Anda di halaman 1dari 9

SEGERALAH BERTAUBAT KEPADA ALLAH!

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

ِ‫عن‬ َ َ‫ل ْال ُمزَ ني ي‬


َ ِ‫سارِ بْنِ اْألَغَر‬ َِ ‫قَا‬: ‫ل‬
َِ ‫ل قَا‬ ُ ‫صلَّى للاِ َر‬
ُِ ‫س ْو‬ َ ُ‫للا‬ َ ‫سلَّ َِم‬
ِ ِ‫علَيْه‬ َ ‫و‬: ُِ َّ‫ َم َّرةِ مائ َ ِةَ ْاليَ ْومِ في أَت ُ ْوبُِ فَإني َوا ْست َ ْغف ُر ْوِهُ للاِ إلَى ت ُ ْوب ُْوا الن‬.
َ ‫اس يَآايُّ َها‬

Dari Agharr bin Yasar Al Muzani, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,”Hai
sekalian manusia! Taubatlah kalian kepada Allah dan mintalah ampun kepadaNya, karena sesungguhnya
aku bertaubat kepada Allah dalam sehari sebanyak seratus kali”[1]

MAKNA TAUBAT
Asal makna taubat ialah:

ِ‫ع‬ ُّ َِ‫الذَّ ْنبِ من‬.


ُ ‫الر ُج ْو‬

(kembali dari kesalahan dan dosa menuju kepada ketaatan). Berasal dari kata:

ِ‫َاب‬ َِ ‫عنِ َو َر َج َِع أَن‬


َ ‫َاب ب َم ْعنَى َو َمت َاباِ َوت َْوبَةِ ت َْوباِ يَت ُ ْوبُِ للاِ إلَى ت‬ َ ِ‫عةِ إلَى ال َم ْعصيَة‬ َّ
َ ‫الطا‬.

(orang yang bertaubat kepada Allah ialah, orang yang kembali dari perbuatan maksiat menuju
perbuatan taat).

ُ‫ الت َّ ْو َب ِة‬:ََ ‫اف‬ ُِ َ‫علَى َو ْال َع ْز ُِم َواْإل ْقال‬


ُِ ‫ع َوالنَّ َد ُِم اْإلعْت َر‬ ِ َ ‫سانُِ يُ َعاو َِد أ‬
َ َّ‫ل‬ َ ‫ا ْقت ََرفَ ِهُ َما اْإل ْن‬.

(seseorang dikatakan bertaubat, kalau ia mengakui dosa-dosanya, menyesal, berhenti dan berusaha
untuk tidak mengulangi perbuatan itu).[2]

SYARAH HADITS
Tidak ada khilaf (perbedaan pendapat) di antara ulama tentang wajibnya taubat. Bahkan taubat adalah
fardhu ‘ain yang harus dilakukan oleh setiap muslim dan muslimah.

Ibnu Qudamah Al Maqdisi (wafat th. 689 H.) rahimahullah berkata,”Para ulama telah ijma’ tentang
wajibnya taubat, karena sesungguhnya dosa-dosa membinasakan manusia dan menjauhkan manusia
dari Allah. Maka, wajib segera bertaubat.”[3]

Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kita untuk bertaubat, dan perintah ini merupakan perintah
wajib yang harus segera dilaksanakan sebelum ajal tiba. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “: …Dan
bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman agar kamu beruntung. (An Nur
: 31). Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang benar (ikhlas) … (At
Tahrim : 8). Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Rabb-mu dan bertaubat kepadaNya, (jika
kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus)
kepadamu, hingga pada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberikan kepada tiap-tiap orang
yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sungguh aku takut,
kamu akan ditimpa siksa hari Kiamat. (Hud : 3).
Taubat wajib dilakukan dengan segera, tidak boleh ditunda. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah
berkata,”Sesungguhnya segera bertaubat kepada Allah dari perbuatan dosa hukumnya adalah wajib
dilakukan dengan segera dan tidak boleh ditunda.”[4]

Imam An Nawawi rahimahullah berkata,”Para ulama telah sepakat, bahwa bertaubat dari seluruh
perbuatan maksiat adalah wajib; wajib dilakukan dengan segera dan tidak boleh ditunda, apakah itu
dosa kecil atau dosa besar.”[5]

Kesalahan dan dosa-dosa yang dilakukan oleh manusia banyak sekali. Setiap hari, manusia pernah
berbuat dosa, baik dosa kecil maupun dosa besar, baik dosa kepada Khaliq (Allah Maha Pencipta)
maupun dosa kepada makhlukNya. Setiap anggota tubuh manusia pernah melakukan kesalahan dan
dosa. Mata sering melihat yang haram, lidah sering bicara yang tidak benar, berdusta, melaknat, sumpah
palsu, menuduh, membicarakan aib sesama muslim (ghibah), mencela, mengejek, menghina, mengadu-
domba, memfitnah, dan lain-lain. Telinga sering mendengarkan lagu dan musik yang jelas bahwa
hukumnya haram, tangan sering menyentuh perempuan yang bukan mahram, mengambil barang yang
bukan miliknya (ghasab), mencuri, memukul, bahkan membunuh, atau melakukan kejahatan lainnya.
Kaki pun sering melangkah ke tempat-tempat maksiat dan dosa-dosa lainnya. Dosa dan kesalahan akan
berakibat keburukan dan kehinaan bagi pelakunya, baik di dunia maupun di akhirat, bila orang itu tidak
segera bertaubat kepada Allah.

Setiap muslim dan muslimah pernah berbuat salah, baik dia sebagai orang awam maupun seorang
ustadz, da’i, pendidik, kyai, atau pun ulama. Karena itu, setiap orang tidak boleh lepas dari istighfar
(minta ampun kepada Allah) dan selalu bertaubat kepadaNya, sebagaimana yang dilakukan oleh
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Setiap hari beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memohon ampun kepada Allah sebanyak seratus kali.
Bahkan dalam suatu hadits disebutkan, bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta ampun
kepada Allah seratus kali dalam satu majelisnya.

ِ‫ع‬
‫ن‬ َ ِ‫ع َم َِر ابْن‬ َِ ‫ن قَا‬
ُ ‫ل‬ ُ ‫صلَّى للاِ ل َر‬
ِْ ‫س ْولِ لَنَعُ ُِّد ُكنَّا إ‬ ِ ِ‫علَيْه‬
َ ُ‫للا‬ َ ‫ َم َّرةِ مائ َ ِةَ ْال َواحدِ ْال َمجْ لسِ في َو‬، ِ‫ي َوتُبِْ ا ْغف ْرلي َرب‬
َ ‫سلَّ َِم‬ َ َِ‫ت ََّوابُِ أ َ ْنتَِ إنَّك‬
َِّ َ‫عل‬
‫الرح ْي ُِم‬.
َّ

“Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata,”Kami pernah menghitung di satu majelis Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bahwa seratus kali beliau mengucapkan, ‘Ya Rabb-ku, ampunilah aku dan aku bertaubat
kepadaMu, sesungguhnya Engkau Maha menerima taubat lagi Maha Penyayang’.”[6]

Jika seorang muslim dan muslimah pernah berbuat dosa-dosa besar atau dosa yang paling besar, maka
segeralah bertaubat. Tidak ada kata terlambat dalam masalah taubat, pintu taubat selalu terbuka
sampai matahari terbit dari barat.
Dalam sebuah hadits dari Abu Musa ‘Abdullah bin Qais Al Asy’ari Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

ُِ ‫س‬
ِ‫ط للاَِ إ َّن‬ ُ ‫ب باللَّيْلِ يَ َدِهُ يَ ْب‬
َِ ‫ئ ليَت ُ ِْو‬ ُِ ‫س‬
ُِ ‫ط النَّ َهارِ ُمسي‬ ُ ‫ب بالنَّ َهارِ يَ َدِهُ َويَ ْب‬ ُِ ‫س ت َْطلُ َِع َحتَّى اللَّيْلِ ُمسي‬
َِ ‫ئ ليَت ُ ْو‬ ِْ ‫ َم ْغرب َها م‬.
َّ ‫ن ال‬
ُِ ‫ش ْم‬

“Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala selalu membuka tanganNya di waktu malam untuk
menerima taubat orang yang melakukan kesalahan di siang hari, dan Allah membuka tanganNya pada
siang hari untuk menerima taubat orang yang melakukan kesalahan di malam hari. Begitulah, hingga
matahari terbit dari barat” [7]
Hadits ini dan hadits-hadits yang lainnya menunjukkan, bahwasanya Allah Azza wa Jalla senantiasa
memberi ampunan di setiap waktu dan menerima taubat setiap saat. Dia selalu mendengar suara
istighfar dan mengetahui taubat hambaNya, kapan saja dan dimana saja. Oleh karena itu, jika manusia
mengabaikan perkara taubat ini dan lengah dalam menggunakan kesempatan untuk mencapai
keselamatan, maka rahmat Allah nan luas itu akan berbalik menjadi malapetaka, kesedihan dan
kepedihan di padang mahsyar. Hal ini tak ubahnya seseorang yang sedang kehausan, padahal di
hadapannya ada air bersih, namun ia tidak dapat menjamahnya, hingga datanglah maut menjemput
sesudah merasakan penderitaan haus tersebut. Begitulah gambaran orang-orang kafir dan orang-orang
yang durhaka. Pintu rahmat sebenarnya terbuka lebar, tetapi mereka enggan memasukinya. Jalan
keselamatan sudah tersedia, namun mereka tetap berjalan di jalan kesesatan.

Dan apabila tanda-tanda Kiamat besar telah tampak, yakni matahari sudah terbit dari barat. Kematian
sudah di ambang pintu, yakni nyawa sudah berada di tenggorokan, maka taubat tidak lagi diterima.
Wal’iyadzubillah.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

ِ‫ظ ُرونَِ ه َْل‬ ُ ‫ل َي ْن‬


َِّ ‫ن إ‬ِْ َ ‫ي أ َ ِْو ْال َم َالئ َك ِةُ ت َأْت َي ُه ُِم أ‬
َِ ‫ي أ َ ِْو َربُّكَِ َيأْت‬ َِ ‫ض َيأْت‬
ُِ ‫ض َيأْتي َي ْو َِم َ َربكَِ آ َياتِ َب ْع‬ َِ ‫ن لَ ِْم إي َمانُ َها نَ ْفسا َي ْنفَ ُِع‬
ُِ ‫ل َربكَِ آ َياتِ َب ْع‬ ِْ ‫آ َمنَتِْ ت َ ُك‬
ْ‫ن‬
ِ‫لم‬ َ َ
ُِ ‫سبَتِْ أ ِْو ق ْب‬ ُ
َ ‫ُمنت َظ ُرونَِ إنا انت َظ ُروا قلِ َ َخيْرا إي َمان َها في َك‬ ْ َّ ْ

” Yang mereka nanti-nanti tidak lain hanyalah kedatangan malaikat kepada mereka (untuk mencabut
nyawa mereka), atau datangnya siksa Rabb-mu atau kedatangan beberapa ayat Rabb-mu. Pada hari
datangnya beberapa ayat Rabb-mu, maka iman seseorang sudah tidak lagi berguna, yang sebelumnya
itu tidak pernah beriman atau selama dalam imannya itu dia tidak pernah melakukan kebajikan.
Katakanlah: “Tunggullah, sesungguhnya Kami akan menunggu”. [Al An’am/6:158]

Dalam surat yang lain Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

ِ ‫س‬
‫ت‬ َ ‫ل ْال َم ْوتُِ أ َ َح َد ُه ُِم َح‬
َ ‫ض َِر إذَا َحتَّىِ السَّيئ َاتِ يَ ْع َملُونَِ للَّذينَِ الت َّ ْوبَ ِةُ َولَ ْي‬ َِ ‫عذَابا لَ ُه ِْم أ َ ْعت َ ْدنَا أُولَئكَِ َ ُكفَّارِ َو ُه ِْم يَ ُموتُونَِ الَّذينَِ َو‬
َِ ‫ل ْاْلنَِ تُبْتُِ إني قَا‬ َ
‫أَليما‬

“Taubat itu bukanlah bagi orang-orang yang berbuat kemaksiyatan, sehingga apabila kematian telah
datang kepada seseorang di antara mereka lalu ia berkata: “Sungguh sekarang ini aku taubat” dan tidak
(pula diterima taubat) orang-orang yang mati dalam keadaan kafir. Bagi mereka Kami sediakan siksa
yang pedih”. [An Nisa`/4 : 18].

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu ‘Abdirrahman ‘Abdullah bin ‘Umar bin Al Khaththab
Radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ُِ َ‫يُغ َْرغ ِْر لَ ِْم َما ْالعَبْدِ ت َْوبَ ِةَ يَ ْقب‬.


ِ‫ل للاَِ إ َّن‬

“Sesungguhnya Allah menerima taubat seorang hamba, selama (ruh) belum sampai di tenggorokan”.[8]

SYARAT-SYARAT TAUBAT
Para ulama menjelaskan syarat-syarat taubat yang diterima Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai berikut:
ُِ َ‫(اإل ْقال‬al iqla’u), orang yang berbuat dosa harus berhenti dari perbuatan dosa dan maksiat yang
1. َ‫ع‬
selama ini ia pernah lakukan.

2. ‫( النَِّ َد ُِم‬an nadamu), dia harus menyesali perbuatan dosanya itu.

3. ‫( ا َ ْلعَ ْز ُِم‬al ‘azmu), dia harus mempunyai tekad yang bulat untuk tidak mengulangi perbuatan itu.

4. Jika perbuatan dosanya itu ada hubungannya dengan orang lain, maka di samping tiga syarat di atas,
ditambah satu syarat lagi, yaitu harus ada pernyataan bebas dari hak kawan yang dirugikan itu. Jika yang
dirugikan itu hartanya, maka hartanya itu harus dikembalikan. Jika berupa tuduhan jahat, maka ia harus
meminta maaf, dan jika berupa ghibah atau umpatan, maka ia harus bertaubat kepada Allah dan tidak
perlu minta maaf kepada orang yang diumpat.[9]

Di samping syarat-syarat di atas, dianjurkan pula bagi orang yang bertaubat untuk melakukan shalat dua
raka’at yang dinamakan Shalat Taubat, berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Bakar
Radhiyallahu ‘anhu, bahwa ia mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

‫ن َما‬ِْ ‫ط َّه ُِر يَقُ ْو ُِم ث َُِّم ذَ ْنباِ يُ ْذنبُِ َر ُجلِ م‬


َ َ ‫صلى ث َُِّم فَيَت‬
َ ُ‫للا يَ ْست َ ْغف ُِر ث َُِّم ي‬
َِ َّ‫ل‬
ِ ‫غف ََِر إ‬ ِ ُ‫ظلَ ُم ْوا أ َ ِْو فَاحشَةِ فَ َعلُ ْوا إذَا َوالَّذيْنَِ( اْليَ ِةَ َهذَهِ قَ َرِأ َ ث َُِّم لَ ِه‬
َ ُ‫للا‬ َ ُ‫ذَك َُر ْوا أ َ ْنف‬
َ ‫س ُه ِْم‬
َ
َِ‫ستغَف َُر ْوا للا‬ َ ُ ُ
َ ‫لذن ْوبه ِْم فا‬.

“Jika seorang hamba berbuat dosa kemudian ia pergi bersuci (berwudhu’), lalu ia shalat (dua raka’at),
lalu ia mohon ampun kepada Allah (dari dosa tersebut), niscaya Allah akan ampunkan dosanya”.

Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat ini:

َِ‫ظلَ ُموا أ َ ِْو فَاحشَةِ فَعَلُوا إذَا َوالَّذين‬ َ ُ‫ّللا ذَك َُروا أ َ ْنف‬
َ ‫س ُه ِْم‬ ََِّ ‫ن لذُنُوبه ِْم فَا ْسِت َ ْغف َُروا‬ َِ ُ‫ل الذُّن‬
ِْ ‫وب يَ ْغف ُِر َو َم‬ َِّ ‫ّللاُ إ‬ َ ‫يَ ْعلَ ُمونَِ َو ُه ِْم فَعَلُوا َما‬
َِّ ‫علَىِ يُص ُّروا َولَ ِْم‬

“Dan orang-orang yang apabila mengejakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat
kepada Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka, dan siapa lagi yang dapat
mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu sedang
mereka mengetahui”. [Ali ‘Imran : 135].”[10]

TINGKATAN MANUSIA YANG BERTAUBAT KEPADA ALLAH[11]


Tingkatan Pertama : Yaitu orang yang istiqamah dalam taubatnya hingga akhir hayatnya. Ia tidak
berkeinginan untuk mengulangi lagi dosanya dan ia berusaha membereskan semua urusannya yang ia
pernah keliru (salah). Tetapi ada sedikit dosa-dosa kecil yang terkadang masih ia lakukan, dan memang
semua manusia tidak bisa lepas dari dosa-dosa kecil ini, namun ia selalu bersegera untuk beristighfar
dan berbuat kebajikan, ia termasuk orang sabiqun bil khairat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

َ ِ‫… للاِ بإ ْذنِ ب ْال َخي َْرات‬


… ‫سابقِ َومِْن ُه ِْم ُّم ْقت َصدِ َوم ْن ُهم‬

“Di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah ..” [Fathir/35 : 32)]

Taubatnya dikatakan taubat nashuha, yakni taubat yang benar dan ikhlas. Nafsu yang demikian
dinamakan nafsu muthmainnah.

Tingkatan Kedua : Yaitu orang yang menempuh jalannya orang-orang yang istiqamah dalam semua
perkara ketaatan dan menjauhkan semua dosa-dosa besar, tetapi ia terkena musibah, yaitu sering
melakukan dosa-dosa kecil tanpa sengaja. Setiap ia melakukan dosa-dosa itu, ia mencela dirinya sendiri
dan menyesali perbuatannya. Orang-orang ini akan mendapakan janji kebaikan dari Allah Subhanahu w
Ta’ala. Allah Azza wa Jalla berfirman :

َِ‫ش ْاإلثْمِ َك َبائ َِر َيجْ ت َنبُونَِ الَّذين‬


َِ ‫ل َو ْالف ََواح‬ َِّ ‫ْال َم ْغف َرةِ َواس ُِع َربَّكَِ إ‬
َِّ ‫ن َ اللَّ َم َِم إ‬

“(Yaitu) orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan
kecil. Sesungguhnya Rabb-mu Maha Luas ampunanNya…” [An Najm/53 : 32].

Dan nafsu yang demikian dinamakan nafsu lawwamah.

ِ‫اللَّ َّوا َمةِ بالنَّ ْفسِ َوْلأ ُ ْقس ُم‬

“Dan aku bersumpah dengan nafsu lawwamah (jiwa yang amat menyesali dirinya sendiri)”. [Al
Qiyamah/75: 2].

Tingkatan Ketiga : Orang yang bertaubat dan istiqamah dalam taubatnya sampai satu waktu, kemudian
suatu saat ia mengerjakan lagi sebagian dari dosa-dosa besar karena ia dikalahkan oleh syahwatnya.
Kendati demikian ia masih tetap menjaga perbuatan-perbuatan yang baik dan masih tetap taat kepada
Allah. Ia selalu menyiapkan dirinya untuk bertaubat dan berkeinginan agar Allah mengampuni dosa-
dosanya. Keadaan orang ini sebagaimana yang Allah firmankan:

ُ َ‫ع َمالِ َخل‬


َِ‫طوا بذُنُوبه ِْم ا ْعت ََرفُوا َوآخ َُرون‬ َ ‫صالحا‬
َ ‫َر‬
َِ ‫سيئا َوآخ‬
َ ‫سى‬
َ ‫ع‬
َ ُ‫ّللا‬
َِّ ‫ن‬ِْ َ ‫وب أ‬
َِ ُ ‫علَيْه ِْم يَت‬
َ َ‫ن‬ ََِّ ِ‫غفُور‬
َِّ ‫ّللا إ‬ َ ِ‫َرحيم‬

“Dan (ada pula) orang-orang lain yang mengakui dosa-dosa mereka, mereka mencampuradukkan
pekerjaan yang baik dengan pekerjaan lain yang buruk. Mudah-mudahan Allah menerima taubat
mereka, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. [At Taubah/9 : 102].

Nafsu inilah yang disebut nafsu mas-ulah

Tingkatan ketiga ini berbahaya, karena bisa jadi ia menunda taubatnya dan mengakhirkannya. Bahkan
ada kemungkinan, sebelum ia berkesempatan untuk bertaubat, Malaikat Maut telah diperintah Allah k
untuk mencabut ruhnya, sedangkan amal-amal manusia dihisab menurut akhir kehidupan manusia,
menjelang mati.

Tingkatan Keempat : Yaitu orang yang bertaubat, tetapi taubatnya hanya sementara waktu saja,
kemudian ia kembali lagi melakukan dosa-dosa dan maksiat, tidak peduli terhadap perintah-perintah
dan larangan-larangan Allah, serta tidak ada rasa menyesal terhadap dosa-dosanya. Nafsu sudah
menguasai kehidupannya serta selalu menyuruh kepada perbuatan-perbuatan yang jelek. Ia termasuk
orang yang terus-menerus dalam perbuatan dosa. Bahkan ia sudah sangat benci kepada orang-orang
yang berbuat baik, dan malah menjauhinya. Nafsu yang demikian ini dinamakan nafsul ammarah. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

ُِ ‫ن َ نَ ْفسي أُبَر‬
‫ئ َو َما‬ َِّ ‫س إ‬ َ ‫ل بالسُّوءِ َأل َ َّم‬
َِ ‫ارةِ النَّ ْف‬ َِّ ‫ن َ َربي َرح َِم َما إ‬
َِّ ‫غفُورِ َربي إ‬
َ ِ‫َرحيم‬

“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh
kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Rabb-ku. Sesungguhnya Rabb-ku Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang”. [Yusuf/12 : 53].
Tingkatan keempat ini sangat berbahaya, dan bila ia mati dalam keadaan demikian, maka ia termasuk
su’ul khatimah (akhir kehidupan yang jelek).

JANJI ALLAH KEPADA ORANG YANG BERTAUBAT DAN ISTIQAMAH DALAM TAUBATNYA
1. Taubat menghapuskan dosa-dosa, seolah-olah ia tidak berdosa.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ُِ‫ن الذَّ ْنبِ منَِ التَّائب‬


ِْ ‫لَ َك َم‬ َِ ‫لَ ِهُ ذَ ْن‬.
ِ ‫ب‬

“Orang yang bertaubat dari dosa seolah-olah ia tidak berdosa”.[12]

Allah Azza wa Jalla berfirman:

ِ‫ن إ َّل‬
ِْ ‫َاب َم‬
َِ ‫ل َوآ َمنَِ ت‬
َِ ‫عم‬
َ ‫ع َمالِ َو‬ َ َِ‫ل فَأُولَئك‬
َ ‫صالحا‬ ُِ ‫ّللاُ يُبَد‬
َِّ ‫سيئ َاته ِْم‬
َ ِ‫سنَات‬ َِّ ‫غفُورا‬
َ ‫ّللاُ َوكَانَِ َ َح‬ َ ‫َرحيما‬

“Kecuali orang-orang yang bertaubat beriman dan beramal shalih, maka Allah akan ganti kejahatan
mereka dengan kebajikan. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” [Al Furqan/25 : 70].

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

ِ‫س ْيئ َاتِ منَِ أ َ ْكث َ ُر ْوا لَ ِْو أ َ ْق َوامِ لَ َيت َ َم َّن َي َّن‬
َّ ‫ل الَّذيْنَِ ال‬ ِ ‫ع َِّز‬
َِ ‫للاُ َب َّد‬ َِّ ‫سيِئ َاته ِْم َو َج‬
َ ‫ل‬ َ ِ‫سنَات‬
َ ‫ َح‬.

“Sesungguhnya ada beberapa kaum bila mereka banyak berbuat kesalahan-kesalahan, mereka bercita-
cita menjadi orang-orang yang Allah Azza wa Jalla mengganti kesalahan-kesalahan mereka dengan
kebajikan”.[13]

2. Allah berjanji menerima taubat mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

ِ‫ن َي ْعلَ ُموا أ َ َل ْم‬


َِّ َ ‫ّللا أ‬ ُِ ‫ن الت َّ ْو َب ِةَ َي ْق َب‬
ََِّ ‫ل ه َُِو‬ َ ِ‫ص َدقَاتِ َو َيأ ْ ُخ ِذُ ع َباده‬
ِْ ‫ع‬ َِّ َ ‫ّللا َوأ‬
َّ ‫ن ال‬ ََِّ ‫الرحي ُِم الت َّ َّوابُِ ه َُِو‬
َّ

“Tidaklah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima taubat dari hamba-hambaNya dan
menerima zakat, dan bahwasanya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang” [At Taubah/9 :
104]

Juga firmanNya:

‫ن لَغَفَّارِ َوإني‬
ِْ ‫َاب ل َم‬
َِ ‫ل َوآ َمنَِ ت‬
َِ ‫عم‬ َ ‫ا ْهت َ َدىِ ث َُِّم‬
َ ‫صالحا َو‬

“Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman dan beramal shalih,
kemudian tetap (istiqamah) di jalan yang benar”.[Thaha/20 : 82].

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

ِ‫َاب َم ْن‬ َِ ‫ن قَ ْب‬


َِ ‫ل ت‬ ْ ‫ست‬
ِْ َ ‫َطلُ َِع أ‬ ِْ ‫َاب َم ْغرب َها م‬
َّ ‫ن ال‬
ُِ ‫ش ْم‬ ِ ِ‫علَيْه‬
َِ ‫للاُ ت‬ َ .

“Barangsiapa taubat sebelum matahari terbit dari barat, maka Allah akan menerima taubatnya”.[14]
3. Orang yang istiqamah dalam taubatnya adalah sebaik-baik manusia.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

َّ ‫ْر خ‬
ِ‫َطاءِ آ َد َِم بَني ُك ُّل‬ َّ ‫الت َّ َّواب ُْونَِ ْالخ‬.
ُِ ‫َطائيْنَِ َو َخي‬

“Setiap anak Adam pasti berbuat salah dan sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah yang
bertaubat” [15].

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

َِّ َ ‫يُ ْذنب ُْوا لَ ِْم ْالعبَا َِد أ‬، َِ‫للاُ لَ َخلَق‬
ِ‫ن لَ ْو‬ ِ ‫خ ْلقا‬
َِ َِ‫يَ ْست َ ْغف ُر ْونَِ ث َُِّم يُ ْذنب ُْون‬، ‫الرح ْي ُِم ْالغَفُ ْو ُِر َوه َُِو لَ ُه ِْم يَ ْغف ُِر ث َُِّم‬.
َّ

“Seandainya hamba-hamba Allah tidak berbuat dosa, niscaya Allah akan menciptakan makhluk yang
berbuat dosa kemudian mereka istighfar (minta ampun kepada Allah), kemudian Allah mengampuni
dosa mereka dan Dia adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.[16]

TERAPI MUJARAB AGAR BISA ISTIQAMAH DALAM TAUBAT DAN TIDAK TERUS-MENERUS BERBUAT DOSA
DAN MAKSIAT
Setiap penyakit ada obatnya dan setiap penyakit ada ahli yang dapat menangani untuk
menyembuhkannya. Obat penyakit-penyakit badan dan anggota tubuh manusia bisa diserahkan kepada
dokter, tetapi penyakit hati hanya bisa diobati dengan kembali kepada agama yang benar.

Hati yang lalai merupakan pokok segala kesalahan. Dan penyakit hati ini lebih banyak dari penyakit
badan, karena orang tersebut tidak merasa bahwa dirinya sedang sakit. Akibat yang ditimbulkan dari
penyakit ini, seolah-olah tidak dapat tampak di dunia. Oleh karena itu, obat yang mujarab bagi penyakit
ini, sesudah ia kembali ke agama yang benar ialah:

1. Mengingat ayat-ayat Allah Azza wa Jalla yang menakutkan dan mengerikan tentang siksa yang pedih
bagi orang yang berbuat dosa dan maksiat. Bacalah juz ‘Amma beserta artinya, dan sebaiknya
hafalkanlah.

2. Bacalah hikayat para nabi ‘alaihimush shalatu was salam bersama ummatnya dan para salafush shalih,
dan musibah-musibah yang menimpa mereka beserta ummatnya disebabkan dosa yang mereka
lakukan.

3. Ingatlah, bahwa setiap dosa dan maksiat berakibat buruk di dunia maupun akhirat.

4. Ingat dan perhatikanlah satu per satu ayat-ayat Al Qur`an dan hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam yang mengisahkan tentang siksa akibat perbuatan dosa, seperti dosa minum khamr, dosa riba,
dosa zina, dosa khianat, dosa ghibah, dosa membunuh, dan lain-lain.

5. Bacalah istighfar dan sayyidul istighfar setiap hari.


Sayyidul istighfar, do’a memohon ampun kepada Allah

ِ‫ي أ َ ْنتَِ اللَّ ُه َّم‬ ِ ‫ي أ َ ْنتَِ إ‬


ِ َ‫لَّ إلَ ِه‬
ِْ ‫لَ َرب‬ ِْ ‫ع ْبدُكَِ َوأَنَا َخلَ ْقت َن‬
َ ‫علَى َوأَنَا‬
َ َِ‫ع ْهدك‬ َ َ ‫ا ْست‬، ُ‫ن بكَِ أَع ُْو ِذ‬
َ َِ‫ط ْعتُِ َما َو َوعْدك‬ َ ، ‫ي بن ْع َمتكَِ لَكَِ أَب ُْو ُِء‬
ِْ ‫صنَ ْعتُِ َما شَرِ م‬ َِّ َ‫عل‬
َ
َ
‫ي َوأب ُْو ُِء‬ ِْ ‫ي بذَ ْنب‬
ِْ ‫لَ فَإنَّ ِه ُ فَا ْغف ْرل‬
ِ ‫ب يَ ْغف ُِر‬ ُّ
َِ ‫لَّ الذنُ ْو‬ َ
ِ ‫أ ْنتَِ إ‬.
“Ya Allah, Engkau adalah Rabb-ku, tidak ada ilah (yang berhak diibadahi dengan benar) kecuali Engkau,
Engkau-lah yang menciptakanku. Aku adalah hambaMu. Aku akan setia pada perjanjianku denganMu
semampuku. Aku berlindung kepadaMu dari kejelekan (apa) yang telah kuperbuat. Aku mengakui
nikmatMu (yang diberikan) kepadaku, dan aku mengakui dosaku. Oleh karena itu, ampunilah aku.
Sesungguhnya tidak ada yang dapat mengampuni dosa kecuali Engkau”.[17]

Do’a memohon ampunan dan rahmat Allah

‫ص ْرنَا أ َ ْق َدا َمنَا َوثَبتِْ أ َ ْمرنَا في َوإس َْرافَنَا ذُنُوبَنَا لَنَا ا ْغف ِْر َربَّنَا‬ َ ِ‫ْالكَافرينَِ ْالقَ ْوم‬
ُ ‫علَى َوان‬

“Ya Rabb kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tin-dakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam
urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir”.[Ali ‘Imran :
147].

َ ‫سنَا‬
‫ظلَ ْمنَا َربَّنَا‬ َِّ ‫ْالخَاسرينَِ منَِ لَنَ ُكون‬
َ ُ‫َن َوت َْر َح ْمنَا لَنَا ت َ ْغف ِْر لَّ ِْم َوإن أَنف‬

“Ya Rabb kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan
memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi”.[Al A’raf : 23].

FIQHUL HADITS
Pelajaran yang dapat diambil dari hadits dalam pembahasan ini ialah:
1. Setiap manusia pernah berbuat dosa dan kesalahan.
2. Kita wajib bertaubat dan meninggalkan semua sifat yang tercela.
3. Bertaubat wajib dengan segera, tidak boleh ditunda.
4. Beristighfar dan bertaubat itu hendaknya dilakukan dengan sungguh-sungguh dan berusaha
mengadakan ishlah (perbaikan).
5. Pintu taubat masih tetap terbuka siang dan malam.
6. Allah Azza wa Jalla tidak akan menerima taubat, apabila ruh sudah berada di tenggorokan, dan
apabila matahari telah terbit dari barat (hari Kiamat).
7. Nabi Muhammad n setiap hari beristighfar dan bertaubat.
8. Allah Subhanahu wa Ta’ala cinta kepada orang-orang yang bertaubat. Allah Azza wa Jalla berfirman.

َ َ ‫ْال ُمت‬
ََِّ ُِّ‫طهرينَِ َويُحبُِّ الت َّ َّوابينَِ يُحب‬
ِ‫ّللا إ َّن‬

“… Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang
mensucikan diri” [Al Baqarah/2 : 222].

Wallahu a’lamu bish shawab.

Maraji`:
1. Tafsir Ibnu Katsir, Cet. Darus Salam.
2. Shahih Bukhari dan syarahnya Fathul Bari, Cet. Darul Fikr.
3. Shahih Muslim, dan Syarah Muslim Lil Imam An Nawawi.
4. Sunan Abu Daud.
5. Jami’ At Tirmidzi.
6. Sunan An Nasa-i.
7. Sunan Ibnu Majah.
8. Musnad Ahmad.
9. Al Mu’jamul Kabir, oleh Ath Thabrani.
10. Riyadhush Shalihin, oleh Imam An Nawawi.
11. Mukhtashar Minhajul Qashidin, oleh Ibnu Qudamah Al Maqdisi, tahqiq Syaikh ‘Ali Hasan.
12. Madarijus Salikin, oleh Ibnul Qayyim, Cet. Darul Hadits, Kairo.
13. Shahih Jami’ush Shaghir, oleh Imam Al Albani.
14. Silsilah Ahadits Ash Shahihah, oleh Imam Al Albani.
15. Shahih Al Wabilish Shayyib Minal Kalimith Thayyib, oleh Ibnul Qayyim, tahqiq dan takhrij Syaikh
Salim bin ‘Id Al Hilali.
16. Mu’jamul Wasith, dan kitab lainnya.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi Khusus/Tahun IX/1426H/2005M. Penerbit Yayasan Lajnah
Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_______
Footnote
[1]. Hadits shahih riwayat Muslim, no. 2702 (42), Syarah Muslim, oleh Imam An Nawawi (XVII/24-25).
Diriwayatkan juga oleh Ahmad (IV/211), Abu Dawud (no. 1515), Al Baghawi (no. 1288) dan Ath Thabrani
dan Al Mu’jamul Kabir (no. 883).
[2]. Lihat Fat-hul Bari (XI/103), Al Mu’jamul Wasith, Bab Taa-ba (I/90).
[3]. Mukhtashar Minhajul Qashidin, hlm. 322, tahqiq Syaikh ‘Ali Hasan.
[4]. Madarijus Salikin (I/297), Cet. Darul Hadits, Kairo.
[5]. Syarah Shahih Muslim (XVII/59).
[6]. HR At Tirmidzi )no. 3434), Abu Dawud (no. 1516), Ibnu Majah (no. 3814). Lihat Shahih Sunan At
Tirmidzi (III/153 no. 2731), lafazh ini milik Abu Dawud.
[7]. HR Muslim (no. 2759).
[8]. Hadits shahih riwayat At Tirmidzi (no. 3537), Al Hakim (IV/257), Ibnu Majah (no. 4253). Lafazh hadits
ini menurut Imam At Tirmidzi.
[9]. Lihat Riyadhush Shalihin, Bab Taubat (hlm. 24-25) dan Shahih Al Wabilush Shayyib (hlm. 272-273).
[10]. Hadits hasan riwayat At Tirmidzi (no. 406), Ahmad (I/10), Abu Dawud (no. 1521), Ibnu Majah (no.
1395), Abu Dawud Ath Thayalisi (no. 1 dan 2) dan Abu Ya’la (no. 12 dan 15). Lihat Tafsir Ibnu Katsir
(I/438), Cet. Darus Salam.
[11]. Lihat Mukhtashar Minhajul Qashidin (hlm. 335-336), oleh Ibnu Qudamah Al Maqdisi, tahqiq Syaikh
‘Ali bin Hasan bin ‘Ali ‘Abdul Hamid.
[12]. HR Ibnu Majah (no. 4250), dari Ibnu Mas’ud z . Lihat Shahih Jami’ush Shaghir (no. 3008).
[13]. Hadits hasan riwayat Al Hakim (IV/252), dari sahabat Abu Hurairah. Lihat Shahih Jami’ush Shaghir
(no. 5359), dari sahabat Abu Hurairah.
[14]. Hadits shahih riwayat Muslim (no. 2703), dari sahabat Abu Hurairah.
[15]. Hadits hasan riwayat Ahmad (III/198), At Tirmidzi (no. 2499), Ibnu Majah (no. 4251) dan Al Hakim
(IV/244). Lihat Shahih Jami’ush Shaghir (no. 4515), dari sahabat Anas.
[16]. Hadits shahih riwayat Al Hakim (IV/246), dari Abu ‘Abdirrahman ‘Abdullah bin ‘Umar bin Al
Khaththab. Lihat Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah (no. 967-970).
[17]. HR Al Bukhari (no. 6306, 6323), Ahmad (IV /122-125) dan An Nasa-i (VIII/279-280).

Anda mungkin juga menyukai