Anda di halaman 1dari 23

Kata Pengantar

Ketua Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi


Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ RSUP Sanglah Denpasar

Om Swastyastu, Salam sejahtera untuk kita semua

Puji syukur kami panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha


Esa, karena atas anugerah-Nya kami dapat merampungkan
penyusunan buku prosiding dalam rangka Pendidikan Kedokteran
Berkelanjutan (PKB) Obstetri dan Ginekologi ke-8. Ilmu kedokteran
merupakan ilmu yang dinamis dan senantiasa berkembang pesat.
Untuk itu, adalah kewajiban bagi para klinisi untuk terus mengikuti
perkembangan tersebut dan meningkatkan pengetahuan. Kami
berharap, acara PKB ini dapat menjadi sarana bagi para ahli untuk
berbagi pengetahuan terkini, serta menjadi ajang berbagi pengalaman
antar praktisi kesehatan di bidang obstetri dan ginekologi.
Demi mendukung hal tersebut, kami dengan bangga
mempersembahkan buku prosiding Pendidikan Kedokteran
Berkelanjutan Obstetri dan Ginekologi ke-8 ini. Buku ini disusun oleh
para ahli di bidangnya, dan memuat materi terkini pada topik
masingmasing. Kami berharap buku ini dapat memberikan manfaat
yang sebesar-besarnya bagi para peserta khususnya, dan tentunya
bagi masyarakat luas. Akhir kata kami mengucapkan terimakasih
yang sebesar-besarnya atas dukungan berbagai pihak yang telah
berperan dalam terlaksananya acara dan terbitnya buku prosiding ini.
Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya bila terdapat kesalahan
yang tentunya tidak kami sengaja. Om Shanti Shanti Shanti Om

Denpasar, 4 Desember 2017

Tjokorda Gde Agung Suwardewa

i
Daftar Isi

Kata Pengantar .................................................................. i


Daftar Isi ............................................................................. ii
Kuliah Utama Fetomaternal ............................................. 1
Simposium I
Tata Laksana Endometrioma ................................... 8
Tatalaksana Nyeri pada Endometriosis Usia
Remaja ..................................................................... 20
Simposium II
Kualitas Hidup Pasien Kanker Serviks yang
Dirawat di Ruang Cempaka Ginekologi RSUP
Sanglah Denpasar ................................................... 32
Profil Ponek Rumah Sakit Umum Daerah di
Provinsi Bali ............................................................. 61
Simposium III
Disfungsi Seksual Wanita pada Kehamilan
dan Pasca Persalinan .............................................. 97
Vaginoplasti dari Perspektif Uroginekologi
Rekonstruksi ............................................................ 109
Simposium IV
Pelayanan Kelainan Bawaan Terintegrasi
Sanglah Birth Defect Integrated Centre (SIDIC) ..... 114
Deteksi Kelainan Bawaan Trimester 1 dan
2 Pada Faskes Primer dan Sekunder...................... 137
Simposium V
Kanker Serviks : Misdiagnosis dan Pitfall dalam
Praktik Sehari-Hari ................................................... 152
Vaksinasi Human Papiloma Virus:
Perkembangan Terbaru ........................................... 170
Kuliah Utama Onkologi .....................................................
183
Simposium VI
Tips dan Trik Mengatasi Kesulitan
ii
Operasi Ginekologi .................................................. 205
Operasi Ginekologi: Masalah dan Komplikasi ......... 224
Simposium VII
Kolpokleisis Total .....................................................
243 Penanganan Operatif Inkontinensia Urine
Tipe Stres ................................................................. 251
Simposium VIII
Penggunaan Klomifen Sitrat dalam Induksi
Ovulasi ..................................................................... 268
Ketika Memilih Inseminasi Intra Uterine sebagai
Upaya Membantu Kehamilan .................................. 282
Tatalaksana Infertilitas pada Sindrom Ovarium
Polikistik ................................................................... 299
Simposium IX
Perdarahan Pasca Persalinan sebagai
Penyebab Utama Kematian Maternal (Kasus
Obstetri Langsung) di Provinsi Bali Tahun 2016 ..... 322
Breaking Medical Bad News: Application
to the Patient with Gynecologic Malignancies ......... 338
Simposium X
Pertumbuhan Janin Terhambat (Dari A-Z0 ............. 352
Pengaruh Maternal Metabolic Disorders
terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan
Fetus ........................................................................ 367
Skrining Diabetes Mellitus Gestasional ................... 375

iii
iv
SIMPOSIUM IX

PERDARAHAN PASCA PERSALINAN SEBAGAI


PENYEBAB UTAMA KEMATIAN MATERNAL (KASUS
OBSTETRI LANGSUNG) DI PROVINSI BALI TAHUN
2016

Made Bagus Dwi Aryana


Divisi Obstetri Ginekologi Sosial
Bagian Obstetri Ginekologi FK Unud/RSUP.Sanglah Denpasar

Latar belakang
Angka kematian ibu (AKI) merupakan cerminan kualitas
pelayanan kesehatan suatu Negara (WHO, 2000). Angka
kematian ibu secara khusus juga menunjukkan derajat
kesehatan reproduksi. Angka kematian ibu di Indonesia masih
merupakan yang tertinggi diantara negara-negara Asian yaitu
359/100.000 kelahiran hidup (SDKI, 2012).
Angka kematian ibu di Provinsi Bali tahun 2015 adalah
83,51/100.000 kelahiran hidup dan pada tahun 2016 sebesar
78,72/100.000 kelahiran hidup. Provinsi Bali melalui Dinas
Kesehatan Provinsi bersama Dinas Kabupaten/Kota
mengambil kesepakatan untuk memberlakukan program pre-
hospital, durante hospital dan post hospital. Di bidang regulasi,
telah dikeluarkan kebijakan baik yang bersifat Community Base
Approach maupun Hospital Base Approach. Dibidang
tatalaksana telah diluncurkan/disosialisasikan program
pemeriksaan kehamilan di dokter spesialis sekali selama
kehamilan.
Dari 50 kasus kematian ibu di Bali selama Tahun 2016 terdapat
13 kasus kematian ibu disebabkan oleh karena perdarahan
(26,00%). Semua kasus perdarahan pasca persalinan
meninggal di rumah sakit yang ada di Bali. Berdasarkan uraian

322
diatas maka akan dirangkum karakteristik kematian ibu yang
disebabkan oleh perdarahan pasca persalinan di Provinsi Bali.
Menurut definisi WHO: kematian maternal adalah
kematian seorang wanita waktu hamil atau dalam 42 hari
sesudah berakhirnya kehamilan oleh sebab apapun, terlepas
dari tuanya kehamilan dan tindakan yang dilakukan untuk
mengakhiri kehamilan. Sebab-sebab kematian ini dapat dibagi
dalam dua golongan yakni yang langsung disebabkan oleh
komplikasi-komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas, dan
sebab-sebab yang lain seperti penyakit jantung, kanker dan
sebagainya.
Berdasarkan definisi ini kematian maternal dapat
digolongkan pada kematian obstetrik langsung dan kematian
tidak langsung, kematian yang terjadi bersamaan tetapi tidak
berhubungan dengan kehamilan dan persalinan misalnya
kecelakaan. Kematian obstetri langsung disebabkan oleh
komplikasi kehamilan, persalinan, nifas atau penanganannya.
Di negara sedang berkembang sebagian besar penyebab ini
adalah perdarahan, infeksi, gestosis, dan abortus. Kematian
tidak langsung disebabkan oleh penyakit atau komplikasi lain
yang sudah ada sebelum kehamilan atau persalinan, misalnya
hipertensi, penyakit jantung, diabetes, hepatitis, anemia,
malaria dan lain-lain.
Berdasarkan atas kesepakatan Internasional, angka kematian
maternal (Maternal Mortality Rate) di definisikan sebagai jumlah
kematian maternal selama 1 tahun dalam 100.000 kelahiran
hidup. Sesungguhnya hal ini lebih tepat disebut Maternal
Mortality Ratio, sebab denominator untuk Maternal Mortality
Rate seharusnya adalah population at risk untuk kehamilan
dan persalinan, yaitu wanita usia reproduksi (15-44- tahun).
Sekitar ¾ kematian ibu disebabkan oleh komplikasi obstetric
yaitu: perdarahan, sepsis, gangguan hipertensi dalam
kehamilan, aborsi sepsis dan persalinan macet. Di Indonesia

323
setiap jam ada dua orang ibu hamil, bersalin dan nifas yang
meninggal karena berbagai sebab.
Pemerintah telah melakukan berbagai kebijakan
perbaikan akses dan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan bayi
baru lahir, pengembangan klinik kesehatan ibu dan anak,
pembangunan rumah sakit, pengembangan Pukesmas,
Pondok bersalin desa, Posyandu, pendidikan dan penempatan
bidan di Desa dan penggerakan masyarakat untuk
penyelamatan ibu hamil dan bersalin. Puskesmas dilengkapi
dokter dan bidan untuk memberikan APN dan PONED. Di
Tingkat Kabupaten sebagian besar rumah sakit mempunyai
dokter spesialis kebidanan dan kandungan sehingga mampu
memberikan pelayanan PONEK ditambah operasi Cesar dan
tranfusi darah.
Definisi
Istilah perdarahan pasca persalinan digunakan apabila
perdarahan setelah bayi lahir melebihi 500 cc. Batasan ini
menjadi sulit, mengingat perkiraan kehilangan darah biasanya
tidak sebanyak yang sebenarnya, kadang-kadang hanya
setengah dari sebenarnya. Darah tersebut bercampur dengan
cairan amnion atau dengan urin. Darah juga terserap oleh spon,
handuk, dan kain, di dalam ember dan di lantai. Disamping itu,
volume darah yang hilang juga bervariasi akibatnya sesuai
dengan kadar hemoglobin ibu. Seorang ibu dengan kadar
hemoglobin normal akan dapat menyesuaikan diri terhadap
kehilangan darah yang akan berakibat fatal pada ibu yang
anemia. Demikian juga perdarahan dapat terjadi dengan lambat
untuk jangka waktu beberapa jam. Kondisi ini seringkali tidak
diketahui sampai terjadi syok.
Sebagai bagian dari adaptasi wanita terhadap
kehamilan, wanita hamil akan mengalami hipervolemia, yang
menyebabkan volume darahnya bertambah antara 1000 cc
sampai 2000 cc. Oleh karena itu seorang wanita akan tahan
tanpa perubahan hematokrit yang hebat, bila pada waktu
324
persalinan terjadi perdarahan dengan jumlah yang mendekati
jumlah volume darah yang bertambah selama kehamilan.
Karena keterbatasan definisi tersebut diatas, dalam prakteknya
seringkali perdarahan pasca persalinan didiagnosis
berdasarkan penurunan keadaan umum pasien, terlebih bila
sampai terjadi syok, ditunjang dengan adanya penurunan kadar
hemoglobin.
Perdarahan pasca persalinan dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Perdarahan pasca persalinan primer : perdarahan
pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam pertama
persalinan.
2. Perdarahan pasca persalinan sekunder :
perdarahan pasca persalinan yang terjadi setelah 24
jam pertama persalinan.

Faktor-faktor predisposisi
• Multiparitas
• Anemia
• Overdistensi uterus (gemeli, hidramnion)
• Wanita yang konstitusinya kecil
• Preeklampsia/eklampsia
• Persalinan yang lama
• Persalinan yang dirangsang dengan obat-obatan
• Persalinan pada bekas seksio sesaria
• Persalinan yang traumatik
• Preeklampsia/eklampsia
• Keadaan-keadaan yang menimbulkan dampak pada
gangguan koagulasi seperti : solusio plasenta,
KJDR.
Etiologi
1. Perdarahan pasca persalinan primer seringkali
disebabkan oleh retensio plasenta, robekan jalan
lahir, rest (sisa) plasenta, atonia uteri, inversio uteri,
ruptura uteri, gangguan pembekuan darah.
325
2. Perdarahan pasca persalinan sekunder seringkali
disebabkan oleh rest (sisa) plasenta, dari luka bekas
seksio sesaria, infeksi/endometritis.

Pencegahan dan penanganan umum


Terapi terbaik ialah pencegahan. Anemia pada kehamilan
harus diobati karena perdarahan dalam batas-batas normal
dapat membahayakan penderita yang sudah menderita
anemia. Apabila sebelumnya sudah pernah mengalami
perdarahan pasca persalinan, persalinan berikutnya harus
dilakukan di rumah sakit. Kadar fibrinogen harus diperiksa pada
kasus-kasus dengan perdarahan banyak, kematian janin dalam
rahim (KJDR), dan solusio plasenta.
Pada perdarahan yang timbul setelah bayi lahir, 2 hal harus
dilakukan, yaitu menghentikan perdarahan secepat mungkin
dan mengatasi akibat perdarahan. Pada umumnya kedua
tindakan dilakukan secara bersama-sama. Tetapi apabila
keadaan tidak mengijinkan, maka penggantian darah yang
hilang yang diutamakan. Jika plasenta belum lahir, diambil
segera tindakan untuk mengeluarkan plasenta. Setelah
plasenta lahir, perlu ditentukan apakah kasus yang dihadapi
perdarahan karena atonia uteri atau karena faktor lainnya, yang
akan dibicarakan lebih lanjut. Perdarahan yang terus berlanjut,
perlu diantisipasi dengan pemasangan infus, meminta
pertolongan, sehingga bila kasus yang dihadapi mengalami
syok segera dilakukan penanganan terhadap syoknya, yang
selanjutnya bersiap-siap untuk melakukan rujukan.

ATONIA UTERI
• Perdarahan segera setelah bayi lahir.
• Uterus tidak berkontraksi dan lembek. Penanganan
• Teruskan pemijatan uterus, lakukan langkahlangkah
penanganan atonia uteri
• Berikan uterotonika
326
Ergometrin
Jenis & cara Oksitosin
Misoprostol

Dosis & cara IV : Infus 20 IU dlm 500cc IM atau IV


secara pemberian awal perlahan
ringer lactat
0,2 mg rectal
40 tetes/menit
800 mcg
IM: 10 IU

327
• Jika perdarahan terus berlangsung :
 Pastikan plasenta lahir lengkap.
 Jika terdapat tanda-tanda sisa plasenta,
keluarkan sisa plasenta tersebut.
 Lakukan uji pembekuan darah sederhana.
Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah
7 menit atau adanya bekuan lunak yang
mudah pecah menunjukkan adanya
koagulopati.

• Jika perdarahan terus berlangsung :


 Kompresi bimanual interna.
 Kompresi bimanual eksterna/kompresi aorta
abdominalis.
 Cara alternatif : Penjepitan parametrium
menurut Henkel.

• Jika perdarahan terus berlangsung setelah


dilakukan kompresi :
 Ligasi arteri uterina dan ovarika.
 Histerektomi jika terjadi perdarahan yang
mengancam jiwa, setelah semua usaha tidak
berhasil.

ROBEKAN JALAN LAHIR


Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari
perdarahan pasca persalinan. Robekan dapat terjadi
bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan pasca persalinan
dengan uterus berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh
robekan jalan lahir. Tanda-tandanya adalah :
• Perdarahan segera setelah bayi lahir.
• Darah segar.
328
• Uterus kontraksi baik.
• Plasenta lengkap.

Penanganan
• Periksa dengan seksama, kemudian perbaiki
robekan pada serviks atau vagina dan perineum.
• Prinsip-prinsip penjahitan robekan jalan lahir: buat
simpul 1cm di atas ujung luka, aproksimasi (hanya
mendekatkan jaringan yang robek), lapis demi lapis
dan tidak ada ruang kosong atau ruang rugi (dead
space)

RETENSIO PLASENTA
Retensio plasenta didefinisikan sebagai tidak lahirnya plasenta
30 menit setelah bayi lahir. Keadaan ini dapat disebabkan oleh
plasenta belum lepas dari dinding uterus atau plasenta sudah
lepas, tetapi belum dilahirkan. Jika plasenta belum lepas sama
sekali, tidak terjadi perdarahan. Jika terlepas sebagian, terjadi
perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.
Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena :
1. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan
plasenta.
2. Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh
karena villi korialis menembus desidua (plaenta
akreta), menembus desidua sampai miometrium
(plasenta inkreta), atau villi korialis menembus
miometrium sampai perimetrium/serosa (plasenta
perkreta).
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus tetapi belum
keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk
melahirkannya atau karena salah penanganan kala III,

329
sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus
yang menghalangi keluarnya plasenta (plasenta inkarserata).
Tanda-tanda
• Plasenta belum lahir setelah 30 menit.
• Perdarahan bersifat segera
• Uterus berkontraksi baik Penanganan
• Jika plasenta belum dilahirkan setelah 30 menit
pemberian oksitosin dan uterus terasa berkontraksi,
lakukan peregangan tali pusat terkendali. Hindari
penarikan tali pusat dan penekanan fundus uteri
yang terlalu kuat karena dapat menyebabkan
inversio uteri.
• Jika peregangan tali pusat terkendali belum berhasil,
cobalah untuk melakukan pengeluaran plasenta
secara manual. Plasenta yang melekat kuat
mungkin merupakan plasenta akreta. Usaha untuk
melepaskan plasenta yang melekat kuat dapat
menyebabkan perdarahan hebat atau perforasi
uterus, yang memerlukan tindakan
histerektomi.
• Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan uji
pembekuan darah sederhana. Kegagalan
terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau
adanya bekuan yang mudah pecah menunjukkan
adanya koagulopati.

SISA (REST) PLASENTA


Sewaktu suatu bagian dari plasenta, satu atau lebih lobus
tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif.
Mungkin saja tidak terjadi perdarahan dengan adanya sisa
plasenta.

Tanda-tanda

330
• Plasenta atau sebagian selaput tidak lengkap.
• Perdarahan segera.
• Uterus berkontraksi tetapi tinggi uterus tidak
berkurang.

Penanganan
• Eksplorasi manual uterus menggunakan teknik yang
serupa dengan teknik yang digunakan untuk
plasenta manual, kecuali porsio telah menutup,
dilakukan eksplorasi secara digital.
• Raba bagian dalam uterus untuk mencari sisa
plasenta.
• Keluarkan sisa plasenta dengan tangan, cunam
ovum, atau kuret besar.
• Jika perdarahan terus berlanjut, lakukan uji
pembekuan darah sederhana.

INVERSIO UTERI
Pada inversio uteri bagian atas uterus (fundus) memasuki
kavum uteri, sehingga fundus uteri bagian dalam menonjol ke
dalam kavum uteri. Peristiwa ini, yang jarang sekali ditemukan
terjadi dengan tiba-tiba dalam kala III atau segera setelah
plasenta lahir. Menurut perkembangannya, inversio uteri dapat
dibagi dalam beberapa tingkat :
1. Fundus uteri menonjol dalam kavum uteri, tetapi
belum keluar dari ruang tersebut.
2. Korpus uteri yang terbalik sudah masuk dalam
vagina.
3. Uterus dengan vagina, semuanya terbalik, untuk
sebagian besar terletak di luar vagina.
Inversio uteri bisa terjadi spontan atau sebagai akibat tindakan.
331
Pada wanita dengan atonia uteri kenaikan tekanan
intraabdominal dengan mendadak karena batuk atau meneran,
dapat menyebabkan masuknya fundus ke dalam kavum uteri
yang merupakan permulaan inversio uteri. Tindakan lainnya
adalah perasat Crede pada korpus uteri yang tidak berkontraksi
baik, dan tarikan pada tali pusat dengan plasenta yang belum
lepas dari dinding uterus.

Gejala dan tanda


• Rasa nyeri yang hebat, bisa menyebabkan syok.
Rasa nyeri disebabkan karena fundus uteri menarik
adneksa serta ligamentum infundibulopelvikum dan
ligamentum rotundum kanan dan kiri ke dalam
terowongan inversio dan dengan demikian
mengadakan tarikan yang kuat pada peritoneum.
• Fundus uteri tidak ditemukan pada tempat yang
lazim pada kala III atau setelah persalinan selesai.
• Pemeriksaan dalam dapat menunjukkan tumor yang
lunak di atas serviks uteri atau dalam vagina.
Penanganan
• Reposisi segera
• Untuk melakukan reposisi, jika ibu sangat kesakitan
dapat diberikan analgetik petidin 1 mg/kgBB IM atau
IV secara perlahan, atau berikan morfin 0,1
mg/kgBB atau dengan anestesi umum.
• Tangan seluruhnya dimasukkan ke dalam vagina
sedangkan jari-jari tangan dimasukkan ke dalam
kavum uteri melalui serviks uteri yang mungkin
sudah mulai menciut. Telapak tangan menekan
korpus perlahan-lahan tetapi terus menerus ke arah
atas agak ke depan (kranioanterior) sampai korpus
uteri melewati serviks uteri dan inversio ditiadakan.
• Berikan suntikan 0,2 mg ergometrin IV dilanjutkan
dengan oksitosin drip.

332
• Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal.

RUPTURA UTERI
Ruptura uteri atau robekan uterus merupakan peristiwa yang
sangat berbahaya, yang umumnya terjadi pada persalinan,
kadang-kadang juga pada kehamilan tua. Robekan uterus
ditemukan untuk sebagian besar pada bagian bawah uterus.
Apabila pada ruptura uteri peritoneum pada permukaan uterus
ikut robek, keadaan itu dinamakan ruptura uteri komplit. Jika
tidak, dinamakan ruptura uteri inkomplit. Menurut cara
terjadinya, ruptura uteri dibedakan menjadi :
1. Ruptura uteri spontan : ruptura uteri yang terjadi
secara spontan pada uterus yang utuh. Faktor pokok
di sini ialah bahwa persalinan tidak maju karena ada
rintangan, misalnya panggul sempit (CPD),
hidrosefalus, janin dalam letak lintang, sehingga
segmen bawah uterus makin lama makin
diregangkan. Pada suatu saat regangan yang terus
bertambah melampaui batas kekuatan jaringan
miometrium, terjadilah ruptura uteri.
2. Ruptura uteri traumatik : ruptura uteri yang terjadi
oleh karena trauma. Dapat terjadi karena jatuh,
kecelakaan seperti tabrakan, dan sebagainya.
Robekan demikian jarang terjadi karena otot uterus
cukup tahan terhadap trauma dari luar. Yang lebih
sering terjadi adalah ruptura uteri violenta. Pada
keadaan ini sudah ada regangan segmen bawah
uterus dan usaha pervaginal untuk melahirkan janin
mengakibatkan timbulnya ruptura uteri.
3. Ruptura uteri pada parut uterus : ruptura uteri
demikian ini terdapat paling sering pada parut bekas
seksio sesaria. Diantara parut-parut bekas seksio
333
sesaria, parut yang terjadi sesudah seksio sesaria
klasik lebih sering menimbulkan ruptura uteri
daripada parut bekas seksio sesaria profunda.

Gejala dan tanda


• Sebelum terjadi ruptura uteri, penderita
menunjukkan gejala-gejala ruptura uteri membakat :
 Gelisah.
 Pernafasan dan nadi cepat.
 Nyeri dirasakan terus-menerus diperut
bawah.
 Segmen bawah uterus tegang, nyeri pada
perabaan
 Lingkaran retraksi (bandl) tinggi sampai
mendekati pusat.
 Ligamentum rotundum tegang.
• Pada saat terjadi ruptura uteri, penderita sakit keras
dan merasa seperti ada yang robek dalam perutnya.
• Kemudian penderita kolaps, selanjutnya syok.
• Kontraksi uterus menghilang.
• Bila seluruh atau sebagian janin masuk ke dalam
rongga perut, bagian-bagian janin dapat diraba
dengan jelas pada pemeriksaan luar. Pada
pemeriksaan dalam, bagian terbawah janin tidak
teraba lagi atau teraba tinggi dalam jalan lahir.
• Lambat laun perut menunjukkan meteorismus,
defense musculaire dan janin lebih sulit diraba.

Pencegahan
• Pimpinan persalinan dilakukan dengan lege artis,
khususnya pada persalinan dengan kemungkinan
distosia, dan pada persalinan wanita yang pernah
mengalami seksio sesaria atau pembedahan lain
pada uterus.

334
• Pada persalinan dengan kemungkinan distosia perlu
diamati terjadinya regangan segmen bawah uterus
dan apabila tanda-tanda itu ditemukan, persalinan
harus diakhiri dengan segera, dengan cara yang
paling aman bagi ibu dan bayinya.

Penanganan
• Prinsip penanganan perdarahan secara umum.
• Laparotomi.
• Janin dikeluarkan dahulu, dengan atau tanpa
pembukaan uterus.
• Jika ujung ruptura uterus tidak nekrosis, dan uterus
dapat diperbaiki, lakukan histerorafi.
• Jika uterus tidak dapat diperbaiki lakukan
histerektomi supravaginal atau histerektomi total jika
didapatkan robekan sampai serviks atau vagina.

KOAGULOPATI
Koagulopati dapat menjadi penyebab dan akibat dari
perdarahan yang hebat. Kondisi ini dapat dipicu oleh solusio
plasenta, kematian janin dalam rahim (KJDR),
preeklampsia/eklampsia, dan emboli air ketuban. Gambaran
klinisnya bervariasi mulai dari perdarahan hebat, dengan atau
tanpa komplikasi trombosis, sampai keadaan klinis yang stabil
yang hanya terdeteksi oleh tes laboratorium. Pada kasus
kehilangan darah yang akut, perkembangan menuju
koagulopati dapat dicegah jika volume darah dipulihkan segera
dengan cairan infus (ringer laktat atau NaCl).

335
Penanganan
Tangani kemungkinan penyebab kegagalan
pembekuan ini : solusio plasenta, KJDR, eklampsia.
Gunakan produk darah untuk mengontrol perdarahan.
 Berikan darah lengkap segar, untuk
menggantikan faktor pembekuan dan sel
darah merah.
 Jika darah lengkap segar tidak tersedia, pilih
salah satu di bawah ini berdasarkan
ketersediaannya :
 Plasma beku segar untuk
menggantikan faktor pembekuan.
 Sel darah merah packed (yang
tersedimentasi) untuk penggantian
sel darah merah.
 Kriopresipitat untuk
penggantian fibrinogen.
 Konsentrasi trombosit, jika
perdarahan berlanjut dan trombosit di
bawah 20.000.

Tabel 1. Profil Kematian Maternal yang Disebabkan Oleh


Perdarahan Pasca Persalinan di Provinsi Bali tahun 2016

Karakteristik Jumlah %
Buleleng 1 7,69%
Jembrana 1 7,69%
Tabanan 3 23,10%

336
Badung 1 7,69%
Kabupaten Denpasar 5 38,45%
Gianyar 1 7,69%
Klungkung 0 0%
Bangli 1 7,69%
Karangasem 0 0%
< 20 tahun 2 15,35
Usia 20-35 tahun 8 61,55
>35 tahun 3 23,10
I 3 23,10
Paritas II – IV 9 69,21
≥V 1 7,69
Bidan 5 38,45
Penolong Sp.OG 8 61,55
I 3 23,10%
Gravida II - III 7 53,80%
≥IV 3 23,10%

Normal 10 76,90%
Cara SC 3 23,10%
Persalinan

337
338

Anda mungkin juga menyukai