Anda di halaman 1dari 11

ARTIKEL

Pengembangan Bekatul sebagai Pangan Fungsional: Peluang,


Hambatan, dan Tantangan
Rice Bran Development as Functional Foods: The Opportunities,
Obstacles, and Challenges
Mirna Zena Tuaritaa, Nur Fathonah Sadeka, Sukarnoab, Nancy Dewi Yulianaab,
dan Slamet Budijantoab
a
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor, Dramaga Bogor, 16680
b
Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center,
Institut Pertanian Bogor, Dramaga Bogor, 16680
Email: slamet.budijanto@gmail.com

Diterima : 12 April 2016 Revisi : 30 Juli 2017 Disetujui : 16 Agustus 2017


ABSTRAK
Bekatul, sebagai hasil samping pengolahan padi, memiliki kandungan gizi yang baik dan
kaya akan komponen bioaktif. Bekatul telah banyak dilaporkan memiliki manfaat bagi
kesehatan, misalnya aktivitas antioksidan, aktivitas kemopreventif kanker, dan aktivitas
hipokolesterolemik. Hanya saja, bekatul saat ini lebih banyak dimanfaatkan sebagai pakan
ternak, sedangkan pemanfaatannya sebagai bahan pangan masih sangat terbatas. Kurangnya
pengetahuan masyarakat mengenai potensi kesehatan bekatul, tidak terstandarnya kualitas
bekatul, serta karakteristik bekatul yang mudah mengalami kerusakan menjadikan industri
kurang tertarik untuk mengembangkan bekatul, terutama sebagai pangan fungsional.
Tantangan yang perlu dipecahkan guna meningkatkan nilai tambah bekatul antara lain edukasi
masyarakat mengenai manfaat kesehatan bekatul, cara stabilisasi dan penyimpanan bekatul,
hingga strategi pemasaran bekatul.
Kata kunci: bekatul, pangan fungsional, pengembangan bekatul, potensi kesehatan
ABSTRACT
Rice bran, a byproduct of rice milling process, provided good nutritional values and high
bioactive compounds. Many reports had shown the health benefits of rice bran, such as
antioxidant activity, cancer chemopreventive activity, and hypocholesterolemic activity. Rice
bran was now popular for animal feed, while its use for food ingredient was still limited. The lack
of public information about its health potentials, the unstandardized quality, and the ease of
undergoing deterioration were being as the deriving factors that industry had not interested to
develop rice bran yet, especially for functional foods. To increase the added value of rice bran,
some challenges that need to be solved included public education about its health benefits,
stabilization and storage, as well as marketing strategies.
keywords: rice bran, functional food, rice bran development, health potency

I. PENDAHULUAN
dunia, terutama negara-negara Asia. Jumlah
eras (Oryza sativa) merupakan salah satu
B tanaman sereal utama, yang menjadi
padi yang dipanen di seluruh dunia kurang
lebih sekitar 600 juta ton setiap tahun (Esa,
pokok makanan sebagian besar penduduk

Pengembangan Bekatul sebagai Pangan Fungsional: Peluang, Hambatan, dan Tantangan


Mirna Zena Tuarita, Nur Fathonah Sadek, Sukarno, Nancy Dewi Yuliana, dan Slamet Budijanto
dkk., 2013). Proses penggilingan padi mengenai pengembangan bekatul,
menghasilkan 70 persen beras (endosperm) khususnya di Indonesia.
sebagai produk utama, serta beberapa
II. BEKATUL
produk sampingan seperti sekam (20 persen)
dan bekatul (8–10 persen) (Chen, dkk., 2012). Beras (Oryza sativa) merupakan salah
Hingga saat ini, sebagian besar produk satu makanan pokok utama bagi hampir
samping penggilingan padi tersebut setengah populasi penduduk di dunia,
digunakan sebagai pakan ternak. termasuk Indonesia. Beras yang umum
dikonsumsi dapat dikelompokkan menjadi
Bekatul sebagai salah satu produk
dua jenis utama, yakni Japonica dan Indica.
samping, mendapatkan perhatian sebagai
Jenis beras Japonica umumnya dikonsumsi
pangan fungsional yang semakin meningkat
oleh masyarakat Jepang, China, Korea,
dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini terkait
Rusia, dan Amerika, sedangkan jenis Indica
fungsionalitas bekatul bagi kesehatan.
umum dikonsumsi oleh masyarakat di Asia
Bekatul dilaporkan mengandung sejumlah
Tenggara, khususnya Indonesia (Calpe,
senyawa fenolik, serta kaya akan serat
2006). Beras Japonica memiliki butiran
pangan, vitamin, dan mineral (Henderson,
berbentuk pendek bulat, dengan rasa nasi
dkk., 2012). Beberapa penelitian mengenai
pulen dan lengket. Sebaliknya, beras Indica
fungsionalitas bekatul bagi kesehatan antara
memiliki butiran berbentuk lonjong panjang
lain: antikanker, antihipokolesterolemik, dan
dengan rasa nasi yang lebih pera. Jenis beras
antiaterogenik (Henderson, dkk., 2012 dan
yang paling banyak ditanam di Indonesia
Kharisma, 2015).
adalah beras Indica non-pigmen, yakni
Hingga saat ini, upaya pengembangan varietas Rojolele, Ciherang, dan IR64. Hal ini
bekatul sebagai pangan fungsional masih dikarenakan adanya dorongan faktor
terhalang beberapa kendala, antara lain kesukaan konsumen dan kondisi iklim tropis
kurangnya kesadaran masyarakat tentang yang mendukung (Lestari, dkk., 2014).
manfaat kesehatan bekatul, kualitas bekatul
Tingginya angka konsumsi beras di
yang belum terstandar, serta belum banyak
Indonesia, menempatkannya sebagai negara
industri hilir yang tertarik untuk
ketiga terbesar dalam konsumsi beras setelah
mengembangkan bekatul. Hal ini menjadi
China dan India (FAO, 2016). Produksi padi di
tantangan tersendiri bagi pengembangan
Indonesia pada tahun 2015 adalah sebesar
bekatul mengingat potensinya terhadap
75,36 juta ton gabah kering giling (GKG), atau
kesehatan yang sangat menjanjikan. Selain
mengalami kenaikan sebanyak 4,51 juta ton
itu, terdapat beberapa hal yang perlu
(6,37 persen) dibandingkan tahun 2014.
diperhatikan selama pengolahan dan
Kenaikan produksi padi disebabkan oleh
penanganan untuk menjaga kualitas bekatul.
kenaikan luas panen sebesar 0,32 juta hektar
Misalnya saja, kendala yang disebabkan
dan peningkatan produktivitas sebesar 2,04
aktivitas enzim lipase yang menyebabkan
kuintal/hektar (3,97 persen) (BPS, 2016).
terbentuknya aroma tengik (Budijanto, dkk.,
Permintaan akan beras diperkirakan terus
2010). Hal ini apabila tidak mampu ditangani
meningkat pada beberapa dekade
dengan baik akan menurunkan penerimaan
mendatang yang disebabkan oleh
konsumen terhadap bekatul.
pertumbuhan ekonomi dan populasi
Artikel ini akan mereview potensi bekatul penduduk, termasuk di negara-negara Asia
sebagai pangan fungsional. Kajian ilmiah dan Afrika. Oleh karena itu, industri beras
mengenai kandungan fitokimia dan efek diperkirakan akan terus bertahan dalam
positifnya bagi kesehatan akan diulas pada waktu yang lama dan produksi produk
artikel ini. Selain itu, hambatan dan tantangan samping penggilingan padi juga akan
dalam pengembangan bekatul juga akan semakin meningkat (Esa, dkk., 2013).
dibahas untuk memberikan gambaran

Pengembangan Bekatul sebagai Pangan Fungsional: Peluang, Hambatan, dan Tantangan


Mirna Zena Tuarita, Nur Fathonah Sadek, Sukarno, Nancy Dewi Yuliana, dan Slamet Budijanto
pecah kulit (brown rice). Tahapan selanjutnya
adalah proses penyosohan beras yang
bertujuan untuk menghilangkan dedak dan
bekatul dari bagian endosperma beras,
sehingga diperoleh beras yang berwarna
putih. Semakin tinggi derajat penyosohan
beras, maka beras yang diperoleh akan
semakin putih, namun semakin miskin zat
gizi. Bekatul merupakan bagian terluar bulir
beras yang terbuang selama proses
penyosohan beras (Thahir, 2010).
Secara morfologi, bekatul terdiri atas
lapisan perikarp, testa dan lapisan aleuron
(Gambar 1). Lapisan-lapisan ini mengandung
sejumlah nutrien seperti protein, lemak dan
Gambar 1. Struktur Beras (Esa, dkk., serat pangan serta sejumlah vitamin dan
2013) mineral (Tabel 1). Kandungan asam amino
esensial, antara lain dalam bekatul antara
Persentase produk samping dari proses
lain: triptofan, histidin, sistein, dan arginin.
bulir padi menjadi beras tergantung pada
Jenis serat pangan terdiri atas selulosa,
beberapa faktor, antara lain laju penggilingan
hemiselulosa, pektin, arabinosilan, lignin, dan
dan jenis beras. Proses penggilingan padi
-glukan. Selain itu, bekatul juga
dikatakan ideal apabila menghasilkan 20
mengandung beberapa komponen bioaktif,
persen sekam dan 8–12 persen bekatul
tergantung pada derajat penggilingan, serta seperti -oryzanol, asam ferulat, asam kafeat,
68–72 persen beras sosoh tergantung pada tricine, asam kumarat, asam fitat, isoform
varietas (Farrel dan Hutton, 1990). vitamin E (-tokoferol, -tokoferol,
tokotrienol), fitosterol (-sitosterol,
Dalam proses penggilingan padi, bagian stigmasterol, kampesterol), dan karotenoid
sekam akan terpisah dan diperoleh beras
Tabel 1. Komposisi Nutrisi Bekatul (edible grade)
Kandungan (per Kandungan (per 100
Nutrien Nutrien
100 g) g)
Analisis Proksimat Vitamin
Protein 16,5 g Biotin 5,5 mg
Lemak 21,3 g Kolin 226 mg
Mineral 8,3 g Asam folat 83 μg
Total karbohidrat 49,4 g Inositol 982 mg
kompleks
Serat kasar 11,4 g
Serat pangan 25,3 g Mineral
Serat larut air 2,1 g Besi (Fe) 11,0 mg
Pati 24,1 g Seng (Zn) 6,4 mg
Gula sederhana 5,0 g Mangan (Mg) 28,6 mg
Tembaga (Cu) 0,6 mg
Vitamin Iodin 67 μg
Tiamin (B1) 3,0 mg Kalsium (Ca) 80 mg
Riboflavin (B2) 0,4 mg Fosfor (P) 2,1 g
Niasin (B3) 43 mg Kalium (K) 1.9 g
Asam pantotenat (B5) 7 mg Natrium (Na) 20,3 g
Piridoksin (B6) 0,49 mg Magnesium (Mg) 0,9 g
Sumber : Rao, 2000

Pengembangan Bekatul sebagai Pangan Fungsional: Peluang, Hambatan, dan Tantangan


Mirna Zena Tuarita, Nur Fathonah Sadek, Sukarno, Nancy Dewi Yuliana, dan Slamet Budijanto
(-karoten, -karoten, lutein, likopen) memiliki kandungan senyawa fenolik yang
(Henderson, dkk., 2012). Berbeda dengan lebih tinggi dibandingkan pada beras non-
serealia, seperti jagung, gandum, dan oat, pigmen (beras putih) seperti yang dipapar
fraksi lipid bekatul beras mengandung rasio pada Tabel 2. Pada beras merah, senyawa
isoform vitamin E, -oryzanol, dan -sitosterol fenolik yang paling banyak ditemukan antara
yang unik. Damayanti, dkk. (2007) lain asam ferulat dan asam protokatekat,
menyebutkan bahwa komposisi kimia bekatul sedangkan pada beras hitam antara lain
bervariasi tergantung pada varietas padi, asam protokatekat, asam vanilat, asam
lingkungan tanam padi, derajat penggilingan kafeat, asam siringat, dan asam p-kumarat
gabah dan kontaminasi sekam pada proses (Min, dkk., 2012).
penggilingan. III. POTENSI KESEHATAN BEKATUL
Selain beras yang berwarna putih, Peran bekatul sebagai sumber pangan
Indonesia juga memiliki beberapa jenis beras fungsional dapat dilihat dari komponen
berdasarkan kandungan pigmen warna pada bioaktif dan serat pangannya. Namun
bagian perikarp dan aleuron, antara lain beras pengembangannya masih belum terlihat di
merah dan hitam. Komponen pigmen tersebut masyarakat.
banyak terkonsentrasi pada bagian

Tabel 2. Komparasi Kuantitatif Komponen Bioaktif dari Tiga Jenis Bekatul


Komponen Bekatul Beras Bekatul Beras Bekatul Beras
Referensi
Bioaktif Putih Merah Hitam
Asam Kultivar beras Kultivar beras Kultivar beras Muntana dan
Fenolik Thailand berkisar Thailand berkisar Thailand berkisar Prasong,
0,89–0,99 mg 1,01–1,05 mg 1,08–1,22 mg 2010
GAE/ mg ekstrak GAE/ mg ekstrak GAE/ mg ekstrak
Flavonoid Tidak diteliti Kultivar Thailand Kultivar beras Pengkumsri,
(beras Mali) Thailand (beras dkk. 2015
berkisar Chiang Mai) berkisar
0,66±0,01 mg 1,93±0,03 mg
asam galat kuercetin
ekuivalen/g ekuivalen/g ekstrak
ekstrak
Antosianin Tidak diteliti Kultivar beras Kultivar beras Sompong,
Thailand berkisar Thailand berkisar dkk., 2011
0,3–1,4 mg 109,5–256,6 mg
/100 g ekstrak /100 g ekstrak
Sumber : Saenkod, dkk., 2013.

bekatulnya. Bekatul beras merah dan hitam 3.1. Aktivitas Antioksidan


dilaporkan memiliki kandungan antosianin Dewasa ini, banyak penyakit yang timbul
yang tidak ditemukan pada beras putih. Jenis akibat stress oksidatif, seperti kanker,
antosianin yang terdapat pada beras merah penyakit jantung koroner, diabetes mellitus,
dan hitam adalah cyanidin-3-O-glucoside dan dan stroke. Penyakit tersebut terjadi akibat
peonidin-3-O-glucoside (Min, dkk., 2012), terjadinya ketidakseimbangan antara
yang mana kedua senyawa ini ditemukan pembentukan dan netralisasi radikal bebas.
lebih tinggi pada beras hitam dibandingkan Bekatul kaya akan antioksidan, sehingga
pada beras merah. Selain pigmen antosianin, berpotensi sebagai penangkal radikal bebas
bekatul beras berpigmen juga dilaporkan (Arab, dkk., 2011). Senyawa antioksidan yang

Pengembangan Bekatul sebagai Pangan Fungsional: Peluang, Hambatan, dan Tantangan


Mirna Zena Tuarita, Nur Fathonah Sadek, Sukarno, Nancy Dewi Yuliana, dan Slamet Budijanto
terdapat pada bekatul dapat dikelompokkan kandungan total flavonoid (Total Flavonoid
ke dalam 8 kelompok, antara lain asam Content, TFC). Bekatul beras hitam dan
fenolik, flavonoid, antosianin, proantosianin, merah juga memiliki kandungan total fenolik
tokoferol, tokotrienol, -oryzanol dan asam dan flavonoid yang lebih tinggi dari bekatul
fitat (Goufo dan Trindade, 2014). beras non-pigmen (Saenkod, dkk., 2013 dan
Sompong, dkk., 2011).
Antioksidan utama pada bekatul adalah
-oryzanol. Gamma-oryzanol tersusun atas 3.2 Aktivitas Kemopreventif Kanker
campuran ester asam ferulat dan fitosterol. Selain sebagai antioksidan, bekatul
Sedikitnya ada sepuluh steril ferulat yang dilaporkan memiliki aktivitas kemopreventif
teridentifikasi pada -oryzanol, yakni terhadap kanker kolon, payudara, hati, dan
cycloartenyl ferulate, 24- kulit, yang ditunjukkan dari hasil penelitian in
methylenecycloartanyl ferulate, campestenyl vitro maupun in vivo. Dapar, dkk. (2013)
ferulate, campesteryl ferulate, stigmastenyl menunjukkan bahwa ekstrak etanol bekatul
ferulate, sitosteryl ferulate, ∆7-stigmatenyl beras putih varietas IR64 memiliki aktivitas
ferulate, stigmateryl ferulate, campestanyl sitotoksik terhadap sel kanker paru-paru A549
ferulate, dan sitostanyl ferulate. Diantara dan kanker kolon HCT 116. Di lain pihak
senyawa tersebut, cycloartenyl ferulate, 24- Tantamango, dkk. (2011) melaporkan bahwa
methylenecycloartanyl ferulate, campestenyl konsumsi beras pecah kulit (brown rice) pada
ferulate, dan sitosteryl ferulate merupakan subjek manusia mampu menurunkan jumlah
komponen yang paling dominan (Minatel, adenoma dan pendarahan usus. Konsumsi
dkk., 2016). beras pecah kulit sedikitnya sekali dalam
Aktivitas antioksidan pada bekatul selain seminggu dapat mengurangi risiko
dipengaruhi oleh varietas padi, juga pembentukan polip kolorektal sebesar 40
dipengaruhi adanya komponen pigmen warna persen. Korelasi yang kuat antara konsumsi
pada beras. Beras berpigmen dilaporkan beras pecah kulit dengan pencegahan kanker
mengandung sumber antioksidan yang kolon tersebut berhubungan dengan tingginya
sangat potensial. Penelitian Goufo dan kandungan serat pangan dan komponen
Trindade (2014) menunjukkan bahwa beras bioaktif pada bekatul.
hitam memiliki aktivitas antioksidan yang Pemberian bekatul pada mencit mampu
paling tinggi, diikuti oleh beras merah dan menurunkan volume tumor payudara MF-1
beras coklat (beras putih yang tidak disosoh). yang diberikan transplantasi sel kanker
Beras berpigmen juga dilaporkan memiliki payudara MDA-MB-468. Hasil penelitian in
kandungan senyawa fenolik dan flavonoid vivo tersebut didukung oleh hasil penelitian in
yang lebih tinggi dibandingkan beras non- vitro yang menunjukkan bahwa pemberian
pigmen, di samping adanya kandungan ekstrak tricine dari bekatul mampu
antosianin. Jenis antosianin cyanidin-3-O- menghambat pertumbuhan sel kanker
glucoside merupakan yang dominan, payudara MDA-MB-468 melalui penghentian
sedangkan peonidin-3-O-glucoside siklus sel pada fase G2/M (Cai, dkk., 2004).
merupakan yang kedua terbanyak pada beras Hal ini menunjukkan bahwa kandungan tricine
berpigmen (Min, dkk., 2012). pada bekatul diduga berperan dalam
Berdasarkan pengujian dengan metode penghambatan perkembangan kanker
DPPH (2,2 Diphenyl-1-picrylhidrazyl), bekatul payudara.
beras hitam dan merah diketahui memiliki Pada penghambatan perkembangan
aktivitas antioksidan yang lebih tinggi bila kanker hati, kandungan peptida dan
dibandingkan pada bekatul beras putih tokotrienol pada bekatul diduga memegang
(Budijanto, dkk., 2015; Muntana dan Prasong, peranan. Pemberian peptida dan
2010). Aktivitas antioksidan juga erat pentapeptida yang diekstrak dari bekatul
kaitannya dengan kandungan total fenolik secara in vitro mampu menunjukkan
(Total Phenolic Content, TPC) dan penghambatan proliferasi sel kanker hati

Pengembangan Bekatul sebagai Pangan Fungsional: Peluang, Hambatan, dan Tantangan


Mirna Zena Tuarita, Nur Fathonah Sadek, Sukarno, Nancy Dewi Yuliana, dan Slamet Budijanto
HepG2 (Kannan, dkk., 2010). Suplementasi berkorelasi dengan kandungan total fenolik
fraksi kaya tokotrienol pada tikus Sprague bekatul beras hitam dan merah yang lebih
Dawley mampu menurunkan resiko kanker tinggi dibandingkan pada bekatul beras putih.
hati melalui penurunan pembentukan nodul
3.3 Aktivitas Hipokolesterolemik
pada hati. Hal ini diikuti dengan penurunan
level alkalin fosfatase plasma, aktivitas Lecumberri, dkk. (2007) melaporkan
glutation transferase hati, kadar LDL (Low bahwa pemberian serat pangan mampu
Density Lipoprotein), dan peroksidasi lipid menurunkan total kolesterol dan Low Density
(Iqbal, dkk., 2003). Lipoprotein (LDL) plasma tikus
hiperkolesterolemik. Adapun dugaan
Penghambatan kanker kulit secara in
mekanisme serat pangan dalam menurunkan
vitro dilaporkan oleh Ghoneum dan Agrawal
total kolesterol dan LDL adalah melalui
(2011), yang menunjukkan bahwa pemberian
pengikatan asam empedu di usus halus
hemiselulosa bekatul (MGN-3/Biobran)
kemudian mengekskresikannya bersama
mampu menghambat proliferasi sel kanker
feses. Akibatnya, terjadi pemecahan
kulit U266. Hal tersebut terjadi melalui
kolesterol endogen untuk menggantikan
penghambatan proliferasi sel melalui
asam empedu yang hilang (kolesterol
pemblokiran sel untuk masuk fase G 0-G1.
merupakan bahan penyusun asam empedu),
Suplementasi cycloartenol ferulate yang
sehingga kadar kolesterol akan berkurang.
diekstrak dari bekatul juga mampu
Asam propionat yang merupakan salah satu
menghambat perkembangan kanker kulit
produk fermentasi serat pangan di dalam
stadium II pada mencit ICR, in vivo. Aktivitas
kolon juga dilaporkan mampu mencegah
kemopreventif tersebut terjadi melalui
kolesterogenesis di hati, sehingga mampu
penghambatan inflamasi (Yasukawa, dkk.,
menurunkan konsentrasi kolesterol plasma
1998).
(Wolever, 1991).
Adanya perbedaan pigmen warna pada
Selain serat pangan, komponen
beras ternyata berpengaruh terhadap
aktivitas kemopreventif kankernya, misalnya
-oryzanol pada bekatul juga dilaporkan
memiliki aktivitas hipokolesterolemik. Gamma
saja pada pencegahan kanker kolon.
oryzanol selain berperan sebagai antioksidan
Budijanto, dkk. (2015) melaporkan bahwa
tetapi juga meningkatkan metabolisme
ekstrak metanol bekatul beras hitam (varietas
komponen pangan, misalnya kolesterol
Cempo Ireng) dan merah (varietas Cere)
(Minatel, dkk., 2016). Senyawa ini memiliki
menunjukkan aktivitas sitotoksik yang lebih
efek menurunkan obesitas dan kondisi
tinggi terhadap sel kanker kolon WiDr
dislipidemia pada tikus dengan ransum tinggi
dibandingkan pada bekatul beras putih
varietas Ciherang dan Jepang (Japonica). lemak dan tingi fruktosa, melalui normalisasi
trigliserida, LDL, dan total kolesterol dalam
Hasil tersebut berkorelasi positif dengan
serum, serta meningkatkan High Density
aktivitas antioksidan bekatul beras hitam dan
merah yang lebih tinggi dibandingkan pada Lipoprotein (HDL). Kemampuan -oryzanol
bekatul beras putih. Hal yang sama juga dalam menurunkan trigliserida dan level
dilaporkan oleh Forster, dkk. (2013) yang kolesterol juga terkait dengan
menunjukkan bahwa ekstrak metanol bekatul kemampuannya dalam menekan lipogenesis
beras hitam (varietas IAC 600) dan merah di hati dan meningkatkan ekskresi lemak fekal
(varietas Red Wells dan IL 121-1-1) memiliki (Wang, dkk., 2015).
aktivitas antiproliferasi terhadap sel kanker Suplementasi bekatul dalam diet terbukti
kolon SW-480 yang lebih tinggi dibandingkan mampu menurunkan bobot badan,
pada bekatul beras putih (varietas Jasmine 85 konsentrasi total kolesterol serum dan hati,
dan Wells). Hasil penelitian tersebut trigliserida dan LDL, serta menaikkan
menunjukkan bahwa penghambatan konsentrasi HDL (High Density Lipoprotein),
pertumbuhan sel SW-480 tidak berkorelasi tanpa mengubah konsentrasi glukosa darah
dengan kandungan -oryzanol, tetapi mencit (Hernawati, dkk., 2013). Park, dkk.

Pengembangan Bekatul sebagai Pangan Fungsional: Peluang, Hambatan, dan Tantangan


Mirna Zena Tuarita, Nur Fathonah Sadek, Sukarno, Nancy Dewi Yuliana, dan Slamet Budijanto
(2014) melaporkan efek hipokolesterolemik musim penghujan (Widowati, 2001). Keadaan
bekatul yang terjadi melalui penurunan ini sangatlah berbeda dengan beberapa
sintesis kolesterol hati, yang ditandai dengan negara lain di dunia, seperti Amerika Serikat
penurunan aktivitas ACAT-2 (acetyl-CoA dan Jepang, yang sudah banyak
acetyltransferase 2), HMG-CoA (3-hydroxy-3- mengembangkan bekatul sebagai produk
methyl-glutaryl-coenzyme A) reduktase, dan pangan, misalnya sebagai sereal sarapan
SREBP-2 (sterol-regulatory element-binding dan minyak bekatul (rice bran oil).
protein 2), serta dengan meningkatkan
Peluang pengembangan bekatul sebagai
degradasi kolesterol hati melalui CYP7a1
pangan fungsional masih sangat terbuka. Hal
(human cholesterol 7-hydroxylase) dan ini dikarenakan angka produksi gabah kering
CYP8b1 (human cholesterol 12- giling di Indonesia mencapai 75,36 juta ton
hydroxylase) pada mencit yang diberi diet pada tahun 2015 (BPS, 2016), sehingga
hiperkolesteromia. jumlah bekatul yang dapat dimanfaatkan
Aktivitas hipokolesterolemik bekatul juga kurang lebih 6–7,54 juta ton (bekatul yang
dapat dipengaruhi oleh perbedaan pigmen dihasilkan dari penggilingan beras sekitar
warnanya. Kharisma (2015) melaporkan 8–12 persen). Adapun jumlah dan kualitas
perbedaan aktivitas hipokolesterolemik pada bekatul yang diperoleh dapat dipengaruhi
tikus yang diberikan bekatul dengan pigmen oleh sistem penggilingan padi.
warna yang berbeda. Adapun bekatul yang Saat ini unit penggilingan padi yang
digunakan adalah bekatul beras putih banyak ditemui di Indonesia adalah
Ciherang, beras merah Cere, dan beras hitam penggilingan skala kecil (2–5 ton beras per
Cempoireng, yang mana masing-masing hari) dan skala menengah (kapasitas
diformulasikan ke dalam beras analog. produksi hingga 10 ton beras per hari).
Pemberian beras analog dengan dengan Penggilingan padi skala kecil menggunakan
penambahan bekatul beras putih (BAP) dan sistem diskontinyu dengan satu unit mesin
bekatul beras hitam (BAH) menyebabkan pemecah kulit dan satu unit mesin sosoh,
efek penurunan total kolesterol, LDL, indeks sehingga cenderung bekatul dengan mutu
aterogenik, dan kadar lemak total hati yang kurang baik dan rendemen yang sedikit.
lebih tinggi bila dibandingkan pada kelompok Penggilingan dengan skala menengah yang
yang mendapatkan beras analog dengan lebih besar menggunakan sistem diskontinyu
bekatul beras merah (BAM). Perbedaan jenis dan kontinyu mampu menghasilkan bekatul
bekatul tidak berpengaruh pada kadar HDL. dengan rendemen yang lebih banyak dan
Kenaikan trigliserida terlihat paling tinggi pada mutu yang lebih baik. Hal ini dikarenakan
kelompok yang mendapatkan BAH penggilingan skala menengah menggunakan
dibandingkan BAP dan BAM. Oleh karena itu, dua unit mesin penyosoh. Bekatul yang
dapat dikatakan bahwa bekatul beras putih dihasilkan dari mesin sosoh kedua akan
memberikan aktivitas hipokolesterolemik terpisah dengan dedak (bekatul kasar) yang
yang paling efektif dibandingkan bekatul dihasilkan dari mesin sosoh pertama. Bekatul
beras hitam dan merah. kualitas baik yang akan dimanfaatkan
IV. PEMANFAATAN BEKATUL DAN sebagai bahan pangan berasal dari hasil
HAMBATANNYA penyosohan mesin kedua, karena tidak lagi
tercampur dengan dedak dan serpihan sekam
Pemanfaatan bekatul sebagai produk (Widowati, 2001). Tidak terstandarnya
pangan di Indonesia masih sangat terbatas, kualitas bekatul yang dihasilkan oleh unit
misalnya sebagai makanan tradisional bubur penggilingan padi merupakan salah satu
atau jenang bekatul dan bangket bekatul. hambatan dalam pengembangan bekatul. Hal
Saat ini bekatul lebih banyak digunakan ini juga menyebabkan kurang terjaminnya
sebagai pakan ternak. Bekatul terkadang juga pasokan bekatul bagi industri.
menjadi limbah yang mencemari lingkungan,
terutama di sentra produksi padi saat panen

Pengembangan Bekatul sebagai Pangan Fungsional: Peluang, Hambatan, dan Tantangan


Mirna Zena Tuarita, Nur Fathonah Sadek, Sukarno, Nancy Dewi Yuliana, dan Slamet Budijanto
Hambatan lain dalam pengembangan persen diiringi dengan kerusakan -tokoferol
bekatul berasal dari karakteristik bekatul itu dan -oryzanol yang minimal (Kurniawati,
sendiri, yakni adanya aktivitas enzim lipase. dkk., 2013) Penggunaan metode tersebut
Enzim lipase pada bekatul mampu dirasa mudah untuk diaplikasikan untuk
menghidrolisis kandungan minyak menjadi industri bekatul, karena memungkinkan untuk
gliserol dan asam lemak bebas. Konversi ini dilakukan dalam skala besar secara kontinyu
menyebabkan terbentuknya aroma tengik, dengan biaya yang lebih terjangkau.
sehingga tidak dapat diterima oleh konsumen
(Budijanto, dkk., 2010). Oleh karena itu, Hal lain yang perlu dipertimbangkan
pengolahan bekatul sebagai bahan pangan adalah lama waktu tunggu bekatul yang
harus dilakukan sesegera mungkin, dalam diperoleh dari penggilingan padi menuju
waktu yang tidak lebih dari 24 jam. Hal ini proses stabilisasi. Budijanto, dkk. (2010)
tentu menyulitkan industri hilir dalam melaporkan pola kenaikan asam lemak bebas
mengembangkan bekatul sebagai produk pada bekatul dipengaruhi oleh varietas padi.
pangan, sehingga diperlukan adanya solusi Pengamatan dalam kurun waktu 24 jam
untuk mendapatkan bekatul yang berkualitas menunjukkan bahwa bekatul beras Sintanur
baik. memiliki peningkatan asam lemak yang paling
tinggi dibandingkan pada varietas Pandan
V. TANTANGAN PENGEMBANGAN Wangi, Ciherang, dan IR 64. Kadar asam
BEKATUL SEBAGAI PANGAN lemak bebas sebesar 5 persen pada bekatul
FUNGSIONAL beras Sintanur tercapai dalam waktu 3 jam.
Sifat bekatul yang tidak stabil Pada beras Pandan Wangi dan Ciherang,
memudahkannya untuk membentuk aroma kadar asam lemak tersebut dicapat dalam
tengik (off flavor). Hal ini diakibatkan oleh waktu 5 jam, sedangkan pada beras IR 64
kerusakan kandungan minyak pada bekatul dicapai pada waktu 7 jam. Oleh karena itu,
akibat aktivitas enzim lipase, yang mampu salah satu tantangan dalam pengembangan
menghidrolisis trigliserida dan menghasilkan bekatul adalah integrasi sistem stabilisasi
asam lemak bebas yang sangat mudah bekatul pada lokasi penggilingan padi.
dioksidasi (Budijanto, dkk., 2010). Bekatul Semakin singkat jeda waktu antara bekatul
memiliki kandungan lemak sebesar 20 persen yang telah diperoleh untuk distabilisasi, maka
yang kaya akan asam lemak tidak jenuh (70– kemungkinan terbentuknya aroma tengik
90 persen), khususnya asam oleat dan semakin rendah.
linoleat (Rao, 2000). Penanganan bekatul yang telah
Teknologi stabilisasi menjadi sebuah distabilisasi perlu dilakukan secara cermat
hal yang sangat penting untuk meningkatkan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
nilai tambah dan daya saing bekatul. Proses Tingginya kandungan lemak pada bekatul
stabilisasi bertujuan untuk merusak aktivitas (21,3 persen) memungkinkan terjadinya
enzim lipase. Beberapa metode stabilisasi kerusakan akibat oksidasi atau hidrolisis
bekatul telah banyak diteliti. Metode yang lemak. Bekatul terstabilisasi dapat dikemas
paling umum diaplikasikan adalah menggunakan bahan polyethylene (PE), yang
pemanasan. Pemanasan menggunakan mampu memberikan perlindungan terhadap
ekstruder pada suhu lebih dari 140 OC dapat pencemaran dan kerusakan fisik, serta
merusak kualitas bekatul, sehingga tidak mampu menahan perpindahan gas dan uap
direkomendasikan. Sebaliknya, pemanasan air (Marsh dan Bugusu, 2007). Selain itu,
di bawah 100OC tidak mampu meningkatkan untuk melindungi bekatul terstabilisasi dari
lama umur simpan (Randall, dkk., 1985). mikroorganisme perusak, bekatul sebaiknya
Stabilisasi bekatul menggunakan single disimpan pada tempat yang dingin dan kering,
screw conveyor dengan kecepatan ulir 15 Hz dengan kadar air berkisar 6–7 persen
pada suhu 120oC dapat menurunkan kadar (Oliveira, dkk., 2012).
asam lemak bebas hingga di bawah 10

Pengembangan Bekatul sebagai Pangan Fungsional: Peluang, Hambatan, dan Tantangan


Mirna Zena Tuarita, Nur Fathonah Sadek, Sukarno, Nancy Dewi Yuliana, dan Slamet Budijanto
Untuk menarik minat masyarakat untuk Chemical Engineering. Vol. 18(6) : 1402–
mengkonsumsi bekatul sebagai pangan 1406.
fungsional perlu dilakukan strategi [BPS] Badan Pusat Statistik. 2016. Produksi Padi
pemasaran, terutama dengan menonjolkan Tahun 2015 Naik 6,37 Persen.
manfaat kesehatannya. Sebuah pemetaan https://bps.go.id/brs/view/id/1271 [diakses
dapat dibuat untuk memberikan informasi pada 10 Desember 2016].
mengenai manfaat bekatul dari jenis beras Budijanto S., Sukarno, dan Kusbiantoro B. 2010.
tertentu dengan target kesehatan yang lebih Inaktivasi Enzim Lipase untuk Stabilisasi
spesifik. Pemaparan sebelumnya Bekatul (Maksimum FFA 5%) 4 Varietas
menunjukkan bahwa bekatul dari beras putih Padi sebagai Bahan Ingredien Pangan
(non-pigmen) memiliki aktivitas Fungsional yang Dapat Disimpan 6 Bulan.
hipokolesterolemik yang paling efektif bila Laporan Hasil Penelitian KKP3T, Badan
dibandingkan dengan bekatul dari jenis beras Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
merah dan hitam. Untuk penyakit yang terkait Budijanto S, Yuliana N.D., dan Tuarita M.Z. 2015.
dengan stress oksidatif, seperti kanker, Anticancer Profile of Indonesia and
bekatul beras merah dan hitam lebih cocok Japanese Rice Brans of Several Variety and
untuk dikonsumsi karena memiliki aktivitas Its Potential as Functional Food Ingredients.
antioksidan yang lebih tinggi. Dengan Laporan Penelitian Unggulan Perguruan
demikian, positioning dalam strategi Tinggi, Institut Pertanian Bogor.
pengenalan bekatul sebagai pangan Cai H., Hudson E.A., Mann P., Verschoyle R.D.,
fungsional akan lebih jelas dan membantu Greaves P., Manson M.M., Steward W.P.,
konsumen dalam memilih jenis bekatul untuk dan Gescher AJ. 2004. Growth-Inhibitory
dikonsumsi sesuai kebutuhannya. and Cell Cycle-Arresting Properties of the
Rice Bran Constituent Tricin in Human-
VI. KESIMPULAN Derived Breast Cancer Cells In Vitro and in
Nude Mice In Vivo. British Journal of
Bekatul kaya akan kandungan nutrisi dan
Cancer. Vol. 91 : 1364–1371.
komponen bioaktif sehingga telah banyak
dilaporkan memiliki manfaat bagi kesehatan, Calpe C. 2006. Rice International Commodity
seperti antioksidan, kemopreventif kanker, Profile. Food and Agriculture Organization
dan hipokolesterolemik. Bekatul sangat of the United Nations. Markets and Trade
berpotensi untuk dikembangkan sebagai Division.
pangan fungsional, namun pemanfaatannya Chen M.H., Choi S.H., Kozukue N., Kim H.J., dan
seringkali terhambat oleh kualitas bekatul Friedman M. 2012. Growth-Inhibitory
yang tidak terstandar dan kerentanan bekatul Effects of Pigmented Rice Bran Extracts
untuk mengalami kerusakan. Guna and Three Red Bran Fractions Against
mendukung keberlangsungan industri Human Cancer Cells: Relationships with
Composition and Antioxidative Activities.
pengembangan bekatul sebagai pangan Journal of Agricultural and Food Chemistry.
fungsional, perlu dilakukan upaya Vol. 60 : 9151–9161.
pencegahan kerusakan bekatul dengan
meningkatkan kualitas dan keseragaman Damayanti E., Kustiyah L., Khalid M., dan Farizal
mutu bekatul. Selain itu, positioning jenis H. 2010. Aktivitas Antioksidan Bekatul Lebih
Tinggi daripada Jus Tomat dan Penurunan
bekatul terhadap jenis penyakit tertentu perlu Antioksidan Serum setelah Intervensi
dilakukan guna mendukung strategi Minuman Kaya Antioksidan. Jurnal Gizi dan
pemasaran. Pangan. Vol. 5(3) : 205–210.

DAFTAR PUSTAKA Dapar M.L.G., Garzon J.F., dan Demayo C.G.


2013. Cytotoxic activity and Antioxidant
Arab F., Alemzadehb I., dan Maghsoudi V. 2011. Potentials of hexane and Methanol extracts
Determination of Antioxidant Component of IR64 Rice bran against Human Lung
and Activity of Rice Bran Extract. Scientia (A549) and Colon (HCT116) Carcinomas.
Iranica, Transactions C: Chemistry and International Research Journal of Biological
Sciences. Vol. 2(5). May : 19–23.

Pengembangan Bekatul sebagai Pangan Fungsional: Peluang, Hambatan, dan Tantangan


Mirna Zena Tuarita, Nur Fathonah Sadek, Sukarno, Nancy Dewi Yuliana, dan Slamet Budijanto
Esa N.M., Ling T.B., dan Peng L.S. 2013. By- Kharisma T. 2015. Studi hipokolesterolemik beras
products of Rice Processing: An Overview analog secara in vivo pada tikus sprague
of Health Benefits and Applications. Journal dawley (SD). Tesis di Institut Pertanian
of Rice Research. Vol. 1(1) : 107–117. Bogor.
[FAO] Food and Agriculture Organization of the Kurniawati M. 2013. Stabilisasi Bekatul dan
United Nations. 2016. Rice in the World. Penerapannya Pada Beras Analog. Tesis di
http://www.fao.org/wairdocs/tac/x5801e/x5 Institut Pertanian Bogor.
801e08.htm [diakses pada 9 Desember
Lecumberri E., Mateos R., Pulido M.I., Rupe ́rez
2016].
P., Goya L., dan Bravo L. 2007. Dietary
Forster G.M., Raina K., Kumar A., Kumar S., Fibre Composition, Antioxidant Capacity
Agarwal R., Chen M.H., Bauer J.E., and Physico-Chemical Properties of a
McClung A.M., dan Ryan E.P. 2013. Rice Fibre-Rich Product from Cocoa (Theobroma
Varietal Differences in Bioactive Bran cacao L.). Food Chemistry. Vol. 104 : 948–
Components for Inhibition of Colorectal 954.
Cancer Cell Growth. Food Chemistry. Vol.
Lestari P., Reflinur, dan Koh H.J. 2014. Prediction
141 : 1545–1552.
of Physicochemical Properties of
Ghoneum M. dan Agrawal S. 2011. Activation of Indonesian Indica Rice Using Molecular
human monocyte-derived dendritic cells in Markers. HAYATI Journal of Biosciences.
vitro by the biological response modifier Vol. 21(2). Jun : 76–86.
arabinoxylan rice bran (MGN-3/Biobran).
Marsh K. dan Bugusu B. 2007. Food Packaging—
International Journal of Immunopathology
Roles, Materials, and Environmental Issues.
and Pharmacology. Vol. 24 : 941–948.
Journal of Food Science. Vol 72(3) : 39–55.
Goufo P. dan Trindade H. 2014. Rice Antioxidants:
Min B., Gu L., McClung A., Bergman C.J., dan
Phenolic Acids, Flavonoids, Anthocyanins,
Chen M.H. 2012. Free and Bound Total
Proanthocyanidins, Tocopherols,
Phenolic Concentrations, Antioxidant
Tocotrienols, -Oryzanol and Phytic Acid.
Capacities, and Profiles of
Food Science and Nutrition. Vol. 2(20) : 75–
Proanthocyanidins and Anthocyanins in
104. Whole Grain Rice (Oryza sativa L.) of
Henderson A.J., Ollila C.A., Kumar A., Borreses Different Bran Colours. Food Chemistry.
E.C., Raina K., Agarwal R., Ryan E.P. 2012. Vol. 133 : 715–722.
Chemopreventive Properties of Dietary Rice Minatel I.G., Francisqueti F.V., Correa C.R., dan
Bran: Current Status and Future Prospects.
Lima G.P.P. 2016. Antioxidant Activity of γ-
Advances in Nutrition. Vol. 3 : 643–653.
Oryzanol: a Complex Network of
Hernawati, Manalu W., Suprayogi A., dan Astuti Interactions. International Journal of
D.A. 2013. Perbaikan Parameter Lipid Molecular Science. Vol. 17 : 1107–1121.
Darah Mencit Hiperkolesterolemia dengan
Muntana N. dan Prasong S. 2010. Study on Total
Suplemen Pangan Bekatul. Majalah
Phenolic Contents and Their Antioxidant
Kedokteran Bandung. Vol. 45(1) : 1–9.
Activities of Thai White, Red and Black Rice
Iqbal J., Minhajuddin M., dan Beg Z.H. 2003. Bran Extracts. Pakistan Journal of
Suppression of 7,12-dimethylbenz[alpha] Biological Sciences. Vol. 13(4) : 170–174.
anthracene-Induced Carcinogenesis and
Oliveira M.G.C., Bassinello P.Z., Lobo V.L.S., dan
Hypercholesterolaemia in Rats by
Rinaldi M.M. 2012. Stability and
Tocotrienol-Rich Fraction Isolated from Rice
Microbiological Quality of Rice Bran
Bran Oil. European Journal of Cancer
Subjected to Different Heat Treatments.
Prevention. Vol. 12 : 447–453.
Ciência e Tecnologia de Alimentos. Article
Kannan A., Hettiarachchy N.S., Lay J.O., dan ID 005249.
Liyanage R. 2010. Human Cancer Cell
Park Y., Park E., Kim E., dan Chung I. 2014.
Proliferation Inhibition by a Pentapeptide
Hypocholesterolemic Metabolism of Dietary
Isolated and Characterized from Rice Bran.
Red Pericarp Glutinous Rice Rich in
Peptides. Vol. 31 : 1629–1634.
Phenolic Compounds in Mice Fed a High

Pengembangan Bekatul sebagai Pangan Fungsional: Peluang, Hambatan, dan Tantangan


Mirna Zena Tuarita, Nur Fathonah Sadek, Sukarno, Nancy Dewi Yuliana, dan Slamet Budijanto
Cholesterol Diet. Nutrition Research and Propionate in Humans. American Journal of
Practice. Vol. 8(6). Dec : 632–637. Clinical Nutrition. Vol. 53: 681–687.
Pengkumsri N., Chaiyasut C., Saenjum C., Sirilun Yasukawa K., Akihisa T., Kimura Y., Tamura T.,
S., Peerajan S., Suwannalert P., Sirisattha dan Takido M. 1998. Inhibitory Effect of
S., dan Sivamaruthi B.S. 2015. Cycloartenol Ferulate, a Component of Rice
Physicochemical and Antioxidative Bran, on Tumor Promotion in Two-Stage
Properties of Black, Brown and Red Rice Carcinogenesis in Mouse Skin. Biological
Varieties of Northern Thailand. Food and Pharmceutical Bulletin. Vol. 21 : 1072–
Science and Technology. Vol. 35(2). Jun : 1076.
331–338.
BIODATA PENULIS :
Randall J.M., Sayre R.N., Schultz W.G., Fong
R.Y., Mossman A.P., Tribelhorn R.E., dan Mirna Zena Tuarita dilahirkan di Dili, 3 April
Saunders R.M. 1985. Rice Bran 1992. Menyelesaikan pendidikan S1 Teknologi
Stabilization by Extrusion Cooking for Hasil Perikanan, Universitas Brawijaya tahun
Extraction of Edible Oil. Journal of Food 2013; S2 Ilmu Pangan, Insititut Pertanian Bogor
Science. Vol. 50(2) : 361–368.
(2013-sekarang).
Rao B.S.N. 2000. Nutritive Value of Rice Bran.
Nutrition Foundation of India : 5–8. Slamet Budijanto dilahirkan di Madiun, 2 Mei
Saenkod C., Liu Z., Huang J., dan Gong Y. 2013. 1961. Menyelesaikan pendidikan S1 Teknologi
Anti-Oxidative Biochemical Properties of Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor tahun
Extracts from Some Chinese and Thai Rice 1985, S2 Food Chemistry, Tohoku University,
Varieties. African Journal of Food Science. Jepang tahun 1990, dan S3 Food Chemistry,
Vol. 7(9). Sep : 300–305. Tohoku University, Jepang tahun 1993.
Sompong R.S., Ehn S.S., Martin L.G., Berghofer
E. 2011. Physicochemical and Antioxidative Nur Fathonah Sadek dilahirkan di Banyuwangi,
Properties of Red and Black Rice Varieties 23 Januari 1988. Menyelesaikan pendidikan S1
from Thailand, China, and Sri Lanka. Food Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian
Chemistry. Vol. 124 : 132–140. Bogor tahun 2010, S2 Ilmu Pangan, Institut
Tantamango Y.M., Knutsen S.F., Beeson W.L., Pertanian Bogor tahun 2012, dan S3 Ilmu
Fraser G., dan Sabate J. 2011. Foods and Pangan, Institut Pertanian Bogor tahun 2016.
Food Groups Associated with the Incidence
of Colorectal Polyps: the Adventist Health Sukarno dilahirkan di Pati, 27 Oktober 1960.
Study. Nutrition and Cancer. Vol. 63(4) : Menyelesaikan pendidikan S1 Teknologi
565–572. Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor tahun
Thahir R. 2010. Revitalisasi Penggilingan Padi 1985, S2 Food Science and Technology,
melalui Inovasi Pendukung Swasembada Hokkaido University, Jepang tahun 1991 dan
Beras dan Persaingan Global. Buletin S3 Food Science and Technology, Hokkaido
Pengembangan Inovasi Pertanian. Vol. 3(3) Universtity, Jepang tahun 1993.
: 171–183.
Wang O., Liu J., Cheng Q., Guo X., Wang Y., Zhao Nancy Dewi Yuliana dilahirkan di
L., Zhou F., dan Ji B. 2015. Effects of Ferulic Tasikmalaya, 27 Januari 1970. Menyelesaikan
Acid and -Oryzanol on High-Fat and High- pendidikan S1 Teknologi Pangan dan Gizi,
Fructose Diet-Induced Metabolic Syndrome Institut Pertanian Bogor tahun 1994, S2
in Rats. PLoS ONE. Vol. 10 : 1–14. Pharmacognosy, Leiden University, Belanda
Widowati S. 2001. Pemanfaatan Hasil Samping tahun 2007 dan S3 Pharmacognosy, Leiden
Penggilingan Padi dalam Menunjang University, Belanda tahun 2011.
Sistem Agroindustri di Pedesaan. Buletin
AgroBio. Vol. 4(1) : 33–38.
Wolever T.M., Spadafora P., dan Eshuis H. 1991.
Interaction between Colonic Acetate and

Pengembangan Bekatul sebagai Pangan Fungsional: Peluang, Hambatan, dan Tantangan


Mirna Zena Tuarita, Nur Fathonah Sadek, Sukarno, Nancy Dewi Yuliana, dan Slamet Budijanto

Anda mungkin juga menyukai