PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Computed Assisted Tomografi (CAT) atau Computed Tomografi (CT)
diperkenalkan sejak tahun 1968 oleh Goldfrey Housfield dan di Indonesia digunakan
sejak tahun 1970. CT-Scan merupakan perpaduan antara teknologi sinar-x, komputer,
dan televisi sehingga mampu menampilkan gambar anatomis tubuh manusia dalam
bentuk irisan atau slice. (Rasad, 1992)
Prinsip kerja dari CT-Scan yaitu hanya dapat men-scaning tubuh dengan
irisan melintang tubuh (potongan axial). Namun dengan memanfaatkan teknologi
komputer maka gambaran axial yang telah didapatkan dapat diformat kembali hingga
didapatkan gambaran coronal, sagital, oblique, diagonal bahkan bentuk tiga dimensi
dari objek tersebut. (Tortorici,1995)
Keunggulan dari teknologi inilah yang dimanfaatkan untuk dapat memberikan
diagnosa yang lebih tepat dibandingkan dengan radiografi konvensional karena dapat
membedakan soft tissue, lemak, udara dan tulang pada irisan cossectional dan dapat
direformat menjadi tiga dimensi sehingga terlihat jelas tanpa terhalang oleh jaringan.
Salah satu manfaatannya yaitu untuk pemeriksaan CT-Scan kepala.
Untuk melihat kelainan-kelainan yang terjadi dibagian kepala biasanya
dilakukan pemeriksaan radiologi konvensional, angiografi CT-Scan ataupun MRI.
Pemeriksaan radiologi konvensional dilakukan jika peralatan yang tersedia hanya
konvensional atau karena kelainan yang diderita pasien mudah dideteksi, misalnya
karena trauma ringan. Akan tetapi, untuk kasus trauma kepala yang disertai
penurunan kesadaran atau gejala neurologis lainnya seperti pada kasus cedera kepala
sedang (CKS) dianjurkan untuk dilakukam pemeriksaan penunjang awal dengan CT-
Scan.
Pada pemeriksaan CT-Scan diperlukan suatu teknik untuk menentukan daerah
dan luas lapangannn yang akan discanning. Untuk pemeriksaan CT-Scan kepala
teknik yang digunakan adalah dua range. Range pertama dimulai dari basis cranii
sampai pars petrosum, sedangkan range kedua dari pars petrosum sampai vertex.
Ketebalan range pertama lebih tipis dibandingkan dengan range kedua. (Naseth, 2000)
1
Pada pasien kecelakaan dengan kasus cidera kepala sedang (CKS),
pelaksanaan pemeriksaan CT-Scan di RSUD Tidar Magelang tidak menggunakan
media kontras. Di RSUD Tidar Magelang menggunakan CT-Scan double slice dengan
slice thickness 8 mm, jumlah slice 24 dan scanogram 1 gambar. Berdasarkan hal
tersebut di atas penulis ingin mengkaji lebih lanjut mengenai pemeriksaan CT-Scan di
RSUD Tidar Magelang dengan membuat laporan kasus yang berjudul: “TEKNIK
PEMERIKSAAN CT-SCAN KEPALA NON KONTRAS DENGAN KASUS
CEDERA KEPALA SEDANG (CKS) DI INSTALASI RADIOLOGI RSUD TIDAR
MAGELANG”.
B. Rumusan Masalah
Laporan kasus ini disusun dengan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana teknik pemeriksaan CT-Scan Kepala non kontras dengan kasus Cedera
Kepala Sedang (CKS) di Instalasi Radiologi RSUD Tidar Magelang?
2. Bagaimana nilai informasi diagnos pada pemeriksaan CT-Scan Kepala non
kontras dengan kasus Cedera Kepala Sedang (CKS) di Instalasi Radiologi RSUD
Tidar Magelang?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan laporan kasus ini yaitu:
1. Mengetahui teknik pemeriksaan CT-Scan Kepala dengan kasus Cedera Kepala
Sedang (CKS) di Instalasi Radiologi RSUD Tidar Magelang.
2. Mengetahui nilai informasi diagnosa pada pemeriksaan CT-Scan Kepala non
kontras dengan kasus Cedera Kepala Sedang (CKS) di Instalasi Radiologi RSUD
Tidar Magelang.
D. Manfaat Penulisan
Penulisan laporan kasus ini diharapkan bermanfaat:
2
1. Bagi penulis dapat mengetahui lebih lanjut tentang prosedur Teknik pemeriksaan
CT-Scan Kepala dengan kasus Cedera Kepala Sedang (CKS) di Instalasi
Radiologi RSUD Tidar Magelang.
2. Bagi Akademi sebagai bahan masukan bagi penulis laporan kasus dengan topic
yang sama.
3. Bagi Rumah Sakit dapat dijadikan literatur yang dapat membantu dalam
menegakkan diagnosa sesuai dengan teori yang ada.
E. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dalam memahami isi laporan kasus ini, maka penulis
menyajikan dalam beberapa pokok bahasan yang terdiri:
BAB I PENDAHULUAN
Berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan,
dan sistematika penulisan.
Berisi tentang anatomi dan fisiologi, CT-Scan, Cedera Kepala Sedang (CKS),
prosedur pemeriksaan CT-Scan kepala.
BAB V PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Selain kedua tulang di atas, dasar tengkorak dibentuk pula oleh tulang-
tulang lain seperti tulang kepala belakang, tulang dahi, dan tulang pelipis.
4
a) Os Lacrimal (tulang mata), letaknya di sebelah kanan atau kiri
pangkal hidung, di sudut mata.
b) Os Nasal (tulang karang hidung), letaknya di dalam rongga hidung
dan bentuknya berlipat-lipat.
c) Septum Nasi (sekat rongga hidung) adalah sambungan dari tulang
tapis yang tegak.
2) Bagian rahang
a) Os Maksilaris (tulang rahang atas)
b) Os Zygomaticum, tulang pipi yang terdiri dari dua tulang kiri dan
kanan.
c) Os Palatum (tulang langit-langit), terdiri dari dua buah tulang kiri
dan kanan.
d) Os Mandibularis (tulang rahang bawah), terdiri dari dua bagian
yaitu bagian kiri dan kanan yang kemudian bersatu dipertengahan
dagu. Di bagian depan dari mandibula terdapat prosesus coracoid,
tempat melekatnya otot.
5
yang terletak didalam rongga tengkorak (kranium) yang dibungkus oleh
suatu lapisan yang kuat. Otak terdiri dari otak besar (Cerebrum), batang
otak (Trunchus Enchepali), dan otak kecil (Cerebellum). (Syaifudin, 1997)
1) Otak Besar (Cerebrum)
Otak besar merupakan bagian yang terluas dan terbesar dari otak,
berbentuk telur, mengisi penuh bagian depan atas rongga tengkorak.
Otak mempunyai dua permukaan yaitu permukaan atas dan permukaan
bawah. Kedua permukaan ini dilapisi oleh lapisan kelabu (zat kelabu)
yaitu pada bagian korteks cerebral dan zat putih terdapat pada bagian
dalam yang mengandung serabut saraf. (Syaifudin, 1997)
Fungsi Otak Besar, yaitu:
- Mengingat pengalaman-pengalaman yang lalu.
- Pusat persarafan yang menangani aktifitas mental, akal, intelegensi,
keinginan dan memori.
- Pusat menangis, buang air besar dan buang air kecil.
Keterangan gambar 1:
6
1. Medulla oblongata 7. Konvolusi
2. Pons 8. Dienchepalon
3. Otak tengah 9. Cerebellum
4. Meningens 10. Hind brain
5. Otak depan 11. Medulla spinalis
6. Cerebrum
7
- Penghubung antara kedua bagian cerebellum dan juga antara
medulla oblongata dengan cerebellum atau otak besar.
- Pusat saraf nervus trigeminus.
8
Gambar 2. Otak dengan piameter (Syaifudin, 1997)
Keterangan gambar:
1. Vena-vena serebri superior
2. Lobus frontalis
3. Vena serebri media
4. Vena-vena serebri inferior
5. Rolandi
6. Serebellum
7. Medulla oblongata
8. Lobus temporalis
c. Ventrikel Otak
Ventrikel merupakan rangkaian dari empat rongga dalam otak yang saling
berhubungan dan dibatasi oleh ependima (semacam sel epitel yang membatasi
semua rongga otak dan medulla spinalis) dan mengandung CSF
(Cerebrospinal Fluid). Ventrikel otak terdiri dari ventrikel lateral, ketiga dan
keempat. (Price Sylvia, 1995)
d. Cairan Serebrospinal
Cairan serebrospinal adalah hasil sekresi plexus khoroid kedalam
ventrikel-ventrikel yang ada dalam otak. Cairan tersebut masuk kedalam
kanalis sentralis sumsum tulang belakang dan juga kedalam ruang
subarachnoid melalui celah-celah yang terdapat pada ventrikel ke empat.
10
B. PATOLOGI CEDERA KEPALA SEDANG (CKS)
1. Definisi
2. Etiologi
- Kecelakaan kerja
- Kejatuhan benda
- Luka tembak
3. Klasifikasi Klinis
11
b. Beratnya Cedera
Glascow coma scale ( GCS) digunakan untuk menilai secara kuantitatif
kelainan neurologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya
penderita cedera kepala.
1) Cedera Kepala Ringan (CKR)
GCS 13– 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran ( pingsan ) kurang
dari 30 menit atau mengalami amnesia retrograde. Tidak ada fraktur
tengkorak, tidak ada kontusio cerebral maupun hematoma.
c. Morfologi Cedera
Secara Morfologi cedera kepala dibagi atas :
1) Fraktur Kranium
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan
dapat terbentuk garis atau bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup.
Fraktur dasar tengkorak biasanya merupakan pemeriksaan CT Scan untuk
memperjelas garis frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar
tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan
lebih rinci.
Tanda-tanda tersebut antara lain :
- Ekimosis periorbital ( Raccoon eye sign)
- Ekimosis retro aurikuler (Battle`sign )
- Kebocoran CSS ( rhonorrea, ottorhea) dan
- Parese nervus facialis ( N VII )
12
2) Lesi Intrakranial
Lesi ini diklasifikasikan dalam lesi loKal dan lesi difus, walaupun
kedua jenis lesi sering terjadi bersamaan.
Termasuk lesi lesi local ;
- Perdarahan Epidural
- Perdarahan Subdural
- Kontusio (perdarahan intra cerebral)
Cedera otak difus umumnya menunjukkan gambaran CT Scan
yang normal, namun keadaan klinis neurologis penderita sangat buruk
bahkan dapat dalam keadaan koma. Berdasarkan pada dalamnya koma
dan lamanya koma, maka cedera otak difus dikelompokkan menurut
kontusio ringan, kontusio klasik, dan Cedera Aksona Difus ( CAD).
a) Perdarahan Epidural
Hematoma epidural terletak diantara dura dan calvaria. Umumnya
terjadi pada regon temporal atau temporopariental akibat pecahnya
arteri meningea media ( Sudiharto 1998). Manifestasi klinik berupa
gangguan kesadaran sebentar dan dengan bekas gejala (interval
lucid) beberapa jam. Keadaan ini disusul oleh gangguan kesadaran
progresif disertai kelainan neurologist unilateral. Kemudian gejala
neurology timbul secara progresif berupa pupil anisokor,
hemiparese, papil edema dan gejala herniasi transcentorial.
Perdarahan epidural difossa posterior dengan perdarahan berasal
dari sinus lateral, jika terjadi dioksiput akan menimbulkan gangguan
kesadaran, nyeri kepala, muntah ataksia serebral dan paresis nervi
kranialis. Cirri perdarahan epidural berbentuk bikonveks atau
menyerupai lensa cembung.
b) Perdarahan subdural
Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan
epidural( kira-kira 30 % dari cedera kepala berat). Perdarahan ini
sering terjadi akibat robeknya vena-vena jembatan yang terletak
13
antara kortek cerebri dan sinus venous tempat vena tadi bermuara,
namun dapat terjadi juga akibat laserasi pembuluh arteri pada
permukaan otak. Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh
permukaan hemisfer otak dan kerusakan otak dibawahnya lebih berat
dan prognosisnya jauh lebih buruk daripada perdarahan epidural.
d) Cedera Difus
Cedera otak difus merupakan kelanjutan kerusakan otak akibat
akselerasi dan deselerasi, dan ini merupakan bentuk yang lebih
sering terjadi pada cedera kepala.
4. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan laboratorium
- X-Ray, foto tengkorak 3 posisi
- CT scan
- Foto cervical bila ada tanda-tanda fraktur cervical
5. Komplikasi
a. Perdarahan intra cranial-Epidural
- Subdural
- Sub arachnoid
- Intraventrikuler
14
b. Malformasi faskuler
- Fistula karotiko-kavernosa
- Fistula cairan cerebrospinal
- Epilepsi
- Parese saraf cranial
- Meningitis atau abses otak
- Sindrom pasca trauma
C. CT-SCAN
1. Definisi CT-Scan
CT-Scan merupakan perpaduan antara teknologi sinar-x, komputer dan
televisi sehingga mampu menampilkan gambar anatomis tubuh manusia dalam
bentuk irisan atau slice. (Rasad, 1992)
Prinsip kerja CT-Scan hanya dapat men-scanning tubuh dengan irisan
melintang (potongan axial). Namun dengan memanfaatkan teknologi komputer
maka gambaran axial yang telah didapatkan dapat diformat kembali sehingga
didapatkan gambaran coronal, sagital, oblique, diagonal bahkan bentuk tiga
dimensi dari objek tersebut. (Tortorici, 1995)
2. Perkembangan CT-Scan
Godfrey Hounsfield seorang insinyur dari EMI Limited London dengan
James Ambrose seorang teknisi dari Atkinson Morley’s Hospital di London,
Inggris pada tahun 1970 memperkenalkan Computed Tomography Scanning atau
CT-Scan. (Ballinger, 1995)
a. Scanner Generasi Pertama
Prinsip scanner generasi pertama menggunakan pancaran sinar-x model
pencil yang diterima oleh satu atu dua detector. Waktu yang dicapai 4,5 menit
untuk member informasi yang cukup pada satu slice dari rotasi tabung dan
detector sebesar 180 derajat.
15
b. Scanner Generasi Kedua
Scanner generasi ini mengalami perbaikan besar dan terbukti pancaran
sinar-x model kipas dengan menaikkan jumlah detector sebanyak 30 buah
dengan waktu scanning yang sangat pendek, yaitu 15 detik per slice atau 10
menit untuk 49 slice.
c. Scanner Generasi Ketiga
Scanner generasi ketiga ini dengan kenaikan 960 detektor yang meliputi
bagian tepi berhadapan dengan tabung sinar-x yang saling rotasi memutari
pasien dengan membentuk lingkaran 360 derajat secara sempurna untuk
menghasilkan satu slice data jaringan. Waktu scanning hanya berkisar satu
detik.
d. Scanner Generasi Keempat
Sekitar tahun 1980 scanner generasi ini diperkenalkan dengan teknologi
fixed-ring yang mempunyai 4800 detektor. Saat pemeriksaan berlangsung,
tabung sinar-x berputar 360 derajat mengelilingi detector yang diam.
(Bontrager, 2000)
Generasi terakhir dari CT-Scan disebut CT Helical atau CT spiral.
Kelebihan dari tipe ini penggambaran organ akan lebih cepat dan radiographer
dapat mengolah data menjadi gambar tiga dimensi melalui pengolahan
komputer. (PROTEKSI, 1998)
16
yang keberadaannya sangat diperlukan untuk menghasilkan suatu gambaran,
perangkat keras tersebut antara lain tabung sinar-x, kolimator dan detector.
1) Tabung Sinar-x
Berdasarkan strukturnya, tabung sinar-x sangat mirip dengan
tabung sinar-x konvensional namun perbedaannya terletak pada
kemampuannya untuk menahan panas dan output yang tinggi.
2) Kolimator
Kolimator berfungsi untuk mengurangi radiasi hambur membatasi
jumlah sinar-x yang sampai ke tubuh pasien serta untuk meningkatkan
kualitas gambaran. Tidak seperti pada pesawat radiografi konvensional,
CT-Scan menggunakan dua buah kolimator. Kolimator pertama diletakkan
pada rumah tabung sinar-x yang disebut pre-pasien kolimator. Dan
kolimator kedua diletakkan diantara pasien dan detector yang disebut pre-
detektor kolimator atau post pasien kolimator.
3) Detektor
Selama eksposi berkas sinar-x (foton) menembus pasien dan
mengalami perlemahan (atenuasi). Sisa-sisa foton yang telah ter-atenuasi
kemudian ditangkap oleh detector. Detector memiliki dua tipe, yaitu
detektor solide state dan detektor isian gas.
17
Konsul tersedia dalam beberapa variasi. Model yang lama msih
menggunakan dua sistem konsul yaitu untuk pengoperasian CT-Scan sendiri dan
untuk perekaman dan percetakan gambar. Model yang baru sudah memakai
sistem satu konsul dimana banyak memiliki kelebihan dan fungsi. Bagian dari
sistem konsul yaitu: sistem control, sistem pencetak gambar, dan sistem perekam
gambar.
a. Sistem Kontrol
Pada bagian ini petugas dapat nengontrol parameter-parameter yang
berhubungan dengan beroperasinya CT-Scan seperti pengaturan kV, mA,
waktu scanning, ketebalan irisan (slice thicknes), dan lain-lain. Juga
dilengkapi dengan keyboard untuk memasukkan data pasien dan pengontrolan
fungsi tertentu pada komputer.
18
Gambar 2.6 Komputer dan console ( Bontrager, 2001 )
4. Parameter CT-Scan
Beberapa parameter untuk pengontrolan eksposi dan output gambar yang optimal
antara lain:
b. Slice thickness
Slice thickness adalah tebalnya irisan atau potongan dari objek yang
diperiksa. Nilainya dapat di pilih antara 1mm-10mm sesuai dengan keperluan
klinis. Ukuran yang tebal akan menghasilkan gambaran dengan detai yang
rendah sebakliknya ukuran yang tipis akan menghasilkan detai yang tinggi.
Jika ketebalan meninggi akan timbul artefak dan bila terlalu tipis akan terjadi
noise.
c. Range
Range adalah perpaduan atau kombinasi dari beberapa slice thickness.
Pemanfaatan range adalah untuk mendapatkan ketebalan irisan yang berbeda
pada satu lapangan pemeriksaan.
d. Volume Investigasi
e. Faktor Eksposi
Faktor eksposi adalah factor-faktor yang berpengaru terhadap eksposi
meliputi tegangan tabung (kV), arus tabung (mA), dan waktu eksposi (s).
19
Biasanya tegangan tabung bisa dipilih secara otomatis pada tiap-tiap
pemeriksaan.
g. Gantry tilt
Gantry tilt adalah sudut yang dibentuk antara bidang vertikal dengan
gentry (tabung sinar-x dan detektor). Rentang penyudutan antara -25 derajat
sampai +25 derajat. penyudutan gentry bertujuan untuk keperluan diagnosa
dari masing-masing kasus yang dihadapi. Disamping itu bertujuan untuk
mengurangi dosis radiasi terhadap organ-organ yang sensitif.
h. Rekonstruksi Matriks
Rekonstruksi matrikxs adalah deretan baris dari kolom picture elemen
(pixel) dalam pproses perekonstruksian gambar. Rekonstruksi matriks ini
merupakan salah satu struktur elemen dalam lemori komputer yang berfungsi
untuk merekonstruksi gambar. Pada umumnya matriks berpengaruh terhadap
resolusi gambar. Semakin tinggi matriks yang dipakai maka semakin tinggi
resolusinya.
i. Rekonstruksi Algorithma
Rekonstruksi algorithma adalah prosedur matematis yang digunakan
dalam merekonstruksi gambar. Penampakan dan karakteristik dari gambar
CT-Scan tergantung pada kuatnya algorithma yang dipilih maka semakin
tinggi resolusi yang gambar yang akan dihasilkan. Dengan adanya metode ini
maka gambaran seperti tulang, soft tissue, dan jaringan-jaringan lain dapat
dibedakan dengan jelas pada layar monitor.
20
j. Window Width
Window width adalah rentang nilai computed tomography yang di
konversi menjadi gray levels untuk di tampilkan dalam TV monitor. Setelah
komputer menyelesaikan pengolahan gambar melalui rekonstruksi matriks
dan algorithma maka hasilnya akan di konversi menjadi sekala numerik yang
dikenal dengan nama nilai computed tomography.
k. Window Level
Window level adalah nilai tengah dari window yang digunakan untuk
penampilan gambar. Nilainya dapat dipilih dan tergantung pada karakteristik
pelemahan dari struktur obyek yang diperiksa. Window level menentukan
densitas gambar.
1. Indikasi Pemeriksaan
b. Kejang
d. Tumor
e. Inflamasi
2. Persiapan pemeriksaan
a. Persiapan Pasien
21
bekerjasama demi kelancaran pemeriksaan. Untuk kenyamanan pasien
mengingat pemeriksaan dilakukan pada ruangan ber-AC sebaiknya tubuh
pasien diberi selimut.
1) Pesawat CT-Scan
3) Tabung oksigen
4) Selimut
c. Teknik pemeriksaan
Posisi Objek : kepala fleksi dan diletakkan pada head holder. Kepala
diposisikan sehingga mid sagital plane tubuh sejajar
dengan lampu indikator longitudinal dan meatus
acusticus externus setinggi lampu indikator horisontal.
Kedua lengan pasien diletakkan di atas perut atau di
samping tubuh. Untuk mengurangi pergerakan, dahi dan
tubuh pasien sebaiknya difiksasi dengan sabuk khusus
pada head holder dan meja pemeriksaan.
d. Scan parameter
Range : range I dari basis cranii sampai pars petrosus dan range II
dari pars petrosus sampai vertex.
22
FOV : 24 cm
Gantry tilt : sudut gantry tergantung pada besar kecilnya sudut yang
terbentuk oleh orbito meatal line (OML) dengan garis
vertikal.
kV : 120
mA : 130
2000-3000 HU (tulang)
200-400 HU (tulang)
3) Pendarahan intrakranial
4) Aneurysma
5) Abses
6) Atrofi kepala
7) Posttraumatic abnormalities
9) Cidera kepala
10) Stroke
23
BAB III
A. HASIL PENELITIAN
1. Identitas Pasien
Nama : Sdr. Y
Umur : 19 Th
Alamat : Salaman
2. Riwayat Pasien
3. Prosedur Pemeriksaan
- Selimut
Tidak ada persiapan khusus bagi pasien, assesoris yang menempel pada
objek disingkirkan karena dapat mengganggu gambaran radiograf. Dan memberi
penjelasan kepada pasien tentang prosedur pemeriksaan. Untuk kenyamanan
pasien mengingat pemeriksaan dilakukan pada ruangan ber-AC sebaiknya tubuh
pasien diberi selimut.
c. Teknik Pemeriksaan
Posisi pasien : Supine di atas meja pemeriksaan dengan kepala di dekat gantry
Posisi Objek : Kepala fleksi dan diletakkan pada head holder. Kepala
diposisikan sehingga mid sagital plane kepala sejajar dengan
lampu indikator longitudinal dan meatus acusticus externus
setinggi lampu indikator horisontal. Kepala difiksasi dengan head
klem. Kedua lengan pasien diletakkan di samping tubuh dan
difiksasi dengan sabuk khusus. Tubuh pasien diberi selimut.
Dengan batas atas pemeriksaan adalah vertex dan batas bawah
basis cranii.
d. Scan Parameter
1) Scanogram
Scanogram : Lateral
Range : 1 range
Slice Thickness : 8 mm
FOV : 350,0 mm
25
Surview time : 2,8 sec
kV : 120 kV
mA : 30 mA
Kolimasi : 1,00 mm
2) Routine Brain
Scanogram : Axial
Range : 1 range
Slice Thickness : 8 mm
FOV : 250,0 mm
kV : 120 kV
Kolimasi : 2x8 mm
26
e. Hasil Radiograf
f. Hasil Pemeriksaan
Kesan:
27
B. PEMBAHASAN
CT-Scan mempunyai beberapa spesifikasi slice antara lain single slice, double
slice, 16 slice, dan 64 slice. Namun demikian, di Instalasi Radiologi RSUD Tidar
Magelang jenis CT-Scan yang digunakan adalah jenis double slice dengan slice
thickness 8 mm, khusus untuk kasus cedera kepala sedang (CKS) ini dalam satu lembar
film berisi 24 slice yang terdiri dari scanogram 1 gambar, 11 slice dalam tampilan bone
untuk melihat kelainan pada tulang kepala, dan 12 slice berikutnya dalam tampilan
brain untuk melihat kelainan pada soft tissue. Pelaksanaan CT-Scan di Instalasi
Radiologi RSUD Tidar Magelang hanya menggunakan 1 range. Hal ini tidak sesuai
dengan teori yang ada yaitu menggunakan 2 range.
Teknik pemeriksaan CT-Scan kepala dengan kasus cedera kepala sedang (CKS)
ini dilakukan tanpa menggunakan media kontras dikarenakan indikasi untuk
dilaksanakan pemeriksaan CT-Scan kepala menggunakan media kontras yaitu dengan
kasus adanya tumor, infeksi, kelainan vascular, mencari AVM, dan aneurysma.
Dengan demikian, teknik pemeriksaan CT-Scan pada kasus cedera kepala sedang
(CKS) di Instalasi Radiologi RSUD Tidar Magelang dengan menggunakan slice
thickness 8 mm, 1 range, dan tanpa media kontras sudah dapat untuk menegakkan
diagnosa dengan memperlihatkan kelainan yang diderita pasien yaitu dalam tampilan
bone tampak fraktur linier os frontal dextra dan pada tampilan brain diketahui adanya
pneumocephal lobus frontal dextra dan ICH frontal bilateral.
28
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Teknik pemeriksaan CT-Scan kepala pada kasus cedera kepala sedang (CKS) di
Instalasi Radiologi RSUD Tidar Magelang menggunakan slice thickness 8 mm, 1
range, dan tidak menggunakan media kontras.
2. Hasil pemeriksaan CT-Scan kepala dengan slice thickness 8 mm, 1 range, dan tanpa
menggunakan media kontras sudah cukup memberi informasi diagnosa. Hal ini
dibuktikan dengan sudah terlihatnya kelainan akibat cedera kepala sedang (CKS).
B. Saran
29
DAFTAR PUSTAKA
Ballinger, P.W. 1995. Radiographic Positioning and Radiographic Procedures Volume One,
Ninth Edition. St. Louis Missori : Te CV Mosby Company.
Bontranger, K.L. 2001. Text Book of Radiographic Positioning and Related Anatomy Fifth
Edition. St. Louis Missori : The CV Mosby Company.
Pearce, C Evelyn. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT Gramedia
Syaifuddin, B.A.C. 1997. Anatomi Fisiologi untuk Siswa Perawat. Edisi ke-2. Penerbit Buku
Kedokteran. EGC : Jakarta.
Sylvia A, Price, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit, Edisi IV, Buku
Kedokteran EGC: Jakarta.
30