Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH VIKTIMOLOGI

TINJAUAN VICTIMOLOGI TERHADAP KASUS PENADAHAN

Oleh:
SINDI OKTARISTI
NPM. 13211205

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BANDAR LAMPUNG
2015

0
BAB I
PENDAHULUAN

Kejahatan dapat diartikan secara kriminologis dan yuridis. Kejahatan dalam

arti kriminologis yaitu perbuatan manusia yang menodai norma-norma dasar dari

masyarakat. Hal ini dimaksudkan sebagai perbuatan unsur yang menyalahi aturan-

aturan yang hidup dan berkembang di masyarakat. Kejahatan yuridis yaitu

perilaku jahat atau perbuatan jahat dalam arti hukum pidana maksudnya bahwa

kejahatan itu dirumuskan di dalam peraturan-peraturan pidana. Masalah pidana

yang paling sering terjadi di dalam masyarakat adalah tindak pidana terhadap

harta kekayaan (tindak pidana materiil), seperti pencurian, pemerasan,

penggelapan, penipuan, pengrusakan, dan penadahan.

Salah satu tindak pidana terhadap harta kekayaan yang masih sering menimbulkan

perdebatan adalah tindak pidana penadahan yang diatur di dalam Pasal 480

KUHP. Hal ini dikarenakan salah satu unsur penadahan yang sering dibuktikan

oleh Jaksa Penuntut Umum dalam praktik persidangan sehari-hari adalah unsur

culpa, yang berarti bahwa si pelaku penadahan dapat dianggap patut harus dapat

menyangka asalnya barang dari kejahatan dan jarang dapat dibuktikan bahwa si

penadah tahu benar hal itu (asal-usul barang). Dalam hal ini, “maksud untuk

mendapatkan untung” merupakan unsur dari semua penadahan.

Dalam hal ini, ada pertanyaan yang muncul terkait dengan perumusan Pasal

480 KUHP, yaitu apakah dapat dianggap sebagai penadah seorang A yang

meminjam atau menerima sebagai pembayaran utang, sejumlah uang dari B yang

memperolehnya dengan mencuri, sedangkan A tahu atau pantas harus dapat

1
mengira bahwa uang itu adalah barang curian. Perbuatan si A memang tidak

masuk perbuatan-perbuatan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 480 KUHP.

Akan tetapi, dapat dipersoalkan apakah menerima uang untuk dipinjam tidak

dapat disamakan dengan menerima gadai suatu barang, dan apakah menerima

uang sebagai pembayaran utang tidak dapat disamakan dengan perbuatan

“menukari”

2
BAB II
PEMBAHASAN

KRONOLOGI :
Polisi terus mendalami sejumlah kasus penadahan, pasca tertangkapnya dua
penadah sepeda motor hasil curian berinisial JSR dan SM warga Kecamatan
Tempurejo, kemaren (tanggal 23 Oktober 2013). Pasalnya Kasat Reskrim Polres
Jember, AKP Makung Ismoyojati, mensinyalir kedua tersangka terlibat jaringan
penadahan serta menjadikan penadahan ini sebagai bisnis dan bekerja sama
dengan mafia curanmor. Makung berharap, penangkapan kedua penadah sepeda
motor hasil curian ini bisa mengungkap kasus-kasus penadahan yang akhir-akhir
ini marak terjadi, dan makung juga berharap dengan tertangkapnya kedua
tersangka ini juga akan terungkap pula aksi pencurian motor dan pencurian yang
lainnya.(google/seputar kejahatan, diakses tanggal 28 Desember 2013)

Analisis Kasus

Kedua pelaku penadahan tersebut dapat dijerat Pasal 480 KUHP tentang

penadahan, karena telah terbukti membeli sepeda motor hasil curian. Kedua

tersangka tersebut sebelumnya telah mengetahui bahwa motor yang mereka beli

adalah hasil dari curanmor, sehingga perbuatan kedua tersangka tersebut bisa

dikatakan sebagai perbuatan penadahan, karena sudah memenuhi unsur-unsur

yang sebagaimana telah disebutkan di Pasal 480 KUHP.

1. Unsur-Unsur Objektif:

a. Perbuatan kelompok 1 yakni:

1) Membeli;

2) Menyewa;

3) Menukar;

4) Menerima gadai;

5) Menerima hadiah, atau kelompok 2

Untuk menarik keuntungan;

1) Menjual;

3
2) Menyewakan;

3) Menukarkan;

4) Menggadaikan;

5) Mengangkut;

6) Menyimpan;

7) Menyembunyikan;..

b. Objeknya suatu benda

c. Yang diperolehnya dari suatu kejahatan

2. Unsur-Unsur subjektif:

a. Yang diketahuinya

b. Yang sepatutnya dapat diduga bahwa benda itu diperoleh dari kejahatan.

Pasal 480 KUHP:

“Dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-

banyak Rp. 900,- (sembilan ratus rupiah), dihukum:

1. Karena sebagai sekongkol. Barangsiapa yang membeli, menyewa, menerima


tukar, menerima gadai, menerima sebagai hadiah, atau karena hendak
mendapat untuk, menjual, menukarkan, menggaadaikan, membawa,
menyimpan atau menyembunyikan sesuatu barang, yang diketahuinya atau
yang patut disangkanya diperoleh karena kejahatan.
2. Barangsiapa yang mengambil keuntungan dari hasil sesuatu barang, yang
diketahuinya atau yang patut harus disangkanya barang itu diperoleh karena
kejahatan.”

Bahkan disini kedua tersangka tersebut bisa juga dikenakan Pasal 481 KUHP,

karena menjadikan kejahatan ini (penadahan) sebagai kebiasaan dalam hal untuk

mencari keuntungan. Dan dapat dipidana penjara maksimal 7 tahun.

1. Unsur-Unsur Objektif:

a. Perbuatan:

4
1) Membeli;

2) Menukar;

3) Menerima gadai;

4) Menyimpan’;

5) Menyembunyikan.

b. Objeknya: suatu benda

c. Yang diperoleh dari kejahatan

d. Menjadikan sebagai kebiasaan.

2. Unsur-Unsur Subjektif: sengaja

R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (merujuk pada

Penjelasan Pasal 480 KUHP) menjelaskan bahwa yang dinamakan “sekongkol”

atau biasa disebut pula “tadah” dalam bahasa asingnya “heling” itu sebenarnya

hanya perbuatan yang disebutkan pada Pasal 480 ayat (1) KUHP. Elemen penting

dari pasal ini ialah: “terdakwa harus mengetahui atau patut dapat menyangka”,

bahwa barang itu dari kejahatan apa (pencurian, penggelapan, penipuan,

pemerasan atau lain-lain), akan tetapi sudah cukup apabila ia patut dapat

menyangka (mengira, mencurigai), bahwa barang itu “gelap” bukan barang yang

“terang”. Untuk membuktikan elemen ini memang sukar, akan tetapi dalam

prakteknya biasanya dapat dilihat dari keadaan atau cara dibelinya barang itu,

misalnya dibeli dengan di bawah harga, dibeli pada waktu malam secara

bersembunyi yang menurut ukuran di tempat itu memang mencurigakan.

5
Dari Penjelasan Pasal 480 KUHP tersebut dapat diketahui bahwa tindak pidana

penadahan yang diatur dalam Pasal 480 KUHP ini merupakan tindak pidana

formil, sehingga ada tidaknya pihak lain yang dirugikan bukanlah unsur yang

menentukan. Hal tersebut dipertegas kembali di dalam Yurisprudensi Mahkamah

Agung No.: 79 K/Kr/1958 tanggal 09 Juli 1958 dan Yurisprudensi Mahkamah

Agung No.: 126 K/Kr/1969 tanggal 29 November 1972 yang menyatakan bahwa

“tidak ada peraturan yang mengharuskan untuk lebih dahulu menuntut dan

menghukum orang yang mencuri sebelum menuntut dan menghukum orang yang

menadah” dan “Pemeriksaan tindak pidana penadahan tidak perlu menunggu

adanya keputusan mengenai tindak pidana yang menghasilkan barang-barang

tadahan yang bersangkutan”

Pasal 480 KUHP berkata: Dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya

empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya enam puluh rupiah:

Ke-1: karena melakukan “penadahan” (heling) barang siapa membeli, menyewa,


menukari, menerima gadai, menerima sebagai hadiah, atau, dengan
maksud mendapat untung, menjual, menyewakan, menukarkan,
menggadaikan, mengangkut, menyimpan, atau menyembunyikan suatu
barang, yang diketahuinya atau pantas harus disangkanya, bahwa barang
itu diperoleh dengan jalan kejahatan,

Ke-2: barang siapa mengambil untung dari hasil suatu barang yang diketahuinya
atau pantas harus disangkanya bahwa barang itu diperoleh dengan jalan
kejahatan. Jadi yang dinamakan “penadahan atau heling itu hanya tindak
pidana yang tersebut pada nomor satu, atau Pendahan adalah tindakan
mengambil keuntungan dari suatu barang yang berasal dari
kejahatan atau yang sepatutnya diduga berasal dari kejahatan.

6
Hakim dalam menjatuhkan putusan selain didukung dengan data-data yang

berupa pembuktian di persidangan, hakim juga mempunyai kebebasan untuk

menentukan hukuman yang akan dijatuhkan kepada terdakwa. Hal-hal tersebutlah

yang akan membentuk keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusan.

Hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap kasus tindak pidana penadahan

mobil tersebut dalam menjatuhkan pidana telah memperhatikan hal- hal yang

memberatkan bagi terdakwa yaitu perbuatan terdakwa telah meresahkan

masyarakat dan terdakwa sudah menikmati hasilnya. Sebaliknya, yang

menjadi pertimbangan lainnya (yang meringankan terdakwa) yaitu terdakwa

berlaku sopan dipersidangan dan mengakui terus terang perbuatannya sehingga

memperlancar jalannya sidang, terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji

tidak akan mengulanginya lagi perbuatannya, serta terdakwa belum pernah

dihukum. Hal-hal inilah yang akan membentuk keyakinan hakim dalam

menjatuhkan sanksi pidana bagi terdakwa.

Selain kebebasan yang dimiliki oleh seorang hakim dalam menjatuhkan sanksi

pidana, hal lain yang dapat membentuk keyakinan hakim adalah pengalaman dan

pendidikan dari seorang hakim. Seorang hakim yang mempunyai pendidikan

tinggi dan banyak pengalaman dalam menangani kasus-kasus di pengadilan,

khususnya yang berkaitan dengan tindak pidana penadahan, maka beliau akan

dapat membandingkan antara kasus yang satu dengan yang lain sehingga dapat

mempermudah dalam penjatuhan putusan terhadap kasus yang saat ini sedang

ditangani mengenai berat ringannya hukuman

7
Walaupun kebanyakan putusan yang dijatuhkan kepada terdakwa masih lebih

ringan dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum, akan tetapi hal ini sudah

melalui proses perundingan dan musyawarah yang dilakukan Majelis Hakim

sebelum putusan tersebut dijatuhkan. Musyawarah tersebut dilakukan agar

nantinya putusan yang dijatuhkan memenuhi rasa keadilan dalam masyarakat.

Namun, meskipun kebanyakan terdakwa sudah dijatuhi hukuman yang berat,

pihak korban seringkali masih merasa belum puas terhadap hukuman yang

dijatuhkan Hal ini dikarenakan pihak korban menginginkan agar terdakwa

dihukum yang seberat-beratnya.

8
BAB III

PENUTUP

1. Tinjauan hukum pidana terhadap tindak pidana penadahan mobil adalah

meliputi bagaimana peran hukum pidana dalam meninjau dan menyelesaikan

serta menerapkan sanksi pidana sesuai dengan perbuatan yang dilakukan

sebagaimana sifat hukum pidana yang memaksa dan dapat dipaksakan, maka

setiap perbuatan yang melawan hukum itu dapat dikenakan penderitaan yang

berupa hukuman

2. Faktor-faktor yang menjadi pertimbangan hakim dalam mengadili tindak

pidana penadahan tersebut adalah :

a. Bahwa yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan

putusan adalah adanya pembuktian yang merupakan unsur vital yang

dijadikan bahan pertimbangan hakim dalam menentukan berat ringannya

pemidanaan. Pembuktian tersebut yang akan menguatkan keyakinan

hakim dalam menjatuhkan putusan.

b. Selain pembuktian yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam

menjatuhkan putusan adalah faktor yang ada dalam dirinya dan sekitarnya

karena pengaruh dari faktor agama, kebudayaan, pendidikan, nilai,

norma, dan sebagainya. Hal tersebut akan mendasari kebebasan hakim

dalam memberikan putusan di persidangan. Selain adanya kebebasan

yang dimiliki oleh hakim, pendidikan dan pengalaman dalam mengadili

banyak kasus dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi hakim dalam

mengadili perkaranya.

9
c. Bahwa hakim dalam menjatuhkan putusan kepada terdakwa

mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang

meringankan bagi terdakwa. Pertimbangan hakim inilah yang akan

mempengaruhi berat ringannya putusan yang dijatuhkan kepada terdakwa.

10
DAFTAR PUSTAKA.

Adami Chazawi. 2002. Pelajaran Hukum Pidana bagian I. Jakarta : Raja Grafindo
Persada.

Amiruddin dan Zainal Asikin. 2002. Pengantar Metode Penelitian Hukum.


Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Andi Hamzah. 1994. Azas-azas Hukum Pidana Edisi Revisi. Jakarta : Rineka
Cipta. Bambang Poernomo. 1985. Azas-azas Hukum Pidana. Jakarta :
Ghalia Indonesia.

HB. Sutopo . 1999 . Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT.Remaja Rosda


Karya. Moeljatno. 2002. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta : Rineka Cipta.

Muladi dan Barda Nawawi Arief. 1998. Teori-teori dan Kebijakan Pidana.
Bandung : Alumni.

Soemitro. 1996. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta : Bumi Aksana

11

Anda mungkin juga menyukai