Anda di halaman 1dari 64

KANDUNGAN LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) DAN

KADMIUM (Cd) DALAM AIR, SEDIMEN DAN ORGAN


TUBUH IKAN SOKANG (Triacanthus nieuhofi)
DI PERAIRAN ANCOL, TELUK JAKARTA

JULIUS MARINUS BANGUN

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2005
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: Kandungan


Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) dalam Air, Sedimen dan Organ
Tubuh Ikan Sokang (Triacanthus nieuhofi) di Perairan Ancol, Teluk Jakarta
adalah benar hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan mau pun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir Skripsi ini.

Bogor, Oktober 2005

Julius Marinus Bangun


C24101053
ABSTRAK

JULIUS MARINUS BANGUN. C24101053. Kandungan Logam Berat


Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) dalam Air, Sedimen dan Organ Tubuh Ikan
Sokang (Triacanthus nieuhofi) di Perairan Ancol, Teluk Jakarta ”Dibimbing
oleh ETTY RIANI Sebagai Ketua dan ISDRADJAD SETYOBUDIANDI
Sebagai Anggota”.
Perkembangan industri yang ada di sekitar Teluk Jakarta menghasilkan
buangan limbah dan menimbulkan pencemaran logam berat seperti timbal (Pb)
dan kadmium (Cd). Cemaran tersebut dapat membahayakan biota dan organisme
yang hidup di dalamnya. Hal ini karena keberadaan logam berat dalam perairan
akan sulit mengalami degradasi bahkan logam tersebut akan diabsorpsi dalam
tubuh organisme. Salah satunya terjadi penimbunan kandungan logam berat pada
organ-organ tubuh ikan seperti yang terjadi pada ikan sokang (Triacanthus
nieuhofi). Kandungan logam berat ini mengakibatkan rusaknya organ-organ tubuh
ikan yang pada akhirnya dapat menyebabkan kematian ikan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah kandungan logam berat
Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) dalam air, sedimen dan organ tubuh ikan sokang
(Triacanthus nieuhofi), mengetahui korelasi antara logam berat di air dan di
sedimen dengan di organ tubuh ikan sokang di perairan Ancol, Teluk Jakarta.
Pengumpulan data diambil dari data primer dan data sekunder. Metode analisa
logam berat yang dilakukan menggunakan Spektrofotometrik Serapan Atom
(AAS), lalu dilanjutkan dengan analisis data secara deskriptif dan korelasi
peringkat Spearman.
Kandungan logam berat Pb dan Cd di air masih berada di bawah baku
mutu air laut berdasarkan Kep MenLH no. 51 tahun 2004 begitu pula yang
terkandung di dalam sedimen masih berada dalam kisaran kadar maksimum
logam berat dalam sedimen menurut RNO tahun 1981. Kandungan logam berat
Pb dalam daging ikan sokang (Triacanthus nieuhofi) telah melampaui batas
maksimum cemaran logam berat dalam makanan menurut Depkes RI tahun 1989
sehingga ikan ini tidak aman untuk dikonsumsi oleh manusia.
Kandungan logam berat timbal (Pb) dan kadmium (Cd) dalam air dan
sedimen masih berada dalam batas maksimum yang ditetapkan sedangkan
kandungan logam Pb dalam daging ikan telah melampaui batas maksimum yang
telah ditetapkan.
© Hak cipta milik Julius Marinus Bangun, tahun 2005
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam
bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
KANDUNGAN LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) DAN
KADMIUM (Cd) DALAM AIR, SEDIMEN DAN ORGAN
TUBUH IKAN SOKANG (Triacanthus nieuhofi)
DI PERAIRAN ANCOL, TELUK JAKARTA

JULIUS MARINUS BANGUN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2005
Judul Skripsi : Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd)
dalam Air, Sedimen dan Organ Tubuh Ikan Sokang
(Triacanthus nieuhofi), di PERAIRAN ANCOL,
TELUK JAKARTA
Nama Mahasiswa : Julius Marinus Bangun
NIM : C24101053

Disetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Etty Riani. H, MS. Dr. Ir. Isdradjad Setyobudiandi, M.Sc.
NIP. 131 619 682 NIP. 131 471 378

Diketahui
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Dr. Ir. Kadarwan Soewardi


NIP. 130 805 031

Tanggal Lulus : 03 Oktober 2005


PRAKATA

Puji dan syukur kepada Bapa di surga dan Yesus Kristus yang telah
memberikan berkat, rahmat dan kasih-Nya kepada penulis, sehingga dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul ” Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) dan
Kadmium (Cd) dalam Air, Sedimen dan Organ Tubuh Ikan Sokang (Triacanthus
nieuhofi) di Perairan Ancol, Teluk Jakarta ”.
Skripsi ini disusun dalam rangka memperoleh gelar sarjana pada
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Dr. Ir. Etty Riani. H, M.S dan bapak Dr. Ir. Isdradjad
Setyobudiandi, M.Sc selaku komisi pembimbing skripsi yang telah
banyak memberikan bimbingan, pengarahan dan perbaikan sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Ibu Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS selaku wakil Departemen
Manajemen Sumberdaya Perairan dan bapak Ir. Agustinus M. Samosir,
M.Phil selaku penguji tamu dalam pelaksanaan ujian akhir.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Djamar T.F. Lumbanbatu, M.Agr selaku
pembimbing akademik yang telah banyak memberikan bimbingan dan
pengarahan selama penulis menjalankan perkuliahan di IPB.
4. Bapak dan Ibu tercinta, B’Teger sekeluarga, K’Merry sekeluarga dan
K’Menda atas kasih sayang, doa dan semangat selama menjalani
penelitian dan perkuliahan di IPB.
5. B’Karyawan dan K’Clara di Cianjur atas masukan dan bantuannya
selama penulis menjalankan perkuliahan di Bogor.
6. Wiradianti yang selalu memberikan dukungan, doa, dan semangat
dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Rekan-rekan tim penelitian, teman-teman MSP, FPIK dan IPB atas
segala saran, pendapat dan dukungan selama penelitian.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Bogor, Oktober 2005

Julius Marinus Bangun


RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sei Semayang pada tanggal 05 Juli 1983 dari ayah
Drs. Daulat Bangun, S.Pd dan ibu Naik Br Sitepu. Penulis merupakan anak
keempat dari empat bersaudara. Penulis memulai pendidikan pada tahun 1989-
1995 di SD RK Deli Murni Diski, melanjutkan pendidikan ke SLTP RK Deli
Murni Diski pada tahun 1995-1998 dan SMU Negeri 1 Binjai pada tahun 1998-
2001.
Pada tahun 2001 penulis diterima di IPB melalui jalur UMPTN (Ujian
Masuk Perguruan Tinggi Negeri) dengan memilih Jurusan Manajemen
Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah Agama
Katolik 2002/2003-2004/2005 dan asisten mata kuliah Biologi Perikanan
2003/2004 dan 2004/2005.
Untuk menyelesaikan studi penulis melaksanakan penelitian dan skripsi
yang berjudul “Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) dalam
Air, Sedimen dan Organ Tubuh Ikan Sokang (Triacanthus nieuhofi) di Perairan
Ancol, Teluk Jakarta”.
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ...................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xi

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xii

PENDAHULUAN
Latar Belakang ................................................................................... 1
Perumusan Masalah ............................................................................ 2
Tujuan ................................................................................................ 3

TINJAUAN PUSTAKA
Kondisi Umum Lokasi Penelitian ....................................................... 4
Logam Berat di Teluk Jakarta ............................................................. 5
Karakteristik Logam Berat .................................................................. 7
Timbal (Pb) ................................................................................. 9
Kadmium (Cd) ............................................................................ 10
Pencemaran Perairan oleh Logam Berat .............................................. 10
Kandungan Logam Berat dalam Air ............................................ 11
Kandungan Logam Berat dalam Sedimen .................................... 12
Kandungan Logam Berat dalam Biota Air ................................... 13
Bahaya dan Nilai Toksisitas dari Logam Berat ............................ 14
Ikan Sokang ........................................................................................ 16
Morfologi dan Klasifikasi ........................................................... 16
Aspek Biologi dan Ekologi ......................................................... 17

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat ............................................................................. 18
Alat dan Bahan ................................................................................... 18
Metode Kerja ...................................................................................... 19
Metode Pengambilan Contoh Air dan Sedimen ........................... 19
Metode Pengambilan Ikan Contoh .............................................. 19
Metode Pengambilan Organ Ikan ................................................ 20
Metode Analisa .................................................................................. 20
Analisa Logam Berat .................................................................. 20
Analisa Deskriptif ....................................................................... 20
Korelasi Peringkat Spearman ...................................................... 21

HASIL DAN PEMBAHASAN


Kandungan Logam Berat dalam Air .................................................... 22
Kandungan Logam Berat dalam Sedimen ........................................... 23
Logam Berat Pb .......................................................................... 23
Logam Berat Cd .......................................................................... 24
Kandungan Logam Berat pada Organ Tubuh Ikan .............................. 25
Daging ........................................................................................ 25
Ginjal .......................................................................................... 27
Hati ............................................................................................. 28
Insang ......................................................................................... 30
Kondisi Perairan ................................................................................. 32
Suhu ........................................................................................... 32
pH (Derajat Keasaman) ............................................................... 33
Salinitas ...................................................................................... 34
DO (Oksigen Terlarut) ................................................................ 35
Hubungan Kandungan Logam Berat di Sedimen dan Organ Ikan ........ 36

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan ........................................................................................ 38
Saran .................................................................................................. 39

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 40

LAMPIRAN ............................................................................................... 43
DAFTAR TABEL

Halaman
1. Konsentrasi logam berat dalam air laut di Teluk Jakarta beberapa
tahun terakhir .................................................................................... 6
2. Konsentrasi logam berat dalam sedimen di Teluk Jakarta beberapa
tahun terakhir .................................................................................... 7
3. Kadar normal dan maksimum logam berat yang masuk ke
lingkungan laut ................................................................................. 11
4. Parameter fisika dan kimia perairan yang diukur ............................... 19
5. Kriteria baku mutu air laut untuk biota laut (Menteri Negara
Lingkungan Hidup, 2004) ................................................................. 20
6. Kisaran kadar maksimum logam berat dalam sedimen
(RNO, 1981 dalam Hamidah, 1986) .................................................. 21
7. Batas maksimum cemaran logam berat dalam makanan
(DEPKES RI, 1989) ......................................................................... 21
DAFTAR GAMBAR

Halaman
1. Proses yang terjadi bila logam berat masuk ke lingkungan laut
(EPA, 1973 dalam Hutagalung, 1991) ............................................... 8
2. Ikan sokang (Triacanthus nieuhofi, Blkr 1852) ................................. 17
3. Peta lokasi penelitian ........................................................................ 18
4. Kandungan rata-rata logam berat Pb (ω) dan simpangan baku (-)
SK 95% dalam sedimen .................................................................... 23
5. Kandungan logam berat Pb dan Cd pada daging ikan sokang
(Triacanthus nieuhofi) ...................................................................... 26
6. Kandungan logam berat Pb dan Cd pada ginjal ikan sokang
(Triacanthus nieuhofi) ...................................................................... 27
7. Kandungan logam berat Pb dan Cd pada hati ikan sokang
(Triacanthus nieuhofi) ...................................................................... 28
8. Histologi hati ikan normal (Noga, 2000) ........................................... 29
9. Histologi hati ikan sokang yang terakumulasi logam berat................. 29
10. Kandungan logam berat Pb dan Cd pada insang ikan sokang
(Triacanthus nieuhofi) ...................................................................... 30
11. Histologi insang normal (Noga, 2000) .............................................. 31
12. Histologi insang ikan sokang yang terakumulasi logam berat............. 31
13. Nilai rata-rata suhu (ω) dan simpangan baku (-) SK 95% pada stasiun
pengamatan di Perairan Ancol, Teluk Jakarta .................................... 33
14. Nilai rata-rata derajat keasaman (pH) (ω) dan simpangan baku (-)
SK 95% pada stasiun pengamatan di Perairan Ancol, Teluk Jakarta... 34
15. Nilai rata-rata salinitas (ω) dan simpangan baku (-) SK 95% pada
stasiun pengamatan di Perairan Ancol, Teluk Jakarta ........................ 35
16. Nilai rata-rata oksigen terlarut (ω) dan simpangan baku SK 95%
pada stasiun pengamatan di Perairan Ancol, Teluk Jakarta ................ 36
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1. Kandungan logam Pb dan Cd dalam sedimen .................................... 43
2. Kandungan logam berat Pb dan Cd dalam organ tubuh ikan sokang
(Triacanthus nieuhofi) ...................................................................... 44
3. Kualitas air di perairan Ancol, Teluk Jakarta ..................................... 45
4. Surat keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004
tentang baku mutu air laut untuk biota laut ....................................... 46
5. Nilai korelasi peringkat spearman antara kandungan logam Pb dalam
sedimen dan dalam organ tubuh ikan sokang .................................... 47
6. Lokasi penelitian .............................................................................. 48
7. Prosedur analisa logam berat pada ikan ............................................. 49
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Perairan Teluk Jakarta membentang sepanjang kurang lebih 33 kilometer
dengan kedalaman berkisar 4 sampai dengan 29 meter. Banyaknya pembangunan
sepanjang pantai bagian hulu telah menyebabkan terjadinya banyak perubahan.
Lahan rawa-rawa yang dulunya berfungsi sebagai daerah resapan air telah
berubah menjadi kawasan permukiman dan berbagai kegiatan industri maupun
pergudangan yang menghasilkan limbah dan menimbulkan pencemaran pada
teluk tersebut. Selain itu sampah dan limbah cair yang masuk ke Teluk Jakarta
melalui 13 sungai yang membelah Jakarta dan bermuara di teluk itu semakin
menambah beban pencemaran karena volumenya yang terus bertambah.
Salah satu pencemaran yang cukup mengkhawatirkan yang terjadi di Teluk
Jakarta adalah pencemaran logam berat seperti Hg, Pb, Cd, Cr, Sn dan lain-lain.
Unsur logam berat tersebut umumnya berasal dari kegiatan industri yang berada di
sekitar Teluk Jakarta seperti industri kaca, industri makanan ternak, industri cat
dan cool storage/gudang pendingin. Penggunaan timbal dikenal luas pada industri
cat, tinta, pestisida, fungisida dan juga sering digunakan pada industri plastik
sebagai bahan stabilizer dan kadmium (Cd) terakumulasi dalam air akibat
masukan limbah yang berasal dari kegiatan elektroplating (pelapisan emas dan
perak), pengerjaan bahan-bahan dengan menggunakan pigmen atau zat warna
lainnya dalam industri plastik, tekstil, dan industri kimia (Darmono, 1995).
Keberadaan logam berat dalam perairan akan sulit mengalami degradasi
bahkan logam tersebut akan diabsorpsi dalam tubuh organisme padahal logam
berat seperti Pb dan Cd ini termasuk golongan logam berat yang berbahaya dan
dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan dan pencernaan
(Darmono, 1995;2001). Keracunan logam berat Pb dan Cd dapat menyebabkan
keracunan yang akut dan kronis. Keracunan akut logam Pb ditandai oleh rasa
terbakarnya mulut, terjadinya perangsangan dalam gastrointestinal dengan
disertai diare dan gejala keracunan kronis ditandai dengan rasa mual, anemia,
sakit di sekitar perut dan dapat menyebabkan kelumpuhan (Darmono, 2001).
Sedangkan efek kronis dari keracunan logam Cd, biasanya mengakibatkan
kerusakan ginjal, kerusakan sistem syaraf dan kerusakan pada sebagian renal
tubules. Penyerapan Cd dalam tubuh cenderung terkonsentrasi di dalam hati dan
ginjal.
Terjadinya peningkatan kandungan logam berat pada perairan dapat
membahayakan biota dan organisme yang hidup di dalamnya, salah satunya
adalah ikan. Ikan yang merupakan organisme air yang dapat bergerak dengan
cepat pada umumnya mempunyai kemampuan menghindarkan diri dari pengaruh
pencemaran air. Namun demikian, pada ikan yang hidup dalam habitat yang
terbatas (seperti sungai, danau, dan teluk), ikan itu sulit melarikan diri dari
pengaruh pencemaran tersebut. Akibatnya, unsur-unsur pencemaran seperti logam
berat akan masuk ke dalam tubuh ikan (Darmono, 1995).
Ikan Triacanthus nieuhofi atau yang dikenal dengan ikan sokang adalah ikan
demersal yang terdapat di daerah dengan dasar pasir atau dasar berlumpur dan
memakan invertebrata benthik. Terjadinya penimbunan logam berat pada organ-
organ tubuh ikan berakibat lama-kelamaan konsentrasinya akan bertambah besar
yang dapat mengakibatkan rusaknya organ-organ tubuh ikan tersebut dan pada
akhirnya dapat menimbulkan kematian pada ikan. Apabila ikan tersebut
kemudian dikonsumsi oleh manusia hal ini akan sangat berbahaya bagi kesehatan
manusia yang dapat menyebabkan keracunan yang bersifat kronis dan akut karena
sifat logam berat yang mudah terakumulasi.

Perumusan Masalah
Meningkatnya kegiatan manusia di sekitar perairan laut dapat menyebabkan
perubahan pada ekosistem perairan tersebut. Kegiatan industri, rumah tangga dan
pertanian yang ada menghasilkan buangan limbah yang kemudian masuk ke
perairan laut baik melalui aliran run off maupun aliran sungai. Salah satu limbah
yang sangat berbahaya adalah logam berat yang mudah terakumulasi di dalam
tubuh organisme dan pada jumlah tertentu akan sangat berbahaya.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah kandungan logam berat
Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) dalam air, sedimen dan organ tubuh ikan sokang
(Triacanthus nieuhofi), mengetahui korelasi antara logam berat di air dan di
sedimen dengan di organ tubuh ikan sokang di perairan Ancol, Teluk Jakarta.
TINJAUAN PUSTAKA

Kondisi Umum Perairan Teluk Jakarta


Luas perairan Teluk Jakarta sekitar 514 km² dan panjang garis pantai ± 80
km dengan 32 km merupakan garis pantai Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta.
Sebelah barat dibatasi oleh Tanjung Pasir dan di sebelah timur dibatasi oleh
Tanjung Karawang (Nontji dan Permana, 1980). Perairan Teluk Jakarta terletak
antara 05º 48’ 30’’ LS hingga 06º 10’ 30’’ LS dan 106º 33’ BT hingga 107º 03’
BT. Di perairannya mengalir beberapa sungai besar diantaranya Sungai Cisadane
di bagian barat, Sungai Ciliwung di bagian tengah serta Sungai Citarum dan
Bekasi di bagian timur. Pada dasar perairannya tumbuh pulau-pulau karang yang
sebagian besar terletak di bagian barat, membujur dengan arah utara-selatan,
seperti Pulau Bidadari, Pulau Damar, Pulau Anyer dan Pulau Lancang. Pulau-
pulau itu muncul dari kedalaman 5 hingga 50 m (Suyarso, 1995).
Praseno (1980) mengatakan bahwa perairan Teluk Jakarta dapat dibagi
menjadi tiga bagian, yaitu bagian barat, bagian tengah dan bagian timur. Teluk
bagian barat dipengaruhi oleh sungai-sungai yang sebelum bermuara di Teluk
Jakarta terlebih dahulu mengalir melalui kota Metropolitan Jakarta. Bagian tengah
teluk dipengaruhi oleh Pelabuhan Tanjung Priok dan Pelabuhan minyak Jakarta
sedangkan bagian timur Teluk Jakarta terutama dipengaruhi oleh suatu sungai
besar dan sungai-sungai kecil yang tidak melalui kota Jakarta.
Praseno dan Kastoro (1980) menyatakan bahwa perairan Teluk Jakarta
mempunyai berbagai macam fungsi, antara lain sebagai mata pencaharian
nelayan, tempat lalu lintas kapal laut karena Pelabuhan Tanjung Priok merupakan
pintu gerbang Indonesia yang terbesar, sebagai tempat rekreasi dan pariwisata
serta tempat pembuangan limbah industri dan rumah tangga.
Seperti halnya Laut Jawa perairan Teluk Jakarta juga dipengaruhi oleh
musim. Musim timur yang terjadi pada bulan Juni-Agustus biasanya kering dan
arah arus utama menuju ke barat. Musim barat terjadi pada bulan Desember-
Februari merupakan musim hujan dan arah arus utama menuju timur. Diantara
kedua musim tersebut terdapat musim peralihan satu pada bulan Maret-Mei dan
musim peralihan kedua pada bulan September-November. Pada musim peralihan
ini biasanya arah angin berubah-ubah tetapi pada umumnya memiliki kecepatan
lemah. Arus barat dan arus timur banyak mempengaruhi pola arah arus. Adanya
kecenderungan bahwa pengaruh arus barat berlangsung lebih lama (April-
November) daripada arus timur (Desember-Maret) dapat mempengaruhi
penyebaran unsur hara di laut (Kastoro dan Birowo, 1977 dalam Anggraeni,
2002).
Teluk Jakarta termasuk perairan yang relatif dangkal sehingga pengaruh
kecepatan dan kekuatan angin yang bertiup akan sangat mempengaruhi tinggi
gelombang di permukaan laut. Tinggi gelombang bervariasi dari 0.5-1.75 meter
yang juga menunjukkan variasi musiman. Pada musim timur tinggi gelombang di
Teluk Jakarta berkisar antara 0.5-1 meter (Anna, 1999). Gerakan pasang surut
Teluk Jakarta bersifat harian tunggal yaitu satu kali pasang dan satu kali surut
setiap harinya (Pardjaman, 1977 dalam Anggraeni, 2002).
Suhu di perairan Teluk Jakarta berkisar antara 25.6-32.3ºC. Kisaran suhu ini
adalah normal untuk perairan tropika dan perbedaan suhu antara lapisan
permukaan dan lapisan dasar berkisar antara 0.2-0.5°C. Pada musim angin kuat
(musim barat dan timur) suhu permukaan menjadi rendah sedangkan pada musim
pancaroba suhu permukaan umumnya lebih tinggi (Praseno dan Kastoro, 1980).
Seperti halnya suhu, salinitas di perairan Teluk Jakarta dipengaruhi oleh musim.
Secara umum salinitas menunjukkan kisaran antara 28-32‰. Pada musim barat
kisaran salinitas bervariasi antara 16-30‰ dan pada musim timur bervariasi antara
31.4-32‰ (Ilahude dan Liasaputra, 1980).
Untuk jumlah oksigen terlarut di perairan Teluk Jakarta mendekati jenuh,
yaitu antara 3.2-5.6 mg/l dan di dekat muara-muara sungai kadarnya menurun
sampai 2.0 mg/l. Hal ini kemungkinan besar disebabkan proses pembusukan yang
memerlukan oksigen. Sedangkan keasaman (pH) air laut perairan Teluk Jakarta
berkisar 6.9-8.5 dan pH yang rendah umumnya didapatkan di perairan dekat
muara sunagi (Praseno dan Kastoro, 1980).

Logam Berat di Teluk Jakarta


Pemantauan logam berat di perairan Teluk Jakarta telah lama dilakukan.
Beberapa hasil pengamatan terhadap konsentrasi logam berat di perairan tersebut
disajikan pada tabel 1. Sumber logam berat tersebut terkait dengan berbagai
tingkat aktivitas seperti lalu lintas angkatan laut baik internasional, regional,
nusantara dan lokal yang menuju pelabuhan Tanjung Priok (penumpang dan
barang), pelabuhan kayu Sunda Kelapa, pelabuhan ikan Muara Baru, pelabuhan
ikan Muara Angke, pelabuhan khusus Bogasari, Pertamina dan pelabuhan kecil
lainnya termasuk marina Ancol potensial mencemari laut (KPPL DKI Jakarta,
1999 dalam Siantiningsih, 2005).

Tabel 1 Konsentrasi logam berat dalam air laut di Teluk Jakarta beberapa tahun
terakhir

Lokasi Tahun Pb (ppm) Cd (ppm)


Teluk Jakarta ¹ 1996 0,29-0,87 0,001-0,067
Teluk Jakarta ¹ 1997 ttd-0,05 -
Bagian barat Teluk ² Jakarta Juni, 2003 0,003-0,01 <0,001
September, 2003 0,002-0,005 <0,001
Bagian tengah Teluk ² Jakarta Juni, 2003 0,006-0,013 <0,001
September, 2003 0,004-0,007 <0,001
Bagian timur Teluk ² Jakarta Juni, 2003 0,001-0,011 <0,001
September, 2003 0,002-0,005 <0,001
ttd: tidak terdeteksi. Sumber : 1. KPPL DKI Jakarta; 2. Razak, 2003

Konsentrasi logam berat dari hasil-hasil penelitian menunjukkan nilai yang


bervariasi dari waktu ke waktu. Secara alami konsentrasi logam berat ada di
dalam air laut, namun dalam konsentrasi yang sangat kecil, Pb di laut lepas
memiliki konsentrasi 0.00003 ppm dan Cd 0.00011 ppm (Waldichuck. 1974).
Dengan memperhatikan konsentrasi-konsentrasi tersebut diperkirakan kondisinya
akan semakin meningkat seiring dengan peningkatan aktivitas khususnya industri
yang menggunakan logam berat sebagai bahan baku maupun bahan tambahan
dengan limbah yang dihasilkan tidak diolah sebelum dibuang ke laut. (Razak,
2003).
Menurut Rochyatun (1997) dalam Siantiningsih (2005) walaupun terjadi
peningkatan sumber logam berat, namun konsentrasinya dalam air dapat berubah
setiap saat. Hal ini terkait dengan berbagai macam proses yang dialami oleh
senyawa tersebut selama dalam kolom air. Parameter yang mempengaruhi
konsentrasi logam berat di perairan adalah suhu, salinitas, arus, pH dan padatan
tersuspensi total atau seston (Nanty, 1999). Dengan sendirinya interaksi dari
faktor-faktor tersebut akan berpengaruh terhadap fluktuasi konsentrasi logam
berat dalam air yang umumnya akan menurunkan konsentrasi logam berat dalam
air, karena sebagian logam berat tersebut akan tersedimentasikan. Oleh karena itu
konsentrasi logam berat di sedimen menjadi lebih tinggi bila dibandingkan dengan
konsentrasi yang ada di kolom air laut seperti disajikan pada Tabel 2.
Peningkatan nilai salinitas mempunyai pengaruh negatif terhadap
konsentrasi logam berat, semakin tinggi salinitas maka konsentrasi logam berat
akan semakin rendah. Derajat keasaman suatu perairan sangat mempengaruhi
kelarutan logam berat. Pada pH alami air laut, logam berat akan sukar larut dan
hadir dalam bentuk partikel atau padatan tersuspensi (TSS).

Tabel 2 Konsentrasi logam berat dalam sedimen di Teluk Jakarta beberapa tahun
terakhir

Lokasi Tahun Pb (ppm) Cd (ppm)


Teluk Jakarta ¹ Juni, 1990 80,1-175 0,90-2,66
November, 1990 79,5-165,5 0,95-2,53
Teluk Jakarta ² 1996 14,38-104,5 ttd-0,15
Teluk Jakarta ² 1997 12,35-215,75 ttd-0,15
Teluk Jakarta ³ 2003 4,42-77,41 <0,001-0,47
ttd: tidak terdeteksi. Sumber: 1. Hutagalung, 1994; 2. KPPL DKI; 3. Razak, 2003

Karakteristik Logam Berat


Logam berat adalah unsur-unsur yang mempunyai daya hantar panas dan
daya hantar listrik yang tinggi serta mempunyai densitas lebih dari 5 (Hutagalung,
1991). Logam berat biasanya bernomor atom 22-29 dan periode 3 sampai 7 dalam
susunan berkala unsur-unsur kimia. Beberapa unsur logam berat tersebut antara
lain Hg, Pb, Cd, Cr, Zn dan Cu. Pada umumnya semua logam berat tersebar di
seluruh permukaan bumi baik di tanah, air dan udara. Logam berat ini dapat
berbentuk organik, anorganik terlarut atau terikat dalam suatu partikel (Harahap,
1991).
Unsur logam berat ini dapat terakumulasi dalam tubuh organisme sebagai
akibat terjadinya interaksi antara logam berat dan sel atau jaringan tubuh
organisme tersebut (Syahminan, 1996). Cu dan Zn dibutuhkan sebagai metal
faktor dalam proses kerja enzim. Bila kadar logam berat yang terlalu rendah di
suatu perairan dapat menyebabkan kehidupan organisme mengalami defisiensi,
namun bila unsur logam berat dalam jumlah yang berlebihan dapat bersifat racun.
Bila bahan cemaran masuk ke dalam lingkungan laut, maka bahan cemaran
ini akan mengalami tiga macam proses akumulasi (Hutagalung, 1991), yaitu
proses fisik, kimia dan biologis (Gambar 1).

Zat Pencemar

Diencerkan dan Masuk ke Dibawa Oleh


disebarkan oleh Ekosistem Laut

Adukan Arus Laut Dipekatkan Arus Laut Biota


Turbulensi Oleh beruaya

Proses Proses Fisis


Biologis dan Kimiawi

Diserap Diserap oleh Diserap oleh Absorpsi Pengendapan Pertukaran


oleh ikan plankton rumput laut Ion
nabati dan
tumbuhan
Mengendap di dasar

Avertebrata Plankton
Hewani

Ikan dan Mamalia

Gambar 1 Proses yang terjadi bila logam berat masuk ke lingkungan laut
(EPA, 1973 dalam Hutagalung, 1991).
Tingginya kandungan logam berat di suatu perairan dapat menyebabkan
kontaminasi, akumulasi bahkan pencemaran terhadap lingkungan seperti biota,
sedimen, air dan sebagainya (Lu,1995). Berdasarkan kegunaannya, logam berat
dapat dibedakan atas dua golongan, yaitu (Laws, 1981):
1. Golongan yang dalam konsentrasi tertentu berfungsi sebagai mikronutrien
yang bermanfaat bagi kehidupan organisme perairan, seperti Zn, Fe, Cu, Co.
2. Golongan yang sama sekali belum diketahui manfaatnya bagi organisme
perairan, seperti Hg, Cd, dan Pb.
Selanjutnya Hutagalung (1984) menyatakan bahwa senyawa logam berat
banyak digunakan untuk kegiatan industri sebagai bahan baku, katalisator, biosida
maupun sebagai additive. Limbah yang mengandung logam berat ini akan terbawa
oleh sungai dan karenanya limbah industri merupakan sumber pencemar logam
berat yang potensial bagi pencemaran laut.
Dalam perairan, logam-logam ditemukan dalam bentuk (Hamidah, 1980):
1. Terlarut, yaitu ion logam bebas air dan logam yang membentuk kompleks
dengan senyawa organik dan anorganik.
2. Tidak terlarut, terdiri dari partikel yang berbentuk koloid dan senyawa
kompleks metal yang terabsorbsi pada zat tersuspensi.

Timbal (Pb)
Timbal atau dalam keseharian lebih dikenal dengan nama timah hitam,
dalam bahasa ilmiahnya dinamakan plumbum dan disimbolkan dengan Pb.
Mempunyai nomor atom (NA) 82 dengan berat atom (BA) 207.2 (Palar, 2004).
Logam timbal Pb adalah jenis logam lunak berwarna coklat kehitaman dan mudah
dimurnikan. Logam Pb lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik
lainnya dan secara alamiah terdapat pada batu-batuan serta lapisan kerak bumi.
Dalam pertambangan, logam ini berbentuk sulfida logam (PbS) yang sering
disebut galena (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam industri
misalnya sebagai zat tambahan bahan bakar, pigmen timbal dalam cat yang
merupakan penyebab utama peningkatan kadar Pb di lingkungan (Lu, 1995).
Kadmium (Cd)
Logam kadmium mempunyai berat atom 112.41; titik cair 321 ºC dan massa
jenis 8.65 gr/ml (Hutagalung, 1991). Keberadaan kadmium di alam berhubungan
erat dengan hadirnya logam Pb dan Zn. Dalam industri pertambangan Pb dan Zn,
proses pemurniannya akan selalu memperoleh hasil samping kadmium yang
terbuang dalam lingkungan (Palar, 2004). Kadmium digunakan sebagai pigmen
dalam pembuatan keramik, penyepuhan listrik, pembuatan aloi dan baterai alkali
(Lu, 1995).

Pencemaran Laut oleh Logam Berat


Definisi cemaran menurut Saeni (1989) adalah zat yang mempunyai
pengaruh menurunkan kualitas lingkungan atau menurunkan nilai lingkungan itu.
Sedangkan kontaminan adalah zat yang menyebabkan perubahan dari susunan
normal dari suatu lingkungan. Kontaminan tidak digolongkan sebagai cemaran
bila tidak menimbulkan penurunan kualitas lingkungan. Pencemaran adalah
peristiwa adanya penambahan bermacam-macam bahan sebagai hasil dari
aktivitas manusia ke dalam lingkungan yang biasanya memberikan pengaruh
berbahaya terhadap lingkungan itu.
Logam berat merupakan salah satu unsur pencemar perairan yang bersifat
toksik dan harus terus diwaspadai keberadaaannya. Penyebab utama logam berat
menjadi bahan pencemar berbahaya yaitu logam berat tidak dapat dihancurkan
(non degradable) oleh organisme hidup di lingkungan dan terakumulasi ke
lingkungan, terutama mengendap di dasar perairan membentuk senyawa kompleks
bersama bahan organik dan anorganik secara adsorbsi dan kombinasi (Djuangsih
dkk., 1982 dalam Pagoray 2001).
Limbah industri merupakan sumber pencemaran yang potensial bagi
perairan laut. Sebagai contoh adalah pencemaran Hg (raksa) di Jepang yang
terkenal dengan Tragedi Minamata. Industri kimia yang beroperasi di sekitar
Teluk Minamata ini membuang limbah yang mengandung merkuri ke perairan
teluk. Ibu-ibu yang mengkonsumsi makanan laut (sea food) yang diperoleh dari
Teluk Minamata yang tercemar oleh merkuri melahirkan anak-anak cacat bawaan.
Selain itu kasus keracunan kadmium juga terjadi di Jepang yang terkenal dengan
penyakit itai-itai dengan gejala sakit pada tulang dan keroposnya tulang (Effendi,
2000).

Kandungan Logam Berat dalam Air


Logam berat biasanya ditemukan sangat sedikit dalam air secara alamiah,
yaitu kurang dari 1 µg/l. Bila terjadi erosi alamiah, konsentrasi logam tersebut
dapat meningkat. Beberapa macam logam biasanya lebih dominan daripada logam
lainnya dan dalam air biasanya tergantung pada asal sumber air (air tanah dan air
sungai). Disamping itu jenis air (air tawar, air payau dan air laut) juga
mempengaruhi kandungan logam di dalamnya (Darmono 2001).
Kadar ini dapat meningkat jika terjadi peningkatan limbah yang
mengandung logam berat masuk ke dalam laut. Limbah ini dapat berasal dari
aktivitas manusia di laut yang berasal dari pembuangan sampah kapal-kapal,
penambangan logam di laut dan lain-lain dan yang berasal dari darat seperti
limbah perkotaan, pertambangan, pertanian dan perindustrian. Kadar normal dan
maksimum logam berat yang masuk ke lingkungan laut dapat di lihat pada Tabel 3
di bawah ini.

Tabel 3 Kadar normal dan maksimum logam berat yang masuk ke lingkungan
laut

Unsur Kadar (ppm)


Normal (A) Maksimum (B)
Kadmium (Cd) 0,00011 0,01
Timbal (Pb) 0,00003 0,01
Tembaga (Cu) 0,002 0,05
Sumber : (A) Waldichuk, 1974; (B) Hutagalung, 1991

Menurut Leckie dan James (1974) dalam Palar (2004), kelarutan dari unsur-
unsur logam dan logam berat dalam badan perairan dikontrol oleh :
(1) pH badan air
(2) Jenis dan konsentrasi logam dan khelat
(3) Keadaan komponen mineral teroksidai dan sistem yang berlingkungan redoks.
Akumulasi logam berat dalam tubuh organisme tergantung pada konsentrasi
logam berat dalam air atau lingkungan, suhu, keadaan spesies dan aktifitas
fisiologis (Bryan, 1976 dalam Connel dan Miller, 1995). Organisme laut lebih
memiliki daya tahan dibandingkan dengan biota air tawar. Decapoda yang
merupakan organisme laut paling sensitif mati pada konsentrasi kadmium di laut
pada kisaran 14.8-420 ppb. Efek sublethal pada binatang laut dicatat pada
konsentrasi kadmium 0.5-10 ppb termasuk penurunan pertumbuhan, gangguan
pernafasan, mengubah sistem enzim dan kontraksi otot yang tidak normal.
Pengaruh-pengaruh ini biasanya lebih nyata pada salinitas rendah dan temperatur
tinggi (Eisler, 1985). Pada pH yang tinggi kadmium mengalami presipitasi atau
pengendapan dan Canadian Council of Resource and Environment Ministers
(1987) dalam Effendi (2000) melaporkan kadar kadmium semakin besar dengan
tingkat kesadahan yang semakin besar pula.
Kelarutan timbal di air cukup rendah mengakibatkan kadarnya relatif sedikit.
Kadar dan toksisitas timbal dipengaruhi oleh: kesadahan, pH, alkalinitas dan
kadar oksigen. Timbal diserap dengan baik oleh tanah sehingga pengaruhnya
terhadap tanaman relatif kecil (Effendi, 2000).

Kandungan Logam Berat dalam Sedimen


Sedimen meliputi tanah dan pasir, bersifat tersuspensi, yang masuk ke badan
air akibat erosi atau banjir dan pada dasarnya tidaklah bersifat toksik (Effendi,
2000). Menurut Waldichuck (1974) dalam Nanty (1999) meningkatnya kadar
logam berat dalam lingkungan perairan hingga melebihi batas maksimum akan
menyebabkan rusaknya lingkungan serta dapat membahayakan kehidupan
organisme di dalamnya. Ia juga berpendapat mengendapnya logam berat bersama-
sama dengan padatan tersuspensi akan mempengaruhi kualitas sedimen di dasar
perairan dan juga perairan di sekitarnya.
Logam berat yang dilimpahkan ke perairan, baik di sungai ataupun di laut
akan dipindahkan dari badan airnya melalui beberapa proses, yaitu : pengendapan,
adsorbsi dan absorbsi oleh organisme-organisme perairan (Bryan, 1976 dalam
Connell dan Miller, 1995) . Logam berat mempunyai sifat yang mudah mengikat
bahan organik dan mengendap di dasar perairan dan bersatu dengan sedimen
sehingga kadar logam berat dalam sedimen lebih tinggi dibandingkan dalam air
(Harahap, 1991).
Timbal (Pb) masuk ke perairan melalui pengendapan, jatuhan debu yang
mengandung Pb yaitu hasil pembakaran bensin yang mengandung Timbal
tetraetil, erosi dan limbah industri. Banyak reaksi biokimia dalam tubuh manusia
dipengaruhi oleh logam Pb. Konsentrasi Pb sebesar 50 ppb dapat menimbulkan
bahaya pada lingkungan laut (Saeni, 1989).

Kandungan Logam Berat dalam Biota Air


Kebanyakan logam berat secara biologis terkumpul dalam tubuh organisme,
menetap untuk waktu yang lama dan berfungsi sebagai racun kumulatif (Darmono,
1995). Keberadaan logam berat dalam perairan akan berpengaruh negatif terhadap
kehidupan biota. Logam berat yang terikat dalam tubuh organisme yaitu pada ikan
akan mempengaruhi aktivitas organisme tersebut.
Menurut Darmono (2001), logam berat masuk ke dalam jaringan tubuh
makhluk hidup melalui beberapa jalan, yaitu saluran pernafasan, pencernaan, dan
penetrasi melalui kulit. Di dalam tubuh hewan, logam diabsorpsi darah, berikatan
dengan protein darah yang kemudian didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh.
Akumulasi logam yang tertinggi biasanya dalam detoksikasi (hati) dan ekskresi
(ginjal).
Dinata, (2004) mengatakan terdapat beberapa pengaruh toksisitas logam
pada ikan. Pertama, pengaruh toksisitas logam pada insang. Insang selain sebagai
alat pernapasan ikan, juga digunakan sebagai alat pengatur tekanan antara air dan
dalam tubuh ikan (osmoregulasi). Oleh sebab itu, insang merupakan organ yang
penting pada ikan, dan sangat peka terhadap pengaruh toksisitas logam. Dalam hal
ini, logam-logam seperti Cd, Pb, Hg, Cu, Zn, dan Ni, sangat reaktif terhadap ligan
sulfur dan nitrogen, sehingga ikatan logam tersebut sangat penting bagi fungsi
normal metaloenzim dan juga metabolisme terhadap sel.
Di samping adanya gangguan biokimiawi tersebut, perubahan struktur
morfologi insang juga terjadi. Pada spesies ikan Fundulus heteroclitus yang
diekspose 50 mg/l Cd selama 20 jam, terjadi hipertrofi filamen insang. Di
samping itu, terlihat hiperplasia pada bagian lamela dan interlamela epitel
filamen. Terjadinya hiperplasia tersebut juga diikuti gambaran nekrotik sel.
Nekrotik sel epitel respirasi terjadi setelah 20 jam perlakuan. Perubahan tersebut
ternyata hanya terjadi pada daerah sambungan filamen insang dan hanya terjadi
fokal (lokal) saja, sedangkan bagian lain insang tidak terjadi perubahan (Gardner
dan Yevich, 1970 dalam Darmono, 2001).
Kedua, pengaruh toksisitas logam pada alat pencernaan. Toksisitas logam
dalam saluran pencernaan terjadi melalui pakan yang terkontaminasi logam.
Toksisitas logam pada saluran pencernaan juga dapat terjadi melalui air yang
mengandung dosis toksik logam. Gardner dan Yevich (1970) dalam Dinata (2004)
melaporkan, ikan Fundulus heteroclitus yang dipelihara dalam air yang
mengandung 50 mg/l Cd, perubahan patologi terjadi setelah satu jam. Dalam
waktu satu jam setelah ikan hidup dalam air yang mengandung 50 mg/l Cd
dengan kadar garam 32/1.000, mukosa usus membengkak, aktivitas sel mukosa
meningkat terutama usus bagian depan.
Ketiga, pengaruh logam pada ginjal ikan. Ginjal ikan berfungsi untuk filtrasi
dan mengekskresikan bahan yang biasanya tidak dibutuhkan tubuh, termasuk
bahan racun seperti logam berat. Hal ini menyebabkan ginjal sering mengalami
kerusakan akibat daya toksik logam. Ikan Fundulus heteroclitus yang dipelihara
dalam air yang mengandung 50 mg/l Cd, perubahan patologik pada ginjal terjadi
setelah 20 jam. Pada awalnya terjadi kerusakan pada tubulus bagian proksimal
yang kemudian menyebar ke bagian distal. Setelah itu, terlihat degenerasi pada sel
tubulus ginjal dan endapan dalam lumen yang berwarna eosin/pink/kemerahan
(Gardner dan Yevich, 1970 dalam Darmono, 2001). Keempat, pengaruh
akumulasi logam dalam jaringan (bioakumulasi). Proses akumulasi ini terjadi
setelah absorpsi logam dari air atau melalui pakan yang terkontaminasi. Kondisi
ini berpengaruh terhadap nilai ekonomi, terutama dalam sistem perikanan
komersial, baik ikan air tawar maupun air laut.

Bahaya dan Nilai Toksisitas dari Logam Berat


Semua logam berat dapat menimbulkan pengaruh yang negatif terhadap
organisme air pada batas konsentrasi tertentu. Pengaruh tersebut dipengaruhi oleh
jenis logam, spesies hewan, daya permeabilitas organisme, dan mekanisme
detoksikasi. Selain itu, faktor lingkungan perairan seperti pH, kesadahan, suhu
dan salinitas juga mempengaruhi toksisitas logam berat. Daya racun logam berat
adalah sebagai berikut : Hg2+ > Cd2+ > Ag2+ > Ni2+ > Pb2+ > As2+ > Cr2+ > Sn2+

> Zn2+ (Darmono, 1995). Daya toksik logam berat terhadap organisme perairan
dapat diketahui dengan mengukur LC50 (Lethal Concentration). Besarnya
konsentrasi logam berat dalam air yang dapat membunuh hewan percobaan
sebanyak 50% dalam waktu tertentu didefinisikan sebagai LC50. Biasanya waktu
yang digunakan adalah 48 atau 96 jam. Semakin kecil nilai LC50, semakin besar
sifat toksik logam beratnya (Hutagalung, 1984). Nilai LC50 logam timbal dalam
tes bioasai 48 jam untuk ikan adalah 0.34 ppm dan untuk kerang sebesar 2.45 ppm
(Waldichuk, 1974 dalam Darmono, 1995) dan nilai LC50 kadmium terhadap
Fundulus heteroclitus (12-20 mm) 18.2 µg/l (Lin dan Dunson, 1993 dalam EPA
2001).
Toksisitas timbal terhadap organisme akuatik berkurang dengan
meningkatnya kesadahan dan kadar oksigen terlarut. Toksisitas timbal lebih
rendah daripada kadmium (Cd), merkuri (Hg), dan tembaga (Cu) akan tetapi lebih
toksik daripada kromium (Cr), mangan (Mn), barium (Ba), zinc (Zn), dan Besi
(Fe) (Effendi, 2000). Batas maksimum timbal dalam makanan hasil laut yang
ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI sebesar 2,0 ppm. Konsumsi mingguan
elemen ini yang direkomendasikan oleh WHO toleransinya bagi orang dewasa
adalah 50 µg/kg berat badan dan untuk bayi atau anak-anak 25 µg/kg berat badan
(Barchan dkk., 1998 dalam Suhendrayatna, 2001).
Toksisitas kadmium dipengaruhi oleh pH dan kesadahan. Keberadaan zinc
dan timbal dapat meningkatkan toksisitas kadmium. Untuk melindungi kehidupan
pada ekosistem akuatik, kadar kadmium sebaiknya sekitar 0.0002 mg/l (Moore,
1991 dalam Effendi, 2000). Departemen Kesehatan RI menetapkan batas aman
kadmium dalam makanan (ikan) sebesar 1.0 ppm. Menurut badan dunia
FAO/WHO, konsumsi per minggu yang ditoleransikan bagi manusia adalah 400-
500 µg per orang atau 7 µg per kg berat badan (Barchan dkk., 1998 dalam
Suhendrayatna, 2001).
Pencemaran komoditas perairan oleh logam berat berkaitan erat dengan
kesehatan manusia yang mengkonsumsi produk tersebut. Bahaya-bahaya yang
disebabkan oleh logam-logam berat antara lain adalah : (1) Pb dapat menyebabkan
gangguan biosintesis sel darah merah dan anemia, kenaikan tekanan darah,
kerusakan ginjal dan otak serta gangguan sistem saraf (2) Cd dalam jangka
pendek dapat menyebabkan mual-mual, kejang otot, muntah-muntah, gangguan
panca indera, kerusakan hati dan gagal ginjal sedangkan dalam jangka panjang
menyebabkan kerusakan tulang (EPA, 2005).

Ikan Sokang
Morfologi dan Klasifikasi
Ikan sokang memiliki jari-jari sirip punggung VI.22-26; jari-jari sirip dubur
18-21; sirip dada (termasuk bagian yang tidak berkembang atau kecil) 14-16.
Gambaran kepala bagian punggung dari dasar jari-jari keras pertama sampai mata
sedikit cembung di bagian depan jari-jari keras dan hampir berupa garis lurus atau
sedikit cekung di sekitar mata. Setengah bagian badan bagian punggung berwarna
coklat keperakan, di bagian perut berwarna putih keperakan, badan terdapat
beberapa bercak kuning gelap yang tidak teratur; selaput sirip punggung jari-jari
pertama dan kedua berwarna hitam, sedikit atau banyak berkurang diantara jari-
jari keras kedua dan ketiga, pucat diantara yang ketiga dan kelima; jari-jari keras
sirip punggung berwarna putih; jari-jari lemah sirip dubur dan sirip dada berwarna
pucat; sirip ekor berwarna putih dengan bercak kuning yang kurang jelas
(Matsuura dan Peristiwady, 2001).
Klasifikasi ikan sokang menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut :
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Tetraodontiformes
Famili : Triacanthidae
Genus : Triacanthus
Spesies : Triacanthus nieuhofi, Blkr 1852
Berikut ini adalah gambar ikan sokang (Triacanthus nieuhofi) yang dapat dilihat
pada Gambar 2.

Gambar 2 Ikan sokang (Triacanthus nieuhofi, Blkr 1852).


(Sumber : www.fishbase.org.)
Ikan sokang memiliki nama umum dan nama lokal sebagai berikut :
Nama umum : Silver tripodfish (Australia), thinkari-mas (India)
Nama lokal : Sunjang langit, pahal-pahal dan sokang (Jawa)

Aspek Biologi dan Ekologi


Ikan sokang merupakan ikan demersal yang hidup di perairan laut beriklim
tropis dan terdapat di daerah dengan dasar pasir atau dasar berlumpur di kawasan
pantai. Ikan ini memakan biota benthos; panjang total maksimum adalah 28 cm.
Distribusi ikan ini terdapat pada khususnya dari Indonesia sampai Australia
bagian barat; tercatat pula dari Teluk Bengal. (Matsuura dan Peristiwady, 2001).
METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat


Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober-Desember 2004 yang meliputi
kegiatan di lapangan dan di laboratorium. Pengambilan contoh ikan dilakukan di
sekitar perairan Pantai Marina Ancol, Teluk Jakarta. Analisis sampel kandungan
logam berat di dalam organ tubuh ikan dilakukan di Laboratorium Terpadu FKH-
IPB, Bogor. Sedangkan sampel logam berat di air dan sedimen serta kualitas
perairan Teluk Jakarta dilakukan oleh UPT Laboratorium Lingkungan, Badan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah, DKI Jakarta.

Sumber : Peta jalan & indeks, CD ROM 2003 oleh Gunther W. H, Jakarta

Gambar 3 Peta lokasi penelitian

Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cool box, plastik, alat
bedah, kertas label, dan AAS untuk mengukur kandungan logam berat. Sedangkan
bahan yang digunakan adalah contoh ikan, contoh air, sedimen, es, formalin untuk
mengawetkan sampel dan HNO3 sebagai bahan pengawet air contoh.
Metoda Kerja
Metode Pengambilan Contoh Air dan Sedimen
Contoh air dan sedimen menggunakan data sekunder yang diperoleh dari
Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Propinsi DKI Jakarta.
Pengambilan contoh air dilakukan pada 4 stasiun pengamatan yang telah
ditentukan berdasarkan adanya aktivitas daratan yang dapat mempengaruhi
kelangsungan hidup ikan (Gambar 3). Parameter-parameter yang diamati dapat
dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Parameter fisika dan kimia perairan yang diukur

Parameter Satuan Alat Metode Keterangan


Fisika
o
1. Suhu C Termometer Pemuaian In situ*
o
2. Salinitas /oo Refraktometer Refraktometrik Laboratorium*
Kimia
1. pH Unit Kertas lakmus Komparasi In situ*
warna
2. Oksigen terlarut mg/l Titrasi Titrimetrik Laboratorium*
3. Timbal (Pb) ppm Spektrofotometer AAS Laboratorium*
4. Kadmium (Cd) ppm Spektrofotometer AAS Laboratorium*
Ket : * = sumber data BPLHD Jakarta

Metode Pengambilan Ikan Contoh


Pengambilan ikan dilakukan dengan menggunakan purse seine atau
masyarakat setempat menyebutnya jaring bondet. Kemudian ikan contoh yang
terkumpul diawetkan dengan es batu dalam kotak pendingin untuk
mempertahankan tingkat kesegaran, sehingga diharapkan pada saat pengambilan
contoh organ, organ masih tetap dalam kondisi yang sama dengan pada saat
ditangkap. Setelah itu ikan contoh dibawa ke Laboratorium Ekobiologi Perairan,
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor untuk kemudian dibedah dan diambil organ
ginjal, hati, insang, dan dagingnya.
Metode Pengambilan Organ Ikan
Pengambilan organ ikan dilakukan dengan cara membedah ikan dengan
menggunakan gunting. Pengguntingan dilakukan dari anus sampai tutup insang.
Setelah itu dilakukan pengambilan organ ikan seperti hati, ginjal, insang dan
daging dengan menggunakan bantuan pinset kemudian dimasukan ke dalam botol
film. Sebagian untuk analisa logam berat dan sebagian lagi untuk analisa histologi
yang ditambahkan formalin 4%.

Metoda Analisa
Analisa Logam Berat
Analisa logam berat dilakukan dengan menggunakan Spektrofotometrik
Serapan Atom (AAS) yang didasarkan pada hukum Lambert-Beer, yaitu
banyaknya sinar yang diserap berbanding lurus dengan kadar zat. Oleh karena
yang mengabsorpsi sinar adalah atom, maka ion atau senyawa logam berat harus
diubah menjadi bentuk atom. Perubahan bentuk ion menjadi bentuk atom harus
dilakukan dengan suhu tinggi (2000ºC) melalui pembakaran (Akbar, 2002).
Untuk mendapatkan konsentrasi logam berat yang sebenarnya digunakan
formula :

Konsentras i AAS (ìg ml) × Volume Penetapan (ml)


Konsentrasi sebenarnya = Berat Kering (g)

Analisa Deskriptif
Hasil analisa logam berat pada perairan Ancol, Teluk Jakarta untuk melihat
tingkat pencemaran logam berat Pb dan Cd dibandingkan dengan Kriteria Baku
Mutu Air Laut untuk Biota Laut tahun 2004 pada Tebel 5.

Tabel 5 Kriteria baku mutu air laut untuk biota laut (Menteri Negara Lingkungan
Hidup, 2004)

Logam Berat Satuan Baku Mutu


Timbal (Pb) ppm 0,008
Kadmium (Cd) ppm 0,001
Hasil analisis logam berat dalam sedimen dibandingkan dengan Kisaran
Kadar Maksimum Logam Berat dalam Sedimen menurut RNO (1981) dalam
Hamidah (1986) pada Tabel 6.

Tabel 6 Kisaran kadar maksimum logam berat dalam sedimen (RNO, 1981 dalam
Hamidah, 1986)

Logam Berat Satuan Batas Maksimum


Timbal (Pb) ppm 10-70
Kadmium (Cd) ppm 0.1-2

Hasil analisa logam berat dalam organ tubuh ikan dibandingkan dengan
Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Makanan menurut Depkes RI
(1989) dalam Fajri, 2001 pada Tabel 7.

Tabel 7 Batas maksimum cemaran logam berat dalam makanan (DEPKES RI,
1989)

Logam Berat Satuan Batas Maksimum


Timbal (Pb) ppm 2
Kadmium (Cd) ppm 1

Korelasi Peringkat Spearman


Suatu ukuran nonparametrik bagi hubungan antara dua peubah yang
diberikan oleh koefisien korelasi peringkat (Walpole, 1990).

n
6 ∑ di 2
i =1
rs = 1 −
n(n − 1) 2
Keterangan :
rs : Koefisien korelasi peringkat Spearman
n : Banyaknya pasangan data
di : Selisih antara peringkat bagi xi dan yi
i : 1,2,3...
peubah : xi dan yi
HASIL DAN PEMBAHASAN

Kandungan Logam Berat dalam Air


Dari hasil pengamatan terhadap kandungan logam berat Pb dan Cd dalam air
diperoleh nilai yang tidak terdeteksi (ttd) dari setiap sampel yang diteliti pada
setiap stasiun pengamatan. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan logam berat
Pb dan Cd dalam air pada perairan Ancol, Teluk Jakarta memiliki nilai yang kecil
dan masih berada di bawah batas deteksi Atomic Absorption Spectrophotometer
(AAS) yakni sebesar 0.0002 ppm untuk logam Pb dan 0.0003 ppm untuk logam
Cd. Dari beberapa penelitian yang dilakukan terhadap kandungan logan berat Pb
dan Cd di Teluk Jakarta pada tahun-tahun sebelumnya memperlihatkan nilai yang
bervariasi. Pada tahun 1996 pengamatan yang dilakukan oleh Kantor Pengkajian
Perkotaan dan Lingkungan DKI Jakarta (KPPL) didapatkan kandungan Pb sebesar
0.29-0.87 mg/l dan untuk Cd sebesar 0.001-0.067 mg/l. Tahun 1997 hanya
terdeteksi logam berat Pb yakni ttd-0.05 mg/l. Sedangkan yang dilakukan oleh
Razak (2003) diperoleh kandungan Pb di bagian barat, tengah dan timur (Tabel 2)
dengan kisaran 0.001-0.01 ppm dan untuk logam Cd <0.001 ppm.
Berdasarkan data dari pengamatan yang pernah dilakukan di Teluk Jakarta
memperlihatkan kandungan logam berat Pb dan Cd pada saat pengambilan contoh
di perairan Ancol memiliki nilai yang lebih rendah. Kandungan logam Pb dan Cd
yang rendah ini terkait dengan ketersediaan logam tersebut secara alami di
perairan yang sangat rendah yaitu sebesar 0.00003 ppm untuk logam Pb dan
0.00011 ppm untuk logam Cd (Waldichuck, 1974). Di samping itu rendahnya
nilai kandungan logam Pb dan Cd dalam kolom air dapat disebabkan oleh adanya
pengaruh iklim, dalam hal ini curah hujan (pengambilan contoh yang dilakukan
pada bulan Oktober) cukup besar. Darmono (1995) mengatakan kandungan logam
dalam air dapat berubah bergantung pada lingkungan dan iklim. Pada musim
hujan, kandungan logam akan lebih kecil karena proses pelarutan sedangkan pada
musim kemarau kandungan logam akan lebih tinggi karena logam menjadi
terkonsentrasi. Kandungan logam Pb dan Cd yang terukur masih berada dalam
baku mutu air laut berdasarkan keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
No.51 tahun 2004 yaitu sebesar 0.008 mg/l untuk Pb dan 0.001 mg/l untuk Cd.
Kandungan Logam Berat dalam Sedimen
Logam Berat Pb
Hasil pengamatan kandungan logam berat Pb dalam sedimen di Perairan
Ancol, Teluk Jakarta pada stasiun 1 diperoleh nilai rata-rata sebesar 32.2275 ±
5.6033 mg/kg dan pada stasiun 2 dengan nilai 30.9025 ± 4.9589 mg/kg.
Sedangkan pada stasiun 3 diperoleh nilai 32.5825 ± 7.3947 mg/kg dan di stasiun 4
sebesar 13.6667 ± 0.3842 mg/kg. Dari nilai yang diperoleh dapat dilihat bahwa
pada stasiun 1, 2, dan 3 kandungan Pb yang ada dalam sedimen nilainya tidak
berbeda jauh, namun berbeda cukup jauh dibandingkan dengan kandungan Pb
dalam sedimen di stasiun 4. Kecilnya nilai kandungan logam Pb di stasiun 4 ini
dapat terjadi karena adanya perubahan keadaan redoks dimana terjadi penurunan
potensial oksigen dalam sedimen akibat adanya peningkatan suhu yang
mempengaruhi pelepasan logam Pb dari sedimen. Hal ini dapat terjadi karena
suhu di stasiun 4 memiliki nilai rata-rata paling tinggi dibandingkan dengan 3
stasiun lainnya yang diduga karena adanya pengaruh Pembangkit Listrik Tenaga
Uap (PLTU) yang membuang limbahnya ke perairan. Kandungan Pb rata-rata
yang tertinggi terdapat di stasiun 3. Di bawah ini adalah gambar kandungan rata-
rata logam berat Pb dalam sedimen.

45
40
35
Kandungan Pb (ppm)

30
25
20
15
10
5
0
1 2 3 4
Stasiun

Gambar 4 Kandungan rata-rata logam berat Pb (ω) dan simpangan baku (-) SK
95% dalam sedimen.
Menurut Forstner (1979b) dalam Connell dan Miller (1995) ada beberapa proses
yang mempengaruhi pelepasan logam dari sedimen yaitu kepekatan garam yang
tinggi, perubahan keadaan redoks, perubahan pH, kehadiran zat-zat pembentuk
kompleks dan transformasi biokimiawi.
Pengamatan terhadap kandungan logam Pb dalam sedimen di Teluk Jakarta
antara lain pernah dilakukan oleh Kantor Pengkajian Perkotaan dan Lingkungan,
DKI Jakarta pada tahun 1996, yaitu sebesar 12.23-43.08 mg/l; pada tahun 1997
sebesar 12.35-215.75 mg/kg dan oleh Razak (2003) sebesar 4.42-77.41 ppm. Ini
berarti kandungan logam Pb pada saat pengambilan contoh di perairan Ancol
berada dalam kisaran kandungan Pb pada tahun sebelumnya di Teluk Jakarta dan
memiliki nilai yang lebih kecil. Hal ini dapat disebabkan oleh masukan limbah
yang berasal dari industri dan rumah tangga ke Perairan Ancol tidak sebesar yang
diterima oleh Teluk Jakarta.
Adanya kandungan logam Pb dalam sedimen menunjukkan telah terjadi
penumpukan kandungan Pb yang cukup tinggi di Perairan Ancol, Teluk Jakarta.
Hal ini dapat disebabkan oleh adanya buangan limbah perkotaan dan dari berbagai
industri di Jakarta dan sekitarnya yang umumnya banyak mengandung logam
berat. Harahap (1991) menyatakan bahwa logam berat mempunyai sifat yang
mudah mengikat bahan organik dan mengendap di dasar perairan dan bersatu
dengan sedimen sehingga kadar logam berat dalam sedimen lebih tinggi
dibandingkan dengan dalam air. Di samping itu aktivitas kapal pesiar dan kapal
tradisional yang digunakan sebagai alat transportasi dan rekreasi di sekitar
Perairan Ancol dapat mempengaruhi nilai kandungan logam Pb. Hal ini
dikarenakan penggunaan bahan bakar kapal yang mengandung logam Pb yang
berpotensi tumpah maupun tercecer dan kemudian mengendap di dasar perairan.
Kisaran kandungan logam Pb dalam sedimen di perairan Ancol, Teluk Jakarta ini
masih di bawah batas maksimum kadar alamiah logam Pb dalam sedimen
menurut RNO (1981) dalam Hamidah (1986) yaitu 70.000 ppb atau 70 ppm.

Logam Berat Cd
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap kandungan logam Cd di sedimen
diperoleh nilai yang tidak terdeteksi (ttd) disemua stasiun pengambilan contoh. Ini
menunjukkan bahwa kandungan logam Cd di sedimen pada saat pengambilan
contoh masih berada di bawah batas deteksi alat yakni 0.0003 ppm. Nilai
kandungan logam Cd dalam sedimen dari pengamatan yang pernah dilakukan
pada tahun sebelumnya di Teluk Jakarta oleh Kantor Pengkajian Perkotaan dan
Lingkungan, DKI Jakarta pada tahun 1996 dan 1997 adalah ttd-0.15 mg/l. Dan
oleh Razak (2003) <0.001-0.47 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan
logam Cd pada saat pengambilan contoh di Perairan Ancol memiliki nilai yang
lebih kecil. Nilai kandungan logam Cd dalam sedimen di perairan Ancol, Teluk
Jakarta yang tidak terdeteksi ini berarti masih jauh di bawah batas maksimum
kadar alamiah logam Cd dalam sedimen menurut RNO (1981) dalam Hamidah
(1986) yaitu 2000 ppb atau 2 ppm.

Kandungan Logam Berat pada Organ Tubuh Ikan


Daging
Kandungan logam Pb yang diperoleh dalam daging berkisar 3.2144-5.1653
ppm dan untuk logam Cd sebesar 0.0023-0.2368 ppm. Nilai tertinggi kandungan
logam berat Pb dan Cd terdapat pada stasiun 4 dan paling kecil terdapat pada
stasiun 2. Rendahnya nilai kandungan logam Pb dan Cd di stasiun 2, hal ini dapat
terjadi karena posisi stasiun 2 yang berada di tengah perairan dan pengaruh dari
sumber pencemar tidak terlalu dekat sehingga logam berat yang masuk ke dalam
jaringan tubuh baik melalui pernafasan, penetrasi melalui kulit dan dari makanan
tidak terlalu besar pula. Hasil pengamatan terhadap kandungan logam Pb dan Cd
di dalam daging ikan sokang, nilainya dapat dilihat pada Gambar 5.
6,00

Kandungan logam berat (ppm)


5,00

4,00

Pb
3,00
Cd

2,00

1,00

0,00
1 2 4

Stasiun

Gambar 5 Kandungan logam berat Pb dan Cd pada daging ikan sokang


(Triacanthus nieuhofi).

Kandungan logam Pb memiliki nilai yang lebih besar dari logam Cd dalam
daging ikan sokang. Hal ini disebabkan kandungan logam Pb di sedimen
ditemukan dalam jumlah yang cukup besar bila dibandingkan logam Cd.
Kandungan logam Pb dan Cd di organ daging (otot) lebih rendah bila
dibandingkan dengan organ ginjal tetapi tidak berbeda jauh dengan kandungan
yang ada di organ insang. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Darmono (2001)
bahwa akumulasi logam yang tertinggi biasanya dalam detoksikasi (hati) dan
ekskresi (ginjal). Selain itu menurut Suwirma dkk., (1980) dalam Kusumahadi
(1998) logam Cd yang terakumulasi dalam organ daging memiliki konsentrasi
yang lebih rendah dibandingkan dengan isi perut, insang dan tulang ikan
kembung.
Nilai kandungan logam Pb yang ada dalam daging ikan sokang telah
melampaui batas maksimum cemaran logam berat dalam makanan menurut
DEPKES RI, 1989 yaitu sebesar 2 ppm sedangkan kandungan logam Cd dalam
daging ikan tersebut masih berada di bawah batas maksimum yang ditetapkan
yaitu sebesar 1 ppm. Berdasarkan kandungan logam Pb yang sudah melampaui
batas maksimum yang ditetapkan maka ikan ini sudah tidak aman untuk
dikonsumsi oleh manusia karena apabila dikonsumsi logam tersebut dapat
terakumulasi dalam tubuh manusia yang dapat mempengaruhi dan mengganggu
kesehatan manusia, bahkan menyebabkan kematian.
Ginjal
Kandungan logam Pb dalam ginjal berkisar 3.6684-22.9810 ppm dan untuk
logam Cd sebesar 0.0376-1.1661 ppm. Nilai kandungan tertinggi untuk logam Pb
terdapat pada stasiun 1 dan untuk logam Cd pada stasiun 2. Tingginya kandungan
logam Pb di ginjal pada stasiun 1 terjadi karena kandungan logam Pb di sedimen
pada stasiun 1 juga cukup besar. Prosi (1979) dalam Connell dan Miller (1995)
mengatakan salah satu faktor yang berhubungan dengan akumulasi logam oleh
makhluk hidup perairan adalah sedimen dan detritus. Hewan pemangsa sedimen
dan detritus cenderung mengakumulasi logam dalam kepekatan yang tinggi. Hasil
pengamatan terhadap kandungan logam Pb dan Cd dalam ginjal ikan sokang dapat
dilihat pada Gambar 6 di bawah ini.

25,00
Kandungan logam berat (ppm)

20,00

15,00
Pb
Cd
10,00

5,00

0,00
1 2 4

Stasiun

Gambar 6 Kandungan logam berat Pb dan Cd pada ginjal ikan sokang


(Triacanthus nieuhofi).

Nilai kandungan logam Pb dan Cd pada ginjal mempunyai nilai yang lebih
besar dibandingkan dengan kandungan logam Pb dan Cd pada organ lainnya.
Besarnya kandungan logam Pb dan Cd pada ginjal dibandingkan dengan organ
lainnya, dapat terjadi karena ginjal ikan merupakan organ yang berfungsi untuk
filtrasi dan mengekskresikan bahan yang biasanya tidak dibutuhkan tubuh,
termasuk bahan beracun seperti logam berat (Dinata, 2004). Sehingga banyak
bahan beracun seperti logam berat terdapat di dalam ginjal tersebut.
Hati
Kandungan logam Pb yang diperoleh berkisar 1.2032-3.7760 ppm dan
untuk logam Cd berkisar 0.0008-0.0589 ppm. Nilai tertinggi kandungan logam Pb
dan Cd terdapat pada stasiun 1 dan terendah pada stasiun 4 dengan nilai
kandungan logam Pb yang jauh lebih besar daripada logam Cd. Hal ini karena
kandungan Pb yang ada di sedimen nilainya berbeda jauh dibandingkan logam
Cd. Kandungan logam Pb dan Cd di hati memiliki nilai yang lebih kecil
dibandingkan dengan kandungan yang ada di daging, insang dan juga ginjal. Hal
ini dapat terjadi karena logam berat yang masuk ke dalam hati ikan menyebabkan
gangguan fisiologis, sehingga ikan berusaha mengeluarkannya sebagai bagian dari
proses detoksifikasi. Salah satu mekanisme detoksifikasi adalah mengubah zat
menjadi bentuk senyawa yang mudah dikeluarkan dari dalam tubuh (Purwanti,
1995 dalam Kusumahadi, 1998). Dari hasil pengamatan, kandungan logam Pb dan
Cd dalam hati ikan sokang dapat dilihat pada Gambar 7.

4,00
Kandungan logam berat (ppm)

3,50

3,00

2,50
Pb
2,00
Cd
1,50

1,00

0,50

0,00
1 2 4

Stasiun

Gambar 7 Kandungan logam berat Pb dan Cd pada hati ikan sokang


(Triacanthus nieuhofi).

Akumulasi logam Pb dan Cd di dalam hati dapat menyebabkan kerusakan dan


gangguan pada organ tersebut. Purwanti (1995) dalam Kusumahadi (1998)
mengatakan logam berat yang masuk ke dalam hati ikan menyebabkan gangguan
fisiologis, sehingga ikan berusaha mengeluarkannya sebagai bagian dari detoksifikasi.
Di samping adanya gangguan fisiologis pada hati akibat adanya akumulasi logam
berat, kerusakan organ juga dapat terjadi seperti yang terlihat pada Gambar 9.

Gambar 8 Histologi hati ikan normal (Noga, 2000). Ket: (P) Parenkim;
(M) Makrofaga.

DM

Gambar 9 Histologi hati ikan sokang yang terakumulasi logam berat (10x40).
Ket: (M) Makrofaga; (DM) Degenerasi lemak. (Sumber : Balitvet)

Degenerasi merupakan reaksi peradangan yang terjadi bila kerusakan sel


tidak segera mematikan, perubahan-perubahannya bersifat reversibel (bisa pulih
kembali setelah sumber kerusakan dilenyapkan) yang dapat disebabkan oleh luka-
luka karena trauma, radiasi, kuman, bakteri, zat-zat kimia maupun racun (Nabib
dan Pasaribu, 1989). Degenerasi lemak merupakan kerusakan sel yang lebih parah
setelah sebelumnya terjadi degenerasi granular (sel-sel membengkak sedang
sitoplasmanya berbutir-butir halus). Pada degenerasi lemak sitoplasmanya penuh
dengan vakuol-vakuol.
Organ hati yang mengakumulasi logam Pb akan mengalami kerusakan
jaringan hati ikan, yaitu degenerasi lemak, hiperemi (pembengkakan) dan
nekrosa. Semakin tinggi konsentrasi logam berat semakin tinggi kerusakannya
(Hermansyah, 1995 dalam Kusumahadi 1998).

Insang
Hasil pengamatan terhadap kandungan logam berat Pb dan Cd pada organ
insang ikan sokang dapat dilihat pada gambar 10. Untuk logam Pb konsentrasinya
berkisar 3.1162-6.5703 ppm sedangkan untuk logam Cd berkisar 0.0150-0.3753
ppm. Nilai tertinggi untuk kandungan logam Pb dan Cd didapat pada stasiun 1 dan
terendah pada stasiun 4.

7,00
Kandungan logam berat (ppm)

6,00

5,00

4,00 Pb

3,00 Cd

2,00

1,00

0,00
1 2 4

Stasiun

Gambar 10 Kandungan logam berat Pb dan Cd pada insang ikan sokang


(Triacanthus nieuhofi).

Kandungan logam Pb dan Cd di insang memiliki nilai yang lebih kecil bila
dibandingkan dengan yang terdapat di ginjal sedangkan nilainya tidak jauh
berbeda dengan yang terdapat di daging. Menurut Darmono dan Arifin, (1989)
dalam Kusumahadi (1998) dibandingkan dengan organ tubuh ikan yang lain,
logam berat yang terakumulasi dalam insang lebih sedikit karena logam berat
yang terabsorpsi dan terakumulasi di insang akan mengalami metabolisme dan
akan diekskresikan dari tubuh bersama-sama sisa metabolisme lainnya.
Akumulasi logam Pb dan Cd pada insang dapat pula mengakibatkan terjadinya
perubahan struktur morfologi insang seperti yang terlihat pada Gambar 12.

Gambar 11 Histologi insang normal (Noga, 2000). Ket: (P) Filamen insang;
(S) Lamella insang.

DL

Gambar 12 Histologi insang ikan sokang yang terakumulasi logam berat (10x10).
Ket: (DL) Degenerasi lamella (Sumber : Balitvet).

Gambar histologi insang ikan sokang memperlihatkan kerusakan yang


disebut degenerasi lamella. Degenerasi merupakan reaksi peradangan yang terjadi
bila kerusakan sel tidak segera mematikan, perubahan-perubahannya bersifat
reversibel (bisa pulih kembali setelah sumber kerusakan dilenyapkan) yang dapat
disebabkan oleh luka-luka karena trauma, radiasi, kuman, bakteri, zat-zat kimia
maupun racun (Nabib dan Pasaribu, 1989). Dari gambar dapat kita lihat adanya
kerusakan pada lamella insang dimana terjadi penurunan jumlah dan ukurannya.
Di samping itu menurut Jones (1964) dalam Kusumahadi (1998), ikan yang
mengakumulasi logam Pb, Zn dan Cu pada insangnya akan terbentuk lapisan
mukus (lendir) sehingga ikan mengalami keadaan kekurangan oksigen.
Pembentukan lapisan mukus tersebut disebabkan terjadinya reaksi penolakan
dalam insang ikan terhadap logam berat yang diabsorpsi.

Kondisi Perairan
Suhu
Hasil pengamatan terhadap suhu perairan dapat dilihat pada Gambar 13 yang
memperlihatkan nilai yang tidak jauh berbeda antara satu stasiun dengan stasiun
lainnya. Kisaran suhu yang diperoleh adalah 29-31 °C. Pada stasiun 1 diperoleh
kisaran suhu sebesar 30.5 ± 0.5774 °C dan di stasiun 2 sebesar 30 ± 0.8165 °C
sedangkan pada stasiun 3 adalah 29.75 ± 0.9574 °C dan stasiun 4 sebesar 31 ±
0.8165 °C. Dari nilai standar deviasi yang diperoleh dapat dikatakan antara
stasiun 2 dan 3 adalah sama. Hal ini dapat disebabkan karena posisi kedua stasiun
ini sama-sama berada di tengah perairan.
Nilai suhu di stasiun 4 paling tinggi dibandingkan 3 stasiun lainnya
disebabkan adanya Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) didekat stasiun 4
tersebut. Thayib (1994) dalam Anggraeni, (2002) mengatakan bahwa kenaikan
suhu perairan dapat disebabkan karena masukan limbah air panas. Limbah panas
di Teluk Jakarta dihasilkan dari pusat-pusat tenaga listrik yang dapat menaikkan
suhu air laut sebesar 3-4 °C. Apabila dibandingkan dengan keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup No.51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk
biota laut maka nilai rata-rata suhu di perairan tersebut sedikit lebih besar dari
yang ditetapkan yaitu 28-30 °C.
32,50
32,00
31,50
31,00
30,50

Suhu (oC)
30,00
29,50
29,00
28,50
28,00
27,50
27,00
1 2 3 4

Stasiun

Gambar 13 Nilai rata-rata suhu (ω) dan simpangan baku (-) SK 95% pada stasiun
pengamatan di Perairan Ancol, Teluk Jakarta.

pH
Hasil pengamatan terhadap nilai pH dapat dilihat pada Gambar 14. Secara
umum dapat dikatakan kisaran pH yang diperoleh tidak berbeda nilainya antara
satu stasiun dengan stasiun yang lain. Kisaran nilai pH yang diperoleh adalah
sebesar 7.8-8.1. Nilai pH tertinggi terdapat pada stasiun 3 dengan nilai rata-rata
8.05 ± 0.0577 dan yang terendah pada stasiun 1 dengan nilai rata-rata sebesar
7.9750 ± 0.1258. Berdasarkan nilai standar deviasi yang diperoleh dapat dikatakan
antara keempat stasiun tersebut tidak berbeda. Rendah dan cukup bervariasinya
nilai pH yang diperoleh di stasiun 1 diduga karena letak stasiun 1 yang berdekatan
dengan daratan, dimana buangan limbah dari daratan banyak mengandung bahan -
bahan organik (Lampiran 6). Bahan - bahan organik tersebut akan terurai menjadi
bahan anorganik yang akan melepaskan CO2, sehingga mempengaruhi penurunan
pH. Sedangkan homogennya nilai yang diperoleh di stasiun 2 dapat disebabkan
oleh posisi stasiun 2 yang berada di tengah perairan dimana pengaruh dari sumber
pencemar tidak terlalu besar.
8,15
8,10
8,05
8,00

Nilai pH
7,95
7,90
7,85
7,80
7,75
7,70
1 2 3 4

Stasiun

Gambar 14 Nilai rata-rata derajat keasaman (pH) (ω) dan simpangan baku (-) SK
95% pada stasiun pengamatan di Perairan Ancol, Teluk Jakarta.

Nilai rata-rata pH yang diperoleh dari masing-masing stasiun masih berada


dalam kisaran normal sesuai dengan keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup No.51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk biota laut sebesar 7-8.5.
Keberadaan pH di perairan penting untuk reaksi-reaksi kimia dan senyawa-
senyawa yang mengandung racun. Sebagian besar material-material yang bersifat
racun akan meningkat toksisitasnya pada kondisi pH rendah (Williams, 1979
dalam Anggraeni, 2002).

Salinitas
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap salinitas perairan (Gambar 15)
diperoleh nilai yang juga tidak berbeda antara satu stasiun dengan stasiun lainnya
dan dari nilai standar deviasi yang diperoleh dapat dikatakan keempat stasiun
tersebut tidak berbeda. Nilai kisaran salinitas yang diperoleh adalah 30.1-31.2 ‰.
Pada stasiun 1 diperoleh nilai rata-rata sebesar 30.4667 ± 0.3873 ‰ dan di stasiun
2 sebesar 30.475 ± 0.25 ‰ sedangkan pada stasiun 3 dan 4 adalah 30.6250 ± 0. 05
‰ dan 30.4750 ± 0.2872 ‰.
31,00

30,80

30,60

Salinitas o/oo
30,40

30,20

30,00

29,80

29,60
1 2 3 4

Stasiun

Gambar 15 Nilai rata-rata salinitas (ω) dan simpangan baku (-) SK 95% pada
stasiun pengamatan di Perairan Ancol, Teluk Jakarta.

Dari nilai salinitas rata-rata yang diperoleh pada tiap-tiap stasiun nilainya
masih di bawah kisaran normal menurut keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup No.51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk biota laut yaitu 33-34
‰. Hal ini disebabkan oleh adanya curah hujan yang mempengaruhi nilai salinitas
perairan akibat adanya masukan air tawar ke laut karena pengambilan contoh
dilakukan pada saat musim penghujan. Selain itu faktor lain yang mempengaruhi
nilai salinitas adalah jumlah sungai yang bermuara, intensitas penguapan, pasang
surut, dan sebagainya. Banyaknya sungai yang bermuara ke perairan teluk Jakarta
mengakibatkan menurunnya nilai salinitas.

Oksigen Terlarut (DO)


Konsentrasi oksigen terlarut yang diperoleh dari hasil pengamatan dapat
dilihat pada Gambar 16. Kisaran nilai oksigen terlarut yang diperoleh adalah 4.75-
9.86 mg/l dengan rata-rata 7.22 ± 1.1488 mg/l pada stasiun 1 dan 8.4325 ± 1.0659
mg/l pada stasiun 2. Sedangkan pada stasiun 3 memiliki nilai rata-rata sebesar
9.4475 ± 0.3186 mg/l dan 5.6225 ± 0.9244 mg/l pada stasiun 4.
12,00

10,00

Oksigen terlarut (mg/l)


8,00

6,00

4,00

2,00

0,00
1 2 3 4

Stasiun

Gambar 16 Nilai rata-rata oksigen terlarut (ω) dan simpangan baku SK 95% pada
stasiun pengamatan di Perairan Ancol, Teluk Jakarta.

Dari nilai rata-rata yang diperoleh pada tiap stasiun nilai tertinggi terdapat
pada stasiun 3 dan yang terendah terdapat di stasiun 4. Hal ini karena posisi
stasiun 4 yang berada dekat dengan sebuah PLTU yang menyebabkan suhu pada
stasiun ini cukup tinggi sehingga mempengaruhi nilai oksigen terlarutnya. Dengan
meningkatnya suhu maka kelarutan oksigen di suatu perairan akan menurun.
Kisaran nilai oksigen terlarut rata-rata pada masing-masing stasiun masih sesuai
dengan keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.51 tahun 2004 tentang
baku mutu air laut untuk biota laut yaitu >5 mg/l.

Hubungan Kandungan Logam Berat di Sedimen dan Organ Ikan


Hubungan antara kandungan logam berat di sedimen dengan di organ tubuh
(daging, ginjal, hati dan insang) ikan sokang hanya dapat dilakukan pada logam
Pb karena kandungan logam Cd di sedimen pada semua stasiun pengamatan tidak
terdeteteksi. Dari nilai korelasi peringkat Spearman (rs) diperoleh bahwa
hubungan antara kandungan logam Pb di sedimen dengan yang ada di daging
memiliki nilai rs sebesar -1 dan nyata pada tingkat kepercayaan 99% (Lampiran
5). Hal ini memperlihatkan hubungan yang tinggi dan tanda negatif menunjukkan
arah yang berlawanan yaitu jika kandungan logam Pb dalam sedimen meningkat
maka kandungan logam Pb dalam daging akan menurun dan begitu pula
sebaliknya. Untuk hubungan (korelasi) antara kandungan logam Pb dalam
sedimen dan yang ada di ginjal, hati dan insang diperoleh nilai korelasi (rs) yang
sama yaitu sebesar 0.5 (Lampiran 5). Hal ini memperlihatkan hubungan yang
sedang dan tanda positif menunjukkan arah perubahan yang sama yaitu jika
kandungan logam Pb dalam sedimen meningkat maka kandungan logam Pb di
ginjal, hati dan insang juga akan naik dan begitu pula sebaliknya.
Nilai korelasi yang diperoleh antara kandungan logam Pb dalam sedimen
dengan organ ginjal, hati dan insang yang sedang dan bertanda positif lebih
memiliki arti dibandingkan nilai korelasi antara kandungan logam Pb dalam
sedimen dengan organ daging yang tinggi namun bertanda negatif. Hal ini karena
tanda positif tersebut menunjukkan apabila terdapat kandungan logam Pb dalam
organ ginjal, hati dan insang maka kandungan logam Pb terdapat juga di sedimen
dan begitu pula sebaliknya.
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Kandungan logam Pb dan Cd di kolom air Perairan Ancol, Teluk Jakarta
memiliki nilai yang tidak terdeteksi sedangkan di sedimen hanya kandungan
logam Pb saja yang didapat karena kandungan logam Cd di sedimen juga tidak
terdeteksi. Kandungan logam Pb di sedimen mempunyai kisaran tidak terdeteksi
sampai 43.28 mg/kg. Kandungan logam Pb memiliki nilai yang jauh lebih tinggi
di sedimen bila dibandingkan dengan yang ada di dalam air.
Kandungan logam Pb dalam organ tubuh (daging, ginjal, hati dan insang)
ikan sokang berkisar 1.2032 ppm – 22.9810 ppm sedangkan untuk logam Cd
berkisar 0.0008 ppm – 1.1661 ppm. Dilihat dari kandungan logam Pb dan Cd
yang diperoleh, kandungan tertinggi terdapat pada organ ginjal dan terendah pada
organ hati. Kandungan logam Pb dalam daging ikan telah melampaui batas
cemaran maksimum logam berat dalam makanan. Berdasarkan nilai korelasi
peringkat Spearman (rs) antara kandungan logam Pb di sedimen dan organ tubuh
ikan memiliki tingkat keeratan yang sedang dan bertanda positif yaitu pada organ
ginjal, hati dan insang sedangkan pada daging memiliki tingkat keeratan yang
tinggi namun bertanda negatif.
Hasil pengukuran terhadap parameter kualitas air seperti suhu, salinitas, pH
dan oksigen terlarut memiliki kisaran nilai sebagai berikut: 29-31 ºC untuk suhu,
30.1-31.2 ‰ untuk salinitas, 7.8 -8.1 untuk pH dan 4.75-9.86 mg/l untuk oksigen
terlarut. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.51 tahun
2004 tentang Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut nilai-nilai tersebut masih
berada dalam kisaran baku mutu (28-30 ºC; 33-34 ‰; 7 -8.5 dan >5 mg/l) kecuali
parameter suhu yang memiliki nilai sedikit lebih besar.
Saran
1. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh Pb dan Cd
terhadap daging, ginjal, hati dan insang terlebih pada ikan-ikan ekonomis
penting.
2. Menghimbau kepada nelayan dan masyarakat agar tidak menangkap dan
mengkonsumsi ikan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Akbar HS. 2002. Pendugaan Tingkat Akumulasi Logam Berat Cd, Pb, Cu, Zn,
dan Ni pada Kerang Hijau (Perna viridis L.) ukuran >5 cm di Perairan
Kamal Muara, Teluk Jakarta. [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Anggraeni I. 2002. Kualitas Air Perairan Laut Teluk Jakarta selama Periode
1996-2002. [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor.
Anna S. 1999. Analisis Kualitas Lingkungan Perairan Teluk Jakarta. [tesis].
Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Connell DW dan G.J Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Yanti
Koestoer, penerjemah; Sahati, pendamping. Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia (UI-Press). Terjemahan dari: Chemistry and Ecotoxicology of
Pollution. 520 hal.
Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Penerbit UI Press.
Jakarta.
Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran : Hubungan dengan
Toksikologi Senyawa Logam. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Dinata A. 2004. Waspadai Pengaruh Toksisitas Logam pada Ikan.
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0804/12/cakrawala/lainnya02.htm
[14 Mei 2005].
Effendi H. 2000. Telaahan Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Eisler R. 1985. Cadmium Hazards to Fish, Wildlife and Invertebrates: A Synoptic
Review. USA. www.pwrc.usgs.gov/infobase/eisler/CHR_2_Cadmium.pdf
[24 November 2005]
Environmental Protection Agency (EPA). 2001. Update of Ambient Water Quality
Criteria for Cadmium. Washington, D.C. http://www.epa.gov [11 Oktober
2005]
Environmental Protection Agency (EPA). 2005. Ground Water and Drinking
Water: Consumer Factsheet on Cadmium. Washington, D.C.
http://www.epa.gov [14 Oktober 2005]
Fajri NE. 2001. Analisis Kandungan Logam Berat Hg, Cd dan Pb dalam Air Laut,
Sedimen dan Tiram (Carassostrea cucullata) di Perairan Pesisir
Kecamatan Pedes, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. [tesis]. Bogor:
Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Hamidah. 1980. Pengaruh Logam Berat terhadap Lingkungan. Pewarta
Oceana.6(2).
Hamidah. 1986. Pengaruh Logam Berat terhadap Lingkungan. Pusat Penelitian
Ekologi, Lembaga Oseanologi Nasional-LIPI, Jakarta.
Harahap S. 1991. Tingkat Pencemaran Air Kali Cakung ditinjau dari Sifat Fisika-
Kimia Khususnya Logam Berat dan Keanekaragaman Jenis Hewan
Benthos Makro. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor.
Hutagalung HP. 1984. Logam Berat dalam Lingkungan Laut. Pewarta Oceana IX
No.1 Tahun 1984.
Hutagalung HP. 1991. Pencemaran Laut oleh Logam Berat. Dalam Status
Pencemaran Laut di Indonesia dan Teknik Pemantauannya. P30-LIPI.
Jakarta.
Ilahude AG dan Liasaputra. 1980. Sebaran Normal Parameter Hidrologi di Teluk
Jakarta. hlm 1-48. LON-LIPI. Jakarta.
Kantor Pengkajian Perkotaan dan Lingkungan Hidup. 1996. Studi Potensi
Kawasan Perairan Teluk Jakarta.
Kantor Pengkajian Perkotaan dan Lingkungan Hidup. 1997. Laporan Tahunan
Prokasih PEMDA DKI Jakarta.
Kusumahadi KS. 1998. Konsentrasi Logam Berat Pb, Cr dan Hg dalam Badan
Air dan Sedimen serta Hubungannya dengan Keanekaragaman Plankton,
Benthos dan Ikan di Sungai Ciliwung. [disertasi]. Bogor: Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Laws EA. 1981. Aquatic pollution. John Willey and Sons. New York.

Lu FC. 1995. Toksikologi Dasar. UI-Presss, Jakarta.

Matsuura K, Peristiwady T. Triacanthidae. 2001. http:research.kahaku.go.jp [25


Mei 2005].
Nabib R dan Pasaribu FH. 1989. Patologi dan Penyakit Ikan. Pusat Antar
Universitas Bioteknologi IPB. Bogor.
Nanty I. H. 1999. Kandungan Logam Berat dalam Badan Air dan Sedimen di
Muara Sungai Way Kambas dan Way Sekampung, Lampung. [skripsi].
Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Noga EJ. 2000. Fish Disease: diagnosis and treatment. First lowa state university
Press edition. hlm 367.
Nontji A dan Setiapermana D. 1980. Pengamatan Musiman Seston dan Klorofil
Fitoplankton di Teluk Jakarta selama Periode November 1975-Juli 1979.
LON-LIPI. Jakarta, h 15-22.
Pagoray H. 2001. Kandungan Merkuri dan Kadmium Sepanjang Kali Donan
Kawasan Indutri Cilacap. Frontir. 33:1-9.
Palar H. 2004. Pencemaran & toksikologi logam berat. Rineka Cipta. Jakarta.
Praseno DP dan Kastoro W. 1980. Evaluasi Hasil Pemonitoran Kondisi Perairan
Teluk Jakarta 1975-1979. LON-LIPI. Jakarta, h 1-7.
Razak H. 2003. Penelitian Kondisi Lingkungan Perairan Teluk Jakarta dan
Sekitarnya. P2O-LIPI. Jakarta.
Saanin H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Cetakan ke-II. Bandung:
Bina Cipta. 256 hal.
Saeni MS. 1989. Kimia Lingkungan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Ditjen Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. IPB Bogor.
Siantiningsih A. 2005. Pendugaan Sebaran Spasial Logam Berat Pb, Cd, Cu, Zn
dan Ni dalam air dan Sedimen di Perairan Teluk Jakarta. [skripsi]. Bogor:
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Suhendrayatna. 2001. Bioremoval Logam Berat dengan Menggunakan
Microorganisme: Suatu Kajian Kepustakaan. Institute for Science and
Technology Studies. Japan
Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia No.51
Tentang Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut. 2004.
Suyarso. 1995. Lingkungan Fisisk Pantai & Dasar Perairan Teluk Jakarta Dalam
: Atlas Oseanologi Teluk Jakarta. LP3O-LIPI, Jakarta. h 21-28.
Syahminan. 1996. Studi Distribusi Pencemaran Logam Berat di Perairan Estuari
Sungai Siak, Riau. [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor.
Waldichuk M. 1974. Some Biological Concern in Metal Pollution. Academic
Press. London.
Walpole RE. 1990. Pengantar Statistika, Edisi ketiga. Terjemahan Bambang
Sumantri. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Kandungan logam Pb dan Cd dalam sedimen

Stasiun 1
Titik Logam Pb Logam Cd
1 32.64 *
2 26.13 *
3 30.56 *
4 39.58 *
Rata-rata 32.2275 *

Stasiun 2
Titik Logam Pb Logam Cd
5 23.91 *
6 32.82 *
7 35.48 *
8 31.4 *
Rata-rata 30.9025 *

Stasiun 3
Titik Logam Pb Logam Cd
9 27.13 *
10 31.71 *
11 43.28 *
12 28.21 *
Rata-rata 32.5825 *

Stasiun 4
Titik Logam Pb Logam Cd
13 13.34 *
14 14.09 *
15 * *
16 13.57 *
Rata-rata 13.6667 *

Ket: * Tidak terdeteksi


Lampiran 2 Kandungan logam berat Pb dan Cd dalam organ tubuh ikan sokang
(Triacanthus nieuhofi)

Jenis Organ Logam Berat Konsentrasi Konsentrasi


Kering (g) AAS (ppm) Sebenarnya (ppm)

Daging stasiun 1 Pb 0.6124 0.03 4.8988


Daging stasiun 2 Pb 0.6222 0.02 3.2144
Daging stasiun 4 Pb 1.1616 0.06 5.1653
Ginjal stasiun 1 Pb 0.3046 0.07 22.9810
Ginjal stasiun 2 Pb 0.4468 0.05 11.1907
Ginjal stasiun 4 Pb 0.5452 0.02 3.6684
Hati stasiun 1 Pb 1.589 0.06 3.7760
Hati stasiun 2 Pb 1.6018 0.03 1.8729
Hati stasiun 4 Pb 1.6622 0.02 1.2032
Insang stasiun 1 Pb 0.4566 0.03 6.5703
Insang stasiun 2 Pb 0.5794 0.02 3.4518
Insang stasiun 4 Pb 0.6418 0.02 3.1162
Daging stasiun 1 Cd 0.6124 1.389 0.2268
Daging stasiun 2 Cd 0.6222 0.014 0.0023
Daging stasiun 4 Cd 1.1616 2.7505 0.2368
Ginjal stasiun 1 Cd 0.3046 1.3877 0.4556
Ginjal stasiun 2 Cd 0.4468 5.2101 1.1661
Ginjal stasiun 4 Cd 0.5452 0.2052 0.0376
Hati stasiun 1 Cd 1.589 0.9357 0.0589
Hati stasiun 2 Cd 1.6018 0.623 0.0389
Hati stasiun 4 Cd 1.6622 0.0126 0.0008
Insang stasiun 1 Cd 0.4566 1.7135 0.3753
Insang stasiun 2 Cd 0.5794 0.25 0.0431
Insang stasiun 4 Cd 0.6418 0.0962 0.0150
Lampiran 3 Kualitas air di perairan Ancol, Teluk Jakarta

Stasiun 1
Parameter Satuan 1 2 3 4 Rata-rata
pH 7.8 8 8 8.1 7.98
DO mg/l 5.85 7.24 7.13 8.66 7.22
Salinitas ‰ 30.3 30.5 30.6 31.2 3.07
0
Suhu C 31 31 30 30 30.5

Stasiun 2
Parameter Satuan 13 14 15 16 Rata-rata
pH 8 8 8 8 8.03
DO mg/l 6.91 9.4 8.7 8.72 8.43
Salinitas ‰ 30.5 30.4 30.2 30.8 30.48
0
Suhu C 30 29 30 31 30

Stasiun 3
Parameter Satuan 5 6 7 8 Rata-rata
pH 8.1 8.1 8 8 8.05
DO mg/l 9.86 9.37 9.47 5.21 8.48
Salinitas ‰ 30.6 30.7 30.6 30.6 30.6
0
Suhu C 30 29 29 31 29.75

Stasiun 4
Parameter Satuan 9 10 11 12 Rata-rata
pH 8 8 8.1 8 8.03
DO mg/l 5.63 4.75 6.9 9.09 6.59
Salinitas ‰ 30.5 30.1 30.5 30.8 30.5
0
Suhu C 31 31 32 30 31
Lampiran 4 Surat keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 tahun
2004 tentang baku mutu air laut untuk biota laut

No. Parameter Satuan Baku Mutu


FISIKA
1. Kecerahan m coral: >5
mangrove: -
lamun: >3
2. Kebauan - alami
3. Kekeruhan NTU <5
4. Padatan Tersuspensi Total mg/l coral: 20
mangrove: 80
lamun: 20
5. Sampah - nihil
6. Suhu °C coral: 28-30
mangrove: 28-32
lamun: 28-30

KIMIA
7. pH - 7-8.5
8. Salinitas ‰ coral: 33-34
mangrove: s/d 34
lamun: 33-34
9. Oksigen Terlarut (DO) mg/l >5
10. BOD5 mg/l 20
11. Ammonia Total (NH3-N) mg/l 0.3
12. Fosfat (PO4-P) mg/l 0.015
13. Nitrat (NO3-N) mg/l 0.008
Logam Terlarut
14. Raksa (Hg) mg/l 0.001
15. Kromium heksavalen (Cr(VI)) mg/l 0.005
16. Arsen mg/l 0.012
17. Kadmium (Cd) mg/l 0.001
18. Tembaga (Cu) mg/l 0.008
19. Timbal (Pb) mg/l 0.008
20. Seng (Zn) mg/l 0.05
21. Nikel (Ni) mg/l 0.05

BIOLOGI
22. Coliform (total) MPN/100 ml 1000
23. Patogen Sel.100 ml nihil
24. Plankton Sel/100 ml tidak bloom

RADIO NUKLIDA
25. Komposisi yang tidak diketahui Bq/l 4
Lampiran 5 Nilai korelasi peringkat spearman antara kandungan logam Pb dalam
sedimen dan dalam organ tubuh ikan sokang

Nonparametric Correlations

SEDIMEN DAGING
Spearman's rho SEDIMEN Correlation
1,000 -1,000(**)
Coefficient
Sig. (2-tailed) . ,000
N 3 3
DAGING Correlation
-1,000(**) 1,000
Coefficient
Sig. (2-tailed) ,000 .
N 3 3
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

SEDIMEN GINJAL
Spearman's rho SEDIMEN Correlation
1,000 ,500
Coefficient
Sig. (2-tailed) . ,667
N 3 3
GINJAL Correlation
,500 1,000
Coefficient
Sig. (2-tailed) ,667 .
N 3 3

SEDIMEN HATI
Spearman's rho SEDIMEN Correlation
1,000 ,500
Coefficient
Sig. (2-tailed) . ,667
N 3 3
HATI Correlation
,500 1,000
Coefficient
Sig. (2-tailed) ,667 .
N 3 3

SEDIMEN INSANG
Spearman's rho SEDIMEN Correlation
1,000 ,500
Coefficient
Sig. (2-tailed) . ,667
N 3 3
INSANG Correlation
,500 1,000
Coefficient
Sig. (2-tailed) ,667 .
N 3 3
Lampiran 6 Lokasi penelitian

Stasiun 1

Stasiun 2

Stasiun 3

Stasiun 4
Lampiran 7 Prosedur analisa logam berat pada ikan

Prinsip

Organ yang dibutuhkan untuk dapat digunakan dalam analisis AAS sebesar
5 gram. Kemudian ditimbang, dan dilakukan pengabuan kering. Sesudah
penghilangan bahan-bahan organik dengan pengabuan kering, residu dilarutkan
dalam asam encer. Larutan disebarkan dalam nyala api yang ada didalam alat
AAS sehingga absorpsi atau emisi logam dapat dianalisa dan diukur pada panjang
gelombang tertentu.

Cara Kerja
a. Larutan abu berasal dari pengabuan basah
1. Pindahkan larutan abu ke dalam labu takar.
Pilih labu takar yang sesuai sehingga diperoleh konsentrasi logam yang
sesuai dengan kisaran kerjanya.
2. Tepatkan sampai tanda tera dengan air, campur merata
b. Abu berasal dari pengabuan kering
1. Tambahkan 5-6 ml HCl 6N ke dalam cawan/pinggan berisi abu, kemudian
dengan hati-hati panaskan diatas hot plate (pemanas) dengan pemanasan
rendah sampai kering.
2. Tambahkan 5 ml HCl 3N, panaskan cawan diatas pemanas sampai mulai
mendidih.
3. Dinginkan dan saring melalui kertas saring, masukkan filtrat ke dalam labu
takar yang sesuai. Usahakan padatan tertinggi sebanyak mungkin ke dalam
cawan.
4. Tambahkan 10 ml HCl 3N ke dalam cawan, kemudian panaskan sampai
larutan mulai mendidih.
5. Dinginkan, saring dan masukkan filtrat ke dalam labu takar.
6. Cuci cawan dengan air sedikitnya tiga kali, saring air cucian lalu
masukkan ke dalam labu takar.
7. Cuci kertas saring dan masukkan air cucian ke dalam labu takar.
c. Kalibrasi alat dan penetapan sampel
1. Set alat AAS sesuai dengan instruksi dalam manual alat tersebut.
2. Ukur larutan standar logam dan blanko.
3. Ukur larutan sampel. Selama penetapan sampel, periksa secara periodik
apakah nilai standar tetap konstan.
4. Buat kurva standar untuk masing-masing logam (nilai absorpsi/ emisi vs
konsentasi logam dalam µg/ml).
Sumber : (Lab. Terpadu FKH IPB, 2004)

Anda mungkin juga menyukai