Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Computed Assisted Tomografi (CAT) atau Computed Tomografi (CT)
diperkenalkan sejak tahun 1968 oleh Goldfrey Housfield dan di Indonesia digunakan
sejak tahun 1970. CT-Scan merupakan perpaduan antara teknologi sinar-x, komputer,
dan televisi sehingga mampu menampilkan gambar anatomis tubuh manusia dalam
bentuk irisan atau slice. (Rasad, 1992)
Prinsip kerja dari CT-Scan yaitu hanya dapat men-scaning tubuh dengan
irisan melintang tubuh (potongan axial). Namun dengan memanfaatkan teknologi
komputer maka gambaran axial yang telah didapatkan dapat diformat kembali hingga
didapatkan gambaran coronal, sagital, oblique, diagonal bahkan bentuk tiga dimensi
dari objek tersebut. (Tortorici,1995)
Keunggulan dari teknologi inilah yang dimanfaatkan untuk dapat memberikan
diagnosa yang lebih tepat dibandingkan dengan radiografi konvensional karena dapat
membedakan soft tissue, lemak, udara dan tulang pada irisan cossectional dan dapat
direformat menjadi tiga dimensi sehingga terlihat jelas tanpa terhalang oleh jaringan.
Salah satu manfaatannya yaitu untuk pemeriksaan CT-Scan kepala.
Untuk melihat kelainan-kelainan yang terjadi dibagian kepala biasanya
dilakukan pemeriksaan radiologi konvensional, angiografi CT-Scan ataupun MRI.
Pemeriksaan radiologi konvensional dilakukan jika peralatan yang tersedia hanya
konvensional atau karena kelainan yang diderita pasien mudah dideteksi, misalnya
karena trauma ringan. Akan tetapi, untuk kasus trauma kepala yang disertai
penurunan kesadaran atau gejala neurologis lainnya seperti pada kasus cedera kepala
sedang (CKS) dianjurkan untuk dilakukam pemeriksaan penunjang awal dengan CT-
Scan.
Pada pemeriksaan CT-Scan diperlukan suatu teknik untuk menentukan daerah
dan luas lapangannn yang akan discanning. Untuk pemeriksaan CT-Scan kepala
teknik yang digunakan adalah dua range. Range pertama dimulai dari basis cranii
sampai pars petrosum, sedangkan range kedua dari pars petrosum sampai vertex.
Ketebalan range pertama lebih tipis dibandingkan dengan range kedua. (Naseth, 2000)

1
Pada pasien kecelakaan dengan kasus cidera kepala sedang (CKS),
pelaksanaan pemeriksaan CT-Scan di RSUD Tidar Magelang tidak menggunakan
media kontras. Di RSUD Tidar Magelang menggunakan CT-Scan double slice dengan
slice thickness 8 mm, jumlah slice 24 dan scanogram 1 gambar. Berdasarkan hal
tersebut di atas penulis ingin mengkaji lebih lanjut mengenai pemeriksaan CT-Scan di
RSUD Tidar Magelang dengan membuat laporan kasus yang berjudul: “TEKNIK
PEMERIKSAAN CT-SCAN KEPALA NON KONTRAS DENGAN KASUS
CEDERA KEPALA SEDANG (CKS) DI INSTALASI RADIOLOGI RSUD TIDAR
MAGELANG”.

B. Rumusan Masalah
Laporan kasus ini disusun dengan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana teknik pemeriksaan CT-Scan Kepala non kontras dengan kasus Cedera
Kepala Sedang (CKS) di Instalasi Radiologi RSUD Tidar Magelang?
2. Bagaimana nilai informasi diagnos pada pemeriksaan CT-Scan Kepala non
kontras dengan kasus Cedera Kepala Sedang (CKS) di Instalasi Radiologi RSUD
Tidar Magelang?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan laporan kasus ini yaitu:
1. Mengetahui teknik pemeriksaan CT-Scan Kepala dengan kasus Cedera Kepala
Sedang (CKS) di Instalasi Radiologi RSUD Tidar Magelang.
2. Mengetahui nilai informasi diagnosa pada pemeriksaan CT-Scan Kepala non
kontras dengan kasus Cedera Kepala Sedang (CKS) di Instalasi Radiologi RSUD
Tidar Magelang.

D. Manfaat Penulisan
Penulisan laporan kasus ini diharapkan bermanfaat:

2
1. Bagi penulis dapat mengetahui lebih lanjut tentang prosedur Teknik pemeriksaan
CT-Scan Kepala dengan kasus Cedera Kepala Sedang (CKS) di Instalasi
Radiologi RSUD Tidar Magelang.
2. Bagi Akademi sebagai bahan masukan bagi penulis laporan kasus dengan topic
yang sama.
3. Bagi Rumah Sakit dapat dijadikan literatur yang dapat membantu dalam
menegakkan diagnosa sesuai dengan teori yang ada.

E. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dalam memahami isi laporan kasus ini, maka penulis
menyajikan dalam beberapa pokok bahasan yang terdiri:
BAB I PENDAHULUAN
Berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan,
dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Berisi tentang anatomi dan fisiologi, CT-Scan, Cedera Kepala Sedang (CKS),
prosedur pemeriksaan CT-Scan kepala.

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

Berisi tentang hasil dan pembahasan.

BAB V PENUTUP

Berisi kesimpulan dan saran.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI


1. Anatomi Fisiologi Kepala
Tengkorak dibentuk oleh beberapa tulang picak yang bentuknya
melengkung, satu sama lain, dan berhubungan erat sekali. Tengkorak terdiri
atas dua bagian yaitu: tengkorak otak dan tengkorak wajah.
a. Gubah tengkorak, yang terdiri atas tulang-tulang:
1) Os Frontal (bagian depan)
2) Os Parietal (bagian tengah)
3) Os Occipital (bagian belakang)
b. Dasar tengkorak, yang terdiri atas tulang-tulang:
1) Os Sphenoidalis, tulang yang terdapat di tengah-tengah dasar
tengkorak dan berbentuk seperti kupu-kupu, dengan tiga pasang sayap.
2) Os Ethmoidalis, terletak di sebelah depan dari Os Sphenoidalis di
antara lekuk mata.

Selain kedua tulang di atas, dasar tengkorak dibentuk pula oleh tulang-
tulang lain seperti tulang kepala belakang, tulang dahi, dan tulang pelipis.

c. Samping tengkorak, yang dibentuk oleh tulang-tulang:


1) Tulang pelipis
2) Sebagian tulang dahi
3) Tulang ubun-ubun
4) Tulang baji
d. Tengkorak wajah
Tengkorak wajah pada manusia bentuknya lebih kecil dari tengkorak
otak. Di dalam tengkorak wajah terdapat rongga-rongga yang membentuk
rongga mulut (cavuum oris), rongga hidung (cavum nasi), dan rongga mata
(cavum orbita).
Tengkorak wajah terdiri dari dua bagian:
1) Bagian hidung

4
a) Os Lacrimal (tulang mata), letaknya di sebelah kanan atau kiri
pangkal hidung, di sudut mata.
b) Os Nasal (tulang karang hidung), letaknya di dalam rongga hidung
dan bentuknya berlipat-lipat.
c) Septum Nasi (sekat rongga hidung) adalah sambungan dari tulang
tapis yang tegak.

2) Bagian rahang
a) Os Maksilaris (tulang rahang atas)
b) Os Zygomaticum, tulang pipi yang terdiri dari dua tulang kiri dan
kanan.
c) Os Palatum (tulang langit-langit), terdiri dari dua buah tulang kiri
dan kanan.
d) Os Mandibularis (tulang rahang bawah), terdiri dari dua bagian
yaitu bagian kiri dan kanan yang kemudian bersatu dipertengahan
dagu. Di bagian depan dari mandibula terdapat prosesus coracoid,
tempat melekatnya otot.

Tulang-tulang tengkorak kepala dihubungkan satu sama lain oleh tulang


bergerigi yang disebut sutura.

Sutura-sutura itu adalah:

1) Sutura Coronalis, yaitu yang menghubungkan antara os frontal dan os


parietal.
2) Sutura Sagitalis, yaitu yang menghubungkan os parietal kiri dan kanan.
3) Sutura Lambdoidea, yaitu yang menghubungkan antara os parietal dan os
occipital.

2. Anatomi Fisiologi Otak


a. Otak (Brain)
Otak adalah suatu alat tubuh yang sangat penting karena merupakan
pusat komputer dari semua alat tubuh. Otak merupakan dari saraf sentral

5
yang terletak didalam rongga tengkorak (kranium) yang dibungkus oleh
suatu lapisan yang kuat. Otak terdiri dari otak besar (Cerebrum), batang
otak (Trunchus Enchepali), dan otak kecil (Cerebellum). (Syaifudin, 1997)
1) Otak Besar (Cerebrum)
Otak besar merupakan bagian yang terluas dan terbesar dari otak,
berbentuk telur, mengisi penuh bagian depan atas rongga tengkorak.
Otak mempunyai dua permukaan yaitu permukaan atas dan permukaan
bawah. Kedua permukaan ini dilapisi oleh lapisan kelabu (zat kelabu)
yaitu pada bagian korteks cerebral dan zat putih terdapat pada bagian
dalam yang mengandung serabut saraf. (Syaifudin, 1997)
Fungsi Otak Besar, yaitu:
- Mengingat pengalaman-pengalaman yang lalu.
- Pusat persarafan yang menangani aktifitas mental, akal, intelegensi,
keinginan dan memori.
- Pusat menangis, buang air besar dan buang air kecil.

Gambar 1. Penampang melintang otak (Syaifudin, 1997)

Keterangan gambar 1:

6
1. Medulla oblongata 7. Konvolusi
2. Pons 8. Dienchepalon
3. Otak tengah 9. Cerebellum
4. Meningens 10. Hind brain
5. Otak depan 11. Medulla spinalis
6. Cerebrum

2) Batang Otak (Truncus Enchepali)


Batang otak terdiri dari beberapa bagian.
a) Disenchepalon, bagian batang otak paling atas terdapat diantara
cerebellum dengan mesenchepalon. (Syaifudin, 1997)
Fungsi disenchepalon:
- Vase konstruktor, mengecilkan pembuluh darah.
- Respiratory, membantu proses persarafan.
- Mengontrol kegiatan refleks.
- Membantu pekerjaan jantung.

b) Mesenchepalon, atap dari mesenchepalon terdiri dari empat bagian


yang menonjol ke atas, dua di sebelah atas disebut corpus
kuadrigeminus superior dan dua di sebelah bawah disebut corpus
kuadrigeminus inferior. (Syaifudin, 1997)
Fungsi mesenchepalon:
- Membantu pergerakan mata dan mengangkat kelopak mata.
- Memutar mata dan pusat pergerakan mata.

c) Pons varoli, brakium pontis yang menghubungkan mesenchepalon


dengan pons naroli dan cerebellum terletak di depan cerebellum
diantara otak tengah dan medulla oblongata, disini terdapat
premoktosid yang mengatur gerakan pernafasan dan refleks.
(Syaifudin, 1997)
Fungsi pons varoli:

7
- Penghubung antara kedua bagian cerebellum dan juga antara
medulla oblongata dengan cerebellum atau otak besar.
- Pusat saraf nervus trigeminus.

d) Medulla oblongata, bagian batang otak paling bawah yang


menghubungkan pons varoli dengan medulla spinalis. (Syaifudin,
1997)
Fungsi medulla oblongata:
- Mengontrol pekerjaan jantung.
- Mengecilkan pembuluh darah (vase konstruktor).
- Pusat pernafasan (respiratory).
- Mengontrol kegiatan refleks.

e) Otak Kecil (Cerebellum)


Cerebellum terletak pada bagian paling bawah dan belakang
tengkorak, dipisahkan dengan cerebrum oleh fisura trans versalis
dibelakangi oleh pons varoli dan di atas medulla oblongata.
(Syaifudin, 1997)
Fungsi otak kecil:
- Arkhiocerebellum (vestibulocerebellum), untuk keseimbangan dan
rangsangan pendengaran otak.
- Paleacerebellum (spinocerebellum), sebagai pusat penerima
impuls dan nervus vagus kelopak mata rahang atas, rahang
bawah, dan otot pengunyah.
- Neocerebellum (pontocerebellum), korteks cerebellum menerima
informasi tentang gerakan yang sedang dan yang akan dikerjakan
dan mengatur gerakan sisi badan.

8
Gambar 2. Otak dengan piameter (Syaifudin, 1997)

Keterangan gambar:
1. Vena-vena serebri superior
2. Lobus frontalis
3. Vena serebri media
4. Vena-vena serebri inferior
5. Rolandi
6. Serebellum
7. Medulla oblongata
8. Lobus temporalis

b. Selaput Otak (Meningen)


Selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang belakang, melindungi
struktur saraf halus yang membawa pembuluh darah dan cairan sekresi (cairan
cerebro spinalis). Memperkecil benturan atu gerakan yang terdiri dari tiga
lapisan. ( Syaifudin, 1997)
1) Durameter (lapisan sebelah luar)
Selaput keras pembunaringgkus otak yang berasal dari jaringan ikat
dan kuat dibagian tengkorak terdiri dari selaput tulang tengkorak dan
durameter propia dibagian dalam di canalis vertebralis, kedua lapisan ini
terpisah. (Syaifudin, 1997)
9
2) Arakhnoid (lapisan tengah)
Merupakan selaput halus yang memisahkan durameter dengan
piameter membentuk sebuah kantong atau balon berisi cairan otak yang
meliputi seluruh susunan saraf sentral. (Syaifudin, 1997)

3) Piameter (lapisan sebelah dalam)


Merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan jaringan otak.
Piameter berhubungan dengan arakhnoid melalui struktur-struktur jaringan
ikat yang disebut trakekel. (Syaifudin, 1997)

c. Ventrikel Otak
Ventrikel merupakan rangkaian dari empat rongga dalam otak yang saling
berhubungan dan dibatasi oleh ependima (semacam sel epitel yang membatasi
semua rongga otak dan medulla spinalis) dan mengandung CSF
(Cerebrospinal Fluid). Ventrikel otak terdiri dari ventrikel lateral, ketiga dan
keempat. (Price Sylvia, 1995)

d. Cairan Serebrospinal
Cairan serebrospinal adalah hasil sekresi plexus khoroid kedalam
ventrikel-ventrikel yang ada dalam otak. Cairan tersebut masuk kedalam
kanalis sentralis sumsum tulang belakang dan juga kedalam ruang
subarachnoid melalui celah-celah yang terdapat pada ventrikel ke empat.

Jumlah cairan serebrospinal dalam ventrikel dan ruang subarachnoid


berkisar antara 120-180 ml pada orang dewasa, 100-140 ml pada anak umur
8-10 tahun, dan 40-60 ml pada bayi. Pada orang dewasa, produksi cairan
serebrospinal selama 24 jam berjumlah 430-500 ml, ini berarti dalam 24 jam
cairan serebrospinal diganti sebanyak tiga kali. (Woodruff WW, 1993)

10
B. PATOLOGI CEDERA KEPALA SEDANG (CKS)

1. Definisi

Cedera kepala adalah serangkai kejadian patofisiologik yang terjadi


setelah trauma kepala, yang dapat melibatkan kulit kepala, tulang, dan jaringan
otak atau kombinasinya. (Standar Pelayanan Medis, RS Dr. Sardjito)

Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan


utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan
lalu lintas. (Mansjoer Arif,dkk: 2000)

2. Etiologi

- Kecelakaan lalu lintas

- Kecelakaan kerja

- Trauma pada olah raga

- Kejatuhan benda

- Luka tembak

3. Klasifikasi Klinis

Berat ringannya cedera kepala bukan didasarkan berat ringannya gejala


yang muncul setelah cedera kepala. Ada beberapa klasifikasi yang dipakai dalam
menentukan derajat cedera kepaka. Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagi
aspek ,secara praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi yaitu berdasarkan:

a. Mekanisme Cedera Kepala


Berdasarkan mekanisme, cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul
dan cedera kepala tembus. Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan
kecelakaan mobil-motor, jatuh atau pukulan benda tumpul. Cedera kepala
tembus disebabkan oleh peluru atau tusukan. Adanya penetrasi selaput
durameter menentukan apakah suatu cedera termasuk cedera tembus atau
cedera tumpul.

11
b. Beratnya Cedera
Glascow coma scale ( GCS) digunakan untuk menilai secara kuantitatif
kelainan neurologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya
penderita cedera kepala.
1) Cedera Kepala Ringan (CKR)
GCS 13– 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran ( pingsan ) kurang
dari 30 menit atau mengalami amnesia retrograde. Tidak ada fraktur
tengkorak, tidak ada kontusio cerebral maupun hematoma.

2) Cedera Kepala Sedang ( CKS)

GCS 9 –12, kehilangan kesadaran atau amnesia retrograd lebih dari


30 menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.

3) Cedera Kepala Berat (CKB)

GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan kesadaran dan


atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam. Dapat mengalami kontusio
cerebral, laserasi atau hematoma intracranial.

c. Morfologi Cedera
Secara Morfologi cedera kepala dibagi atas :
1) Fraktur Kranium
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan
dapat terbentuk garis atau bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup.
Fraktur dasar tengkorak biasanya merupakan pemeriksaan CT Scan untuk
memperjelas garis frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar
tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan
lebih rinci.
Tanda-tanda tersebut antara lain :
- Ekimosis periorbital ( Raccoon eye sign)
- Ekimosis retro aurikuler (Battle`sign )
- Kebocoran CSS ( rhonorrea, ottorhea) dan
- Parese nervus facialis ( N VII )

12
2) Lesi Intrakranial
Lesi ini diklasifikasikan dalam lesi loKal dan lesi difus, walaupun
kedua jenis lesi sering terjadi bersamaan.
Termasuk lesi lesi local ;
- Perdarahan Epidural
- Perdarahan Subdural
- Kontusio (perdarahan intra cerebral)
Cedera otak difus umumnya menunjukkan gambaran CT Scan
yang normal, namun keadaan klinis neurologis penderita sangat buruk
bahkan dapat dalam keadaan koma. Berdasarkan pada dalamnya koma
dan lamanya koma, maka cedera otak difus dikelompokkan menurut
kontusio ringan, kontusio klasik, dan Cedera Aksona Difus ( CAD).
a) Perdarahan Epidural
Hematoma epidural terletak diantara dura dan calvaria. Umumnya
terjadi pada regon temporal atau temporopariental akibat pecahnya
arteri meningea media ( Sudiharto 1998). Manifestasi klinik berupa
gangguan kesadaran sebentar dan dengan bekas gejala (interval
lucid) beberapa jam. Keadaan ini disusul oleh gangguan kesadaran
progresif disertai kelainan neurologist unilateral. Kemudian gejala
neurology timbul secara progresif berupa pupil anisokor,
hemiparese, papil edema dan gejala herniasi transcentorial.
Perdarahan epidural difossa posterior dengan perdarahan berasal
dari sinus lateral, jika terjadi dioksiput akan menimbulkan gangguan
kesadaran, nyeri kepala, muntah ataksia serebral dan paresis nervi
kranialis. Cirri perdarahan epidural berbentuk bikonveks atau
menyerupai lensa cembung.

b) Perdarahan subdural
Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan
epidural( kira-kira 30 % dari cedera kepala berat). Perdarahan ini
sering terjadi akibat robeknya vena-vena jembatan yang terletak

13
antara kortek cerebri dan sinus venous tempat vena tadi bermuara,
namun dapat terjadi juga akibat laserasi pembuluh arteri pada
permukaan otak. Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh
permukaan hemisfer otak dan kerusakan otak dibawahnya lebih berat
dan prognosisnya jauh lebih buruk daripada perdarahan epidural.

c) Kontusio dan perdarahan intracerebral


Kontusio cerebral sangat sering terjadi di frontal dan lobus
temporal, walau terjadi juga pada setiap bagian otak, termasuk
batang otak dan cerebellum. Kontusio cerebri dapat saja terjadi
dalam waktu beberapa hari atau jam mengalami evolusi membentuk
perdarahan intracerebral. Apabila lesi meluas dan terjadi
penyimpangan neurologist lebih lanjut.

d) Cedera Difus
Cedera otak difus merupakan kelanjutan kerusakan otak akibat
akselerasi dan deselerasi, dan ini merupakan bentuk yang lebih
sering terjadi pada cedera kepala.

4. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan laboratorium
- X-Ray, foto tengkorak 3 posisi
- CT scan
- Foto cervical bila ada tanda-tanda fraktur cervical

5. Komplikasi
a. Perdarahan intra cranial-Epidural
- Subdural
- Sub arachnoid
- Intraventrikuler

14
b. Malformasi faskuler
- Fistula karotiko-kavernosa
- Fistula cairan cerebrospinal
- Epilepsi
- Parese saraf cranial
- Meningitis atau abses otak
- Sindrom pasca trauma

C. CT-SCAN
1. Definisi CT-Scan
CT-Scan merupakan perpaduan antara teknologi sinar-x, komputer dan
televisi sehingga mampu menampilkan gambar anatomis tubuh manusia dalam
bentuk irisan atau slice. (Rasad, 1992)
Prinsip kerja CT-Scan hanya dapat men-scanning tubuh dengan irisan
melintang (potongan axial). Namun dengan memanfaatkan teknologi komputer
maka gambaran axial yang telah didapatkan dapat diformat kembali sehingga
didapatkan gambaran coronal, sagital, oblique, diagonal bahkan bentuk tiga
dimensi dari objek tersebut. (Tortorici, 1995)

2. Perkembangan CT-Scan
Godfrey Hounsfield seorang insinyur dari EMI Limited London dengan
James Ambrose seorang teknisi dari Atkinson Morley’s Hospital di London,
Inggris pada tahun 1970 memperkenalkan Computed Tomography Scanning atau
CT-Scan. (Ballinger, 1995)
a. Scanner Generasi Pertama
Prinsip scanner generasi pertama menggunakan pancaran sinar-x model
pencil yang diterima oleh satu atu dua detector. Waktu yang dicapai 4,5 menit
untuk member informasi yang cukup pada satu slice dari rotasi tabung dan
detector sebesar 180 derajat.

15
b. Scanner Generasi Kedua
Scanner generasi ini mengalami perbaikan besar dan terbukti pancaran
sinar-x model kipas dengan menaikkan jumlah detector sebanyak 30 buah
dengan waktu scanning yang sangat pendek, yaitu 15 detik per slice atau 10
menit untuk 49 slice.
c. Scanner Generasi Ketiga
Scanner generasi ketiga ini dengan kenaikan 960 detektor yang meliputi
bagian tepi berhadapan dengan tabung sinar-x yang saling rotasi memutari
pasien dengan membentuk lingkaran 360 derajat secara sempurna untuk
menghasilkan satu slice data jaringan. Waktu scanning hanya berkisar satu
detik.
d. Scanner Generasi Keempat
Sekitar tahun 1980 scanner generasi ini diperkenalkan dengan teknologi
fixed-ring yang mempunyai 4800 detektor. Saat pemeriksaan berlangsung,
tabung sinar-x berputar 360 derajat mengelilingi detector yang diam.
(Bontrager, 2000)
Generasi terakhir dari CT-Scan disebut CT Helical atau CT spiral.
Kelebihan dari tipe ini penggambaran organ akan lebih cepat dan radiographer
dapat mengolah data menjadi gambar tiga dimensi melalui pengolahan
komputer. (PROTEKSI, 1998)

3. Komponen Dasar CT-Scan


CT-Scan mempunyai dua komponen utama yaitu scan unit dan operatir
konsul. Scan unit biasanya berada didalam ruang pemeriksaan sedangkan operator
konsul letaknya terpisah dalam ruang kontrol.
Scan unit terdiri dari dua bagian yaitu gentry dan couch (meja
pemeriksaan).
a. Gentry
Didalam CT-Scan, pasien berada di atas meja pemeriksaan dan meja
tersebut bergerak menuju gentry. Gentry ini terdiri dari beberapa perangkat

16
yang keberadaannya sangat diperlukan untuk menghasilkan suatu gambaran,
perangkat keras tersebut antara lain tabung sinar-x, kolimator dan detector.
1) Tabung Sinar-x
Berdasarkan strukturnya, tabung sinar-x sangat mirip dengan
tabung sinar-x konvensional namun perbedaannya terletak pada
kemampuannya untuk menahan panas dan output yang tinggi.

2) Kolimator
Kolimator berfungsi untuk mengurangi radiasi hambur membatasi
jumlah sinar-x yang sampai ke tubuh pasien serta untuk meningkatkan
kualitas gambaran. Tidak seperti pada pesawat radiografi konvensional,
CT-Scan menggunakan dua buah kolimator. Kolimator pertama diletakkan
pada rumah tabung sinar-x yang disebut pre-pasien kolimator. Dan
kolimator kedua diletakkan diantara pasien dan detector yang disebut pre-
detektor kolimator atau post pasien kolimator.

3) Detektor
Selama eksposi berkas sinar-x (foton) menembus pasien dan
mengalami perlemahan (atenuasi). Sisa-sisa foton yang telah ter-atenuasi
kemudian ditangkap oleh detector. Detector memiliki dua tipe, yaitu
detektor solide state dan detektor isian gas.

b. Couch (Meja Pemeriksaan)


Meja pemeriksaan merupakan tempat untuk memposisikan pasien. Meja
ini biasanya terbuat dari fiber karbon. Dengan adanya bahan ini maka sinar-x
yang menembus pasien tidak terhalangi jalannya untuk menuju ke detector.
Meja ini harus kuat dan kokoh mengingat fungsinya untuk menopang tubuh
pasien selama meja bergerak kedalam gentry.

17
Konsul tersedia dalam beberapa variasi. Model yang lama msih
menggunakan dua sistem konsul yaitu untuk pengoperasian CT-Scan sendiri dan
untuk perekaman dan percetakan gambar. Model yang baru sudah memakai
sistem satu konsul dimana banyak memiliki kelebihan dan fungsi. Bagian dari
sistem konsul yaitu: sistem control, sistem pencetak gambar, dan sistem perekam
gambar.

a. Sistem Kontrol
Pada bagian ini petugas dapat nengontrol parameter-parameter yang
berhubungan dengan beroperasinya CT-Scan seperti pengaturan kV, mA,
waktu scanning, ketebalan irisan (slice thicknes), dan lain-lain. Juga
dilengkapi dengan keyboard untuk memasukkan data pasien dan pengontrolan
fungsi tertentu pada komputer.

b. Sistem Pencetakan Gambar


Setelah gambaran CT-Scan diperoleh, gambaran tersebut dipindahkan ke
dalam bentuk film. Pemindahan ini dengan menggunakan kamera
multiformat. Cara kerjanya yaitu kamera merekam gambaran di monitor dan
memindahkannya ke dalam film. Tampilan gambar di film dapat mencapai 2-
24 gambar tergantung ukuran filmnya (biasanya 8x10 inchi atau 14x17 inchi).

c. Sistem Perekaman Gambar


Merupakan bagian penting yang lain dari CT-Scan. Data-data pasien yang
telah ada disimpan dan dapat dipanggil kembali dengan cepat.

Gambar 2.5 Gantry dan Couch ( Bontrager, 2001 )

18
Gambar 2.6 Komputer dan console ( Bontrager, 2001 )

4. Parameter CT-Scan
Beberapa parameter untuk pengontrolan eksposi dan output gambar yang optimal
antara lain:

b. Slice thickness
Slice thickness adalah tebalnya irisan atau potongan dari objek yang
diperiksa. Nilainya dapat di pilih antara 1mm-10mm sesuai dengan keperluan
klinis. Ukuran yang tebal akan menghasilkan gambaran dengan detai yang
rendah sebakliknya ukuran yang tipis akan menghasilkan detai yang tinggi.
Jika ketebalan meninggi akan timbul artefak dan bila terlalu tipis akan terjadi
noise.

c. Range
Range adalah perpaduan atau kombinasi dari beberapa slice thickness.
Pemanfaatan range adalah untuk mendapatkan ketebalan irisan yang berbeda
pada satu lapangan pemeriksaan.

d. Volume Investigasi

Volume investigasi adalah keseluruhan lapangan dari objek yang


diperiksa. Lapangan objek ini diukur dari batas awal objek hingga batas akhir
objek yang akan diiris semakin besar.

e. Faktor Eksposi
Faktor eksposi adalah factor-faktor yang berpengaru terhadap eksposi
meliputi tegangan tabung (kV), arus tabung (mA), dan waktu eksposi (s).

19
Biasanya tegangan tabung bisa dipilih secara otomatis pada tiap-tiap
pemeriksaan.

f. Filed Of View (FOV)


FOV adalah diameter maksimal dari gambaran yang akan direkonstruksi.
Biasanya bervariasi dan biasanya berada pada rentang 12-50 cm. FOV yang
kecil akan meningkatkan resolusi karena FOV yang kecil mampu mereduksi
ukuran pixel, sehingga dalam rekonstruksi matriks hasilnya lebih teliti.
Namun bila ukuran FOV lebih kecil, maka area yang mungkin dibutuhkan
untuk keperluan klinis menjadi sulit untuk dideteksi.

g. Gantry tilt
Gantry tilt adalah sudut yang dibentuk antara bidang vertikal dengan
gentry (tabung sinar-x dan detektor). Rentang penyudutan antara -25 derajat
sampai +25 derajat. penyudutan gentry bertujuan untuk keperluan diagnosa
dari masing-masing kasus yang dihadapi. Disamping itu bertujuan untuk
mengurangi dosis radiasi terhadap organ-organ yang sensitif.

h. Rekonstruksi Matriks
Rekonstruksi matrikxs adalah deretan baris dari kolom picture elemen
(pixel) dalam pproses perekonstruksian gambar. Rekonstruksi matriks ini
merupakan salah satu struktur elemen dalam lemori komputer yang berfungsi
untuk merekonstruksi gambar. Pada umumnya matriks berpengaruh terhadap
resolusi gambar. Semakin tinggi matriks yang dipakai maka semakin tinggi
resolusinya.

i. Rekonstruksi Algorithma
Rekonstruksi algorithma adalah prosedur matematis yang digunakan
dalam merekonstruksi gambar. Penampakan dan karakteristik dari gambar
CT-Scan tergantung pada kuatnya algorithma yang dipilih maka semakin
tinggi resolusi yang gambar yang akan dihasilkan. Dengan adanya metode ini
maka gambaran seperti tulang, soft tissue, dan jaringan-jaringan lain dapat
dibedakan dengan jelas pada layar monitor.

20
j. Window Width
Window width adalah rentang nilai computed tomography yang di
konversi menjadi gray levels untuk di tampilkan dalam TV monitor. Setelah
komputer menyelesaikan pengolahan gambar melalui rekonstruksi matriks
dan algorithma maka hasilnya akan di konversi menjadi sekala numerik yang
dikenal dengan nama nilai computed tomography.

k. Window Level
Window level adalah nilai tengah dari window yang digunakan untuk
penampilan gambar. Nilainya dapat dipilih dan tergantung pada karakteristik
pelemahan dari struktur obyek yang diperiksa. Window level menentukan
densitas gambar.

D. PROSEDUR PEMERIKSAAN CT-SCAN KEPALA NON KONTRAS

1. Indikasi Pemeriksaan

a. Penyakit bawaan (kelainan kongenital)

b. Kejang

c. Peredaran darah yang tidak normal

d. Tumor

e. Inflamasi

f. Kelainan pada sistem tulang belakang (sistem saraf)

2. Persiapan pemeriksaan

a. Persiapan Pasien

Tidak ada persiapan khusus bagi pasien, hanya melepaskan benda-benda


asesoris yang mengandung logam karena akan menyebabkan artefak dan
memberi penjelasan tentang prosedur pemeriksaan agar pasien dapat

21
bekerjasama demi kelancaran pemeriksaan. Untuk kenyamanan pasien
mengingat pemeriksaan dilakukan pada ruangan ber-AC sebaiknya tubuh
pasien diberi selimut.

b. Persiapan Alat dan Bahan

1) Pesawat CT-Scan

2) Dry view (pencetak radiograf)

3) Tabung oksigen

4) Selimut

c. Teknik pemeriksaan

Posisi Pasien : supine di atas meja pemeriksaan dengan posisi kepala


dekat dengan gantry.

Posisi Objek : kepala fleksi dan diletakkan pada head holder. Kepala
diposisikan sehingga mid sagital plane tubuh sejajar
dengan lampu indikator longitudinal dan meatus
acusticus externus setinggi lampu indikator horisontal.
Kedua lengan pasien diletakkan di atas perut atau di
samping tubuh. Untuk mengurangi pergerakan, dahi dan
tubuh pasien sebaiknya difiksasi dengan sabuk khusus
pada head holder dan meja pemeriksaan.

d. Scan parameter

Scanogram : kepala lateral

Range : range I dari basis cranii sampai pars petrosus dan range II
dari pars petrosus sampai vertex.

Slice thickness : 2-5 mm (range I) dan 5-10 mm (range II).

22
FOV : 24 cm

Gantry tilt : sudut gantry tergantung pada besar kecilnya sudut yang
terbentuk oleh orbito meatal line (OML) dengan garis
vertikal.

kV : 120

mA : 130

Reconstruction algorithm : soft tissue

Window width : 0-90 HU (otak supratentorial)

110-160 HU (otak pada fossa posterior)

2000-3000 HU (tulang)

Window level : 40-45 HU (otak supra tentorial)

30-40 HU(otak pada fossa posterior)

200-400 HU (tulang)

e. Indikasi pemeriksaan CT-Scan kepala yaitu:

1) Suspect neoplasma, massa, lesi atau tumor pada otak

2) Metastase pada otak

3) Pendarahan intrakranial

4) Aneurysma

5) Abses

6) Atrofi kepala

7) Posttraumatic abnormalities

8) Acquired atau kelainan kongenital

9) Cidera kepala

10) Stroke

23
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

1. Identitas Pasien

Nama : Sdr. Y

Umur : 19 Th

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Salaman

Pemeriksaan : CT-Scan Kepala

Nomor Foto : 1247

Diagnosa : Cedera Kepala Sedang (CKS)

2. Riwayat Pasien

Pada hari Jum’at, 04 November 2011 Sdr. Y datang ke Instalasi Radiologi


RSUD Tidar Magelang dengan membawa surat rujukan dari RS Lestari Raharja
Magelang untuk dilakukan pemeriksaan CT-Scan kepala dengan klinis Cedera
Kepala Sedang (CKS).

3. Prosedur Pemeriksaan

a. Persiapan alat dan bahan

- Pesawat CT-Scan : Philips Mx8000 Dual

- Pencetak radiograf : Fuji Film Image Dry Pix 7000

- Selimut

- Head holder dan perekat badan


24
b. Persiapan Pasien

Tidak ada persiapan khusus bagi pasien, assesoris yang menempel pada
objek disingkirkan karena dapat mengganggu gambaran radiograf. Dan memberi
penjelasan kepada pasien tentang prosedur pemeriksaan. Untuk kenyamanan
pasien mengingat pemeriksaan dilakukan pada ruangan ber-AC sebaiknya tubuh
pasien diberi selimut.

c. Teknik Pemeriksaan

Posisi pasien : Supine di atas meja pemeriksaan dengan kepala di dekat gantry

Posisi Objek : Kepala fleksi dan diletakkan pada head holder. Kepala
diposisikan sehingga mid sagital plane kepala sejajar dengan
lampu indikator longitudinal dan meatus acusticus externus
setinggi lampu indikator horisontal. Kepala difiksasi dengan head
klem. Kedua lengan pasien diletakkan di samping tubuh dan
difiksasi dengan sabuk khusus. Tubuh pasien diberi selimut.
Dengan batas atas pemeriksaan adalah vertex dan batas bawah
basis cranii.

d. Scan Parameter

1) Scanogram

Scanogram : Lateral

Range : 1 range

Slice Thickness : 8 mm

FOV : 350,0 mm

Table height : 158 mm

Gantry tilt : 0,0 degrees

View angle : 90 degrees

Surview length : 279,8 mm

25
Surview time : 2,8 sec

kV : 120 kV

mA : 30 mA

Kolimasi : 1,00 mm

2) Routine Brain

Scanogram : Axial

Range : 1 range

Slice Thickness : 8 mm

FOV : 250,0 mm

Gantry tilt : -8,0 degrees

Scan angle : 420 degrees

Scan length : 144,0 mm

kV : 120 kV

mAs : 400 mAs/slice

Waktu scan : 1,8 sec

Kolimasi : 2x8 mm

26
e. Hasil Radiograf

Hasil radiograf CT-Scan kepala

f. Hasil Pemeriksaan

- Tampak garis fraktur linier os frontal dextra

- Tampak lesi hiperdens di daerah lobus frontal bilateral

- Tak tampak midline shifting

- Sulci dan cistern dbn

- Sistema ventrikel dbn

- Cerebellum dan pons tak tampak kelainan

Kesan:

o Fraktur linier frontotemporal dextra

o ICH frontal bilateral

o Pneumocephal lobus frontal dextra

27
B. PEMBAHASAN

Pelaksanaan pemeriksaan CT-Scan kepala dengan kasus cedera kepala sedang


(CKS) di RSUD Tidar Magelang dilakukan dengan posisi supine di atas meja
pemeriksaan sehingga Mid Sagital Plane (MSP) kepala sejajar terhadap lampu indikator
longitudinal dan lampu indikator horizontal setinggi Meatus Acusticus Externus (MAE)
sehingga gambaran akan menjadi simetris.

CT-Scan mempunyai beberapa spesifikasi slice antara lain single slice, double
slice, 16 slice, dan 64 slice. Namun demikian, di Instalasi Radiologi RSUD Tidar
Magelang jenis CT-Scan yang digunakan adalah jenis double slice dengan slice
thickness 8 mm, khusus untuk kasus cedera kepala sedang (CKS) ini dalam satu lembar
film berisi 24 slice yang terdiri dari scanogram 1 gambar, 11 slice dalam tampilan bone
untuk melihat kelainan pada tulang kepala, dan 12 slice berikutnya dalam tampilan
brain untuk melihat kelainan pada soft tissue. Pelaksanaan CT-Scan di Instalasi
Radiologi RSUD Tidar Magelang hanya menggunakan 1 range. Hal ini tidak sesuai
dengan teori yang ada yaitu menggunakan 2 range.

Teknik pemeriksaan CT-Scan kepala dengan kasus cedera kepala sedang (CKS)
ini dilakukan tanpa menggunakan media kontras dikarenakan indikasi untuk
dilaksanakan pemeriksaan CT-Scan kepala menggunakan media kontras yaitu dengan
kasus adanya tumor, infeksi, kelainan vascular, mencari AVM, dan aneurysma.

Dengan demikian, teknik pemeriksaan CT-Scan pada kasus cedera kepala sedang
(CKS) di Instalasi Radiologi RSUD Tidar Magelang dengan menggunakan slice
thickness 8 mm, 1 range, dan tanpa media kontras sudah dapat untuk menegakkan
diagnosa dengan memperlihatkan kelainan yang diderita pasien yaitu dalam tampilan
bone tampak fraktur linier os frontal dextra dan pada tampilan brain diketahui adanya
pneumocephal lobus frontal dextra dan ICH frontal bilateral.

28
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari laporan kasus ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Teknik pemeriksaan CT-Scan kepala pada kasus cedera kepala sedang (CKS) di
Instalasi Radiologi RSUD Tidar Magelang menggunakan slice thickness 8 mm, 1
range, dan tidak menggunakan media kontras.

2. Hasil pemeriksaan CT-Scan kepala dengan slice thickness 8 mm, 1 range, dan tanpa
menggunakan media kontras sudah cukup memberi informasi diagnosa. Hal ini
dibuktikan dengan sudah terlihatnya kelainan akibat cedera kepala sedang (CKS).

B. Saran

Untuk pemeriksaan CT-Scan kepala pada kasus cedera kepala sebaiknya


menggunakan 2 range.

29
DAFTAR PUSTAKA

Ballinger, P.W. 1995. Radiographic Positioning and Radiographic Procedures Volume One,
Ninth Edition. St. Louis Missori : Te CV Mosby Company.

Bontranger, K.L. 2001. Text Book of Radiographic Positioning and Related Anatomy Fifth
Edition. St. Louis Missori : The CV Mosby Company.

Pearce, C Evelyn. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT Gramedia

Rasad, dkk. 1999. Radiologi Diagnostik,Gaya baru. Jakarta.

Syaifuddin, B.A.C. 1997. Anatomi Fisiologi untuk Siswa Perawat. Edisi ke-2. Penerbit Buku
Kedokteran. EGC : Jakarta.

Sylvia A, Price, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit, Edisi IV, Buku
Kedokteran EGC: Jakarta.

Tortorici, M, R, 1995, Advanced Radiographic and Angiographic Procedures with an


Introduction to Spealized Imaging, F. A Davis Company, Philadelphia.

30

Anda mungkin juga menyukai