Anda di halaman 1dari 4

Keenam belas:

AHLUS MENOLAK KEYAKINAN WAHDATUL WUJUD

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

Keyakinan wahdatul wujud[1] (meyakini bahwa semua yang ada ini hanya satu) dan i’tiqad bahwa Allah
menjelma (hulul) pada makhluk-Nya, maka semua keyakinan ini adalah kufur dan mengeluarkan
seseorang dari Islam.[2]

Keyakinan hululiyyah[3] dan ittihadiyyah[4] merupakan jenis kekufuran yang paling buruk. Sama halnya
dengan bentuk yang khusus seperti orang-orang yang berkeyakinan bahwa Allah Azza wa Jalla menitis
kepada ‘Isa Alaihissallam, kepada ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu dan sebagian anak cucunya,
kepada sebagian raja-raja atau syaikh-syaikh, dan orang yang memiliki bentuk fisik yang indah, atau yang
lainnya dari perkataan yang lebih parah kesesatannya dari per-kataan kaum Nasrani.

Orang-orang yang berkeyakinan sesat tersebut berpendapat bahwa hulul dan ittihadnya Allah adalah
dalam segala perwujudan hingga meliputi anjing, babi, atau benda-benda najis. Hal tersebut seperti
keyakinan orang-orang Jahmiyah dan orang-orang yang mengikuti keyakinan tersebut, seperti Ibnu
‘Arabi, Ibnu Sab’in, Ibnul Faridh, Tilmisani, Balyani, dan selainnya. -Mahasuci Allah dari apa yang mereka
sifatkan-.

Sedangkan jalan para Nabi dan orang-orang yang mengikuti-nya dari orang-orang Mukmin,
berkeyakinan bahwa Allah adalah Yang menciptakan alam semesta, Rabb Penguasa langit dan bumi
serta apa-apa yang ada di antara keduanya, Rabb Pemilik ‘Arsy yang agung, dan seluruh makhluk adalah
hamba-Nya dan semuanya butuh kepada-Nya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

‫َيا أَ ُّي َها ال َّناسُ أَ ْن ُت ُم ْالفُ َق َرا ُء إِلَى هَّللا ِ ۖ َوهَّللا ُ ه َُو ْال َغنِيُّ ْال َحمِي ُد‬

“Wahai manusia, kamulah yang membutuhkan Allah; dan Allah Dia-lah Yang Maha Kaya (tidak
memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.” [Al-Faathir: 15]

Juga firman-Nya Subhanahu wa Ta’la:

َّ ‫هَّللا ُ ال‬
‫ص َم ُد‬

“Allah adalah Ilah yang bergantung kepada-Nya segala urusan.” [Al-Ikhlash: 2]

Allah Subhanahu wa Ta’ala berada di atas langit, bersemayam di ‘Arsy-Nya, berpisah dari makhluk-Nya.
Meskipun demikian Allah tetap bersama para makhluk-Nya di mana pun mereka berada. Sebagaimana
firman Allah dalam surat al-Hadiid di atas.[5]

[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas,
Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Po Box 7803/JACC 13340A Jakarta, Cetakan Ketiga 1427H/Juni
2006M]
_______
Footnote
[1]. Inilah penamaan yang lebih tepat (dengan huruf wawu difat-hah) menurut kaidah bahasa Arab,
walaupun lafazh yang lebih masyhur adalah wihdatul wujud.
[2]. Lihat Mujmal Ushuul Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah fil ‘Aqiidah (hal. 10).
[3]. Hululiyyah adalah salah satu keyakinan Tashawwuf yang meyakini bahwa Allah menitis kepada
makhluk-Nya.
[4]. Ittihadiyyah yaitu keyakinan bahwa Allah menyatu dengan makhluk-Nya.
[5]. Lihat Majmuu’ Fataawaa Syaikhil Islaam Ibni Taimiyyah (III/393).

Ketujuh belas:
AHLUS SUNNAH MENGIMANI TENTANG AN-NUZUL (TURUNNYA ALLAH KE LANGIT DUNIA)[1]

Ahlus Sunnah wal Jama’ah sepakat tentang wajibnya beriman tentang turunnya Allah Subhanahu wa
Ta’ala (an-nuzul) ke langit dunia pada setiap malam. ‫( اَل ُّن ُز ْو ُل‬an-Nuzul) termasuk di antara Sifat-Sifat
Khabariyah Fi’liyyah. Terdapat sejumlah dalil yang menyatakan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala turun
ke langit terendah (langit dunia) pada setiap malam. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

ْ‫ َو َمن‬،ُ‫ َو َمنْ َيسْ أَلُنِي َفأُعْ طِ َيه‬،ُ‫ْب لَه‬


*َ ‫ َمنْ َي ْدع ُْونِي َفأَسْ َت ِجي‬:‫ َف َيقُ ْو ُل‬،‫ث اللَّي ِْل ْاآلخ ِِر‬
ُ ُ‫ك َو َت َعالَى ُك َّل لَ ْيلَ ٍة إِلَى ال َّس َما ِ*ء ال ُّد ْن َيا ِحي َْن َي ْب َقى ُثل‬ َ ‫َي ْن ِز ُل َر ُّب َنا َت َب‬
َ ‫ار‬
َ‫ َيسْ َت ْغفِ ُرنِي َفأ َ ْغف َِر ل ُه‬.

“Rabb kita Tabaraka wa Ta’ala turun pada setiap malam ke langit dunia ketika tinggal sepertiga malam,
seraya menyeru: ‘Siapa yang berdo’a kepada-Ku, maka Aku memperkenankan do’anya, siapa yang
meminta kepada-Ku, maka Aku memberinya, dan siapa yang memohon ampunan kepada-Ku, maka Aku
mengampuninya.” [2]

Abu ‘Utsman ash-Shabuni (wafat th. 449 H) rahimahullah berkata: “Para ulama ahli hadits menetapkan
turunnya Rabb Azza wa Jalla ke langit terendah pada setiap malam tanpa menyerupakan turun-Nya
Allah itu dengan turunnya makhluk (tasybih), tanpa meng-umpamakan (tamtsil) dan tanpa menanyakan
bagaimana turun-Nya (takyif). Tetapi menetapkannya sesuai dengan apa-apa yang ditetapkan oleh
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dengan mengakhiri perkataan padanya (tanpa komentar lagi),
memperlakukan kabar shahih yang memuat hal itu sesuai dengan zhahirnya, serta menyerahkan
ilmunya kepada Allah.”[3]

Ibnu Khuzaimah rahimahullah (wafat th. 311 H) berkata: “Pembahasan tentang kabar-kabar yang benar
sanadnya dan shahih penopangnya telah diriwayatkan oleh ulama Hijaz dan Irak, dari Nabi Shallallahu
alaihi wa sallam tentang turunnya Allah Azza wa Jalla ke langit dunia (langit terendah) pada setiap
malam, yang kami akui dengan pengakuan seorang yang mengaku dengan lidahnya, membenarkan
dengan hatinya serta meyakini keterangan yang tercantum di dalam kabar-kabar tentang turunnya Allah
Azza wa Jalla tanpa menggambarkan kaifiyahnya (bagaimananya), karena Nabi Shallallahu alaihi wa
sallam memang tidak menggambarkan kepada kita tentang kaifiyah (cara) turunnya Khaliq kita ke langit
dunia dan beliau Shallallahu alaihi wa sallam hanya memberitahukan kepada kita bahwa Rabb kita
turun. Sementara itu, Allah Azza wa Jalla dan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam tidak menjelaskan
bagaimana Allah turun ke langit dunia. Oleh karena itu, kita mengatakan dan membenarkan apa-apa
yang terdapat di dalam kabar-kabar ini perihal turunnya Rabb, tanpa memaksakan diri membicarakan
sifat dan kaifiyatnya, sebab Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam memang tidak mensifatkan kepada
kita tentang kaifiyah turun-Nya.[5]
Lalu setelah itu Ibnu Khuzaimah pun menyebutkan sejumlah hadits yang berisi keterangan tentang hal
itu, yaitu hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu di atas.

Hadits-hadits yang memuat pengertian seperti ini banyak jumlahnya, bahkan Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah sampai menuliskan tentang hal tersebut secara khusus dalam bagian kitab-nya Syarah
Hadiitsin Nuzuul. Dan di antara yang dikatakan dalam kitabnya itu adalah: “Sesungguhnya pendapat
yang mengatakan tentang turunnya Allah pada setiap malam telah tersebar luas melalui Sunnah Nabi
Shallallahu alaihi wa sallam dan para Salafush Shalih serta para Imam ahli ilmu dan ahli hadits telah
sepakat membenarkannya dan menerimanya. Siapa yang berkata dengan apa yang dikatakan oleh
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, maka perkataan itu adalah haq dan benar, kendati ia tidak
mengetahui tentang hakekat dan kandungan serta makna-maknanya, sebagaimana orang yang
membaca Al-Qur-an tidak memahami makna-makna ayat yang dibacanya. Karena, sebenar-benar kalam
adalah Kalam Allah (Al-Qur-an) dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah Shallallahu alaihi
wa sallam (As-Sunnah).

Nabi Shallallahu alaihi wa sallam mengucapkan perkataan ini dan yang semisalnya secara umum, tidak
mengistimewakan seseorang atas orang lain, dan tidak pula disembunyikannya dari seseorang.
Sedangkan para Sahabat serta para Tabi’in menyebutkannya, menukilnya, menyampaikannya dan
meriwayatkannya di majelis-majelis khusus dan umum pula, yang selanjutnya dimuat dalam kitab-kitab
Islam yang dibaca di majelis-majelis khusus maupun umum, seperti Shahiihul Bukhari, Shahiih Muslim,
Muwaththa’ Imaam Malik, Musnad Imaam Ahmad, Sunan Abi Dawud, Sunan at-Tirmidzi, Sunan an-Nasa-
i, dan yang semisalnya.”[5]

Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata:

ُ ‫ َوأَ َّن ُه َيه ِْب‬.


ِ ‫ط ُك َّل لَ ْيلَ ٍة إِلَى َس َما ِء ال ُّد ْن َيا ل َِخ َب ِر َرس ُْو ِل‬
‫هللا‬

“Bahwasanya Allah turun pada setiap malam ke langit dunia berdasarkan kabar dari Rasulullah.
Shallallahu alaihi wa sallam” [6]

Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah rahimahullah dalam kitabnya menukil perkataan Imam asy-Syafi’i
rahimahullah, beliau berkata:

َ ‫ْف َشا َء َو َي ْن ِز ُل إِلَى ال َّس َما ِء ال ُّد ْن َيا َكي‬


‫ْف َشا َء‬ َ َّ‫أَن‬.
َ ‫هللا َعلَى َعرْ شِ ِه فِيْ َس َما ِئ ِه َي ْقرُبُ مِنْ َخ ْلقِ ِه َكي‬

“Bahwasanya Allah Azza wa Jalla di atas ‘Arsy-Nya di langit-Nya, lalu mendekat kepada makhluk-Nya
menurut bagaimana yang Dia kehendaki, dan sesungguhnya Allah turun ke langit dunia menurut
bagaimana yang Dia kehendaki.” [7]

Ahlus Sunnah menetapkan tentang turunnya Allah Subhanhu wa Ta’ala ke langit dunia setiap malam
sebagaimana mereka menetapkan seluruh sifat-sifat Allah yang terdapat dalam Al-Qur-an dan As-
Sunnah. Oleh karena itu, orang-orang shalih senantiasa mencari waktu yang mulia ini untuk
mendapatkan karunia Allah k dan Rahmat-Nya, mereka melaksanakan ibadah kepada Allah dengan
khusyu’, memohon ampunan kepada-Nya dan memohon kebaikan di dunia dan di akhirat. Mereka
menggabungkan antara khauf (rasa takut) dan raja’ (rasa harap) dalam beribadah kepada-Nya.
[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas,
Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Po Box 7803/JACC 13340A Jakarta, Cetakan Ketiga 1427H/Juni
2006M]
_______
Footnote
[1]. Lihat Syarah Hadiits an-Nuzuul karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, tahqiq Muhammad bin
‘Abdurrahman al-Khumaiyis, cet. Darul ‘Ashimah-th. 1414 H.
[2]. HR. Al-Bukhari (no. 7494), Muslim (no. 758 (168)), at-Tirmidzi (no. 3498), Abu Dawud (no. 1315,
4733) dan Ibnu Abi ‘Ashim dalam as-Sunnah (no. 492) dan Ibnu Khuzaimah dalam kitab at-Tauhiid
(I/280).
[3]. Lihat ‘Aqiidatus Salaf Ash-haabil Hadits (no. 38, hal. 46) oleh Abu ‘Utsman Isma’il bin ‘Abdurrahman
ash-Shabuni, tahqiq Badr bin ‘Abdillah al-Badr.
[4]. Diringkas dari Kitaabut Tauhiid (I/275) oleh Imam Ibnu Khuzaimah, tahqiq Samir bin Amin az-Zuhairi,
cet. I/ Darul Mughni lin Nasyr wat Tauzi’, th. 1423 H.
[5]. Lihat Majmuu’ Fataawaa (V/322-323) oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.
[6]. Lihat Manhajul Imaam asy-Syafi’i fii Itsbaatil ‘Aqiidah (II/358).
[7]. Lihat Ijtimaa’ul Juyuusy al-Islaamiyyah ‘alaa Ghazwil Mu’aththilah wal Jahmiyah (hal. 122) oleh Imam
Ibnul Qayyim, tahqiq Basyir Muhammad ‘Uyun.

Sumber: https://almanhaj.or.id/3257-ahlus-sunnah-mengimani-tentang-an-nuzul-turunnya-allah-ke-
langit-dunia.html

Anda mungkin juga menyukai