Anda di halaman 1dari 9

Kedelapan:

SYIRIK DAN MACAM-MACAMNYA[1]

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

Ahlus Sunnah wal Jama’ah sepakat bahwa syirik merupakan bentuk kemaksiatan yang paling besar
kepada Allah Azza wa Jalla, syirik merupakan sebesar-besar kezhaliman, sebesar-besar dosa yang tidak
akan diampuni oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mengetahui tentang syirik dan berbagai macamnya
merupakan jalan untuk dapat menjauhi-nya dengan sejauh-jauhnya.

A. Definisi Syirik
Syirik adalah menyamakan selain Allah dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Rububiyyah dan
Uluhiyyah serta Asma dan Sifat-Nya [2]. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Syirik ada dua macam;
pertama syirik dalam Rububiyyah, yaitu menjadikan sekutu selain Allah yang mengatur alam semesta,
sebagaimana firman-Nya:

ِ‫ن زع ْمت ُِْم الَّذينِ ا ْدعُوا قُل‬ َِّ ۖ ِ‫ن فيهما ل ُه ِْم وما ْاْل ْرضِ في ولِ السَّماواتِ في ذ َّرةِ مثْقالِ ي ْمل ُكونِ ل‬
ِْ ‫ّللا دُونِ م‬ ِْ ‫ن م ْن ُه ِْم ل ِهُ وما ش ْركِ م‬
ِْ ‫ظهيرِ م‬

“Katakanlah: ‘Serulah mereka yang kamu anggap (sebagai ilah) selain Allah, mereka tidak memiliki
(kekuasaan) seberat dzarrah pun di langit dan di bumi, dan mereka tidak mempunyai suatu saham pun
dalam (penciptaan) langit dan bumi dan sekali-kali tidak ada di antara mereka yang menjadi pembantu
bagi-Nya.’” [Saba’: 22]

Kedua, syirik dalam Uluhiyyah, yaitu beribadah (berdo’a) kepada selain Allah, baik dalam bentuk do’a
ibadah maupun do’a masalah [3].”

Umumnya yang dilakukan manusia adalah menyekutukan dalam Uluhiyyah Allah adalah dalam hal-hal
yang merupakan kekhususan bagi Allah, seperti berdo’a kepada selain Allah di samping berdo’a kepada
Allah, atau memalingkan suatu bentuk ibadah seperti menyembelih (kurban), bernadzar, berdo’a, dan
sebagainya kepada selain-Nya.

Karena itu, barangsiapa menyembah dan berdo’a kepada selain Allah berarti ia meletakkan ibadah tidak
pada tempatnya dan memberikannya kepada yang tidak berhak, dan itu merupakan kezhaliman yang
paling besar. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

ِ‫ظ ْلمِ الش ْركِ إ َّن‬


ُ ‫عظيمِ ل‬

“… Sesungguhnya menyekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar.” [Luqman: 13]

Diriwayatkan dari Abu Bakrah Radhiyallahu anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:

ِ ‫)ثالثًا( ْالكبائرِ بأ ْكبرِ أُنبئ ُ ُك ِْم أ‬، ‫قالُ ِْوا‬: ‫س ْولِ يا بلى‬
‫ل‬ ُ ‫للاِ ر‬. ِ‫قال‬: ُِۖ‫ق باللِ اْإل ْشراك‬ ُ ‫ ْالوالديْنِ و‬-ِ‫فقالِ ُمتَّكئًا وكانِ وجلس‬-: ِ‫ل أل‬
ُِ ‫عقُ ْو‬ ُّ ِ‫قال‬:
ُِ ‫الز ْورِ وق ْو‬.
‫سكتِ ليْت ِهُ قُ ْلنا حتَّى يُكر ُرها زالِ فما‬.
“Maukah aku beritahukan kepada kalian tentang dosa-dosa besar yang paling besar?” (Beliau
mengulanginya tiga kali.) Mereka (para Sahabat) menjawab: “Tentu saja, wahai Rasulullah.” Beliau
bersabda: “Syirik kepada Allah, durhaka kepada kedua orang tua.” -Ketika itu beliau bersandar lalu
beliau duduk tegak seraya bersabda:- “Dan ingatlah, (yang ketiga) perkataan dusta!” Perawi berkata:
“Beliau terus meng-ulanginya hingga kami berharap beliau diam.” [4]

Syirik (menyekutukan Allah) dikatakan dosa besar yang paling besar dan kezhaliman yang paling besar,
karena ia menyamakan makhluk dan Khaliq (Pencipta) pada hal-hal yang khusus bagi Allah Ta’ala.
Barangsiapa yang menyekutukan Allah dengan sesuatu, maka ia telah menyamakannya dengan Allah
dan ini sebesar-besar kezhaliman. Zhalim adalah meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya.[5]

Contoh-contoh perbuatan syirik, di antaranya adalah orang yang memohon (berdo’a) kepada orang yang
sudah mati, baik itu Nabi, wali, maupun yang lainnya. Perbuatan ini adalah syirik.

Berdo’a (memohon) kepada selain Allah, seperti berdo’a meminta suatu hajat, isti’anah (minta tolong),
istighatsah (minta tolong di saat sulit) kepada orang mati, baik itu kepada Nabi, wali, habib, kyai, jin
maupun kuburan keramat, atau minta rizki, meminta kesembuhan penyakit dari mereka, atau kepada
pohon dan lainnya selain Allah adalah syirik akbar (syirik besar).

Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab rahimahullah berkata: “Barangsiapa yang memalingkan satu
macam ibadah kepada selain Allah, maka ia musyrik kafir.” [6]

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

ِ‫ع وم ْن‬ َِّ ‫ح لِ إنَّ ِه ُ ۖ ربهِ ع ْندِ حسابُ ِهُ فإنَّما بهِ ل ِهُ ب ُْرهانِ لِ آخرِ إ َٰل ًها‬
ُِ ‫ّللا معِ ي ْد‬ ُِ ‫ْالكاف ُرونِ يُ ْفل‬

“Dan barangsiapa menyembah ilah yang lain bersama Allah, padahal tidak ada satu dalil pun baginya
tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Rabb-nya. Sesungguhgnya orang-orang yang
kafir itu tiada beruntung.” [Al-Mukminuun: 117][7]

B. Ancaman Bagi Orang Yang Berbuat Syirik


1. Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan mengampuni orang yang berbuat syirik kepada-Nya, jika ia mati
dalam kemusyrikannya dan tidak bertaubat kepada Allah. Allah Azza wa Jalla berfirman:

ِ‫ّللا إ َّن‬ ِْ ‫ن َٰذلكِ دُونِ ما وي ْغف ُِر بهِ يُ ْشركِ أ‬


َِّ ِ‫ن ي ْغف ُِر ل‬ ِْ ‫ن ۖ يشا ُِء لم‬ ِْ ‫اّلل يُ ْشر‬
ِْ ‫ك وم‬ َِٰ ‫عظي ًما إثْ ًما ا ْفتر‬
َِّ ‫ى فقدِ ب‬

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain
dari (syirik) itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah (berbuat
syirik), maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” [An-Nisaa’: 48] Lihat juga [An-Nisaa’: 116].

2. Diharamkannya Surga bagi orang musyrik.


Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

ُ‫ن إنَّ ِه‬ ِْ ‫اّلل يُ ْشر‬


ِْ ‫ك م‬ َِّ ِ‫ار ومأْواِهُ ْالجنَّةِ عليْه‬
َِّ ‫ّللاُ ح َّرمِ فق ِْد ب‬ َّ ‫ن ل‬
ُِ َّ‫لظالمينِ وما ۖ الن‬ ِْ ِ‫أ ْنصارِ م‬
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan
Surga kepadanya, dan tempatnya adalah Neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zha-lim itu seorang
penolong pun.” [Al-Maa-idah: 72]

3. Syirik menghapuskan pahala seluruh amal kebaikan.


Allah Azza wa Jalla berfirman:

ِ‫ي ْعملُونِ كانُوا ما ع ْن ُه ِْم لحبطِ أ ْشر ُكوا ول ْو‬

“Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka
kerjakan.” [Al-An’aam: 88]

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

ِ‫ن الَّذينِ وإلى إليْكِ أُوحيِ ولق ْد‬ َِّ ‫ْالخاسرينِ منِ ولت ُكون‬
َِّ ‫ن عملُكِ ليحْ بط‬
ِْ ‫ن أ ْشر ْكتِ لئ‬
ِْ ‫ن قبْلكِ م‬

“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (Nabi-nabi) sebelummu: ‘Jika kamu
mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapus amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang
merugi.’” [Az-Zumar: 65]

Dua ayat ini menjelaskan barangsiapa yang mati dalam keadaan musyrik, maka seluruh amal kebaikan
yang pernah dilaku-kannya akan dihapus oleh Allah, seperti shalat, puasa, shadaqah, silaturahim,
menolong fakir miskin, dan lainnya.

4. Orang musyrik itu halal darah dan hartanya.


Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

‫ْث ْال ُم ْشركينِ فا ْقتُلُوا‬


ُِ ‫ص ُرو ُه ِْم و ُخذُو ُه ِْم وج ْدت ُ ُمو ُه ِْم حي‬
ُ ْ‫ل ل ُه ِْم وا ْقعُدُوا وِاح‬
َِّ ُ‫م ْرصدِ ك‬

“…Maka bunuhlah orang-orang musyrik di mana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka.
Kepunglah mereka dan intailah di tempat pengintaian…” [At-Taubah: 5]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ُِ‫ن أُم ْرت‬ِْ ‫ن ي ْشهد ُْوا حتَّى النَّاسِ أُقاتلِ أ‬ِْ ‫لَّ إلهِ لِ أ‬
ِ ‫للاُ إ‬
ِ ،‫ن‬َِّ ‫ل ُمح َّمدًا وأ‬
ُِ ‫س ْو‬
ُ ‫للاِ ر‬، ‫صالةِ ويُق ْي ُموا‬ َّ ‫ذلكِ فعلُ ْوا فإذا‬، ‫مني عص ُم ْوا‬
َّ ‫ال‬، ‫الزكاةِ ويُؤْ تُوا‬،
ِ ‫اْإلسْالمِ بحقِ إ‬، ‫تعالى للاِ على وحسابُ ُه ِْم‬.
‫لَّ وأ ْموال ُه ِْم دماء ُه ِْم‬

“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada ilah
(sesembahan) yang diibadahi dengan benar melainkan Allah dan bahwasanya Muhammad adalah
utusan Allah, menegakkan shalat, dan membayar zakat. Jika mereka telah melakukan hal tersebut, maka
darah dan harta mereka aku lindungi kecuali dengan hak Islam, dan hisab mereka ada pada Allah Azza
wa Jalla.”[8]

Syirik adalah dosa besar yang paling besar, kezhaliman yang paling zhalim dan kemunkaran yang paling
munkar.
C. Jenis-Jenis Syirik
Syirik ada dua jenis: Syirik Besar dan Syirik Kecil.

1. Syirik Besar
Syirik besar adalah memalingkan suatu bentuk ibadah kepada selain Allah, seperti berdo’a kepada selain
Allah atau mendekatkan diri kepadanya dengan penyembelihan kurban atau nadzar untuk selain Allah,
baik untuk kuburan, jin atau syaithan, dan lainnya. Atau seseorang takut kepada orang mati (mayit) yang
(dia menurut perkiraannya) akan membahayakan dirinya, atau mengharapkan sesuatu kepada selain
Allah, yang tidak kuasa memberikan manfaat maupun mudharat, atau seseorang yang meminta sesuatu
kepada selain Allah, di mana tidak ada manusia pun yang mampu memberikannya selain Allah, seperti
memenuhi hajat, menghilangkan kesulitan dan selain itu dari berbagai macam bentuk ibadah yang tidak
boleh dilakukan melainkan ditujukan kepada Allah saja.[9] Allah Ta’ala berfirman:

ُ ‫ّلل ْالح ْم ُِد أنِ دعْوا ُه ِْم وآخ ُِر ۖ سالمِ فيها وتحيَّت ُ ُه ِْم اللَّ ُه َِّم‬
ِ‫سبْحانكِ فيها دعْوا ُه ْم‬ َِّ ِ‫ْالعالمينِ رب‬

“Do’a mereka di dalamnya adalah, ‘Subhanakallahumma,’ dan salam penghormatan mereka adalah:
‘Salaamun.’ Dan penutup do’a mereka adalah: ‘Alhamdulillaahi Rabbil ‘aalamin.’” [Yunus: 10]

Syirik besar dapat mengeluarkan pelakunya dari agama Islam dan menjadikannya kekal di dalam Neraka,
jika ia meninggal dunia dalam keadaan syirik dan belum bertaubat daripadanya.

Syirik besar ada banyak [10], sedangkan di sini akan disebutkan empat macamnya saja:[11]

Syirik do’a, yaitu di samping ia berdo’a kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, ia juga berdo’a kepada selain-
Nya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

‫ّللا دع ُوا ْالفُ ْلكِ في ركبُوا فإذا‬


َِّ ِ‫يُ ْشر ُكونِ ُه ِْم إذا ْالبرِ إلى نجَّا ُه ِْم فل َّما الدينِ ل ِهُ ُم ْخلصين‬

“Maka apabila mereka naik kapal mereka berdo’a kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-
Nya; maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali)
mempersekutukan (Allah).” [Al-‘Ankabuut: 65]

Syirik niat, keinginan dan tujuan, yaitu ia menujukan suatu bentuk ibadah untuk selain Allah Subhanahu
wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

ِ‫سونِ لِ فيها و ُه ِْم فيها أعْمال ُه ِْم إليْه ِْم نُوفِ وزينتها ال ُّد ْنيا ْالحياةِ يُري ُِد كانِ م ْن‬ َٰ ُ ‫ل ْاْلخرةِ في ل ُه ِْم ليْسِ الَّذينِ أ‬
ُ ‫ولئكِ يُبْخ‬ َِّ ‫ار إ‬
ُِ َّ‫صنعُوا ما وحبطِ ۖ الن‬
‫ي ْعملونِ كانُوا ما وباطلِ فيها‬ ُ

“Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya kami berikan kepada mereka
balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan.
Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali Neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa
yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” [Huud: 15-16]

Syirik ketaatan, yaitu mentaati selain Allah dalam hal maksiyat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
‫ن أ ْربابًا و ُر ْهبان ُه ِْم أحْ بار ُه ِْم اتَّخذُوا‬
ِْ ‫ّللا دُونِ م‬ َِّ ‫ل إ َٰلهِ لِ ۖ واحدًا إ َٰل ًها لي ْعبُدُوا إ‬
َِّ ِ‫ل أُم ُروا وما م ْريمِ ابْنِ و ْالمسيح‬ َِّ ‫سبْحان ِهُ ۖ هُوِ إ‬
ُ ‫يُ ْشركُونِ ع َّما‬

“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai rabb-rabb selain Allah, dan
(juga mereka menjadikan rabb) al-Masih putera Maryam; padahal mereka hanya disuruh beribadah
kepada Allah Yang Maha Esa; tidak ada ilah (yang berhak diibadahi dengan benar) selain Dia. Mahasuci
Allah dari apa yang mereka persekutukan.” [At-Taubah: 31]

Syirik mahabbah (kecintaan), yaitu menyamakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan selain-Nya dalam
hal kecintaan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

ِ ‫ن النَّاسِ وم‬
‫ن‬ ِْ ‫ن يتَّخ ِذُ م‬ َِّ ‫ّللا ك ُحبِ يُحبُّون ُه ِْم أ ْندادًا‬
ِْ ‫ّللا دُونِ م‬ َِّ ۖ ‫ن ْالعذابِ ير ْونِ إ ِْذ ظل ُموا الَّذينِ يرى ول ِْو‬
َِّ ۖ ِ‫ّلل ُحبًّا أش ُِّد آمنُوا والَّذين‬ َِّ ‫ّلل ْالقُ َّوةِ أ‬
َِّ
َِّ ‫ّللا وأ‬
‫ن جميعًا‬ َِّ ‫العذابِ شدي ُِد‬ ْ

“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka
mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat besar
cintanya kepada Allah. Dan seandainya orang-orang yang berbuat zhalim itu mengetahui ketika mereka
melihat siksa (pada hari Kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat
berat siksa-Nya (niscaya mereka menyesal).” [Al-Baqarah: 165]

2. Syirik Kecil
Syirik kecil tidak menjadikan pelakunya keluar dari agama Islam, tetapi ia mengurangi tauhid dan
merupakan wasilah (jalan, perantara) kepada syirik besar.
Syirik kecil ada dua macam:

Syirik zhahir (nyata), yaitu syirik kecil dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Dalam bentuk ucapan
misalnya, bersumpah dengan selain Nama Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ِ‫أ ْشركِ أ ِْو كفرِ فق ِْد للاِ بغيْرِ حلفِ م ْن‬.

“Barangsiapa bersumpah dengan selain Nama Allah, maka ia telah berbuat kufur atau syirik.” [12]

Syirik dan kufur yang dimaksud di sini adalah syirik dan kufur kecil.

Qutailah binti Shaifi al-Juhaniyah Radhiyallahu anhuma menuturkan bahwa ada seorang Yahudi yang
datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan berkata: “Sesungguhnya kamu sekalian melakukan
perbuatan syirik. Engkau mengucapkan: ‘Atas kehendak Allah dan kehendakmu,’ dan mengucapkan:
‘Demi Ka’bah.’” Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan para Sahabat apabila hendak
bersumpah agar mengucapkan:

ْ ‫ن‬
ِ‫الك ْعبةِ ورب‬، ِْ ‫يقُ ْولُ ْوا وأ‬: ِ‫للاُ ماشاء‬
ِ ‫شئْتِ ث َُِّم‬.
“Demi Allah, Pemilik Ka’bah,” dan mengucapkan: “Atas kehendak Allah kemudian atas kehendakmu.’”
[13]

Contoh lain syirik dalam bentuk ucapan yaitu perkataan:

ِ ِ‫وشئْت‬.
‫للاُ شاءِ ما‬

“Atas kehendak Allah dan kehendakmu.”

Ucapan tersebut salah, dan yang benar adalah:

ِ ‫شئْتِ ث َُِّم‬.
‫للاُ شاءِ ما‬

“Atas kehendak Allah, kemudian karena kehendakmu.”

Hal ini berdasarkan hadits dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:

ِْ ُ‫يق‬: ‫للاُ شاءِ ما‬


‫ل فالِ أح ُد ُك ِْم حلفِ إذا‬ ِ ِ‫وشئْت‬، ‫ن‬
ِْ ‫ل ولك‬ ِ ‫شئْتِ ث َُِّم‬.
ِْ ُ‫ليق‬: ‫للاُ شاءِ ما‬

“Apabila seseorang dari kalian bersumpah, janganlah ia mengucapkan: ‘Atas kehendak Allah dan
kehendakmu.’ Akan tetapi hendaklah ia mengucapkan:

ِ ‫شئْتِ ث َُِّم‬.
‫للاُ شاءِ ما‬

‘Atas kehendak Allah kemudian kehendakmu.’” [14]

Kata ‫( ثُـ َِّم‬kemudian) menunjukkan tertib berurutan, yang berarti menjadikan kehendak hamba mengikuti
kehendak Allah.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

َِّ ‫ن إ‬
‫ل تشا ُءونِ وما‬ َِّ ُِّ‫ْالعالمينِ رب‬
ِْ ‫ّللاُ يشاءِ أ‬

“Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Rabb
semesta alam.” [At-Takwir: 29]

Adapun contoh syirik dalam perbuatan, seperti memakai gelang, benang, dan sejenisnya sebagai
pengusir atau penangkal marabahaya. Seperti menggantungkan jimat (tamimah [15]) karena takut dari
‘ain (mata jahat) atau lainnya. Jika seseorang meyakini bahwa kalung, benang atau jimat itu sebagai
penyerta untuk menolak marabahaya dan menghilangkannya, maka perbuatan ini adalah syirik ashghar,
karena Allah tidak menjadikan sebab-sebab (hilangnya marabahaya) dengan hal-hal tersebut. Adapun
jika ia berkeyakinan bahwa dengan memakai gelang, kalung atau yang lainnya dapat menolak atau
mengusir marabahaya, maka per-buatan ini adalah syirik akbar (syirik besar), karena ia menggantungkan
diri kepada selain Allah.[16]
Syirik khafi (tersembunyi), yaitu syirik dalam hal keinginan dan niat, seperti riya’ (ingin dipuji orang) dan
sum’ah (ingin didengar orang), dan lainnya. Seperti melakukan suatu amal tertentu untuk mendekatkan
diri kepada Allah, tetapi ia ingin mendapatkan pujian manusia, misalnya dengan memperindah shalatnya
(karena dilihat orang) atau bershadaqah agar dipuji dan memperindah suaranya dalam membaca (Al-
Qur-an) agar didengar orang lain, sehingga mereka menyanjung atau memujinya.

Suatu amal apabila tercampur dengan riya’, maka amal tersebut tertolak, karena itu Allah
memperintahkan kita untuk berlaku ikhlas. Allah Ta’ala berfirman:

ِ‫ى مثْلُ ُك ِْم بشرِ أنا إنَّما قُ ْل‬ َِّ ‫ن ۖ واحدِ إ َٰلهِ إ َٰل ُه ُك ِْم أنَّما إل‬
َِٰ ‫ي يُوح‬ ِْ ‫ال ف ْلي ْعم‬
ِْ ‫ل ربهِ لقاءِ ي ْر ُجو كانِ فم‬ ِ ً ‫ك ولِ صال ًحا عم‬
ِْ ‫أحدًا ربهِ بعبادةِ يُ ْشر‬

“Katakanlah: ‘Sesungguhnya aku ini hanyalah manusia sepertimu, yang diwahyukan kepadaku: ‘Bahwa
sesungguhnya Ilah kamu itu adalah Allah Yang Esa.’’ Barangsiapa mengharapkan perjumpaan dengan
Rabb-nya, maka hendaklah ia mengerjakan amal shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun
dalam beribadah kepada Rabb-nya.” [Al-Kahfi: 110]

Maksudnya, katakanlah (wahai Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam) kepada orang-orang musyrik
yang mendustakan ke-Rasulanmu: “Sesungguhnya aku ini hanyalah manusia seperti juga dirimu.” Maka
barangsiapa yang menganggap diriku (Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ) adalah pendusta,
hendaklah ia mendatangkan sebagaimana yang telah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bawa.
Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengetahui yang ghaib, yaitu tentang perkara-
perkara terdahulu yang pernah disampaikan beliau, seperti tentang Ashhaabul Kahfi, tentang Dzul
Qarnain, atau perkara ghaib lainnya, melainkan (sebatas) yang telah diwahyukan Allah Ta’ala kepada
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa ilah (sesembahan) yang mereka
seru dan mereka ibadahi, tidak lain adalah Allah Yang Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Lalu Allah
Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan bahwa barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan-Nya -
yaitu mendapat pahala dan kebaikan balasan-Nya- maka hendaklah ia mengerjakan amal shalih yang
sesuai dengan syari’at-Nya, serta tidak menyekutukan sesuatu apapun dalam beribadah kepada Rabb-
nya. Amal perbuatan inilah yang di-maksudkan untuk mencari keridhaan Allah Ta’ala semata, yang tidak
ada sekutu bagi-Nya.

Kedua hal tersebut (amal shalih dan tidak menyekutukan Allah) merupakan rukun amal yang maqbul
(diterima). Yaitu harus benar-benar tulus karena Allah (menjauhi perbuatan syirik) dan harus sesuai
dengan syari’at (Sunnah) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. [17]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ْ ‫اْْل‬، ‫فقالُ ْوا‬: ‫صغ ُِر الش ْركُِ وما‬


ُِ ‫صغ ُِر الش ْركُِ عِل ْي ُك ُِم أخ‬
ِ‫اف ما أ ْخوفِ إ َّن‬ ْ ‫اْْل‬، ‫س ْولِ يا‬
ُ ‫قالِ للا؟ ر‬: ‫الريا ُِء‬.

“Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil.” Mereka (para Sahabat)
bertanya: “Apakah syirik kecil itu, wahai Rasulullah?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
“Yaitu riya’.” [18]
Termasuk juga dalam syirik, yaitu seseorang yang melakukan amal untuk kepentingan duniawi, seperti
orang yang menunaikan ibadah haji atau berjihad untuk mendapatkan harta benda.

Sebagaimana dalam hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:

ْ ِ‫الخميْلةِ ع ْب ُِد تعس‬،


ِ‫الدنارِ ع ْب ُِد تعس‬، ِ‫الد ْرهمِ ع ْب ُِد تعس‬، ِ‫الخميْصةِ ع ْب ُِد تعس‬، ْ ‫ن‬ ِْ ‫ن رضيِ أُعْطيِ إ‬
ِْ ‫سخطِ يُ ْعطِ ل ِْم وإ‬.

“Celakalah hamba dinar, celakalah hamba dirham, celakalah hamba khamishah, celakalah hamba
khamilah [19]. Jika diberi ia senang, tetapi jika tidak diberi ia marah.”[20]

[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas,
Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Po Box 7803/JACC 13340A Jakarta, Cetakan Ketiga 1427H/Juni
2006M]
_______
Footnote
[1]. Bahasan ini dapat dilihat dalam kitab ‘Aqiidatut Tauhiid (hal. 74-80) oleh Syaikh Shalih bin Fauzan al-
Fauzan, Iqtidhaa’ush Shiraathal Mustaqiim oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, ad-Daa’ wad Dawaa’ oleh
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Fat-hul Majiid Syarah Kitaabit Tauhiid oleh ‘Abdurrahman bin Hasan, dan
lainnya.
[2]. Ad-Daa’ wad Dawaa’ (hal. 198) oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, tahqiq Syaikh ‘Ali bin Hasan bin ‘Ali
‘Abdul Hamid.
[3]. Iqtidhaa’ush Shiraathil Mustaqiim (II/226) oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.
[4]. HR. Al-Bukhari (no. 2654) dan Muslim (no. 88).
[5]. ‘Aqiidatut Tauhiid (hal. 74) oleh Syaikh Shalih bin Fauzan bin ‘Abdillah al-Fauzan.
[6]. Lihat kitab Ushuuluts Tsalaatsah, oleh Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab.
[7]. Lihat buku Do’a dan Wirid (hal. 92) oleh Penulis, cet. VI/ Pustaka Imam asy-Syafi’i-Jakarta, th. 2006
M.
[8]. HR. Al-Bukhari (no. 25) dan Muslim (no. 22), dari Sahabat Ibnu ‘Umar.
[9]. ‘Aqiidatut Tauhiid (hal. 77) oleh Dr. Shahil bin Fauzan bin ‘Abdillah al-Fauzan.
[10]. Lihat Madaarijus Saalikiin (I/376) dan Juhuudusy Syaafi’iyyah fii Taqriiri Tauhiidil ‘Ibaadah (hal. 437-
514) oleh Dr. ‘Abdullah bin ‘Abdil ‘Aziz bin ‘Abdillah al-‘Unquri, cet. I/ Daarut Tauhid lin Nasyr, th. 1425
H/2004 M.
[11]. Lihat pembagian ini dalam kitab Majmuu’atut Tauhiid (I/7-8), tahqiq Basyir Muhammad ‘Uyun,
Nuurut Tauhiid wa Zhulumaatusy Syirki (hal. 73-75) oleh Dr. Sa’id bin ‘Ali bin Wahf al-Qahthani, dan
untuk lebih jelas tentang 4 macam syirik ini dapat dilihat dalam Fat-hul Majiid Syarah Kitaabit Tauhiid.
[12]. HR. At-Tirmidzi (no. 1535) dan al-Hakim (I/18, IV/297), Ahmad (II/34, 69, 86) dari ‘Abdullah bin
‘Umar Radhiyallahu anhuma. Al-Hakim berkata: “Hadits ini shahih menurut syarat al-Bukhari dan
Muslim.” Dan disepakati oleh adz-Dzahabi. Lihat juga Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 2042)
[13]. Lihat HR. An-Nasa-i (VII/6) dan ‘Amalul Yaum wal Lailah (no. 992). Hadits ini diriwayatkan juga oleh
Ahmad (VI/371, 372), ath-Thahawi dalam Musykiilul Aatsaar (I/220, no. 238), al-Hakim (IV/297),
dishahihkan oleh al-Hakim dan disetujui oleh adz-Dzahabi. Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata
dalam al-Ishaabah (IV/389): “Hadits ini shahih, dari Qutailah x, wanita dari Juhainah. Lihat pembahasan
ini dalam Fat-hul Majiid Syarah Kitaabit Tauhiid (bab 41 dan 43).
[14]. HR. Ibnu Majah (no. 2117), hadits ini hasan shahih. Lihat Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (no.
1093).
[15]. Tamimah adalah sejenis jimat yang biasanya dikalungkan di leher anak-anak.
[16]. ‘Aqiidatut Tauhiid (hal. 78) oleh Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan.
[17]. Diringkas dari Tafsiir Ibni Katsir (III/120-122), cet. Daarus Salaam.
[18]. HR. Ahmad (V/428-429) dari Sahabat Mahmud bin Labid. Berkata Imam al-Haitsami di dalam
Majma’uz Zawaa-id (I/102): “Rawi-rawinya shahih.” Dan diriwayatkan juga oleh ath-Thabrani dalam
Mu’jamul Kabiir (no. 4301), dari Sahabat Rafi’ bin Khadiij. Imam al-Haitsami dalam Majma’uz Zawaa-id
(X/222) berkata: “Rawi-rawinya shahih.” Dan hadits ini dihasankan oleh Ibnu Hajar al-Atsqalani dalam
Buluughul Maraam.
[19]. Khamishah dan khamilah adalah pakaian yang terbuat dari wool atau sutera dengan diberi sulaman
atau garis-garis yang menarik dan indah. Maksudnya -wallaahu a’lam- celaka bagi orang yang sangat
ambisius dengan kekayaan duniawi, sehingga menjadi hamba harta benda. Mereka itu adalah orang-
orang yang celaka dan sengsara.
[20]. HR. Al-Bukhari (no. 2886, 2887, 6435) dan Ibnu Majah (no. 4136). Lihat ‘Aqii-datut Tauhiid (hal. 78-
79), oleh Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan

Anda mungkin juga menyukai