Anda di halaman 1dari 39

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan penyakit yang masih menjadi
permasalahan terbesar kesehatan di dunia termasuk di Indonesia.1 Prevalensi PJK
di indonesia (Huruf Besar) tahun 2013 sebesar 0,5% atau diperkirakan sekitar
883.447 orang sedangkan berdasarkan diagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5%
atau diperkirakan sekitar 2.650.340 orang.2 PJK juga dapat mengakibatkan
penurunan fraksi ejeksi khususnya fraksi ejeksi ventrikel kiri (LVEF), tetapi
penurunan LVEF tersebut tidak hanya disebabkan karena PJK namun dapat
disebabkan oleh gagal jantung dan kardiomiopati.3
Intervensi koroner perkutan (IKP) atau percutaneous coronary
intervention (PCI) sebagai tatalaksana untuk kasus-kasus PJK merupakan
prosedur non bedah (Kasih tanda hubung -) yang menggunakan kateter balon dan
stent yang bertujuan untuk membuka pembuluh darah di jantung yang telah
menyempit oleh penumpukan plak yang disebut dengan aterosklerosis.4 Perbaikan
dan peningkatan LVEF menjadi target IKP karena LVEF merupakan suatu cara
untuk mengetahui tingkat keberhasilan IKP. Sebuah penelitian di Tehran Heart
Centre, University of Tehran Iran, yang melibatkan 1469 pasien menunjukkan
hasil peningkatan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≥50% pasca IKP sebesar 94,1% (nilai
p=0,005).5 Dan saat ini IKP sudah digunakan di berbagai negara termasuk
Indonesia.
Berdasarkan data di atas peneliti ingin mencari tahu apakah terdapat
perubahan nilai LVEF pasca IKP pada pasien PJK di RSUD Cengkareng tahun
2011 hingga 2014.

1.2 Rumusan Masalah


Apakah terdapat perubahan fraksi ejeksi ventrikel kiri sesudah IKP pada
pasien PJK di RSUD Cengkareng?

Universitas Tarumanagara 1
1.3 Hipotesis
Terdapat perubahan LVEF sesudah IKP pada pasien PJK di RSUD
Cengkareng.

1.4 Tujuan Penelitian


Mengetahui perubahan nilai LVEF sesudah IKP pada pasien PJK di RSUD
Cengkareng.

1.5 Manfaat Penelitian


 Dengan dilakukan penelitian ini masyarakat dapat mengetahui perubahan
LVEF sebelum dan sesudah prosedur IKP pada pasien dengan PJK.
 Menambah wawasan pembelajaran serta pengalaman dalam membuat
penelitian dan karya tulis.
 Menambah pengetahuan masyarakat serta dapat dijadikan bahan untuk
penelitian selanjutnya.
(Kalau pakai point, akhir kalimat tidak pakai titik)

Universitas Tarumanagara 2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Jantung Koroner (PJK)


Penyakit Jantung Koroner (PJK) yang juga sering disebut penyakit jantung
iskemik paling sering disebabkan karena sumbatan plak ateroma pada arteri
koroner. Arteri koroner adalah arteri yang memasok nutrisi dan oksigen ke otot
jantung (miokard). Ketika plak ini menumpuk di arteri kondisi ini disebut
aterosklerosis. Penumpukan plak terjadi selama bertahun-tahun, seiring dengan
berjalannya waktu plak tersebut dapat mengeras atau pecah. Jika plak mengeras
plak tersebut dapat menyebabkan arteri koroner menyempit dan mengurangi aliran
darah ke jantung. Tetapi jika plak pecah gumpalan darah dapat terbentuk
dipermukaannya dan bekuan darah tersebut dapat menutupi sebagian atau
seluruhnya sehingga dapat memblokir aliran darah. Seiring waktu plak yang pecah
juga dapat mengeras dan dapat menyebabkan arteri koroner menyempit. Jika
aliran darah ke jantung berkurang atau terblokir maka jantung akan menjadi
kekurangan oksigen dan nutrisi penting yang dibutuhkan untuk bekerja dengan
baik, hal ini dapat menyebabkan nyeri dada yang disebut angina. Jika suplai darah
ke sebagian otot jantung terganggu maka dapat terjadi infark miokard (kematian
otot jantung) yang dapat menyebabkan kematian. Berbeda dengan otot-otot lain
dalam tubuh yang lebih banyak beristirahat, otot jantung tidak pernah berhenti
berdenyut.6,7
Arteri koroner mendistribusikan darah untuk memenuhi kebutuhan
oksigen dan nutrisi otot jantung. Oleh karenanya arteri koroner sangat vital untuk
menjaga agar jantung dapat terus bekerja dengan normal. Ada 2 arteri koroner
utama yang keluar dari aorta yaitu arteri koroner kiri dan arteri koroner kanan.
Aterosklerosis dapat terjadi pada seluruh pembuluh arteri pada tubuh tetapi
berbahaya jika terjadi pada arteri koroner pada jantung.6,7

Universitas Tarumanagara 3
2.2 Faktor Resiko Penyakit Jantung Koroner (PJK)
2.2.1 Faktor Internal
2.2.1.1 Usia
Mayoritas orang yang meninggal karena penyakit jantung koroner adalah
65 tahun atau lebih dan meningkat dengan bertambahnya umur karena
perkembangan aterosklerosis meningkat secara bermakna pada usia 65 tahun atau
lebih tanpa memperhatikan jenis kelamin ataupun etnis.8,9
2.2.1.2 Jenis Kelamin
Pria memiliki risiko dua kali lebih besar terkena penyakit jantung dari
pada perempuan dan kondisi ini terjadi 10 tahun lebih dini dari pada perempuan
karena perempuan mempunyai estrogen endogen yang bersifat protektif, namun
setelah menopause insidensi PJK meningkat dengan cepat dan sebanding dengan
insidensi laki-laki.10
2.2.1.3 Obesitas
Obesitas dapat meningkatkan insiden terjadinya penyakit kardiovaskular
pada pria dan wanita termasuk penyakit jantung koroner.klasifikasi (Habis titik,
spasi ke kalimat baru) obesitas tersebut dapat kita lihat pada table 2.1 (nomor
tabel kok tidak sesuai??) berikut:11
Tabel 1. Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas berdasarkan IMT dan
Lingkar Perut Menurut Kriteria Asia Pasifik
Klasifikasi IMT (kg/m2) Resiko Ko-Morbiditas
Lingkar Perut
<90 cm (Laki-laki) ≥90cm (Laki-laki)
<80 cm (perempuan) ≥80cm (Perempuan)
Berat badan kurang 18,5 Rendah Sedang
Kisaran Normal 18,5-22,9 Sedang Meningkat
Berat Badan lebih 23,0-24,9 Meningkat Moderat
Obesitas I 25,0-29,9 Moderat Berat
Obesitas II ≥30,0 Berat Sangat berat

Universitas Tarumanagara 4
2.2.2 Komorbid
2.2.2.1 Diabetes Melitus
Diabetes merupakan faktor resiko independen PJK, pada pasien-pasien
diabetes yang menderita PJK akan menjadi lebih berat, lebih progresif dan lebih
komplek (kompleks). Secara umum penyakit jantung koroner terjadi pada usia
lebih muda pada penderita diabetes dibandingkan dengan pasien yang nondiabetik
(Kasih tanda penghubung -).10,11
2.2.2.2 Hipertensi
Hipertensi atau secara awam disebut tekanan darah tinggi adalah
masalah kesehatan global, termasuk di Indonesia. Hipertensi akan menyebabkan
kerusakan sejumlah organ penting salah satunya adalah jantung. Hipertensi dapat
meningkatkan beban kerja jantung, menyebabkan otot jantung menebal dan
menjadi kaku. Jika otot jantung menjadi kaku dan tidak normal hal tersebut akan
menyebabkan jantung tidak berfungsi dengan benar sehingga meningkatkan risiko
stroke (ini bahasa inggris bukan?? Perlu di Italic kalau iya), serangan jantung,
gagal ginjal dan gagal jantung kongestif. Klasifikasi hipertensi tersebut dapat kita
lihat pada tabel 2.2. (Nomor Tabel Disesuaikan) berikut : 6,8,14
Tabel 2. Klasifikasi Hipertensi menurut (Huruf Besar) American Heart
Association
Klasifikasi Tekanan Sistolik (mmHg) Tekanan Diastolik (mmHg)
Normal <120 <80
Pre Hipertensi 120 – 139 80 – 89
Stadium I 140 – 159 90 – 99
Stadium II ≥ 160 ≥ 100
Krisis Hipertensi > 180 > 110

2.2.2.3 Dislipidemia
Dislipidemia adalah keadaan yang ditandai dengan peningkatan maupun
penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang utama adalah
kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol-LDL, trigliserida, serta penurunan
kadar kolesterol-HDL. Semuanya itu berperan dalam terjadinya aterosklerosis.

Universitas Tarumanagara 5
Klasifikasi dislipidemia tersebut terdapat dalam tabel 2.3. (nomor Tabel) berikut
:14,15
Tabel 3. Klasifikasi kolesterol total, kolesterol HDL, kolesterol LDL
trigliserid menurut NCEP ATP III 2001 mg/dl (Huruf Besar)
Kolesterol total
< 200 Optimal
200 – 239 Diinginkan
≥ 240 Tinggi
Kolesterol LDL
<100 Optimal
100 – 129 Mendekati optimal
130 – 159 Diinginkan
160 – 189 Tinggi
≥ 190 Sangat tinggi
Kolesterol HDL
< 40 Rendah
≥ 60 Tinggi
Trigliserid
< 150 Optimal
150 – 199 Diinginkan
200 – 499 Tinggi
≥ 500 Sangat tinggi

2.2.3 Faktor Kebiasaan


2.2.3.1 Rokok
Perokok berisiko mengalami penyakit jantung koroner jauh lebih tinggi
daripada yang bukan perokok. Merokok merupakan faktor risiko independen yang
kuat untuk kematian jantung mendadak pada pasien dengan PJK. Risiko
terjadinya PJK akibat merokok berkaitan dengan dosis dimana orang yang
merokok 20 batang rokok atau lebih dalam sehari memiliki risiko sebesar dua
hingga tiga kali lebih tinggi daripada populasi umum.8,10

Universitas Tarumanagara 6
2.2.3.2 Aktivitas
Gaya hidup yang tidak aktif merupakan salah satu faktor risiko PJK.
Aktivitas fisik ringan, sedang dan kuat dapat membantu mengurangi risiko
penyakit jantung termasuk PJK karena aktivitas fisik dapat membantu
menurunkan kolesterol, diabetes dan obesitas, serta membantu menurunkan
tekanan darah. Bahkan aktifitas yang intensitasnya sedang dapat membantu
mengurangi risiko PJK jika dilakukan secara rutin dan dalam jangka yang
panjang.8

2.3 Hubungan PJK dengan LVEF


PJK merupakan penyakit jantung iskemik dan paling sering disebabkan karena
sumbatan plak ateroma pada arteri koroner. Sedangkan arteri koroner adalah arteri
yang memasok nutrisi dan oksigen ke otot jantung. Sumbatan plak ateroma pada
arteri koroner tersebut dapat menyebabkan arteri koroner menyempit atau
terblokir. Jika aliran darah ke jantung berkurang akibat penyempitan atau terblokir
maka jantung akan menjadi kekurangan oksigen dan nutrisi penting yang
dibutuhkan untuk bekerja dengan baik sehingga sebagian otot jantung akan
terganggu.6
Fraksi ejeksi merupakan pengukuran presentase darah yang meninggalkan
jantung atau presentase darah yang dipompa dari ventrikel setiap kali kontraksi.
Selama siklus jantung, jantung dapat berkontraksi dan relaksasi. Ketika jantung
berkontraksi, jantung berusaha menyemburkan darah dari ventrikel dan ketika
jantung relaksasi ventrikel mengisi darah. Ventrikel kiri merupakan ruang pompa
utama jantung, sehingga fraksi ejeksi biasanya diukur hanya menggunakan
presentase (ini persentase bukan??) ventrikel kiri saja. Nilai kuantitatif yang
menjadi ukuran untuk LVEF adalah sebagai berikut : 16
1. Hiperdinamik = LVEF > 70%
2. Normal = LVEF 50% - 70%
3. Disfungsi ringan = LVEF 40% - 49%
4. Disfungsi sedang = LVEF 30% - 39%
5. Disfungsi berat = LVEF < 30%

Universitas Tarumanagara 7
Fungsi ventrikel kiri akan terganggu akibat berkurangnya aliran darah koroner dan
jika terjadi terus menerus akan menyebabkan disfungsi ventrikel kiri sehingga
akan berpengaruh pada LVEF. Biasanya jika terjadi gangguan atau disfungsi pada
ventrikel kiri maka dapat terjadi penurunan LVEF.17,18

2.4 Intervensi Koroner Perkutan (IKP)


Arteri koroner adalah salah satu arteri yang mendistribusikan darah untuk
memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi menuju ke sel-sel jantung Jantung
sendiri tidak pernah beristirahat seperti otot-otot lainnya ditubuh karena inilah
jantung membutuhkan suplai makanan yang konstan dan arteri koroner sangat
vital untuk menjaga agar jantung dapat terus bekerja normal. Bila seseorang
memiliki PJK maka hal ini dapat membuat kebutuhan oksigen dan nutrisi menuju
ke sel-sel jantung tidak dapat didistribusikan dengan baik karena adanya
penyempitan pada lumen atau bahkan tersumbat sehingga aliran darah terganggu
dan dapat menimbulkan iskemia (Diatas ada pakai iskemik, yang ini kenapa
iskemia?? Akan lebih baik bila disamakan) miokard.6 Salah satu tatalaksananya
adalah dengan IKP. Tindakan IKP merupakan suatu tindakan terminologi yang
digunakan untuk menerangkan berbagai prosedur yang secara mekanik berfungsi
untuk meningkatkan perfusi atau aliran miokard tanpa melakukan tindakan
pembedahan. Prosedur yang paling umum dilakukan adalah Percutaneous
Coronary Angioplasty. Balonisasi biasanya diikuti dengan implantasi stent (italic)
pada pembuluh darah koroner untuk mencegah restenosis atau penyumbatan
kembali.19 Prosedur IKP relatif aman walaupun masih terdapat beberapa efek
samping atau kekurangan.
Di Amerika diperkirakan setiap tahun ada sekitar 1,3 juta yang melakukan
tindakan kateterisasi Jantung, setengah di antaranya adalah pelaksanaan IKP.20
Demikian juga pelaksanaan IKP di Indonesia salah satunya di Rumah Sakit Hasan
Sadikin Bandung selama tahun 2013 tercatat sebanyak 469 orang (orang yang
apa??).21

Universitas Tarumanagara 8
Terdapat 3 kriteria keberhasilan IKP: (kalau pakai point, akhir kalimat tidak pakai
titik)
a. Keberhasilan angiografi
Untuk tindakan IKP (dengan balon) dinyatakan berhasil apabila dapat
mengurangi penyempitan sampai 50%, dicapai aliran TIMI 3, tanpa
hilangnya salah satu cabang pembuluh koroner, tidak terjadi diseksi dan
thrombus. Sedangkan untuk pemasangan stent (italic) dinyatakan berhasil
bia penyempitan pembuluh darah menjadi 10%.
b. Keberhasilan prosedur adlah (adalah) bila keberhasilan angiografi tersebut
diikuti dengan bebas dari komplikasi major (ini bahasa Inggris, Bahasa
Indonesianya mayor) di RS seperti kematian, infark miokard, stroke dan
bedah pintas koroner darurat.
c. Keberhasilan klinis adalah bila keberhasilan angiografi dan keberhasilan
prosedur diikuti oleh kurangnya symptom (ini juga bahasa Inggris, bahasa
Indonesianya Simtom) dan gejala atau tanda iskemia (mau pakai iskemia
atau iskemik?). Keberhasilan klinis jangka panjang bila keberhasilan klinis
berlanjut paling tidak dalam waktu 9 bulan. Restenosis merupakan
komponen dalam menentukan keberhasilan jangka panjang. Dan restenosis
bukalah komplikasi, tetapi lebih disebabkan respons terhadap cedera
vascular (ini bahasa Inggris, bahasa Indonesianya Vaskular).6
2.4.1 Komplikasi IKP
2.4.1.1 Restenosis
Setelah balon angioplasty atau implantasi stent (italic), dinding
pembuluh darah mengalami sejumlah perubahan dan berhubungan dengan proses
penyembuhan yang berlebihan yang tertimbun pada lumen stent. Stenosis
biasanya terbentuk dalam beberapa hari sampai bulan setelah balon angioplasty
atau implantasi stent dan akan menstabil dalam 6 bulan. Pada penelitian telah
dilaporkan bahwa sebanyak 50% dari pasien dalam waktu 6 bulan setelah balon
angioplasty atau implantasi stent memerlukan revaskularisasi ulang. Biasanya
restenosis terjadi sekitar 20-40% pasien.22

Universitas Tarumanagara 9
2.4.1.2 Trombosis stent (Italic dan huruf besar)
Pada beberapa penelitian trombosis stent jarang terjadi tetapi masih
memiliki resiko (risiko). Faktor yang membuat kontribusi terbesar untuk
thrombosis stent adalah penghentian antiplatelet.trombosis (spasi) stent (italic)
biasanya muncul pada saat bulan pertama pemasangan IKP tetapi tidak menutup
kemungkinan dapat muncul pada saat sudah beberapa bulan atau tahun setelah
pemasangan IKP. 22
2.4.1.3 Komplikasi vaskular (Huruf besar)
Terdapat komplikasi vaskular terutama yang terkait dengan asks
vascular (ini bahasa Inggris??) meliputi pendarahan, hematoma pada situs akses,
retroperitoneal hematoma, pseudoaneurysm, fistula arteriovenous (italic), dan
diseksi arteri atau oklusi. Biasanya kejadian komplikasi tersebut berkisar 2% - 6%
pada pasien.23
2.4.2 Faktor - faktor (hilangin spasi) yang mempengaruhi perubahan fraksi
ejeksi pasca (huruf besar) IKP
Fraksi ejeksi merupakan pengukuran presentase (persentase?) darah yang
meninggalkan jantung atau presentase darah yang dipompa dari ventrikel setiap
kali kontraksi (berkontraksi). Sedangkan IKP merupakan suatu tindakan
terminologi yang digunakan untuk menerangkan berbagai prosedur yang secara
mekanik berfungsi untuk meningkatkan perfusi atau aliran miokard tanpa
melakukan tindakan pembedahan.6,19 Berikut ini adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi fraksi ejeksi ventrikel kiri pasca intervensi koroner perkutan :
2.4.2.1 Faktor anatomi (Huruf Besar)
Anatomi pembuluh darah sangat mempengaruhi karena mempunyai
tantangan tersendiri misalnya : (Bila pakai point, akhir kalimat tidak perlu pakai
titik)
1. Pada pembuluh darah yang kecil yang mempunyai retenosis lebih tinggi.
2. Pada pembuluh darah yang berkelok-kelok, walaupun bahan stent
mengalami kemajuan yang sangat pesat, namun menghadapi lesi yang
berkelok-kelok sering stent tidak dapat melewati lesi.
3. Multivessel CAD. (italic??)
4. Besar kecilnya thrombus.

Universitas Tarumanagara 10
5. Total oklusi (Total oklusi koroner atau oklusi koroner total??) koroner
kronis.3,6
2.4.2.2 Faktor IKP pada keadaan khusus (Huruf Besar)
Misalnya IKP dengan Left main stenosis, Chronic total occlusion (CTO),
dan (ini dan untuk apa??) Lesi bifurkasi, Lesi kalsifikasi, dan Lesi ostial.3,6
2.4.2.3 Faktor usia (Huruf Besar)
Pada pasien dengan usia lanjut atau usia lebih dari 75 tahun merupakan
kondisi klinis yang cukup besar dihubungkan dengan peningkatan resiko (Risiko)
mendapatkan komplikasi dari IKP karena biasanya pasien lanjut usia datang
dengan resiko (risiko) klinis yang lebih tinggi.3,23
2.4.2.4 Pada pasien diabetes miltus (Huruf Besar) (Melitus, bukan
Miltus)
Pasien PJK dengan komorbid diabetes militus (Melitus) sering dijumpai
sekitar 25%. Diabetes militus (melitus) juga merupakan faktor resiko mortalitas
lebih tinggi dibandingkan dengan pasien yang tidak memiliki diabetes militus
(melitus) karena diabetes militus (melitus) merupakan faktor resiko tertinggi
retenosis, peningkatan resiko oklusi setelah stent pada MI, penurunan fungsi
ventrikel dan gagal jantung kongesif, peningkatan resiko (risiko) thrombosis, dan
mempercepat progresifitas aterosklerosis.24

2.5 Hubungan antara IKP dengan perubahan LVEF (Huruf Besar)


IKP sebagai tatalaksana untuk kasus-kasus PJK merupakan prosedur non
bedah (pakai penghubung -) yang menggunakan kateter balon dan stent yang
bertujuan untuk membuka pembuluh darah di jantung yang telah menyempit oleh
penumpukan plak yang disebut dengan aterosklerosis. Bila seseorang memiliki
PJK maka kebutuhan oksigen dan nutrisi menuju ke sel-sel jantung tidak dapat
didistribusikan dengan baik karena adanya penyempitan pada lumen atau bahkan
tersumbat sehingga aliran darah terganggu dan dapat menimbulkan iskemia
(iskemia atau iskemik??) miokard. Dengan dilakukannya IKP pada pasien-pasien
yang terkena PJK maka pembuluh darah koroner yang telah menyempit dapat
dibuka kembali sehingga kebutuhan oksigen dan nutrisi yang menuju ke sel-sel
jantung dapat didistribusikan dengan baik dan hal tersebut dapat mempengaruhi

Universitas Tarumanagara 11
peningkatan LVEF karena fungsi ventrikel kiri akan terganggu akibat
berkurangnya aliran darah koroner. Tetapi jika fungsi ventrikel kiri dapat
berfungsi dengan baik karena IKP maka hal tersebut dapat berpengaruh pada
kenaikan LVEF. 3,6,17-19

Universitas Tarumanagara 12
2.6 Kerangka Teori

Faktor Internal Komorbid Faktor Kebiasaan

 Usia  Diabetes Melitus  Rokok


 Jenis Kelamin  Hipertensi  Aktifitas
 Obesitas  Dislipidemia

 Keberhasilan Angiografi
 Keberhasilan Prosedur
 Keberhasilan klinis Aterosklerosis

PJK
IKP
LVEF

2.3 Kerangka Konsep

PJK LVEF

IKP

Universitas Tarumanagara 13
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Desain penelitian ini menggunakan desain analitik cross-sectional.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di RS Umum Daerah Cengkareng. Penelitian dimulai
pada bulan januari 2014 – juni 2015. (Bulan huruf besar)

3.3 Populasi dan Sampel


Populasi target adalah rekam medis pasien PJK yang menjalani IKP di
Indonesia. Populasi terjangkau adalah rekam medis pasien PJK yang menjalani
IKP di RSUD Cengkareng. Sampel adalah rekam medis yang memenuhi kriteria
inklusi dan tidak termasuk kriteria eksklusi.

3.4 Perkiraan Besar Sampel


Besar sampel penelitian analitik
(𝑍𝑎+𝑍𝑏) 𝑥 𝑆𝑑 2
n=( )
𝑑
(1,96 +0,84) 𝑥 0,375 2
n=( )
0,15

n = 49 orang
Keterangan:
Zα = Deviat baku untuk kesalahan tipe I (1,96)
Zb = Deviat baku kesalahan tipe II (0,84)
Sd = Simpang baku dari rerata selisih (0,375)
d = Perbedaan rerata yang dianggap bermakna (15%)
Berdasarkan hasil perhitungan sampel di atas, maka dtetapkan besar sampel
untuk penelitian ini sebesar 49 orang.

Universitas Tarumanagara 14
3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi (Kriteria eksklusi-nya kalau gak salah gak
boleh karena gak masuk kriteria inklusi, kirteria ekskuli itu alasan kenapa
pasien awalnya masuk ke penelitian kamu, tapi di tenga-tengah dia
dikeluarkan dari penelitian, coba tolong dibaca lagi untuk memastikan)
 Kriteria inklusi: Rekam medis pasien PJK pasca PCI di RSUD Cengkareng
periode 2011-2014.
 Kriteria eksklusi: Data rekam medis tidak lengkap.

3.6 Cara Kerja Penelitian


Peneliti mencari data pasien PJK yang telah dilakukan IKP pada rekam medis
di RSUD Cengkareng yang telah memenuhi kriteria inklusi kemudian
mencatatnya setelah itu mengolah data dan menganalisa hasil.

3.7 Cara Kerja Penelitian


Variabel bebas : IKP
Variabel tergantung : Fraksi Ejeksi Ventrikel Kiri pre dan post IKP

3.8 Instrumen Penelitian


Instrumen yang digunakan adalah data sekunder yang didapatkan dari rekam
medis pasien di rumah sakit.

3.9 Definisi Operasional


Variabel Definisi Cara Pengukuran Skala
Usia Umur pada pasien saat Data rekam medik Numerik
menjalani IKP.
Jenis kelamin Jenis kelamin pasien. Data rekam medik Nominal
1 = Laki-laki
2 = Perempuan
Tinggi Badan Tinggi badan pada Data rekam medik Numerik
pasien saat menjalani
IKP dan dinyatakan
dalam meter.
Berat Badan Berat badan pada Data rekam medik Numerik
pasien saat menjalani

Universitas Tarumanagara 15
IKP dan dinyatakan
dalam kilogram.

Obesitas Obesitas merupakan Data rekam medik Nominal


keadaan kelebihan 1 = Ya
massa jaringan adipose 2 = Tidak
(Ini bahasa Inggris,
bahasa Indonesianya
Adiposa) yang
ditentukan dengan
mengklasifikasikan
berdasarkan Indeks
Massa Tubuh (IMT).10
Hipertensi Tekanan sistolik 140 Data rekam medik Numerik
mmHg atau lebih atau
tekanan diastolik 90
mmHg atau lebih atau
sedang memakai obat
anti hipertensi
Merokok Ada tidaknya merokok Data rekam medik Nominal
yang tertera direkam 1 = Ya
medis 2 = Tidak
NYHA New York Heart Data rekam medik Ordinal
Association digunakan 1 = NYHA kelas 1
untuk menilai derajat 2 = NYHA kelas 2
pasien gagal jantung 3 = NYHA kelas 3
berdasarkan berat 4 = NYHA kelas 4
ringannya gejala.
Diabetes Melitus Ada tidaknya diabetes Data rekam medik Nominal
mellitus (kayaknya L- 1 = Ya
nya gak double) yang 2 = Tidak
tertera direkam medis.
Dislipidemia Dikatakan dislipidemia Data rekam medik Nominal
apabila salah satu dari 1 = Ya
profil lipid tidak 2 = Tidak
normal misalnya total
kolesterol, HDL,LDL
(spasi) dan Trigliserid.

Universitas Tarumanagara 16
TIMI Flow Sistem penilaian yang Data rekam medik Numerik
mengacu pada tingkat
aliran darah koroner
yang terdapat pada
rekam medik.
LVEF / Faraksi Ejeksi Fraksi ejeksi Data rekam medik Numerik
Ventrikel Kiri merupakan
pengukuran presentase
(persentase) darah
yang meninggalkan
jantung atau presentase
(persentase) darah
yang dipompa dari
ventrikel setiap kali
kontraksi.

3.10 Pengumpulan Data


Peneliti mencatat data yang dibutuhkan untuk penelitian dari rekam medis
pasien PJK pasca IKP.

3.11 Analisis Data


3.11.1 Analisis asosiasi statistik
Analisis asosiasi statistik yang digunakan adalah data kategorik-numerik 2
kelompok berpasangan maka analisis data akan menggunakan uji parametrik uji t
berpasangan apabila sebaran data normal. Apabila sebaran data tidak normal maka
akan dilakukan uji non-parametriknya yaitu uji Wilcoxon.
3.11.2 Analisis Asosiasi Epidemiologi
Analisis asosiasi epidemiologi yang didapatkan dengan menghitung rerata
(mean; X ) antara 2 kelompok (pre-post) dikarenakan desain penelitian yang
digunakan adalah deskriptif cross-sectional.
Interpretasi:
• Mean ( X ) < 0 berarti tidak ada perbaikan setelah intervensi koroner
perkutan (Pre-PCI > Post PCI)

Universitas Tarumanagara 17
• Mean ( X ) = 0 berarti tidak ada perubahan setelah intervensi koroner
perkutan (Pre-PCI = Post PCI)
• Mean ( X ) > 0 berarti ada perbaikan setelah intervensi koroner
perkutan (Pre-PCI < Post PCI)

3.12 Alur Penelitian

Pasien PJK yang telah dilakukan IKP di


RSUD Cengkareng

Memenuhi Kriteria Inklusi

Dijadikan Sebagai Sampel

Mencatat Rekam Medis

Pengolahan Data

Analisis Data

Universitas Tarumanagara 18
BAB 4
HASIL PENELITIAN

Mulai dari tahun 2011 hingga 2014 didapatkan ada 88 tindakan IKP.
Sebanyak 69 data di eksklusi karena tidak memiliki data yang lengkap, yang tidak
terdapat data Fraksi Ejeksi Ventrikel Kiri sebelum tindakan IKP sebanyak 21,
yang tidak terdapat data Fraksi Ejeksi Ventrikel Kiri sesudah tindakan IKP
sebanyak 14 data, dan yang tidak terdapat keduanya sebanyak 34 data. Didapatkan
hasil 19 data yang bisa dimasukan sebagai subjek penelitian.
4.1 Karakteristik Subjek Penelitian (Nomor tabel disamakan, dan gak pake
titik di akhir kalimat)
Tabel 4. Karakteristik Dasar Subjek Penelitian.
VariabelӁ Hasil (n=19)
mean ± SD, median (min-maks), n (%)
Usia (tahun) 58,5 ± 8,8
Jenis Kelamin
Laki-laki 8 (42,1)
Perempuan 4 (21,1)
Tinggi Badan (m) 1,6 ± 0,1
Berat Badan (Kg) 62 (48 - 96)
Indeks Massa Tubuh (Kg/m2) 24,6 ± 4,5
Tekanan Darah Sistolik (mmHg) 154,2 ± 18,1
Tekanan Darah Diastolik (mmHg) 82,7 ± 13,7
Merokok
Ya 4 (21,1)
Tidak 8 (42,1)
NYHA
NYHA kelas I 2 (10,5)
NYHA kelas II 2 (10,5)
NYHA kelas III 8 (42,1)
NYHA kelas IV -
Ӂ Hanya terdapat 12 data dari 19 data subjek penelitian

Universitas Tarumanagara 19
Berdasarkan data di atas, subjek penelitian memiliki karakteristik rerata usia
58,5± tahun dengan jenis kelamin laki-laki : perempuan adalah 2:1. Rerata tinggi
badan 1,6±m dengan median (ini kenapa median, kenapa gak rerata??) berat
badan 62Kg, hal ini berpengaruh pada indeks massa tubuh dengan rerata 24,6±
Kg/m2. Tekanan darah sistolik dan diastolik memiliki rerata sebesar 154,2±
mmHg dan 82,7± mmHg. Subjek penelitian sebagian besar tidak merokok dan
keluhan pada subjek penelitian paling banyak pada klasifikasi NYHA kelas III
pada data peneliti.
Tabel 5. Penyakit Komorbid dan Skor TIMI Subjek Penelitian. (Gak pake titik di
akhir kalimat)
Variabel Hasil (n=19)
n (%)
Obesitas
Ya 8 (42,1)
Tidak 4 (21,1)
Tidak ada data 7 (36,8)
Hipertensi
Normal -
Pre Hipertensi 1 (5,3)
Hipertensi Grade 1 6 (31,6)
Hipertensi Grade 2 5 (26,3)
Tidak ada data 7 (36,8)
Diabetes Melitus
Ya 1 (5,2)
Tidak 9 (47,4)
Tidak ada data 9 (47,4)
Dislipidemia
Ya 4 (21,1)
Tidak 2 (10,5)
Tidak ada data 13 (68,4)
TIMI Flow
TIMI 1 -
TIMI 2 -

Universitas Tarumanagara 20
TIMI 3 4 (21,1)
Tidak ada data 15 (78,9)

Berdasarkan data di atas, didapatkan beberapa data penyakit komorbid dan


sebagian besar pasien mengalami Obesitas, Hipertensi, dan Dislipidemia. Pada
data peneiliti skor TIMI memiliki rerata pada klasifikasi TIMI 3.

4.2 Hubungan Rerata Fraksi Ejeksi Ventrikel Kiri Sebelum dan Sesudah
menjalani (Huruf Besar) Intervensi Koroner Perkutan
Tabel 6. Hubungan Rerata Fraksi Ejeksi Ventrikel Kiri Sebelum dan Sesudah
menjalani (Huruf Besar) Intervensi Koroner Perkutan. (Gak pake titik)
N mean ± SD Perbedaan 95%CI p value
mean ± SD Min Maks
LVEF pre PCI 19 47,6 ± 18,5 8,9 ± 15,6 1,4 16,5 0,022*
LVEF post PCI 19 56,5 ± 15,4
*Uji t berpasangan
Hasil penelitian ini menggunakan Uji t berpasangan diperoleh p = 0,022.
Hasil ini menunjukan bahwa secara statistik terdapat hubungan bermakna pada
fraksi ejeksi sebelum dan sesudah Intervensi Koroner Perkutan pada pasien PJK di
RSUD Cengkareng. Hasil penelitian ini juga menunjukan mean ± SD = 8,9 ± 15,6
dan menunjukan bahwa secara epidemiologi terdapat hubungan bermakna pada
fraksi ejeksi sebelum dan sesudah Intervensi Koroner Perkutan pada pasien PJK di
RSUD Cengkareng.

Universitas Tarumanagara 21
BAB 5
DISKUSI DAN PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Subjek Penelitian


Mulai dari tahun 2011 hingga 2014 didapatkan ada 88 tindakan IKP.
Sebanyak 69 data di eksklusi karena tidak memiliki data yang lengkap, yang tidak
terdapat data fraksi ejeksi ventrikel kiri sebelum tindakan IKP sebanyak 21, yang
tidak terdapat data fraksi ejeksi ventrikel kiri sesudah tindakan IKP sebanyak 14
data, dan yang tidak terdapat keduanya sebanyak 34 data. Didapatkan hasil 19
data yang bisa dimasukan sebagai subjek penelitian.
Berdasarkan hasil analisis dasar subjek penelitian terdapat beberapa
karakteristik. Karakteristik yang pertama adalah rerata usia 58,5± tahun (63,2%).
Hal ini menunjukkan bahwa pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti usia tua
merupakan proporsi pasien yang menjalani IKP karena semakin bertambahnya
umur perkembangan aterosklerotik semakin meningkat dan usia tua adalah faktor
resiko (risiko) terjadinya PJK.8,9,23 Penelitian ini didukung oleh Nolan MT dan
Mckee G dimana rerata usia pada penelitian meraka adalah 65,9± tahun dan pada
penelitian Rachel Murali-K dkk dimana rerata usia pasien IKP adalah 62±
tahun.25,26 Karakteristik yang kedua yaitu jenis kelamin, pada penelitian yang
dilakukan oleh peneliti laki-laki : perempuan adalah 2:1. Penelitian yang
dilakukan oleh peneliti menunjukan laki-laki merupakan proporsi terbanyak yang
menjalani IKP karena laki-laki mempunyai faktor resiko PJK dua kali lebih besar
dibanding perempuan sebab perempuan mempunyai estrogen endogen yang
bersifat protektif.10 Penelitian ini didukung oleh Nolan MT dengan Mckee G dan
pada penelitian Rachel Murali-K dkk dimana sebagian besar sampel mereka yang
25,26
menjalani IKP adalah laki-laki. Karakteristik yang ketiga adalah rerata tinggi
badan 1,6±m dengan median (median atau rerata??) berat badan 62Kg, hal ini
berpengaruh pada indeks massa tubuh dengan rerata 24,6± Kg/m2. Berdasarkan
analisis data pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti, didapatkan sebagian
besar pasien yang menjalani IKP mengalami obesitas. Dan obesitas juga
dihubungkan dengan berbagi perubahan dalam ekspresi adipokin seperti
peningkatan faktor inflamasi yang akan mempengaruhi fungsi dari endotel, selain

Universitas Tarumanagara 22
itu pasien obesitas akan meningkatkan risiko (risiko) untuk penyakit jantung
khususnya PJK.6 Penelitian ini didukung oleh Michae E Buschur dkk bahwa pada
penelitian mereka rata-rata orang yang menjalani IKP adalah orang-orang yang
submorbid obesity dan morbid obesity dengan p =<0,0001 hal ini menunjukan
kemaknaan pada penelian variabel tersebut.27 Penelitian kedua juga dilakukan
oleh Hall C dalam penelitian tersebut rata-rata orang yang menjalani IKP adalah
orang obesitas tetapi dalam penelitian mereka obesitas justru memiliki hasil klinis
yang lebih baik dibandingkan dengan pasien dengan berat badan normal setelah
IKP.28
Karakteristik yang ke empat adalah tekanan darah sistolik dan diastolik
yang memiliki rerata sebesar 154,2± mmHg dan 82,7± mmHg dan sebagian besar
pasien yang menjalani IKP pada penelitian ini mengalami hipertensi karena
hipertensi merupakan faktor resiko terkena penyakit jantung khususnya PJK.
Hipertensi merupakan faktor yang dapat menyebabkan progresifitas dan
perkembangan aterosklerosis melalui mekanisme kerusakan pada endotel
akibatnya menyebabkan aliran darah dalam pembuluh darah terganggu dan
terbatas.29 Penelitian ini didukung oleh Barywani SB dkk dimana data dari 10.220
pasien yang menjalani IKP dan dilakukan pada 14 rumah sakit di jepang (negara
huruf besar) dari September 2008 sampai April 2013 dengan jumlah pasien rata-
rata memiliki hipertensi dan dengan p =<0,001 hal ini menunjukan kemaknaan
pada penelitian tersebut.30 Karakteristik yang kelima adalah merokok, pada subjek
penelitian ini sebagian besar pasien yang akan menjali IKP tidak merokok.
Merokok itu sendiri merupakan resiko terjadinya PJK dan pada orang-orang yang
merokok PJK akan meningkat dua kali lipat jika intensitas merokok setiap hari 20
batang rokok karena merokok berperan dalam pathogenesis PJK diantaranya
timbulnya aterosklerosis, peningkatan trombogenesis dan vasokonstriksi,
peningkatan denyut darah dan denyut jantung, peningkatan kebutuhan oksigen
miokard dan penurunan pengangkutan oksigen.10 Penelitian ini didukung oleh
Puja Parikh dkk bahwa dalam penelitian mereka sebagian besar pasien yang akan
mereka teliti atau yang akan menjalani IKP adalah tidak merokok dengan n= 762
pasien dengan perbanding antara perokok dan tidak merokok adalah 38% : 62%.31
Tetapi (tetapi gak dipakai untuk awalan kalimat, bisa diganti jadi “Hasil ini tidak

Universitas Tarumanagara 23
sejalan dengan penelitian yang dikalukan *****”) pada penelitian yang dilakukan
oleh Jae-Sik Jang dimana rata-rata orang di Amerika yang akan menjalani IKP
adalah perokok dan pada penelitian tersebut menyebutkan bahwa jika pasien
berhenti merokok pada saat akan melakukan IKP akan mempunyai angina
significan (ini bahasa Inggris, bahasa Indonesianya Signifikan) yang lebih.32
Perbedaan hasil masing-masing penelitian antara peneliti, Puja Parikh dan Jae-Sik
Jang adalah kebiasaan dan demografi dari masing-masing Negara (ini huruf kecil
saja). Karakteristik yang ke lima adalah DM tetapi pada analisis data yang
dilakukan oleh peneliti rata-rata orang yang menjalani IKP pada subjek penelitian
didapatkan data pasien-pasien tidak mengalami DM. Padahal DM sendiri adalah
faktor resiko independen PJK, pada pasien-pasien DM yang menderita PJK akan
menjadi lebih berat, lebih progresif dan lebih komplek (kompleks).10,11 Penelitian
lain dilakukan oleh Massalha dkk dimana dalam penelitian mereka pasien-pasien
yang menjalani IKP adalah yang mempunyai DM.33 Penelitian lain juga dilakukan
oleh Jimenez Navarro MF dkk dimana pada penelitian mereka kebanyakan
pasien-pasien yang menjalani IKP mempunyai penyakit komorbid yaitu DM dan
pada penelitian mereka juga menyebutkan bahwa pada pasien DM mempunyai
mortalitas yang tinggi setelah dilakukan IKP p= <0,001 hal ini menunjukan
adanya kemaknaan pada penelitian yang dilakukan tersebut.34 Perbedaan hasil
antara peneliti dengan penelitian yang dilakukan oleh Massalha dkk dan Jimenez
Navarro MF adalah dimana pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti
menggunakan rekam medis sekunder dan pada peneliti juga mendapatkan sampel
yang sedikit.
Karakteristik yang ke enam adalah, didapatkan data penyakit komorbid
dan sebagian besar pasien yang menjalani IKP mengalami Dislipidemia.
Dislipidemia sendiri adalah keadaan yang disebabkan oleh terganggunya
metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan fraksi
lipid dan dislipidemia itu sendiri merupakan faktor resiko terjadinya PJK.6
Penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh David J Maron dkk
pada penelitian mereka menyebutkan bahwa pada pasien-pasien yang menjalani
IKP terdapat faktor komorbid salah satunya yaitu dislipidemia dan pada penelitian
tersebut dimana pada pasien-pasien yang mempunyai factor (ini bahasa Inggris,

Universitas Tarumanagara 24
bahasa Indonesianya Faktor) komorbid pada saat IKP memiliki mortalitas yang
lebih tinggi.35

5.2 Hubungan Rerata Fraksi Ejeksi Ventrikel Kiri Sebelum dan Sesudah
menjalani (huruf Besar) Intervensi Koroner Perkutan
Hasil penelitian ini menggunakan Uji t berpasangan diperoleh p = 0,022.
Hasil ini menunjukan bahwa secara statistik terdapat hubungan bermakna pada
LVEF sebelum dan sesudah IKP pada pasien PJK di RSUD Cengkareng. Hasil
penelitian ini juga menunjukan mean ± SD = 8,9 ± 15,6 dan menunjukan bahwa
secara epidemiologi terdapat hubungan bermakna pada LVEF sebelum dan
sesudah IKP pada pasien PJK di RSUD Cengkareng.
Bila seseorang memiliki PJK maka sel-sel jantung tidak dapat
mendistribusikan oksigen dan nutrisi kejantung (spasi) dengan baik karena adanya
penyempitan pada lumen atau bahkan tersumbat sehingga aliran darah terganggu.
Dengan dilakukannya IKP pada pasien-pasien yang terkena PJK maka pembuluh
darah koroner yang telah menyempit dapat dibuka kembali sehingga kebutuhan
oksigen dan nutrisi yang menuju ke sel-sel jantung dapat didistribusikan dengan
baik dan hal tersebut dapat mempengaruhi peningkatan LVEF karena fungsi
ventrikel kiri akan terganggu akibat berkurangnya aliran darah koroner. Tetapi
jika fungsi ventrikel kiri dapat berfungsi dengan baik karena IKP maka hal
tersebut dapat berpengaruh pada kenaikan LVEF.3,6,17-19
Penelitian ini didukung oleh Dennis V Fettser pada penelitian mereka
menyebutkan bahwa terdapat peningkatan LVEF post IKP dengan peningkatan
yang signifikan pada LVEF 50,4% ± 10,7% menjadi 56,1% ± 11,3% dengan P
=0001. Hal ini menunjukan bahwa terdapat hubungan bermakna pada LVEF
sebelum dan sesudah IKP.36 Penelitian yang kedua juga dilakukan oleh Min Su
Kim dkk dimana pada penelitian mereka menyebutkan bahwa mereka
mengevaluasi pasien-pasien yang LVEF <40% dan dilakukan tidakan IKP dan
CABG (Masuk daftar Singkatan) tetapi dalam penelitian tersebut mengatakan
bahwa IKP memiliki tingkat revaskularisasi target lebih tinggi dibanding CABG
dengan p =0,003. Hal ini menunjukan adanya hubungan yang bermakna pada

Universitas Tarumanagara 25
LVEF sebelum dan sesudah IKP.37 Penelitian ketiga juga dilakukan oleh M
Alidoosti (hapus underline) dkk dimana pada penelitian mereka yang melibatkan
1469 pasien menunjukkan hasil peningkatan LVEF ≥50% pasca IKP sebesar
94,1% (nilai p=0,005).5

5.3 Keterbatasan Peneliti


5.3.1. Bias seleksi
Dalam penelitian ini, bias seleksi dapat dihindari karena pengambilan
sampel secara non-random consecutive sampling.
5.2.2. Bias informasi
Dalam penelitian ini, bias responden dapat dihindari karena
pengambilan data sampel berdasarkan rekam medis sedangkan bias
peneliti tidak dapat dihindari karena terdapat kemungkinan kesalahan
dalam pemgambilan data.
5.2.3. Bias perancu
Dalam penelitian ini, bias perancu tidak dapat dihindari. Contoh bias
perancu dalam penelitian ini adalah faktor anatomi, usia tua, IKP pada
keadaan khusus dan DM.

5.4 Chance
Chance adalah besarnya peluang untuk diperolehnya hasil penelitian ini
secara kebetulan (memperkirakan besar kesalahan dalam menolak H0). Dapat atau
tidak disingkirkan kemungkinan diperolehnya hasil penelitian ini karena faktor
kebetulan, dinilai dari hasil perhitungan ini karena faktor kebetulan, dinilai dari
hasil perhitungan α(kesalahan tipe 1) dan β (kesalahan tipe II). Didapatkan nilai α
sebesar = 36,82% (pada β = 20%), nilai β sebesar 58,71% (pada α = 5%), dan
power sebesar 41,29 %.
Dengan demikian change atau besarnya peluang untuk diperolehnya hasil
penelitian ini secara kebetulan tidak dapat disingkirkan.

Universitas Tarumanagara 26
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Terdapat perubahan bermakna LVEF sesudah IKP pada pasien PJK di
RSUD Cengkareng.

6.2 Saran
Dalam penelitian ini diperlukan beberapa saran : (Bila pakai point, akhir kalimat
tidak pakai titik)
1. Diperlukan penelitian dengan jumlah sampel lebih banyak dengan
metode penelitian yang lebih objektif.
2. Disarankan di RSUD Cengkareng pada pasien yang sudah di IKP lebih
baik di lakukan Echo untuk melihat prognosis.
3. Disarankan di RSUD Cengkareng lebih rapi lagi dalam pengelolaan
data agar tidak ada data yang hilang.

Universitas Tarumanagara 27
DAFTAR PUSTAKA
(Line and Spacing Daftar pustaka single, jadi ini bikin di folder baru saja)
1. Joewono BS, editor. Ilmu Penyakit Jantung. Surabaya : Pusat Penerbitan dan
Percetakan Unair (AUP) ; 2003
2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
Riset kesehatan daerah. Jakarta : Riskesdas; 2013
3. Bonow RO, Mann DL, Zipes DP, Libby P, editor’s. Braunwald’s Heart
Disease: A Textbook of Cardiovascular. 9th ed. China: Elsevier; 2012
4. California Pasific Medical Center. Cardiac Catheterization, Coronary
Angiogram and Percutaneous Coronary Intervention (PCI), 2003-2006.
California : California Pasific Medical Center ; 2006
5. Alidoosti M, Salarifar M, Zeinali AMH, Kassaian SE, Dehkordi MR,
Fatollahi MS. Short- and long-term outcomes of percutaneous coronary
intervention in patients with low, intermediate and high ejection fraction.
Cardiovascular Journal of Africa. 2008; 19(1): 17–21.
6. Rilantono LI. Penyakit Kardiovaskular (PKV). Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia ; 2012
7. Coronary Heart Disease. National Institutes of Health. 2015
8. American Heart Association. Coronary Artery Disease - Coronary Heart
Disease. Aug 7,2015.
9. Yusnidar. Faktor-faktor Resiko Penyakit Jantung Koroner pada wanita usia
≥45 tahun [Tesis]. Semarang : Universitas Diponegoro; 2007
10. Gray HH, Dawkins KD, Morgan JM, Simpson IA. Lecture notes
Kardiologi.Edisi keempat. Jakarta ; 2005.
11. Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, et
al, editors. Harrison’s principle of internal medicine. 17th ed. USA: McGraw
Hill Medical, 2008.
12. American Heart Association. Symptoms, Diagnosis & Monitoring of
Diabetes. Updated:Oct 23,2015.
13. American Heart Association. Understanding Blood Pressure Readings.
Updated:Oct 22,2015

Universitas Tarumanagara 28
14. Setiono LY. Dislipidemia pada obesitas dan tidak obesitas di RSUP DR.
Kariadi dan laboratorium klinik swasta disemarang. Semarang: Universitas
Diponegoro; 2012
15. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi kelima. Jakarta: Interna Publising; 2009
16. Cardiosource.org [Internet]. Left ventricular ejection fraction ; [Updated
2012 April 19; Cited 2014 April 07]. Available from :
http://www.cardiosource.org/en/Science-And-Quality/Quality-
Programs/PINNACLE-Network/Quality-and-Performance-Improvement/HF-
Toolkit/Left-Ventricular-Ejection-
Fraction.aspx?w_nav=Search&WT.oss=ejection%20fraction&WT.oss_r=215
7&
17. Camisi PG, Wijns W, Borgers M, Silva RD, Ferrari R, Camisi PG, Wijns W,
Borgers M, Silva RD, Ferrari R, Knuuti J, et all. Pathophysiological
Mechanisms of Chronic Reversible Left Ventricular Dysfunction due to
Coronary Artery Disease (Hibernating Myocardium) [Article]. American
Heart Association. 1997; 96: 3205-3214 .
18. Rahimtoola SH. From coronary artery disease to heart failure: role of the
hibernating myocardium. Am J Cardiol.. 1995;75:16e-22e. (kok Italic??)
19. Hassan H. Intervensi koroner perkutan pada penyakit jantung koroner dan
permasalahannya. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2007
20. Hamel, WJ. Femoral Artery Closure After Cardiac Catheterization. Critical
Care Nurse 2009; 29(1):39-4
21. Shari WW, Suryani, Emaliyawati E. Terapi komplementer pada penurunan
kecemasan pasien yang akan menjalani intervensi koroner perkutan.
Indonesia nursing student jurnal 2014;2:2
22. Stuffer GA. Percutaneous Coronary Intervention Technique [Internet]. 2015
[update-2015 juni 25; dikutip 2015 november 20]. Tersedia dari :
http://emedicine.medscape.com/article/161446-overview#showall.
23. Levine GN, Bailey SR, Bittl JA, Cercek B, Chambers CE, Ellis SG, etc. 2011
ACCF/AHA/SCAI Guideline Percutaneous Coronary Intervention. Journal of
the American College of Cardiology. 2011; 58:24

Universitas Tarumanagara 29
24. Cheem Th. Diabetes Melitus and Ischemic Heart Disease: Successes and
Challenges with Revascularisation. ESC and the Asian Pacific Society of
Cardiology. Singapore: Yong Loo Lin School of Medicine National
University of Singapore; 2013
25. MT Nolan, G McKee. Is Knowledge Level of Coronary Heart Diseas and
Risk Factors Among Post-Percutaneous Coronary Intervention Patients
Adequate [Internet]. 2015 [update-2015 september 29; dikutip 2015
november 20]. Tersedia dari :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/26422635
26. Krishnan RM, Iqbal J, Rowe R, Hatem E, Parviz Y, Richardson J, et all.
Impact of Frailty on Outcome after Percutaneous Coronary Intervention: a
prospective cohort study [Internet]. 8-2015 september [update-2015 oktober
2; dikutip 2015 november 20]. Tersedia dari :
http://openheart.bmj.com/content/2/1/e000294.full
27. Buschur ME, Smith D, Share D, Campbell W, Mattichak S, Sharma M, et al.
The Burgeoning Epidemic of Morbid Obesity in Patients Undergoing
Percutaneous Coronary Intervention. Journal of the American College of
Cardiology -2013 august; Vol. 62(8) : 688.
28. Han S, Oh PC, Lee K, Suh SY, Kang WC, Koh KK, et al. Obesity Paradox
Still Exists after Percutaneous Coronary Intervention Independent Metabolic
Status. Journal of the American College of Cardiology-2014 April 1; Vol
62(12) :1.
29. Olafiranye O, Zizi F, Brimah P, Jean-louis G, Makaryus AN, McFarlane S, et
al. Management of hypertension among patients with coronary heart disease.
International journal of hypertension. 2011;2011:1-6.
30. SB Barwani, S Li, M Lindh, J Ekelund, M Petzold, P Albertsson, et al. Acute
Coronary Syndrome in Octogenarians; association between Percutaneous
Coronary Intervention and long-term mortality [Internet]. 2015 [update-2015
sep 28; dikutip 2015 november 20]. Tersedia dari :
www.ncbi.nlm.nih.gov/pupmed/26451095
31. Parikh P, Jeremias A, Gruberg B, Prakash S, Tahir U, Kort S, et al. The
Double Paradox: Obese Smokers Have Better Outcome Following PCI for

Universitas Tarumanagara 30
Acute Myocardial Infarction. Journal of the American College of Cardiology-
2013 March 12; Vol 61(12):1.
32. Jang JS, Buchanan D, Gosch K, Jones P, Sharma P, Shafiq A, et al.
Association Smoking Status with Health-Related Outcome after Percutaneous
Coronary Intervention. Journal of the American College of Cardiology-2015
March 17; Vol 65(10S) :1
33. S Massalha, L Luria, A Kerner, A Roguin, E Abergel, H Hammerman, et al.
Heart failure in patients with diabetes undergoing primary percutaneous
coronary intervention [Internet]. 2015 [update-2015 jul 30; dikutip 2015
november 20]. Tersedia dari : www.ncbi.nlm.nih.gov/m/pupmed/26228449
34. MF Jimenez N, F Lopez J, G Barsness, Rj Lennon, GS Sandhu, A Prasad.
Long-term prognosis of complete percutaneous coronary revascularization in
patients with diabetes with multivessel disease [Internet]. 2015 [update-2015
jul 30; dikutip 2015 november 20]. Tersedia dari :
www.ncbi.nlm.nih.gov/m/pupmed/25882505
35. Maron DJ, Boden WE, Spertus JA, Hartigan PM, Mancini BJ, Sedlis SP, et
al. Impact ofmetabolic syndrome and diabetes on prognosis and outcome
with early percutaneous coronary intervention in the COURAGE (Clinical
outcome utilizing revascularization and aggressive drug evaluation) trial.
Journal of the American College of Cardiology-2011 July 2; Vol 58(2):5.
36. Fettser DV, Batyraliev TA, Preobrazhensky DV, Pershukov IV, Sidorenko
BA. Impact of PCI with BMS implantation for CTO on left ventricular
ejection fraction. 2011 may-june; Vol 12(3):e38.
37. Kim MS, Kang SH, Park HS, Bae BJ, Cheon SS, Roh JH, et al. Left Main
Revascularization for Patient with Reduce Left Ventricular Ejection Fraction;
Comparison of Outcome After PCI versus CABG from ASAN_MAIN
Registry. 2015; Vol 65(17):S18.

Universitas Tarumanagara 31
Lampiran 1 – Lembar Pengerjaan SPSS
1. Lembar SPSS Untuk Karakteristik Subjek Penelitian
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Usia 12 63,2% 7 36,8% 19 100,0%
Tinggi Badan 12 63,2% 7 36,8% 19 100,0%
Berat Badan 12 63,2% 7 36,8% 19 100,0%
Indeks Massa Tubuh 12 63,2% 7 36,8% 19 100,0%
Tekanan Darah Sistolik 12 63,2% 7 36,8% 19 100,0%
Tekanan Darah Diastolik 12 63,2% 7 36,8% 19 100,0%

Descriptives

Statistic Std. Error


Usia Mean 58,5000 2,53909
95% Confidence Interval for Lower Bound 52,9115
Mean
Upper Bound 64,0885

5% Trimmed Mean 58,5556

Median 55,5000

Variance 77,364

Std. Deviation 8,79566

Minimum 45,00

Maximum 71,00

Range 26,00

Interquartile Range 16,00

Skewness ,287 ,637


Kurtosis -1,240 1,232
Tinggi Badan Mean 1,6017 ,01833
95% Confidence Interval for Lower Bound 1,5613
Mean
Upper Bound 1,6420

5% Trimmed Mean 1,6007

Median 1,6000

Variance ,004

Universitas Tarumanagara 32
Std. Deviation ,06351

Minimum 1,50

Maximum 1,72

Range ,22

Interquartile Range ,09

Skewness ,535 ,637


Kurtosis ,066 1,232
Berat Badan Mean 63,1667 3,59889
95% Confidence Interval for Lower Bound 55,2456
Mean
Upper Bound 71,0878

5% Trimmed Mean 62,1852

Median 62,0000

Variance 155,424

Std. Deviation 12,46693

Minimum 48,00

Maximum 96,00

Range 48,00

Interquartile Range 11,75

Skewness 1,694 ,637


Kurtosis 4,122 1,232
Indeks Massa Tubuh Mean 24,6250 1,31149
95% Confidence Interval for Lower Bound 21,7384
Mean
Upper Bound 27,5116

5% Trimmed Mean 24,4222

Median 23,3500

Variance 20,640

Std. Deviation 4,54315

Minimum 17,60

Maximum 35,30

Range 17,70

Interquartile Range 4,63

Skewness 1,117 ,637

Universitas Tarumanagara 33
Kurtosis 2,076 1,232
Tekanan Darah Sistolik Mean 154,1667 5,22644
95% Confidence Interval for Lower Bound 142,6634
Mean
Upper Bound 165,6700

5% Trimmed Mean 153,2963

Median 151,5000

Variance 327,788

Std. Deviation 18,10491

Minimum 130,00

Maximum 194,00

Range 64,00

Interquartile Range 28,25

Skewness ,854 ,637


Kurtosis ,591 1,232
Tekanan Darah Diastolik Mean 82,6667 3,94725
95% Confidence Interval for Lower Bound 73,9788
Mean
Upper Bound 91,3545

5% Trimmed Mean 82,9074

Median 80,0000

Variance 186,970

Std. Deviation 13,67369

Minimum 60,00

Maximum 101,00

Range 41,00

Interquartile Range 17,50

Skewness -,274 ,637


Kurtosis -,316 1,232

Universitas Tarumanagara 34
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Usia ,196 12 ,200* ,916 12 ,252
Tinggi Badan ,260 12 ,024 ,917 12 ,263
Berat Badan ,223 12 ,100 ,856 12 ,044
Indeks Massa Tubuh ,217 12 ,124 ,910 12 ,214
Tekanan Darah Sistolik ,200 12 ,200* ,922 12 ,299
Tekanan Darah Diastolik ,256 12 ,029 ,863 12 ,053
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.

2. Lembar SPSS Untuk Analisis Statistik & Epidemiologi


Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
LVEF pre 19 100,0% 0 ,0% 19 100,0%
LVEF post 19 100,0% 0 ,0% 19 100,0%

Descriptives

Statistic Std. Error


LVEF pre Mean 47,5789 4,23872
95% Confidence Interval for Lower Bound 38,6737
Mean
Upper Bound 56,4842

5% Trimmed Mean 46,5877

Median 47,0000

Variance 341,368

Std. Deviation 18,47616

Minimum 24,00

Maximum 89,00

Range 65,00

Interquartile Range 27,00

Skewness ,607 ,524

Universitas Tarumanagara 35
Kurtosis -,170 1,014
LVEF post Mean 56,5263 3,53377
95% Confidence Interval for Lower Bound 49,1021
Mean
Upper Bound 63,9505

5% Trimmed Mean 56,6404

Median 54,0000

Variance 237,263

Std. Deviation 15,40335

Minimum 29,00

Maximum 82,00

Range 53,00

Interquartile Range 31,00

Skewness ,226 ,524


Kurtosis -,851 1,014

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
LVEF pre ,103 19 ,200* ,948 19 ,359
LVEF post ,135 19 ,200* ,949 19 ,376
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean


Pair 1 LVEF pre 47,5789 19 18,47616 4,23872
LVEF post 56,5263 19 15,40335 3,53377

Universitas Tarumanagara 36
Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.
Pair 1 LVEF pre & LVEF post 19 ,590 ,008

Universitas Tarumanagara 37
Lampiran 2 – Daftar Riwayat Hidup
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi :
Nama Lengkap : Dona Christin Victe
NIM : 405120218
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, Tanggal Lahir : Pati, 18 Agustus 1993
Agama : Kristen
Alamat : Ds Payak RT/RW 017/006 Kecamatan Cluwak
Kabupaten Pati
No. Telp : 081289368842
Email : donavicte@gmail.com

Pendidikan Formal :
1997 – 1999 : TK Pertiwi Payak
1999 – 2005 : SDN Payak 02
2005 – 2008 : SMPN 2 Pemalang
2008 – 2011 : SMAN 3 Pati

Pendidikan Non Formal :


2008 – 2011 : Primagama
2011 – 2012 : Ganesa Operation & Daniel

Pengalaman Organisasi :
2013 :
 Panitia Sie Dana Natal Persekutuan Oikumene Universitas
Tarumanagara (POUT)
 Panitia Sie Acara “World Aids Day” iCU FK Untar
 Panitia Sie Sekretaris “Grand iCare 3rd “ iCU FK Untar

Universitas Tarumanagara 38
2014 :
 Panitia Sie Acara “Cup of Love” iCU FK Untar
 Panitia Sie Dana “World Aids Day” iCU FK Untar
 Penanggung Jawab Paskah Persekutuan Oikumene Universitas
Tarumangara (POUT)
 Panitia Sie Konsumsi “Grand iCre 4th“ iCU FK Untar
 Badan Pengurus Harian “Sekretaris” iCU FK Untar
 Badan Pengurus Harian “Koordinator FK” Persekutuan Oikumene
Universitas Tarumangara (POUT)

Universitas Tarumanagara 39

Anda mungkin juga menyukai