Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hukum Lingkungan adalah merupakan satu bidang ilmu yang relatif
baruberkembang,di Universitas Narotama Mata Kuliah Hukum Lingkungan ini baru
diberikanpada Tahun l995 / l996. Hukum Lingkungan merupakan bidang Study yang terus
berkembang,yang mengkutiperkembangan masyarakat dan obyek yang dipelajaripun mengalami
perubahan dari waktu kewaktu, baik dalam scope Nasional,Regional maupun Global, dan
semua itu menuntutpembaharuan di dalam berbagai peraturannya yang tentunya semakin
rumit. Disamping itumateri Hukum Lingkungan merupakan disiplin ilmu yang
menarik,meskipun baru, dan sangatpenting sekali, mengingat perananya dalam
mengantisipasi kemungkinan terjadinyakerusakan dan pencemaran lingkungan yang semakin
parah.Hukum Lingkungan adalah merupakan disiplin ilmu hukum yang mempunyai
ruanglingkup yang sangat komplek,artinya pengkajian hukum Lingkungan pendekatannya
tidak cukup dilakukan melalui satu aspek hukum saja,melainkan dengan multi diplinner.

HukumLingkungan dapat dimasukkan kedalam berbagai aspek hukum yang ada,sehingga


HukumLingkungan tidak dapat dimasukkan kedalam salah satu bidang hukum berdasarkan
padapembagian hukum klasik yang ada.Sebagai Hukum yang multidisipliner, maka ada 3 aspek di
dalam HukumLingkungan, yaitu : Aspek Perdata, Aspek Pidana dan aspek
Administrasi.Pembahasan Hukum Lingkungan dimulai dengan sejarah perkembangannya
yangdimulai dari Revolusi Industri 1899 dengan berbagai peraturan yang ada setelah
lahirnyarevolusi tersebut,yang dalam sejarahnya mempunyai andil yang sangat besar
bagiperkembangan Hukum Lingkungan itu sendiri, yang kemudian dilanjutkan dengan
sejarahperkembangan Hukum Lingkungan Regional yang berkembang cukup berarti,
kemudiandilanjutkan dengan tonggak yang bersejarah di abad XX,yaitu dengan tercetusnya
gagasancemerlang dari masyarakat Internasional yang diprakasai oleh United Nations

Apabila dikaitkan denganperaturan perundang-undangan yang mengatur berbagai


aspek lingkungan,maka panjang ataupendeknya sejarah tentang peraturan tersebut tergantung
dari apa yang dipandang sebagaienvironmental concern.Didalamnya juga akan dibhas juga
adanya kaitan erat atau adanya hubungan yang eratantara Hukum Lingkungan dengan Hukum
Adminsitrasi Negara, terutama di dalam masalahPerizinan .Perizinan ini adalah merupakan
bagian yang sangat
1.2 Perumusan Masalah
Melalui pembahasan singkat di Bab Pendahuluan mengenai psejarah Lingkungan
maka penulis mencoba mengambil dua hal yang sekira nya menjadi permasalahan dan
memerlukan pembahasan dalam makalah kali ini,yaitu :
1. Bgagaimana perkembangan hukun lingkungan di Indonesia?
2. Bagaimana sejarah perkembangan hukum lingkungan di Indonesia?
3. bagaimana perbandingan uu no 23/1997 dengan uu no 32/2009?

1.3. Tujuan
Tujuan penulisan dan pembahasan dalam makalah ini agar kita dapat mengetahui
lebih dalam tentang perkembangan dan sejarah hukum lingkungan di negara kita¸dan bagai
mana kita menyikapinya.

1.4 Manfaat
Manfaat dalam penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan
perkembangan dan sjarah tentang hukum lingkungan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PERKEMBANGAN HUKUM LINGKUNGAN DI INDONESIA

Dalam bidang ilmu hukum, merupakan salah satu bidang ilmuhukum yang paling
strategis karena hukum lingkungan mempunyai banyak segi yaitu segihukum administrasi,
segi hukum pidana, dan segi hukum perdata. Dengan demikian, tentusaja hukum lingkungan
memiliki aspek yang lebih kompleks. Sehingga untuk mendalamihukum lingkungan itu
sangat mustahil apabila dilakukan seorang diri, karena kaitannya yangsangat erat dengan segi
hukum yang lain yang mencakup pula hukum lingkungan didalamnya.Dalam pengertian
sederhana, hukum lingkungan diartikan sebagai hukum yangmengatur tatanan lingkungan
(lingkungan hidup), di mana lingkungan mencakup semuabenda dan kondisi, termasuk di
dalamnyamanusia dan tingkah perbuatannya yang terdapatdalam ruang di mana manusia
berada dan memengaruhi kelangsungan hidup sertakesejahteraan manusia serta jasad-jasad
hidup lainnya.
Dalam pengertian secara modern,hukum lingkungan lebih berorientasi pada
lingkungan atau Environment-Oriented Law,sedang hukum lingkungan yang secara klasik lebih
menekankan pada orientasi penggunaanlingkungan atau Use-Oriented Law.Hukum Lingkungan
Klasik menetapkan ketentuan dan norma-norma dengan tujuanterutama sekali untuk
menjamin penggunaan dan eksploitasi sumber-sumber daya lingkungandengan berbagai akal
dan kepandaian manusia guna mencapai hasil semaksimal mungkin,dan dalam jangka waktu
yang sesingkat-singkatnya. Hukum Lingkungan Klasik bersifatsektoral, serta kaku dan sukar
berubah.Mochtar Kusumaatmadja mengemukakan, bahwa sistem pendekatan terpadu
atauutuh harus diterapkan oleh hukum untuk mampu mengatur lingkungan hidup manusia
secaratepat dan baik, sistem pendekatan ini telah melandasi perkembangan Hukum
lingkungan diIndonesia. Drupsteen mengemukakan, bahwa Hukum Lingkungan (Millieu
recht) adalahhukum yang berhubungan dengan lingkungan alam (Naturalijk milleu) dalam
arti seluas-luasnya. Ruang lingkupnya berkaitan dengan dan ditentukan oleh ruang lingkup
pengelolaan lingkungan.
Mengingat pengelolaan lingkungan dilakukan terutama oleh Pemerintah,
makaHukum Lingkungan sebagian besar terdiri atas Hukum Pemerintahan
(bestuursrecht).Dalam hukum lingkungan modern, ditetapkan ketentuan dan norma-norma
gunamengatur tindak perbuatan manusia dengan tujuan untuk melindungi lingkungan
darikerusakan dan kemerosotan mutunya demi untuk menjamin kelestariannya agar dapat
secaralangsung terus-menerus digunakan oleh generasi sekarang maupun generasi-
generasimendatang. Hukum Lingkungan modern berorientasi pada lingkungan, sehingga sifat
danwaktunya juga mengikuti sifat dan watak dari lingkungan itu sendiri dan dengan
demikianlebih banyak berguru kepada ekologi. Dengan orientasi kepada lingkungan ini,
maka HukumLingkungan Modern memiliki sifat utuh menyeluruh atau komprehensif
integral, selaluberada dalam dinamika dengan sifat dan wataknya yang luwes.Hukum
Lingkungan merupakan instrumentarium yuridis bagi pengelolaan lingkunganhidup, dengan
demikian hukum lingkungan pada hakekatnya merupakan suatu bidang hukumyang terutama
sekali dikuasai oleh kaidah-kaidah hukum tata usaha negara atau hukumpemerintahan.

2.2 SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM LINGKUNGAN INDONESIA.


Peraturan-peraturan yang orientasinya menyangkut lingkungan, baik disadari
atautidak sebenarnya telah hadir di masa abad sebelum Masehi, misalnya di dalam Code
of Hammurabi yang ada di dalamnya terdapat salah satu klausul yang menyebutkan
bahwa“sanksi pidana dikenakan kepada seseorang apabila ia membangun rumah dengan
gegabahnya sehingga runtuh dan m enyebabkan lingkungan sekitar terganggu. Di Indonesia
sendiri, organisasi yang berhubungan dengan lingkungan hidup sudahdikenal lebih dari
sepuluh abad yang lalu. Dari prasasti Juruna tahun 876 Masehi diketahui ada jabatan
”Tuhalas” yakni pejabat yang mengawasi hutan atau alas, yang kira-kira identik dengan
jabatan petugas Perlindungan Hutan Pelestarian Alam (PHPA). Kemudian
prasastiHaliwangbang pada tahun 877 Masehi menyebutkan adanya jabatan ”Tuhaburu”
yakni pejabat yang mengawasi masalah perburuan hewan di hutan.
Pertumbuhan kesadaran hukum lingkungan klasik menghebat, bermula pada abad ke-
18 di Inggris dengan kemunculan kerajaan mesin, dimana pekerjaan tangan dicaplok
olehmekanisasi yang ditandai dengan penemuan mesin uap oleh James Watt. Dengan
demikianterbukalah jaman tersebarnya perusahaan-perusahaan besar dan meluapnya
industrialisasiyang dinamakan ”revolusi industri”. Dengan kepentingan untuk menopang laju
pertumbuhan industri di negara-negara dunia pertama atau negara-negara yang telah maju
indstrinya,sementara persediaan sumber daya alam di negara-negara dunia pertama semakin
terbatasmaka diadakanlah penaklukan danpengerukan sumberdaya alam di negara-negara
duniaketiga (Asia-Afrika).Pada masa itu negara-negara yang telah mengalami proses
industrialisasi telah banyak diadakan peraturan yang ditujukan kepada antisipasi terhadap
dikeluarkannya asap yangberlebihan baik dalam perundang-undangan maupun berdasarkan
keputusan-keputusanhakim. Selain itu dengan adanya penemuan-penemuan baru dalam
bidang medis, telah dikeluarkan pula peraturan-peraturan tentang bagaimana memperkuat
pengawasan terhadapepidemi untuk mencegah menjalarnya penyakit di kota-kota yang mulai
berkembang denganpesat. Namun demikian, sebagian besar dari hukum lingkungan klasik,
baik berdasarkanperundang-undangan maupun berdasarkan keputusan-keputusan hakim yang
berkembangsebelum abad ke-20.
Hukum lingkungan di Indonesia sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Namun,
hukum lingkungan pada waktu itu hanya besifat pemakaian terhadap lingkungan, belum
diatur tentang pengelolaan atau perlindungan terhadap lingkungan hidup. Seiring perjalanan
waktu, pasca kemerdekaaan Indonesia, dan dalam rangaka menyikapi lahirnya Deklarasi
Stockholm pada tahun 1972 ( The Stockholm Declaration of 1972) perkembangan hukum
lingkungan di Indonesia sangat pesat. Dari hukum yang berorientasi hanya pada pemakaian,
menjadi hukum lingkungan yang berorientasi pada perlindungan terhadap lingkungan hidup.
Untuk pertamakalinya, di Indonesia pasca Deklarsi Stockholm 1972, masalah
lingkungan hidup dimasukan pada GBHN 1973-1978. Pada BAB III Pola Umum
Pembangunan Jangka Panjang menggariskan perlunya perlindungan lingkungan dalam
melaksanakan pembangunan. Pada waktu inilah konsep awal RUU tentanag lingkungan
hidup mulai dirumuskan oleh panitia yang dibentuk oleh pemerintah pada waktu itu yang
diberi nama Panitia Nasioanal Perumus Kebjakan di Bidang Lingkungan Hidup.1[1]
Setelah melalui proses yag panjang, akhirnya RUU Tentang pengelolaan Lingkungan
Hidup ini disahkan menkajdi Undang-Undang, pada tanggal 25 Februari 1982. Dengan
disahkannya RUU Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup ini, maka Indonesia untuk
pertamakalinya memiliki Undang-Undang Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang di
undangakan oleh pemerintah menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Undang-Undang ini kemudaian disebut sebagai payung hukum (Umbrella act) bagi
semua peaturan perundang-undangan mengenai lingkungan hidup. Namun, dalam
perjalanannya UUKPPLH ini menngalami banyak kendala, diantaranya masalah regulasi,
institusional, dan politis. Banyaknya kendala yang ditemukan dalam UUKPPLH ini, maka
atas dasar itulah pemerintah kemudian mengundangkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun
1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. UUPLH ini dalam pejalanannya ternyata juga
menemukan kendala, terutama dalam hal pemberian sanksi pidana terhadap pencemaran dan
perusakan lingkungan hidup. Sehigga UUPLH inipun akhrinya dilakukan perubahan dengan
diundangkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.

1.Zaman Hindia Belanda.


Dalam sejarah peraturan perundang-undangan lingkungan terdapat peraturan-peraturan sejak
zaman Hindia belanda, sebagaimana dikemukakan oleh Prof. Dr.Koesnadi Hardjasoemantri,
SH. ML. “Apabila diperhatikan peraturan perundang-undangan pada waktu zaman Hindia
Belanda sebagaimana tercantum dalam Himpunanperaturan-Peraturan perundangan di
Bidang Lingkungan Hidup yang disusun oleh PanitiaPerumus dan rencana kerja bagi
pemerintah di bidang Pengembangan Lingkungan hidupditerbitkan pada tanggal 15 Juni
1978, maka dapatlah dikemukakan, bahwa pertama kalidiatur adalah mengenai Perikanan,
mutiara, dan perikanan bunga karang, yaituParelvisscherij, Sponserviss cherijordonantie (Stb.
1916 No. 157) dikeluarkan di Bogoroleh Gubernur Jenderal Indenburg pada tanggal 29
Januari 1916, dimana ordonansi penegakan hukum yang diwajibkan kepadanya atau untuk memulihkan
kerugianpublik yang terjadi.

2.3 PERBANDINGAN UU NO 23/1997 DENGAN UU NO 32/2009


Seperti halnya yang kita ketahui bersama,Undang-undang Nomor 23 tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan tercatat dalam Lembaran Negara Tahun 1997
Nomor 68 (TLN No 3699) dibuat untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara
Tahun 1982 Nomor 12 dan TLN Nomor 3215.Pada dasarnya,UU No 23 Tahun 1997 telah
menggunakan prinsip pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan,dimana hal
undang-undang ini merupakan penyempurnaan terhadap undang-undang
sebelumnya.Kemudian pemerintah memandang perlu untuk mengeluarkan instrumen hukum
yang baru guna menggantikan UU No 23 tahun 1997 mengingat berbagai perubahan situasi
dan kondisi terkait permasalahan Lingkungan Hidup yang terjadi di Indonesia.Karena
itulah,perbedaan yang paling mendasar dari UU No 23 Tahun 1997 dengan UU No 32 Tahun
2009 adalah adanya penguatan pada UU terbaru ini tentang prinsip-prinsip perlindungan dan
pengelolaan Lingkungan Hidup yang didasarkan pada tata kelola pemerintahan yang baik
karena dalam setiap proses perumusan dan penerapan instrumen pencegahan pencemaran
dan/atau kerusakan Lingkungan Hidup serta penanggulangan dan penegakan hukum
mewajibkan pengintegrasian aspek transparansi,partisipasi, akuntabilitas dan keadilan.
Undang-undang 32 tahun 2009 ini jira kita lihat,memberikan kewenangan yang luas
lepada pemerintah dalam hal ini Menteri untuk melaksanakan seluruh kewenangan
pemerintahan dibidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta koordinasi
dengan instansi lain. Hal ini tidak ditemukan pada UU No 23 Tahun 1997,sehingga jira kita
cermati unsur pemerintahan daerah disini termasuk meliputi kekayaan alam yang dimiliki dan
berada pada statu daerah tertentu di Indonesia (Rina Suliastini,2009:3).Selain itu pula,terkait
dengan masalah otonomi daerah,undang-undang ini juga memberikan kewenangan yang
Sangay luas lepada pemerintah daerah dalam melakukan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup di daerah masing-masing.Selain itu pula seperti halnya yang dijelaskan
dalam bagian penjelasan atas UU No 32 tahun 2009 pada point 8 bagian Pertama,dikatakn
bahwa Undang-Undang ini juga mengatur :
1. Keutuhan unsur-unsur pengelolaan lingkungan hidup;
2. Kejelasan kewenangan antara pusat dan daerah;
3. Penguatan pada upaya pengendalian lingkungan hidup;
4. Pendayagunaan perizinan sebagai instrumen pengendalian;
5. Pendayagunaan pendekatan ekosistem;
6. Kepastian dalam merespons dan mengantisipasi perkembangan lingkungan global;
7. Penguatan demokrasi lingkungan melalui akses informasi,akses partisipasi,dan akses
keadilan serta penguatan hak-hak masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup;
8. Penegakan hukum perdata,administrasi,dan pidana secara lebih jelas;
9. Penguatan kelembagaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang lebih efektif
dan responsif; dan
10. Penguatan kewenangan pejabat pengawas lingkungan hidup dan penyidik pegawai negeri
sipil lingkungan hidup.
Kemudian,jika kita lihat dari penjabaran pasal per pasal maka hal-hal yang
disampaikan oleh bagian penjelasan UU No 32 Tahun 2009 tersebut,akan terlihat lebih jelas
dan gamblang.Diantaranya hal tersebut hádala :
Penerapan ancaman pidana minimum disamping ancaman hukuman maksimum.Pada
UU No 23 tahun 1997,ketentuan pidana dimuat dalam Bab IX tentang Ketentuan Pidana yang
terdiri dari 8 pasal,dimulai dari pasal 41 – 48. Pada pasal-pasal tersebut hanya mengatur
mengenai ancaman hukuman maksimum,ini berbeda dengan UU No 32 Tahun 2009 yang
juga memperkenalkan ancaman hukuman minimum disamping maksimum yang tercantum
pada Bab XV Ketentuan Pidana.Dengan demikian diharapkan,pada semua
tindakan,usaha,dan kegiatan yang melanggar daripada Undang-undang ini diharapkan ada
acuan dalam pemberian hukuman oleh hakim dan bisa menghindari berbagai bentuk putusan
bebas ataupun putusan pengadilan yang tidak maksimal.
Perluasan alat bukti. Dari berbagai fakta sejarah yang berkembang, modus-modus
kejahatan dilakukan dengan berbagai cara dan tindakan yang selalu berubah-ubah guna
mengelabui proses penyidikan.Alat bukti yang diatur pada pasal 184 KUHAP belum
mewadahi mengenai berbagai pendukung alat bukti semisal contoh melalui data
elektronik.Dalam berbagai contoh kasus,bentuk data elektronik seperti print out dan call data
record ,tidak bisa dikategorikan sebagai salah satu alat bukti.Sehingga UU No 32 Tahun 2009
pada pasal 96 huruf (f) mengatur mengenai alat bukti lain yang meliputi informasi yang
diucapkan,dikirimkan,diterima atau disimpan secara elektronik,magnetik, optik,dan/atau yang
serupa dengan itu; dan/atau alat bukti data, rekaman,atau informasi yang dapat dibaca,dilihat
dan didengar yang dapat dikeluarkan dengan dan/atau tanpa bantuan statu sarana,baik yang
tertuang diatas kertas,benda fisik apapun selain kertas,atau yang terekam secara
elektronik,tidak terbatas pada tulisan,suara atau gambar, peta,rancangan,foto atau
sejenisnya,huruf,tanda,angka,simbol atau perporasi yang memiliki makna atau yang dapat
dipahami atau dibaca.
Penerapan asas Ultimum Remedium.Pada UU No 23 Tahun 1997 dikenal konsep asas
Subsidiaritas yaitu bahwa hukum pidana hendaknya didayagunakan apabila sangsi bidang
hukum lain,seperti sanksi administrasi dan sanksi perdata,dan alternatif penyelesaian
sengketa lingkungan hidup tidak efektif dan/atau tingkat kesalahan pelaku relatif berat
dan/atau akibat perbuatannya relatif besar dan/atau perbuatannya menimbulkan keresahan
masyarakat.Sedangkan pada asas ultimum remedium dikatakan bahwa mewajibkan
penerapan penegakkan hukum pidana sebagai upaya terakhir setelah penerapan penegakan
hukum admnistrasi dianggap tidak berhasil.Kaitan dengan hal ini,terlihat jelas bahwa pada
UU No 23 Tahun 1997 memiliki berbagai macam rintangan guna mencapai kepada
penegakan hukum secara pidana,akan tetapi hal ini di persempit ruang geraknya melalui
penerapan asas Ultimum Remedium pada UU No 32 tahun 2009, sehingga diharapkan
dengan keluarnya UU No 32 Tahun 2009 ini bentuk pelanggaran pidana terhadap
pencemaran dan perusakan Lingkungan Hidup dapat ditegakan dengan seadil-adilnya.

Sekurangnya terdapat 23 pasal yang mengatur mengenai AMDAL,tetapi pengertian dari


AMDAL itu sendiri berbeda antara UU No 32/2009 dengan UU No 23/1997,yakni hilangnya
”dampak besar”.Hal-hal baru mengenai AMDAL yang termuat pada undang-undang terbaru
ini antara lain:AMDAL dan UKL/UPL merupakan salah satu instrumen pencegahan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
1. Penyusunan dokumen AMDAL wajib memiliki sertifikat kompetensi penyusun dokumen
AMDAL;
2. Komisi penilai AMDAL pusat,Provinsi,maupun Kab/Kota wajib memiliki lisensi AMDAL;
3. AMDAL dan UKL/UPL merupakan persyaratan untuk penertiban izin lingkungan;
4. Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri,Gubenur,Bupati/Walokota sesuai kewenangannya.
Selain hal-hal yang disebutkan diatas,ada pengaturan yang tegas dan tercantum dalam
UU No 32 Tahun 2009 ini ,yaitu dikenakannya sanksi pidana dan sanksi perdata terkait
pelanggaran bidang AMDAL.Hal-hal yang terkait dengan sanksi tersebut berupa :
· Sanksi terhadap orang yang melakukan usaha/kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan;
· Sanksi terhadap orang yang menyusun dokumen AMDAL tanpa memiliki sertifikat
kompetensi;
· Sanksi terhadap pejabat yang memberikan izin lingkungan yang tanpa dilengkapi dengan
dokumen AMDAL atau UPL/UKL
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Hukum Lingkungan di Indonesia merupakan Hukum Lingkungan Modern yangmemiliki sifat
utuh menyeluruh atau komprehensif integral, selalu berada dalamdinamika dengan sifat dan
wataknya yang luwes, memperhatikan hak asasi manusiadan peran serta mayarakat termasuk
lingkungan hidup itu sendiri, yang seiring denganperkembangan hukum lingkungan hidup
Internasional.
Hukum lingkungan dalam bidang ilmu hukum, merupakan salah satu bidang
ilmuhukum yang paling strategis karena hukum lingkungan mempunyai banyak segi yaitusegi hukum
administrasi, segi hukum pidana, dan segi hukum perdata, yang sebagianbesar terdiri atas
Hukum Pemerintahan (bestuursrecht). Hukum Lingkungan di Indonesia pada prakteknya
belum dapat diterapkan secaraoptimal, hal ini disebabkan Lingkungan Hidup di Indonesia
sangat dipengaruhibanyak kepentingan, khususnya kepentingan ekonomi (sektor:
pertambangan,pertanian, perkebunan, industri dan permukiman) baik berskala lokal,
nasionalmaupun internasional4.
Dengan telah diberikan dasar hukum yang kuat atas peran serta masyarakat dan
hak asasi manusia, sebagai warga negara Indonesia diharapkan masyarakat
mampumemanfaatkan secara maksimal kekuatan tersebut, sehingga pengaruh yang
menjadifaktor penyebab kurang optimal praktek penegakan hukum lingkungan di
Indonesiadapat diatasi, dan keberadaan lingkungan hidup bagi kesejahteraan dan
keamanankehidupan manusia dan pelestarian lingkungan itu sendiri dapat lebih terwujud.
DAFTAR PUSTAKA

J.B. Daliyo, S.H, Pengantar Hukum Indonesia,Buku Panduan Mahasiswa, PT.Prenhallindo,


Jakarta, Tahun 2001.

Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan


Pengelolaan Lingkungan Hidup, Penerbit Citra Umbara Bandung, Cetakan: Nopember 2009,

http://blognyayuwwdi.blogspot.com/2011/12/perkembangan-hukum-lingkungan-di.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Lingkunganhttp://www.bplhdjabar.go.id/index.php/bida
ng-hukum-kemitraan/subid-penataan-hukum-lingkungan/125-hukum
DAFTAR PUSTAKA

§ Undang-undang No 8 tahun 1981 tentang KUHAP


§ Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
§ Modul Pengetahuan dan Hukum Lingkungan PTIK,2007.
§ Rina Suliastini,2009.Perbandingan UU No 23/1997 dengan UU No 32 /2009
§ Ali Azar,2007.Upaya penegakan hukum terhadap Kerusakan lingkungan Hidup.

Anda mungkin juga menyukai