Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

RABDOMIOSARKOMA

Oleh:

Nurdin Fikri, S.Kep

NPM. 1814901110079

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN TAHAP PROFESI NERS
BANJARMASIN, 2018
LAPORAN PENDAHULUAN
RABDOMIOSARKOMA

A. Definisi
Rabdomiosarkoma berasal dari bahasa Yunani, (rhabdo yang artinya bentuk
lurik, dan myo yang artinya otot). Rabdomiosarkoma merupakan suatu tumor
ganas yang aslinya berasal dari jaringan lunak ( soft tissue ) tubuh, termasuk
disini adalah jaringan otot, tendon dan connective tissue. Rabdomiosarkoma
adalah tumor yang sangat agresif dan cenderung berinfiltrasi di permukaan dan
dalam jaringan di sekitarnya dan juga menyebar secara limfogen dan hematogen.
(Djajadiman Gatot dan Bulan G.M. 2005).
Tumor ini dapat ditemukan terutama di kepala, leher, kandung kemih, vagina,
tangan, kaki, dan batang tubuh. Rabdomiosarkoma juga dapat ditemukan pada
bagian tubuh yang memiliki sedikit atau tanpa otot serat lintang, seperti prostat,
telinga bagian tengah, dan saluran empedu.Umumnya terjadi pada anak-anak
usia 1-5 tahun dan bisa ditemukan pada usia 15-19 tahun walaupun
insidennya sangat jarang. Rabdomiosarkoma relatif jarang terjadi. Dua bentuk
yang sering terjadi adalah embrional rabdomiosarkoma dan alveolar
rabdomiosarkoma.

B. Etiologi
Penyebab dari Rabdomiosarkoma sendiri sampai saat ini belum jelas. Beberapa
sindroma genetik dan faktor lingkungan dikatakan berkaitan dengan peningkatan
prevalensi dari RMS.
1. Beberapa sindroma genetik yang berhubungan dengan angka kejadian RMS :
 Neurofibromatosis (4-5% risk of any of a number of malignancies)
 Li-Fraumeni syndrome (germline mutation of the tumor suppressor gene
TP53)
 Rubinstein-Taybi syndrome
 Beckwith-Wiedemann syndrome
2. Beberapa faktor lingkungan yang diduga berperan dengan prevalensi RMS:
 Penggunaan orang tua terhadap marijuana dan kokain
 Penyinaran sinar X
 Makanan dan pola makan
 Sering kontak dengan sinar matahari terutama pada anak-anak
 Penggunaan alkohol sebelumnya
 Kontak dengan zat-zat karsinogen di daerah tempat bekerja khususnya
pada orang dewasa

C. Patofisiologi
Meskipun rabdomiosarkoma berasal dari sel otot skeletal, tumor ini bisa
menyerang bagian manapun dari tubuh kecuali tulang. Botrioid adalah
bentuk dari embrional rabdomiosarkoma yang berasal dari mukosa daerah
yang berongga, seperti kandung kencing, vagina, nasofaring dan telinga tengah.
Lesi pada ekstremitas lebih banyak merupakan alveolar rabdomiosarkoma.
Metastasis ditemukan terutama di paru, sumsum tulang, tulang, kelenjar limfe,
payudara dan otak.
Walaupun merupakan tumor yang paling sering dijumpai pada anak-anak,
etiologi dari rabdomiosarkoma tidak diketahui. Rabdomiosarkoma diduga
timbul dari mesemkim embrional yang sama dengan otot serat lintang. Atas
dasar gambaran mikroskopik cahaya, rabdomiosarkoma termasuk kelompok
“tumor sel bulat kecil”, yang meliputi sarkoma Ewing, neuroblastoma, tumor
neuroektodermal primitif dan limfoma non hodgkin. Diagnosis pasti adalah
histopatologi atau perlu ditambah pemeriksaan imunohistokimia dengan
menggunakan antibody terhdap otot skelet (desmin, aktin khas otot) dan
mikroskop elektron untuk membedakan gambaran khas.
D. Pathway
Genetik Lingkungan

Mutasi gen

Pertumbuhan sel tidak


terkendali pada jaringan lunak

RABDOMIOSARKOMA

Pembengkakan

Kepala Anggota
gerak
Mata Nasofaring
Terdapat
benjolan
Mata Sel mudah Terjadi
menonjol rapuh obstruksi Sulit
pernafasan bergerak
Paralisis otot- Mudah terjadi
otot mata pendarahan Sulit Gangguan
Bersihan
bernafas jalan nafas mobilitas fisik
Gangguan Epitaksis tidak
penglihatan Pola nafas efektif
tidak efektif
Resiko
Resiko cidera kekurangan Traktus
cairan Resiko ISK Genitourinaria
penyebaran
infeksi
kemoterapi Mual, muntah Obstruksi Pendarahan
uretra pd vagina
Sel darah
Rambut Nafsu makan Resiko HB
mati
rontok kurang penyebaran
eliminasi urin
Anemia Anemia
Gangguan Nutrisi
citra tubuh kurang dari
kelemahan kebutuhan Gangguan
perfusi jaringan
serebral
Ganggun Gangguan
pemenuhan integritas kulit
ADL

Eksisi Terjadi Barier Pothe


Operasi Resiko
jaringan luka tubuh entri
infeksi
tumor rusak kuman
E. Manifestasi Klinis
Gejala klinik sesuai dengan tempat di mana tumor tersebut tumbuh:
1. Kepala dan leher : jika mengenai mata atau alis mata, maka dapat
menyebabkan mata menonjol, bengkak pada palpebra, atau paralisis otot-otot
mata. Jika mengenai sinus, maka dapat menyebabkan hidung tersumbat,
terkadang sekret hidung berupa darah atau nanah. Bila mengenai
parameningeal, maka dapat terjadi kelumpuhan saraf kranial. (William.W.H.,
Levin.M.J., Sondhimer.J.M., Deterding.R.R., 2005). Pada lokasi lain kepala
dan leher, gejala umum yang timbul adalah benjolan yang tidak sakit atau
bengkak yang cepat membesar. Rabdomiosarkoma yang terdapat dekat
dengan tulang tengkorak
2. Tractus genitourinaria : sulit berkemih, hematuria, kontipasi, benjolan pada
vagina, sekret vagina yang mengandung darah, atau pembesaran salah satu
scrotum namun tidak sakit.
3. Ekstremitas dan batang tubuh : berupa benjolan dengan atau tanpa rasa sakit,
lunak, dan berwarna kemerahan. (Rudolph. A. M., 2002.)

F. Pemeriksaan penunjang
1. CT-Scan digunaan untuk mengetahui adanya kanker yang telah
bermetastasis(menyebar kebagian organ lain) pemeriksaan ini dilakukan
sesuai standart penyembuhan penyakit kanker.
Cara pemeriksaan ini yaitu dengan menganjurkan pasien masuk ke dalam alat
yang berbentuk tube(tabung) serta menganjurkan pasien untuk diam tanpa
adanya gerakan untuk memberikan hasil yang maksimal, biasanya pasien
dalam keadaan berbaring.
2. Bone-scans digunakan untuk mendeteksi adanya gangguan yang terjadi di
tulang yang diakibatkan kanker Rabdomiosarkoma (RMS) Cara pemeriksaan
ini yaitu dengan menganjurkan pasien untuk mengambil posisi di depan alat
dengan menganjurkan pasien diam dalam posisi tegak dan tangan dalam
keadaan terbuka (tidak boleh menggenggamkan tangan).
3. X-rays pemeriksaan ini menggunakan penyinaran dengan sinar x yang
berfungsi untuk melihat organ dalam dan mendeteksi adanya gangguan pada
organ tersebut serta melihat apakah organ itu berfungsi atau tidak. Cara
pemeriksaan ini yaitu dengan menganjurkan pasien dalam posisi berdiri atau
duduk dengan pandangan ke depan menghadap kearah sinar x, dan berposisi
yang tegak.

G. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
a. Golongan Alkilator
Jenis-jenis obat yang termasuk dalam golongan alkilator yaitu :
1. Siklofosfamid
Sediaan : Siklofosfamid tersedia dalam bentuk kristal 100, 200, 500 mg
dan 1,2 gram untuk suntikan, dan tablet 25 dan 50 gram untuk
pemberian per oral.
Indikasi : Leukemia limfositik Kronik, Penyakit Hodgkin, Limfoma
non Hodgkin, Mieloma multiple, Neuro Blastoma, Tumor Payudara,
ovarium, paru, Cerviks, Testis, Jaringan Lunak atau tumor
Rabdomiosarkoma.
Fungsinya yaitu menghentikan siklus hidup sel kanker yang menyerang
otot bagian tubuh manusia utamanya pada bagian otot lurik.
2. Klorambusil
Sediaan : Klorambusil tersedia sebagai tablet 2 mg. Untuk leukemia
limfositik kronik, limfoma hodgkin dan non-hodgkin diberikan 1-3
mg/m2/hari sebagai dosis tunggal.
Indikasi : Leukimia limfositik Kronik, Penyakit Hodgkin, dan limfoma
non Hodgkin, Makroglonbulinemia primer dan kanker.
Fungsi obat ini yaitu sebagai obat kanker yang sudah stadium lanjut,
bisa di kategorikan obat keras yaitu obat yang mematikan perjalanan
kanker ganas.
3. Prokarbazin
Sediaan : Prokarbazin kapsul berisi 50 mg zat aktif. Dosis oral pada
orang dewasa : 100 mg/m2 sehari sebagai dosis tunggal atau terbagi
selama minggu pertama, diikuti pemberian 150-200 mg/m2 sehari
selama 3 minggu berikutnya, kemudian dikurangi menjadi 100 mg/m2
sehari sampai hitung leukosit dibawah 4000/m2 atau respons maksimal
dicapai.
Indikasi : Limfoma Hodgkin.
Fungsinya yaitu sebagai peluruh penyakit limfa yang berakibat merusak
pertahanan tubuh

b. Golongan Antimetabolit
Jenis-jenis obat yang termasuk dalam golongan antimetabolit yaitu:
1. Methotrexat
Sediaan : Tablet 2,5 mg, vial 5 mg/2ml, vial 50 mg/2ml, ampul 5 mg/ml,
vial 50 mg/5ml.
Indikasi : Leukimia limfositik akut, kariokarsinoma, kanker payudara,
leher dan kepala, paru, buli-buli, Sarkoma osteogenik.
Fungsi obat ini yaitu sebagai pembentuk imun agar membantu pertahanan
sehingga kanker tidak merambat pada organ yang lain dan tidak berreplika.
2. Terapi Medikamentosa
Terapi ini dimaksudkan untuk membunuh sel-sel tumor melalui obat-
obatan. Kemoterapi kanker adalah berdasarkan dari pemahaman terhadap
bagaimana sel tumor berreplikasi/bertumbuh, dan bagaimana obat-obatan
ini mempengaruhinya. Setelah sel membelah, sel memasuki periode
pertumbuhan (G1), diikuti oleh sintesis DNA (fase S). Fase berikutnya
adalah fase premiosis (G2) dan akhirnya tiba pada fase miosis sel (fase M).
Obat-obat anti neoplasma bekerja dengan menghambat proses ini.
Beberapa obat spesifik pada tahap pembelahan sel ada juga beberapa yang
tidak.

2. Non Farmakologi
 Radioterapi: digunakan untuk memperkecil ukuran tumor, terutama pada
kepala, leher, dan panggul.
 Transplantasi stem cell : digunakan untuk memperbaiki sistem pembuluh
darah yang telah dirusak oleh sel kanker.
3. Terapi Operatif
Terapi operatif pada penderita RMS bervariasi, bergantung dari lokasi dari
tumor itu. Jika memungkinkan dilakukan operasi pengangkatan tumor tanpa
menyebabkan kegagalan fungsi dari tempat lokasi tumor. Walaupun terdapat
metastase dari RMS, pengangkatan tumor primer haruslah dilakukan, jika hal
itu memungkinkan.

H. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tak efektif b.d terjadinya obstruksi
2. Pola nafas tidak efektif b.d sulit benafas
3. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d pendaran pada vagina
4. Resiko kekurangan cairan b.d epitaksis
5. Gangguan mobilitas fisik b.d sulit bergerak
I. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional


Keperawatan hasil
1. Bersihan jalan Tujan : 1. Auskultasi area 1. Penurunan aliran udara
nafas tak efektif Setelah dilakukan paru, catat area terjadi pada area
b.d terjadinya tindakan keperawatan penurunan/tak konsolidasi dengan
obstruksi selama 1x5 menit, ada aliran udara cairan, bunyi nafas
masalah dan bunyi nafas, bronchial ( normal pada
ketidakefektifan jalan misalnya : bronchus ) dapat juga
napas baik dan krekels, mengi. terjadi pada area
kembali normal 2. Bantu pasien konsolidasi. Krekels dan
Kriteria hasil : latihan nafas ronchi dan mengi
4. Tidak ada suara sering. terdengar pada inspirasi
nafas tambahan Tunjukkan / 2. Nafas dalam
(rhonki, wheezing) Bantu pasien memudahkan ekspansi
5. Ekspansi dada mempelajari maksimum paru-
maksimal melakukan paru/jalan nafas lebih
(pernafasan batuk, missal kecil. Batuk adalah
dalam) dan menekan dada mekanisme pembersihan
simetris dan batuk efektif jalan nafas alami,
6. RR=12x20x/ sementara posisi membantu silia untuk
menit duduk tinggi. mempertahankan jalan
3. Pengisapan nafas paten.
sesuai indikasi 3. Merangsang batuk atau
4. Bantu pembersihan jalan nafas
mengawasi efek secara mekanik pada
pengobatan pasien yang tak mampu
melakukan karena batuk
tak efektif atau
penurunan tingkat
kesadaran.
4. Memudahkan
pengenceran dan
pembuangan sekret.

2. Pola nafas tidak Tujuan : 1. Auskultrasi 1. Bunyi nafas menurun


efektif b.d sulit Setelah dilakukan bunyi napas dan bila jalan nafas
benafas tindakan keperawatan catat adanya obstruksi sekunder
selama 1x15 menit, bunyi nafas terhadap perdarahan dan
pasien menunjukkan adventisius bekuan
keefektifan pola nafas 2. Observasi pola 2. Kongesti alveolar
Kriteria hasil : batuk dan mengakibatkan batuk
 Ekspansi dada karakter sekret kering
maksimal 3. Dorong pasien 3. Dapat meningkatkan
 Tidak ada dalam nafas sputum dimana
perubahan ekskursi dalam dan gangguan ventilasi dan
dada latihan batuk ditambah ketidak
 RR=12-20x/menit 4. Berikan oksigen nyamanan upaya
tambahan bernafas
4. Memaksimalkan
bernafas dan
menurunkan kerja nafas

3. Gangguan Tujuan : 1. Letakkan kepala 1. Menurunkan tekanan


perfusi jaringan Setelah dilakukan dengan posisi arteri dengan
cerebral b.d tindakan keperawatan agak ditinggikan meningkatkan drainase
pendaran pada selama 1x15 menit, 2. Pertahankan dan meningkatkan
vagina ketidakefektifan tirah baring sirkulasi/perfusi
perfusi jaringan 3. Pantau tanda- cerebral
cerebral teratasi tanda vital 2. aktivitas/stimuli yang
Kriteria hasil : 4. Kolaborasi kontinyu dapat
 Adanya dalam meningkatkan TIK
peningkatan pemberian 3. hipertensi atau
kesadaran biasanya oksigen hipotensi dapat menjadi
/membaik dan faktor
fungsi motorik/ pencetus.Hipotensi
sensorik dapat terjadi karena
 Tidak adanya/ syok (kolaps sirkulasi
menurunnya sakit vaskuler).
kepala 4. Menurunkan hipoksia
 Mendemonstrasika yang dapat
n TTV stabil menyebabakan
TD:100/60 mmHg vasodilatasi cerebral
sd 120/80 mmHg, dan tekanan
N:60/90 x/menit, meningkat/terbentuknya
RR:12-20x/menit. edema
T:36/37,5°C

4. Resiko Tujuan : 1. Kaji perubahan 1. Peningkatan suhu


kekurangan Setelah dilakukan TTV demam meningkatkan
cairan b.d tindakan keperawatan 2. Kaji turgor kulit, laju metabolic
epitaksis selama 3x24 jam, kelembaban 2. Indikator langsung
pasien menunjukkan membra mukosa keadekuatan volume
perbaikan 3. Catat laporan cairan
keseimbangan cairan mual/muntah 3. Adanya gejala ini
Kriteria hasil : 4. Timbang berat menurunkan masukan
 Perubaha status badan tiap hari oral
mental (-) 4. Perubahan cepat
 TTV dalam batas menunjukkan gangguan
normal dalam air tubuh total
 Kelemahan (-)
5. Gangguan Tujuan : 1. Kaji tingkat 1. mengidentifikasi
mobilitas fisik Setelah dilakukan kemampuan kekuatan/kelemahan dan
b.d sulit bergerak keperawatan selama pasien. dapat memberikan
3x24 jam, pasien 2. Ubah posisi informasi mengenai
mampu melakukan minimal 2 jam pemulihan
mobilitas fisik secara 3. Latih rentang 2. Menurunkan resiko
mandiri dengan gerak aktif dan terjadinya
bantuan minimal pasif. trauma/iskemik
Kriteria hasil : 4. Tempatkan jaringan.Daerah yang
 Penurunan waktu bantal dibawah terkena mengalami
reaksi aksila untuk perburukan/sirkulasi
 Kesulitan abduksi pada yang lebih jelek dan
membolak balik tangan. menurunkan sensasi dan
posisi lebih besar
 Melakukan menimbulkan kerusakan
aktivitas lain pada kulit/dekubitus
sebagai pengganti meminimalkan atrofi otot,
pergerakan meningkatkan sirkulasi,
3. membantu mencegah
kontraktur.
4. mencegah abduksi bahu
dan fleksi siku

DAFTAR FUSTAKA

Crist WM. Sarkoma Jaringan Lunak. Dalam: Nelson WE(eds). Ilmu Kesehatan Anak.
Edisi ke-15. Jakarta: EGC, 2004.1786-1789.
Djajadiman Gatot dan Bulan G.M. 2005. Rabdomiosarkoma. Dalam: Buku Ajar
Hematologi-Onkologi Anak. Editor: Bambdang Permono, d.k.k.Jakarta :
Badan Penerbit IDAI. Halaman 270-272.
Harry Raspati, Lalani Reniarati, Susi Susanah. 2005. Bab 9. Hemato-Onkologi.
Rabdomiosarkoma. Dalam: Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan
Anak. edisi ke 3. Editor: Herry Garna dan Heda Melinda.Bandung : Bagian
Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. RS. Dr.
Hasan Sadikin. Halaman 504-506.
William.W.H., Levin.M.J., Sondhimer.J.M., Deterding.R.R., 2005.
Rahbdomyosarcoma. In: Lange Current Pediatric Diagnosis and Treatment.
17nd edition. USA: McGraw Hill Companies. p.934-935.

Banjarmasin, Januari 2019


Preseptor Klinik

(………………………….)

Anda mungkin juga menyukai