Anda di halaman 1dari 4

Kesembilan:

PILAR-PILAR IBADAH DALAM ISLAM

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

Ahlus Sunnah wal Jama’ah sepakat bahwa manusia diciptakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk
beribadah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya serta meneladani Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Maka, setiap Muslim dan Muslimah harus mengetahui hakikat ibadah yang sebenarnya agar
amalan yang dikerjakannya diberikan ganjaran kebaikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

A. Definisi Ibadah
Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk. Sendangkan menurut syara’
(terminologi), ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu. Definisi itu antara
lain adalah:

1. Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para Rasul-Nya.

2. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu tingkatan tunduk yang paling tinggi
disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi.

3. Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang di-cintai dan diridhai Allah Azza wa Jalla, baik
berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin. Inilah definisi yang paling lengkap.

Ibadah terbagi menjadi ibadah hati, lisan dan anggota badan. Rasa khauf (takut), raja’ (mengharap),
mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang), dan rahbah (takut) adalah ibadah
qalbiyyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan tasbih, tahlil, takbir, tahmid dan syukur dengan lisan
dan hati adalah ibadah lisaniyyah qalbiyyah (lisan dan hati). Sedangkan shalat, zakat, haji, dan jihad
adalah ibadah badaniyyah qalbiyyah (fisik dan hati). Serta masih banyak lagi macam-macam ibadah yang
berkaitan dengan amalan hati, lisan dan badan.

Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia.

Allah Ta’ala berfirman:

ُ ُ
ُ‫اق ُذو ْالقُوَّ ِة ْال َمتِين‬ ِ ‫ُون َما أ ِري ُد ِم ْن ُه ْم مِنْ ِر ْز ٍق َو َما أ ِري ُد أَنْ ي ُْط ِعم‬
ُ ‫ُون إِنَّ هَّللا َ ه َُو الرَّ َّز‬ َ ‫ت ْال ِجنَّ َواإْل ِ ْن‬
ِ ‫س إِاَّل لِ َيعْ ُبد‬ ُ ‫َو َما َخلَ ْق‬

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak
menghendaki rizki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi makan
kepada-Ku. Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha Pemberi rizki Yang mempunyai kekuatan lagi sangat
kokoh.” [Adz-Dzaariyaat: 56-58]

Allah Azza wa Jalla memberitahukan bahwa hikmah penciptaan jin dan manusia adalah agar mereka
melaksanakan ibadah hanya kepada Allah Azza wa Jalla. Dan Allah Mahakaya, tidak membutuhkan
ibadah mereka, akan tetapi merekalah yang membutuhkannya; karena ketergantungan mereka kepada
Allah, maka barangsiapa yang menolak beribadah kepada Allah, ia adalah sombong. Barang-siapa yang
beribadah kepada-Nya tetapi dengan selain apa yang disyari’atkan-Nya, maka ia adalah mubtadi’ (pelaku
bid’ah). Dan barangsiapa yang beribadah kepada-Nya hanya dengan apa yang disyari’atkan-Nya, maka ia
adalah mukmin muwahhid (yang mengesakan Allah).

B. Pilar-Pilar ‘Ubudiyyah Yang Benar


Sesungguhnya ibadah itu berlandaskan pada tiga pilar, yaitu: hubb (cinta), khauf (takut), raja’ (harapan).

Rasa cinta harus dibarengi dengan rasa rendah diri, sedangkan khauf harus dibarengi dengan raja’.
Dalam setiap ibadah harus terkumpul unsur-unsur ini. Allah berfirman tentang sifat hamba-hamba-Nya
yang mukmin:

‫ُي ِح ُّب ُه ْم َو ُي ِحبُّو َن ُه‬

“Dia mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya.” [Al-Maa-idah: 54]

ِ ‫ِين آ َم ُنوا أَ َش ُّد ُح ًّبا هَّلِل‬


َ ‫َوالَّذ‬

“Sedangkan orang-orang yang beriman mereka sangat besar cintanya kepada Allah.” [Al-Baqarah: 165]

‫ِين‬ ِ ‫ُون فِي ْال َخي َْرا‬


َ ‫ت َو َي ْدعُو َن َنا َر َغبًا َو َر َهبًا ۖ َو َكا ُنوا لَ َنا َخاشِ ع‬ ِ ‫إِ َّن ُه ْم َكا ُنوا ي َُس‬
َ ‫ارع‬

“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) kebaikan dan
mereka berdo’a kepada Kami dengan penuh harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang
khusyu’ kepada Kami.” [Al-Anbiya’: 90]

Sebagian Salaf berkata[1]: “Barangsiapa yang beribadah kepada Allah hanya dengan rasa cinta, maka ia
adalah zindiq [2], barangsiapa yang beribadah kepada-Nya hanya dengan raja’, maka ia adalah murji’ [3].
Dan barangsiapa yang beribadah kepada-Nya hanya dengan khauf, maka ia adalah haruriy [4].
Barangsiapa yang beribadah kepada-Nya dengan hubb, khauf, dan raja’, maka ia adalah mukmin
muwahhid.”

C. Syarat Diterimanya Ibadah


Ibadah adalah perkara tauqifiyah, yaitu tidak ada suatu bentuk ibadah yang disyari’atkan kecuali
berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah. Apa yang tidak disyari’atkan berarti bid’ah mardudah (bid’ah
yang ditolak) sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

‫ْس َعلَ ْي ِه أَ ْم ُر َنا َفه َُو َر ٌّد‬


َ ‫ َمنْ َع ِم َل َع َمالً لَي‬.

“Barangsiapa yang beramal tanpa adanya tuntutan dari kami, maka amalan tersebut tertolak.” [5]

Agar bisa diterima, ibadah disyaratkan harus benar. Dan ibadah itu tidak bisa benar kecuali dengan
adanya dua syarat:

1. Ikhlas karena Allah semata, bebas dari syirik besar dan kecil.

2. Ittiba’, sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Syarat yang pertama merupakan konsekuensi dari syahadat laa ilaaha illallaah, karena ia mengharuskan
ikhlas dalam beribadah hanya untuk Allah dan jauh dari syirik kepada-Nya. Sedangkan syarat kedua
adalah konsekuensi dari syahadat Muhammad Rasulullah, karena ia menuntut wajibnya taat kepada
Rasul, mengikuti syari’atnya dan meninggalkan bid’ah atau ibadah-ibadah yang diada-adakan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

َ ‫َبلَ ٰى َمنْ أَسْ لَ َم َوجْ َه ُه هَّلِل ِ َوه َُو مُحْ سِ نٌ َفلَ ُه أَجْ ُرهُ عِ ْن َد َر ِّب ِه َواَل َخ ْوفٌ َعلَي ِْه ْم َواَل ُه ْم َيحْ َز ُن‬
‫ون‬

“(Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat
kebajikan, maka baginya pahala di sisi Rabb-nya dan pada diri mereka tidak ada rasa takut dan tidak
(pula) mereka bersedih hati.” [Al-Baqarah: 112]

“… ‫“ أَسْ لَ َم َوجْ َه ُه‬Menyerahkan diri,” artinya memurnikan ibadah kepada Allah   ٌ‫“ َوه َُو مُحْ سِ ن‬Berbuat
kebajikan,” artinya mengikuti Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan: “Inti agama ada dua pilar yaitu kita tidak
beribadah kecuali hanya kepada Allah, dan kita tidak beribadah kecuali dengan apa yang Dia syari’atkan,
tidak dengan bid’ah.”

Sebagaimana Allah berfirman:

‫صالِحً ا َواَل ُي ْش ِركْ ِب ِع َبا َد ِة َر ِّب ِه أَ َح ًدا‬


َ ‫ان َيرْ جُو لِ َقا َء َر ِّب ِه َف ْل َيعْ َم ْل َع َماًل‬
َ ‫َف َمنْ َك‬

“… Maka barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya maka hendaknya ia mengerjakan amal
shalih dan janganlah ia mempersekutukan sesuatu pun dalam beribadah kepada Rabb-nya.” [Al-Kahfi:
110]

Yang demikian adalah manifestasi (perwujudan) dari dua kalimat syahadat Laa ilaaha illallaah,
Muhammad Rasuulullaah.

Pada yang pertama, kita tidak beribadah kecuali kepada-Nya. Pada yang kedua, bahwasanya
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah utusan-Nya yang menyampaikan ajaran-Nya. Maka kita
wajib membenarkan dan mempercayai beritanya serta mentaati perintahnya. Beliau Shallallahu ‘alaihi
wa sallam telah menjelaskan bagaimana cara kita beribadah kepada Allah, dan beliau Shallallahu ‘alaihi
wa sallam melarang kita dari hal-hal baru atau bid’ah. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan
bahwa semua bid’ah itu sesat.[6]

Ibadah di dalam Islam tidak disyari’atkan untuk mempersempit atau mempersulit manusia, dan tidak
pula untuk menjatuhkan mereka di dalam kesulitan. Akan tetapi ibadah itu disyari’atkan untuk berbagai
hikmah yang agung, kemashlahatan besar yang tidak dapat dihitung jumlahnya. Pelaksanaan ibadah
dalam Islam semua adalah mudah.

Di antara keutamaan ibadah bahwasanya ibadah mensucikan jiwa, membersihkan hati, dan
mengangkatnya ke derajat tertinggi menuju kesempurnaan manusia.

[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas,
Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Po Box 7803/JACC 13340A Jakarta, Cetakan Ketiga 1427H/Juni
2006M]
_______
Footnote
[1]. Lihat al-‘Ubuudiyyah (hal. 161-162) oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, tahqiq: Syaikh ‘Ali bin Hasan
al-Halabi, Maktabah Daarul Ashaalah, th. 1416 H.
[2]. Zindiq adalah orang yang munafik, sesat dan mulhid.
[3]. Murji’ adalah orang murji’ah, yaitu golongan yang mengatakan bahwa amal bukan bagian dari iman,
iman hanya dalam hati.
[4]. Haruriy adalah orang dari golongan Khawarij yang pertama kali muncul di Harura’, dekat Kufah, yang
berkeyakinan bahwa orang mukmin yang berdosa besar adalah kafir.
[5]. HR. Al-Bukhari (no. 2697), Muslim (no. 1718 (18)) dan Ahmad (VI/146; 180; 256), dari hadits ‘Aisyah
Radhiyallahu anhuma
[6]. Lihat al-‘Ubuudiyyah (hal. 221-222) oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, tahqiq: ‘Ali Hasan ‘Ali ‘Abdul
Hamid.

Sumber: https://almanhaj.or.id/3261-pilar-pilar-ibadah-dalam-islam.html

Anda mungkin juga menyukai