i
Daftar Isi
iii
iv
SIMPOSIUM IX
Latar belakang
Angka kematian ibu (AKI) merupakan cerminan kualitas
pelayanan kesehatan suatu Negara (WHO, 2000). Angka
kematian ibu secara khusus juga menunjukkan derajat
kesehatan reproduksi. Angka kematian ibu di Indonesia masih
merupakan yang tertinggi diantara negara-negara Asian yaitu
359/100.000 kelahiran hidup (SDKI, 2012).
Angka kematian ibu di Provinsi Bali tahun 2015 adalah
83,51/100.000 kelahiran hidup dan pada tahun 2016 sebesar
78,72/100.000 kelahiran hidup. Provinsi Bali melalui Dinas
Kesehatan Provinsi bersama Dinas Kabupaten/Kota
mengambil kesepakatan untuk memberlakukan program pre-
hospital, durante hospital dan post hospital. Di bidang regulasi,
telah dikeluarkan kebijakan baik yang bersifat Community Base
Approach maupun Hospital Base Approach. Dibidang
tatalaksana telah diluncurkan/disosialisasikan program
pemeriksaan kehamilan di dokter spesialis sekali selama
kehamilan.
Dari 50 kasus kematian ibu di Bali selama Tahun 2016 terdapat
13 kasus kematian ibu disebabkan oleh karena perdarahan
(26,00%). Semua kasus perdarahan pasca persalinan
meninggal di rumah sakit yang ada di Bali. Berdasarkan uraian
322
diatas maka akan dirangkum karakteristik kematian ibu yang
disebabkan oleh perdarahan pasca persalinan di Provinsi Bali.
Menurut definisi WHO: kematian maternal adalah
kematian seorang wanita waktu hamil atau dalam 42 hari
sesudah berakhirnya kehamilan oleh sebab apapun, terlepas
dari tuanya kehamilan dan tindakan yang dilakukan untuk
mengakhiri kehamilan. Sebab-sebab kematian ini dapat dibagi
dalam dua golongan yakni yang langsung disebabkan oleh
komplikasi-komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas, dan
sebab-sebab yang lain seperti penyakit jantung, kanker dan
sebagainya.
Berdasarkan definisi ini kematian maternal dapat
digolongkan pada kematian obstetrik langsung dan kematian
tidak langsung, kematian yang terjadi bersamaan tetapi tidak
berhubungan dengan kehamilan dan persalinan misalnya
kecelakaan. Kematian obstetri langsung disebabkan oleh
komplikasi kehamilan, persalinan, nifas atau penanganannya.
Di negara sedang berkembang sebagian besar penyebab ini
adalah perdarahan, infeksi, gestosis, dan abortus. Kematian
tidak langsung disebabkan oleh penyakit atau komplikasi lain
yang sudah ada sebelum kehamilan atau persalinan, misalnya
hipertensi, penyakit jantung, diabetes, hepatitis, anemia,
malaria dan lain-lain.
Berdasarkan atas kesepakatan Internasional, angka kematian
maternal (Maternal Mortality Rate) di definisikan sebagai jumlah
kematian maternal selama 1 tahun dalam 100.000 kelahiran
hidup. Sesungguhnya hal ini lebih tepat disebut Maternal
Mortality Ratio, sebab denominator untuk Maternal Mortality
Rate seharusnya adalah population at risk untuk kehamilan
dan persalinan, yaitu wanita usia reproduksi (15-44- tahun).
Sekitar ¾ kematian ibu disebabkan oleh komplikasi obstetric
yaitu: perdarahan, sepsis, gangguan hipertensi dalam
kehamilan, aborsi sepsis dan persalinan macet. Di Indonesia
323
setiap jam ada dua orang ibu hamil, bersalin dan nifas yang
meninggal karena berbagai sebab.
Pemerintah telah melakukan berbagai kebijakan
perbaikan akses dan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan bayi
baru lahir, pengembangan klinik kesehatan ibu dan anak,
pembangunan rumah sakit, pengembangan Pukesmas,
Pondok bersalin desa, Posyandu, pendidikan dan penempatan
bidan di Desa dan penggerakan masyarakat untuk
penyelamatan ibu hamil dan bersalin. Puskesmas dilengkapi
dokter dan bidan untuk memberikan APN dan PONED. Di
Tingkat Kabupaten sebagian besar rumah sakit mempunyai
dokter spesialis kebidanan dan kandungan sehingga mampu
memberikan pelayanan PONEK ditambah operasi Cesar dan
tranfusi darah.
Definisi
Istilah perdarahan pasca persalinan digunakan apabila
perdarahan setelah bayi lahir melebihi 500 cc. Batasan ini
menjadi sulit, mengingat perkiraan kehilangan darah biasanya
tidak sebanyak yang sebenarnya, kadang-kadang hanya
setengah dari sebenarnya. Darah tersebut bercampur dengan
cairan amnion atau dengan urin. Darah juga terserap oleh spon,
handuk, dan kain, di dalam ember dan di lantai. Disamping itu,
volume darah yang hilang juga bervariasi akibatnya sesuai
dengan kadar hemoglobin ibu. Seorang ibu dengan kadar
hemoglobin normal akan dapat menyesuaikan diri terhadap
kehilangan darah yang akan berakibat fatal pada ibu yang
anemia. Demikian juga perdarahan dapat terjadi dengan lambat
untuk jangka waktu beberapa jam. Kondisi ini seringkali tidak
diketahui sampai terjadi syok.
Sebagai bagian dari adaptasi wanita terhadap
kehamilan, wanita hamil akan mengalami hipervolemia, yang
menyebabkan volume darahnya bertambah antara 1000 cc
sampai 2000 cc. Oleh karena itu seorang wanita akan tahan
tanpa perubahan hematokrit yang hebat, bila pada waktu
324
persalinan terjadi perdarahan dengan jumlah yang mendekati
jumlah volume darah yang bertambah selama kehamilan.
Karena keterbatasan definisi tersebut diatas, dalam prakteknya
seringkali perdarahan pasca persalinan didiagnosis
berdasarkan penurunan keadaan umum pasien, terlebih bila
sampai terjadi syok, ditunjang dengan adanya penurunan kadar
hemoglobin.
Perdarahan pasca persalinan dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Perdarahan pasca persalinan primer : perdarahan
pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam pertama
persalinan.
2. Perdarahan pasca persalinan sekunder :
perdarahan pasca persalinan yang terjadi setelah 24
jam pertama persalinan.
Faktor-faktor predisposisi
• Multiparitas
• Anemia
• Overdistensi uterus (gemeli, hidramnion)
• Wanita yang konstitusinya kecil
• Preeklampsia/eklampsia
• Persalinan yang lama
• Persalinan yang dirangsang dengan obat-obatan
• Persalinan pada bekas seksio sesaria
• Persalinan yang traumatik
• Preeklampsia/eklampsia
• Keadaan-keadaan yang menimbulkan dampak pada
gangguan koagulasi seperti : solusio plasenta,
KJDR.
Etiologi
1. Perdarahan pasca persalinan primer seringkali
disebabkan oleh retensio plasenta, robekan jalan
lahir, rest (sisa) plasenta, atonia uteri, inversio uteri,
ruptura uteri, gangguan pembekuan darah.
325
2. Perdarahan pasca persalinan sekunder seringkali
disebabkan oleh rest (sisa) plasenta, dari luka bekas
seksio sesaria, infeksi/endometritis.
ATONIA UTERI
• Perdarahan segera setelah bayi lahir.
• Uterus tidak berkontraksi dan lembek. Penanganan
• Teruskan pemijatan uterus, lakukan langkahlangkah
penanganan atonia uteri
• Berikan uterotonika
326
Ergometrin
Jenis & cara Oksitosin
Misoprostol
327
• Jika perdarahan terus berlangsung :
Pastikan plasenta lahir lengkap.
Jika terdapat tanda-tanda sisa plasenta,
keluarkan sisa plasenta tersebut.
Lakukan uji pembekuan darah sederhana.
Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah
7 menit atau adanya bekuan lunak yang
mudah pecah menunjukkan adanya
koagulopati.
Penanganan
• Periksa dengan seksama, kemudian perbaiki
robekan pada serviks atau vagina dan perineum.
• Prinsip-prinsip penjahitan robekan jalan lahir: buat
simpul 1cm di atas ujung luka, aproksimasi (hanya
mendekatkan jaringan yang robek), lapis demi lapis
dan tidak ada ruang kosong atau ruang rugi (dead
space)
RETENSIO PLASENTA
Retensio plasenta didefinisikan sebagai tidak lahirnya plasenta
30 menit setelah bayi lahir. Keadaan ini dapat disebabkan oleh
plasenta belum lepas dari dinding uterus atau plasenta sudah
lepas, tetapi belum dilahirkan. Jika plasenta belum lepas sama
sekali, tidak terjadi perdarahan. Jika terlepas sebagian, terjadi
perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.
Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena :
1. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan
plasenta.
2. Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh
karena villi korialis menembus desidua (plaenta
akreta), menembus desidua sampai miometrium
(plasenta inkreta), atau villi korialis menembus
miometrium sampai perimetrium/serosa (plasenta
perkreta).
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus tetapi belum
keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk
melahirkannya atau karena salah penanganan kala III,
329
sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus
yang menghalangi keluarnya plasenta (plasenta inkarserata).
Tanda-tanda
• Plasenta belum lahir setelah 30 menit.
• Perdarahan bersifat segera
• Uterus berkontraksi baik Penanganan
• Jika plasenta belum dilahirkan setelah 30 menit
pemberian oksitosin dan uterus terasa berkontraksi,
lakukan peregangan tali pusat terkendali. Hindari
penarikan tali pusat dan penekanan fundus uteri
yang terlalu kuat karena dapat menyebabkan
inversio uteri.
• Jika peregangan tali pusat terkendali belum berhasil,
cobalah untuk melakukan pengeluaran plasenta
secara manual. Plasenta yang melekat kuat
mungkin merupakan plasenta akreta. Usaha untuk
melepaskan plasenta yang melekat kuat dapat
menyebabkan perdarahan hebat atau perforasi
uterus, yang memerlukan tindakan
histerektomi.
• Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan uji
pembekuan darah sederhana. Kegagalan
terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau
adanya bekuan yang mudah pecah menunjukkan
adanya koagulopati.
Tanda-tanda
330
• Plasenta atau sebagian selaput tidak lengkap.
• Perdarahan segera.
• Uterus berkontraksi tetapi tinggi uterus tidak
berkurang.
Penanganan
• Eksplorasi manual uterus menggunakan teknik yang
serupa dengan teknik yang digunakan untuk
plasenta manual, kecuali porsio telah menutup,
dilakukan eksplorasi secara digital.
• Raba bagian dalam uterus untuk mencari sisa
plasenta.
• Keluarkan sisa plasenta dengan tangan, cunam
ovum, atau kuret besar.
• Jika perdarahan terus berlanjut, lakukan uji
pembekuan darah sederhana.
INVERSIO UTERI
Pada inversio uteri bagian atas uterus (fundus) memasuki
kavum uteri, sehingga fundus uteri bagian dalam menonjol ke
dalam kavum uteri. Peristiwa ini, yang jarang sekali ditemukan
terjadi dengan tiba-tiba dalam kala III atau segera setelah
plasenta lahir. Menurut perkembangannya, inversio uteri dapat
dibagi dalam beberapa tingkat :
1. Fundus uteri menonjol dalam kavum uteri, tetapi
belum keluar dari ruang tersebut.
2. Korpus uteri yang terbalik sudah masuk dalam
vagina.
3. Uterus dengan vagina, semuanya terbalik, untuk
sebagian besar terletak di luar vagina.
Inversio uteri bisa terjadi spontan atau sebagai akibat tindakan.
331
Pada wanita dengan atonia uteri kenaikan tekanan
intraabdominal dengan mendadak karena batuk atau meneran,
dapat menyebabkan masuknya fundus ke dalam kavum uteri
yang merupakan permulaan inversio uteri. Tindakan lainnya
adalah perasat Crede pada korpus uteri yang tidak berkontraksi
baik, dan tarikan pada tali pusat dengan plasenta yang belum
lepas dari dinding uterus.
332
• Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal.
RUPTURA UTERI
Ruptura uteri atau robekan uterus merupakan peristiwa yang
sangat berbahaya, yang umumnya terjadi pada persalinan,
kadang-kadang juga pada kehamilan tua. Robekan uterus
ditemukan untuk sebagian besar pada bagian bawah uterus.
Apabila pada ruptura uteri peritoneum pada permukaan uterus
ikut robek, keadaan itu dinamakan ruptura uteri komplit. Jika
tidak, dinamakan ruptura uteri inkomplit. Menurut cara
terjadinya, ruptura uteri dibedakan menjadi :
1. Ruptura uteri spontan : ruptura uteri yang terjadi
secara spontan pada uterus yang utuh. Faktor pokok
di sini ialah bahwa persalinan tidak maju karena ada
rintangan, misalnya panggul sempit (CPD),
hidrosefalus, janin dalam letak lintang, sehingga
segmen bawah uterus makin lama makin
diregangkan. Pada suatu saat regangan yang terus
bertambah melampaui batas kekuatan jaringan
miometrium, terjadilah ruptura uteri.
2. Ruptura uteri traumatik : ruptura uteri yang terjadi
oleh karena trauma. Dapat terjadi karena jatuh,
kecelakaan seperti tabrakan, dan sebagainya.
Robekan demikian jarang terjadi karena otot uterus
cukup tahan terhadap trauma dari luar. Yang lebih
sering terjadi adalah ruptura uteri violenta. Pada
keadaan ini sudah ada regangan segmen bawah
uterus dan usaha pervaginal untuk melahirkan janin
mengakibatkan timbulnya ruptura uteri.
3. Ruptura uteri pada parut uterus : ruptura uteri
demikian ini terdapat paling sering pada parut bekas
seksio sesaria. Diantara parut-parut bekas seksio
333
sesaria, parut yang terjadi sesudah seksio sesaria
klasik lebih sering menimbulkan ruptura uteri
daripada parut bekas seksio sesaria profunda.
Pencegahan
• Pimpinan persalinan dilakukan dengan lege artis,
khususnya pada persalinan dengan kemungkinan
distosia, dan pada persalinan wanita yang pernah
mengalami seksio sesaria atau pembedahan lain
pada uterus.
334
• Pada persalinan dengan kemungkinan distosia perlu
diamati terjadinya regangan segmen bawah uterus
dan apabila tanda-tanda itu ditemukan, persalinan
harus diakhiri dengan segera, dengan cara yang
paling aman bagi ibu dan bayinya.
Penanganan
• Prinsip penanganan perdarahan secara umum.
• Laparotomi.
• Janin dikeluarkan dahulu, dengan atau tanpa
pembukaan uterus.
• Jika ujung ruptura uterus tidak nekrosis, dan uterus
dapat diperbaiki, lakukan histerorafi.
• Jika uterus tidak dapat diperbaiki lakukan
histerektomi supravaginal atau histerektomi total jika
didapatkan robekan sampai serviks atau vagina.
KOAGULOPATI
Koagulopati dapat menjadi penyebab dan akibat dari
perdarahan yang hebat. Kondisi ini dapat dipicu oleh solusio
plasenta, kematian janin dalam rahim (KJDR),
preeklampsia/eklampsia, dan emboli air ketuban. Gambaran
klinisnya bervariasi mulai dari perdarahan hebat, dengan atau
tanpa komplikasi trombosis, sampai keadaan klinis yang stabil
yang hanya terdeteksi oleh tes laboratorium. Pada kasus
kehilangan darah yang akut, perkembangan menuju
koagulopati dapat dicegah jika volume darah dipulihkan segera
dengan cairan infus (ringer laktat atau NaCl).
335
Penanganan
Tangani kemungkinan penyebab kegagalan
pembekuan ini : solusio plasenta, KJDR, eklampsia.
Gunakan produk darah untuk mengontrol perdarahan.
Berikan darah lengkap segar, untuk
menggantikan faktor pembekuan dan sel
darah merah.
Jika darah lengkap segar tidak tersedia, pilih
salah satu di bawah ini berdasarkan
ketersediaannya :
Plasma beku segar untuk
menggantikan faktor pembekuan.
Sel darah merah packed (yang
tersedimentasi) untuk penggantian
sel darah merah.
Kriopresipitat untuk
penggantian fibrinogen.
Konsentrasi trombosit, jika
perdarahan berlanjut dan trombosit di
bawah 20.000.
Karakteristik Jumlah %
Buleleng 1 7,69%
Jembrana 1 7,69%
Tabanan 3 23,10%
336
Badung 1 7,69%
Kabupaten Denpasar 5 38,45%
Gianyar 1 7,69%
Klungkung 0 0%
Bangli 1 7,69%
Karangasem 0 0%
< 20 tahun 2 15,35
Usia 20-35 tahun 8 61,55
>35 tahun 3 23,10
I 3 23,10
Paritas II – IV 9 69,21
≥V 1 7,69
Bidan 5 38,45
Penolong Sp.OG 8 61,55
I 3 23,10%
Gravida II - III 7 53,80%
≥IV 3 23,10%
Normal 10 76,90%
Cara SC 3 23,10%
Persalinan
337
338