Anda di halaman 1dari 17

KAJIAN METODE PERENCANAAN

STRUKTUR PERKERASAN DAUR ULANG(PAVEMENT RECYCLING)

ABSTRAK

Kajian metode perencanaan struktur perkerasan daur ulang adalah kajian yang seksama
mengenai kelebihan dan kekurangan serta akurasi dari beberapa metode perencanaan daur ulang
campuran dingin dengan foam bitumen (CMRFB-Base) sesuai dengan kondisi lapangan. Metode
perencanaan tebal daur ulang perkerasan yang dibahas yaitu metode Bina Marga dan Wirtgen.
Metode tersebut dipilih karena adanya perbedaan parameter yang digunakan dan konsep
dalam penentuan tebal recycling, diantaranya adalah beban lalu lintas (CESA), kondisi lapis
permukaan perkerasan, nilai CBR, lendutan, dan sebagainya. Perbedaan dalam perencanaan pada
kedua metode ini terletak pada Metode Witrgen yang memiliki batasan desain ESAL dalam
menentukan metode perencanaan yang akan digunakan. Sedangkan persamaan dalam perencanaan
kedua metode ini adalah memiliki batas maksimum ketebalan foam bitumen yang sama yaitu 300
mm.
Dari hasil perhitungan dapat disimpulkan bahwa metode Wirtgen lebih akurat dalam
menentukan ketebalan lapis recycling karena lebih banyak menggunakan parameter desain
perencanaan dibandingkan dengan metode Bina Marga, dan terlihat adanya perbedaan nilai CESA
yang signifikan sebesar 35%, tetapi tebal daur ulang foam bitumen yang tidak terlalu berbeda jauh
hanya sekitar 20%. Perbedaan nilai Vehicle Damage Factor (VDF) merupakan salah satu indikator
yang mempengaruhi jumlah kumulatif beban lalu lintas rencana (CESA). Sementara faktor utama
yang mempengaruhi ketebalan lapis recycling adalah perbedaan pada nomogram dan rumus-rumus
yang digunakan pada tiap metode.

Kata kunci : perkerasan daur ulang, perencanaan tebal, CMRFB (Cold Mix Recycling by Foam
Bitumen)

1
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jenis perkerasan yang paling dominan digunakan di Indonesia adalah perkerasan lentur.
Perkerasan lentur adalah struktur perkerasan yang terdiri dari beberapa lapisan yang menjadi satu
kesatuan untuk memikul beban kendaraan yang melewatinya kemudian menyalurkan beban
tersebut dari lapisan paling atas ke lapisan yang ada di bawahnya. Struktur perkerasan ini
diharapkan mampu memikul beban lalu lintas rencana sepanjang umur rencana agar tidak
mengalami kerusakan yang berarti. Tetapi ternyata sebagian besar perkerasan lentur telah
mengalami kerusakan sebelum mencapai umur rencananya.
Untuk mengurangi kerusakan yang terjadi pada perkerasan tersebut maka dibutuhkan suatu
peningkatan mutu perkerasan jalan agar perkerasan tersebut tidak mencapai indeks permukaan
akhir sebelum mencapai umur rencananya. Bila struktur perkerasan jalan telah mencapai indeks
permukaan akhir artinya bahwa lapisan tersebut dianggap tidak memiliki nilai struktural lagi
sehingga perlu diadakan perbaikan.
Perbaikan perkerasan ini seringkali dilakukan hanya dengan cara pelapisan ulang yaitu
melapisi perkerasan lama dengan perkerasan baru. Hal ini dapat menyebabkan terus bertambahnya
elevasi jalan akibat proses pelapisan yang berulang-ulang. Kerusakan yang terus menerus terjadi
mengakibatkan tidak adanya pilihan lain selain melakukan konstruksi ulang dengan membongkar
struktur lapisan perkerasan dan memperbaikinya mulai dari lapis pondasi atau lapisan yang
bermasalah. Hasil bongkaran lapisan aspal itu praktis menjadi limbah tidak berguna biasa disebut
RAP (Reclaimed Asphalt Pavement), sehingga menimbulkan permasalahan yang baru. Penanganan
dengan teknologi daur ulang perkerasan (pavement recycling) merupakan suatu alternatif untuk
mengatasi masalah ini karena dapat mengembalikan kekuatan perkerasan dan mempertahankan
geometrik jalan serta mengatasi ketergantungan akan material baru.
Solusi ini adalah dengan daur ulang perkerasan beraspal atau dikenal dengan recycling
pavement. Teknik daur ulang perkerasan jalan adalah suatu metode perbaikan jalan yang
menggunakan kembali material perkerasan jalan eksisting sebagai material untuk perbaikan jalan
tersebut yang kemudian diolah dengan beberapa material tambahan seperti agregat baru,
rejuvenator atau recycling agents, semen, aspal emulsi, foamed asphalt (campuran aspal emulsi
dan semen) dan material lainnya. Sebagai salah satu metode perbaikan perkerasan jalan, teknik
daur memiliki keuntungan-keuntungan yang unik yang tidak dimiliki oleh metode rehabilitasi yang
lain. Beberapa keuntungan dari penggunaan teknik daur ulang dalam perbaikan perkerasan jalan
antara lain:

2
1. Mengurangi biaya rekonstruksi
2. Mengurangi pemakaian aspal dan agregat.
3. Menjaga kondisi geometrik perkerasan.
4. Ramah lingkungan dan hemat energi
5. Hemat energi

1.2 Tujuan
Tulisan ini bermaksud untuk menganalisa dan membandingkan beberapa prosedur desain
dalam menentukan tebal lapis perkerasan daur ulang dengan menggunakan metoda Bina Marga dan
Wirtgen. Kemudian tujuan dari penulisan ini adalah mendapatkan gambaran hasil perencanaan
tebal lapis perkerasan daur ulang, sehingga dapat melakukan suatu analisa terhadap perbedaan hasil
perencanaan tebal recycling dengan kedua metode tersebut. Hasil akhir yang diperoleh diharapkan
dapat menjadi pembelajaran bagi aplikasi kedua prosedur desain tersebut untuk digunakan sesuai
dengan kondisi lapangan.

1.3 Rumusan Masalah


Permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini meliputi beberapa metoda yang digunakan
untuk perencanaan tebal perkerasan daur ulang yang paling umum digunakan, yaitu metoda Bina
Marga dan Wirtgen. Oleh karena adanya perbedaan di setiap kondisi, maka tidak semua metoda
yang ada akan ekonomis dan layak digunakan, karena itu perlu dilakukan kajian yang seksama
mengenai kelebihan dan kekurangan atau akurasi dari masing-masing metoda tersebut sesuai
dengan kondisi di lapangan.

1.4 Batasan Masalah


Agar tulisan ini dapat terarah dan sesuai dengan tujuan maka diperlukan pembatasan
masalah, yaitu :
1. Hanya membahas kondisi kerusakan yang terjadi pada perkerasan lentur (Flexible Pavement)
sebagai dasar acuan jenis penanganan kerusakan.
2. Hanya membahas perbandingan penentuan tebal pada tipikal perencanaan perkerasan daur ulang
3. Metode yang digunakan adalah Metode Bina Marga 2012 dan Wirtgen
4. Tebal perkerasan daur ulang yang ditinjau adalah pada perke Cold Mix Recycling by Foam
Bitumen (CMRFB)

3
1.5 Metode Penelitian
Kajian ini dilakukan dengan alur kerja sebagai berikut :
• Meninjau perbandingan jumlah kumulatif beban standar (CESA) pada masa yang akan
datang dari metoda yang digunakan. Untuk dapat melihat perbedaannya, maka digunakan
data LHR, tingkat pertumbuhan lalu lintas (i) dan umur rencana (n) yang sama.
• Meninjau perbandingan hubungan antara beban lalu lintas (CESA) dan tebal recycling yang
dibutuhkan dari metoda yang digunakan.
• Meninjau perbandingan hubungan antara beban lalu lintas (CESA) dan tebal recycling yang
dibutuhkan dari metoda yang digunakan mulai dari 5.000.000-160.000.000 EAL sehingga
variasinya terlihat.

Dari permasalahan yang akan dianalisa tersebut tahapan-tahapan pengkajiannya adalah sebagai
berikut :
1. Tinjauan pustaka yang meliputi pemilihan teknik perbaikan jalan menggunakan teknik
daur ulang dan mengenai metode perencanaan perkerasan daur ulang dengan metode
Bina Marga dan Wirtgen
2. Asumsi-asumsi data-data yang diperlukan :
• Data volume lalu lintas
• Nilai CBR
• Kondisi perkerasan
3. Perhitungan jumlah kumulatif CESA (beban lalu lintas rencana)
4. Perhitungan tebal recycling dari kedua metode
5. Perhitungan tebal recycling dengan variasi simulasi beban lalu lintas dan variasi nilai
CBR
6. Menganalisa hasil perhitungan CESA
7. Menganalisa hasil perhitungan recycling

Bilamana indeks pelayanan jalan (present serviceability index) dari suatu perkerasan jalan
mencapai tingkat yang telah tidak dapat dipertanggungjawabkan lagi (p = 2.5 untuk jalan raya
utama/arteri, p = 2.0 untuk jalan lalu lintas rendah), maka perkerasan dapat dilakukan pelapisan
ulang (overlay) di atas perkerasan jalan yang sudah ada, dibuat kembali (konstruksi ulang), atau
dapat dilakukan daur ulang perkerasan (recycling) guna meningkatkan kembali kinerja perkerasan
jalan. (Oglesby, CH, dkk).

4
BAB 2
LANDASAN TEORI

Peningkatan kinerja perkerasan jalan dapat dilakukan dengan pemeliharaan jalan yang
meliputi rehabilitasi dan rekonstruksi dalam rangka meningkatkan kualitas perkerasan. Rehabilitasi
jalan dengan cara penambahan lapis tambahan yang terus menerus akan mengakibatkan tebal lapis
perkerasan semakin tebal dan bahan yang diperlukan semakin menipis.
Adapula alternatif lain, yaitu rekonstruksi yang dilakukan dengan menggunakan mesin
yang menggaruk ketebalan tertentu dari lapis perkerasan, menggemburkannya, mencampurnya
secara panas ataupun dingin dengan penambahan aspal, agregat, aspal modifier atau bahan
pengikat kemudian menghamparnya kembali tanpa menambah tinggi permukaan jalan. Sehingga
teknik ini dapat memanfaatkan material jalan yang lama setelah dilakukan pengerukan. Hal ini
dikenal sebagai daur ulang perkerasan (recycling), dan teknik rehabilitasi inilah yang akan dibahas
dalam tulisan ini yaitu kajian metode perencanaan struktur perkerasan daur ulang (pavement
recycling).

Kriteria Ruas Jalan


Kriteria ruas jalan yang direkomendasikan untuk direhabilitasi dengan metode recycling meliputi :
• Kondisi jalan dengan kondisi rusak berat dan bergelombang yaitu dengan IRI ≥8 dan
terdapat penambalan berat >30%
• Ruas jalan dilalui kendaraan overloading dalam jumlah banyak sehingga kekuatan struktur
perkerasan tidak lagi memadai untuk memikul beban lalu lintas.
• Ruas jalan yang selalu bermasalah dengan adanya genangan air karena gangguan fungsi
drainase.
• Kerusakan perkerasan yang terjadi menunjukkan bahwa penyebab kerusakan adalah
kegagalan pada lapis pondasi perkerasan, baik pondasi atas maupun pondasi bawah atau
bukan hanya terdapat pada lapis permukaan saja.
• Tidak dapat direhabilitasi hanya dengan melakukan pelapisan ulang saja.
• Ruas jalan yang memiliki biaya pemeliharaan meningkat dari tahun ketahunnya.
• Ketebalan lapisan aspal aksisting >10 cm.
• Kombinasi dari semua hal diatas
Teknik daur ulang perkerasan adalah suatu metode perbaikan jalan yang menggunakan
kembali material

perkerasan jalan eksisting sebagai material untuk perbaikan jalan tersebut dengan
penambahan beberapa material tambahan seperti agregat baru, rejuvenator atau recycling agents,

5
semen, aspal emulsi, foamed asphalt dan material lainnya. Dengan teknik ini, material perkerasan
lama diolah kembali menjadi material daur ulang untuk selanjutnya digunakan kembali dalam
pekerjaan perbaikan jalan.
Pada tulisan ini akan dibahas teknik daur ulang perkerasan jalan dengan mgnggunakan
teknik cold mix recycling dengan foam bitumen (CMRFB). Teknologi CMRFB merupakan
teknologi daur ulang dengan cara menstabilisasi Reclaimed Asphalt Pavement (RAP) dengan
karakteristik gradasi tertentu untuk kemudian diremajakan dengan menambahkan agregat baru
serta proporsi aspal tertentu, dimana pencamapuran aspal dingin yang dibusakan atau foam
bitumen yang dicampur di unit produksi campuran (in plant) atau pencampuran di tempat (in
place), di hampar dan dipadatkan dalam keadaan dingin. Foam bitumen adalah bahan pengikat
aspal yang panas yang untuk sementara diubah bentuknya dari bentuk cair menjadi busa (foam)
dengan penambahan sedikit air (2% – 3% terhadap berat bitumen).

Gambar 1. Daur Ulang Perkerasan dengan Foam Bitumen

Di Indonesia stabilisasi dengan foam bitumen umumnya dilaksanakan untuk mendaurulang


lapisan aspal dan material lapis fondasi berbutir eksisting. Untuk menilai kecocokan material
tersebut distabilisasi dengan foam bitumen, indeks plastisitas (PI) hendaknya tidak lebih dari 10,
kecuali stabilisasi dengan kapur yang dapat sampai dengan PI 20. Material juga harus terletak di
Zone A pada distribusi ukuran partikel yang ditunjukkan pada gambar 4 dibawah ini.

6
Tabel 1. Pedoman Pemilihan Metode Stabilisasi

Gambar 2. Amplop Gradasi Zona A

Sedangkan campuran yang dihasilkan harus memenuhi ketentuan berikut.


Tabel 2.Persyaratan Sifat-Sifat Daur Ulang CMRFB-Base

7
Catatan:
1. 2x75 tumbukan dengan alat pemadat Marshall sesuai RSNI M-01-2003
2. Modified proctor atau kepadatan berat sesuai SNI 03-1743-1989
3. TSR =

8
BAB 3
PEMBAHASAN

3.1 Desain Perencanaan


Parameter desain perencanaan seperti pada tabel 3 di bawah ini memberikan acuan dalam
mendesain tebal perkerasan daur ulang (pavement recycling).

Tabel 3. Perbandingan Parameter Perencanaan Perkerasan Daur Ulang

Prosedur desain tebal daur ulang dengan stabilisasi foam bitumen Metode Bina Marga adalah
sebagai berikut :
1. Hitung desain lalu lintas dalam ./01
2. Tentukan jenis lapisan material insitu serta kualitas dan ketebalannya menggunakan
data catatan pembangunan dan pemeliharaan, test pit dan core.
3. Tentukan CBR tanah dasar desain dalam pekerjaan tersebut, berdasarkan pada DCP
insitu atau uji CBR rendaman terhadap material yang diambil dari test pit.
4. Menggunakan data dari langkah 3, tentukan apakah material insitu cocok untuk
distabilisasi FB.
5. Menggunakan ketebalan lapisan, pilih kedalaman stabilisasi trial dan hitung kedalaman
sisa material perkerasan di bawah lapisan yang distabilisasi. Untuk perkerasan dengan
CBR desain tanah dasar kurang dari 5%, diperlukan material perkerasan setebal
minimum 100 mm di bawah FB.
6. Menggunakan chart disain berikut tentukan ketebalan lapisan aspal yang diperlukan di
atas material yang distabilisasi dengan FB.

9
Gambar 4. Chart Desain Stabilisasi Foam Bitumen untuk Lalu Lintas Desain 231Sampai 234 ./01

Gambar 5. Chart Desain Stabilisasi Foam Bitumen untuk Lalu Lintas Desain 234Sampai 235 ./01

10
3.2 Prosedur Perencanaan

11
Gambar 6 Conceptual Analysis Position pada Struktur Perkerasan untuk menentukan Ratio
Tegangan Deviator

4. Deformasi permanen pada lapisan foam bitumen


Total prediksi deformasi permanen pada lapisan recycling adalah penjumlahan dari
persentase regangan dan ketebalan dari masing-masing lapisan. Apabila total deformasi berada
di bawah pembebanan desain maka, ketebalan lapisan harus ditingkatkan dan deviator stress
ratio harus kembali dihitung ulang.

Gambar 7 Deformasi Permanen pada Foam Bitumen sebagai Fungsi Repetisi Beban dan Devaiator Stress
Ratio

12
3.3 Hasil dan Pembahasan
Dilakukan asumsi data yang diperoleh dari analisa Lalulintas Harian Rata-Rata (LHR)
berdasarkan data IRMS Bina Marga untuk wilayah Jawa Barat, ruas jalan Pantura, Batas Kota
Cikampek dan Kabupaten Subang (Jurnal FSTPT International Symposium, Pekan Baru 11-12
November 2011, Indah Silviana,dkk). Untuk masing-masing metode disajikan data kondisi
perkerasan yang sama dari jalan tersebut sebagai berikut :

Walaupun prosedur perhitungan tebal lapis recycling tersebut menggunakan beban lalu lintas yang sama
dan umur rencana yang sama untuk k edua metode, akan tetapi pada hasil perhitungan terdapa t perbedaan
jumlah kumulatif beban lalu lintas (CESA) yan g cukup signifikan.

Gambar 9. Hubunga n Beban Lalu Lintas (ESAL) dan Umur Rencana (Tahun)

Dari hasil perhitungan diperoleh Strukt ural Number recycling dengan umur rencana 5 tahun
dan 10 tahun dari masing-masing metode adalah sebagai berikut :

13
Gambar 10. Hubungan Struktural Number (SN) terhadap Umur Rencana (Tahu n)

Dari hasil perhitungan diperol eh tebal recycling dengan umur rencana 5 tahun dan 10
tahun dari masing-masing metode adalah sebagai berikut :
Gambar 11. Hubung an Tebal Recycling (cm) terhadap Umur Rencana (tahun)

14
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
1. Dapat disimpulkan bahwa metode Wirtgen yang lebih akurat dalam menetukan ketebalan
lapis recycling karena lebih banyak menggunakan parameter-parameter desain perencanaan
dibandingkan dengan metode lain. Wirtgen menggunakan pendekatan beban lalu lintas,
kondisi perkerasan eksisting, nilai CBR, dan tebal sisa perkerasan dalam perencanaan
recycling ini. Sementara untuk metode Bina Marga hanya menggunakan pendekatan beban
lalu lintas dan nilai CBR.
2. Batasan penggunaan teknik penanganan menggunakan daur ulang dengan foam bitumen ini
terbatas hanya untuk mengatasi kerusakan perkerasan yang terjadi pada permukaan atau
sebagian lapis pondasi atas. Selain itu teknik daur ulang foam bitumen ini dapat dilakukan
hanya pada perkerasan yang mempunyai lapisan aspal lenih dari 25 cm.
3. Perbedaan dalam perencanaan pada kedua metode ini terletak pada Metode Wirtgen yang
memiliki batasan beban lalu lintas rencana dalam menentukan metode perencanaaan yang
akan digunakan. Sementara metode Bina Marga tidak memiliki batasan beban lalu lintas
rencana.
4. Perbedaan juga terletak pada perhitungan CESA. Kedua metoda perencanaan daur ulang
perkerasan tersebut memiliki perbedaan nilai kumulatif beban lalu lintas yang cukup
berbeda jauh. Metode Bina Marga menunjukkan hasil yang lebih tinggi dari metode
Wirtgen. Perbedaan pada nilai angka ekivalen (E) atau Vehicle Damage Factor (VDF) dari
kedua metode ini merupakan salah satu indikator yang mempengaruhi jumlah kumulatif
beban lalu lintas rencana (CESA).
5. Metode Wirtgen menunjukkan perbedaan ketebalan recycling yang cukup berbeda karena
disebabkan oleh dalam perencanaan Wirtgen lebih banyaknya parameter desain dalam
penentuan tebal lapis recycling sehingga hasil perhitungannya menjadi lebih akurat.
Semetara pada metode Bina Marga hasil perhitungan tebalnya menunjukkan tebal lapis
foam bitumen dengan nilai rata-rata yang tinggi yaitu 30 cm untuk setiap desain ESAL.
6. Persamaan dalam perencanaan pada kedua metode ini terletak pada adanya batas
maksimum ketebalan foam bitumen yang di rencanakan. Batas maksimum ketebalan foam
bitumen adalah 300 mm.
4.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan untuk pengembangan teknik daur ulang selanjutnya adalah
1. Mengingat desain perkerasan jalan dipengaruhi oleh metode perencanaan yang digunakan,
sebaiknya pemilihan metode dijadikan salah satu pertimbangan dalam perencanaan desain
perkerasan jalan.
2. Untuk pengembangan teknik daur ulang selanjutnya hendaknya dibahas mengenai sampai
sejauh mana pengaruh penggunaan material RAP dalam teknik daur ulang dapat
mempengaruhi kekuatan bahan teknik daur ulang terhadap teknik rehabilitasi konvensional
yang sepenuhnya menggunakan material baru.
DAFTAR PUSTAKA

AASHTO. (1986). Guide for Design of Pavement Structure. American Association of State
Highway and Transportation Officials; Washington, D.C.

AASHTO. (1993). Guide for Design of Pavement Structure. American Association of State
Highway and Transportation Officials; Washington, D.C.

Aly, Ir.Moh.Anas. (2007). Teknik Dasar Dan Potensi Daur Ulang Konstruksi Jalan, Yayasan
Pengembang Teknologi Dan Manajemen, Indonesia.

ARRA. (2001). ARRA Basic Asphalt Recycling Manual, Asphalt Recycling and Reclaiming
Association, U.S.A.
AUSTROADS. (2002). Mix Design For Stabilised Pavement Material, AUSTROADS, Australia.

Direktorat Jenderal Bina Marga. (1990). Tata Cara Penyusunan Program Pemeliharaan Jalan
Kota No. 018 / T / BNKT / 1990.

Kementerian PU. (2001). Spesifikasi Khusus CMR/08/01 tentang Daur Ulang Campuran Beraspal
Dingin Lapis Pondasi Dengan Foam Bitumen (Cold Mix Recycling Base Foam Bitumen, CMRFB-
BASE). Jakarta.

Muis, Zulkarnain A. (1993). Perencanaan Tebal Perkerasan Lanjutan, Fakultas Teknik Universitas
Sumatera Utara. Muis, Zulkarnain.A.; Rasidi, Selamat, 2008. Deep Lift Insitu Pavement Recycling
Sebagai Alternatif Teknik Rehabilitasi Jalan Di Provinsi Sumatera Utara, Prosiding Konferensi
Regional Teknik Jalan Ke 10 Wilayah Barat Dan Tengah, HPJI, Indonesia.

NAASRA. (1987). A Guide to the Structural Design of Road Pavement. NAASRA. Australia.

Silvana, Indah,dkk. 2011. Kajian Penerapan Metode Recycling untuk Pemeliharaan Jaringan
Jalan Di Jalur Pantai Utara Jawa Bara, FSTPT International Symposium, Pekanbaru.
Wirtgen,GmbH. (2004). Wirtgen Cold Recycling Manual, Second Edition, Windhagen, Germany.

Anda mungkin juga menyukai

  • Biodata 1
    Biodata 1
    Dokumen5 halaman
    Biodata 1
    Hendra Pratama
    Belum ada peringkat
  • 7355 PB
    7355 PB
    Dokumen17 halaman
    7355 PB
    Hendra Pratama
    Belum ada peringkat
  • Aju Kendaraan
    Aju Kendaraan
    Dokumen14 halaman
    Aju Kendaraan
    Hendra Pratama
    Belum ada peringkat
  • Irma Uts
    Irma Uts
    Dokumen12 halaman
    Irma Uts
    Hendra Pratama
    Belum ada peringkat