Anda di halaman 1dari 13

TUGAS DARI DR.

DINI, SPS

1. Diagnosis Banding Kejang

Penyakit-penyakit yang menyebabkan kejang dapat dikelompokkan secara sederhana menjadi


penyebab kejang epileptik dan penyebab kejang non-epileptik. Penyakit epilepsi akan dibahas
tersendiri sementara kelompok non-epileptik terbagi lagi menjadi penyakit sistemik, tumor,
trauma, infeksi, dan serebrovaskuler.

a. Sistemik

Metabolik : Hiponatremia, Hipernatremia,


Hiponatremia
Hiponatremia terjadi bila :
a). Jumlah asupan cairan melebihi kemampuan ekskresi,
b). Ketidakmampuan menekan sekresi ADH (mis : pada kehilangan cairan melalui
saluran cerna atau gagal jantung atau sirosis hati atau pada SIADH = Syndrom of
Inappropriate ADH-secretion). Hiponatremia dengan gejala berat (mis : penurunan
kesadaran dan kejang) yang terjadi akibat adanya edema sel otak karena air dari ektrasel
masuk ke intrasel yang osmolalitas-nya lebih tinggi digolongkan sebagai hiponatremia
akut (hiponatremia simptomatik). Sebaliknya bila gejalanya hanya ringan saja (mis :
lemas dan mengantuk) maka ini masuk dalam kategori kronik (hiponatremia
asimptomatik).
Langkah pertama dalam penatalaksanaan hiponatremia adalah mencari sebab
terjadinya hiponatremia melalui anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan
penunjang. Langkah selanjutnya adalah pengobatan yang tepat sasaran dengan koreksi
Na berdasarkan kategori hiponatremia-nya.
Hipernatremia
Hipernatremia terjadi bila kekurangan air tidak diatasi dengan baik misalnya pada
orang dengan usia lanjut atau penderita diabetes insipidus. Oleh karena air keluar maka
volume otak mengecil dan menimbulkan robekan pada vena menyebabkan perdarahan
lokal dan subarakhnoid.
Setelah etiologi ditetapkan, maka langkah penatalaksanaan berikutnya ialah mencoba
menurunkan kadar Na dalam plasma ke arah normal. Pada diabetes insipidus, sasaran
pengobatan adalah mengurangi volume urin. Bila penyebabnya adalah asupan Na
berlebihan maka pemberian Na dihentikan.
b. Intoksikasi
Penegakan diagnosa pasti penyebab keracunan cukup sulit karena diperlukan sarana
laboratorium toksikologi sehingga dibutuhkan autoanamnesis dan alloanamnesis yang
cukup sermat serta bukti-bukti yang diperoleh di tempat kejadian. Selanjutnya pada
pemeriksaan fisik harus ditemukan dugaan tempat masuknya racun. Penemuan klinis
seperti ukuran pupil mata, frekuensi napas dan denyut jantung mungkin dapat
membantu penegakan diagnosis pada pasien dengan penurunan kesadaran.
Pemeriksaan penunjang berupa analisa toksikologi harus dilakukan sedini mungkin
dengan sampel berupa 50 ml urin, 10 ml serum, bahan muntahan, feses. Pemeriksaan
lain seperti radiologis, laboratorium klinik, dan EKG juga perlu dilakukan. Adapun
standar penatalaksanaan dari intoksikasi yaitu stabilisasi, dekontaminasi, eliminasi, dan
pemberian antidotum. Sementara gejala yang sering menjadi penyerta atau penyulit
adalah gangguan cairan, elektrolit, dan asam-basa ; gangguan irama jantung ;
methemoglobinemia ; hiperemesis ; distonia ; rabdomiolisis ; dan sindrom
antikolinergik.

c. Tumor
Kira-kira 10% dari semua proses neoplasmatik di seluruh tubuh ditemukan pada
susunan saraf dan selaputnya, 8% di antaranya berlokasi di ruang intrakranial dan 2%
sisanya di ruang kanalis spinalis. Dengan kata lain 3-7 dari 100.000 orang penduduk
mempunyai neoplasma saraf primer. Urutan frekuensi neoplasma intrakranial yaitu :
Glioma (41%), Meningioma (17%), Adenoma hipofisis (13%), Neurilemoma /
neurofibroma (12%), Neoplasma metastatik dan neoplasma pembuluh darah serebral.
Pembagian tumor dalam kelompok benigna dan maligna tidak berpengaruh secara
mutlak bagi tumor intrakranial oleh karena tumor benigna secara histologik dapat
menduduki tempat yang vital, sehingga menimbulkan kematian dalam waktu singkat.

Simptomatologi tumor intrakranial dapat dibagi dalam :


1. Gangguan kesadaran akibat tekanan intrakranial yang meninggi
Selain menempati ruang, tumor intrakranial juga menimbulkan perdarahan
setempat. Penimbunan katabolit di sekitar jaringan tumor menyebabkan jaringan
otak bereaksi dengan menimbulkan edema yang juga bisa diakibatkan penekanan
pada vena sehingga terjadi stasis. Sumbatan oleh tumor terhadap likuor sehingga
terjadi penimbunan juga meningkatkan tekanan intrakranial.
TIK yang meningkat menimbulkan gangguan kesadaran dan menifestasi disfungsi
batang otak yang dinamakan:
(a) sindrom unkus / kompresi diensefalon ke lateral ;
(b) sindrom kompresi sentral restrokaudal terhadap batang otak ; dan
(c) herniasi serebelum di foramen magnum. Sebelum tahap stupor atau koma
tercapai, TIK yang meninggi sudah menimbulkan gejala-gejala umum.
2. Gejala-gejala umum akibat tekanan intrakranial yang meninggi
A. Sakit kepala = Akibat peningkatan CBF setelah terjadi penumpukan PCO2
serebral terutama setelah tidur. Lonjakan TIK juga akibat batuk, mengejan atau
berbangkis.
B. Muntah = Akibat peningkatan TIK selama tidur malam karena PCO2 serebral
meningkat. Sifat muntah proyektil atau muncrat dan tidak didahului mual.
C. Kejang = Kejang fokal dapat merupakan manifestasi pertama tumor intrakranial
pada 15% penderita. Meningioma pada konveksitas otak sering menimbulkan
kejang fokal sebagai gejala dini. Kejang umum dapat timbul sebagai manifestasi
tekanan intrakranial yang melonjak secara cepat, terutama sebagai menifestasi
glioblastoma multiforme. Kejang tonik yang sesuai dengan serangan rigiditas
deserebrasi biasanya timbul pada tumor di fossa kranii posterior dan secara tidak
tepat dinamakan oleh para ahli neurologi dahulu sebagai “cerebellar fits”.
D. Gangguan mental = Tumor serebri dapat mengakibatkan demensia, apatia,
gangguan watak dan intelegensi, bahkan psikosis, tidak peduli lokalisasinya.
E. Perasaan abnormal di kepala = Rasa seperti “enteng di kepala”, “pusing” atau
“tujuh keliling”. Mungkin sehubungan dengan TIK yang meninggi. Sehingga
karena samarnya maka kebanyakan dari keluhan semacam ini tidak dihiraukan oleh
pemeriksa dan dianggap keluhan fungsional.
3. Tanda-tanda lokalisatorik yang menyesatkan
Suatu tumor intrakranial dapat menimbulkan manifastasi yang tidak sesuai dengan
fungsi tempat yang didudukinya berupa :
a) Kelumpuhan saraf otak
b) Refleks patologik yang positif pada kedua sisi
c) Gangguan mental
d) Gangguan endokrin
e) Ensefalomalasia
4. Tanda-tanda lokalisatorik yang benar
Defisit serebral dibangkitkan oleh tumor di daerah fungsional yang khas berupa
monoparesis, hemiparesis, hemianopia, afasia, anosmia dan seterusnya.
I. Simptom fokal dari tumor di lobus frontalis : sakit kepala, gangguan mental,
kejang tonik fokal, katatonia, anosmia
II. Simptom fokal dari tumor di daerah pre-sentral : kejang fokal pada sisi
kontralateral, hemiparesis kontralateral, paraparese, gangguan miksi
III. Simptom fokal dari tumor di lobus temporalis : hemianopsia kuadran atas
kontralateral dengan tinitus, halusinasi auditorik, dan afasia sensorik beserta
apraksia
IV. Simptom fokal dari tumor di lobus parietalis : serangan Jackson sensorik,
astereognosia dan ataksia sensorik, “thalamic over-reaction”, hemianopsia
kuadran bawah homonim yang kontralateral, agnosia, afasia sensorik, serta
apraksia
V. Simptom fokal dari tumor di lobus oksipitalis
VI. Simptom fokal dari tumor di korpus kalosum
5.Tanda-tanda fisik diagnostik pada tumor intrakranial
(a).Papil edema ;

(b).Pada anak ukuran kepala membesar dan sutura teregang, perkusi = bunyi
kendi rengat, auskultasi = ada bising ;
(c).Hipertensi intrakranial → bradikardi & TD sistemik yang meningkat
progresif = dapat dianggap sebagai kompensasi penanggulangan iskemik
(d).Irama dan frekuensi pernafasan berubah.

d. Trauma
Kejang dapat terjadi setelah cedera kepala dan harus segera diatasi karena akan
menyebabkan hipoksia otak dan kenaikan tekanan intrakranial serta memperberat edem
otak. Mula-mula berikan diazepam 10 mg intravena perlahan-lahan dan dapat diulangi
sampai 3 kali bila masih kejang. Bila tidak berhasil dapat diberikan fenitoin 15
mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan dengan kecepatan tidak melebihi 50
mg/menit.
e. Infeksi
Infeksi pada susunan saraf dapat berupa meningitis atau abses dalam bentuk empiema
epidural, subdural, atau abses otak. Klasifikasi lain membahas menurut jenis kuman
yang mencakup sekaligus diagnosa kausal
1) Infeksi viral
2) Infeksi bakterial
3) Infeksi spiroketal
4) Infeksi fungal
5) Infeksi protozoal
6) Infeksi metazoal

f. Serebrovaskuler
Stroke mengacu kepada semua gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat
pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak. Istilah stroke
biasanya digunakan secara spesifik untuk menjelaskan infark serebrum. CVA
(Cerebralvascular accident) dan serangan otak sering digunakan secara sinonim untuk
stroke. Konvulsi umum atau fokal dapat bangkit baik pada stroke hemoragik maupun
strok non-hemoragik.
Stroke sebagai diagnosis klinis untuk gambaran manifestasi lesi vaskuler serebral dapat
dibagi dalam :
1) Transient ischemic attack,
2) Stroke in evolution,
3) Completed stroke, yang bisa dibagi menjadi tipe hemoragik dan tipe non
hemoragik

g. Epilepsi
Kata epilepsi berasal dari kata Yunani “epilambanein” yang berarti “serangan”.
Epilepsi bukanlah suatu penyakit, tetapi gejala yang dapat timbul karena penyakit.
Epilepsi ialah manifestasi gangguan otak dengan berbagai etiologi namun dengan
gejala tunggal yang khas, yaitu seragan berkala yang disebabkan oleh lepas muatan
listrik neuron kortikal secara berlebihan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala
yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan
listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel. 2, 8
Klasifikasi serangan pada epilepsi dapat dibagi menjadi dua kelompok utama yaitu
parsial dan umum. Kejang parsial kemudian dibagi menjadi parsial sederhana, parsial,
kompleks, dan parsial dengan umum sekunder.
I. Serangan parsial (fokal, lokal) kesadaran tak berubah
A. Serangan parsial sederhana (kesadaran tetap baik)
1. Dengan gejala motorik
2. Dengan gejala somatosensorik atau sensorik khusus
3. Dengan gejala autonom
4. Dengan gejala psikis

B.Serangan parsial kompleks (kesadaran menurun)


1. Berasal sebagai parsial sederhana dan berkembang ke penurunan kesadaran
2.Dengan penurunan kesadaran sejak awitan
II. Serangan umum (konvulsif atau non-konvulsif)
A. 1. Absence
2. Absence tak khas
B. Mioklonik
C. Klonik
D. Tonik
E. Tonik-klonik
F. Atonik
III. Serangan epilepsi tak terklasifikasikan misalnya : gerakan ritmis pada mata, gerakan
mengunyah dan berenang.

2. ARAS
Nuklei lain di formasio retikularis terutama di mesensefalon, berproyeksi ke pusat yang
lebih tinggi, terutama melalui nuklei interlaminares talami, dan melalui subtalamus.
Nukelo-nukeli ini menerima input kolateral dari berbagai traktus serabut asendens (
diantaranya adalah traktus spinotalamikus, traktus spinalis nervus trigeminus, traktus
solitarius, dan serabut dari nukleus vestibularis dan nukleus kokhlearis; serta dari sistem
visual dan olfaktorik); serabut ini menghantarkan impuls ke atas, melalui jaras
polisinapstik, ke area korteks serebri yang luas, tempat serabut tersebut menimbulkan
fungsi aktivasi. Stimulasi eksperimental nuklei tersebut pada hewan menimbulkan
“reaksi arousal”, yaitu hewan yang tidur menjadi terbangun. Penelitian perintis yang
dilakukan oleh Moruzzi dan Magoun (1949), dan banyak penelitian selanjutnya yang
dilakukan oleh peneliti lain, telah memberikan bukti yang meyakinkan bahwa sistem
ini berperan dalam pengaturan tingkat kesadaran pada manusia, serta penjagaan siklus
tidur-bangun. Dengan demikian, struktur ini disebut dengan “ascending reticular
activating system”.

3. Jenis herniasi
Klasifikasi
Otak dapat ditekan ke struktur seperti falx serebri, tentorium serebelli, dan bahkan
melalui lubang yang disebut foramen magnum di dasar tengkorak ( melalui sumsum
tulang belakang berhubungan dengan otak ).
Ada dua kelompok utama herniasi: supratentorial dan infratentorial. Herniasi
Supratentorial adalah struktur biasanya terdapat di atas pakik tentorial sedangkan
infratentorial adalah struktur di bawahnya.
• Supratentorial herniasi :
1. Uncal
2. Central (transtentorial)
3. Cingulate (subfalcine)
4. Transcalvarial
• Infratentorial herniation Infratentorial herniasi :
1. Upward (upward cerebellar or upward transtentorial)
2. Tonsillar (downward cerebellar)
Diagram di bawah ini menggambarkan jenis utama dari herniasi otak. Dalam hal ini
disebabkan oleh lesi massa ( hematoma subdural ) yang juga menyebabkan edema
sekunder ke otak yang berdekatan.
2.3.1 Herniasi Uncal
Pada herniasi uncal, sebuah subtipe umum herniasi transtentorial, bagian terdalam dari
lobus temporal , yang uncus , dapat ditekan begitu banyak sehingga terjadi oleh
tentorium dan memberikan tekanan pada batang otak , terutama otak tengah. Tentorium
jaringan dapat dilucuti dari korteks otak dalam proses yang disebut decortication .
Uncus dapat menekan saraf kranial ketiga , yang dapat mempengaruhi parasimpatis
kepada mata di sisi dari saraf yang terkena, menyebabkan pupil mata terpengaruh untuk
melebar dan mengerut gagal dalam merespon terhadap cahaya sebagaimana mestinya.
Pelebaran pupil sering mendahului terkena kompresi saraf kranial III (serat
parasimpatis adalah radial terletak di serat eferen somatik umum di CNIII), yang
merupakan penyimpangan dari mata ke "bawah dan keluar" posisi karena hilangnya
persarafan untuk semua pergerakan otot mata kecuali untuk rektus lateral (diinnervasi
oleh VI saraf kranial) dan oblik superior (diinnervasi oleh saraf kranial IV). Gejala
terjadi dalam urutan ini karena serat parasimpatis eksentrik mengelilingi serat motor
dari CNIII dan, karenanya, yang pertama yang dikompresi.
Kompresi dari ipsilateral arteri posterior serebral akan mengakibatkan iskemia dari
korteks visual primer lapangan ipsilateral dan kontralateral visual defisit pada kedua
mata (kontralateral hemianopia homonymous ).
Temuan penting lainnya adalah tanda lokalisasi palsu, yang disebut stakik Kemohan,
yang hasil dari kompresi dari kontralateral kruris otak mengandung corticospinal dan
beberapa kortikobulbar saluran serat.
Hal ini menyebabkan ipsilateral (sisi yang sama dengan herniasi) hemiparesis . Karena
mayoritas saluran corticospinal innervates otot fleksor, perpanjangan kaki juga dapat
dilihat. Dengan meningkatnya tekanan dan perkembangan hernia akan ada distorsi dari
batang otak menyebabkan perdarahan Duret (merobek kapal kecil di parenkim ) di
median dan paramedian zona dari mesencephalon dan pons. Pecahnya pembuluh ini
menyebabkan perdarahan berbentuk linier atau dinyalakan. Batang otak terganggu
dapat menyebabkan mengulit postur , depresi pusat pernapasan dan kematian.
Kemungkinan lain yang dihasilkan dari distorsi batang otak meliputi kelesuan , denyut
jantung lambat, dan pelebaran pupil. Uncal herniasi dapat maju ke herniasi pusat.
2.3.2 Herniasi Sentral / Transtentorial
Pada herniasi sentral, (juga disebut "herniasi transtentorial") diencephalon dan bagian
lobus temporal dari kedua belahan otak ditekan melalui lekukan di cerebelli tentorium.
Herniasi Transtentorial dapat terjadi saat otak bergerak baik atas atau bawah di seluruh
tentorium, yang disebut naik dan turun herniasi transtentorial masing, namun turun
herniasi jauh lebih umum. Downward herniasi dapat meregang cabang arteri basilar
(arteri pontine), menyebabkan arteri tersebut robek dan berdarah, yang dikenal sebagai
sebuah Duret perdarahan . Akibat biasanya menjadi fatal. Radiografis, herniasi ke
bawah ditandai dengan penghapusan dari sumur suprasellar dari herniasi lobus
temporal ke hiatus tentorial dengan kompresi yang terkait pada peduncles otak.
Sindroma hipotensi intrakranial telah dikenal untuk meniru herniasi transtentorial
bawah.
2.3.3 Herniasi Cingulata ( Subfalcine )
Dalam herniasi cingulata atau subfalcine, yang jenis yang paling umum, bagian
terdalam dari lobus frontalis adalah turun di bawah bagian dari falx serebri , yang dura
mater di bagian atas kepala antara dua belahan otak. cingulate herniasi dapat
disebabkan ketika salah satu belahan membengkak dan mendorong cingulate gyrus
oleh falx serebri. ini tidak menaruh banyak tekanan pada batang otak karena herniasi
jenis lain, tetapi dapat mengganggu pembuluh darah di lobus frontal yang dekat dengan
tempat cedera (arteri serebral anterior), atau mungkin kemajuan untuk herniasi pusat.
Interferensi dengan aliran darah dapat menyebabkan peningkatan berbahaya di ICP
yang dapat menyebabkan bentuk-bentuk yang lebih berbahaya dari herniasi. Gejala
untuk herniasi cingulate tidak didefinisikan dengan baik. Biasanya terjadi selain
herniasi uncal, cingulate herniasi dapat muncul dengan sikap abnormal dan koma.
cingulate herniasi sering diyakini sebagai awal jenis lain herniasi.
2.3.4 Herniasi Transcalvarial
Pada herniasi transcalvarial, otak meremas melalui fraktur atau situs bedah dalam
tengkorak. Juga disebut "herniasi eksternal", ini jenis herniasi mungkin terjadi selama
kraniotomi , operasi di mana suatu penutup dari tengkorak dibuka, mencegah lembaran
tengkorak dari digantikan.
2.3.5 Upward Herniation (herniasi ke atas)
Tekanan pada fossa posterior dapat menyebabkan otak kecil untuk naik melalui
pembukaan tentorial di atas, atau herniasi cerebellar. Otak tengah didorong melalui
takik tentorial. Hal ini juga mendorong otak tengah ke bawah.
2.3.6 Herniasi Tonsillar
Pada herniasi tonsillar, juga disebut herniasi cerebellar ke bawah, atau "coning",
amandel cerebellar bergerak ke bawah melalui foramen magnum mungkin
menyebabkan kompresi batang otak yang lebih rendah dan saraf tulang belakang leher
atas, ketika mereka melalui foramen magnum. Peningkatan tekanan pada batang otak
bisa mengakibatkan disfungsi pusat di otak yang bertanggung jawab untuk
mengendalikan fungsi pernafasan dan jantung.
Tonsillar herniasi dari otak kecil juga dikenal sebagai Malformasi Chiari (CM), atau
sebelumnya adalah Arnold Chiari Malformation (ACM). Setidaknya ada tiga jenis
malformasi Chiari yang diakui secara luas, dan mereka mewakili proses penyakit yang
sangat berbeda dengan gejala yang berbeda dan prognosis. Kondisi ini dapat ditemukan
pada pasien tanpa gejala sebagai temuan insidentil, atau dapat menjadi begitu parah
untuk membahayakan hidup. Kondisi ini sekarang sedang didiagnosis lebih sering oleh
ahli radiologi, pasien karena semakin banyak menjalani scan MRI kepala mereka.
Ectopia cerebellar adalah istilah yang digunakan oleh ahli radiologi untuk
menggambarkan amandel cerebellar yang "rendah palsu" tapi yang tidak memenuhi
kriteria radiografi untuk definisi sebagai malformasi Chiari. Definisi radiografi saat ini
diterima untuk suatu malformasi Chiari adalah bahwa amandel cerebellar berbohong
setidaknya 5mm di bawah tingkat foramen magnum. Beberapa dokter telah melaporkan
bahwa beberapa pasien tampaknya mengalami gejala yang konsisten dengan
malformasi Chiari tanpa bukti radiografi herniasi tonsillar.. Kadang-kadang pasien
yang digambarkan sebagai memiliki 'Chiari [jenis] 0'.
Ada banyak penyebab diduga herniasi tonsillar termasuk: saraf tulang belakang
penarikan atau okultisme filum terminale ketat (menarik di atas batang otak dan struktur
sekitarnya), turun atau cacat fosa posterior (bagian bawah, kembali sebagian dari
tengkorak) tidak memberikan ruang yang cukup bagi serebelum; hidrosefalus atau
abnormal volume CSF mendorong amandel keluar. gangguan jaringan ikat, seperti
Danlos Sindrom Ehlers , dapat dikaitkan.
Untuk evaluasi lebih lanjut dari herniasi tonsillar, studi aliran CINE digunakan. Jenis
MRI memeriksa aliran CSF pada sendi cranio-serviks. Untuk orang mengalami gejala
dengan minimal herniasi tampaknya terutama jika gejala lebih baik dalam posisi
telentang dan buruk atas berdiri tegak, tegak MRI dapat berguna.

4. Jenis edema
Ada tiga jenis edema serebri, yaitu edema vasogenik, edema sitotoksik, dan edema
interstisiel. Edema vasogenik disebabkan oleh adanya peningkatan permeabilitas
kapiler akibat sawar darah otak sehingga terjadi penimbunan cairan plasma
ekstraseluler terutama di massa putih serebral. Sken komputer tomografi otak tampil
sebagai daerah yang hipodens, sedangkan pada pemeriksaan histologis adanya
pelebaran rongga ekstraseluler. Edema sitotoksik atau iskhemik merupakan
penumpukan cairan intraseluler. Edema ini akibat dari adanya kegagalan metabolisme
energi seluler sehingga sel tersebut tidak dapat mempertahankan keseimbangan
cairannya. Sken komputer tomografi otak menampilkan massa putih dan massa kelabu
yang hipodens. Pemeriksaan histologis menampakkan vakuolisasi dan nekrosis
iskhemik sel-sel massa kelabu, mielin yang berkurang, dan pelebaran rongga
ekstraseluler massa putih serebral.
Edema interstitial adalah peningkatan volume cairan ekstrasel yang terjadi pada
substansia alba periventrikuler karena transudasi cairan serebrospinal melalui dinding
ventrikel ketika tekanan intraventrikuler meningkat.

5. Perbedaan penurunan kesadaran metabolik dan neurologi


Etiologi penurunan kesadaran secara garis besar terbagi menjadi dua, yaitu:
gangguan metabolik/fungsional dan gangguan struktural.

1. Gangguan metabolik/fungsional
Gangguan ini antara lain berupa keadaan hipoglikemik/hiperglikemik,
gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal, gangguan keseimbangan elektrolit,
intoksikasi obat-obatan, intoksikasi makanan serta bahan-bahan kimia, infeksi susunan
saraf pusat.
2. Gangguan struktural dapat dibagi lagi menjadi 2, yaitu:
a. Lesi supratentorial
o Perdarahan intraserebral : ekstradural, subdural, intraserebral
o Infark : emboli, thrombosis
o Tumor otak : Tumor primer, tumor sekunder, abses,
tuberkuloma
b. Lesi infratentorial
o Perdarahan : serebelum pons
o Infark : batang otak
o Tumor : serebelum
o Abses : serebelum
TUGAS DR. SEKAR, SPS

1. Pemeriksaan motorik dalam GCS

Menurut perintah (misalnya, suruh : angkat tangan) 6


Mengetahui lokasi nyeri (berikan rangsang nyeri, misalnya menekan 5
dengan jari pada suborbita. Bila oleh rasa nyeri pasien mengangkat
tangannya sampai melewati dagu untuk mrnrpis rangsang tersebut berarti ia
dapat mengetahui lokasi nyeri)

Reaksi menghindar 4
Reaksi fleksi (berikan rangsang nyeri, misalnya menekan dengan objek 3
keras, seperti ballpoint, pada jari kuku. Bila sebagai jawaban siku
memfleksi, terdapat reaksi fleksi terhadap nyeri (fleksi pada pergelangan
tangan mungkin ada atau tidak ada)
Reaksi ekstensi (dengan rangsang nyeri tersebut di atas terjadi ekstensi pada 2
siku. Ini selalu disertai fleksi spastik pada pergelangan tangan)
Tidak ada reaksi (sebelummemutuskan bahwa tidak ada reaksi, harus 1
diyakinkan bahwa rangsang nyeri memang cukup adekuat diberikan)

2. Anamnesis infeksi (demam) :


 Sejak kapan ?
 Sifat demam ? terus menerus atau naik turun ?
 Waktu kapan paling tinggi demamnya ? pagi, siang, atau malam ?
 Gejala lain yang menyertai ?
 Apakah salam keluarga ada juga yang sedang demam ?
 Keadaan lingkungan dan tempat tinggal bagaimana ? apakah ada ternak
unggas ?
 Apakah pernah berpergian ke suatu tempat yang diketahui endemik penyakit
tertentu ?
 Apakah pernah kontak dengan penderita penyakit dengan gejala demam ?
 Riwayat penyakit sebelumnya ?
 Riwayat pengobatan yang sudah diterima ?

3. Klinis tentang ensefalitis dan meningitis


 Gejala klinis meningitis :
o Demam, nyeri kepala, fotofobia
o Penurunan kesadaran, kejang, hemiparesis,
o Pada pemeriksaan fisik : kaku kuduk (+) pada meningitis bakterialis
akut sangat nyata; pada stadium lebih lanjut, dapat dijumpai tanda
hidrosefalus seperti nyeri kepala berat, muntah-muntah, kejang,
papiledema
 Gejala klinis ensefalitis :
o Demam, nyeri kepala, perubahan tingkat kesadaran
o Fotofobia, bingung, kejang
o Flu, malaise, mialgia, nyeri kepala, muntah, fotofobia (kasus ensefalitis
dengan perantaraan serangga)

4. Kontra indikasi Punksi Lumbal


 Infeksi lokal di sekitar daerah tempat punksi lumbal
 Peningkatan tekanan intrakranial dengan lesi massa atau penyumbatan sistem
ventrikularis
 Memiliki gangguan pembekuan darah yang belum diobati
 Meningitis TB dengan demam tinggi
 Massa di fossa posterior
 Kelainan bentuk tulang belakang

Anda mungkin juga menyukai