Fikrimursyidsalimlaw@gmail.com +6281291360097
Dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-undang nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Debitor memiliki atau lebih kreditor, 2) Debitor Tidak membayar lunas sedikitnya 1 utang 3)
Utang tersebut merupakan utang yang jatuh tempo dan dapat ditagih. Dalam undang-undang
kepailitan dan PKPU tidak ada pasal yang secara spesifik mewajibkan Pemohon untuk
membuktikan apakah debitur tersebut memiliki 2 kreditur ( concrusus creditorium ) serta siapa
sajakah kreditur lainnya, namun dalam Pasal 299 UU Kepailitan dan PKPU yang tertulis : “Kecuali
ditentukan lain dalam Undang-Undang ini maka hukum acara yang berlaku adalah Hukum Acara
Perdata.” Sehingga bila dikaitkan dengan hukum acara perdata yang berlaku yaitu pada Pasal 163
HIR , Pasal 283 RBG, serta Pasal 1865 BW yang pada intinya pasal-pasal tersebut menjelaskan
mengenai beban pembuktian yang terdapat pada pihak yang mendalilkan sehingga dalam hal ini
pihak Pemohon yang mengajukan permohonan pailit haruslah dapat membuktikan bahwa debitur
Pada tahun 2017 Otoritas Jasa Keuangan mengeluarkan sebuah regulasi yang dinamakan
SLIK ( Sistem Layanan Informasi Keuangan ) yang mana SLIK tersebut berfungsi sebagai sebuah
sarana pertukaran informasi kredit antar lembaga jasa keungan guna mendukung kemudahan akses
perkreditan atau pembayaran1. dalam hal ini pihak yang dapat menggunakan fasilitas SLIK ini
adalah Pelapor, Debitur itu sendiri, Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan, serta pihak lain
salah satu informasi yang dapat diperoleh dari SLIK OJK ini adalah jumlah kreditur yang
memberikan fasilitas penyediaan dana kepada debitur3. Hal tersebut menjadi sebuah hal yang
menguntungkan bagi kreditur yang dapat menggunakan fasilitas SLIK OJK yang mana kreditur
tersebut ingin mengajukan permohonan pailit kepata debiturnya tersebut. keuntungan tersebut
terdapat pada fasilitas SLIK OJK yang dapat dimanfaatkan guna mempermudahnya untuk
membuktikan bahwa debitur memang memiliki 2 atau lebih kreditur yang mana hal tersebut
merupakan syarat dari permohonan pailit. Namun mengacu pada ketentuan yang terdapat pada
surat edaran otoritas jasa keuangan yang pada intinya menyatakan bahwa penggunaan SLIK OJK
1) Mendukung kelancaran proses pemberian fasilitas penyediaan dana sesuai prinsip kehati-
hatian
penggunaan Informasi Debitur untuk pemantauan Debitur existing, proses seleksi pegawai
Pelapor, seleksi rekanan Pelapor, pelaksanaan audit, serta program anti fraud, namun tidak
termasuk untuk penyusunan daftar prospek (prospect list) calon Debitur dan cross selling;
dan/atau
1
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18/POJK03/2017
2
Pasal 14 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18/POJK.03/2017
3
Lampiran IV BAB III poin C Surat edaran otoritas jasa keuangan nomor 50/seojk.03/2017 mengenai cakupan
informasi debitur
4
Romawi V nomor 2 huruf b Surat edaran otoritas jasa keuangan nomor 50/seojk.03/2017
3) mengidentifikasi kualitas Debitur dalam rangka pemenuhan ketentuan OJK atau pihak lain
yang berwenang, misalnya untuk penyamaan kualitas terhadap satu Debitur atau satu proyek
Berdasarkan ketiga poin diatas tidak terlihat adanya hal yang menunjukan bahwa penggunaan
informasi debitor yang diperoleh dari fasilitas SLIK OJK ini dapat digunakan untuk keperluan
informasi debitur tersebut berarti informasi debitur yang didapatkan dari fasilitas SLIK OJK
tersebut menjadi tidak dapat digunakan sebagai suatu landasan permohonan Pailit dalam
persidangan nantinya?, dalam hal ini penulis berpendapat bahwa informasi yang diberikan
oleh OJK mengenai jumlah kreditur tersebut digunakan sebagai bukti dalam permohonan
informasi debitur yang terdapat dalam surat edaran OJK penulis berpendapat bahwa informasi
debitur yang diperoleh dari SLIK OJK tersebut tetaplah dapat digunakan sebagai alat bukti di
persidangan, yang sama halnya dengan pendahulunya yitu Sistem Informasi Debitur oleh
Bank Indonesia yang berdasarkan Peraturan Bank Indonesia menyatakan bahwa Informasi
c. identifikasi kualitas Debitur dalam rangka pemenuhan ketentuan Bank Indonesia yang
berlaku.
5
Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/14/PBI/2007 tentang Sistem Informasi Debitur
namun Sistem Informasi Debitur Bank Indonesia dapatlah digunakan sebagai dasar
permohonan pailit sebagaimana yang terdapat dalam kasus ARIFIN Warga Negara Indonesia
yang dimohonkan pailit oleh PT. BANK MAYAPADA INTERNASIONAL TBK6. dalam
kasus tersebut pihak pemohon menggunakan Sistem Informasi Debitur sebagai sebuah bukti
bahwa debitur memiliki kreditur lain selain pemohon, kemudian termohon membatah
permohonan tersebut dengan dalil bahwa berdasarkan peraturan Bank Indonesia tidak ada
ketentuan yang menjelaskan bahwa pihak yang mendapatkan informasi debitur Bank
Indonesia dapat mempergunakannya sebagai landasan permohonan pailit, namun dalam amar
Pemohon tersebut, adalah berupa print out dari data informasi keuangan Termohon Pailit yang
dikeluarkan oleh Bank Indonesia tanggal 28 Nopember 2014, ternyata hal itu membuktikan
adanya hutang Termohon Pailit kepada Bank – Bank tersebut, yang dipersidangan tidak
tersebu” dan “Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, maka unsure
debitur mempunyai dua atau lebih kreditur telah terpenuhi”. Sehingga menurut pendapat
penulis informasi yang diperoleh dari SLIK OJK seharusnya juga dapat digunakan sebagai
landasan Permohonan Pailit dikarenakan SLIK OJK merupakan pembaruan dari Sistem
Informasi Debitur Bank Indonesia yang pada prinsipnya baik dalam Sistem Informasi Debitur
Bank Indonesia maupun SLIK OJK sama-sama terdapat limitasi dalam penggunaan informasi
debitur serta tidak ada ketentuan baik dari Peraturan OJK maupun Peraturan Bank Indonesia
yang menyatakan bahwa penggunaan informasi debitur tersebut dapat dipergunakan sebagai
6
Putusan nomor Nomor : 49/PDT.SUS/PAILIT/2014/PN.NIAGA.JKT.PST
Kesimpulan Penulis : Bahwa berdasarkan preseden dari putusan diatas yang pada intinya
menyatakan bahwa Sistem Informasi Debitur Bank Indonesia dapat digunakan sebagai
keberadaan 2 atau lebih kreditur yang menjadi syarat dari permohonan pailit, sehingga penulis
berpendapat dikarenakan baik Sistem Informasi Debitur Bank Indonesia maupun SLIK OJK
memiliki tujuan yang sama yaitu mendapatkan informasi mengenai debitur serta memiliki
batasan yang sama pula, sehingga dengan diterimanya informasi debitur yang diperoleh dari
Sistem Informasi Debitur Bank Indonesia sebagai bukti adanya 2 atau lebih kreditur maka
seharusnya informasi debitur yang diperoleh dari SLIK OJK pun dapat dijadikan bukti
mengenai keberadaan 2 atau lebih kreditur dan limitasi yang tertera dalam surat edaran OJK
tersebut tidak menjadi penghalang untuk menggunakan informasi debitur sebagai bukti di
persidangan.