Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

I. KONSEP PENYAKIT
A. Pengertian
Artritis pirai (Gout) adalah suatu proses inflamasi yang terjadi karena deposisi kristal
asam urat pada jaringan sekitar sendi. gout terjadi sebagai akibat dari hiperurisemia yang
berlangsung lama (asam urat serum meningkat) disebabkan karena penumpukan purin
atau ekresi asam urat yang kurang dari ginjal. Artritis pirai adalah suatu sindrom klinis
yang mempunyai gambaran khusus, yaitu artritis akut. Artritis akut disebabkan karena
reaksi inflamasi jaringan terhadap pembentukan kristal monosodium urat monohidrat
(Arya, 2013).
Asam urat merupakan penyakit heterogen meliputi hiperurikemia, serangan artritis
akut yang biasanya mono-artikuler. Terjadi deposisi kristal urat di dalam dan sekitar
sendi, parenkim ginjal dan dapat menimbulkan batu saluran kemih (Edu S. Tehupeiory,
2000)
B. Etilogi
1. Faktor genetik dan faktor hormonal yang menyebabkan gangguan metabolisme yang
dapat mengakibatkan meningkatnya produksi asam urat.
2. Jenis kelamin dan umur
Prosentase Pria : Wanita yaitu 2 : 1 pria lebih beresiko terjadinya asam urat yaitu umur
(30 tahun keatas), sedangkan wanita terjadi pada usia menopouse (50-60 tahun).
3. Berat badan
Kelebihan berat badan meningkatkan risiko hiperurisemia dan gout berkembang
karena ada jaringan yang tersedia untuk omset atau kerusakan, yang menyebabkan
kelebihan produksi asam urat.
4. Konsumsi alkohol
Minum terlalu banyak alkohol dapat menyebabkan hiperurisemia, karena alkohol
mengganggu dengan penghapusan asam urat dari tubuh.
5. Diet
Makan makanan yang tinggi purin dapat menyebabkan atau memperburuk gout.
Misalnya makanan yang tinggi purin : kacang-kacangan, rempelo dll.
6. Obat-Obatan Tertentu
Sejumlah obat dapat menempatkan orang pada risiko untuk mengembangkan
hiperurisemia dan gout. Diantaranya golongan obat jenis diuretik, salisilat, niasin,
siklosporin, levodova.
C. Patifisiologi
1. Presipitasi kristal monosodium urat, dapat terjadi di jaringan jika konsentrasi dalam
plasma lebih dari 9 mg/dl.
2. Respon leukosit polimorfonuklear (PMN) dan selanjutnya akan terjadi fagositosis
kristal oleh leukosit.
3. Fagositosis, terbentuk fagolisosom dan akhirnya membran vakuol disekeliling kristal
bersatu dengan membran leukositik lisosom.
4. Kerusakan lisosom, terjadi robekan membram lisosom dan pelepasan enzim dan
oksida radikal ke dalam sitoplasma.
5. Kerusakan sel, terjadi respon inflamasi dan kerusakan jaringan.
7. Setiap orang memiliki asam urat di dalam tubuh, karena pada setiap metabolisme
normal dihasilkan asam urat. Normalnya, asam urat ini akan dikeluarkan dari dalam
tubuh melalui feses (kotoran) dan urin, tetapi karena ginjal tidak mampu
mengeluarkan asam urat yang ada menyebabkan kadarnya meningkat dalam tubuh.
8. Hal lain yang dapat meningkatkan kadar asam urat adalah kita terlalu banyak
mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung banyak purin. Asam urat yang
berlebih selanjutnya akan terkumpul pada persendian sehingga menyebabkan rasa
nyeri atau bengkak.
D. Manifestasi Klinis
Gout berkembang dalam 4 tahap :
1. Tahap Asimptomatik :
Pada tahap ini kadar asam urat dalam darah meningkat, tidak menimbulkan gejala.
2. Tahap Akut :
Serangan akut pertama datang tiba-tiba dan cepat memuncak, umumnya terjadi pada
tengah malam atau menjelang pagi. Serangan ini berupa rasa nyeri yang hebat pada
sendi yang terkena, mencapai puncaknya dalam waktu 24 jam dan perlahan-lahan
akan sembuh spontan dan menghilang dengan sendirinya dalam waktu 14 hari.
3. Tahap Interkritikal :
Pada tahap ini penderita dapat kembali bergerak normal serta melakukan berbagai
aktivitas olahraga tanpa merasa sakit sama sekali. Kalau rasa nyeri pada serangan
pertama itu hilang bukan berarti penyakit sembuh total, biasanya beberapa tahun
kemudian akan ada serangan kedua. Namun ada juga serangan yang terjadi hanya
sekali sepanjang hidup, semua ini tergantung bagaimana sipenderita mengatasinya.
4. Tahap Kronik :
Tahap ini akan terjadi bila penyakit diabaikan sehingga menjadi akut. Frekuensi
serangan akan meningkat 4-5 kali setahun tanpa disertai masa bebas serangan. Masa
sakit menjadi lebih panjang bahkan kadang rasa nyerinya berlangsung terus-menerus
disertai bengkak dan kaku pada sendi yang sakit.
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Serum asam urat
Umumnya meningkat, diatas 7,5 mg/dl. Pemeriksaan ini mengindikasikan
hiperuricemia, akibat peningkatan produksi asam urat atau gangguan ekskresi.
2. Angka leukosit
Menunjukkan peningkatan yang signifikan mencapai 20.000/mm3 selama serangan
akut. Selama periode asimtomatik angka leukosit masih dalam batas normal yaitu
5000 – 10.000/mm3.
3. Eusinofil Sedimen rate (ESR)
Meningkat selama serangan akut. Peningkatan kecepatan sedimen rate
mengindikasikan proses inflamasi akut, sebagai akibat deposit asam urat di
persendian.
4. Urin spesimen 24 jam
Urin dikumpulkan dan diperiksa untuk menentukan produksi dan ekskresi dan asam
urat. Jumlah normal seorang mengekskresikan 250 - 750 mg/24 jam asam urat di
dalam urin. Ketika produksi asam urat meningkat maka level asam urat urin
meningkat. Kadar kurang dari 800 mg/24 jam mengindikasikan gangguan ekskresi
pada pasien dengan peningkatan serum asam urat.Instruksikan pasien untuk
menampung semua urin dengan peses atau tisu toilet selama waktu pengumpulan.
Biasanya diet purin normal direkomendasikan selama pengumpulan urin meskipun
diet bebas purin pada waktu itu diindikasikan.
Analisis cairan aspirasi dari sendi yang mengalami inflamasi akut atau material
aspirasi dari sebuah tofi menggunakan jarum kristal urat yang tajam, memberikan
diagnosis definitif gout.
5. Pemeriksaan radiografi
Dilakukan pada sendi yang terserang, hasil pemeriksaan akan menunjukkan tidak
terdapat perubahan pada awal penyakit, tetapi setelah penyakit berkembang progresif
maka akan terlihat jelas/area terpukul pada tulang yang berada di bawah sinavial
sendi.
F. Penatalaksanaan
1. Non farmakologi
a. Pembatasan makanan tinggi purin (± 100-150 mg purin/hari.
b. Cukup kalori sesuai kebutuhan yang didasarkan pada TB n BB.
c. Tinggi karbohidrat kompleks (nasi, roti, singkong, ubi) disarankan tidak kurang dari
100 g/hari.
d. Rendah protein yang bersumber hewani.
e. Rendah lemak, baik dari nabati atau hewani.
f. Tinggi cairan. Usahakan dapat menghabiskan minuman sebanyak 2,5 ltr atau
sekitar 10 gelas sehari dapat berupa air putih masak, teh, sirop atau kopi.
g. Tanpa alkohol, termasuk tape dan brem perlu dihindari juga. Alkohol dapat
meningkatkan asam laktat plasma yang akan menghambat pengeluaran asam urat
2. Farmakologi
a. Pengobatan fase akut, obat yang digunakan untuk mengatasi nyeri dan inflamasi
(colchicine, indometasin, fenilbutazon, kortikostropin)
b. Pengobatan hiperurisemia, terbagi dua golongan, yaitu :
3. Golongan urikosurik (probenesid, sulfinpirazon, azapropazon, benzbromaron) dan
Inhibitor xantin (alopurinol ).
G. Komplikasi
1. Penyakit Ginjal
Komplikasi asam urat yang paling umum adalah gangguan-gangguan pada ginjal.
Gangguan pada ginjal terjadi akibat dari penangan pada penderia asam urat akut
terlambat menangani penyakitnya. Pada penderita asam urat ada dua penyebab
gangguan pada ginjal yaitu terjadinya batu ginjal (batu asam urat) dan risiko kerusakan
ginjal.batu asam urat terjadi pada penderita yang memiliki asam urat lebih tinggi dari
13 mg/dl. Asam urat merupakan hasil buangan dari metabolisme tubuh melalui urine.
Seperti yang telah diketahui, urine di proses di ginjal. Oleh sebab itu, jika kadar di dala
darah terlalu tinggi maka asam urat yang berlebih akan membentuk kristal dalam
darah. Apabila jumlahnya semakin banyak, akan mengakibatkan penumpukkan dan
pembentukkan batu ginjal.
Batu ginjal terbentuk ketika urine mengandung substansi yang membentuk kristal,
seperti kalsium, oksalat dan asam urat. Pada saat yang sama, urine mungkin
kekurangan substansi yang mencegah kristal menyatu. Kedua hal ini menjadikannya
sebua lingkungan yang ideal untuk terbentuknya batu ginjal. Batu ginjal tidak
menampakan gejala sampai batu ginjal tersebut bergerak di dalam ginjal atau masuk
ke saluran kemih (ureter), suatu saluran yang menghubungkan ginjal dan kandungan
kemih (Noviyanti, 2015).
2. Penyakit Jantung
Kelebihan asam urat dalam tubuh (hiperurisemia) membuat seseorang berpotensi
terkena serangan jantung. Pada orang yang menderita hiperurisemia terdapat
peningkatan risiko 3-5 kali munculnya penyakit jantung koroner dan stroke. Hubungan
antara asam urat dengan penyakit jantung adalah adanya kristal asam urat yang dapat
merusak endotel atau pembuluh darah koroner. Hiperurisemia juga berhubungan
dengan sindroma metabolik atau resistensi insulin, yaitu kumpulan kelainan-kelainan
dengan meningkatnya kadar insulin dalam darah, hipertensi, sklerosis (Noviyanti,
2015).

3. Diabetes Mellitus
Hasil studi baru Eswar Krishnan yang merupakan asisten Profesor Rheumatology
di Stanford University dengan hasil penelitian yang dipresentasikan di pertemuan
tahunan American College of Rheumatology didapati kesimpulan bahwa, kadar asam
urat yang tinggi dalam darah berkaitan dengan risiko peningkatan diabetes hampir
20% dan risiko peningkatan kondisi yang mengarah pada perkembangan penyakit
ginjal dari 40%.
Para peneliti meninjau catatan dari sekitar 2.000 orang dengan gout dalam
database Veterans Administration. Pada awal penelitian, semua peserta penelitian
tidak menderita diabete atau penyakit ginjal. Selama periode tiga tahun, 9% laki-laki
dengan gout yang memiliki kadar asam urat tidak terkontrol berada pada kondisi yang
mengarah pada perkembangan diabetes dibandingkan dengan 6% dari mereka
dengan kadar asam urat yang terkontrol. Pada penderita diabetes ditemukan 19%
lebih tinggi dengan kadar asam urat yang tidak terkontrol. Kadar asam urat dalam
darah yang lebih tinggi dari angka 7 mg/dl dianggap tidak terkontrol. Penelitian kedua
dilakukan oleh peneliti yang sama menggunakan database yang sama. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa lebih dari 3 tahun dengan periode gout pada
pria yang memiliki kadar asam urat yang tidak terkontrol memiliki risiko 40% lebih tinggi
untuk penyakit ginjal dibandingkan dengan pria dengan kadar asam urat terkontrol.
Penelitian tersebut tidak membuktikan bahwa kadar asam urat yang tidak terkontrol
menyebabkan masalah kesehatan, tetapi menunjukkan hubungan peningkatan kadar
tersebut dengan masalah kesehatan (Noviyanti, 2015).

II. KONSEP KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Biodata klien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah,
agama, suku, bangasa, status perkawinan, pendidikan terakhir,, pekerjaan pasien, dan
nama orang tua/ suami/ istri.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama yang biasanya terjadi pada penderita artritis gout yakni keluhan nyeri
yang terjadi pada ibu jari kaki atau pada sendi-sendi lain, nyeri saat digerakkan,
bengkak, dan kemerahan, demam subfebris, periksa adanya nodul diatas sendi.
c. Riwayat kesehatan yang lalu
Tanyakan adakah riwayat gout dalam keluarga.
d. Riwayat Kesehatan Sekarang

Faktor riwayat penyakit saat penting diketahui untuk mengetahui penyebab penyakit.
Di sini harus ditanya dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai
terjadinya nyeri pada persendian. Pada pengkajian pasien dengan atritis gout biasanya
didapatkan keluhan nyeri pada bagian persendian pergelangan kaki, lutut, pergelangan
tangan, jari tangan, dan siku. Pada serangan akut penderita gout dapat menimbulkan
gejala demam dan nyeri hebat yang biasanya bertahan berjam-jam sampai seharian,
dengan atau tanpa pengobatan. Seiring berjalannya waktu serangan artritis gout akan
timbul lebih sering dan lebih lama.

e. Pola Pengkajian Menurut Gordon

1) Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan


a) Data subjektif :
(a) Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang pengobatan dan
pemeliharaan kesehatan.
(b) Kaji riwayat penyakit yang pernah dialami klien sebelumnya.
(c) Apa upaya untuk mempertahankan kesehatan dan mencegah penyakit.
(d) Apa yang dilakukan klien bila mengalami gangguan kesehatan.
b) Data objektif :
(a) Observasi penampilan dan keadaan fisik klien.
(b) Kaji kebutuhan klien dan kebutuhan ADL sehari – hari.
2) Pola nutrisi metabolik
1) Data subjektif :
(a) Tanyakan makanan dan minuman sehari – hari dalam 24 jam.
(b) Kaji makanan kesukaan atau yang tidak disukai pasien.
(c) Kaji adanya gangguan menelan, mual, dan muntah.
(d) Apakah ada alergi atau pantangan terhadap suatu makanan?
(e) Tanyakan frekuensi makan dan jumlah makanan yang mampu dihabiskan.
2) Data objektif :
(a) Observasi dan kaji nilai laboratorium
(b) Timbang berat badan dan catat hasilnya
3) Pola eliminasi
a) Data subjektif :
(1)Tanyakan kebiasaan buang air besar, teratur atau tidak, frekuensinya
dalam sehari, warna dan konsistensinya, adakah sulit saat membuang air
besar dan bagaimana klien mengatasinya.
(2)Kaji frekuensi buang air kecil, apakah sering menahan BAK?
b) Data objektif :
(1)Observasi intake dan output
4) Pola aktivitas dan latihan
a) Data subjektif :
(1) Kaji tingkat aktivitas klien setiap hari.
(2) Tanyakan adanya keluhan lemah, nyeri untuk beraktivitas.
b) Data objektif :
(1) Observasi tingkat aktivitas klien.
(2) Kaji kemampuan memenuhi kebutuhan ADL.
5) Pola tidur dan istirahat
a. Data subjektif :
(1) Tanyakan jumlah tidur semalam.
(2) Tanyakan kebiasaan dan jumlah tidur pada siang hari.
(3) Tanyakan kebiasaan sebelum tidur.
(4) Adakah kesulitan untuk tidur.
b. Data objektif :
(1) Observasi keadaan lingkungan yang dapat mengganggu istirahat klien.
(2) Kaji faktor intrinsik individu yang dapat mengganggu istirahat klien.
6) Pola peran sosial
a) Data subjektif :
(1) Tanyakan apakah penyakit ini mempengaruhi klien dan keluarga.
(2) Tanyakan apakah hubungan klien dengan keluarga, teman akan
mengalami perubahan.
b) Data objektif :
(1) Kaji interaksi klien dengan pasien di sebelah kiri, kanan dan dengan
tenaga perawat dan dokter.
7) Persepsi diri – konsep diri
a) Data subjektif :
(1) Tanyakan pada klien bagaimana perasaannya terhadap gangguan yang
di alaminya saat ini.
(2) Bagaimana masalah ini dapat membuat pandangan klien terhadap diri
sendiri.
b) Data objektif :
(1) Kaji adanya ungkapan rendah diri klien
(2) Kaji respon verbal dan non verbal klien.
8) Pola nilai kepercayaan
a) Data subjektif :
(1) Tanyakan apakah klien menganut sistem kepercayaan tertentu.
(2) Tanyakan kebebasan klien dalam melakukan kegiatan ibadahnya.
b) Data objektif :
(1) Kaji respon verbal dan non verbal klien saat menanyakan nilai
kepercayaannya
f. Pemeriksaan Fisik
1) Tanda-tanda vital
2) Pemeriksaan Cepalo Caudal
g. Pengkajian perubahan pada perkembangan fisiologis, kognitif dan perilaku sosial pada
lansia
1) Pengkajian status fungsional :
Pengkajian status fungsional adalah suatu pengukuran kemampuan seseorang
untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari – hari secara mandiri.Indeks Katz
adalah alat yang secara luas digunakan untuk menentukan hasil tindakan dan
prognosis pada lansia dan penyakit kronis. Format ini menggambarkan tingkat
fungsional klien dan mengukur efek tindakan yang diharapkan untuk
memperbaiki fungsi. Indeks ini merentang kekuatan pelaksanaan dalam 6 fungsi
: mandi, berpakaian, toileting, berpindah, kontinen dan makan. Indeks katz
dilampirkan.
2) Pengkajian status kognitif
Kebanyakan trauma psikologis dan emosi pada masa lanisa muncul akibat
kesalahan konsep karena lansia mengalami kerusakan kognitif. Akan tetapi
perubahan struktur dan fisiologi yang terjadi pada otak selama penuaan tidak
mempengaruhi kemampuan adaptif & fungsi secara nyata (ebersole &hess, 1994)
3) SPMSQ (short portable mental status quetionnaire)
Digunakan untuk mendeteksi adanya dan tingkat kerusakan intelektual
terdiri dari 10 hal yang menilai orientasi, memori dalam hubungan dengan
kemampuan perawatan diri, memori jauh dan kemampuan matematis.

2. Diagnosa
a. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kaku sendi
c. Risiko jatuh dibuktikan dengan gangguan mobilitas
3. Perencanaan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Nyeri akut Dalam waktu 3x24 jam, 1. Kaji lokasi,intensitas, dan tipe
berhubungan nyeri berkurang atau nyeri
dengan teradaptasi dengan 2. Observasi kemajuan nyeri ke
agens kriteria hasil : daerah yang baru. Kaji nyeri
cedera 1. Klien melaporkan dengan skala 0-4
biologis penurunan nyeri 3. Bantu klien dalam identifikasi
2. Menunjukkan faktor pencetus
perilaku yang lebih 4. Jelaskan dan batu klien
rileks dengan tindakan pereda nyeri
3. Memperagakan nonfarmakologis dan non-
keterampilan invasif
reduksi nyeri yang 5. Ajarkan relaksasi, teknik
dipelajari dengan untuk menurunkan
peningkatan ketegangan otot rangka, yang
keberhasilan. dapat menurunkan intensitas
nyeri
Skala nyeri 0-1 atau 6. Ajarkan metode distraksi
teradaptasi selama nyeri akut
7. Tingkatkan pengetahuan
tentang penyebab nyeri, dan
menghubungkan berapa lama
nyeri berlangsung
8. Hindarkan klien meminum
alkohol, kafein, dan obat
diuretik
9. Kolaborasi : Pemberian
alopurinol

2. Hambatan Dalam waktu 3x24 jam, 1. Kaji mobilitas yang ada dan
mobilitas klien mampu aktivitas fisik observasi peningkatan
fisik sesuai dengan kerusakan. Kaji secara
berhubungan kemampuannya dengan teratur fungsi motorik
dengan kaku kriteria hasil : 2. Atur posisi imonulisasi pada
sendi 1. Klien dapat ikut lutut
serta dalam 3. Beri alat bantu tongkat
program latihan 4. Bantu klien untuk melakukan
2. Tidak terjadi latihan ROM, perawatan diri
kontraktur sendi sendiri sesuai toleransi
3. Bertambahnya
kekuatan otot
4. Klien menunjukkan
tindakan untuk
meningkatkan
mobilitas
3. Risiko jatuh Dalam waktu 3x24 jam 1. Identifikasi kongitif atau defisit
dibuktikan klien dapat terhindar dari fisik klien yang berpotensi
dengan resiko jatuh dengan tinggi jatuh pada lingkungan
gangguan kriteria hasil : tertentu
mobilitas 1. Adanya 2. Identifikasi kebiasaan dan
pendamping faktor yang berisko jatuh
2. Menyediakan 3. Kaji riwayat jatuh pada pasien
pendamping saat dan keluarga
mobilisasi 4. Indentifikasi karakteristik
3. Menyediakan lingkungan yang berpotensi
pencahayaan yang tinggi untuk jatuh
adekuat 5. Observasi cara bergerak dan
4. Menggunakan berjalan pasien
kursi dan tangga 6. Ajarkan pasien modifikasi
dengan aman gaya berjalan
5. Menghilangkan 7. Sesuaikan tinggi toilet,
karpet/permadani tempat tidur, kursi unruk
6. Mengatur untuk memudahkan mobilisasi
menghilangkan 8. Ajarkan keluarga tentang
cairan yang licin faktor risiko jatuh dan cara
pada saat berjalan mengurangi risiko
7. Menyesuaikan 9. Instruksikan penyesuaian
ketinggian toilet, rumah untuk meningkatkan
kursi, tempat tidur keamanan
sesuai kebutuhan

4. Implementasi
5. Evaluasi
DAFTAR PUSTAKA

Carpenitto, L. J. 2008. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.

Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi : Buku Saku edisi 3. Jakarta : EGC


Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1988. Standar Praktek Kesehatan bagi Perawat
Kesehatan. Jakarta.
Guyton & Hall. 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC.
Idrus, Alwi, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi V, jilid III. Jakarta : Internal Publishing

Muttaqin, Arif. 2011. Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal : Aplikasi Pada Praktik Klinik
Keperawatan. Jakarta : EGC

Nurma, Ningsih lukman. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Musculoskeletal. Jakarta: Salemba Medika

Smeltzer C. Suzannne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, Alih
Bahasa Andry Hartono, dkk. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai