Anda di halaman 1dari 15

1

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Berkembangnya teknologi sistem informasi, maka penyajian informasi yang
cepat dan efisien sangat dibutuhkan oleh setiap orang. Perkembangan teknologi yang
semakin pesat saat ini menuntut diubahnya pencatatan manual menjadi sistem yang
terkomputerisasi. Demikian juga halnya pembayaran pasien pada suatu Rumah Sakit.
Rumah sakit sebagai salah satu institusi pelayanan umum di bidang kesehatan
membutuhkan keberadaan suatu sistem informasi yang akurat, handal, serta cukup
memadai untuk meningkatkan pelayanannya kepada para pasien serta lingkungan
yang terkait lainnya.Sistem informasi rumah sakit digunakan untuk mempermudah
dalam pengelolaan data pada rumah sakit.Sistem ini seharusnya sudah menggunakan
metode komputerisasi. Karena dengan penggunakan metode komputerisasi, proses
penginputan data, proses pengambilan data maupun proses pengupdate-an data
menjadi sangat mudah, cepat dan akurat.
Internet merupakan jaringan komputer yang dapat menghubungkan perusahaan
dengan domain publik, seperti individu, komunitas, institusi, dan organisasi.Jalur ini
merupakan jalur termurah yang dapat digunakan institusi untuk menjalin komunikasi
efektif dengan konsumen.Mulai dari tukar menukar data dan informasi sampai
dengan transaksi pembayaran dapat dilakukan dengan cepat dan murah melalui
internet.
Kecepatan evolusi teknologi informasi dalam memanfaatkan internet untuk
mengembangkan jaringan dalam manajemen database sangat ditentukan oleh
kesiapan manajemen dan ketersediaan sumber daya yang memadai. Namun evolusi
tersebut bukan pula berarti bahwa institusi yang bersangkutan harus secara sekuensial
mengikuti tahap demi tahap yang ada, namun bagi mereka yang ingin menerapkan
manajemen database dengan “aman” dan “terkendali”, alur pengembangan aplikasi
secara bertahap merupakan pilihan yang baik.

1
2

1.2 Rumusan Masalah


1) Apa itu Sistem Informasi Kesehatan ?
2) Apa peranan SIK dalam sistem kesehatan ?
3) Bagaimana SIK di dalam Sistem Kesehatan Nasional Indonesia ?
4) Bagaimana Sistem Informasi Kesehatan di masa depan ?
5) Apa itu desentralisasi dan dampak desentralisasi ?

1.3 Tujuan Penulisan


1) Untuk mengetahui pengertian Sistem Informasi Kesehatan
2) Untuk mengetahui peranan SIK dalam sistem kesehatan
3) Untuk mengetahui bagaimana SIK di dalam Sistem Kesehatan Nasional
Indonesia
4) Untuk mengetahui bagaimana SIK di masa depan
5) Untuk mengetahui pengertian desentralisasi dan dampak desentralisasi
3

BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengantar dan Pengertian Sistem Informasi Kesehatan
Sistem informasi kesehatan merupakan suatu pengelolaan informasi diseluruh
seluruh tingkat pemerintah secara sistematis dalam rangka penyelengggaraan
pelayanan kepada masyarakat. Parturan perundang undangan yang menyebutkan
sistem informasi kesehatan adalah Kepmenkes Nomor 004/Menkes/SK/I/2003
tentang kebijakan dan strategi desentralisasi bidang kesehatan dan Kepmenkes
Nomor 932/Menkes/SK/VIII/2002 tentang petunjuk pelaksanaan pengembangan
sistem laporan informasi kesehatan kabupaten/kota. Hanya saja dari isi kedua
Kepmenkes mengandung kelemahan dimana keduanya hanya memandang sistem
informasi kesehatan dari sudut padang menejemen kesehatan, tidak memanfaatkan
state of the art teknologi informasi serta tidak berkaitan dengan sistem informasi
nasional. Teknologi informasi dan komunikasi juga belum dijabarkan secara detail
sehingga data yang disajikan tidak tepat dan tidak tepat waktu.
Perkembangan Sistem Informasi Rumah Sakit yang berbasis komputer
(Computer Based Hospital Information System) di Indonesia telah dimulai pada akhir
dekade 80’an. Salah satu rumah sakit yang pada waktu itu telah memanfaatkan
komputer untuk mendukung operasionalnya adalah Rumah Sakit Husada.
Departemen Kesehatan dengan proyek bantuan dari luar negeri, juga berusaha
mengembangkan Sistem Informasi Rumah Sakit pada beberapa rumah sakit
pemerintah dengan dibantu oleh tenaga ahli dari UGM. Namun, tampaknya
komputerisasi dalam bidang per-rumah sakit-an, kurang mendapatkan hasil yang
cukup memuaskan semua pihak.

3
4

Ketidakberhasilan dalam pengembangan sistem informasi tersebut, lebih


disebabkan dalam segi perencanaan yang kurang baik, dimana identifikasi faktor-
faktor penentu keberhasilan (critical success factors) dalam implementasi sistem
informasi tersebut kurang lengkap dan menyeluruh. Perkembangan dan perubahan
yang cepat dalam segala hal juga terjadi di dunia pelayanan kesehatan. Hal ini
semata-mata karena sektor pelayanan kesehatan merupakan bagian dari sistem yang
lebih luas dalam masyarakat dan pemerintahan dalam suatu negara, bahkan lebih jauh
lagi sistem yang lebih global. Perubahan-perubahan di negara lain dalam berbagai
sektor mempunyai dampak terhadap sistem pelayanan kesehatan.
Dalam era seperti saat ini, begitu banyak sektor kehidupan yang tidak terlepas
dari peran serta dan penggunaan teknologi komputer, terkhusus pada bidang-bidang
dan lingkup pekerjaan. Semakin hari, kemajuan teknologi komputer, baik dibidang
piranti lunak maupun perangkat keras berkembang dengan sangat pesat, disisi lain
juga berkembang kearah yang sangat mudah dari segi pengaplikasian dan murah
dalam biaya. Solusi untuk bidang kerja apapun akan ada cara untuk dapat dilakukan
melalui media komputer, dengan catatan bahwa pengguna juga harus terus belajar
untuk mengiringi kemajuan teknologinya. Sehingga pada akhirnya, solusi apapun
teknologi yang kita pakai, sangatlah ditentukan oleh sumber daya manusia yang
menggunakannya.
Rumah Sakit, sebagai salah satu institusi pelayan kesehatan masyarakat akan
melayani traksaksi pasien dalam kesehariannya. Pemberian layanan dan tindakan
dalam banyak hal akan mempengarui kondisi dan rasa nyaman bagi pasien. Semakin
cepat akan semakin baik karena menyangkut nyawa pasien. Semakin besar jasa
layanan suatu rumah sakit, akan semakin kompleks pula jenis tindakan dan layanan
yang harus diberikan yang kesemuanya harus tetap dalam satu koordinasi terpadu.
Karena selain memberikan layanan, rumah sakit juga harus mengelola dana untuk
membiayai operasionalnya. Melihat situasi tersebut, sudah sangatlah tepat jika rumah
sakit menggunakan sisi kemajuan komputer, baik piranti lunak maupun perangkat
kerasnya dalam upanya membantu penanganan manajemen yang sebelumnya
dilakukan secara manual.
5

Departemen Kesehatan telah menetapkan visi Indonesia Sehat 2010 yang


ditandai dengan penduduknya yang hidup sehat dalam lingkungan yang sehat,
berperilaku sehat, dan mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu yang
disediakan oleh pemerintah dan/atau masyarakat sendiri, serta ditandainya adanya
peran serta masyarakat dan berbagai sektor pemerintah dalam upaya upaya kesehatan.
Dalam upaya mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan tersebut, infrastruktur
pelayanan kesehatan telah dibangun sedemikian rupa mulai dari tingkat nasional,
propinsi, kabupaten dan seterusnya sampai ke pelosok. Setiap unit infrastruktur
pelayanan kesehatan tersebut menjalankan program dan pelayanan kesehatan menuju
pencapaian visi dan misi Depkes tersebut. Setiap jenjang tersebut memiliki sistem
kesehatan yang yang saling terkait mulai dari pelayanan kesehatan dasar di desa dan
kecamatan sampai ke tingkat nasional.
Jaringan sistem pelayanan kesehatn tersebut memerlukan sistem informasi
yang saling mendukung dan terkait, sehingga setiap kegiatan dan program kesehatan
yang dilaksanakan dan dirasakan oleh masyarakat dapat diketahui, difahami,
diantisipasi dan di kelola dengan sebaik-baiknya. Departemen Kesehatan telah
membangun sistem informasi kesehatan yang disebut SIKNAS yang melingkupi
sistem jaringan informasi kesehatan mulai dari kabupaten sampai ke pusat. Namun
demikian dengan keterbatasan sumberdaya yang dimiliki, SIKNAS belum berjalan
sebagaimana mestinya.
Dengan demikian sangat dibutuhkan sekali dibangunnya sistem informasi
kesehatan yang terintegrasi baik di dalam sektor kesehatan (antar program dan antar
jenjang), dan di luar sektor kesehatan, yaitu dengan sistem jaringan informasi
pemerintah daerah dan jaringan informasi di pusat.
Sistem informasi yang ada saat ini dapat digambarkan sebagai berikut:
1) Masing-masing program memiliki sistem informasi sendiri yang belum
terintegrasi. Sehingga bila diperlukan informasi yang menyeluruh
diperlukan waktu yang cukup lama.
2) Terbatasnya perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software) di
berbagai jenjang, padahal kapabilitas untuk itu dirasa memadai.
6

3) Terbatasnya kemampuan dan kemauan sumber daya manusia untuk


mengelola dan mengembangkan sistem informasi.
4) Masih belum membudayanya pengambilan keputusan berdasarkan
data/informasi.
5) Belum adanya sistem pengembangan karir bagi pengelola sistem
informasi, sehingga seringkali timbul keengganan bagi petugas untuk
memasuki atau dipromosikan menjadi pengelola sistem informasi.

2.2 Peranan SIK dalam Sistem Kesehatan


Menurut WHO, Sistem Informasi Kesehatan merupakan salah satu dari 6
“building blocks” atau komponen utama dalam Sistem Kesehatan di suatu negara.
Keenam komponen (buliding blocks) Sistem Kesehatan tersebut ialah :
1) Servis Delivery (Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan)
2) Medical product, vaccines, and technologies (Produk Medis, vaksin, dan
Teknologi Kesehatan)
3) Health Workforce (Tenaga Medis)
4) Health System Financing (Sistem Pembiayaan Kesehatan)
5) Health Information System (Sistem Informasi Kesehatan)
6) Leadership and Governance (Kepemimpinan dan Pemerintahan)
7

2.3 SIK di dalam Sistem Kesehatan Nasional Indonesia


Sistem Kesehatan Nasional Indonesia terdiri dari 7 subsistem, yaitu :
1) Upaya Kesehatan
2) Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
3) Pembiayaan Kesehatan
4) Sumber Daya Mansuia (SDM) Kesehatan
5) Sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan
6) Manajemen, Informasi, dan Regulasi Kesehatan
7) Pemberdayaan Masyarakat
Di dalam Sistem Kesehatan Nasional, SIK merupakan bagian dari sub sistem ke
6 yaitu : Manajemen, Informasi dan Regulasi Kesehatan. Subsistem Manajemen dan
Informasi Kesehatan merupakan subsistem yang mengelola fungsi-fungi kebijakan
kesehatan, adiminstrasi kesehatan, informasi kesehatan dan hukum kesehatan yang
memadai dan mampu menunjang penyelenggaraan upaya kesehatan nasional agar
berdaya guna, berhasil gunam dan mendukung penyelenggaraan keenam subsitem
lain di dalam Sistem Kesehatan Nasional sebagai satu kesatuan yang terpadu.

2.4 Permasalahan Sistem Informasi Kesehatan di Indonesia


Permasalahan mendasar Sistem Informasi Kesehatan di Indonesia saat ini
antara lain :
2.4.1 Faktor PemerintahStandar SIK belum ada sampai saat
1) Pedoman SIK sudah ada tapi belum seragam
2) Belum ada rencana kerja SIK nasional
3) Pengembangan SIK di kabupaten atau kota tidak seragam
2.4.2 Fragmentasi
1) Terlalu banyak sistem yang berbeda-beda di semua jenjang administasi
(kabupaten atau kota, provinsi dan pusat), sehingga terjadi duplikasi data,
data tidak lengkap, tidak valid dan tidak conect dengan pusat.
2) Kesenjangan aliran data (terfragmentasi, banyak hambatan dan tidak tepat
waktu)
8

3) Hasil penelitian di NTB membuktikan bahwa : Puskesmas harus mengirim


lebih dari 300 laporan dan ada 8 macam software RR sehingga beban
administrasi dan beban petugas terlalu tinggi. Hal ini dianggap tidak
efektif dan tidak efisien.
4) Format pencatatan dan pelaporan masih berbeda-beda dan belum standar
secara nasional.
2.4.3 Sumber daya masih minim
9

2.5 Manfaat dari Sistem Informasi Kesehatan


1) Memudahkan setiap pasien untuk melakukan pengobatan di rumah sakit
2) Memudahkan rumah sakit untuk mendaftar setiap pasien yang berobat di
situ
3) Semua kegiatan di rumah sakit terkontrol dengan baik / bekerja secara
tersturktur
4) Mendukung manajemen kesehatan
5) Mengidentifikasi masalah dan kebutuhan
6) Mengintervensi masalah kesehatan berdasarkan prioritas
7) Pembuatan keputusan dan pengambilan kebijakan kesehatan berdasarkan
bukti (evidence-based decision)
8) Mengalokasikan sumber daya secara optimal
9) Membantu peningkatan efektivitas dan efisiensi
10) Membantu penilaian transparansi
Dalam pengembangan Sistem Informasi Kesehatan, harus dibangun
komitmen setiap unit infrastruktur pelayanan kesehatan agar setiap Sistem Informasi
kesehatan berjalan dengan baik dan yang lebih terpenting menggunakan teknologi
komputer dalam mengimplementasikan Sistem Informasi Berbasis Komputer
(Computer Based Information System). Melalui hasil pengembangan sistem
informasi ini maka diharapkan dapa menghasilkan hal-hal sebagai berikut :
1) Perangkat lunak tersebut dikembangkan sesuai dengan sesuai dengan
standar yang ditentukan oleh pemerintah daerah.
2) Dengan menggunakan open system tersebut diharapkan jaringan akan
bersifat interoperable dengan jaringan lain.
3) Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan mensosialisasikan dan
mendorong pengembangan dan penggunaan Local Area Network di dalam
kluster unit pelayanan kesehatan baik pemerintah dan swasta sebagai
komponen sistem di masa depan.
10

4) Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan mengembangkan


kemampuan dalam teknologi informasi video, suara, dan data nirkabel
universal di dalam Wide Area Network yang efektif, homogen dan efisien
sebagai bagian dari jaringan sistem informasi pemerintah daerah.
5) Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan merencanakan,
mengembangkan dan memelihara pusat penyimpanan data dan informasi
yang menyimpan direktori materi teknologi informasi yang komprehensif.
6) Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan secara proaktif mencari,
menganalisis, memahami, menyebarluaskan dan mempertukarkan secara
elektronis data/informasi bagi seluruh stakeholders.
7) Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan memanfaatkan website
dan access point lain agar data kesehatan dan kedokteran dapat
dimanfaatkan secara luas dan bertanggung jawab dan dalam rangka
memperbaiki pelayanan kesehatan sehingga kepuasan pengguna dapat
dicapai sebaik-baiknya.
8) Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan merencanakan
pengembangan manajemen SDM sistem informasi mulai dari rekrutmen,
penempatan, pendidikan dan pelatihan, penilaian pekerjaan, penggajian
dan pengembangan karir.
9) Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan mengembangkan unit
organisasi pengembangan dan pencarian dana bersumber masyarakat yang
berkaitan dengan pemanfaatan dan penggunaan data/informasi kesehatan
dan kedokteran.
10) Dapat digunakan untuk mengubah tujuan, kegiatan, produk, pelayanan
organisasi, untuk mendukung agar organisasi dapat meraih keunggulan
kompetitif.
11) Mengarah pada peluang-peluang strategis yang dapat ditemukan.
11

2.6 Desentralisasi Sistem Informasi Kesehatan


Undang–undang No 22 tahun 1999 tentang Otonomi daerah menjelaskan bahwa
pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh adalah melalui penerapan azas
desentralisasi, pada daerah kabupaten/kota. Pemerintah daerah kabupaten/kota,
bertanggung jawab sepenuhnya dalam penyelenggara pembangunan pada umumnya
dan pembangunan kesehatan pada khususnya dengan meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat, dituntut adanya sumberdaya manusia yang professional dan
mampumemberikan kontribusi yang maksimal bagi organisasi dan kesehatan adalah
dinas kesehatan yang mempuyai tugas melaksanakan kewenangan otonomi daerah
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Desentralisasi adalah pendelegasian wewenang dalam membuat keputusan dan
kebijakan kepada orang-orang yang berada pada level bawah dalam suatu
organisasi. Pada saat sekarang ini banyak organisasi yang memilih menerapkan
sistem desentralisasi karena dapat memperbaiki dan meningkatkan efektifitas dan
produktifitas suatu organisasi,misalnya puskesmas.
Pada sistem puskesmas jarang yang menerapkan sistem sentralisasi, melainkan
sistem otonomi daerah atau otoda yang memberikan sebagian wewenang yang
tadinya harus diputuskan pada pemerintah pusat atau dinas kesehatan kini dapat di
putuskan oleh puskesmas yang berada di daerah-daerah itu sendiri.
Dalam puskesmas sistem desentralisasi masih sulit dijalankan. kelebihan sistem
ini adalah sebagian besar keputusan dan kebijakan yang berada di dinas kesehatan
dapat diputuskan di puskesmas daerah tanpa adanya campur tangan dari
pemerintahan pusat. namun kekurangan dari sistem desentralisasi terjadi kesulitan
untuk dikontrol oleh pemerintah di tingkat pusat, sehingga masih sulit diterapkan
pada puskesmas.
12

2.7 Dampak Desentralisasi


Adapun 2 dampak yang ditimbulkan dari desentralisasi bagi penyelenggaraan
puskesmas, sebagai berikut :
2.7.1 Dampak Negatif
1) Dengan peralihan yang mendadak dari sistem pemerintahan yang
sentralistik menjadi desentralistik timbul kekhawatiran pemerintah pusat
bahwa data surveilans, pelayanan kesehatan, statistik vital, dan lain-lain
tidak lagi dilaporkan ke pusat.
2) Ketiadaan data di pusat diduga menghambat respons terhadap kejadian
luar biasa atau upaya mengatasi akar masalah dengan mengenali pola-pola
yang melandasi masalah tersebut. Pendapat ini berseberangan dengan
anggapan bahwa masalah lokal harus diselesaikan secara lokal. Hanya
sebagian saja data dari dinas kesehatan kabupaten.
3) Dampak negatif lainnya dapat terjadi bila dilihat dari kesiapan tenaga
kesehatan yang bekerja di wilayah puskesmas itu sendiri. Karena memang
sistem desentralisasi belum terealisasi, sedangkan kinerja di puskesmas
yang sudah terbiasa dengan sistem sentralisasi, semua urusan terpusat
pada satu atasan saja.
4) Adanya ketimpangan pegambilan keputusan oleh pihak-pihak yang tidak
seharusnya mempunyai kewenangan tersebut. Hal tersebut dikarenakan
ada orang yang ingin menguasainya, atas dasar keegoisan manusia
2.7.2 Dampak Positif
Desentralisasi membawa dampak yang cukup bermanfaat pada sebagian besar
sistem kesehatan, tetapi perlu diingat bahwa persiapan merupakan hal yang sangat
krusial. Implentasi praktek yang sulit jangan dijadikan underestimate karena
implementasi dilakukan tahap demi tahap, bukan seketika jadi. Jika kita tinjau lebih
jauh penerapan ebijakan otonomi daerah atau desentralisasi itu sendiri adalah
pemerintah daerah diberi wewenang dan tanggung jawab untuk mengatur daerahnya.
Hal tersebut dikarenakan penilaian pemerintah daerah lebih mengetahui kondisi
daerahnya masing-masing.
13

Di samping itu dengan diterapkannya sistem desentralisasi pada puskesmas


diharapkan biaya birokrasi menjadi lebih efisien. Hal ini merupakan beberapa
pertimbangan mengapa otoda harus dilakukan di sebuah puskesmas. Banyak sekali
keuntungan dari penerapan sistem desentralisasi ini di mana pemerintah daerah akan
mudah untuk mengelola puskesmas dengan sumber daya alam yang dimilikinya,
dengan diemikian apabila sumber dya alam yang dimiliki telah dikelola secara
maksimal maka pelayanan keshatan yang didapat masyarakatpun akan maksimal
juga.
Pengelolaan sumber daya alam berbasis komunitas merupakan salah satu
strategi pengelolaan yang dapat meningkatkan efisiensi dan keadilan dalam
pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam. Dari pernnyataan di atas telah jelas
betapa perlunya suatu otonomi daerah dilakukan.masyarakat menginginkan adanya
suatu kemandirian yang diberikan pada mereka untuk berusaha mengembangkan
sumber daya alam yang mereka miliki. Karena, mereka lebih mengetahui hal- hal apa
saja yang terbaik bagi mereka.
14

BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sistem Informasi Kesehatan (SIK) adalah integrasi antara perangkat, prosedur
dan kebijakan yang digunakan untuk mengelola siklus informasi secara sistematis
untuk mendukung pelaksanaan manajemen kesehatan yang terpadu dan menyeluruh
dalam kerangka pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Enam komponen (building block) sistem kesehatan yaitu : Service delivery
(pelaksanaan pelayanan kesehatan) Medical product, vaccine, and technologies
(produk medis, vaksin, dan teknologi kesehatan) Health worksforce (tenaga medis)
Health system financing (system pembiayaan kesehatan)m Health information system
(sistem informasi kesehatan) Leadership and governance (kepemimpinan dan
pemerintah)
3.2 Saran
1) Perlunya dilakukan kajian mengenai kendala-kendala yang dihadapi dalam
pelaksanaan SIK
2) Kebutuhan data dan informasi merupakan kebutuhan daerah, maka
sebaiknya SIK yang dikembangkan disesuaikan denga kebutuhan dan
karakteristik

14
15

DAFTAR PUSTAKA

Kapita, selekta. 2006. Rekam Medis dan Informasi Kesehatan. Yogyakarta:


Unioversitas Gadja Mada Wulandari, R. 2009. Evaluasi Kinerja Sistem Informasi
Manajemen Puskesmas Berbasis Komputer. Semarang: Universitas

Anda mungkin juga menyukai