Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN KASUS

Gastropati DM pada pasien


Diabetes Mellitus tipe 2 dan Hipertensi stage 2

Disusun oleh:
dr. Shindy Octavia Wulandari

Pendamping:
dr. Toha / dr. Handoko

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SEKARWANGI
KABUPATEN SUKABUMI
2018
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
– Nama : Ny. E

– Usia : 59 tahun

– Alamat : Bojong Genteng, Sukabumi

– Pekerjaan : IRT

– Masuk RS : 13/3/2018

– No. RM : 553406

ANAMNESIS
Keluhan utama : nyeri ulu hati dan mual muntah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengeluhkan nyeri ulu hati sejak 1 hari SMRS. Keluhan disertai dengan mual dan muntah
sebanyak lebih dari 5 kali sehari. Muntah berisi makanan dan air. Keluhan disertai dengan lemas badan.
Pasien baru pertama kali mengalami keluhan seperti ini. Keluhan nyeri ulu hati tidak membaik atau
memburuk dengan asupan makanan. Keluhan tidak disertai dengan BAB hitam dan muntah darah.
Riwayat minum pil stelan disangkal.
Pasien mengeluhkan sering merasa haus, lapar, dan sering BAK. BAB tidak ada keluhan. Pasien gemar
makan makanan asin, manis, dan goreng-gorengan. Pasien makan 3x sehari dengan menu nasi dan lauk
pauk. Pasien jarang melakukan aktivitas fisik berolahraga atau berjalan kaki. Pasien tidak merokok.
Keluhan baal, kesemutan, gatal kulit, dan pandangan kabur tidak ada. Pasien tidak memiliki luka yang
dirasa tidak kering.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien memiliki riwayat penyakit darah tinggi (TD paling tinggi 160/100 mmHg), kencing manis, dan
kolesterol. Pasien berobat tidak teratur dan berobat bila mengalami keluhan saja.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat penyakit darah tinggi dan kencing manis di keluarga ada (orang tua pasien).

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum :
Kesadaran : Compos mentis
Kesan sakit : Tampak sakit sedang
Tanda-tanda Vital :
– Tekanan Darah : 160/90 mmHg

– Denyut Nadi : 88x/menit

– Respirasi : 20x/menit

– Suhu : 36,7 C

Status Generalis:
 Kepala: Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
 Leher : KGB tidak teraba
 Thorax Paru : VBS kanan=kiri, Ronkhi -/-, Wheezing -/-
Jantung : S1 S2 regular, murmur (-)
 Abdomen : datar lembut, NTE (+), BU (+) normal
Hepar dan Lien tidak teraba
 Ekstremitas : akral hangat, CRT <2 detik, edema -/-, ulcus pedis -/-

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium – Darah Lengkap
– Hb : 12.7 gr/dL

– Ht : 37%

– Leukosit : 12.100/mm3

– Trombosit : 360.000/mm3

– Natrium : 121

– Kalium : 3,8

– GDS : 238

Laboratorium – Urine Rutin


• Warna : Kuning Muda
• Kekeruhan : Keruh
• Berat jenis : 1,010
• pH :6
• Leukosit : positif 1
• Nitrit : (-) negatif
• Protein : positif 2
• Glukosa : (-) negatif
• Keton : (-) negative
• Urobilin : normal
• Bilirubin : (-) negatif
• Blood : positif 1
• Sedimen leukosit : 3-5/LPB
• Sedimen eritrosit : 4-6/LPB
• Sedimen Epitel : 0-2/LPB
• Sedimen cylinder : (-) negatif
• Bakteri : (-) negatif
• Kristal : (-) negatif

DIAGNOSIS KERJA
– Gastropati DM + Diabetes Mellitus tipe 2 + Hipertensi stage 2

TATALAKSANA AWAL
1. IVFD NaCl 0.9% 20 tpm
2. Ranitidin 2x50 mg iv
3. Ondasentron 3x4 mg iv
4. Amlodipin 0-0-10 mg po
EKG : dalam batas normal
Konsul dr. Herawati SpPD :
1. IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
2. Ranitidine 2x50 mg iv
3. Ondansentron 3x4 mg iv
4. Candesartan 1x8 mg po
5. Amlodipin 0-0-10 mg po
6. Lantus 1x10 unit sc (malam)
7. Cek ureum, creatinine
8. Cek GDS pagi
FOLLOW UP
14 Maret 2018
S : Nyeri ulu hati, Mual (+) muntah (-)
O

 Kesadaran : Compos Mentis


 Tanda Vital:
Tekanan Darah : 170/100 mmHg
Nadi : 76x/menit
Respirasi : 18x/menit
Suhu : 36,5 C
• Kepala : Conjunctiva Anemis -/-, Sclera Ikterik -/-
• Thorax: Paru : VBS kanan = kiri, ronkhi -/-, wheezing -/-
• Jantung: S1 S2 murni reguler, S3 (-), murmur (-)
• Abdomen : datar, lembut, NTE (+), BU (+) Normal
• Ekstremitas : akral hangat, CRT <2 detik, edema -/-, ulcus pedis -/-
• GDS pagi : 189 mg/dL

A : Gastropati DM + DM tipe 2 + HT tipe 2


P
1. IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
2. Omeprazole 2x40 mg iv
3. Ondansentrone 3x8 mg iv
4. Candesartan 16 mg-0-0 po
5. Amlodipin 0-0-10 mg po
6. Lantus 1x14 unit sc (malam)
7. Cek Ureum, creatinin
8. Cek GDS pagi

15 Maret 2018
S : Nyeri ulu hati, mual (+) muntah (-)
O
• Kesadaran : Compos Mentis
• Tanda Vital :
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 88x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 36,6 C
• Kepala : CA -/-, SI -/-
• Thorax: Paru : vbs kanan = kiri, ronkhi -/-, wheezing -/-
• Jantung: S1 S2 murni reguler, S3 (-), murmur (-)
• Abdomen : datar, lembut, NTE (+), BU (+) Normal
• Ekstremitas : akral hangat, CRT <2 detik, edema -/-, ulcus pedis -/-
• GDS pagi : 157 mg/dL
• Ureum / creatinine : 29 / 0,5

A : Gastropati DM + DM tipe 2 + HT tipe 2

P
1. IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
2. Omeprazole 2x40 mg iv
3. Ondansentrone 3x8 mg iv
4. Candesartan 16 mg-0-0 po
5. Amlodipin 0-0-10 mg po
6. Lantus 1x14 unit sc (malam)
7. Alprazolam 0-0-0,5 mg po
8. Sucralfate syr 3xII C
9. Monitor GDS pagi

18 Maret 2018
S : Nyeri ulu hati berkurang, mual (-) muntah (-)
O
• Kesadaran : Compos Mentis
• Tanda vital:
Tekanan Darah : 100/80 mmHg
Nadi : 80x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 36,5 C
• Kepala : CA -/-, SI -/-
• Thorax Paru : vbs kanan = kiri, ronkhi -/-, wheezing -/-
• Jantung: S1 S2 murni reguler, S3 (-), murmur (-)
• Abdomen : datar, lembut, NTE (+), BU (+) Normal
• Ekstremitas : akral hangat, CRT <2 detik, edema -/-, ulcus pedis -/-
• GDS pagi : 140

A : Gastropati DM + DM tipe 2 terkontrol + HT tipe 2 terkontrol


P
1. Acc rawat jalan
2. Terapi pulang :
3. Omeprazole 2x40 mg po
4. Candesartan 16 mg-0-0 po
5. Amlodipin 0-0-10 mg po
6. Lantus 1x14 unit sc (malam)
7. Alprazolam 0-0-0,5 mg po
8. Sucralfate syr 3xII C
9. Kontrol Poli Interna
PROGNOSIS
– Quo ad vitam : ad bonam

– Quo ad functionam : dubia ad bonam

– Quo ad sanationam : dubia ad bonam

DATA UNTUK BAHAN DISKUSI

1 Diagnosis/Gambaran klinis
Gastropati DM + DM tipe 2 + Hipertensi stage 2

2 Riwayat pengobatan
Pasien berobat tidak teratur

3 Riwayat kesehatan/penyakit
Pasien tidak memiliki riwayat keluhan yang sama. Pasien gemar mengonsumsi makanan manis dan asin.

4 Riwayat keluarga
Ada (orang tua pasien)

5 Aktivitas fisik
Pasien jarang berolahraga

6 Edukasi
Pola makan dan penggunaan insulin suntik

RANGKUMAN PORTOFOLIO
Subjektif
– Pasien datang dengan keluhan nyeri ulu hati, mual, dan muntah sejak 1 hari SMRS.

Objektif
– Hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, mendukung ke arah Gastropati
DM + DM tipe 2 + Hipertensi stage 2
Anamnesis
– Pada anamnesis didapatkan pasien nyeri ulu hati, mual dan muntah. Pasien memiliki riwayat
kencing manis dan darah tinggi namun tidak berobat rutin.
Pemeriksaan Fisik
– TD: 160/90 mmHg, Nyeri tekan epigastrium (+)

Pemeriksaan Penunjang
– GDS: 238

Assessment
– Diabetes Mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya
- Hipertensi

- Diabetic gastropathy is a term that encompasses a number of neuromuscular dysfunctions of the


stomach, including abnormalities of gastric contractility, tone, and myoelectrical activity in
patients with diabetes.

Planning
Diagnosis

- Penegakkan diagnosis pada pasien ini sudah sesuai.

Pengobatan

- Pemberian terapi simptomatik untuk mengurangi gejala GI


- Mengontrol gula darah dengan memberi terapi insulin long-acting
- Mengontrol tekanan darah pasien dengan terapi obat anti-hipertensi

Pendidikan

- Pemberian informasi tentang kondisi pasien


- Edukasi kepatuhan meminum/menyuntikan obat
- Edukasi diet DM dan rendah garam
- Edukasi komplikasi dari penyakit yang diderita
- Edukasi pencegahan komplikasi (diabetic foot care)
- Edukasi tanda-tanda hipoglikemia

Konsultasi

- Dilakukan konsultasi dengan dietisien


PEMBAHASAN

DIABETES MELLITUS
DEFINISI

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes melitus merupakan suatu
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan
bahwa diabetes melitus sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang
merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan
gangguan fungsi insulin

KLASIFIKASI

Klasifikasi Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA), 2005,

yaitu:

1. Diabetes Melitus Tipe 1

DM ini disebabkan oleh kekurangan insulin dalam darah yang terjadi akibat kerusakan dari

sel beta pankreas. Gejala yang menonjol adalah sering kencing (terutama malam hari),

sering lapar dan sering haus, sebagian besar penderita DM tipe ini berat badannya normal

atau kurus. Biasanya terjadi pada usia muda dan memerlukan insulin seumur hidup.

2. Diabetes Melitus Tipe 2

DM ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar insulin dapat

normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi insulin untuk metabolisme glukosa

tidak ada atau kurang. Akibatnya glukosa dalam darah tetap tinggi sehingga terjadi

hiperglikemia, dan 75% dari penderita DM type II ini dengan obesitas atau kegemukan dan

biasanya diketahui DM setelah usia 30 tahun.


3. Diabetes Melitus Tipe lain

a. Defek genetik pada fungsi sel beta

b. Defek genetik pada kerja insulin

c. Penyakit eksokrin pankreas

d. Endokrinopati

e. Diinduksi obat atau zat kimia

f. Infeksi

g. Imunologi

4. DM Gestasional

PREVALENSI
World Health Organization (WHO) memperkirakan, prevalensi global diabetes melitus tipe 2
akan meningkat dari 171 juta orang pada 2000 menjadi 366 juta tahun 2030. WHO memperkirakan
Indonesia menduduki ranking ke-4 di dunia dalam hal jumlah penderita diabetes setelah China, India dan
Amerika Serikat. Pada tahun 2000, jumlah penderita diabetes mencapai 8,4 juta dan diperkirakan pada
tahun 2030 jumlah penderita diabetes di Indonesia akan berjumlah 21,3 juta. Tetapi, hanya 50% dari
penderita diabetes di Indonesia menyadari bahwa mereka menderita diabetes, dan hanya 30% dari
penderita melakukan pemeriksaan secara teratur.

PATOGENESIS
1. Diabetes mellitus tipe 1
Pada saat diabetes mellitus tergantung insulin muncul, sebagian besar sel pankreas sudah
rusak. Proses perusakan ini hampir pasti karena proses autoimun, meskipun rinciannya masih
samar. Ikhtisar sementara urutan patogenetiknya adalah: pertama, harus ada kerentanan
genetik terhadap penyakit ini. Kedua, keadaan lingkungan seperti infeksi virus diyakini
merupakan satu mekanisme pemicu, tetapi agen noninfeksius juga dapat terlibat. Tahap
ketiga adalah insulitis, sel yang menginfiltrasi sel pulau adalah monosit/makrofag dan
limfosit T teraktivasi. Tahap keempat adalah perubahan sel beta sehingga dikenal sebagai sel
asing. Tahap kelima adalah perkembangan respon imun. Karena sel pulau sekarang dianggap
sebagai sel asing, terbentuk antibodi sitotoksik dan bekerja sama dengan mekanisme imun
seluler. Hasil akhirnya adalah perusakan sel beta dan penampakan diabetes

2. Diabetes Melitus Tipe 2


Pasien DM tipe 2 mempunyai dua defek fisiologik : sekresi insulin abnormal dan
resistensi terhadap kerja insulin pada jaringan sasaran (target). Abnormalitas yang utama
tidak diketahui. Secara deskriptif, tiga fase dapat dikenali pada urutan klinis yang biasa.
Pertama, glukosa plasma tetap normal walaupun terlihat resistensi insulin karena kadar
insulin meningkat. Pada fase kedua, resistensi insulin cenderung memburuk sehingga
meskipun konsentrasi insulin meningkat, tampak intoleransi glukosa dalam bentuk
hiperglikemia setelah makan. Pada fase ketiga, resistensi insulin tidak berubah, tetapi sekresi
insulin menurun, menyebabkan hiperglikemia puasa dan diabetes yang nyata

MANIFESTASI KLINIS

Berdasarkan keluhan klinik, biasanya pasien Diabetes Melitus akan mengeluhkan apa

yang disebut 4P : polifagi dengan penurunan berat badan, Polidipsi dengan poliuri, juga keluhan

tambahan lain seperti sering kesemutan, rasa baal dan gatal di kulit.
Kriteria diagnostik :

 Gejala klasik DM ditambah Gula Darah Sewaktu ≥200 mg/dl. Gula darah sewaktu merupakan

hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memerhatikan waktu makan terakhir, atau

Kadar Gula Darah Puasa ≥ 126 mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan

sedikit nya 8 jam, atau

Kadar gula darah 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dl. TTGO dilakukan dengan standard WHO,

menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan

dalam air.

 Gejala tidak klasik ditambah hasil pemeriksaan gula darah abnormal minimal 2x.

Dengan cara pelaksanaan TTGO berdasarkan WHO ’94

 Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan

karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa.

 Berpuasa paling sedikIt 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih

tanpa gula tetap diperbolehkan.

 Diperiksa kadar glukosa darah puasa

 Diberikan glukosa 75 gram (dewasa) atau 1,75 g/kg BB (anak-anak) , dilarutkan dalam 250

ml air dan diminum dalam 5 menit.

 Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah

minum larutan glukosa selesai

 Diperiksa kadar gula darah 2 jam setelah beban glukosa

 Selama proses pemeriksaan tidak boleh merokok dan tetap istirahat


 Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan

ke dalamkelompok TGT (toleransi glukosa terganggu) atau GDPT (glukosa darah puasa

terganggu) dari hasil yang diperoleh

 TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah pembenanan antara 140-199 mg/dl

 GDPT : glukosa darah puasa antara 100-125 mg/dl

KOMPLIKASI

Penyulit akut

1. Ketoasidosis diabetik

KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan

peningkatan hormon kontra regulator (glukagon, katekolamin, kortisol dan hormon

pertumbuhan). Keadaan tersebut menyebabkan produksi glukosa hati meningkat dan

penggunaan glukosa oleh sel tubuh menurun dengan hasil akhir hiperglikemia.

Berkurangnya insulin mengakibatkan aktivitas kreb cycle menurun, asetil Ko-A dan Ko-

A bebas akan meningkat dan asetoasetil asid yang tidak dapat diteruskan dalam kreb

cycle tersebut juga meningkat. Bahan-bahan energi dari lemak yang kemudian di oksidasi

untuk menjadi sumber energi akibat sinyaling sel yang kekurangan glukosa akan

mengakibatkan end produk berupa benda keton yang bersifat asam. Disamping itu

glukoneogenesis dari protein dengan asam amino yang mempunyai ketogenic effect

menambah beratnya KAD. Kriteria diagnosis KAD adalah GDS > 250 mg/dl, pH <7,35,

HCO3 rendah, anion gap tinggi dan keton serum (+). Biasanya didahului gejala berupa

anorexia, nausea, muntah, sakit perut, sakit dada dan menjadi tanda khas adalah

pernapasan kussmaul dan berbau aseton.


2. Koma Hiperosmolar Non Ketotik

Ditandai dengan penurunan kesadaran dengan gula darah lebih besar dari 600 mg% tanpa

ketosis yang berartidan osmolaritas plasma melebihi 350 mosm. Keadaan ini jarang

mengenai anak-anak, usia muda atau diabetes tipe non insulin dependen karena pada

keadaan ini pasien akan jatuh kedalam kondisi KAD, sedang pada DM tipe 2 dimana

kadar insulin darahnya masih cukup untuk mencegah lipolisis tetapi tidak dapat

mencegah keadaan hiperglikemia sehingga tidak timbul hiperketonemia

3. Hipoglikemia

Ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg% tanpa gejala klinis atau

GDS < 80 mg% dengan gejala klinis. Dimulai dari stadium parasimpatik: lapar, mual,

tekanan darah turun. Stadium gangguan otak ringan : lemah lesu, sulit bicara gangguan

kognitif sementara. Stadium simpatik, gejala adrenergik yaitu keringat dingin pada muka,

bibir dan gemetar dada berdebar-debar. Stadium gangguan otak berat, gejala

neuroglikopenik : pusing, gelisah, penurunan kesadaran dengan atau tanpa kejang.

Penyulit menahun

1. Mikroangiopati

Terjadi pada kapiler arteriol karena disfungsi endotel dan trombosis

• Retinopati Diabetik

retinopati diabetik nonproliferatif, karena hiperpermeabilitas dan inkompetens vasa.

Kapiler membentuk kantung-kantung kecil menonjol seperti titik-titik mikroaneurisma

dan vena retina mengalami dilatasi dan berkelok-kelok. Bahayanya dapat terjadi
perdarahan disetiap lapisan retina. Rusaknya sawar retina darah bagian dalam pada

endotel retina menyebabkan kebocoran cairan dan konstituen plasma ke dalam retina dan

sekitarnya menyebabkan edema yang membuat gangguan pandang. Pada retinopati

diabetik proliferatif terjadi iskemia retina yang progresif yang merangsang

neovaskularisasi yang menyebabkan kebocoran protein-protein serum dalam jumlah

besar. Neovaskularisasi yang rapuh ini berproliferasi ke bagian dalam korpus vitreum

yang bila tekanan meninggi saat berkontraksi maka bisa terjadi perdarahan masif yang

berakibat penurunan penglihatan mendadak. Dianjurkan penyandang diabetes

memeriksakan matanya 3 tahun sekali sebelum timbulnya gejala dan setiap tahun bila

sudah mulai ada kerusakan mikro untuk mencegah kebutaan. Faktor utama adalah gula

darah yang terkontrol memperlambat progresivitas kerusakan retina.

• Nefropati Diabetik

Ditandai dengan albuminura menetap > 300 mg/24 jam atau > 200 ig/menit pada minimal

2x pemeriksaan dalam waktu 3-6 bulan. Berlanjut menjadi proteinuria akibat hiperfiltrasi

patogenik kerusakan ginjal pada tingkat glomerulus. Akibat glikasi nonenzimatik dan

AGE, advanced glication product yang ireversible dan menyebabkan hipertrofi sel dan

kemoatraktan mononuklear serta inhibisi sintesis nitric oxide sebagai vasadilator, terjadi

peningkatan tekanan intraglomerulus dan bila terjadi terus menerus dan inflamasi kronik,

nefritis yang reversible akan berubah menjadi nefropati dimana terjadi keruakan menetap

dan berkembang menjadi chronic kidney disease.


• Neuropati diabetik

Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa hilangnya sensasi

distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi. Gejala yang sering

dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri dan lebih terasa sakit di malam hari.

Setelah diangnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan skrining untuk

mendeteksi adanya polineuropati distal dengan pemeriksaan neurologi sederhana, dengan

monofilamen 10 gram, dilakukan sedikitnya setiap tahun.

Makroangiopati

• Pembuluh darah jantung atau koroner dan otak

Kewaspadaan kemungkinan terjadinya PJK dan stroke harus ditingkatkan terutama untuk

mereka yang mempunyai resiko tinggi seperti riwayata keluarga PJK atau DM

• Pembuluh darah tepi

Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes, biasanya terjadi dengan

gejala tipikal intermiten atau klaudikasio, meskipun sering tanpa gejala. Terkadang ulkus

iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama muncul.

PENATALAKSANAAN

Tujuan pengobaan mencegah komplikasi akut dan kronik, meningkatkan kualitas hidup dengan

menormalkan KGD, dan dikatakan penderita DM terkontrol sehingga sama dengan orang

normal. Pilar penatalaksanaan Diabetes mellitus dimulai dari :


1. Edukasi

Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan

masyarakat.

2. Terapi gizi medis

Terapi gizi medik merupakan ssalah satu dari terapi non farmakologik yang sangat

direkomendasikan bagi penyandang diabetes. Terapi ini pada prinsipnya melakukan

pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi diabetes dan melakukan

modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual.

Tujuan terapi gizi ini adalah untuk mencapai dan mempertahankan :

1. Kadar glukosa darah yang mendekati normal

a) Glukosa darah berkisar antaara 90-130 mg/dl

b) Glukosa darah 2 jam post prandial < 180 mg/dl

c) Kadar HbA1c < 7%

2. Tekanan darah <130/80

3. Profil lipid :

a) Kolesterol LDL <100 mg/dl

b) Kolesterol HDL >40 mg/dl

c) Trigliserida <150 mg/dl

4. Berat badan senormal mungkin, BMI 18 – 24,9

Beberapa faktor yang harus diperhatikan sebelum melakukan perubahan pola makan

diabetes antara lain, tinggi badan, berat badan, status gizi,, status kesehatan, aktivitas fisik

dan faktor usia. Selain itu ada beberapa faktor fisiologi seperti masa kehamilan, masa

pertumbuhan, gangguan pencernaan pada usia tua, dan lainnya. Pada keadaan infeksi
berat dimana terjadi proses katabolisme yang tinggi perlu dipertimbangkan pemberian

nutrisi khusus. Masalah lain yang tidak kalah pentingnya adalah masalah status ekonomi,

lingkungan kebiasaan dan tradisi dalam lingkungan yang bersangkutan serta kemampuan

petugas kesehatan yang ada.

Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari :

Komposisi nutrien berdasarkan konsensus nasional adalah Karbohidrat 60-70%, Lemak 20-25%

dan Protein 10-15%.

KARBOHIDRAT (1 gram=40 kkal)

 Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung karbohidrat lebih ditentukan oleh

jumlahnya dibandingkan jenis karbohidrat itu sendiri.

 Total kebutuhan kalori perhari, 60-70 % diantaranya berasal dari sumber karbohidrat

 Jika ditambah MUFA sebagai sumber energi maka jumlah karbohidrat maksimal 70% dari

total kebutuhan perhari

 Jumlah serat 25-50 gram/hari.

 Penggunaan alkohol dibatasi dan tidak boleh lebih dari 10 ml/hari.

 Pemanis yang tidak meningkatkan jumlah kalori sebagai penggantinya adalah pemanis buatan

seperti sakarin, aspartam, acesulfam dan sukralosa. Penggunaannya pun dibatasi karena dapat

meningkatkan resiko kejadian kanker.

 Fruktosa tidak boleh lebih dari 60 gr/hari

 Makanan yang banyak mengandung sukrosa tidak perlu dibatasi.

PROTEIN

 Kebuthan protein 15-20% dari total kebutuhan energi perhari.


 Pada keadaan kadar glukosa darah yang terkontrol, asupan protein tidak akan mempengaruhi

konsentrasi glukosa darah .

 Pada keadaan kadar glukosa darah yang tidak terkontrol, pemberian protein sekitar 0,8-1,0

mg/kg BB/hari .

 Pada gangguan fungsi ginjal, jumlah asupan protein diturunkan sampa 0,85 gr/kg BB/hari dan

tidak kurang dari 40 gr.

 Jika terdapat komplikasi kardiovaskular maka sumber protein nabati lebih dianjurkan

dibandingkan protein hewani.

LEMAK

 Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10% dari total

kebutuhan kalori perhari.

 Jika kadar kolesterol LDL ≥ 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan sampai

maksimal 7% dari total kalori perhari.

 Konsumsi kolesterol maksimal 300 mg/hari, jika kadar kolesterol LDL ≥100 mg/dl, maka

maksimal kolesterol yag dapat dikonsumsi 200 mg perhari.

Kebutuhan Kalori

Menetukan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori/ kg BB ideal ditambah atau

dikurangi bergantung pada beberapa faktor yaitu jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan dan

lain-lain.
PENENTUAN KEBUTUHAN KALORI

Kebutuhan basal :

Laki-laki = berat badan ideal (kg) x 30 kalori

Wanita = berat badan ideal (kg) x 25 kalori

Koreksi :

umur

• 40-59 th : -5%

• 60-69 : -10%

• >70% : -20

aktivitas

• Istirahat : +10%

• Aktivitas ringan : +20%

• Aktivitas sedang : +30%

• Aktivitas berat : +50%

berat badan

• Kegemukan : - 20-30%

• Kurus : +20-30%

stress metabolik : + 10-30%

Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi 20%, makan siang 30% dan

makan malam 25%, serta 2-3 porsi ringan 10-15% diantara porsi besar.

Berdasarkan IMT  dihitung berdasarkan berat badan (kg) dibagi dengan tinggi badan kuadrat

(m2).

Kualifikasi status gizi :


BB kurang : < 18,5

BB normal : 18,5 – 22,9

BB lebih : 23 – 24,9

3. Latihan Jasmani

Kegiatan fisik bagi penderita diabetes sangat dianjurkan karena mengurangi resiko

kejadian kardiovaskular dimana pada diabetes telah terjadi mikroangiopati dan

peningkatan lipid darah akibat pemecahan berlebihan yang membuat vaskular menjadi

lebih rentan akan penimbunan LDL teroksidasi subendotel yang memperburuk kualitas

hidup penderita. Dengan latihan jasmani kebutuhan otot akan glukosa meningkat dan ini

akan menurunkan kadar gula darah.

Aktivitas latihan :

 5-10 menit pertama : glikogen akan dipecah menjadi glukosa

 10-40 menit berikutnya : kebutuhan otot akan glukosa akan meningkat 7-20x.

Lemak

juga akan mulai dipakai untuk pembakaran sekitar 40%

 > 40 menit : makin banyak lemak dipecah ±75-90% .

Dengan makin banyaknya lemak dipecah, makin banyakk pula benda keton yang

terkumpul dan ini menjadi perhatian karena dapat mengarah ke keadaan asidosis. Latihan

berat hanya ditujukan pada penderita DM ringan atau terkontrol saja, sedangkan DM

yang agak berat, GDS mencapai > 350 mg/dl sebaiknya olahraga yang ringan dahulu.

Semua latihan yang memenuhi program CRIPE : Continous, Rhythmical, Interval,

Progressive, Endurance. Continous maksudnya berkesinambungan dan dilakukan terus-

menerus tanpa berhenti. Rhytmical artinya latihan yang berirama, yaitu otot berkontraksi
dan relaksi secara teratur. Interval, dilakukan selang-seling antara gerak cepat dan lambat.

Progresive dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dari intensitas ringa sampai

sedang hingga 30-60 menit. Endurance, latihan daya tahan untuk meningkatkan

kemampuan kardiopulmoner seperti jalan santai, jogging dll.

4. Intervensi Farmakologis

Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai degan

pengaturan makanan dan latihan jasmani.

1. obat hipoglikemik oral

a. insulin secretagogue :

sulfonilurea : meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Merupakan obat pilihan

utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurangm namun masih boleh diberikan

kepada pasien dengan berat badan lebih. Contohnya glibenklamid.

Glinid : bekerja cepat, merupakan prandial glucose regulator. Penekanan pada peningkatan

sekresi insulin fase pertama.obat ini berisiko terjadinya hipoglikemia. Contohnya : repaglinid,

nateglinid.

b. insulin sensitizers

Thiazolindindion. Mensensitisasi insulin dengan jalan meningkatkan efek insulin endogen pada

target organ (otot skelet dan hepar). Menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah

protein pengangkut glukosa, sehingga ambilan glukosa di perifer meningkat. Agonis PPARγ

yang ada di otot skelet, hepar dan jaringan lemak.

c. glukoneogenesis inhibitor
Metformin. Bekerja mengurangi glukoneogenesis hepar dan juga memperbaiki uptake

glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Kontraindikasi pada pasien

dengan gangguan ginjal dan hepar dan pasien dengan kecendrungan hipoksemia.

d. Inhibitor absorbsi glukosa

α glukosidase inhibitor (acarbose). Bekerja menghambat absorbsi glukosa di usus halus

sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Obat ini tidak

menimbulkan efek hipoglikemi

Hal-hal yang harus diperhatikan :

OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan decara bertahap sesuai respon kadar glukosa

darah, dapat diberikan sampai dosis maksimal.sulfonilurea generasi I dan II 15-30 menit sebelum

makan. Glimepirid sebelum/sesaat sebelum makan. Repaglinid, Nateglinid sesaat/sebelum

makan. Metformin sesaat/pada saat/sebelum makan. Penghambat glukosidase α bersama makan

suapan pertama. Thiazolidindion tidak bergantung jadwal makan.

2. Insulin

 Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi insulin basal dan sekresi insulin prandial. Terapi

insulin diupayakan mampu meniru pada sekresi insulin yang fisiologis.

 Defisiensi insulin mungkin hanya berupa defisiensi insulin basa, insulin prandial atau

keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada keadaan

puasa, sedangkan defisiensi nsulin prandial akan menimbulkan hiperglikemia setelah makan.

 Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap defisiensi yang

terjadi.
 Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal berupa insulin kerja cepat (rapid insulin), kerja

pendek (short acting), kerja menengah (intermediate acting) atau insuli campuran tetap

(premixed insulin)

Insulin diperlukan dalam keadaan : penurunan berat badan yang cepat, hiperglikemia

yang berta disertai ketosis, ketoasidosis diabetik, hiperglikemia hiperosmolar non ketotik,

hiperglikemia dengan asidosis laktat, gagal dengan kombinasi OHO dengan dosis yang hampir

maksimal, stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke), kehamilan dengan DM/DM

Gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan, gangguan fungsi hepar atau ginjal

yang berat, kontraindikasi atau alergi OHO.

3. Terapi Kombinasi

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah untuk kemudian

diinaikan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah. Untuk kombinasi OHO

dengan insulin, yang banyak dipakai adalah kombinasi OHO dan insulin basal (kerja menengah

atau kerja lama) yang divberikan pada malam hari atau menjelang tidur. Dengan pendekatan

terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa yag baik dengan dosis insulin

yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam

22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar gula darah puasa

keesokan harinya. Bila dengan cara seperti ini kadar gula darah sepanjang hari masih tidak

terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan insulin


PENCEGAHAN

• Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang memiliki faktor

resiko, yakni mereka yang belum terkena tetapi berpotensi untuk mendapat DM dan

kelompok intoleransi glukosa. Materi penyuluhan meliputi program penurunan berat

badan, diet sehat, latihan jasmani dan menghentikan kebiasaan merokok. Perencanaan

kebijakan kesehatan ini tentunya diharapkan memahami dampak sosio-ekonomi penyakit

ini, pentingnya menyediakan fasilitas yang memadai dalam upaya pencegahan primer.

• Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit pada

pasien yang telah menderita DM. Program ini dapat dilakukan dengan pemberian

pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan

penyakit DM. Penyulihan ditujukan terutama bagi pasien baru, yang dilakukan sejak

pertemuan pertama dan selalu diulang pada setiap pertemuan berikutnya. Pemberian

antiplatelet dapat menurunkan resiko timbulnya kelainan kardiovaskular pada

penyandang Diabetes.

• Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah mengalami

penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut. Pada pencegahan

tersier tetap dilakukan penyuluhan kepada pasien dan juga kelurganya dengan materi

upaya rehabilitasi yang dapat dilakakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal.

Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin sebelum kecacatan menetap,
misalnya pemberian aspirin dosis rendah 80-325 mg/hari untuk mengurangi dampak

mikroangiopati. Kolaborasi yang baik antar para ahli di berbagai disiplin, jantung, ginjal,

mata, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medik, gizi, pediatrist dll

sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan pencegahan tersier.

HIPERTENSI
DEFINISI

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang melebihi tekanan darah normal yaitu
lebih dari atau sama dengan 140/90 mmHg (Ilmu Penyakit Dalam II, 2011).

Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik
lebih dari 90 mmHg (Kaplan N.M , 2006).

Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas
140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi lanjut usia, hipertensi
didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Sheps, 2005).

EPIDEMIOLOGI

Di Indonesia terdapat beban ganda dari prevalensi penyakit hipertensi dan penyakit
kardiovaskuler lainnya dengan penyakit infeksi dan malnutrisi. Prevalensi hipertensi yang
tertinggi adalah pada wanita (25%) dan pria (24%). Rata-rata tekanan darah sistole 127,33
mmHg pada pria indonesia dan 124,13 mmHg pada wanita indonesia. Tekanan diastole 78,10
mmHg pada pria dan 78,56 mmHg pada wanita. Penelitian lain menyebutkan bahwa penyakit
hipertensi terus mengalami kenaikan insiden dan prevalensi, berkaitan erat dengan perubahan
pola makan, penurunan aktivitas fisik, kenaikan kejadian stres dan lain-lain.

KLASIFIKASI

- Berdasarkan Nilai Tekanan Darah


Pada tahun 2004, The Joint National Commitee of Prevention, Detection,
Evaluation and Treatment of The Blood Pressure (JNC-7) mengeluarkan batasan baru
untuk klasifikasi tekanan darah, <120/80 mmHg adalah batas optimal untuk risiko penyakit
kardiovaskular. Didalamnya ada kelas baru dalam klasifikasi tekanan darah yaitu pre-
hipertensi. Kelas baru pre-hipertensi tidak digolongkan sebagai penyakit tapi hanya
digunakan untuk mengindikasikan bahwa seseorang yang masuk dalam kelas ini memiliki
resiko tinggi untuk terkena hipertensi, penyakit jantung koroner dan stroke dengan
demikian baik dokter maupun penderita dapat mengantisipasi kondisi ini lebih awal,
hingga tidak berkembang menjadi kondisi yang lebih parah. Individu dengan prehipertensi
tidak memerlukan medikasi, tapi dianjurkan untuk melakukan modifikasi hidup sehat yang
penting mencegah peningkatan tekanan darahnya. Modifikasi pola hidup sehat adalah
penurunan berat badan, diet, olahraga, mengurangi asupan garam, berhenti merokok dan
membatasi minum alkohol

- Berdasarkan Etiologinya
Hipertensi berdasarkan etiologi / penyebabnya dibagi menjadi 2 :
a. Hipertensi Primer atau Esensial
Hipertensi primer atau yang disebut juga hipertensi esensial atau idiopatik adalah
hipertensi yang tidak diketahui etiologinya/penyebabnya. Paling sedikit 90% dari
semua penyakit hipertensi dinamakan hipertensi primer.
Sebab-sebab yang mendasari hipertensi esensial masih belum diketahui. Namun
sebagian besar disebabkan oleh ketidaknormalan tertentu pada arteri. Yakni mereka
memiliki resistensi yang semakin tinggi (kekakuan atau kekurangan elastisitas)
pada arteri-arteri yang kecil yang paling jauh dari jantung (arteri periferal atau
arterioles), hal ini seringkali berkaitan dengan faktor-faktor genetik, obesitas,
kurang olahraga, asupan garam berlebih, bertambahnya usia, dll. Secara umum
faktor-faktor tersebut antara lain:
1) Faktor Genetika (Riwayat keluarga)
Hipertensi merupakan suatu kondisi yang bersifat menurun dalam suatu keluarga.
Anak dengan orang tua hipertensi memiliki kemungkinan dua kali lebih besar untuk
menderita hipertensi daripada anak dengan orang tua yang tekanan darahnya
normal (Kumar dan Clark, 2004).

2) Ras
Orang-orang afro yang hidup di masyarakat barat mengalami hipertensi secara
merata yang lebih tinggi daripada orang berkulit putih. Hal ini kemungkinan
disebabkan karena tubuh mereka mengolah garam secara berbeda

3) Usia
Hipertensi lebih umum terjadi berkaitan dengan usia, Khususnya pada masyarakat
yang banyak mengkonsumsi garam. Wanita premenopause cenderung memiliki
tekanan darah yang lebih tinggi daripada pria pada usia yang sama, meskipun
perbedaan diantara jenis kelamin kurang tampak setelah usia 50 tahun.
Penyebabnya, sebelum menopause, wanita relatif terlindungi dari penyakit jantung
oleh hormon estrogen. Kadar estrogen menurun setelah menopause dan wanita
mulai menyamai pria dalam hal penyakit jantung.

4) Jenis kelamin
Pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita hipertensi daripada wanita.
Hipertensi berdasarkan jenis kelamin ini dapat pula dipengaruhi oleh faktor
psikologis. Pada pria seringkali dipicu oleh perilaku tidak sehat (merokok,
kelebihan berat badan), depresi dan rendahnya status pekerjaan Sedangkan pada
wanita lebih berhubungan dengan pekerjaan yang mempengaruhi faktor psikis kuat

5) Stress psikis
Stress meningkatkan aktivitas saraf simpatis, peningkatan ini mempengaruhi
meningkatnya tekanan darah secara bertahap. Apabila stress berkepanjangan dapat
berakibat tekanan darah menjadi tetap tinggi. Secara fisiologis apabila seseorang
stress maka kelenjer pituitary otak akan menstimulus kelenjer endokrin untuk
mengahasilkan hormon adrenalin dan hidrokortison ke dalam darah sebagai bagian
homeostasis tubuh. Penelitian di AS menemukan enam penyebab utama kematian
karena stress adalah PJK, kanker, paru-paru, kecelakan, pengerasan hati dan bunuh
diri

6) Obesitas
Pada orang yang obesitas terjadi peningkatan kerja pada jantung untuk memompa
darah agar dapat menggerakan beban berlebih dari tubuh tersebut. Berat badan yang
berlebihan menyebabkan bertambahnya volume darah dan perluasan sistem
sirkulasi. Bila bobot ekstra dihilangkan, TD dapat turun lebih kurang 0,7/1,5 mmHg
setiap kg penurunan berat badan. Mereduksi berat badan hingga 5-10% dari bobot
total tubuh dapat menurunkan resiko kardiovaskular secara signifikan

7) Asupan garam Na
Ion natrium mengakibatkan retensi air, sehingga volume darah bertambah dan
menyebabkan daya tahan pembuluh meningkat. Juga memperkuat efek
vasokonstriksi noradrenalin. Secara statistika, ternyata bahwa pada kelompok
penduduk yang mengkonsumsi terlalu banyak garam terdapat lebih banyak
hipertensi daripada orang-orang yang memakan hanya sedikit garam

8) Rokok
Nikotin dalam tembakau adalah penyebab tekanan darah meningkat. Hal ini karena
nikotin terserap oleh pembuluh darah yang kecil dalam paru-paru dan disebarkan
keseluruh aliran darah. Hanya dibutuhkan waktu 10 detik bagi nikotin untuk sampai
ke otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberikan sinyal kepada kelenjer
adrenal untuk melepaskan efinephrine (adrenalin). Hormon yang sangat kuat ini
menyempitkan pembuluh darah, sehingga memaksa jantung untuk memompa lebih
keras dibawah tekanan yang lebih tinggi

9) Konsumsi alkohol
Alkohol memiliki pengaruh terhadap tekanan darah, dan secara keseluruhan
semakin banyak alkohol yang di minum semakin tinggi tekanan darah. Tapi pada
orang yang tidak meminum minuman keras memiliki tekanan darah yang agak lebih
tinggi daripada yang meminum dengan jumlah yang sedikit.

b. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder memiliki patogenesis yang spesifik. Hipertensi sekunder dapat
terjadi pada individu dengan usia sangat muda tanpa disertai riwayat hipertensi dalam
keluarga. Individu dengan hipertensi pertama kali pada usia di atas 50 tahun atau yang
sebelumnya diterapi tapi mengalami refrakter terhadap terapi yang diberikan mungkin
mengalami hipertensi sekunder. Penyebab hipertensi sekunder antara lain penggunaan
estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskuler ginjal, hiperaldosteronisme primer dan
sindroma chusing feokromsitoma, koarktasio aorta, kehamilan, serta penggunaan obat-
obatan. (Ilmu Penyakit Dalam II, 2011).
Hipertensi sekunder adalah hipertensi persisten akibat kelainan dasar kedua selain
hipertensi esensial. Hipertensi ini penyebabnya diketahui dan ini menyangkut + 10% dari
kasus-kasus hipertensi. (Sheps, 2005).

PATOMEKANISME

Hipertensi adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama karena interaksi antara
faktor-faktor resiko. Faktor-faktor resiko yang mendorong timbulnya kenaikan tekanan darah
tersebut adalah :

1. Faktor resiko, seperti diet dan asupan garam, stress, ras, obesitas, merokok, genetis.
http://physicianjobster.com/wp-content/uploads/2009/11/Renal-Sodium-Retention-
Compensatory-Mechanism-Diagram-in-Essensial-Hypertension.jpg
2. Sistem saraf simpatis
- Tonus simpatis
- Variasi durnal
3. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi : endotel pembuluh
darah berperan utama, tetapi remodeling dari endotel, otot polos dan interstitium
juga memberikan konstribusi akhir
4. Pengaruh system otokrin setempat yang berpengaruh pada system rennin,
angiotensin, dan aldosteron. (Sudoyo, 2009)
PENATALAKSANAAN
Hipertensi esensial tidak dapat diobati tetapi dapat diberikan pengobatan untuk mencegah
terjadinya komplikasi. Langkah awal biasanya adalah merubah gaya hidup penderita:
a. Penderita hipertensi yang mengalami kelebihan berat badan dianjurkan untuk
menurutnkan berat badannya sampai batas ideal.
b. Merubah pola makan pada penderita diabetes, kegemukan atau kadar kolesterol darah
tinggi. Mengurangi pemakaian garam sampai kurang dari 2,3 gram natrium atau 6
gram natrium klorida setiap harinya (disertai dengan asupan kalsium, magnesium dan
kalium yang cukup) dan mengurangi alkohol.
c. Olah raga teratur yang tidak terlalu berat. Penderita hipertensi esensial tidak perlu
membatasi aktivitasnya selama tekanan darahnya terkendali.
d. Berhenti merokok karena merokok dapat merusak jantung dan sirkulasi darah dan
meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke.
e. Pemberian obat-obatan:
1. Diuretik thiazide biasaanya merupakan obat pertama yang diberikan untuk
mengobati hipertensi. Diuretik membantu ginjal membuang garam dan air, yang
akan mengurangi volume cairan diseluruh tubuh sehingga menurutnkan tekanan
darah. Diuretik juga menyebabkan pelebaran pembuluh darah. Diuretik
menyebabkan hilangnya kalium melalui air, sehingga harus diberikan tambahan
kalium atau obat penahan kalium.
2. Penghambat adrenergik merupakan sekelompok obat yang terdiri dari alfa-
blocker, beta-blocker dan alfa-beta-blocker labetalol, yang mengambat efek
system saraf simpatis. System saraf simpatis adalah system saraf yang dengan
segera akan memberikan respon terhadap stres, dengan cara meningkatkan
tekanan darah.
3. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-Inhibitor) menyebabkan
penurunan tekanan darah dengan cara melebarkan arteri.
4. Angiotensin II Blocker menyebabkan penurunan tekanan darah dengan suatu
mekanisme yang mirip dengan ACE-inhibitor.
5. Antagonis kalsium menyebabkan melebarnya pembuluh darah dengan
mekanisme yang benar-benar berbeda.
6. Vasodilator langsung menyebabkan melebarnya pembuluh darah. Obat dari
golongan ini hampir selalu digunakan sebagai tambahan terhadap obat anti
hipertensi lainnya.

Kedaruratan hipertensi (misalnya hipertensi maligna) memerlukan obat yang


menurunkan tekanan darah tinggi dengan segara. Beberapa obat bisa menurutnkan
tekanan darah dengan cepat dan sebagian besar diberikan secara intravena:
a) Diazoxide
b) Nitroprusside
c) Nitroglycerin
d) Labetalol.
Diberikan secara oral : Nifedipine, merupakan kalsium antagonis dengan kerja yang
sangat cepat, tetapi obat ini bisa menyebabkan hipotensi, sehingga pemberiannya harus
diawasi secara ketat

First Line Therapy in Hypertension

Tatalaksana Hipertensi Menurut JNC 7


Klasifikasi TDS TDD Perbaikan Tanpa Indikasi yang Dengan Indikasi
Tekanan Pola Hidup Memaksa yang Memaksa
(mmhg) (mmhg)
Darah
Normal <120 <80 Dianjurkan - -
mmhg mmhg
Pre 120-139 80-89 Ya Tidak indikasi obat Obat untuk indikasi
Hipertensi mmhg mmhg yang memaksa
Hipertensi 140-159 90-99 Ya Pilihan utama yaitu Obat untuk indikasi
grade 1 mmhg mmhg Diuretika Thiazide, yang memaksa
pertimbangkan pertimbangkan
ACEI,CCB,ARB Diuretika,
ACEI,ARB,CCB,BB
Hipertensi >160 >100 Ya Kombinasi 2 obat Sesuai kebutuhan
grade 2 mmhg mmhg diuretik thiazide dan
ACEI/ARB/BB/CC
B

(Buku Ajar IPD Edisi V Jilid II hal 1084 ; www.ncbi.nlm.nih.gov ; www.annals2010.gov)

Second Line Therapy in Hypertension

Pilihan Obat Anti Hipertensi Untuk Kondisi Tertentu


Indikasi yang memaksa Pilihan terapi awal
Gagal Jantung Diuretika thiazide, BB, ACEI, ARB
Pasca Infark Miokard BB,ACEI
Penyakit Pembuluh Koroner Thiazide, BB, ACEI, CCB
Diabetes Melitus Thiazide, BB, ACEI, ARB,CCB
Penyakit Ginjal Kronis ACEI,ARB
Pencegahan Stroke Berulang Thiazide, ACEI

PENCEGAHAN

Perawatan penderita hipertensi pada umumnya dilakukan oleh keluarga dengan


memperhatikan pola hidup dan menjaga psikis dari anggota keluarga yang menderita hipertensi.
Pengaturan pola hidup sehat sangat penting pada klien hipertensi guna untuk mengurangai efek
buruk dari pada hipertensi. Adapun cakupan pola hidup antara lain berhenti merokok,
mengurangi kelebihan berat badan, menghindari alkohol, modifikasi diet. Dan yang mencakup
psikis antara lain mengurangi sres, olahraga, dan istirahat (Amir, 2002 ).
Merokok sangat besar peranannya meningkatkan tekanan darah, hal ini disebabkan oleh
nikotin yag terdapat didalam rokok yang memicu hormon adrenalin yang menyebabkan tekana
darah meningkat. Nikotin diserap oleh pembuluh-pembuluh darah didalam paru dan diedarkan
keseluruh aliran darah lainnya sehingga terjadi penyempitan pembuluh darah. Hal ini
menyebabkan kerja jantung semakin meningkat untuk memompa darah keseluruh tubuh melalui
pembuluh darah yang sempit.Dengan berhenti merokok tekanan darah akan turun secara
perlahan , disamping itu jika masih merokok maka obat yang dikonsumsi tidak akan bekerja
secar optimal dan dengan berhenti merokok efektifitas obat akan meningkat ( Santoso, 2001 ).
Mengurangi berat badan juga menurunkan resiko diabetes, penyakit kardiovaskular, dan
kanker. Secara umum, semakin berat tubuh semakin tinggi tekanan darah, jika menerapkan pola
makan seimbang maka dapat mengurangi berat badan dan menurunkan tekanan darah dengan
cara yang terkontrol (Fatmaningsih, 2007)
Alkohol dalam darah merangsang adrenalin dan hormone –hormon lain yang membuat
pembuluh darah menyempit atau menyebabkan penumpukan natrium dan air. Minum-minuman
yang beralkohol yang berlebih juga dapat menyebabkan kekurangan gizi yaitu penurunan kadar
kalsium.Mengurangi alkohol dapat menurunkan tekanan sistolik 10 mmhg dan diastolik 7 mmhg
(Santoso, 2007)
Modifikasi diet atau pengaturan diet sangat penting pada klien hipertensi, tujuan utama
dari pengaturan diet hipertensi adalah mengatur tentang makanan sehat yang dapat mengontrol
tekanan darah tinggi dan mengurangi penyakiit kardiovaskuler. Secara garis besar, ada empat
macam diet untuk menanggulangi atau minimal mempertahankan keadaan tekana darah , yakni :
diet rendah garam , diet rendah kolestrol, lemak terbatas serta tinggi serat, dan rendah kalori bila
kelebihan berat baadan ( Astawan,2002 ).
Diet rendah garam diberikan kepada pasien dengan edema atau asites serta hipertensi.
Tujuan diet rendah garam adalah untuk menurunkan tekanan darah dan untuk mencegah edema
dan penyakit jantung ( lemah jantung ). Adapun yang disebut rendah garam bukan hanya
membatasi konsumsi garam dapur tetapi mengkonsumsi makanan rendah sodium atau natrium
( Na).Oleh karena itu yang sangat penting untuk diperhatikan dalam melakukan diet rendah
garam adalah komposisi makanan yang harus mengandung cukup zat – zat gizi, baik kalori,
protein, mineral maupun vitamin dan rendah sodium dan natrium ( Gunawan, 2001).
Sumber sodium antaralain adalah makanan yang mengandung soda kue, baking
powder,MSG( Mono Sodium Glutamat ), pengawet makanan atau natrium benzoat ( Biasanya
terdapat didalam saos, kecap, selai, jelly ), makanan yang dibuat dari mentega serta obat yang
mengandung natrium ( obat sakit kepala ). Bagi penderita hipertensi, biasakan penggunaan obat
dikonsultasikan dengan dokter terlebih dahulu. ( Hayens, 2003).
Diet rendah kolestrol dan lemak terbatas. Di dalam tubuh terdapat tiga bagian lemak yaitu
: kolestrol, trigliserida, dan fosfolipid.Tubuh memperoleh kolestrol dari makanan sehari – hari
dan dari hasil sintesis dalam hati. Kolestrol dapat berbahaya jika dikonsumsi lebih banyak dari
pada yang dibutuhkan oleh tubuh, peningkatan kolestrol dapat terjadi karena terlalu banyak
mengkonsumsi makanan yang mengandung kolestrol tinggi dan tubuh akan mengkonsumsi
sekitar 25 – 50 % dari setiap makanan ( Amir, 2002).
Diet tinggi serat sangat penting pada penderita hipertensi, serat terdiri dari dua jenis yaitu
serat kasar ( Crude fiber ) dan serat kasar banyak terdapat pada sayuran dan buah – buahan,
sedangkan serat makanan terdapat pada makanan karbohidrat yaitu : kentang, beras, singkong
dan kacang hijau. Serat kasar dapat berfungsi mencegah penyakit tekanan darah tinggi karena
serat kasar mampu mengikat kolestrol maupun asam empedu dan selanjutnya membuang
bersama kotoran. Keadaan ini dapat dicapai jika makanan yang dikonsumsi mengandung serat
kasar yang cukup tinggi ( Mayo, 2005 ).
Diet rendah kalori dianjurkan bagi orang yang kelebihan berat badan.Kelebihan berat
badan atau obesitas akan berisiko tinggi terkena hipertensi. Demikian juga dengan orang yang
berusia 40 tahun mudah terkena hipertensi. Dalam perencanaan diet, perlu diperhatikan hal – hal
berikut :
1. Asupan kalori dikurangi sekitar 25% dari kebutuhan energi atau 500 kalori untuk
penurunan 500 gram atau 0.5 kg berat badan per minggu.

2. Menu makanan harus seimbang dan memenuhi kebutuhan zat gizi.

3. Perlu dilakukan aktivitas olah raga ringan.

Stres tidak menyebabkan hipertensi yang menetap, tetapi stress berat dapat menyebabkan
kenaikan tekanan darah yang bersifat sementara yang sangat tinggi. Jika periode stress sering
terjadi maka akan mengalami kerusakan pada pembuluh darah, jantung dan ginjal sama halnya
seperti yang menetap (Amir,2002).

Manfaat olah raga yang sering di sebut olah raga isotonik seperti jalan kaki, jogging,
berenang dan bersepeda sangat mampu meredam hipertensi. Pada olah raga isotonik mampu
menurunkan hormone noradrenalin dan hormone – hormone lain penyebab naiknya tekanan
darah. Hindari olah raga Isometrik seperti angkat beban, karena justru dapat menaikkan tekanan
darah ( Mayer,1999).
Istirahat merupakan suatu kesempatan untuk memperoleh energi sel dalam tubuh,istirahat
dapat dilakukan dengan meluangkan waktu. Meluangkan waktu tidak berarti minta istirahat lebih
banyak dari pada bekerja produktif samapai melebihi kepatuhan.Meluangkan waku istiraha itu
perlu dilakukan secara rutin diantara ketegangan jam sibuk bekerja sehari – hari. Bersantai juga
bukan berarti melakukan rekreasi yang melelahkan,tetapi yang dimaksudkan dengan istirahat
adalah usaha untuk mengembalikan stamina tubuh dan mengembalikan keseimbangan hormon
dan dalam tubuh ( Amir,2002).

KOMPLIKASI

1. Stroke
Dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat embolus yang terlepas dari
pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik
apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertropi dan menebal, sehingga aliran
darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang. Arteri-arteri otak yang mengalami
arterosklerosis dapat melemah sehinggA meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma
(Corwin, 2000). Gejala terkena stroke adalah sakit kepala secara tiba-tiba, seperti, orang
bingung, limbung atau bertingkah laku seperti orang mabuk, salah satu bagian tubuh terasa
lemah atau sulit digerakan (misalnya wajah, mulut, atau lengan terasa kaku, tidak dapat berbicara
secara jelas) serta tidak sadarkan diri secara mendadak (Santoso, 2006).

2. Infark Miokard

Dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerosis tidak dapat menyuplai cukup oksigen
ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh
darah tersebut. Karena hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel, maka kebutuhan oksigen
miokardium mungkin tidak dapat terpenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan
infark. Demikian juga hipertropi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-perubahan waktu
hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan
resiko pembentukan bekuan (Corwin, 2000).
3. Gagal Ginjal

Dapat terjadi kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler-kepiler ginjal,
glomerolus. Dengan rusaknya glomerolus, darah akan mengalir keunit-unit fungsional ginjal,
nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan kematian. Dengan rusaknya
membran glomerolus, protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma
berkurang, menyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik (Corwin, 2000).
Penyakit ginjal dan saluran kemih telah menyumbang 850.000 kematian setiap tahunnya, hal ini
berarti meduduki peringkat ke-12 tertinggi angka kematian atau peringkat terringgi ke-17 angka
kecacatan. (Global Burden of Disease dan WHO, 2002)

4. Gagal Jantung

Atau bisa disebut kegagalan jantung dalam memompa darah keseluruh tubuh, sehingga
mengakibatkan cairan terkumpul di paru,kaki dan jaringan lain sering disebut edema. Cairan
didalam paru – paru menyebabkan sesak napas,timbunan cairan ditungkai menyebabkan kaki
bengkak atau sering dikatakan edema (Amir, 2002)

5. Ensefalopati

Dapat terjadi terutama pada Hipertensi Maligna (hipertensi yang cepat). Tekanan yang tinggi
pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam
ruang intertisium diseluruh susunan saraf pusat. Neron-neron disekitarnya kolaps dan terjadi
koma serta kematian (Corwin, 2000).
TINJAUAN PUSTAKA

1. Indonesia PE. Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. PB.
PERKENI. 2015.
2. Britov AN, Bystrova MM. New guidelines of the Joint National Committee (USA) on prevention,
diagnosis and management of hypertension. From JNC VI to JNC VII. Kardiologiia.
2003;43(11):93-7.
3. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17124/4/Chapter%20II.pdf

Anda mungkin juga menyukai