Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Pengertian
Katarak adalah suatu opasifikasi dari lensa yang normalnya transparan
seperti kristal, dan jernih. Kondisi ini biasanya sebagai akibat dari penuaan
namun dapat saja terjadi saat lahir. Katarak juga dapat berkaitan dengan
trauma tumpul atau penetrasi, penggunaan kortikostiroid jangka panjang,
penyakit sistemik seperti diabetes militus, hipoparatiroidisme, pemajanan
terhadap radiasi, pemajanan terhadap cahaya yang terang atau cahaya matahari
yang lama (cahaya ultraviolet), atau kelainan mata lainnya (Baughman, 2000).
Katarak adalah penurunan progresif kejernihan lensa. Lensa menjadi keruh
atau berwarna putih abu-abu dan ketajaman penglihatan berkurang. Katarak
terjadi apa bila protein pada lensa yang secara normal transparan terurai dan
mengalami koagulasi pada lensa (Corwin, 2009).
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih, biasanya
terjadi akibat proses penuaan tapi dapat timbul pada saat kelahiran yang
disebut katarak kongenital dapat juga berhubungan dengan trauma mata tajam
maupun tumpul, penggunaan kortikostiroid jangka panjang dan penyakit
sistemis (Smeltzer, 2002).
Dari beberapa pengertian diatas yang telah dikemukakan oleh para ahli,
maka dapat disimpulkan bahwa katarak adalah penurunan progresif kejernihan
lensa dan atau opasifikasi pada lensa yang pada normalnya lensa tersebut
jernih.
B. Klasifikasi
1. Katarak Kongenital
Katarak kongenital adalah kekeruhan pada lensa yang timbul pada
saat pembentukan lensa. Kekeruhan sudah terdapat pada waktu bayi
lahir. Katarak ini sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu
yang menderita rubella, diabetes mellitus, toksoplasmosis,
hipoparatiroidisme, dan galaktosemia.
2. Katarak Senile
Katarak senile ini adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat
pada usia lanjut, yaitu usia diatas 50 tahun. Penyebabnya sampai
sekarang tidak diketahui secara pasti. Katarak senile ini jenis katarak
yang sering ditemukan dengan gejala pada umumnya berupa distorsi
penglihatan yang semakin kabur pada stadium insipiens pembentukan
katarak, disertai penglihatan jauh makin kabur. Penglihatan dekat
mungkin sedikit membaik, sehingga pasien dapat membaca lebih baik
tanpa kaca mata (second sight).
3. Katarak Juvenile
Kekeruhan lensa yang terjadi pada saat masih terjadi
perkembangan serat-serat lensa sehingga biasanya konsistensinya
lembek seperti bubur dan disebut sebagai soft carahast. Mulai
terbentuknya pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan.
Katarak juvenil biasanya merupakan kelanjutan katarak kongenital.
4. Katarak Komplikata
Katarak jenis ini terjadi sekunder atau sebagai komplikasi dari
penyakit lain. Penyebab katarak jenis ini adalah gangguan okuler,
penyakit sistemik dan trauma (Sidarta, 2008).
C. Etiologi
Menurut Gruendemann (2005) ada beberapa penyebab terjadinya katarak
yaitu infeksi, kelainan perkembangan, herediter, cedera mata traumatik,
ketidakseimbangan kimiawi misalnya galaktosemia, dan diabetes, terpajan
sinar ultraviolet berkepanjangan, obat (misalnya obat-obatan yang digunakan
untuk glaukoma), serta bagian dari proses penuaan normal.
D. Patofisiologi
Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat
nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah
kapsula anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nukleus
mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan . Di sekitar opasitas
terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada
kapsul posterior. Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan
hilangnya transparansi. Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang
memanjang dari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa. Perubahan kimia
dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengaburkan
pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori
menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam
lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu
transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran
dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan
bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita
katarak (Smeltzer, 2001).
E. Tanda dan gejala
Tajam penglihatan berkurang. Pada beberapa pasien tajam penglihatan
yang diukur diruangan gelap mungkin tampak memuaskan, sementara bila tes
tersebut dilakukan dalam keadaan terang maka tajam penglihatan akan
menurun sebagai akibat dari rasa silau dan hilangnya kontras.
Katarak terlihat hitam terhadap reflek fundus ketika mata diperiksa
mungkinkan pemeriksaan katarak secara rinci dan identifikasi lokasi opasitas
dengan tepat. Katarak terkait usia biasnya terletak didaerah nukleus, korteks,
atau subkapsular. Katarak terinduksi steroid umumnya terletak disubkapsular
posterior. Tampilan lain yang menandakan penyebab ocular katarak dapat
ditemukan. Sebagai contoh deposisi pigmen pada lensa menunjukkan
inflamasi sebelumnya atau kerusakan iris menandakan trauma mata
sebelumnya.
Suatu opasitas pada lensa mata menyebabkan hilangnya penglihatan tanpa
adanya rasa nyeri, menyebabkan rasa silau, dapat mengubah kelainan refraksi.
Pada bayi katarak dapat mengakibatkan ambliopia (kegagalan perkembangan
penglihatan normal) karena pembentukan bayangan pada retina buruk. Bayi
dengan dugaan katarak atau dengan riwayat keluarga katarak kongenital harus
dianggap sebagai masalah yang penting oleh spesialis mata. (James, 2006).
F. Penatalaksanaan Medis
Tersedia dua teknik terapi pada katarak melalui pembedahan, yaitu
ekstraksi katarak intrakapsular (EKIK) dan ekstraksi katarak ekstrakapsular
(EKEK). Indikasi dari pembedahan adalah kehilangan penglihatan yang
menggangu aktivitas normal atau katarak yang menyebabkan glaukoma.
Katarak diangkat dibawah anestesi lokal dengan rawat jalan. Kehilangan
penglihatan berat dan akhirnya kebutaan akan terjadi kecuali dilakukan
pembedahan (Baughman, 2000).
Ada beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu:
1. ICCE ( Intra Capsular Cataract Extraction)
Yaitu dengan mengangkat semua lensa termasuk kapsulnya. Sampai
akhir tahun 1960 hanya itulah teknik operasi yg tersedia.
2. ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction) terdiri dari 2 macam,
yaitu :
a. Standar ECCE atau planned ECCE dilakukan dengan
mengeluarkan lensa secara manual setelah membuka kapsul
lensa. Tentu saja dibutuhkan sayatan yang lebar sehingga
penyembuhan lebih lama.
b. Fekoemulsifikasi (Phaco Emulsification). Bentuk ECCE yang
terbaru dimana menggunakan getaran ultrasonik untuk
menghancurkan nukleus sehingga material nukleus dan kortek
dapat diaspirasi melalui insisi ± 3 mm. Operasi katarak ini
dijalankan dengan cukup dengan bius lokal atau menggunakan
tetes mata anti nyeri pada kornea (selaput bening mata), dan
bahkan tanpa menjalani rawat inap. Sayatan sangat minimal,
sekitar 2,7 mm. Lensa mata yang keruh dihancurkan
(emulsifikasi) kemudian disedot (vakum) dan diganti dengan
lensa buatan yang telah diukur kekuatan lensanya dan ditanam
secara permanen. Teknik bedah katarak dengan sayatan kecil
ini hanya memerlukan waktu 10 menit disertai waktu
pemulihan yang lebih cepat.
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien katarak menurut Doengoes (2000)
antara lain sebagai berikut.
1. Tes ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan; mungkin terganggu
dengan kerusakan kornea, lensa, lensa aqueous atau vitreus humor,
kesalahan refraksasi, atau penyakit saraf atau penyakit sistem raraf atau
penglihatan ke retina atau jalan optik.
2. Lapang penglihatan : penurunan mungkin disebabkan oleh CSV, massa
tumor pada hipofisis/otak, karotis atau patologis arteri serebral atau
glaukoma.
3. Pengukuran tonografi : mengkaji intraokuler ( TIO ) (normal 12 ā 25
mmHg).
4. Pengukuran gonioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup
glaukoma.
5. Tes provokatif : digunakan dalam menentukan adanya/tipe glukoma bila
TIO normal atau hanya meningkat ringan.
6. Pemeriksaan Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi
lempeng optik, papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisme.
7. Dilatasi dan pemeriksaan belahan lampu memastikan diagnosa katarak.
8. Darah lengkap, laju sendimentasi (LED) : menunjukkan anemi sistemik /
infeksi.
9. EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid : dilakukan untuk
memastikan aterosklerosis.
10. Tes toleransi glikosa/FBS : menentukan adanya/kontrol diabetes.
H. Komplikasi
Komplikasi tersering adalah dislokasi lensa selama pembedahan katarak,
yang sering menyebabkan uveitis berat, glaukoma, dan kondensasi vitreosa.
Apabila dibiarkan, penglihatan dapat hilang selamanya. Terapi untuk dislokasi
lensa dan fragmen lensa telah semakin baik akibat kemajuan dalam teknik
vitrektomi. Lensa yang lunak sampai agak keras dapat dengan aman diterapi
dengan pemeriksaan vitrektomi. Pemeriksaan mikrofragmentasi, dan fosep
mikrovitrektomi. Bagaimanapun, pengeluaran lensa yang keras tetap
merupakan tindakan yang berbahaya (Barbara, 2005).
2. Diagnosa keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang dapat dirumuskan pada klien post op
katarak adalah sebagai berikut.
a. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan perdarahan
intraokuler, kehilangan vitreous.
b. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur
invansi bedah pengangkatan katarak.
c. Gangguan perseptual sensori penglihatan berhubungan dengan
gangguan penerimaan sensori/status organ indera lingkungan
secara teurapeutik dibatasi ditandai dengan menurunnya
ketajaman, gangguan penglihatan, perubahan respon biasanya
terhadap rangsang.
d. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi,
prognosis, pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal
sumber informasi, salah interpretasi informasi, kurang
terpajan/mengingat, keterbatasan kognitif ditandai dengan
pertanyan atau peryataan salah konsepsi, tidak akurat mengikuti
instruksi, terjadi komplikasi yang dapat dicegah.
3. Perencanaan keperawatan
a. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan perdarahan
intraokuler, kehilangan vitreous.
Tujuan : cedera dapat dicegah.
Kriteria hasil : mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk
meningkatkan keamanan.
Intervensi/Rasional
1) Diskusikan apa yang terjadi pada pasca operasi tentang nyeri,
pembatasan aktivitas, penampilan,balutan mata.
Rasional : membantu mengurangi rasa takut dan meningkatkan
kerja sama dalam pembatasan yang diperlukan.
2) Beri pasien posisi bersandar, kepala tinggi, atau miring ke posisi
yang tidak sakit sesuai keinginan.
Rasional : istirahat hanya beberapa menit sampai beberapa jam
pada bedah rawat jalan atau menginap semalam bila terjadi
komplikasi. Menurunkan tekanan pada mata yang sakit,
meminimalkan resiko perdarahan atau stres pada jahitan terbuka.
3) Batasi aktivitas seperti menggerakkan kepala tiba-tiba, menggaruk
mata, membongkok.
Rasional : menurunkan stress pada area operasi.
4) Ambulasi dengan bantuan; berikan kamar mandi khusus bila
sembuh dari anestesi.
Rasional : memerlukan sedikit regangan daripada penggunaan
pispot.
5) Dorong napas dalam, batuk untuk bersihan paru.
Rasional : batuk meningkatkan TIO.
6) Anjurkan menggunakan teknik manajemen stress seperti
bimbingan imajinasi, visualisasi, napas dalam dan latihan
relaksasi.
Rasional : meningkatkan relaksasi dan koping.
7) Pertahankan perlindungan mata sesuai indikasi.
Rasional : Melindugi dari cedera kecelakaan dan menurunkan
gerakan mata.
8) Minta pasien untuk membedakan antara ketidaknyamanan dan
nyeri mata tajam tiba-tiba. Selidiki kegelisahan, disorientasi,
gangguan balutan. Observasi hifema (perdarahan pada mata) pada
mata dengan senter sesuai indikasi.
Rasional : Ketidaknyamanan mungkin karena prosedur
pembedahan; nyeri akut menunjukkan perdarahan, terjadi karena
regangan atau tidak diketahui penyebabnya (jaringan sembuh
banyak vaskularisasi, dan kapiler sangan rentan).
9) Observasi pembengkakan luka, bilik anterior kemps, pupil
bebentuk buah pir.
Rasional : menunjukkan prolaps iris atau ruptur luka disebabkan
oleh kerusakan jahitan atau tekanan mata.
10) Kolaborasi : berikan obat sesuai indikasi.
Rasional : mual/muntah dapat meningkatkan resiko cedera okuler,
memerlukan tindakan segera untuk mencegah cedera okuler.
IDENTITAS
Identitas Pasien
1. Nama : Sdr. āGWā
2. Alamat : Cokrodipan, Triharjo, Wates, Kulon Progo
3. Tanggal lahir : 22 September 1996
4. Umur : 18 tahun
5. Jenis kelamin : Laki-laki
6. Status Pekawinan : Belum Kawin
7. Agama : Islam
8. Suku bangsa : Jawa
9. Pendidikan : SMP
10. Pekerjaan : Pelajar
11. No. RM : 482474
12. Diagnosa medis : Juvenil Cataract
13. Tanggal masuk : 14 November 2014 pukul 17.44 WIB
A. Keluhan Utama
Klien mengatakan nyeri pada luka operasi dengan skala nyeri 3 dan sedikit
terasa panas.
B. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien datang ke rumah sakit untuk periksa ke Poli Mata RSUD
Wates dengan keluhan mata sebelah kanan tidak dapat melihat dan
lensa keruh padat.
b. Riwayat kesehatan lalu
- Ibu pasien mengatakan bahwa pasien mengalami katarak sejak
±2 tahun yang lalu, muncul bercak putih di mata saat pasien
masih kelas 1 SMP yang berangsur-angsur semakin bertambah
parah. Sekitar 2 bulan yang lalu pasien periksa katarak di RSUP
Dr. Sardjito tetapi tidak dioperasi dan hanya diberikan kacamata.
Namun, pasien tidak pernah memakai kacamata yang sudah
diberikan oleh dokter saat di luar rumah dan hanya memakainya
pada saat di dalam rumah. Ibu pasien menyarankan agar pasien
memakai kacamatanya baik di dalam maupun di luar rumah,
akan tetapi pasien menolak dengan alasan takut akan diejek
teman-temannya.
c. Genogram
Keterangan :
` : Pasien
Keterangan :
0 : Mandiri
1 : Alat Bantu
2 : Dibantu orang lain
3 : Tergantung
2) Selama sakit
Kemampuan 0 1 2 3
perawatan diri
Makan dan minum V
Mandi V
Toileting V
Berpakaian V
Mobilitas di V
tempat tidur
Berpindah/berjalan V
Ambulasi/ROM V
Keterangan :
0 : Mandiri
1 : Alat Bantu
2 : Dibantu orang lain
3 : Tergantung
NILAI
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN
RUJUKAN
HEMATOLOGI
Hemoglobin 15.3 12.00-16.00 g/dL
Hematokrit 43.9 37.00-47.00 %
Lekosit 7.60 4.0-10.5 10^3uL
Trombosit 238 150-450 10^3uL
Eritrosit 5.36 3.90-5.50 10^3uL
MPV (Mean Platelet Volume) 9.5 6.5-12.00 fL
PDW (Platelet Distribution Width) 16.5 9.0-17.00
PTC (Platelecrit) 0.2 0.108-0.282 %
INDEX
MCV 81.9 80.0-97.00 fL
MCH 28.5 27.00-32.0 pg
MCHC 34.9 32.0-38.0 g/dl
HITUNG JENIS
Neutrofil% 68.2 50.0-70.0 %
Limfosit% 25.3 25.0-40.0 %
Monosit% 3.5 3.0-9.0 %
Eosinofil% 2.7 0.5-5.0 %
Basofil% 0.3 0.0-1.0 %
Neutrofil# 5.18 2.00-7.00 10^3uL
Limfosit# 1.92 1.25-4.0 10^3uL
Monosit# 0.27 0.3-1.00 10^3uL
Eosinofil# 0.21 0.02-0.50 10^3uL
Basofil# 0.02 0.0-10.0 10^3uL
Masa Pembekuan (CT) 7ā.10ā menit
Masa Perdarahan 2ā.30ā
KIMIA
GULA DARAH
Glukosa Darah Sewaktu 85 <200 mg/dL
ELEKTROLIT
Natrium 135.9 135-146 mmol/l
Kalium 4.1 3.4-5.4 mmol/l
Chlorida 103.1 95-100 mmol/l
Kalsium 1.92 1.5-2.4 mmol/l
IMUNOLOGI-SEROLOGI
HBs Ag (Rapid) NEGATIVE Negative
TERAPI
DO
- Tekanan darah: 120/80
mmHg
- Nadi : 80x/menit
- Suhu :36.90C
- RR : 18x/menit
2. Nyeri akut Luka pasca operasi
- Skala nyeri 3
DS
- Pasien mengatakan
nyeri pada luka operasi
dan sedikit terasa panas
DO
- Mata pasien terlihat
merah saat balutan Gangguan penerimaan
dibuka sensori/status organ
3. Gangguan perseptual sensori
DS indera, lingkungan secara
- Pasien mengatakan mata terapetik dibatasi
kanan belum dapat
digunakan untuk melihat
secara jelas (kabur)
- Pasien mengatakan
pandangan matanya
terasa silau apabila
balutan mata kanan
dibuka
- Pasien mengatakan sulit
mengenali benda-benda
disekitarnya dan
melihat jelas dengan
satu mata yaitu mata
sebelah kiri
DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri akut berhubungan dengan luka pasca operasi yang ditandai dengan pasien
mengatakan nyeri pada luka operasi dan sedikit terasa panas, TD : 120/80
mmHg, nadi : 80x/menit, suhu :36.90C, RR : 18x/menit, skala nyeri 3.
b. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasi bedah
pengangkatan katarak.
c. Gangguan perseptual sensori berhubungan dengan gangguan penerimaan
sensori/status organ indera, lingkungan secara terapetik dibatasi yang ditandai
dengan mata pasien terlihat merah saat balutan dibuka, Pasien mengatakan mata
kanan belum dapat digunakan untuk melihat secara jelas (kabur), pasien
mengatakan pandangan matanya terasa silau apabila balutan mata kanan dibuka,
pasien mengatakan sulit mengenali benda-benda disekitarnya dan melihat jelas
dengan satu mata yaitu mata sebelah kiri
PERENCANAAN KEPERAWATAN
Rencana Keperawatan
Diagnosa keperawatan
Tujuan Tindakan Rasional
d. 1. Nyeri akut Setelah dirawat 1. 1. Dorong pasien 1. Nyeri dirasakan
berhubungan dengan 2x24jam, diharapkan untuk melaporkan dimanifestasikan
luka pasca operasi yang di harapkan nyeri tipe, lokasi dan dan ditoleransi
ditandai dengan pasien pasien berkurang atau intensitas nyeri, secara individual.
mengatakan nyeri pada hilang dengan kriteria rentang skala.
luka operasi dan sedikit hasil :
terasa panas, TD : 1. pasien menyatakan 2. Pantau TTV 2. Kecepatan
120/80 mmHg, nadi : nyeri berkurang / jantung biasanya
80x/menit, suhu hilang meningkat karena
:36.90C, RR : 2. Pasien tidak nyeri.
18x/menit, skala nyeri merasakan panas pada
3. daerah yang dioperasi 3. Berikan tindakan 3. Meningkatkan
3. Tekanan darah kenyamanan relaksasi.
dalam batas normal
4. Beritahu pasien 4. Adanya nyeri
bahwa wajar saja , menyebabkan
meskipun lebih baik tegangan otot yang
untuk meminta menggangu
analgesik segera sirkulasi
setelah memperlambat
ketidaknyamanan proses
menjadi dilaporkan. penyembuhan dan
memperberat nyeri.