Anda di halaman 1dari 6

Kelima:

TAUHID ULUHIYYAH[1]

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

Tauhid Uluhiyyah dikatakan juga Tauhiidul ‘Ibaadah yang berarti mentauhidkan Allah Subhanahu wa
Ta’ala melalui segala pekerjaan hamba, yang dengan cara itu mereka dapat mendekatkan diri kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala, apabila hal itu disyari’atkan oleh-Nya, seperti berdo’a, khauf (takut), raja’
(harap), mahabbah (cinta), dzabh (penyembelihan), bernadzar, isti’anah (meminta pertolongan),
istighatsah (minta pertolongan di saat sulit), isti’adzah (meminta perlindungan), dan segala apa yang
disyari’atkan dan diperintahkan Allah Azza wa Jalla dengan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu
apapun. Semua ibadah ini dan lainnya harus dilakukan hanya kepada Allah semata dan ikhlas karena-
Nya, dan ibadah tersebut tidak boleh dipalingkan kepada selain Allah.

Sungguh, Allah tidak akan ridha jika dipersekutukan dengan sesuatu apapun. Apabila ibadah tersebut
dipalingkan kepada selain Allah, maka pelakunya jatuh kepada syirkun akbar (syirik yang besar) dan tidak
diampuni dosanya. [Lihat QS. An-Nisaa: 48, 116][2]

Al-ilaah artinya al-ma’luuh, yaitu sesuatu yang disembah dengan penuh kecintaan serta pengagungan.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

ْ‫ل ۖ َواحِ دْ ِإ َٰلَهْ َو ِإ َٰلَ ُه ُكم‬


َْ َ‫ل ِإ َٰلَ ْه‬
َْ ‫الرح َٰ َمنُْ ه َُْو ِإ‬
َ ‫الرحِ ي ُْم‬
َ

“Dan Rabb-mu adalah Allah Yang Maha Esa, tidak ada sesembahan yang diibadahi dengan benar
melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” [Al-Baqarah: 163]

Syaikh al-‘Allamah ‘Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah (wafat th. 1376 H) berkata:
“Bahwasanya Allah itu tunggal Dzat-Nya, Nama-Nama, Sifat-Sifat, dan perbuatan-Nya. Tidak ada sekutu
bagi-Nya, baik dalam Dzat-Nya, Nama-Nama, maupun Sifat-Sifat-Nya. Tidak ada yang sama dengan-Nya,
tidak ada yang sebanding, tidak ada yang setara, dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Tidak ada yang
mencipta dan mengatur alam semesta ini kecuali hanya Allah. Apabila demikian, maka Dia adalah satu-
satunya yang berhak untuk diibadahi. Dia (Allah) tidak boleh disekutu-kan dengan seorang pun dari
makhluk-Nya.[3]

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

ْ‫ش ِه َد‬
َ ُ‫ّللا‬ َْ َ‫ل إِ َٰلَ ْه‬
َْ ُ ‫ل أَنَ ْه‬ َْ َ‫ل إِ َٰلَ ْه‬
َْ ِ‫ل ۖ بِالقِسطِْ قَائِ ًما العِل ِْم َوأُولُو َوال َم ََلئِ َك ْةُ ه َُْو إ‬ َْ ِ‫يز ه َُْو إ‬
ُْ ‫ال َحكِي ُْم العَ ِز‬

“Allah menyatakan bahwa tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar selain Dia, Yang
menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan demikian). Tidak
ada sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar selain-Nya, Yang Maha Perkasa lagi Mahabijak-
sana.” [Ali ‘Imran: 18]

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman mengenai Lata, ‘Uzza dan Manat yang disebut sebagai tuhan oleh
kaum Musyrikin:
ْ‫ِي ِإن‬ َْ ‫س َميت ُ ُموهَا أَس َماءْ ِإ‬
َْ ‫ل ه‬ َ ْ‫ل َما َوآ َبا ُؤ ُكمْ أَنتُم‬
َْ َ‫ّللاُ أَنز‬ َ ‫سل‬
َْ ‫طانْ مِ نْ ِب َها‬ ُ

“Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapakmu mengada-adakannya, Allah tidak
menurunkan suatu keterangan pun untuk (menyembah)nya…” [An-Najm: 23]

Setiap sesuatu yang disembah selain Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah bathil, dalilnya adalah firman
Allah Azza wa Jalla:

َْ‫ن َٰذَلِك‬
َْ َ ‫ّللا ِبأ‬ َْ َ ‫ل ه َُْو دُو ِن ِْه مِ نْ َيدعُونَْ َما َوأ‬
ََْ ‫ن ال َحقْ ه َُْو‬ َْ َ ‫ّللاَ َوأ‬
ُْ ِ‫ن ال َباط‬ ُْ ‫ال َك ِب‬
َْ ‫ير ال َعلِيْ ه َُْو‬

“(Kuasa Allah) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah, Dia-lah Yang Haq dan sesungguhnya
apa saja yang mereka seru selain dari Allah, itulah yang bathil, dan sesungguhnya Allah, Dia-lah Yang
Mahatinggi lagi Mahabesar.” [Al-Hajj: 62]

Allah Azza wa Jalla juga berfirman tentang Nabi Yusuf Alaihissallam, yang berkata kepada kedua
temannya di penjara:

‫ي ِ َيْا‬
ْ َ‫صاحِ ب‬ ِْ ‫ّللاُ أ َِْم خَيرْ ُمتَف َِرقُونَْ أَأَربَابْ السِج‬
َ ‫ن‬ َْ ‫ار ال َواحِ ُْد‬ َْ ِ‫س َميت ُ ُموهَا أَس َما ًْء إ‬
ُْ ‫ل دُونِ ِْه مِنْ ت َعبُدُونَْ َما القَ َه‬ َ ْ‫ل َما َوآبَا ُؤ ُكمْ أَنتُم‬
َْ َ‫ّللاُ أَنز‬
َْ ‫مِ نْ بِ َها‬
ْ‫طان‬ َ ‫سل‬ُ

“Hai kedua temanku dalam penjara, manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu
ataukah Allah Yang Mahaesa lagi Mahaperkasa? Kamu tidak menyembah selain Allah, kecuali hanya
(menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak
menurunkan suatu keterangan pun tentang nama-nama itu…” [Yusuf: 39-40]

Tauhid Uluhiyyah merupakan inti dakwah para Nabi dan Rasul ‫علَي ِه ُْم‬
َ ُ ‫صَلَْة‬
َ ‫سَلَ ُْم ال‬
َ ‫ َوال‬, dari Rasul yang
pertama hingga Rasul terakhir, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

ِْ ‫ول أ ُ َمةْ ُك‬


‫ل فِي بَعَثنَا َولَقَ ْد‬ ًْ ‫س‬ ِْ َ ‫ّللا اعبُدُوا أ‬
ُ ‫ن َر‬ َ
ََْ ‫الطاغُوتَْ َواجتَنِبُوا‬

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap ummat (untuk menyerukan):
‘Beribadahlah kepada Allah (saja), dan jauhilah Thagut itu…’” [An-Nahl: 36]

Dan firman-Nya:

َ ‫سولْ مِ نْ قَبلِكَْ مِ نْ أَر‬


‫سلنَا َو َما‬ ُ ‫ل َر‬ َْ َ‫ل ِإ َٰلَ ْه‬
َْ ‫ل أَنَ ْهُ ِإلَي ِْه نُوحِ ي ِإ‬ َْ ‫ُون أَنَا ِإ‬
ِْ ‫فَاعبُد‬

“Dan tidaklah Kami mengutus seorang Rasul sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya:
‘Bahwasanya tidak ada ilah (yang berhak untuk diibadahi dengan benar) selain Aku, maka ibadahilah
olehmu sekalian akan Aku.’” [Al-Anbiyaa’: 25]

Semua Rasul ‫علَي ِه ُْم‬


َ ُ ‫صَلَْة‬
َ ‫سَلَ ُْم ال‬
َ ‫ َوال‬memulai dakwah mereka kepada kaumnya dengan tauhid Uluhiyyah, agar
kaum mereka beribadah dengan benar hanya kepada Allah Subahanahu wa Ta’ala saja.
Seluruh Rasul berkata kepada kaumnya agar beribadah hanya kepada Allah saja.[4]

Sebagaimana firman Allah Ta’ala:

َ ‫ول فِي ِهمْ فَأَر‬


‫سلنَا‬ ًْ ‫س‬
ُ ‫ن مِ ن ُهمْ َر‬ ََْ ‫َل ۖ غَي ُرْهُ إِ َٰلَهْ مِ نْ لَ ُكمْ َما‬
ِْ َ ‫ّللا اعبُدُوا أ‬ ْ َ َ‫تَتَقُونَْ أَف‬

“Lalu Kami utus kepada mereka, seorang Rasul dari kalangan mereka sendiri (yang berkata): ‘Sembahlah
Allah olehmu sekalian, sekali-kali tidak ada sesembahan yang haq selain-Nya. Maka, mengapa kamu
tidak bertaqwa (kepada-Nya)?’” [Al-Mukminuun: 32]

Orang-orang musyrik tetap saja mengingkarinya. Mereka masih saja mengambil sesembahan selain Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Mereka menyembah, meminta bantuan dan pertolongan kepada tuhan-tuhan itu
dengan menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Pengambilan tuhan-tuhan yang dilakukan oleh orang-orang musyrik ini telah dibatalkan oleh Allah
Subhanahu wa Ta’ala dengan dua bukti:[5]

Bukti pertama: Tuhan-tuhan yang diambil itu tidak mempunyai keistimewaan Uluhiyyah sedikit pun,
karena mereka adalah makhluk, tidak dapat menciptakan, tidak dapat menarik kemanfaatan, tidak
dapat menolak bahaya, serta tidak dapat menghidupkan dan mematikan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

‫ل آ ِل َه ْةً دُونِ ِْه مِ نْ َوات َ َخذُوا‬


َْ َْ‫ل يُخلَقُونَْ َوهُمْ شَيئًا يَخلُقُون‬
َْ ‫ض ًّرا ِِلَنفُ ِس ِهمْ يَم ِل ُكونَْ َو‬ َْ ‫ل َموتًا يَم ِل ُكونَْ َو‬
َْ ‫ل نَفعًا َو‬
َ ‫ل‬ َْ ‫ل َحيَاْة ً َو‬
َْ ‫ورا َو‬
ً ُ‫نُش‬

“Mereka mengambil tuhan-tuhan selain daripada-Nya (untuk disembah), yang tuhan-tuhan itu tidak
menciptakan apapun, bahkan mereka sendiri diciptakan dan tidak kuasa untuk (menolak) suatu
kemudharatan dari dirinya dan tidak (pula untuk mengambil) sesuatu kemanfaatan pun dan (juga) tidak
kuasa mematikan, menghidupkan dan tidak (pula) membangkitkan.” [Al-Furqaan: 3]

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

ْ‫عمتُمْ الَذِينَْ ادعُوا قُ ِل‬ ِْ ‫ّللاِ د‬


َ َ‫ُون مِ نْ ز‬ َْ ۖ ‫ل‬ َْ َْ‫ل َيم ِل ُكون‬
َْ ‫ت فِي ذَ َرةْ مِ ثقَا‬
ِْ ‫س َم َاوا‬ ْ ِ ‫ظ ِهيرْ مِ نْ مِ ن ُهمْ لَ ْهُ َو َما شِركْ مِ نْ فِي ِْه َما لَ ُهمْ َو َما اِلَر‬
َْ ‫ض فِي َو‬
َ ‫ل ال‬ َ
َْ ‫ع ْةُ ت َنفَ ُْع َو‬
‫ل‬ َ ‫َا‬ ‫ف‬‫ش‬َ ‫ال‬ ْ
‫ه‬
َُ‫د‬ ‫ِن‬
‫ع‬ ْ
‫ل‬َ ‫إ‬ ‫ن‬
ْ
ِ َِ ‫م‬‫ل‬ َْ‫ِن‬
‫ذ‬ َ ‫أ‬ ُ ْ
‫ه‬ َ ‫ل‬

“Katakanlah: ‘Serulah mereka yang kamu anggap (sebagai tuhan) selain Allah. Mereka tidak memiliki
(kekuasaan) seberat dzarrah pun di langit dan di bumi, dan mereka tidak mempunyai suatu saham pun
dalam (penciptaan) langit dan bumi, dan sekali-kali tidak ada di antara mereka yang menjadi pembantu
bagi-Nya.’ Dan tiadalah berguna syafa’at di sisi Allah, melainkan bagi orang yang telah diizinkan-Nya
memperoleh syafa’at…” [Saba’: 22-23]

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

َْ‫ل َما أَيُش ِر ُكون‬ ُْ ُ‫ل يُخلَقُونَْ َوهُمْ شَيئًا يَخل‬


َْ ‫ق‬ َْ ‫ل نَص ًرا لَ ُهمْ يَستَطِ يعُونَْ َو‬ َ ُ‫ص ُرونَْ أَنف‬
َْ ‫س ُهمْ َو‬ ُ ‫يَن‬
“Apakah mereka mempersekutukan (Allah dengan) berhala-berhala yang tidak dapat menciptakan
sesuatu pun? Sedangkan berhala-berhala itu sendiri adalah buatan manusia. Dan berhala-berhala itu
tidak mampu memberi pertolongan kepada penyembah-penyembahnya dan kepada dirinya sendiri pun
berhala-berhala itu tidak dapat memberi pertolongan.” [Al-A’raaf: 191-192]

Apabila keadaan tuhan-tuhan itu demikian, maka sungguh sangat bodoh, bathil dan zhalim apabila
menjadikan mereka sebagai ilah (sesembahan) dan tempat meminta pertolongan.

Bukti kedua: Sebenarnya orang-orang musyrik mengakui bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah satu-
satunya Rabb, Pencipta, Yang di tangan-Nya kekuasaan segala sesuatu. Mereka juga mengakui bahwa
hanya Dia-lah yang dapat melindungi dan tidak ada yang dapat melindungi dari adzab-Nya. Ini
mengharuskan pengesaan Uluhiyyah (penghambaan) sebagaimana mereka mengesakan Rububiyyah
(ketuhanan) Allah.

Tauhid Rububiyyah mengharuskan adanya konsekuensi untuk melaksanakan Tauhid Uluhiyyah


(beribadah hanya kepada Allah saja).

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

‫اس أَي َها َيا‬


ُْ َ‫ل الَذِي تَتَقُونَْ لَ َعلَ ُكمْ قَب ِل ُكمْ مِ نْ َوالَذِينَْ َخلَقَ ُكمْ الَذِي َربَ ُك ُْم اعبُدُوا الن‬ َْ ‫شا اِلَر‬
َْ ‫ض لَ ُك ُْم َج َع‬ ً ‫س َما َْء ف َِرا‬ َْ َ‫س َْماءِْ مِ نَْ َوأَنز‬
َ ‫ل ِبنَا ًْء َوال‬ َ ‫َما ًْء ال‬
َْ ‫ت مِ نَْ ِب ِْه فَأَخ َر‬
‫ج‬ ِْ ‫َل ۖ لَ ُكمْ ِرزقًا الث َ َم َرا‬ َْ ِ ‫ت َعلَ ُمونَْ َوأَنتُمْ أَن َدادًا‬
ْ َ َ‫لِلِ ت َج َعلُوا ف‬

“Wahai manusia, baribadahlah kepada Rabb-mu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang
sebelummu, agar kamu bertaqwa. Dia-lah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit
sebagai atap. Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala
buah-buahan sebagai rizki untukmu, karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah,
padahal kamu mengetahui.” [Al-Baqarah: 21-22]

Tauhid Rububiyyah mengharuskan adanya tauhid Uluhiyyah.

Allah memerintahkan kita untuk bertauhid Uluhiyyah, yaitu menyembah dan beribadah hanya kepada-
Nya. Dia Subhanahu wa Ta’ala menunjukkan dalil kepada mereka dengan tauhid Rububiyyah, yaitu
penciptaan-Nya terhadap manusia dari yang pertama hingga yang terakhir, penciptaan langit dan bumi
serta seisinya, diturunkannya hujan, ditumbuhkannya tumbuh-tumbuhan, dikeluarkannya buah-buahan
yang menjadi rizki bagi para hamba. Maka, sangat tidak pantas bagi kita jika menyekutukan Allah
dengan selain-Nya; dari benda-benda ataupun orang-orang yang mereka sendiri mengetahui bahwa ia
tidak bisa berbuat sesuatu pun dari hal-hal tersebut di atas dan lainnya.

Maka, jalan fitrah untuk menetapkan tauhid Uluhiyyah adalah berdasarkan tauhid Rububiyyah. Karena
manusia pertama kalinya sangat bergantung kepada asal kejadiannya, sumber kemanfaatan dan
kemudharatannya. Setelah itu berpindah kepada cara-cara bertaqarrub kepada-Nya, cara-cara yang bisa
membuat Allah ridha serta menguatkan hubungan antara dirinya dengan Rabb-nya. Maka, tauhid
Rububiyyah adalah pintu gerbang dari tauhid Uluhiyyah. Karena itu Allah berhujjah atas orang-orang
musyrik dengan cara ini.

Allah Ta’ala berfirman:


ْ‫ّللاُ َٰذَِْل ُك ُم‬ َْ َ‫ل ِإ َٰلَ ْه‬
َْ ْ‫ل ۖ َرب ُكم‬ َْ ‫ِق ۖ ه َُْو ِإ‬ ِْ ‫فَاعبُدُوْهُ شَيءْ ُك‬
ُْ ‫ل خَال‬

“(Yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu adalah Allah, Rabb-mu; tidak ada ilah (yang berhak
diibadahi dengan benar) selain Dia; Pencipta segala sesuatu, maka beribadahlah kepada-Nya …” [Al-
An’aam: 102]

Dia berdalil dengan tauhid Rububiyyah-Nya atas hak-Nya untuk disembah. Tauhid Uluhiyyah inilah yang
menjadi tujuan dari penciptaan manusia.

Allah Ta’ala berfirman:

‫ن َخلَقتُْ َو َما‬
َْ ‫س ال ِج‬
َْ ‫اْلن‬ َْ ِ‫ُون إ‬
ِ ‫ل َو‬ ِْ ‫ِليَعبُد‬

“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” [Adz-
Dzaariyaat: 56]

Arti ‫ن‬
ِْ ‫“ ِليَعبُدُو‬Agar mereka menyembah-Ku,” adalah: “Mentauhidkan-Ku dalam ibadah.” Seorang hamba
tidaklah menjadi Muwahhid hanya dengan mengakui tauhid Rububiyyah semata, tetapi ia harus
mengakui tauhid Uluhiyyah serta mengamalkannya. Kalau tidak, maka sesungguhnya orang musyrik pun
mengakui tahuid Rububiyyah, tetapi hal ini tidak membuat mereka masuk dalam Islam, bahkan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerangi mereka. Padahal mereka mengakui bahwa Allah-lah
Sang Pencipta, Pemberi rizki, Yang menghidupkan dan mematikan.

Di antara kekhususan Ilahiyah adalah kesempurnaan-Nya yang mutlak dalam segala segi, tidak ada cela
atau kekurangan sedikit pun. Ini mengharuskan semua ibadah mesti tertuju kepada-Nya; pengagungan,
penghormatan, rasa takut, do’a, pengharapan, taubat, tawakkal, minta pertolongan dan penghambaan
dengan rasa cinta yang paling dalam, semua itu wajib secara akal, syara’ dan fitrah agar ditujukan khusus
hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semata, tidak kepada selain-Nya.[6]

[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas,
Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Po Box 7803/JACC 13340A Jakarta, Cetakan Ketiga 1427H/Juni
2006M]
_______
Footnote
[1]. Pembahasan ini merujuk pada kitab Syarah Ushuulil Iimaan (hal. 21-23) oleh Syaikh Muhammad bin
Shalih al-‘Utsaimin, ‘Aqiidatut Tauhiid (hal 36) oleh Dr. Shalih bin Fauzan bin ‘Abdilla al-Fauzan, dan
Nuurut Tauhiid wa Zhulumaatusy Syirki (hal. 17-18) oleh Dr. Wahf bin ‘Ali bin Sa’id al-Qahthani.
[2]. Lihat Aqiidatut Tauhiid (hal. 36) oleh Dr. Shalih al-Fauzan, Fat-hul Majiid Syarah Kitaabit Tauhiid dan
al-Ushuuluts Tsalaatsah beserta syarahnya.
[3]. Lihat Taisiirul Kariimir Rahmaan fii Tafsiiri Kalaamil Mannaan (hal. 63), cet. Maktabah al-Ma’arif, th.
1420 H.
[4]. Sebagaimana perkataan Nabi Nuh, Hud, Shalih dan Syu’aib. Lihat Al-Qur-an pada surat al-A’raaf: 65,
73 dan 85.
[5]. Lihat Syarah Ushuulil Iimaan (hal. 21-23).
[6]. Diringkas dari ‘Aqiidatut Tauhiid (hal.32-34) oleh Dr. Shalih al-Fauzan.
Sumber: https://almanhaj.or.id/3264-tauhid-uluhiyyah.html

Anda mungkin juga menyukai