Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
Disetujui
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Ir. Etty Riani. H, MS. Dr. Ir. Isdradjad Setyobudiandi, M.Sc.
NIP. 131 619 682 NIP. 131 471 378
Diketahui
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Puji dan syukur kepada Bapa di surga dan Yesus Kristus yang telah
memberikan berkat, rahmat dan kasih-Nya kepada penulis, sehingga dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul ” Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) dan
Kadmium (Cd) dalam Air, Sedimen dan Organ Tubuh Ikan Sokang (Triacanthus
nieuhofi) di Perairan Ancol, Teluk Jakarta ”.
Skripsi ini disusun dalam rangka memperoleh gelar sarjana pada
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Dr. Ir. Etty Riani. H, M.S dan bapak Dr. Ir. Isdradjad
Setyobudiandi, M.Sc selaku komisi pembimbing skripsi yang telah
banyak memberikan bimbingan, pengarahan dan perbaikan sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Ibu Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS selaku wakil Departemen
Manajemen Sumberdaya Perairan dan bapak Ir. Agustinus M. Samosir,
M.Phil selaku penguji tamu dalam pelaksanaan ujian akhir.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Djamar T.F. Lumbanbatu, M.Agr selaku
pembimbing akademik yang telah banyak memberikan bimbingan dan
pengarahan selama penulis menjalankan perkuliahan di IPB.
4. Bapak dan Ibu tercinta, B’Teger sekeluarga, K’Merry sekeluarga dan
K’Menda atas kasih sayang, doa dan semangat selama menjalani
penelitian dan perkuliahan di IPB.
5. B’Karyawan dan K’Clara di Cianjur atas masukan dan bantuannya
selama penulis menjalankan perkuliahan di Bogor.
6. Wiradianti yang selalu memberikan dukungan, doa, dan semangat
dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Rekan-rekan tim penelitian, teman-teman MSP, FPIK dan IPB atas
segala saran, pendapat dan dukungan selama penelitian.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.
Penulis dilahirkan di Sei Semayang pada tanggal 05 Juli 1983 dari ayah
Drs. Daulat Bangun, S.Pd dan ibu Naik Br Sitepu. Penulis merupakan anak
keempat dari empat bersaudara. Penulis memulai pendidikan pada tahun 1989-
1995 di SD RK Deli Murni Diski, melanjutkan pendidikan ke SLTP RK Deli
Murni Diski pada tahun 1995-1998 dan SMU Negeri 1 Binjai pada tahun 1998-
2001.
Pada tahun 2001 penulis diterima di IPB melalui jalur UMPTN (Ujian
Masuk Perguruan Tinggi Negeri) dengan memilih Jurusan Manajemen
Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah Agama
Katolik 2002/2003-2004/2005 dan asisten mata kuliah Biologi Perikanan
2003/2004 dan 2004/2005.
Untuk menyelesaikan studi penulis melaksanakan penelitian dan skripsi
yang berjudul “Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) dalam
Air, Sedimen dan Organ Tubuh Ikan Sokang (Triacanthus nieuhofi) di Perairan
Ancol, Teluk Jakarta”.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ...................................................................................... x
PENDAHULUAN
Latar Belakang ................................................................................... 1
Perumusan Masalah ............................................................................ 2
Tujuan ................................................................................................ 3
TINJAUAN PUSTAKA
Kondisi Umum Lokasi Penelitian ....................................................... 4
Logam Berat di Teluk Jakarta ............................................................. 5
Karakteristik Logam Berat .................................................................. 7
Timbal (Pb) ................................................................................. 9
Kadmium (Cd) ............................................................................ 10
Pencemaran Perairan oleh Logam Berat .............................................. 10
Kandungan Logam Berat dalam Air ............................................ 11
Kandungan Logam Berat dalam Sedimen .................................... 12
Kandungan Logam Berat dalam Biota Air ................................... 13
Bahaya dan Nilai Toksisitas dari Logam Berat ............................ 14
Ikan Sokang ........................................................................................ 16
Morfologi dan Klasifikasi ........................................................... 16
Aspek Biologi dan Ekologi ......................................................... 17
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat ............................................................................. 18
Alat dan Bahan ................................................................................... 18
Metode Kerja ...................................................................................... 19
Metode Pengambilan Contoh Air dan Sedimen ........................... 19
Metode Pengambilan Ikan Contoh .............................................. 19
Metode Pengambilan Organ Ikan ................................................ 20
Metode Analisa .................................................................................. 20
Analisa Logam Berat .................................................................. 20
Analisa Deskriptif ....................................................................... 20
Korelasi Peringkat Spearman ...................................................... 21
LAMPIRAN ............................................................................................... 43
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Konsentrasi logam berat dalam air laut di Teluk Jakarta beberapa
tahun terakhir .................................................................................... 6
2. Konsentrasi logam berat dalam sedimen di Teluk Jakarta beberapa
tahun terakhir .................................................................................... 7
3. Kadar normal dan maksimum logam berat yang masuk ke
lingkungan laut ................................................................................. 11
4. Parameter fisika dan kimia perairan yang diukur ............................... 19
5. Kriteria baku mutu air laut untuk biota laut (Menteri Negara
Lingkungan Hidup, 2004) ................................................................. 20
6. Kisaran kadar maksimum logam berat dalam sedimen
(RNO, 1981 dalam Hamidah, 1986) .................................................. 21
7. Batas maksimum cemaran logam berat dalam makanan
(DEPKES RI, 1989) ......................................................................... 21
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Proses yang terjadi bila logam berat masuk ke lingkungan laut
(EPA, 1973 dalam Hutagalung, 1991) ............................................... 8
2. Ikan sokang (Triacanthus nieuhofi, Blkr 1852) ................................. 17
3. Peta lokasi penelitian ........................................................................ 18
4. Kandungan rata-rata logam berat Pb (ω) dan simpangan baku (-)
SK 95% dalam sedimen .................................................................... 23
5. Kandungan logam berat Pb dan Cd pada daging ikan sokang
(Triacanthus nieuhofi) ...................................................................... 26
6. Kandungan logam berat Pb dan Cd pada ginjal ikan sokang
(Triacanthus nieuhofi) ...................................................................... 27
7. Kandungan logam berat Pb dan Cd pada hati ikan sokang
(Triacanthus nieuhofi) ...................................................................... 28
8. Histologi hati ikan normal (Noga, 2000) ........................................... 29
9. Histologi hati ikan sokang yang terakumulasi logam berat................. 29
10. Kandungan logam berat Pb dan Cd pada insang ikan sokang
(Triacanthus nieuhofi) ...................................................................... 30
11. Histologi insang normal (Noga, 2000) .............................................. 31
12. Histologi insang ikan sokang yang terakumulasi logam berat............. 31
13. Nilai rata-rata suhu (ω) dan simpangan baku (-) SK 95% pada stasiun
pengamatan di Perairan Ancol, Teluk Jakarta .................................... 33
14. Nilai rata-rata derajat keasaman (pH) (ω) dan simpangan baku (-)
SK 95% pada stasiun pengamatan di Perairan Ancol, Teluk Jakarta... 34
15. Nilai rata-rata salinitas (ω) dan simpangan baku (-) SK 95% pada
stasiun pengamatan di Perairan Ancol, Teluk Jakarta ........................ 35
16. Nilai rata-rata oksigen terlarut (ω) dan simpangan baku SK 95%
pada stasiun pengamatan di Perairan Ancol, Teluk Jakarta ................ 36
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Kandungan logam Pb dan Cd dalam sedimen .................................... 43
2. Kandungan logam berat Pb dan Cd dalam organ tubuh ikan sokang
(Triacanthus nieuhofi) ...................................................................... 44
3. Kualitas air di perairan Ancol, Teluk Jakarta ..................................... 45
4. Surat keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004
tentang baku mutu air laut untuk biota laut ....................................... 46
5. Nilai korelasi peringkat spearman antara kandungan logam Pb dalam
sedimen dan dalam organ tubuh ikan sokang .................................... 47
6. Lokasi penelitian .............................................................................. 48
7. Prosedur analisa logam berat pada ikan ............................................. 49
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perairan Teluk Jakarta membentang sepanjang kurang lebih 33 kilometer
dengan kedalaman berkisar 4 sampai dengan 29 meter. Banyaknya pembangunan
sepanjang pantai bagian hulu telah menyebabkan terjadinya banyak perubahan.
Lahan rawa-rawa yang dulunya berfungsi sebagai daerah resapan air telah
berubah menjadi kawasan permukiman dan berbagai kegiatan industri maupun
pergudangan yang menghasilkan limbah dan menimbulkan pencemaran pada
teluk tersebut. Selain itu sampah dan limbah cair yang masuk ke Teluk Jakarta
melalui 13 sungai yang membelah Jakarta dan bermuara di teluk itu semakin
menambah beban pencemaran karena volumenya yang terus bertambah.
Salah satu pencemaran yang cukup mengkhawatirkan yang terjadi di Teluk
Jakarta adalah pencemaran logam berat seperti Hg, Pb, Cd, Cr, Sn dan lain-lain.
Unsur logam berat tersebut umumnya berasal dari kegiatan industri yang berada di
sekitar Teluk Jakarta seperti industri kaca, industri makanan ternak, industri cat
dan cool storage/gudang pendingin. Penggunaan timbal dikenal luas pada industri
cat, tinta, pestisida, fungisida dan juga sering digunakan pada industri plastik
sebagai bahan stabilizer dan kadmium (Cd) terakumulasi dalam air akibat
masukan limbah yang berasal dari kegiatan elektroplating (pelapisan emas dan
perak), pengerjaan bahan-bahan dengan menggunakan pigmen atau zat warna
lainnya dalam industri plastik, tekstil, dan industri kimia (Darmono, 1995).
Keberadaan logam berat dalam perairan akan sulit mengalami degradasi
bahkan logam tersebut akan diabsorpsi dalam tubuh organisme padahal logam
berat seperti Pb dan Cd ini termasuk golongan logam berat yang berbahaya dan
dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan dan pencernaan
(Darmono, 1995;2001). Keracunan logam berat Pb dan Cd dapat menyebabkan
keracunan yang akut dan kronis. Keracunan akut logam Pb ditandai oleh rasa
terbakarnya mulut, terjadinya perangsangan dalam gastrointestinal dengan
disertai diare dan gejala keracunan kronis ditandai dengan rasa mual, anemia,
sakit di sekitar perut dan dapat menyebabkan kelumpuhan (Darmono, 2001).
Sedangkan efek kronis dari keracunan logam Cd, biasanya mengakibatkan
kerusakan ginjal, kerusakan sistem syaraf dan kerusakan pada sebagian renal
tubules. Penyerapan Cd dalam tubuh cenderung terkonsentrasi di dalam hati dan
ginjal.
Terjadinya peningkatan kandungan logam berat pada perairan dapat
membahayakan biota dan organisme yang hidup di dalamnya, salah satunya
adalah ikan. Ikan yang merupakan organisme air yang dapat bergerak dengan
cepat pada umumnya mempunyai kemampuan menghindarkan diri dari pengaruh
pencemaran air. Namun demikian, pada ikan yang hidup dalam habitat yang
terbatas (seperti sungai, danau, dan teluk), ikan itu sulit melarikan diri dari
pengaruh pencemaran tersebut. Akibatnya, unsur-unsur pencemaran seperti logam
berat akan masuk ke dalam tubuh ikan (Darmono, 1995).
Ikan Triacanthus nieuhofi atau yang dikenal dengan ikan sokang adalah ikan
demersal yang terdapat di daerah dengan dasar pasir atau dasar berlumpur dan
memakan invertebrata benthik. Terjadinya penimbunan logam berat pada organ-
organ tubuh ikan berakibat lama-kelamaan konsentrasinya akan bertambah besar
yang dapat mengakibatkan rusaknya organ-organ tubuh ikan tersebut dan pada
akhirnya dapat menimbulkan kematian pada ikan. Apabila ikan tersebut
kemudian dikonsumsi oleh manusia hal ini akan sangat berbahaya bagi kesehatan
manusia yang dapat menyebabkan keracunan yang bersifat kronis dan akut karena
sifat logam berat yang mudah terakumulasi.
Perumusan Masalah
Meningkatnya kegiatan manusia di sekitar perairan laut dapat menyebabkan
perubahan pada ekosistem perairan tersebut. Kegiatan industri, rumah tangga dan
pertanian yang ada menghasilkan buangan limbah yang kemudian masuk ke
perairan laut baik melalui aliran run off maupun aliran sungai. Salah satu limbah
yang sangat berbahaya adalah logam berat yang mudah terakumulasi di dalam
tubuh organisme dan pada jumlah tertentu akan sangat berbahaya.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah kandungan logam berat
Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) dalam air, sedimen dan organ tubuh ikan sokang
(Triacanthus nieuhofi), mengetahui korelasi antara logam berat di air dan di
sedimen dengan di organ tubuh ikan sokang di perairan Ancol, Teluk Jakarta.
TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 1 Konsentrasi logam berat dalam air laut di Teluk Jakarta beberapa tahun
terakhir
Tabel 2 Konsentrasi logam berat dalam sedimen di Teluk Jakarta beberapa tahun
terakhir
Zat Pencemar
Avertebrata Plankton
Hewani
Gambar 1 Proses yang terjadi bila logam berat masuk ke lingkungan laut
(EPA, 1973 dalam Hutagalung, 1991).
Tingginya kandungan logam berat di suatu perairan dapat menyebabkan
kontaminasi, akumulasi bahkan pencemaran terhadap lingkungan seperti biota,
sedimen, air dan sebagainya (Lu,1995). Berdasarkan kegunaannya, logam berat
dapat dibedakan atas dua golongan, yaitu (Laws, 1981):
1. Golongan yang dalam konsentrasi tertentu berfungsi sebagai mikronutrien
yang bermanfaat bagi kehidupan organisme perairan, seperti Zn, Fe, Cu, Co.
2. Golongan yang sama sekali belum diketahui manfaatnya bagi organisme
perairan, seperti Hg, Cd, dan Pb.
Selanjutnya Hutagalung (1984) menyatakan bahwa senyawa logam berat
banyak digunakan untuk kegiatan industri sebagai bahan baku, katalisator, biosida
maupun sebagai additive. Limbah yang mengandung logam berat ini akan terbawa
oleh sungai dan karenanya limbah industri merupakan sumber pencemar logam
berat yang potensial bagi pencemaran laut.
Dalam perairan, logam-logam ditemukan dalam bentuk (Hamidah, 1980):
1. Terlarut, yaitu ion logam bebas air dan logam yang membentuk kompleks
dengan senyawa organik dan anorganik.
2. Tidak terlarut, terdiri dari partikel yang berbentuk koloid dan senyawa
kompleks metal yang terabsorbsi pada zat tersuspensi.
Timbal (Pb)
Timbal atau dalam keseharian lebih dikenal dengan nama timah hitam,
dalam bahasa ilmiahnya dinamakan plumbum dan disimbolkan dengan Pb.
Mempunyai nomor atom (NA) 82 dengan berat atom (BA) 207.2 (Palar, 2004).
Logam timbal Pb adalah jenis logam lunak berwarna coklat kehitaman dan mudah
dimurnikan. Logam Pb lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik
lainnya dan secara alamiah terdapat pada batu-batuan serta lapisan kerak bumi.
Dalam pertambangan, logam ini berbentuk sulfida logam (PbS) yang sering
disebut galena (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam industri
misalnya sebagai zat tambahan bahan bakar, pigmen timbal dalam cat yang
merupakan penyebab utama peningkatan kadar Pb di lingkungan (Lu, 1995).
Kadmium (Cd)
Logam kadmium mempunyai berat atom 112.41; titik cair 321 ºC dan massa
jenis 8.65 gr/ml (Hutagalung, 1991). Keberadaan kadmium di alam berhubungan
erat dengan hadirnya logam Pb dan Zn. Dalam industri pertambangan Pb dan Zn,
proses pemurniannya akan selalu memperoleh hasil samping kadmium yang
terbuang dalam lingkungan (Palar, 2004). Kadmium digunakan sebagai pigmen
dalam pembuatan keramik, penyepuhan listrik, pembuatan aloi dan baterai alkali
(Lu, 1995).
Tabel 3 Kadar normal dan maksimum logam berat yang masuk ke lingkungan
laut
Menurut Leckie dan James (1974) dalam Palar (2004), kelarutan dari unsur-
unsur logam dan logam berat dalam badan perairan dikontrol oleh :
(1) pH badan air
(2) Jenis dan konsentrasi logam dan khelat
(3) Keadaan komponen mineral teroksidai dan sistem yang berlingkungan redoks.
Akumulasi logam berat dalam tubuh organisme tergantung pada konsentrasi
logam berat dalam air atau lingkungan, suhu, keadaan spesies dan aktifitas
fisiologis (Bryan, 1976 dalam Connel dan Miller, 1995). Organisme laut lebih
memiliki daya tahan dibandingkan dengan biota air tawar. Decapoda yang
merupakan organisme laut paling sensitif mati pada konsentrasi kadmium di laut
pada kisaran 14.8-420 ppb. Efek sublethal pada binatang laut dicatat pada
konsentrasi kadmium 0.5-10 ppb termasuk penurunan pertumbuhan, gangguan
pernafasan, mengubah sistem enzim dan kontraksi otot yang tidak normal.
Pengaruh-pengaruh ini biasanya lebih nyata pada salinitas rendah dan temperatur
tinggi (Eisler, 1985). Pada pH yang tinggi kadmium mengalami presipitasi atau
pengendapan dan Canadian Council of Resource and Environment Ministers
(1987) dalam Effendi (2000) melaporkan kadar kadmium semakin besar dengan
tingkat kesadahan yang semakin besar pula.
Kelarutan timbal di air cukup rendah mengakibatkan kadarnya relatif sedikit.
Kadar dan toksisitas timbal dipengaruhi oleh: kesadahan, pH, alkalinitas dan
kadar oksigen. Timbal diserap dengan baik oleh tanah sehingga pengaruhnya
terhadap tanaman relatif kecil (Effendi, 2000).
> Zn2+ (Darmono, 1995). Daya toksik logam berat terhadap organisme perairan
dapat diketahui dengan mengukur LC50 (Lethal Concentration). Besarnya
konsentrasi logam berat dalam air yang dapat membunuh hewan percobaan
sebanyak 50% dalam waktu tertentu didefinisikan sebagai LC50. Biasanya waktu
yang digunakan adalah 48 atau 96 jam. Semakin kecil nilai LC50, semakin besar
sifat toksik logam beratnya (Hutagalung, 1984). Nilai LC50 logam timbal dalam
tes bioasai 48 jam untuk ikan adalah 0.34 ppm dan untuk kerang sebesar 2.45 ppm
(Waldichuk, 1974 dalam Darmono, 1995) dan nilai LC50 kadmium terhadap
Fundulus heteroclitus (12-20 mm) 18.2 µg/l (Lin dan Dunson, 1993 dalam EPA
2001).
Toksisitas timbal terhadap organisme akuatik berkurang dengan
meningkatnya kesadahan dan kadar oksigen terlarut. Toksisitas timbal lebih
rendah daripada kadmium (Cd), merkuri (Hg), dan tembaga (Cu) akan tetapi lebih
toksik daripada kromium (Cr), mangan (Mn), barium (Ba), zinc (Zn), dan Besi
(Fe) (Effendi, 2000). Batas maksimum timbal dalam makanan hasil laut yang
ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI sebesar 2,0 ppm. Konsumsi mingguan
elemen ini yang direkomendasikan oleh WHO toleransinya bagi orang dewasa
adalah 50 µg/kg berat badan dan untuk bayi atau anak-anak 25 µg/kg berat badan
(Barchan dkk., 1998 dalam Suhendrayatna, 2001).
Toksisitas kadmium dipengaruhi oleh pH dan kesadahan. Keberadaan zinc
dan timbal dapat meningkatkan toksisitas kadmium. Untuk melindungi kehidupan
pada ekosistem akuatik, kadar kadmium sebaiknya sekitar 0.0002 mg/l (Moore,
1991 dalam Effendi, 2000). Departemen Kesehatan RI menetapkan batas aman
kadmium dalam makanan (ikan) sebesar 1.0 ppm. Menurut badan dunia
FAO/WHO, konsumsi per minggu yang ditoleransikan bagi manusia adalah 400-
500 µg per orang atau 7 µg per kg berat badan (Barchan dkk., 1998 dalam
Suhendrayatna, 2001).
Pencemaran komoditas perairan oleh logam berat berkaitan erat dengan
kesehatan manusia yang mengkonsumsi produk tersebut. Bahaya-bahaya yang
disebabkan oleh logam-logam berat antara lain adalah : (1) Pb dapat menyebabkan
gangguan biosintesis sel darah merah dan anemia, kenaikan tekanan darah,
kerusakan ginjal dan otak serta gangguan sistem saraf (2) Cd dalam jangka
pendek dapat menyebabkan mual-mual, kejang otot, muntah-muntah, gangguan
panca indera, kerusakan hati dan gagal ginjal sedangkan dalam jangka panjang
menyebabkan kerusakan tulang (EPA, 2005).
Ikan Sokang
Morfologi dan Klasifikasi
Ikan sokang memiliki jari-jari sirip punggung VI.22-26; jari-jari sirip dubur
18-21; sirip dada (termasuk bagian yang tidak berkembang atau kecil) 14-16.
Gambaran kepala bagian punggung dari dasar jari-jari keras pertama sampai mata
sedikit cembung di bagian depan jari-jari keras dan hampir berupa garis lurus atau
sedikit cekung di sekitar mata. Setengah bagian badan bagian punggung berwarna
coklat keperakan, di bagian perut berwarna putih keperakan, badan terdapat
beberapa bercak kuning gelap yang tidak teratur; selaput sirip punggung jari-jari
pertama dan kedua berwarna hitam, sedikit atau banyak berkurang diantara jari-
jari keras kedua dan ketiga, pucat diantara yang ketiga dan kelima; jari-jari keras
sirip punggung berwarna putih; jari-jari lemah sirip dubur dan sirip dada berwarna
pucat; sirip ekor berwarna putih dengan bercak kuning yang kurang jelas
(Matsuura dan Peristiwady, 2001).
Klasifikasi ikan sokang menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut :
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Tetraodontiformes
Famili : Triacanthidae
Genus : Triacanthus
Spesies : Triacanthus nieuhofi, Blkr 1852
Berikut ini adalah gambar ikan sokang (Triacanthus nieuhofi) yang dapat dilihat
pada Gambar 2.
Sumber : Peta jalan & indeks, CD ROM 2003 oleh Gunther W. H, Jakarta
Metoda Analisa
Analisa Logam Berat
Analisa logam berat dilakukan dengan menggunakan Spektrofotometrik
Serapan Atom (AAS) yang didasarkan pada hukum Lambert-Beer, yaitu
banyaknya sinar yang diserap berbanding lurus dengan kadar zat. Oleh karena
yang mengabsorpsi sinar adalah atom, maka ion atau senyawa logam berat harus
diubah menjadi bentuk atom. Perubahan bentuk ion menjadi bentuk atom harus
dilakukan dengan suhu tinggi (2000ºC) melalui pembakaran (Akbar, 2002).
Untuk mendapatkan konsentrasi logam berat yang sebenarnya digunakan
formula :
Analisa Deskriptif
Hasil analisa logam berat pada perairan Ancol, Teluk Jakarta untuk melihat
tingkat pencemaran logam berat Pb dan Cd dibandingkan dengan Kriteria Baku
Mutu Air Laut untuk Biota Laut tahun 2004 pada Tebel 5.
Tabel 5 Kriteria baku mutu air laut untuk biota laut (Menteri Negara Lingkungan
Hidup, 2004)
Tabel 6 Kisaran kadar maksimum logam berat dalam sedimen (RNO, 1981 dalam
Hamidah, 1986)
Hasil analisa logam berat dalam organ tubuh ikan dibandingkan dengan
Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Makanan menurut Depkes RI
(1989) dalam Fajri, 2001 pada Tabel 7.
Tabel 7 Batas maksimum cemaran logam berat dalam makanan (DEPKES RI,
1989)
n
6 ∑ di 2
i =1
rs = 1 −
n(n − 1) 2
Keterangan :
rs : Koefisien korelasi peringkat Spearman
n : Banyaknya pasangan data
di : Selisih antara peringkat bagi xi dan yi
i : 1,2,3...
peubah : xi dan yi
HASIL DAN PEMBAHASAN
45
40
35
Kandungan Pb (ppm)
30
25
20
15
10
5
0
1 2 3 4
Stasiun
Gambar 4 Kandungan rata-rata logam berat Pb (ω) dan simpangan baku (-) SK
95% dalam sedimen.
Menurut Forstner (1979b) dalam Connell dan Miller (1995) ada beberapa proses
yang mempengaruhi pelepasan logam dari sedimen yaitu kepekatan garam yang
tinggi, perubahan keadaan redoks, perubahan pH, kehadiran zat-zat pembentuk
kompleks dan transformasi biokimiawi.
Pengamatan terhadap kandungan logam Pb dalam sedimen di Teluk Jakarta
antara lain pernah dilakukan oleh Kantor Pengkajian Perkotaan dan Lingkungan,
DKI Jakarta pada tahun 1996, yaitu sebesar 12.23-43.08 mg/l; pada tahun 1997
sebesar 12.35-215.75 mg/kg dan oleh Razak (2003) sebesar 4.42-77.41 ppm. Ini
berarti kandungan logam Pb pada saat pengambilan contoh di perairan Ancol
berada dalam kisaran kandungan Pb pada tahun sebelumnya di Teluk Jakarta dan
memiliki nilai yang lebih kecil. Hal ini dapat disebabkan oleh masukan limbah
yang berasal dari industri dan rumah tangga ke Perairan Ancol tidak sebesar yang
diterima oleh Teluk Jakarta.
Adanya kandungan logam Pb dalam sedimen menunjukkan telah terjadi
penumpukan kandungan Pb yang cukup tinggi di Perairan Ancol, Teluk Jakarta.
Hal ini dapat disebabkan oleh adanya buangan limbah perkotaan dan dari berbagai
industri di Jakarta dan sekitarnya yang umumnya banyak mengandung logam
berat. Harahap (1991) menyatakan bahwa logam berat mempunyai sifat yang
mudah mengikat bahan organik dan mengendap di dasar perairan dan bersatu
dengan sedimen sehingga kadar logam berat dalam sedimen lebih tinggi
dibandingkan dengan dalam air. Di samping itu aktivitas kapal pesiar dan kapal
tradisional yang digunakan sebagai alat transportasi dan rekreasi di sekitar
Perairan Ancol dapat mempengaruhi nilai kandungan logam Pb. Hal ini
dikarenakan penggunaan bahan bakar kapal yang mengandung logam Pb yang
berpotensi tumpah maupun tercecer dan kemudian mengendap di dasar perairan.
Kisaran kandungan logam Pb dalam sedimen di perairan Ancol, Teluk Jakarta ini
masih di bawah batas maksimum kadar alamiah logam Pb dalam sedimen
menurut RNO (1981) dalam Hamidah (1986) yaitu 70.000 ppb atau 70 ppm.
Logam Berat Cd
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap kandungan logam Cd di sedimen
diperoleh nilai yang tidak terdeteksi (ttd) disemua stasiun pengambilan contoh. Ini
menunjukkan bahwa kandungan logam Cd di sedimen pada saat pengambilan
contoh masih berada di bawah batas deteksi alat yakni 0.0003 ppm. Nilai
kandungan logam Cd dalam sedimen dari pengamatan yang pernah dilakukan
pada tahun sebelumnya di Teluk Jakarta oleh Kantor Pengkajian Perkotaan dan
Lingkungan, DKI Jakarta pada tahun 1996 dan 1997 adalah ttd-0.15 mg/l. Dan
oleh Razak (2003) <0.001-0.47 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan
logam Cd pada saat pengambilan contoh di Perairan Ancol memiliki nilai yang
lebih kecil. Nilai kandungan logam Cd dalam sedimen di perairan Ancol, Teluk
Jakarta yang tidak terdeteksi ini berarti masih jauh di bawah batas maksimum
kadar alamiah logam Cd dalam sedimen menurut RNO (1981) dalam Hamidah
(1986) yaitu 2000 ppb atau 2 ppm.
4,00
Pb
3,00
Cd
2,00
1,00
0,00
1 2 4
Stasiun
Kandungan logam Pb memiliki nilai yang lebih besar dari logam Cd dalam
daging ikan sokang. Hal ini disebabkan kandungan logam Pb di sedimen
ditemukan dalam jumlah yang cukup besar bila dibandingkan logam Cd.
Kandungan logam Pb dan Cd di organ daging (otot) lebih rendah bila
dibandingkan dengan organ ginjal tetapi tidak berbeda jauh dengan kandungan
yang ada di organ insang. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Darmono (2001)
bahwa akumulasi logam yang tertinggi biasanya dalam detoksikasi (hati) dan
ekskresi (ginjal). Selain itu menurut Suwirma dkk., (1980) dalam Kusumahadi
(1998) logam Cd yang terakumulasi dalam organ daging memiliki konsentrasi
yang lebih rendah dibandingkan dengan isi perut, insang dan tulang ikan
kembung.
Nilai kandungan logam Pb yang ada dalam daging ikan sokang telah
melampaui batas maksimum cemaran logam berat dalam makanan menurut
DEPKES RI, 1989 yaitu sebesar 2 ppm sedangkan kandungan logam Cd dalam
daging ikan tersebut masih berada di bawah batas maksimum yang ditetapkan
yaitu sebesar 1 ppm. Berdasarkan kandungan logam Pb yang sudah melampaui
batas maksimum yang ditetapkan maka ikan ini sudah tidak aman untuk
dikonsumsi oleh manusia karena apabila dikonsumsi logam tersebut dapat
terakumulasi dalam tubuh manusia yang dapat mempengaruhi dan mengganggu
kesehatan manusia, bahkan menyebabkan kematian.
Ginjal
Kandungan logam Pb dalam ginjal berkisar 3.6684-22.9810 ppm dan untuk
logam Cd sebesar 0.0376-1.1661 ppm. Nilai kandungan tertinggi untuk logam Pb
terdapat pada stasiun 1 dan untuk logam Cd pada stasiun 2. Tingginya kandungan
logam Pb di ginjal pada stasiun 1 terjadi karena kandungan logam Pb di sedimen
pada stasiun 1 juga cukup besar. Prosi (1979) dalam Connell dan Miller (1995)
mengatakan salah satu faktor yang berhubungan dengan akumulasi logam oleh
makhluk hidup perairan adalah sedimen dan detritus. Hewan pemangsa sedimen
dan detritus cenderung mengakumulasi logam dalam kepekatan yang tinggi. Hasil
pengamatan terhadap kandungan logam Pb dan Cd dalam ginjal ikan sokang dapat
dilihat pada Gambar 6 di bawah ini.
25,00
Kandungan logam berat (ppm)
20,00
15,00
Pb
Cd
10,00
5,00
0,00
1 2 4
Stasiun
Nilai kandungan logam Pb dan Cd pada ginjal mempunyai nilai yang lebih
besar dibandingkan dengan kandungan logam Pb dan Cd pada organ lainnya.
Besarnya kandungan logam Pb dan Cd pada ginjal dibandingkan dengan organ
lainnya, dapat terjadi karena ginjal ikan merupakan organ yang berfungsi untuk
filtrasi dan mengekskresikan bahan yang biasanya tidak dibutuhkan tubuh,
termasuk bahan beracun seperti logam berat (Dinata, 2004). Sehingga banyak
bahan beracun seperti logam berat terdapat di dalam ginjal tersebut.
Hati
Kandungan logam Pb yang diperoleh berkisar 1.2032-3.7760 ppm dan
untuk logam Cd berkisar 0.0008-0.0589 ppm. Nilai tertinggi kandungan logam Pb
dan Cd terdapat pada stasiun 1 dan terendah pada stasiun 4 dengan nilai
kandungan logam Pb yang jauh lebih besar daripada logam Cd. Hal ini karena
kandungan Pb yang ada di sedimen nilainya berbeda jauh dibandingkan logam
Cd. Kandungan logam Pb dan Cd di hati memiliki nilai yang lebih kecil
dibandingkan dengan kandungan yang ada di daging, insang dan juga ginjal. Hal
ini dapat terjadi karena logam berat yang masuk ke dalam hati ikan menyebabkan
gangguan fisiologis, sehingga ikan berusaha mengeluarkannya sebagai bagian dari
proses detoksifikasi. Salah satu mekanisme detoksifikasi adalah mengubah zat
menjadi bentuk senyawa yang mudah dikeluarkan dari dalam tubuh (Purwanti,
1995 dalam Kusumahadi, 1998). Dari hasil pengamatan, kandungan logam Pb dan
Cd dalam hati ikan sokang dapat dilihat pada Gambar 7.
4,00
Kandungan logam berat (ppm)
3,50
3,00
2,50
Pb
2,00
Cd
1,50
1,00
0,50
0,00
1 2 4
Stasiun
Gambar 8 Histologi hati ikan normal (Noga, 2000). Ket: (P) Parenkim;
(M) Makrofaga.
DM
Gambar 9 Histologi hati ikan sokang yang terakumulasi logam berat (10x40).
Ket: (M) Makrofaga; (DM) Degenerasi lemak. (Sumber : Balitvet)
Insang
Hasil pengamatan terhadap kandungan logam berat Pb dan Cd pada organ
insang ikan sokang dapat dilihat pada gambar 10. Untuk logam Pb konsentrasinya
berkisar 3.1162-6.5703 ppm sedangkan untuk logam Cd berkisar 0.0150-0.3753
ppm. Nilai tertinggi untuk kandungan logam Pb dan Cd didapat pada stasiun 1 dan
terendah pada stasiun 4.
7,00
Kandungan logam berat (ppm)
6,00
5,00
4,00 Pb
3,00 Cd
2,00
1,00
0,00
1 2 4
Stasiun
Kandungan logam Pb dan Cd di insang memiliki nilai yang lebih kecil bila
dibandingkan dengan yang terdapat di ginjal sedangkan nilainya tidak jauh
berbeda dengan yang terdapat di daging. Menurut Darmono dan Arifin, (1989)
dalam Kusumahadi (1998) dibandingkan dengan organ tubuh ikan yang lain,
logam berat yang terakumulasi dalam insang lebih sedikit karena logam berat
yang terabsorpsi dan terakumulasi di insang akan mengalami metabolisme dan
akan diekskresikan dari tubuh bersama-sama sisa metabolisme lainnya.
Akumulasi logam Pb dan Cd pada insang dapat pula mengakibatkan terjadinya
perubahan struktur morfologi insang seperti yang terlihat pada Gambar 12.
Gambar 11 Histologi insang normal (Noga, 2000). Ket: (P) Filamen insang;
(S) Lamella insang.
DL
Gambar 12 Histologi insang ikan sokang yang terakumulasi logam berat (10x10).
Ket: (DL) Degenerasi lamella (Sumber : Balitvet).
Kondisi Perairan
Suhu
Hasil pengamatan terhadap suhu perairan dapat dilihat pada Gambar 13 yang
memperlihatkan nilai yang tidak jauh berbeda antara satu stasiun dengan stasiun
lainnya. Kisaran suhu yang diperoleh adalah 29-31 °C. Pada stasiun 1 diperoleh
kisaran suhu sebesar 30.5 ± 0.5774 °C dan di stasiun 2 sebesar 30 ± 0.8165 °C
sedangkan pada stasiun 3 adalah 29.75 ± 0.9574 °C dan stasiun 4 sebesar 31 ±
0.8165 °C. Dari nilai standar deviasi yang diperoleh dapat dikatakan antara
stasiun 2 dan 3 adalah sama. Hal ini dapat disebabkan karena posisi kedua stasiun
ini sama-sama berada di tengah perairan.
Nilai suhu di stasiun 4 paling tinggi dibandingkan 3 stasiun lainnya
disebabkan adanya Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) didekat stasiun 4
tersebut. Thayib (1994) dalam Anggraeni, (2002) mengatakan bahwa kenaikan
suhu perairan dapat disebabkan karena masukan limbah air panas. Limbah panas
di Teluk Jakarta dihasilkan dari pusat-pusat tenaga listrik yang dapat menaikkan
suhu air laut sebesar 3-4 °C. Apabila dibandingkan dengan keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup No.51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk
biota laut maka nilai rata-rata suhu di perairan tersebut sedikit lebih besar dari
yang ditetapkan yaitu 28-30 °C.
32,50
32,00
31,50
31,00
30,50
Suhu (oC)
30,00
29,50
29,00
28,50
28,00
27,50
27,00
1 2 3 4
Stasiun
Gambar 13 Nilai rata-rata suhu (ω) dan simpangan baku (-) SK 95% pada stasiun
pengamatan di Perairan Ancol, Teluk Jakarta.
pH
Hasil pengamatan terhadap nilai pH dapat dilihat pada Gambar 14. Secara
umum dapat dikatakan kisaran pH yang diperoleh tidak berbeda nilainya antara
satu stasiun dengan stasiun yang lain. Kisaran nilai pH yang diperoleh adalah
sebesar 7.8-8.1. Nilai pH tertinggi terdapat pada stasiun 3 dengan nilai rata-rata
8.05 ± 0.0577 dan yang terendah pada stasiun 1 dengan nilai rata-rata sebesar
7.9750 ± 0.1258. Berdasarkan nilai standar deviasi yang diperoleh dapat dikatakan
antara keempat stasiun tersebut tidak berbeda. Rendah dan cukup bervariasinya
nilai pH yang diperoleh di stasiun 1 diduga karena letak stasiun 1 yang berdekatan
dengan daratan, dimana buangan limbah dari daratan banyak mengandung bahan -
bahan organik (Lampiran 6). Bahan - bahan organik tersebut akan terurai menjadi
bahan anorganik yang akan melepaskan CO2, sehingga mempengaruhi penurunan
pH. Sedangkan homogennya nilai yang diperoleh di stasiun 2 dapat disebabkan
oleh posisi stasiun 2 yang berada di tengah perairan dimana pengaruh dari sumber
pencemar tidak terlalu besar.
8,15
8,10
8,05
8,00
Nilai pH
7,95
7,90
7,85
7,80
7,75
7,70
1 2 3 4
Stasiun
Gambar 14 Nilai rata-rata derajat keasaman (pH) (ω) dan simpangan baku (-) SK
95% pada stasiun pengamatan di Perairan Ancol, Teluk Jakarta.
Salinitas
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap salinitas perairan (Gambar 15)
diperoleh nilai yang juga tidak berbeda antara satu stasiun dengan stasiun lainnya
dan dari nilai standar deviasi yang diperoleh dapat dikatakan keempat stasiun
tersebut tidak berbeda. Nilai kisaran salinitas yang diperoleh adalah 30.1-31.2 ‰.
Pada stasiun 1 diperoleh nilai rata-rata sebesar 30.4667 ± 0.3873 ‰ dan di stasiun
2 sebesar 30.475 ± 0.25 ‰ sedangkan pada stasiun 3 dan 4 adalah 30.6250 ± 0. 05
‰ dan 30.4750 ± 0.2872 ‰.
31,00
30,80
30,60
Salinitas o/oo
30,40
30,20
30,00
29,80
29,60
1 2 3 4
Stasiun
Gambar 15 Nilai rata-rata salinitas (ω) dan simpangan baku (-) SK 95% pada
stasiun pengamatan di Perairan Ancol, Teluk Jakarta.
Dari nilai salinitas rata-rata yang diperoleh pada tiap-tiap stasiun nilainya
masih di bawah kisaran normal menurut keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup No.51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk biota laut yaitu 33-34
‰. Hal ini disebabkan oleh adanya curah hujan yang mempengaruhi nilai salinitas
perairan akibat adanya masukan air tawar ke laut karena pengambilan contoh
dilakukan pada saat musim penghujan. Selain itu faktor lain yang mempengaruhi
nilai salinitas adalah jumlah sungai yang bermuara, intensitas penguapan, pasang
surut, dan sebagainya. Banyaknya sungai yang bermuara ke perairan teluk Jakarta
mengakibatkan menurunnya nilai salinitas.
10,00
6,00
4,00
2,00
0,00
1 2 3 4
Stasiun
Gambar 16 Nilai rata-rata oksigen terlarut (ω) dan simpangan baku SK 95% pada
stasiun pengamatan di Perairan Ancol, Teluk Jakarta.
Dari nilai rata-rata yang diperoleh pada tiap stasiun nilai tertinggi terdapat
pada stasiun 3 dan yang terendah terdapat di stasiun 4. Hal ini karena posisi
stasiun 4 yang berada dekat dengan sebuah PLTU yang menyebabkan suhu pada
stasiun ini cukup tinggi sehingga mempengaruhi nilai oksigen terlarutnya. Dengan
meningkatnya suhu maka kelarutan oksigen di suatu perairan akan menurun.
Kisaran nilai oksigen terlarut rata-rata pada masing-masing stasiun masih sesuai
dengan keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.51 tahun 2004 tentang
baku mutu air laut untuk biota laut yaitu >5 mg/l.
Kesimpulan
Kandungan logam Pb dan Cd di kolom air Perairan Ancol, Teluk Jakarta
memiliki nilai yang tidak terdeteksi sedangkan di sedimen hanya kandungan
logam Pb saja yang didapat karena kandungan logam Cd di sedimen juga tidak
terdeteksi. Kandungan logam Pb di sedimen mempunyai kisaran tidak terdeteksi
sampai 43.28 mg/kg. Kandungan logam Pb memiliki nilai yang jauh lebih tinggi
di sedimen bila dibandingkan dengan yang ada di dalam air.
Kandungan logam Pb dalam organ tubuh (daging, ginjal, hati dan insang)
ikan sokang berkisar 1.2032 ppm – 22.9810 ppm sedangkan untuk logam Cd
berkisar 0.0008 ppm – 1.1661 ppm. Dilihat dari kandungan logam Pb dan Cd
yang diperoleh, kandungan tertinggi terdapat pada organ ginjal dan terendah pada
organ hati. Kandungan logam Pb dalam daging ikan telah melampaui batas
cemaran maksimum logam berat dalam makanan. Berdasarkan nilai korelasi
peringkat Spearman (rs) antara kandungan logam Pb di sedimen dan organ tubuh
ikan memiliki tingkat keeratan yang sedang dan bertanda positif yaitu pada organ
ginjal, hati dan insang sedangkan pada daging memiliki tingkat keeratan yang
tinggi namun bertanda negatif.
Hasil pengukuran terhadap parameter kualitas air seperti suhu, salinitas, pH
dan oksigen terlarut memiliki kisaran nilai sebagai berikut: 29-31 ºC untuk suhu,
30.1-31.2 ‰ untuk salinitas, 7.8 -8.1 untuk pH dan 4.75-9.86 mg/l untuk oksigen
terlarut. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.51 tahun
2004 tentang Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut nilai-nilai tersebut masih
berada dalam kisaran baku mutu (28-30 ºC; 33-34 ‰; 7 -8.5 dan >5 mg/l) kecuali
parameter suhu yang memiliki nilai sedikit lebih besar.
Saran
1. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh Pb dan Cd
terhadap daging, ginjal, hati dan insang terlebih pada ikan-ikan ekonomis
penting.
2. Menghimbau kepada nelayan dan masyarakat agar tidak menangkap dan
mengkonsumsi ikan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar HS. 2002. Pendugaan Tingkat Akumulasi Logam Berat Cd, Pb, Cu, Zn,
dan Ni pada Kerang Hijau (Perna viridis L.) ukuran >5 cm di Perairan
Kamal Muara, Teluk Jakarta. [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Anggraeni I. 2002. Kualitas Air Perairan Laut Teluk Jakarta selama Periode
1996-2002. [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor.
Anna S. 1999. Analisis Kualitas Lingkungan Perairan Teluk Jakarta. [tesis].
Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Connell DW dan G.J Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Yanti
Koestoer, penerjemah; Sahati, pendamping. Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia (UI-Press). Terjemahan dari: Chemistry and Ecotoxicology of
Pollution. 520 hal.
Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Penerbit UI Press.
Jakarta.
Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran : Hubungan dengan
Toksikologi Senyawa Logam. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Dinata A. 2004. Waspadai Pengaruh Toksisitas Logam pada Ikan.
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0804/12/cakrawala/lainnya02.htm
[14 Mei 2005].
Effendi H. 2000. Telaahan Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Eisler R. 1985. Cadmium Hazards to Fish, Wildlife and Invertebrates: A Synoptic
Review. USA. www.pwrc.usgs.gov/infobase/eisler/CHR_2_Cadmium.pdf
[24 November 2005]
Environmental Protection Agency (EPA). 2001. Update of Ambient Water Quality
Criteria for Cadmium. Washington, D.C. http://www.epa.gov [11 Oktober
2005]
Environmental Protection Agency (EPA). 2005. Ground Water and Drinking
Water: Consumer Factsheet on Cadmium. Washington, D.C.
http://www.epa.gov [14 Oktober 2005]
Fajri NE. 2001. Analisis Kandungan Logam Berat Hg, Cd dan Pb dalam Air Laut,
Sedimen dan Tiram (Carassostrea cucullata) di Perairan Pesisir
Kecamatan Pedes, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. [tesis]. Bogor:
Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Hamidah. 1980. Pengaruh Logam Berat terhadap Lingkungan. Pewarta
Oceana.6(2).
Hamidah. 1986. Pengaruh Logam Berat terhadap Lingkungan. Pusat Penelitian
Ekologi, Lembaga Oseanologi Nasional-LIPI, Jakarta.
Harahap S. 1991. Tingkat Pencemaran Air Kali Cakung ditinjau dari Sifat Fisika-
Kimia Khususnya Logam Berat dan Keanekaragaman Jenis Hewan
Benthos Makro. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor.
Hutagalung HP. 1984. Logam Berat dalam Lingkungan Laut. Pewarta Oceana IX
No.1 Tahun 1984.
Hutagalung HP. 1991. Pencemaran Laut oleh Logam Berat. Dalam Status
Pencemaran Laut di Indonesia dan Teknik Pemantauannya. P30-LIPI.
Jakarta.
Ilahude AG dan Liasaputra. 1980. Sebaran Normal Parameter Hidrologi di Teluk
Jakarta. hlm 1-48. LON-LIPI. Jakarta.
Kantor Pengkajian Perkotaan dan Lingkungan Hidup. 1996. Studi Potensi
Kawasan Perairan Teluk Jakarta.
Kantor Pengkajian Perkotaan dan Lingkungan Hidup. 1997. Laporan Tahunan
Prokasih PEMDA DKI Jakarta.
Kusumahadi KS. 1998. Konsentrasi Logam Berat Pb, Cr dan Hg dalam Badan
Air dan Sedimen serta Hubungannya dengan Keanekaragaman Plankton,
Benthos dan Ikan di Sungai Ciliwung. [disertasi]. Bogor: Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Laws EA. 1981. Aquatic pollution. John Willey and Sons. New York.
Stasiun 1
Titik Logam Pb Logam Cd
1 32.64 *
2 26.13 *
3 30.56 *
4 39.58 *
Rata-rata 32.2275 *
Stasiun 2
Titik Logam Pb Logam Cd
5 23.91 *
6 32.82 *
7 35.48 *
8 31.4 *
Rata-rata 30.9025 *
Stasiun 3
Titik Logam Pb Logam Cd
9 27.13 *
10 31.71 *
11 43.28 *
12 28.21 *
Rata-rata 32.5825 *
Stasiun 4
Titik Logam Pb Logam Cd
13 13.34 *
14 14.09 *
15 * *
16 13.57 *
Rata-rata 13.6667 *
Stasiun 1
Parameter Satuan 1 2 3 4 Rata-rata
pH 7.8 8 8 8.1 7.98
DO mg/l 5.85 7.24 7.13 8.66 7.22
Salinitas ‰ 30.3 30.5 30.6 31.2 3.07
0
Suhu C 31 31 30 30 30.5
Stasiun 2
Parameter Satuan 13 14 15 16 Rata-rata
pH 8 8 8 8 8.03
DO mg/l 6.91 9.4 8.7 8.72 8.43
Salinitas ‰ 30.5 30.4 30.2 30.8 30.48
0
Suhu C 30 29 30 31 30
Stasiun 3
Parameter Satuan 5 6 7 8 Rata-rata
pH 8.1 8.1 8 8 8.05
DO mg/l 9.86 9.37 9.47 5.21 8.48
Salinitas ‰ 30.6 30.7 30.6 30.6 30.6
0
Suhu C 30 29 29 31 29.75
Stasiun 4
Parameter Satuan 9 10 11 12 Rata-rata
pH 8 8 8.1 8 8.03
DO mg/l 5.63 4.75 6.9 9.09 6.59
Salinitas ‰ 30.5 30.1 30.5 30.8 30.5
0
Suhu C 31 31 32 30 31
Lampiran 4 Surat keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 tahun
2004 tentang baku mutu air laut untuk biota laut
KIMIA
7. pH - 7-8.5
8. Salinitas ‰ coral: 33-34
mangrove: s/d 34
lamun: 33-34
9. Oksigen Terlarut (DO) mg/l >5
10. BOD5 mg/l 20
11. Ammonia Total (NH3-N) mg/l 0.3
12. Fosfat (PO4-P) mg/l 0.015
13. Nitrat (NO3-N) mg/l 0.008
Logam Terlarut
14. Raksa (Hg) mg/l 0.001
15. Kromium heksavalen (Cr(VI)) mg/l 0.005
16. Arsen mg/l 0.012
17. Kadmium (Cd) mg/l 0.001
18. Tembaga (Cu) mg/l 0.008
19. Timbal (Pb) mg/l 0.008
20. Seng (Zn) mg/l 0.05
21. Nikel (Ni) mg/l 0.05
BIOLOGI
22. Coliform (total) MPN/100 ml 1000
23. Patogen Sel.100 ml nihil
24. Plankton Sel/100 ml tidak bloom
RADIO NUKLIDA
25. Komposisi yang tidak diketahui Bq/l 4
Lampiran 5 Nilai korelasi peringkat spearman antara kandungan logam Pb dalam
sedimen dan dalam organ tubuh ikan sokang
Nonparametric Correlations
SEDIMEN DAGING
Spearman's rho SEDIMEN Correlation
1,000 -1,000(**)
Coefficient
Sig. (2-tailed) . ,000
N 3 3
DAGING Correlation
-1,000(**) 1,000
Coefficient
Sig. (2-tailed) ,000 .
N 3 3
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
SEDIMEN GINJAL
Spearman's rho SEDIMEN Correlation
1,000 ,500
Coefficient
Sig. (2-tailed) . ,667
N 3 3
GINJAL Correlation
,500 1,000
Coefficient
Sig. (2-tailed) ,667 .
N 3 3
SEDIMEN HATI
Spearman's rho SEDIMEN Correlation
1,000 ,500
Coefficient
Sig. (2-tailed) . ,667
N 3 3
HATI Correlation
,500 1,000
Coefficient
Sig. (2-tailed) ,667 .
N 3 3
SEDIMEN INSANG
Spearman's rho SEDIMEN Correlation
1,000 ,500
Coefficient
Sig. (2-tailed) . ,667
N 3 3
INSANG Correlation
,500 1,000
Coefficient
Sig. (2-tailed) ,667 .
N 3 3
Lampiran 6 Lokasi penelitian
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
Stasiun 4
Lampiran 7 Prosedur analisa logam berat pada ikan
Prinsip
Organ yang dibutuhkan untuk dapat digunakan dalam analisis AAS sebesar
5 gram. Kemudian ditimbang, dan dilakukan pengabuan kering. Sesudah
penghilangan bahan-bahan organik dengan pengabuan kering, residu dilarutkan
dalam asam encer. Larutan disebarkan dalam nyala api yang ada didalam alat
AAS sehingga absorpsi atau emisi logam dapat dianalisa dan diukur pada panjang
gelombang tertentu.
Cara Kerja
a. Larutan abu berasal dari pengabuan basah
1. Pindahkan larutan abu ke dalam labu takar.
Pilih labu takar yang sesuai sehingga diperoleh konsentrasi logam yang
sesuai dengan kisaran kerjanya.
2. Tepatkan sampai tanda tera dengan air, campur merata
b. Abu berasal dari pengabuan kering
1. Tambahkan 5-6 ml HCl 6N ke dalam cawan/pinggan berisi abu, kemudian
dengan hati-hati panaskan diatas hot plate (pemanas) dengan pemanasan
rendah sampai kering.
2. Tambahkan 5 ml HCl 3N, panaskan cawan diatas pemanas sampai mulai
mendidih.
3. Dinginkan dan saring melalui kertas saring, masukkan filtrat ke dalam labu
takar yang sesuai. Usahakan padatan tertinggi sebanyak mungkin ke dalam
cawan.
4. Tambahkan 10 ml HCl 3N ke dalam cawan, kemudian panaskan sampai
larutan mulai mendidih.
5. Dinginkan, saring dan masukkan filtrat ke dalam labu takar.
6. Cuci cawan dengan air sedikitnya tiga kali, saring air cucian lalu
masukkan ke dalam labu takar.
7. Cuci kertas saring dan masukkan air cucian ke dalam labu takar.
c. Kalibrasi alat dan penetapan sampel
1. Set alat AAS sesuai dengan instruksi dalam manual alat tersebut.
2. Ukur larutan standar logam dan blanko.
3. Ukur larutan sampel. Selama penetapan sampel, periksa secara periodik
apakah nilai standar tetap konstan.
4. Buat kurva standar untuk masing-masing logam (nilai absorpsi/ emisi vs
konsentasi logam dalam µg/ml).
Sumber : (Lab. Terpadu FKH IPB, 2004)