Anda di halaman 1dari 26

UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR FISIKA DAN KETERAMPILAN

PROSES SAINS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING SISWA


KELAS-X SMK YPWKS CILEGON
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada hakikatnya Fisika merupakan sebuah kumpulan pengetahuan (a body of
knowledge), cara atau jalan berpikir (a way of thinking), dan cara untuk penyelidikan (a
way of investigating)1. Sebagai salah satu cabang sains, Fisika adalah kumpulan konsep
yang didasarkan dari fenomena alam yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan
mempelajari struktur materi atau interaksi di dalamnya2.
Dalam pembelajaran Fisika terdapat serangkaian kegiatan yang bertujuan
memberikan pengalaman secara langsung kepada peserta didik untuk mengembangkan
kompetensi. Pembelajaran tersebut diawali dengan kegiatan mengamati gejala atau
fenomena alam yang berkaitan dengan materi pembelajaran yang akan diajarkan,
kemudian peserta didik diberikan kesempatan untuk memberikan gagasan, melakukan
eksperimen hingga menyimpulkan penemuannya sendiri3.
Kegiatan pembelajaran Fisika yang baik seharusnya dimulai dari apa yang
diketahui peserta didik, kemudian diarahkan oleh pendidik supaya peserta didik
menemukan sendiri pengetahuannya. Hal tersebut dilakukan agar pembelajaran Fisika
yang berlangsung tidak hanya doktrinasi gagasan atau secara utuh memindahkan gagasan
dari pikiran pendidik ke pikiran peserta didik.
Proses pembelajaran pada satuan pendidikan seharusnya diselenggarakan secara
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan
kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta

1
Collette, A.T. dan Chiappetta, E. 1994. Science Instruction in the Middle and Secondary Schools (3rd ed). New
York: Merrill. hlm.3.
2
Wibowo, Firmanul Catur. 2015. Microscopic Virtual Media (MVM) in Physics Learning to Build a Scientific
Conception and Reduce Misconceptions: A Case Study on Students’ Understanding of the Thermal Expansion
of Solids. International Conference on Innovation in Engineering and Vocational Education.hlm.239.
3
Sutrisno. 2006. Fisika dan Pembelajarannya. Bandung: UPI.hlm.3
didik4. Oleh karena itu proses pembelajaran di sekolah harus dirancang sedemikian rupa
sehingga dapat memicu peserta didik untuk aktif dan dapat mengembangkan
kemampuannya. Keberhasilan kegiatan belajar mengajar pada pembelajaran fisika dapat
diukur dari keberhasilan peserta didik yang mengikuti kegiatan tersebut. Keberhasilan itu
dapat dilihat dari tingkat pemahaman, penguasaan materi, keterampilan proses serta
prestasi belajar fisika peserta didik.Semakin tinggi prestasi belajar siswa maka semakin
tinggi pula tingkat keberhasilan pembelajaran.
Berdasarkan hasil observasi terlihat bahwa ada masalah yang ditemui pada
prestasi belajar siswa yaitu pada Penilaian Harian materi I rata-rata nilai siswa kelas X
TMI.A SMK YPWKS Cilegon hanya memperoleh 43,2 dan Penilaian Harian materi II
hanya memperoleh rata-rata nilai 58,3. Padahal nilai KKM pelajaran Fisika di sekolah
tersebut ialah 75. Sehingga dapat dikatakan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran
Fisika masih dikategorikan rendah.
Selain masalah tersebut, terdapat juga permasalahan yang ditemui pada kegiatan
pembelajaran Fisika di kelas tersebut. Berdasarkan hasil observasi ditemukan masalah
rendahnya Keterampilan Proses Sains siswa yang terindikasi dari kegiatan peserta didik
masih tergolong pasif, lebih banyak mencatat materi yang diberikan pendidik, sulit untuk
mengajukan pertanyaan ataupun ide pemikiran, peserta didik kesulitan dalam merancang
sebuah percobaan dan masih bingung saat melaksanakan percobaan secara mandiri.
Kegiatan praktikum yang dilaksanakan hanya berpedoman pada petunjuk dari pendidik.
Minimnya tingkat keterlibatan siswa dalam pembelajaran fisika mengakibatkan
keterampilan proses sains siswa kurang terlatih. Padahal Keterampilan Proses Sains ini
sangat penting dimiliki karena siswa akan mampu mengembangkan sendiri fakta dan
konsep yang didapat dari hasil penemuan dan pemikirannya.
Masalah rendahnya prestasi belajar dan rendahnya keterampilan proses sains
dapat terjadi karena disebabkan oleh beberapa faktor antara lain minimnya prasarana
laboratorium, buku siswa menjadi satu-satunya pedoman dalam pembelajaran,
pembelajaran fisika hanya menekankan pemberian materi soal dan rumus, kegiatan
pembelajaran belum mengeksplorasi keterampilan proses sains siswa karena kurangnya

4
Kemdikbud. 2016. Permendikbud No. 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah.
Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.hlm.1
optimalisasi pembelajaran yang melibatkan peran siswa, seperti hasil observasi yang
termati di kelas. Pembelajaran yang berlangsung memperlihatkan siswa kurang terampil
dan aktif mengikuti proses pembelajaran, siswa cenderung lebih banyak diam dan
sekedar memperhatikan materi yang disampaikan..
Keterampilan proses sains perlu dikembangkan melalui pengalaman langsung
yang melibatkan penggunaan berbagai material dan tindakan fisik5. Pengembangan
keterampilan proses sains digunakan untuk membantu siswa memperoleh pemahaman
materi yang lebih bersifat long term memory sehingga diharapkan mampu menyelesaikan
segala bentuk permasalahan kehidupan sehari-hari terutama dalam menghadapi
persaingan global. Jack menambahkan bahwa pengembangan sikap dan keterampilan
intelektual yang dibutuhkan untuk meningkatkan pemahaman konsep dapat dilakukan
dengan mengembangkan keterampilan proses sains sebagai dasar dalam kegiatan inkuiri 6.
Berdasarkan analisis dapat disimpulkan bahwa masalah rendahnya keterampilan proses
sains dan rendahnya prestasi belajar siswa ini harus diberikan solusi pemecahan
masalahnya agar tidak berkepanjangan.
Salah satu model pembelajaran yang terdiri dari kegiatan-kegiatan inkuiri adalah
model pembelajaran Discovery Learning. Model ini dianggap mengedepankan peran aktif
siswa dalam pembelajaran, sedangkan pendidik hanya sebagai fasilitator dalam
membantu siswa menemukan dan mengonstruksikan pengetahuan yang dipelajari. Model
ini mengarahkan siswa untuk dapat menemukan sesuatu melalui proses pembelajaran
yang dilakukannya. Dalam pembelajaran discovery learning, siswa didorong untuk
belajar aktif melaui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep, prinsip-
prinsip, dan pendidik mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan
percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsipprinsip untuk diri mereka
sendiri7.
Kelebihan dari model discovery learning yaitu dapat melatih siswa belajar secara
mandiri, melatih kemampuan bernalar siswa, serta melibatkan siswa secara aktif dalam

5
Ekene, Igboegwu. (2011). Effects Of Co-Operative Learning Strategy And Demonstration Method On Acquisition
Of Science Process Skills By Chemistry Students Of Different Levels Of Scientific Literacy. Journal of research and
Development. 3(1): hlm.204
6
Jack, G.U. (2013). The Influence of Identified Student and School Variables on Student Science Process Skill
Acquisition. Journal of Education and Practice. 4(5):16
7
Suprihatiningrum, J. 2013 Strategi Pembelajaran Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Ar-ruz Media. Hlm. 32
kegiatan pembelajaran untuk menemukan sendiri dan memecahkan masalah tanpa
bantuan orang lain. Kekurangan dari model discovery learning yaitu menyita banyak
waktu karena mengubah cara belajar yang biasa digunakan, namun kekurangan tersebut
dapat diminimalisir dengan merencanakan kegiatan pembelajaran secara terstruktur,
memfasilitasi siswa dalam kegiatan penemuan, serta mengonstruksi pengetahuan awal
siswa agar pembelajaran dapat berjalan optimal.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan ialah penelitian yang berjudul The
Effect of Discovery Learning on Students’ Success and Inquiry Learning Skills yang
dilakukan oleh Ali Gunay Balim (2009) menunjukkan bahwa penerapan discovery
learning dapat meningkatkan keterampilan inkuiri, kemampuan kognitif, dan daya ingat
siswa. Oleh karena itu, model pembelajaran discovery learning diharapkan dapat
meningkatankan prestasi belajar dan keterampilan proses sains peserta didik.

B. Fokus Penelitian
Terlalu luasnya ruang lingkup pembelajaran menjadi salah satu faktor yang
menghambat penelitian, karena nantinya diperlukan waktu yang panjang. Sehingga perlu
dilakukan pembatasan masalah dalam pelaksanaan penelitian. Peneliti membatasi
masalah pada penelitian yang difokuskan pada penelitian tindakan kelas, didasarkan pada
masalah rendahnya prestasi belajar (dari C1 – C6), rendahnya keterampilan proses sains
(dibatasi pada keterampilan mengamati, menafsirkan, merumuskan hipotesis,
merencanakan percobaan, menggunakan alat dan bahan dan mengkomunikasikan hasil),
sampel yang digunakan siswa kelas X TMI.A SMK YPWKS Cilegon. Penelitian
tindakan kelas ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2018/2019.

C. Pertanyaan Masalah
 Apakah penerapan model pembelajaran Discovery Learning dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa dan keterampilan proses sains pada mata pelajaran Fisika
peserta didik kelas X.TMI.A SMK YPWKS?
 Bagaimana penerapan model pembelajaran Discovery Learning dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa dan keterampilan proses sains pada mata pelajaran Fisika
peserta didik kelas X.TMI.A SMK YPWKS
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
 Untuk mengetahui apakah penerapan model pembelajaran Discovery Learning dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa dan keterampilan proses sains pada mata
pelajaran Fisika peserta didik kelas X.TMI.A SMK YPWKS
 Untuk mengetahui bagaimana penerapan model pembelajaran Discovery Learning
dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan keterampilan proses sains pada mata
pelajaran Fisika peserta didik kelas X.TMI.A SMK YPWKS

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat bagi Siswa
 Meningkatkan prestasi belajar siswa.
 Meningkatkan keterampilan proses sains siswa.
 Meningkatkan partisipasi siswa dalam pembelajaran
2. Manfaat bagi Pendidik
 Meningkatkan mutu pembelajaran Fisika
 Memberikan informasi atau wacana mengenai model pembelajaran discovery
learning
3. Manfaat bagi Sekolah
 Memberikan sumbangan bagi sekolah dalam rangka perbaikan sistem
pembelajaran fisika
 Sebagai bentuk inovasi pembelajaran yang dapat diterapkan pada materi lain.
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Deskripsi Teori
1. Belajar
Belajar merupakan perubahan perilaku yang diakibatkan oleh pengalaman8.
Belajar bukan hanya proses mengingat, tetapi lebih luas yaitu proses mengkonstruksi
sebuah pengetahuan yang didapatkan dari pengalaman nyata. Siregar dan Nara
menyebutkan bahwa belajar adalah sebuah proses yang kompleks yang didalamnya
terkandung beberapa aspek. Aspek-aspek tersebut adalah (1) bertambahnya jumlah
pengetahuan, (2) adanya kemampuan mengingat dan kemampuan mereproduksi, (3) ada
penerapan pengetahuan, (4) menyimpulkan makna, (5) menafsirkan dan
menggantikannya dengan reali tas, dan (6) adanya perubahan sebagai pribadi9. Hal
tersebut juga sejalan dengan pendapat Susanto yang menjelaskan bahwa belajar adalah
suatu aktivitas yang dilakukan sesorang untuk memperoleh suatu konsep, pemahaman,
atau pengetahuan baru sehinggaa memungkinkan seseorang terjadinya perubahan
perilaku yang relatif tetap baik dalam berpikir, merasa, maupun dalam bertindak10.
Senada dengan pendapat ahli sebelumnya, Suyono & Hariyanto menyebutkan
bahwa belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan,
meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap dan mengokohkan
kepribadian11. Menurut Komara, belajar merupakan proses terbentuknya perubahan
tingkah laku baru yang disebabkan individu merespon lingkungannya, melalui
pengalaman pribadi yang tidak termasuk kematangan, pertumbuhan atau insting12.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses
usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku,
perubahan pengatahuan dan perubahan keterampilan sebagai bentuk pengalamannya yang
didapat dari interaksi antara dirinya dengan lingkungannya.

8
Dahar, R.W. (1989). Teori-Teori Belajar. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama. hlm.21
9
Siregar, E. & Nara, H. (2014). Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia. Hlm.17
10
Susanto, A. (2013). Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.hlm.4
11
Suyono & Hariyanto (2011). Belajar dan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hlm.9
12
Komara, E. (2014). Belajar dan Pembelajaran Interaktif. Bandung: PT Refika Aditama. Hlm. 13
2. Pembelajaran
Makna belajar dan pembelajaran sangat erat kaitannya dan tidak bisa dipisahkan
satu sama lain. Subini menyatakan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses yang
dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya13. Pembelajaran merupakan proses yang dilakukan oleh pendidik untuk
menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi, dan menciptakan sistem lingkungan
dengan berbagai model dan metode sehingga peserta didik dapat melakukan kegiatan
belajar dan memperoleh hasil maksimal seperti dalam perubahan perilaku.
Thobroni & Mustofa menyebutkan hal yang senada bahwa pembelajaran
merupakan suatu proses belajar yang berulang-ulang dan menyebabkan adanya
perubahan perilaku yang disadari dan cenderung bersifat tetap 14. Jika dapat dikatakan
bahwa pembelajaran merupakan proses utama yang diselenggarakan dalam kehidupan di
sekolah sehingga antara pendidik yang mengajar dan peserta didik yang belajar dituntut
mencapai kompetensi tertentu.
Apabila diamati berdasarkan pengertian-pengertian yang telah dikemukakan,
pembelajaran memiliki konsep yang sengaja dipersiapkan agar kegiatan belajar dapat
terlaksana dengan efektif dan efisien. Sehingga dari beberapa pendapat ahli dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan yang dengan sengaja
disusun oleh pendidik secara berulang untuk menyampaikan ilmu pengetahuan,
mengorganisasi, dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai teknik mengajar
sehingga peserta didik dapat belajar secara efektif dan efisien untuk mencapai hasil yang
maksimal.

3. Model Pembelajaran Discovery Learning


a. Pengertian Model Pembelajaran Discovery Learning
Untuk dapat menyampaikan proses pembelajaran kepada peserta didik dengan
efektif dan efisien, maka pendidik perlu mengenal berbagai jenis model-model
pembelajaran. Karena pada saat ini telah banyak model pembelajaran yang ditawarkan

13
Subini, N. (2012). Psikologi Pembelajaran. Sleman: Mentari Pustaka.hlm.6
14
Thobroni, M. & Mustofa, A. (2013). Belajar dan Pembelajaran. Sleman: Ar-Ruzz Media. Hlm.21
untuk digunakan. Akan tetapi pendidik harus selektif dalam memilih model pembelajaran
manakah yang paling tepat untuk digunakan dalam pembelajaran di kelas. Karakteristik
kemampuan peserta didik, kedalaman materi pelajaran dan capaian kompetensi harus
dijadikan acuan untuk memilih model pembelajaran yang akan digunakan. Salah satu
model pembelajaran yang dianggap baik untuk meningkatkan prestasi belajar dan
keterampilan proses sains ialah model pembelajaran Discovery Learning.
Menurut Kurniasih & Sani (2014: 64) discovery learning didefinisikan sebagai
proses pembelajaran yang terjadi bila materi pembelajaran tidak disajikan dalam bentuk
finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasi sendiri. Kegiatan pembelajaran dalam
model ini menemukan konsep melalui serangkaian data atau informasi yang diperoleh
melalui pengamatan atau percobaan. Sedangkan Hosnan (2014: 282) menyatakan bahwa
discovery learning adalah suatu model untuk mengembangkan cara belajar aktif dengan
menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan
lama dalam ingatan. Melalui belajar penemuan, siswa juga bisa belajar berpikir analisis
dan mencoba memecahkan sendiri masalah yang dihadapi. Pembelajaran discovery
learning memberikan kesempatan kepada siswa untuk ikut serta secara aktif dalam
membangun pengetahuan yang akan mereka peroleh. Keikutsertaan siswa mengarahkan
pembelajaran pada proses pembelajaran yang bersifat student-centered, aktif,
menyenangkan, dan memungkinkan terjadinya informasi antar-siswa, antara siswa
dengan guru, dan antara siswa dengan lingkungan.

b. Tahapan Model Pembelajaran Discovery Learning


Menurut Syah dalam Kemendikbud (2013: 5), prosedur yang harus dilaksanakan
dalam proses model pembelajaran discovery learning adalah:
(1) Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan)
Kegiatan pertama yang harus dilakukan adalah memberikan permasalahan yang
menimbulkan rasa ingin tahu siswa untuk melakukan penyelidikan yang lebih
mengenai permasalahan tersebut. Selain itu, siswa juga dapat diberikan kegiatan
berupa jelajah pustaka, praktikum, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah
pada persiapan pemecahan masalah.
(2) Problem Statement (Pernyataan/Identifikasi Masalah)
Langkah selanjutnya adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengidentifikasi masalah-masalah yang ditemukan pada kegiatan awal.
Memberikan kesempatan siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisis
permasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik yang berguna dalam
membangun siswa agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah.
Masalah yang telah ditemukan kemudian dirumuskan dalam bentuk pertanyaan
atau hipotesis.
(3) Data Collection (Pengumpulan Data)
Hipotesis yang telah dikemukakan, dibuktikan kebenarannya melalui kegiatan
eksplorasi yang dilakukan oleh siswa dengan bimbingan guru. Pembuktian
dilakukan dengan mengumpulkan data maupun informasi yang relevan melalui
pengamatan, wawancara, eksperimen, jelajah pustaka, maupun kegiatan-kegiatan
lain yang mendukung dalam kegiatan membuktikan hipotesis.
(4) Data Processing (Pengolahan Data)
Data-data yang telah diperoleh selanjutnya diolah menjadi suatu informasi yang
runtut, jelas, dan bermakna. Pengolahan data dapat dilakukan dengan berbagai
cara, seperti diacak, diklasifikasikan, maupun dihitung dengan cara tertentu serta
ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu.
(5) Verification (Pembuktian)
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan
kebenaran hipotesis awal yang telah dikemukakan. Pembuktian didasarkan pada
hasil pengolahan data yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya.
(6) Generalization (Menarik Simpulan/Generalisasi)
Tahap generalisasi atau penarikan simpulan adalah proses menarik sebuah
simpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian
atau masalah yang sama dengan memperhatikan hasil verifikasi. Setelah
penarikan simpulan, siswa harus memperhatikan proses generalisasi yang
menekankan pentingnya penguasaan pelajaran atas makna dan kaidah atau
prinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang, serta pentingnya
proses pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu.
c. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Discovery Learning
Setiap pembelajaran pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan
model pembelajaran discovery learning antara lain:
1) Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-
keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam
proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya
2) Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh karena
menguatkan pengertian, ingatan dan transfer
3) Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan
berhasil.
4) Metode ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan
kecepatannya sendiri
5) Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan
akalnya dan motivasi sendiri
6) Metode ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena
memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.
7) Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-
gagasan.

Sedangkan kekurangan model pembelajaran discovery learning antara lain:

1) Metode ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi
siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berfikir
mengungkapkan hubungan antara konsep- konsep, yang tertulis atau lisan,
sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi.
2) Metode ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena
membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau
pemecahan masalah lainnya.
3) Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar berhadapan
dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang sama.
4) Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan
mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan
kurang mendapat perhatian.
5) Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berfikir yang akan ditemukan
oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.

4. Prestasi Belajar
Hasil usaha nyata yang dapat terukur dari sebuah proses pembelajaran dapat
disebut sebagai prestasi belajar. Prestasi belajar berkaitan dengan hasil kognitif atau
pengetahuan siswa. Winkel menyatakan bahwa prestasi adalah bukti usaha yang telah
dicapai15. Sejalan dengan Winkel, menurut Sardiman prestasi adalah kemampuan nyata
yang merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi baik dari
dalam maupun dari luar individu dalam belajar16. Prestasi belajar di bidang pendidikan
adalah hasil dari pengukuran terhadap peserta didik yang meliputi faktor kognitif setelah
mengikuti proses pembelajaran yang diukur dengan menggunakan instrumen tes atau
instrumen yang relevan. Prestasi belajar adalah hasil pengukuran dari penilaian usaha
belajar yang dinyatakan dalam bentuk angka, simbol, huruf, maupun kalimat yang
menceritakan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak pada periode tertentu.
Prestasi belajar adalah hasil dari beberapa faktor yang mempengaruhinya baik
daru dalam diri maupun luar individu dalam belajar.17Dalam belajar siswa dipengaruhi
oleh bebrapa faktor yang memperngaruhinya baik dalam diri maupul luar individu. Ada
berbagai macam faktor dari dalam diri yang mempengaruhi belajar. misalkan saja
kecerdasan, minat, dan bakat. Kecerdasan minat dan bakat sangatlah berpengaruh kepada
kegiatan belajar individu siswa. Jika siswa memiliki kecerdasan, minat, dan bakat yang
buruk, maka kegiatan belajar siswa akan buruk. Sehingga mempengaruhi hasil kegiatan
belajar siswa.
Faktor dari luar individu juga dapat mempengaruhi siswa dalam belajar. Misalkan
saja metode mengajar, suasana rumah, dan teman bergaul. Jika seorang siswa berada

15
Winkel. (1996). Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia. Hlm. 165
16
Sardiman A.M. (2007). Interaksi dan motivasi belajar mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Hlm.46
17
Ahmadi.1991. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta . hal 130.
dalam suasana rumah yang tidak harmonis maka kegiatan belajar siswa tidak akan
berjalan dengan baik.
prestasi belajar adalah hasil pencapaian yang diperoleh sesorang pelajar (siswa)
setelah mengikuti ujian dalam suatu pelajaran tertentu.18 Dikatakan juga bahwa prestasi
belajar merupakan pencapaian apa yang kita pelajari di sekolah. Untuk mengetahui
pencapaian belajar yang telah dicapai siswa perlu diadakan adanya tes atau ujian.
Tes untuk mengukur pencapaian siswa dalam belajar dapat berupa soal lisan
maupun tulisan. Soal tulisan dapat berupa soal esay, pilihan ganda maupun uraian singkat.
Sedangkan soal lisan dapat berupa kusioner maupun tanya jawab. Semua mata pelajaran
perlu dilakukan ujian untuk mengukur pecapaian siswa dalam belajar. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa prestasi belajar merupakan hasil pencapaian yang diperoleh siswa
setelah mengikuti ujian lisan maupun tulisan dalam suatu pelajaran tertentu.
Prestasi belajar adalah penilaian hasil usaha kegiatan belajar yang dinyatakan
dalam bentuk simbol, angka, huruf maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang
sudah dicapai oleh setiap anak dalam periode tertentu.19Prestasi belajar adalah pengusaan
pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya
ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru.20

5. Keterampilan Proses Sains


Keterampilan proses sains adalah keterampilan yang dipelajari siswa pada saat
mereka melakukan inkuiri ilmiah. Menurut Funk sebagaimana dikutip oleh Dimyati &
Mudjiono, ada beberapa keterampilan dalam keterampilan proses. Keterampilan-
keterampilan tersebut terdiri dari keterampilan-keterampilan dasar (basic skills) dan
keterampilan-keterampilan terintegrasi (integrated skills)21. Keterampilan Proses Sains
(KPS) merupakan keterampilan yang dimiliki oleh para ilmuwan untuk memperoleh dan
mengembangkan produk sains. KPS menekankan pada pembentukan keterampilan

18
Agus Dariyo. 2013. Dasar-dasar Pedagogi Modern. Jakrta: Indeks, hal 89.
19
Sutratinah Tirtonegoro. 2011. Anak Supernormal dan Program Pendidikannya. Jakarta: Bumi Aksara: Hal. 43
20
Tulus Tu’lu. 2004. Peran pada Perilaku dan Prestasi Siswa. Jakarta: Gramedia. Hal. 75
21
Dimyati & Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.hlm.140
memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan perolehannya. Indikator dari
keterampilan proses sains antara lain 22
Keterampilan Proses Indikator
Sains
Mengamati 1. Menggunakan sebanyak mungkin alat indera
2. Mengumpulkan dan menggunakan fakta yang relevan
Mengelompokkan atau - Mencatat setiap pengamatan secara terpisah
klasifikasi - Mencari perbedaan dan persamaan
- Mengontraskan ciri-ciri
- Membandingkan
- Mencari dasar pengelompokkan atau penggolongan
Menafsirkan 1. Menghubungkan hasil-hasil pengamatan
(Interpretasi) 2. Menemukan pola dalam suatu seri pengamatan
3. Menyimpulkan
Meramalkan (Prediksi) 1. Menggunakan pola-pola hasil pengamatan
2. Mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan
yang belum diamati
Mengajukan pertanyaan 1. Bertanya apa, bagaimana, dan mengapa
2. Bertanya untuk meminta penjelasan
3. Mengajukan pertanyaan yang berlatar belakang hipotesis
Berhipotesis 1. Mengetahui bahwa ada lebih dari satu kemungkinan
penjelasan dari satu kejadian
2. - Menyadari bahwa suatu penjelasan perlu diuji
kebenarannya dengan memperoleh bukti lebih banyak atau
melakukan cara pemecahan masalah.
Merencanakan 1. Menentukan alat/bahan/sumber yang akan digunakan
Percobaan/ Penelitian 2. Menentukan variabel atau faktor penentu.
3. Menentukan apa yang akan diukur, diamati, dicatat
4. Menentukan apa yang akan dilaksanakan berupa langkah

22
Widodo, Wahono. 2009. Keterampilan Proses Sains.
kerja
Menggunakan 1. Memakai alat dan bahan
alat/bahan 2. Mengetahui alasan mengapa menggunakan alat/bahan
3. Mengetahui bagaimana menggunakan alat dan bahan
Menerapkan konsep 1. Menggunakan konsep yang telah dipelajari dalam situasi
baru
2. Mengguanakan konsep pada pengalaman baru untuk
menjelaskan apa yang sedang terjadi
Mengkomunikasikan 1. Mengubah bentuk penyajian
hasil 2. Menggambarkan data empiris hasil percobaan atau
pengamatan dengan grafik atau tabel atau diagram
3. Menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis
4. Menjelaskan hasil percobaan atau penelitian
5. Membaca grafik atau tabel atau diagram
6. Mendiskusikan hasil kegiatan mengenai suatu masalah
atau suatu peristiwa.

7. Hubungan antara Model Pembelajaran Discovery Learning dengan Prestasi Belajar


dan Keterampilan Proses Sains
Model Discovery learning adalah suatu model pembelajaran yang membuat siswa berperan
aktif dalam menemukan dan membangun suatu konsep yang didapat dari serangkaian metode
ilmiah. Model pembelajaran discovery learning adalah salah satu tipe model pembelajaran
yang menekankan pada aktivitas, keterampilan, serta pengetahuan melalui penemuan. Model
ini merupakan salah satu model pembelajaran yang membantu siswa untuk meningkatkan
prestasi belajar dan mengembangkan keterampilan proses sains melalui tahapan ilmiah.
Tahap pembelajaran yang dimiliki model pembelajaran discovery learning ini identik dengan
aspek keterampilan proses sains meliputi observasi, klasifikasi, bertanya, berhipotesis,
merencanankan percobaan, menggunakan alat bahan, menerapkan konsep,
mengkomunikasikan, serta melakukan percobaan, sehingga dapat digunakan untuk
meningkatkan keterampilan proses sains dan prestasi peserta didik.
Seperti contonnya pada langkah pertama model pembelajaran discovery learning adalah
stimulus melalui penyajian materi berupa fenomena sehingga dapat mengakomodasi siswa
untuk melakukan observasi dan mengajukan pertanyaan sebab berkaitan dengan kegiatan
pengamatan terhadap fenomena sains untuk memunculkan rasa ingin tahu yang diwujudkan
dalam bentuk pertanyaan Langkah kedua model ini problem statement, tahap ini
mengakomodasi siswa dalam mengajukan pertanyaan yang muncul berdasarkan topik yang
diperoleh melalui hasil pengamatan hingga merumuskan hipotesis yang dapat mengkomodasi
siswa untuk menentukan hipotesis dengan mengetahui bahwa ada lebih dari satu
kemungkinan penjelasan dari suatu kejadian yang diamati, memprediksi keadaan yang akan
terjadi sebab prediksi merupakan pernyataan tentang keyakinan terhadap suatu kejadian
melibatkan hubungan satu atau lebih variabel berdasarkan hipotesis yang telah dirumuskan,
serta mengajukan pertanyaan yang diperlukan untuk mengajukan hipotesis penyelidikan.
Langkah ketiga berupa data collection, tahap ini dapat mengakomodasi siswa dalam
merencanakan percobaan melalui pemilihan alat dan bahan serta prosedur pengumpulan data
untuk menguji hipotesis dan mengajukan berbagai bentuk pertanyaan terkait dengan alat,
bahan, prosedur, dan kondisi dalam penyelidikan hingga melaksanakan percobaan dengan
melibatkan kegiatan observasi serta penggunaan alat dan bahan untuk mengumpulkan data
informasi. Langkah keempat merupakan langkah pengolahan data, tahap ini mengakomodasi
siswa menafsirkan dengan cara menghubungkan hasil-hasil pengamatan untuk ditarik .
Langkah kelima adalah verification, tahap ini dapat mengakomodasi siswa dalam
menyampaikan hasil diperoleh melalui percobaan serta mengakomodasi siswa mengajukan
pertanyaan sebab berargumentasi dan bertanya merupakan kompetensi yang tidak dapat
dipisahkan dalam membangun pemahaman konsep. Langkah yang terakhir generalization,
mengakomodasi siswa menyimpulkan hasil percobaan.

B. Penelitian yang Relevan


Hasil penelitian yang relevan sebagai referensi dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1. The Effects of Discovery Learning on Students’ Success and Inquiry Learning Skills..
Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan oleh Ali Gunay Balim (2009)
bertujuan untuk mengetahui pengaruh discovery learning pada kemampuan inkuiri,
pencapaian akademik, dan ingatan mengenai pengetahuan siswa. Objek penelitian adalah
siswa kelas VII. Balim menyatakan bahwa discovery learning adalah sebuah model yang
mendorong siswa untuk menarik simpulan berdasarkan aktivitas dan pengamatan yang
dilakukan oleh dirinya sendiri. Hasil dan simpulan dari penelitian ini adalah model
discovery learning dapat meningkatkan pencapaian dan kemampuan inkuiri siswa.
2. The Effect of Discovery Learning Model on Student’s Critical Thinking and Cognitive
Ability in Junior High School
Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan Toto Martaida, dkk (2017) bertujuan
untuk mengetahui pengaruh model discovery learning terhadap kemampuan kognitif dan
keterampilan berpikir kritis siswa. Objek penelitian ialah siswa SMP. Hasil simpulan dari
penelitian ini adalah terdapat pengaruh yang signifikan pada kemampuan kognitif dan
keterampilan berpikir kritis siswa ketika model discovery learning dilakukan
dibandingkan pembelajaran secara konvensional
3. The Application of Discovery Learning With Scientific Approach to Improve The
Students’ Science Process Skill
Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan Naila Ayadiya, dkk (2017) bertujuan
untuk mengetahui pengaruh model discovery learning terhadap kemampuan proses sains
siswa. Hasil simpulan dari penelitian ini adalah penerapan model discovery learning
dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa.

C. Kerangka Berpikir
Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku, perubahan pengatahuan dan perubahan keterampilan sebagai bentuk
pengalamannya yang didapat dari interaksi antara dirinya dengan lingkungannya. Belajar
pada dasarnya lebih pada proses mengalami, tidak hanya terpaku pada proses mengingat.
Sehingga belajar dapat dikatakan berhasil pada saat terjadi perubahan antara sebelum
individu belajar dengan sesudah dilaksanakannya pembelajaran. Namun kenyataanya tidak
semua peserta didik tidak dapat mencapai tujuan dari pembelajaran yang diinginkan. Hal ini
dapat dilihat dari banyaknya peserta didik yang belum memenuhi kriteria ketuntasan minimal
(KKM). Sehingga dapat dikatakan prestasi belajar siswa dan keterampilan proses sains siswa
tergolong rendah.
Untuk mengatasi masalah tersebut ditawarkan sebuah solusi penggunaan model
pembelajaran discovery learning yang digunakan sebagai pedoman atau tahapan kegiatan
dalam menciptakan suatu situasi pembelajaran dikelas, yang nantinya dapat memberikan
perubahan atau perkembangan kepada peserta didik. Apabila dalam pelaksanaan proses
pembelajaran tidak dilakukan pemilihan model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan
kondisi maupun kebutuhan peserta didik, maka guru akan mengalami kesulitan dalam
menciptakan ruang bagi peserta didik untuk berkembang, produktif, aktif, dan kreatif sesuai
bakat dan minatnya.
Dengan model ini peserta didik tidak langsung dihadapkan pada hasil akhir dari
pembelajaran, namun peserta didik dituntut untuk dapat menemukan sendiri hasil akhir
pembelajaran melalui rangsangan berupa kegiatan ilmiah yang mengarahkan peserta didik
melatihkan keterampilan proses sainsnya. Pada model pembelajaran discovery learning
peserta tidak berperan sebagai penerima informasi, melainkan peserta didik yang menggali
informasi tersebut dan mengembangkannya sesuai dengan pemahamannya masing-masing.
Guru hanya sebagai fasilitator proses pembelajaran dan mengkonfirmasi atas jawaban dan
pertanyaan yang disampaikan oleh peserta didik. Adapun jika digambarkan kerangka berpikir
ialah sebagai berikut

Masalah Pembelajaran Fisika pada Siswa Kelas


X.TMI.A SMK YPWKS Cilegon

Rendahnya Prestasi Belajar Siswa Rendahnya Keterampilan Proses Sains

Penggunaan Model Pembelajaran Discovery


Penelitian Learning untuk dapat melatihkan
Tindakan Kelas keterampilan proses sains dan meningkatkan
prestasi belajar siswa

Prestasi Belajar Siswa meningkat Keterampilan Proses Sains meningkat


D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teoretis dan kerangka berpikir, maka hipotesis tindakan penelitian ini
adalah penerapan model discovery learning dapat meningkatkan prestasi belajar dan
keterampilan proses sains siswa kelas X TPMI-A SMK YPWKS Cilegon.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di kelas X TMI-A (Teknik Mekanik Industri) SMK YPWKS
Cilegon tahun pelajaran 2018-2019. Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun
ajaran 2018 –2019.

B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian tindakan kelas ini ialah siswa kelas X TMI-A yang berjumlah 32
orang siswa laki-laki. Adapun teknik pemilihan kelas berdasarkan pertimbangan dan
pengamatan peneliti selama proses pembelajaran Fisika yang memiliki rerata nilai terendah.
C. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang
dilakukan secara kolaboratif. Kolaboratif artinya peneliti bekerjasama dengan teman sejawat
yaitu guru mata pelajaran Fisika lainnya. Menurut Sugiyono, penelitian tindakan kelas (PTK)
merupakan cara ilmiah yang sistematis dan bersifat siklus digunakan untuk mengkaji situasi
sosial, memahami permasalahannya, dan selanjutnya menemukan pengetahuan yang berupa
tindakan untuk memperbaiki situasi sosial tersebut23. Jenis penelitian tindakan kelas dipilih
karena dinilai dapat dijadikan solusi dalam memecahkan permasalahan-permasalahan yang
terjadi pada saat kegiatan belajar mengajar di sekolah.
Dalam penelitian tindakan kelas ini peneliti menggunakan model Kemmis dan Mc.
Taggart. Model kemmis & Mc Taggart merupakan pengembangan dari konsep dasar yang
diperkenalakn oleh Kurt Lewin sebagaimana yang diutarakan di atas. Hanya saja,
komponen acting (tindakan) dengan observing (pengamatan) dijadikan sebagai satu kesatuan.
Disatukan kedua komponen tersebut disebabkan oleh adanya kenyataan bahwa perapan
acting dan observing merupakan dua kegiatan yang tidak terpisahkan. Maksudnya, kedua
kegiatan harus dilakukan dalam satu kesatuan waktu, ketika tindakan dilaksanakan begitu
pula observasi juga harus dilaksanakan. Setiap langkah pelaksanaan termuat dalam suatu

23
Sugiyono (2015). Metode Penelitian & Pengembangan (Research and Development). Bandung: Alfabeta.
Hlm.487
siklus. Siklus dihentikan jika peneliti sepakat bahwa penelitian yang dilakukan sesuai dengan
rencana dan kompetensi siswa. Setiap siklus dalam penelitian ini dilaksanakan sebanyak dua
pertemuan. Adapun langkah-langkah dalam setiap siklus digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1 Rancangan Penelitian PTK

D. Prosedur Penelitian Tindakan


Penelitian ini akan dilakuakan secara bertahap dan disesuaikan dengan kondisi di lapangan.
Prosedur pelaksanaan tindakan dan implementasi di lokasi penelitian sebagai berikut
SIKLUS I
1. Perencanaan Penelitian
Pada langkah perencanaan hal yang dilakukan peneliti atara lain:
a. Observasi awal untuk mengidentifikasi masalah yang dihadapi siswa dengan cara
mengidentifikasi hasil nilai penilaian harian mata pelajaran Fisika materi sebelumnya
dan observasi di kelas. Indentifikasi model pembelajaran yang biasa digunakan
dikelas, fasilitas, media dan situasi pembelajaran di kelas.
b. Membuat rencana tindakan yang akan dilakukan dalam penelitian, yaitu dengan
menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai materi yang diajarkan
dengan model pembelajaran discovery learning.
c. Membuat bahan ajar dan LKPD sesuai dengan model pembelajaran yang akan
digunakan
d. Membuat instrument penilaian antara lain soal tes prestasi belajar di setiap akhir
pertemuan, lembar observasi keterlaksanaan kegiatan pembelajaran dengan model
discovery learning, kisi-kisi penskoran dan lembar observasi penilaian keterampilan
proses siswa. Instrumen yang telah disusun kemudian dikonsultasikan dengan teman
sejawat guru Fisika yang akan dijadikan kolaborator.
2. Pelaksanaan Tindakan dan Observasi
Pada tahap pelaksaan tindakan, menerapkan apa yang telah direncanakan pada
tahap sebelumnya, yaitu bertindak di kelas. Model pembelajaran discovery learning
diterapkan oleh guru dengan berpedoman pada rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
Pada tahap ini, tindakan harus sesuai dengan rencana, tetapi harus terkesan alamiah dan
tidak direkayasa. Hal ini akan berpengaruh dalam proses refleksi dan agar hasilnya dapat
disinkronkan dengan tujuan awal dari penelitian. Selain pelaksanaan tindakan pada tahap
ini juga dilaksanakan pengamatan, dimana pelaksanaan tindakan membutuhkan
kolaborasi antara guru dan pengamat (observer). proses pengamatan dilakukan oleh dua
orang observer yang lain untuk memperoleh data yang lebih akurat selama kegiatan
belajar belajar sedang berlangsung. Pengamatan dilakukan dengan berpedoman pada
lembar observasi yang telah dibuat. Pada tahap pengamatan, pengamatan yang dilakukan
meliputi pengamatan terhadap keterampilan proses sains siswa dan keterlaksanaan model
pembelajaran discovery learning.
3. Refleksi dan Tindak Lanjut
Pada tahap refleksi dilakukan pengkajian terhadap hasil maupun data yang telah
diperoleh dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Refleksi dimanfaatkan untuk
memahami proses, permasalahan, serta berbagai kendala yang dialami pada siklus.
Refleksi dilakukan dengan berdiskusi bersama kolaborator yaitu guru pengajar, sehingga
nantinya diperoleh dasar untuk melakukan perbaikan rencana pada siklus berikutnya
apabila prestasi belajar dan keterampilan proses sains siswa masih belum terlihat
mengalami peningkatan.
Siklus II

Setelah siklus I terlaksanakan, maka peneliti akan menyusun tindakan untuk siklus II.
Tahapan siklus II sama dengan siklus I. Siklus II dilakukan guna untuk memperbaiki
kekurangan yang terjadi pada siklus I. Pada siklus II refleksi dilakukan untuk mengetahui
apakah terjadi peningkatan dari siklus I. Siklus II dilakukan untuk mengetahui besar
peningkatan prestasi belajar dan keterampilan proses sains siswa menggunakan model
pembelajaran discovery learning.

E. Teknik Pengumpulan Data


Data-data yang peneliti kumpulkan selama penelitian sangat diperlukan sebagai dasar untuk
menilai keberhasilan atau kekurangberhasilan tindakan pembelajaran yang dilakukan. Oleh
karena itu, instrumen pengumpulan data yang peneliti gunakan ditujukan untuk
mengumpulkan data prestasi belajar siswa, data keterampilan proses sains siswa dan
keterlaksanaan proses pembelajaran. Teknik yang akan dilakukan dalam pengumpulan data
penelitian adalah observasi dan tes yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Observasi
Observasi adalah suatu proses pengamatan dan pencatatan secara sistematis, logis,
objektif, dan rasional mengenai berbagai fenomena, baik dalam situasi buatan untuk
mencapai tujuan tertentu. Observasi digunakan untuk mengukur keterampilan proses
sains siswa dan keterlaksanaan model pembelajaran Discovery Learning.
2. Tes
Tes digunakan untuk mengukur prestasi belajar siswa dari level kognitif C 1 hingga C6
yang diberikan setelah tindakan, yaitu setelah siswa mendapatkan pembelajaran dengan
model pembelajaran Discovery Learning. Tes yang akan digunakan adalah tes objektif
berbentuk pilihan ganda. Dalam tes ini, siswa yang menjawab benar diberi skor 1 dan
yang menjawab salah atau tidak menjawab diberi skor 0.
3. Dokumentasi
Dokumentasi dalam penelitian ini adalah video dan foto. Video dan Foto ini digunakan
untuk memperoleh data secara objektif selama proses pembelajaran berlangsung yang
tidak terekam melalui lembar observasi.

F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat bantu untuk memperoleh data yang diperlukan ketika
peneliti sudah masuk pada langkah pengumpulan informasi di lapangan. Instrumen penelitian
yang digunakan dalam penelitian sebagai berikut.
1. Instrumen Tes Prestasi Belajar Siswa
Penyusunan instrument tes prestasi belajar siswa ialah dalam bentuk tes tertulis dengan
pilihan ganda. Adanya pretest dan postest bertujuan untuk mengetahui peningkatan
prestasi belajar siswa selama proses pembelajaran. Instrumen pretest digunakan untuk
mengetahui kemampuan awal siswa sebelum kegiatan pembelajaran berlangsung dan
instrumen postest digunakan untuk mengetahui peningkatan kemampuan siswa setelah
kegiatan pembelajaran. Penyusunan tes tertulis pilihan ganda tersebut berdasarkan
kompetensi dasar dan indikator yang akan digunakan dalam penelitian.
2. Lembar observasi keterlaksanaan model pembelajaran discovery Learning
Lembar observasi digunakan untuk mengumpulkan data berupa informasi keterlaksanaan
sintak model pembelajaran discovery learning, baik itu aktivitas dari siswa maupun
aktivitas guru yang mengajar. Format yang disusun berisi item-item tentang kejadian
atau tingkah laku yang diprediksi akan terjadi. Pada lembar observasi, observer atau
pengamat memberi tanda centang atau checklist untuk menentukan ada atau tidaknya
sesuatu berdasarkan pengamatannya.
3. Lembar observasi keterampilan proses sains siswa
Lembar observasi digunakan untuk mengetahui keterampilan proses sains siswa yang
muncul selama kegiatan berlangsung. Keterampilan proses sains yang diamati melalui
lembar observasi yaitu keterampilan mengamati, mengklasifikasi, berkomunikasi, dan
interpretasi. Lembar observasi yang digunakan berupa daftar checklist yang harus diisi
oleh observer selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Lembar observasi berisi
indikator-indikator dari setiap keterampilan proses sains yang ingin diamati. Adapun
indicator-indikator keterampilan proses sains yang ingin diamati tersebut dijabarkan
dalam Tabel
Keterampilan Proses Indikator
Sains
Mengamati  Menggunakan sebanyak mungkin alat indera
 Mengumpulkan dan menggunakan fakta yang relevan
Mengelompokkan atau  Mencatat setiap pengamatan secara terpisah
klasifikasi  Mencari perbedaan dan persamaan
 Mengontraskan ciri-ciri
 Membandingkan
 Mencari dasar pengelompokkan atau penggolongan
Menafsirkan  Menghubungkan hasil-hasil pengamatan
(Interpretasi)  Menemukan pola dalam suatu seri pengamatan
 Menyimpulkan
Meramalkan (Prediksi)  Menggunakan pola-pola hasil pengamatan
 Mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan
yang belum diamati
Mengajukan pertanyaan  Bertanya apa, bagaimana, dan mengapa
 Bertanya untuk meminta penjelasan
 Mengajukan pertanyaan yang berlatar belakang hipotesis
Berhipotesis  Mengetahui bahwa ada lebih dari satu kemungkinan
penjelasan dari satu kejadian
 Menyadari bahwa suatu penjelasan perlu diuji
kebenarannya dengan memperoleh bukti lebih banyak atau
melakukan cara pemecahan masalah.
Merencanakan  Menentukan alat/bahan/sumber yang akan digunakan
Percobaan/ Penelitian  Menentukan variabel atau faktor penentu.
 Menentukan apa yang akan diukur, diamati, dicatat
 Menentukan apa yang akan dilaksanakan berupa langkah
kerja
Menggunakan  Memakai alat dan bahan
alat/bahan  Mengetahui alasan mengapa menggunakan alat/bahan
 Mengetahui bagaimana menggunakan alat dan bahan
Menerapkan konsep  Menggunakan konsep yang telah dipelajari dalam situasi
baru
 Mengguanakan konsep pada pengalaman baru untuk
menjelaskan apa yang sedang terjadi
Mengkomunikasikan  Mengubah bentuk penyajian
hasil  Menggambarkan data empiris hasil percobaan atau
pengamatan dengan grafik atau tabel atau diagram
 Menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis
 Mendiskusikan hasil kegiatan mengenai suatu masalah
atau suatu peristiwa.

G. Teknik Analisis Data


1. Analisis Data Tes Prestasi Belajar
Pemberian skor pada hasil tes awal dan tes akhir prestasi belajar siswa dengan jawaban
benar diberi skor 1 dan salah skor 0. Kemudian menentukan indeks gain. Peningkatan
prestasi belajar siswa antara sebelum dan setelah pembelajaran discovery learning, dapat
diketahui dari hasil perhitungan indeks gain (gain ternormalisasi). Data yang terkumpul
akan dihitung dengan rumus (Hake, 1999):
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑠 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 − 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑠 𝑎𝑤𝑎𝑙
𝑖𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝑔𝑎𝑖𝑛 =
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 − 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑠 𝑎𝑤𝑎𝑙
Hasil perhitungan tersebut, kemudian dibandingkan dengan kriteria menurut Hake (1999)
sebagai berikut:
Tabel 3.2 Kriteria Indeks Gain
Rentang Nilai Kriteria
(g) < 0,3 Rendah
0,7 > (g) > 0,3 Sedang
(g) > 0,7 tinggi

2. Analisis Data Keterampilan Proses Sains Siswa


Nilai KPS siswa dikonversikan pada skala 0 – 100 terlebih dahulu dengan rumus sebelum nilai
dikategorisasi:
𝒋𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒔𝒌𝒐𝒓
𝒏𝒊𝒍𝒂𝒊 = 𝒙𝟏𝟎𝟎
𝒔𝒌𝒐𝒓 𝒎𝒂𝒌𝒔𝒊𝒎𝒂𝒍
Kemudian nilai yang sudah dikonversikan, dikategorisasi sesuai ketentuan pada tabel di bawah
ini
Tabel 3.3 Kriteria KPS
Rentang Nilai Kriteria
85 ≤ x Sangat baik
75 ≤ x < 85 Baik
65 ≤ x < 75 Cukup
x < 65 Kurang

Anda mungkin juga menyukai