yang
selalu amar ma’ruf nahi munkar (Toha, 1996:102). Sebagaimana disebutkan
30

dalam firman Allah surat al- baqarah ayat 30 yaitu: “Ingatlah ketika Tuhanmu
berfirman kepada malaikat, sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang
khalifah di bumi" (QS. al- Baqarah: 30).
Tujuan pendidikan dapat dilihat dari berbagai segi. Dilihat dari segi gradisnya, ada
tujuan akhir dan tujuan sementara. Dilihat dari sifatnya ada tujuan umum dan
khusus, dilihat dari segi penyelenggaraannya terbagi atas formal dan non formal,
ada tujuan nasional dan institusional.

Berikut tujuan pendidikan Islam berdasarkan peranannya sebagai hamba Allah


(Achmadi, 2005: 95-98):

1. Menjadi hamba Allah yang bertakwa. Tujuan ini sejalan dengan tujuan
hidup dan penciptaan manusia, yaitu semata-mata untuk beribadah kepada
Allah. Dengan pengertian ibadah yang demikian itu maka implikasinya
dalam pendidikan terbagi atas dua macam yaitu: a). Pendidikan
memungkinkan manusia mengerti tuhannya secara benar, sehingga semua
perbuatan terbingkai ibadah yang penuh dengan penghayatan kepada ke
Esaan-Nya. b). Pendidikan harus menggerakkan seluruh potensi manusia
(sumber daya manusia), untuk memahami sunnah Allah diatas bumi. 

2. Mengantarkan subjek didik menjadi khalifatullah fil ard (wakil Tuhan


diatas bumi) yang mampu memakmurkannya (membudayakan alam
sekitarnya). 

3. Memperoleh kesejahteraan, kebahagiaan hidup di dunia sampai akhirat.

Ketiga tujuan tertinggi tersebut diatas berdasarkan pengalaman sejarah hidup


manusia dan dalam pengalaman aktivitas dari masa ke masa, belum pernah
tercapai sepenuhnya baik secara individu maupun sebagai makhluk sosial.

Menurut D. Marimba mengemukakan bahwa tujuan akhir pendidikan Islam


adalah terbentuknya kepribadian muslim (Marimba, 1989:46). Muhammad
athiyah al-barbasy berpendapat bahwa tujuan akhir pendidikan Islam adalah
terciptanya akhlak yang sempurna dan keutamaan.
31

Menurut Omar Muhammad al-Taumy al-Syaibani, tujuan pendidikan Islam ada


pada tiga bidang asasi yaitu:

1. Tujuan-tujuan individual yang berkaitan dengan individu-individu


pelajaran (learning), dan dengan pribadi-pribadi mereka, dan apa-apa yang
berkaitan dengan individu-individu tersebut pada perubahan yang
diinginkan pada tingkah laku, aktivitas, dan pencapaiannya, dan pada
pertumbuhan yang diingini pada pribadi mereka, dan pada persiapan yang
dimestikan kepada mereka, pada kehidupan dunia dan akhirat.

2. Tujuan-tujuan sosial yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat secara


keseluruhan dengan tingkah laku masyarakat umumnya, dengan apa yang
berkaitan dengan kehidupan, memperkaya pengalaman dan kemajuan yang
diingini.

3. Tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran


sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai profesi dan sebagai suatu aktivitas
diantara aktivitas-aktivitas masyarakat.

B. Hasil Penelitian Relevan


Hasil penelitian yang relevan dengan penelitian tesis ini adalah Habib Amin
Nurrokhman (2015) dalam tesisnya yang berjudul “Penerapan Pendekatan Saintifik
dengan Media Grafis dalam Peningkatan Hasil Belajar IPS pada Siswa Kelas IV SDN
Jembangan Tahun Ajaran 2014/2015”, membuktikan bahwa penerapan pendekatan
saintific dengan media grafis berhasil. Hal ini ditunjukkan dengan adanya
peningkatan hasil belajar di setiap siklusnya.

C. Kerangka Berpikir
Adapun kerangka pikir dari penelitian ini berupa input (kondisi awal),
tindakan, dan output (kondisi akhir). Kondisi awal yang menjadi sebab dilakukannya
penelitian ini adalah kurang nya penerapan pendekatan saintifik dan gaya belajar
siswa. Oleh karena itu, peneliti melakukan perbaikan pembelajaran menggunakan
pendekatan scientific dan gaya belajar untuk meningkatkan hasil belajar pada Mata
32

Pelajaran Pendidikan Agama Islam seperti Akidah Akhlak, Fiqih, Quran hadist, dan
sejarah Kebudayaan Islam.
Secara sederhana kerangka pikir dalam penelitian tindakan kelas ini adalah
sebagai berikut.

1. Gambar 1. Kerangka pikir penelitian

1. Pembelajaran masih berpusat pada


guru.

2. Guru belum dapat menerapkan


pendekatan pembelajaran yang
Input menarik minat dan perhatian siswa
untuk ikut berperan aktif dalam proses
pembelajaran

3. Siswa takut untuk menjawab


pertanyaan dari guru dan
mengemukakan pendapat.

Pengaruh
Pendekatan saintifik dan gaya belajar

Output Meningkatkan hasil belajar PAI siswa .

D.HIPOTESIS PENELITIAN
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A.Tempat dan Waktu Penelitian


Salah satu aspek yang perlu diketahui adalah dalam suatu penelitian
adalah mengenal lokasi penelitian. Mengenal lokasi penelitian berarti mengetahui
dengan jelas dan terperinci tentang lokasi dan kondisi yang akan diteliti. Dalam
hal ini adalah Madrasah Tsanawiyah MESRA Kota Madya Pematangsiantar.

1. Sejarah dan Perkembangan Madrasah Tsanawaiyah MESRA di


kota Pematangsiantar.
Madrasah Tsanawiyah MESRA di Kota Pematangsiantar berdiri pada
tahun 1995 Awalnya bernama MTs Alwasliyah Populasi dan sampel Penelitian
Populasi adalah sejumlah massa yang terdapat pada kawasan tertentu pada
kawasan tertentu dalam satu unit kesatuan. Adapun yang menjadi populasi dalam
penelitian ini adalah kelas VII Tsanawiyah yang memiliki rombel 4 kelas
diantaranya VIIa , VIIb , VIIc ,dan VIId dengan gambaran Tabel seperti berikut:
Kls VIIa VIIb VIIc VIId
Laki
Perempuan
Jumlah

Untuk mengambil sampel sebagai wakil dari keseluruhan populasi


penelitian ini penulis menggunakan rumus sebagai berikut:
N
n= +1
N (d ) 2

Keterangan : n = Jumlah sampel

N= Jumlah Populasi

d= Prestasi yang ditetapkan 10% ( Jalaluddin Rahmad, 1985: 82)

B. Metode Penelitian
34

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen semu (quasiexperiment)


dengan desain faktorial 2 x 3. Eksperimen dilaksanakan terhadap pembelajaran
PAI Khususnya Aqidah Akhlak menggunakan strategi pembelajaran kooperatif
tipe STAD pada kelas eksperimen, dan strategi pembelajaran kooperatif tipe TPS
pada kelas kontrol dan tiap kelas dibagi atas tiga kelompok siswa yaitu yang
memiliki kecenderungan gaya belajar visual, auditorial, dan kinestetik. Untuk
memperoleh data gaya belajar digunakan angket gaya belajar, sedangkan untuk
memperoleh data hasil belajar digunakan instrumen tes hasil belajar yang telah
diuji validitas dan reliabilitasnya kemudian dilakukan uji persyaratan analisis
yaitu uji Lilliefors untuk normalitas, serta uji F dan uji Bartlett untuk homogenitas
data. Data yang diperoleh dianalisis dengan ANAVA 2 jalur dengan uji F pada
taraf signifikansi = 0,05.
Rancangan penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2. Desain Penelitian faktorial 2x3
Pendekatan Saintifik Pendekatan Saintifik Pendekatan saintifik
(Model learning cycle) (A1 ( Model discovery
learning,) (A2)
Gaya Belajar )
Visual (B1) (A1B1) (A2B1)
Auditorial (B2) (A1B2) (A2B2)
Kinestetik (B3 ) (A1B3) (A2B3)

Untuk menguji hipotesis penelitian digunakan teknik analisis data dengan analisis
varian (ANAVA) dua jalur ( desain faktorial 2 x 3 ) dengan taraf signifikan
α=0,05 atau 5%. Untuk menggunakan ANAVA dua jalur perlu dipenuhi beberapa
35

persyaratan, yaitu: 1) data yang digunakan harus berdistribusi normal, maka


dilakukan uji normalitas dengan menggunakan uji Liliefors, dan 2) data harus
memiliki varians populasi yang homogen maka harus dilakukan uji homogenitas
varians dengan menggunakan uji F dan uji Bartlett. Selanjutnya untuk melihat
interaksi antara kedua variabel bebas terhadap variabel terikat dilakukan uji
Scheffe.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi.
Sugiyono (2012:117)menyatakan populasi adalah “wilayah generalisasi
yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya”.Menurut Setyosari (2015:221) menyatakan populasi merupakan
“keseluruhan dari objek, orang, peristiwa, atau sejenisnya yang menjadi perhatian
dan kajian dalam penelitian”. Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan
populasi adalah keseluruhan objek atau subjek yang ada pada suatu wilayah yang
memiliki ciri-ciri yang sama atau sejenis dan berkaitan dengan masalah
penelitian.Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII Madrasah
Tsanawiyah MESRA Pematangsiantar yang terdiri dari 4 robel yaitu VIIa , VIIb ,
VIIc ,dan VIId..

2. Sampel
Setelah populasi ditentukan dilanjutkan dengan menentukan sampel
penelitian. Sampel merupakan sebagian kecil yang mewakili secara representatif.
Menurut Agung (2012:47) menyatakan sampel ialah “sebagian dari populasi yang
diambil, yang dianggap mewakili seluruh populasi, yang dianggap mewakili
seluruh populasi dan diambil dengan menggunakan teknik tertentu”. Sedangkan
menurut Darmadi (2011:14) sampel adalah “sebagian dari populasi yang dijadikan
objek penelitian”. Namun menurut Sugiyono (2012:118) sampel adalah “bagian
dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”. Jadi sampel
dalam penelitian ini adalah sebagian yang mewakili dari populasi untuk dijadikan
36

sebagai harapan representatif terhadap populasi yang diteliti. Dari populasi 304
siswa kelas VII MTs MESRA Pematangsiantar , langkah selanjutnya yaitu
menentukan sampel penelitian ini menggunakan teknik Random Sampling . Cara
yang digunakan untuk merandom adalah masing-masing kelas dari Sembilan
sekolah diberi nomor urut. Dari ke empat kelas yang ada di MTs MESRA diundi
sehingga muncul dua kelas yang dijadikan sampel.Dari hasil random, dua kelas
yang muncul yaitu KLS VIIa dan Kls VIIc .
1. Dalam penelitian ini data yang diperlukan adalah data tentang penguasaan
kompetensi pengetahuan IPS kelas V ditinjau dari kemampuan penalaran
siswa SD gugus I Gusti Ngurah Rai Kecamatan Denpasar Timur. Data
yang diperlukan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan metode tes.
Menurut Arikunto (2013:33) tes merupakan “suatu alat pengumpul
informasi tetapi jika dibandingkan dengan alat-alat lain, tes ini bersifat
lebih resmi karena penuh dengan batasan-batasan”. Sudjana (2011:35)
mendefenisiskan tes sebagai alat penilaian adalah pertanyaan-pertanyaan
yang diberikan kepada siswa dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk
tulisan , atau dalam bentuk perbuatan (tes tindakan). Tes pada umumnya
digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar siswa, terutama hasil
belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai
dengan tujuan pendidikan dan pengajaran tetapi tes dapat juga digunakan
untuk mengukur atau menilai hasil belajar bidang afektif dan psikomotor.
Bentuk tes yang digunakan untuk mengetahui kompetensi pengetahuan
IPS dan kemampuan penalaran menggunakan tes uraian.

a. Analisis Data.
Dalam analisis data dilakukan dengan dua system yaitu dengan
menggunakan perhitungan statistic dan non statistik. Data statistic adalah yang
menunjukkan angka-angka atau perhitungan -perhitungan dalam penelitian,
sedangkan data non statistic adalah yang berbentuk paparan atau uraian tanpa
menggunakan perhitungan statistic. Untuk menguji data yang menggunakan
statistic digunakan rumus Chi Kwadrat ( X2 ) yaitu:

X2 = (fo-fh)
fh
37

Keterangan: X2 = Chi Kwadrat.

fo = frekuwensi observasi

fh = Frekuwensi Harapan.

Tetapi sebelum sammpai pada rumus diatas, pertama sekali ditentukan fh


dari masing-masing aspek yang diteliti dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:

Total Baris
f h= ×Toatal kolom
N

Keterangan: fh = frekuwensi harapan

N= Jumlah Responden sampel

A. Sistematika Pembahasan
Untuk memudahkan pembahasan terhadap tesis ini agar setiap masalah
dapat berurutan secara baik, maka penulis menyusun sistematika pembahasannya
sebagai berikut:

Pada BAB I berisikan tentang PENDAHULUUAN yaitu meliputi latar


belakan masalah, rumusan masalah, tujuan masalah, tujuan dan kegunaan
penelitian.

BAB II berisikan tentang LANDASAN TEORITIS yang mencakup


tentang pengertian kurikulum, fungsi kurikulum, landasan pengembangan
kurikulum, landasan pengembanan kurikulum dan Perbedaan anatara Kurikulum
KTSP da K13.

BAB III adalah METODOLOGI PENELITIAN Yang membicarakan


tentang penelitian, sejarah, lokasi, dan keadaan Madrasah. Populasi sampel ,
tehknik analisis data dan analisa data.
38

BAB IV adalah PEMBAHASAN DAN ANALISA DATA yang


membahas tentang Metode Penggunaan Kurikulum yang efektif, Hubungan
anatara KTSP dan K13 serta hubungannya dengan Kinerja Guru.

Bab V Kesimpulan dan saran.


39

DAFTAR PUSTAKA

Alquran digital
 Ahmad D. Marimba. 1989. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam.
Bandung: Al-ma’arif 
 Achmadi. 2005. Ideologi Pendidikan Islam: Paradigma
HumanismeTeosentris. Yogyakarta: Pustaka Pelaja..
 Atang Abd. Hakim dan Jaih Mubarok. 2000. Metodologi Studi Islam.
Bandung: Remaja Rosda Karya.
 Chabib Thoha M.A. 1996. Kapita Selekta Pendidikan Islam, cet. I.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
 H. Akhmad Zulfaidin Akaha, ed. 2001.  Psikologi Anak dan Remaja
Muslim. Jakarta Timur: Pustaka al-Kautsar. 
 Omar Muhammad al-Taumy, al-syaibany.  Filsafat Tarbiyah al-
Islamiyah, terjemahan Hasan Langgulung. Falsafat Pendidikan Islam.
Jakarta: Bulan Bintang.
 Zakiah daradjat. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. 
 Zuhairini, Dkk. 1993. Metodologi Pendidikan Agama. Solo:
Ramadhani.

Anda mungkin juga menyukai