PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada hakikatnya Fisika merupakan sebuah kumpulan pengetahuan (a body of
knowledge), cara atau jalan berpikir (a way of thinking), dan cara untuk penyelidikan (a
way of investigating)1. Sebagai salah satu cabang sains, Fisika adalah kumpulan konsep
yang didasarkan dari fenomena alam yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan
mempelajari struktur materi atau interaksi di dalamnya2.
Dalam pembelajaran Fisika terdapat serangkaian kegiatan yang bertujuan
memberikan pengalaman secara langsung kepada peserta didik untuk mengembangkan
kompetensi. Pembelajaran tersebut diawali dengan kegiatan mengamati gejala atau
fenomena alam yang berkaitan dengan materi pembelajaran yang akan diajarkan,
kemudian peserta didik diberikan kesempatan untuk memberikan gagasan, melakukan
eksperimen hingga menyimpulkan penemuannya sendiri3.
Kegiatan pembelajaran Fisika yang baik seharusnya dimulai dari apa yang
diketahui peserta didik, kemudian diarahkan oleh pendidik supaya peserta didik
menemukan sendiri pengetahuannya. Hal tersebut dilakukan agar pembelajaran Fisika
yang berlangsung tidak hanya doktrinasi gagasan atau secara utuh memindahkan gagasan
dari pikiran pendidik ke pikiran peserta didik.
Proses pembelajaran pada satuan pendidikan seharusnya diselenggarakan secara
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan
kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta
1
Collette, A.T. dan Chiappetta, E. 1994. Science Instruction in the Middle and Secondary Schools (3rd ed). New
York: Merrill. hlm.3.
2
Wibowo, Firmanul Catur. 2015. Microscopic Virtual Media (MVM) in Physics Learning to Build a Scientific
Conception and Reduce Misconceptions: A Case Study on Students’ Understanding of the Thermal Expansion
of Solids. International Conference on Innovation in Engineering and Vocational Education.hlm.239.
3
Sutrisno. 2006. Fisika dan Pembelajarannya. Bandung: UPI.hlm.3
didik4. Oleh karena itu proses pembelajaran di sekolah harus dirancang sedemikian rupa
sehingga dapat memicu peserta didik untuk aktif dan dapat mengembangkan
kemampuannya. Keberhasilan kegiatan belajar mengajar pada pembelajaran fisika dapat
diukur dari keberhasilan peserta didik yang mengikuti kegiatan tersebut. Keberhasilan itu
dapat dilihat dari tingkat pemahaman, penguasaan materi, keterampilan proses serta
prestasi belajar fisika peserta didik.Semakin tinggi prestasi belajar siswa maka semakin
tinggi pula tingkat keberhasilan pembelajaran.
Berdasarkan hasil observasi terlihat bahwa ada masalah yang ditemui pada
prestasi belajar siswa yaitu pada Penilaian Harian materi I rata-rata nilai siswa kelas X
TMI.A SMK YPWKS Cilegon hanya memperoleh 43,2 dan Penilaian Harian materi II
hanya memperoleh rata-rata nilai 58,3. Padahal nilai KKM pelajaran Fisika di sekolah
tersebut ialah 75. Sehingga dapat dikatakan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran
Fisika masih dikategorikan rendah.
Selain masalah tersebut, terdapat juga permasalahan yang ditemui pada kegiatan
pembelajaran Fisika di kelas tersebut. Berdasarkan hasil observasi ditemukan masalah
rendahnya Keterampilan Proses Sains siswa yang terindikasi dari kegiatan peserta didik
masih tergolong pasif, lebih banyak mencatat materi yang diberikan pendidik, sulit untuk
mengajukan pertanyaan ataupun ide pemikiran, peserta didik kesulitan dalam merancang
sebuah percobaan dan masih bingung saat melaksanakan percobaan secara mandiri.
Kegiatan praktikum yang dilaksanakan hanya berpedoman pada petunjuk dari pendidik.
Minimnya tingkat keterlibatan siswa dalam pembelajaran fisika mengakibatkan
keterampilan proses sains siswa kurang terlatih. Padahal Keterampilan Proses Sains ini
sangat penting dimiliki karena siswa akan mampu mengembangkan sendiri fakta dan
konsep yang didapat dari hasil penemuan dan pemikirannya.
Masalah rendahnya prestasi belajar dan rendahnya keterampilan proses sains
dapat terjadi karena disebabkan oleh beberapa faktor antara lain minimnya prasarana
laboratorium, buku siswa menjadi satu-satunya pedoman dalam pembelajaran,
pembelajaran fisika hanya menekankan pemberian materi soal dan rumus, kegiatan
pembelajaran belum mengeksplorasi keterampilan proses sains siswa karena kurangnya
4
Kemdikbud. 2016. Permendikbud No. 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah.
Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.hlm.1
optimalisasi pembelajaran yang melibatkan peran siswa, seperti hasil observasi yang
termati di kelas. Pembelajaran yang berlangsung memperlihatkan siswa kurang terampil
dan aktif mengikuti proses pembelajaran, siswa cenderung lebih banyak diam dan
sekedar memperhatikan materi yang disampaikan..
Keterampilan proses sains perlu dikembangkan melalui pengalaman langsung
yang melibatkan penggunaan berbagai material dan tindakan fisik5. Pengembangan
keterampilan proses sains digunakan untuk membantu siswa memperoleh pemahaman
materi yang lebih bersifat long term memory sehingga diharapkan mampu menyelesaikan
segala bentuk permasalahan kehidupan sehari-hari terutama dalam menghadapi
persaingan global. Jack menambahkan bahwa pengembangan sikap dan keterampilan
intelektual yang dibutuhkan untuk meningkatkan pemahaman konsep dapat dilakukan
dengan mengembangkan keterampilan proses sains sebagai dasar dalam kegiatan inkuiri 6.
Berdasarkan analisis dapat disimpulkan bahwa masalah rendahnya keterampilan proses
sains dan rendahnya prestasi belajar siswa ini harus diberikan solusi pemecahan
masalahnya agar tidak berkepanjangan.
Salah satu model pembelajaran yang terdiri dari kegiatan-kegiatan inkuiri adalah
model pembelajaran Discovery Learning. Model ini dianggap mengedepankan peran aktif
siswa dalam pembelajaran, sedangkan pendidik hanya sebagai fasilitator dalam
membantu siswa menemukan dan mengonstruksikan pengetahuan yang dipelajari. Model
ini mengarahkan siswa untuk dapat menemukan sesuatu melalui proses pembelajaran
yang dilakukannya. Dalam pembelajaran discovery learning, siswa didorong untuk
belajar aktif melaui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep, prinsip-
prinsip, dan pendidik mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan
percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsipprinsip untuk diri mereka
sendiri7.
Kelebihan dari model discovery learning yaitu dapat melatih siswa belajar secara
mandiri, melatih kemampuan bernalar siswa, serta melibatkan siswa secara aktif dalam
5
Ekene, Igboegwu. (2011). Effects Of Co-Operative Learning Strategy And Demonstration Method On Acquisition
Of Science Process Skills By Chemistry Students Of Different Levels Of Scientific Literacy. Journal of research and
Development. 3(1): hlm.204
6
Jack, G.U. (2013). The Influence of Identified Student and School Variables on Student Science Process Skill
Acquisition. Journal of Education and Practice. 4(5):16
7
Suprihatiningrum, J. 2013 Strategi Pembelajaran Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Ar-ruz Media. Hlm. 32
kegiatan pembelajaran untuk menemukan sendiri dan memecahkan masalah tanpa
bantuan orang lain. Kekurangan dari model discovery learning yaitu menyita banyak
waktu karena mengubah cara belajar yang biasa digunakan, namun kekurangan tersebut
dapat diminimalisir dengan merencanakan kegiatan pembelajaran secara terstruktur,
memfasilitasi siswa dalam kegiatan penemuan, serta mengonstruksi pengetahuan awal
siswa agar pembelajaran dapat berjalan optimal.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan ialah penelitian yang berjudul The
Effect of Discovery Learning on Students’ Success and Inquiry Learning Skills yang
dilakukan oleh Ali Gunay Balim (2009) menunjukkan bahwa penerapan discovery
learning dapat meningkatkan keterampilan inkuiri, kemampuan kognitif, dan daya ingat
siswa. Oleh karena itu, model pembelajaran discovery learning diharapkan dapat
meningkatankan prestasi belajar dan keterampilan proses sains peserta didik.
B. Fokus Penelitian
Terlalu luasnya ruang lingkup pembelajaran menjadi salah satu faktor yang
menghambat penelitian, karena nantinya diperlukan waktu yang panjang. Sehingga perlu
dilakukan pembatasan masalah dalam pelaksanaan penelitian. Peneliti membatasi
masalah pada penelitian yang difokuskan pada penelitian tindakan kelas, didasarkan pada
masalah rendahnya prestasi belajar (dari C1 – C6), rendahnya keterampilan proses sains
(dibatasi pada keterampilan mengamati, menafsirkan, merumuskan hipotesis,
merencanakan percobaan, menggunakan alat dan bahan dan mengkomunikasikan hasil),
sampel yang digunakan siswa kelas X TMI.A SMK YPWKS Cilegon. Penelitian
tindakan kelas ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2018/2019.
C. Pertanyaan Masalah
Apakah penerapan model pembelajaran Discovery Learning dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa dan keterampilan proses sains pada mata pelajaran Fisika
peserta didik kelas X.TMI.A SMK YPWKS?
Bagaimana penerapan model pembelajaran Discovery Learning dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa dan keterampilan proses sains pada mata pelajaran Fisika
peserta didik kelas X.TMI.A SMK YPWKS
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
Untuk mengetahui apakah penerapan model pembelajaran Discovery Learning dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa dan keterampilan proses sains pada mata
pelajaran Fisika peserta didik kelas X.TMI.A SMK YPWKS
Untuk mengetahui bagaimana penerapan model pembelajaran Discovery Learning
dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan keterampilan proses sains pada mata
pelajaran Fisika peserta didik kelas X.TMI.A SMK YPWKS
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat bagi Siswa
Meningkatkan prestasi belajar siswa.
Meningkatkan keterampilan proses sains siswa.
Meningkatkan partisipasi siswa dalam pembelajaran
2. Manfaat bagi Pendidik
Meningkatkan mutu pembelajaran Fisika
Memberikan informasi atau wacana mengenai model pembelajaran discovery
learning
3. Manfaat bagi Sekolah
Memberikan sumbangan bagi sekolah dalam rangka perbaikan sistem
pembelajaran fisika
Sebagai bentuk inovasi pembelajaran yang dapat diterapkan pada materi lain.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Deskripsi Teori
1. Belajar
Belajar merupakan perubahan perilaku yang diakibatkan oleh pengalaman8.
Belajar bukan hanya proses mengingat, tetapi lebih luas yaitu proses mengkonstruksi
sebuah pengetahuan yang didapatkan dari pengalaman nyata. Siregar dan Nara
menyebutkan bahwa belajar adalah sebuah proses yang kompleks yang didalamnya
terkandung beberapa aspek. Aspek-aspek tersebut adalah (1) bertambahnya jumlah
pengetahuan, (2) adanya kemampuan mengingat dan kemampuan mereproduksi, (3) ada
penerapan pengetahuan, (4) menyimpulkan makna, (5) menafsirkan dan
menggantikannya dengan reali tas, dan (6) adanya perubahan sebagai pribadi9. Hal
tersebut juga sejalan dengan pendapat Susanto yang menjelaskan bahwa belajar adalah
suatu aktivitas yang dilakukan sesorang untuk memperoleh suatu konsep, pemahaman,
atau pengetahuan baru sehinggaa memungkinkan seseorang terjadinya perubahan
perilaku yang relatif tetap baik dalam berpikir, merasa, maupun dalam bertindak10.
Senada dengan pendapat ahli sebelumnya, Suyono & Hariyanto menyebutkan
bahwa belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan,
meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap dan mengokohkan
kepribadian11. Menurut Komara, belajar merupakan proses terbentuknya perubahan
tingkah laku baru yang disebabkan individu merespon lingkungannya, melalui
pengalaman pribadi yang tidak termasuk kematangan, pertumbuhan atau insting12.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses
usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku,
perubahan pengatahuan dan perubahan keterampilan sebagai bentuk pengalamannya yang
didapat dari interaksi antara dirinya dengan lingkungannya.
8
Dahar, R.W. (1989). Teori-Teori Belajar. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama. hlm.21
9
Siregar, E. & Nara, H. (2014). Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia. Hlm.17
10
Susanto, A. (2013). Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.hlm.4
11
Suyono & Hariyanto (2011). Belajar dan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hlm.9
12
Komara, E. (2014). Belajar dan Pembelajaran Interaktif. Bandung: PT Refika Aditama. Hlm. 13
2. Pembelajaran
Makna belajar dan pembelajaran sangat erat kaitannya dan tidak bisa dipisahkan
satu sama lain. Subini menyatakan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses yang
dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya13. Pembelajaran merupakan proses yang dilakukan oleh pendidik untuk
menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi, dan menciptakan sistem lingkungan
dengan berbagai model dan metode sehingga peserta didik dapat melakukan kegiatan
belajar dan memperoleh hasil maksimal seperti dalam perubahan perilaku.
Thobroni & Mustofa menyebutkan hal yang senada bahwa pembelajaran
merupakan suatu proses belajar yang berulang-ulang dan menyebabkan adanya
perubahan perilaku yang disadari dan cenderung bersifat tetap 14. Jika dapat dikatakan
bahwa pembelajaran merupakan proses utama yang diselenggarakan dalam kehidupan di
sekolah sehingga antara pendidik yang mengajar dan peserta didik yang belajar dituntut
mencapai kompetensi tertentu.
Apabila diamati berdasarkan pengertian-pengertian yang telah dikemukakan,
pembelajaran memiliki konsep yang sengaja dipersiapkan agar kegiatan belajar dapat
terlaksana dengan efektif dan efisien. Sehingga dari beberapa pendapat ahli dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan yang dengan sengaja
disusun oleh pendidik secara berulang untuk menyampaikan ilmu pengetahuan,
mengorganisasi, dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai teknik mengajar
sehingga peserta didik dapat belajar secara efektif dan efisien untuk mencapai hasil yang
maksimal.
13
Subini, N. (2012). Psikologi Pembelajaran. Sleman: Mentari Pustaka.hlm.6
14
Thobroni, M. & Mustofa, A. (2013). Belajar dan Pembelajaran. Sleman: Ar-Ruzz Media. Hlm.21
untuk digunakan. Akan tetapi pendidik harus selektif dalam memilih model pembelajaran
manakah yang paling tepat untuk digunakan dalam pembelajaran di kelas. Karakteristik
kemampuan peserta didik, kedalaman materi pelajaran dan capaian kompetensi harus
dijadikan acuan untuk memilih model pembelajaran yang akan digunakan. Salah satu
model pembelajaran yang dianggap baik untuk meningkatkan prestasi belajar dan
keterampilan proses sains ialah model pembelajaran Discovery Learning.
Menurut Kurniasih & Sani (2014: 64) discovery learning didefinisikan sebagai
proses pembelajaran yang terjadi bila materi pembelajaran tidak disajikan dalam bentuk
finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasi sendiri. Kegiatan pembelajaran dalam
model ini menemukan konsep melalui serangkaian data atau informasi yang diperoleh
melalui pengamatan atau percobaan. Sedangkan Hosnan (2014: 282) menyatakan bahwa
discovery learning adalah suatu model untuk mengembangkan cara belajar aktif dengan
menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan
lama dalam ingatan. Melalui belajar penemuan, siswa juga bisa belajar berpikir analisis
dan mencoba memecahkan sendiri masalah yang dihadapi. Pembelajaran discovery
learning memberikan kesempatan kepada siswa untuk ikut serta secara aktif dalam
membangun pengetahuan yang akan mereka peroleh. Keikutsertaan siswa mengarahkan
pembelajaran pada proses pembelajaran yang bersifat student-centered, aktif,
menyenangkan, dan memungkinkan terjadinya informasi antar-siswa, antara siswa
dengan guru, dan antara siswa dengan lingkungan.
1) Metode ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi
siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berfikir
mengungkapkan hubungan antara konsep- konsep, yang tertulis atau lisan,
sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi.
2) Metode ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena
membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau
pemecahan masalah lainnya.
3) Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar berhadapan
dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang sama.
4) Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan
mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan
kurang mendapat perhatian.
5) Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berfikir yang akan ditemukan
oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.
4. Prestasi Belajar
Hasil usaha nyata yang dapat terukur dari sebuah proses pembelajaran dapat
disebut sebagai prestasi belajar. Prestasi belajar berkaitan dengan hasil kognitif atau
pengetahuan siswa. Winkel menyatakan bahwa prestasi adalah bukti usaha yang telah
dicapai15. Sejalan dengan Winkel, menurut Sardiman prestasi adalah kemampuan nyata
yang merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi baik dari
dalam maupun dari luar individu dalam belajar16. Prestasi belajar di bidang pendidikan
adalah hasil dari pengukuran terhadap peserta didik yang meliputi faktor kognitif setelah
mengikuti proses pembelajaran yang diukur dengan menggunakan instrumen tes atau
instrumen yang relevan. Prestasi belajar adalah hasil pengukuran dari penilaian usaha
belajar yang dinyatakan dalam bentuk angka, simbol, huruf, maupun kalimat yang
menceritakan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak pada periode tertentu.
Prestasi belajar adalah hasil dari beberapa faktor yang mempengaruhinya baik
daru dalam diri maupun luar individu dalam belajar.17Dalam belajar siswa dipengaruhi
oleh bebrapa faktor yang memperngaruhinya baik dalam diri maupul luar individu. Ada
berbagai macam faktor dari dalam diri yang mempengaruhi belajar. misalkan saja
kecerdasan, minat, dan bakat. Kecerdasan minat dan bakat sangatlah berpengaruh kepada
kegiatan belajar individu siswa. Jika siswa memiliki kecerdasan, minat, dan bakat yang
buruk, maka kegiatan belajar siswa akan buruk. Sehingga mempengaruhi hasil kegiatan
belajar siswa.
Faktor dari luar individu juga dapat mempengaruhi siswa dalam belajar. Misalkan
saja metode mengajar, suasana rumah, dan teman bergaul. Jika seorang siswa berada
15
Winkel. (1996). Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia. Hlm. 165
16
Sardiman A.M. (2007). Interaksi dan motivasi belajar mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Hlm.46
17
Ahmadi.1991. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta . hal 130.
dalam suasana rumah yang tidak harmonis maka kegiatan belajar siswa tidak akan
berjalan dengan baik.
prestasi belajar adalah hasil pencapaian yang diperoleh sesorang pelajar (siswa)
setelah mengikuti ujian dalam suatu pelajaran tertentu.18 Dikatakan juga bahwa prestasi
belajar merupakan pencapaian apa yang kita pelajari di sekolah. Untuk mengetahui
pencapaian belajar yang telah dicapai siswa perlu diadakan adanya tes atau ujian.
Tes untuk mengukur pencapaian siswa dalam belajar dapat berupa soal lisan
maupun tulisan. Soal tulisan dapat berupa soal esay, pilihan ganda maupun uraian singkat.
Sedangkan soal lisan dapat berupa kusioner maupun tanya jawab. Semua mata pelajaran
perlu dilakukan ujian untuk mengukur pecapaian siswa dalam belajar. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa prestasi belajar merupakan hasil pencapaian yang diperoleh siswa
setelah mengikuti ujian lisan maupun tulisan dalam suatu pelajaran tertentu.
Prestasi belajar adalah penilaian hasil usaha kegiatan belajar yang dinyatakan
dalam bentuk simbol, angka, huruf maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang
sudah dicapai oleh setiap anak dalam periode tertentu.19Prestasi belajar adalah pengusaan
pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya
ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru.20
18
Agus Dariyo. 2013. Dasar-dasar Pedagogi Modern. Jakrta: Indeks, hal 89.
19
Sutratinah Tirtonegoro. 2011. Anak Supernormal dan Program Pendidikannya. Jakarta: Bumi Aksara: Hal. 43
20
Tulus Tu’lu. 2004. Peran pada Perilaku dan Prestasi Siswa. Jakarta: Gramedia. Hal. 75
21
Dimyati & Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.hlm.140
memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan perolehannya. Indikator dari
keterampilan proses sains antara lain 22
Keterampilan Proses Indikator
Sains
Mengamati 1. Menggunakan sebanyak mungkin alat indera
2. Mengumpulkan dan menggunakan fakta yang relevan
Mengelompokkan atau - Mencatat setiap pengamatan secara terpisah
klasifikasi - Mencari perbedaan dan persamaan
- Mengontraskan ciri-ciri
- Membandingkan
- Mencari dasar pengelompokkan atau penggolongan
Menafsirkan 1. Menghubungkan hasil-hasil pengamatan
(Interpretasi) 2. Menemukan pola dalam suatu seri pengamatan
3. Menyimpulkan
Meramalkan (Prediksi) 1. Menggunakan pola-pola hasil pengamatan
2. Mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan
yang belum diamati
Mengajukan pertanyaan 1. Bertanya apa, bagaimana, dan mengapa
2. Bertanya untuk meminta penjelasan
3. Mengajukan pertanyaan yang berlatar belakang hipotesis
Berhipotesis 1. Mengetahui bahwa ada lebih dari satu kemungkinan
penjelasan dari satu kejadian
2. - Menyadari bahwa suatu penjelasan perlu diuji
kebenarannya dengan memperoleh bukti lebih banyak atau
melakukan cara pemecahan masalah.
Merencanakan 1. Menentukan alat/bahan/sumber yang akan digunakan
Percobaan/ Penelitian 2. Menentukan variabel atau faktor penentu.
3. Menentukan apa yang akan diukur, diamati, dicatat
4. Menentukan apa yang akan dilaksanakan berupa langkah
22
Widodo, Wahono. 2009. Keterampilan Proses Sains.
kerja
Menggunakan 1. Memakai alat dan bahan
alat/bahan 2. Mengetahui alasan mengapa menggunakan alat/bahan
3. Mengetahui bagaimana menggunakan alat dan bahan
Menerapkan konsep 1. Menggunakan konsep yang telah dipelajari dalam situasi
baru
2. Mengguanakan konsep pada pengalaman baru untuk
menjelaskan apa yang sedang terjadi
Mengkomunikasikan 1. Mengubah bentuk penyajian
hasil 2. Menggambarkan data empiris hasil percobaan atau
pengamatan dengan grafik atau tabel atau diagram
3. Menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis
4. Menjelaskan hasil percobaan atau penelitian
5. Membaca grafik atau tabel atau diagram
6. Mendiskusikan hasil kegiatan mengenai suatu masalah
atau suatu peristiwa.
C. Kerangka Berpikir
Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku, perubahan pengatahuan dan perubahan keterampilan sebagai bentuk
pengalamannya yang didapat dari interaksi antara dirinya dengan lingkungannya. Belajar
pada dasarnya lebih pada proses mengalami, tidak hanya terpaku pada proses mengingat.
Sehingga belajar dapat dikatakan berhasil pada saat terjadi perubahan antara sebelum
individu belajar dengan sesudah dilaksanakannya pembelajaran. Namun kenyataanya tidak
semua peserta didik tidak dapat mencapai tujuan dari pembelajaran yang diinginkan. Hal ini
dapat dilihat dari banyaknya peserta didik yang belum memenuhi kriteria ketuntasan minimal
(KKM). Sehingga dapat dikatakan prestasi belajar siswa dan keterampilan proses sains siswa
tergolong rendah.
Untuk mengatasi masalah tersebut ditawarkan sebuah solusi penggunaan model
pembelajaran discovery learning yang digunakan sebagai pedoman atau tahapan kegiatan
dalam menciptakan suatu situasi pembelajaran dikelas, yang nantinya dapat memberikan
perubahan atau perkembangan kepada peserta didik. Apabila dalam pelaksanaan proses
pembelajaran tidak dilakukan pemilihan model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan
kondisi maupun kebutuhan peserta didik, maka guru akan mengalami kesulitan dalam
menciptakan ruang bagi peserta didik untuk berkembang, produktif, aktif, dan kreatif sesuai
bakat dan minatnya.
Dengan model ini peserta didik tidak langsung dihadapkan pada hasil akhir dari
pembelajaran, namun peserta didik dituntut untuk dapat menemukan sendiri hasil akhir
pembelajaran melalui rangsangan berupa kegiatan ilmiah yang mengarahkan peserta didik
melatihkan keterampilan proses sainsnya. Pada model pembelajaran discovery learning
peserta tidak berperan sebagai penerima informasi, melainkan peserta didik yang menggali
informasi tersebut dan mengembangkannya sesuai dengan pemahamannya masing-masing.
Guru hanya sebagai fasilitator proses pembelajaran dan mengkonfirmasi atas jawaban dan
pertanyaan yang disampaikan oleh peserta didik. Adapun jika digambarkan kerangka berpikir
ialah sebagai berikut
METODOLOGI PENELITIAN
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian tindakan kelas ini ialah siswa kelas X TMI-A yang berjumlah 32
orang siswa laki-laki. Adapun teknik pemilihan kelas berdasarkan pertimbangan dan
pengamatan peneliti selama proses pembelajaran Fisika yang memiliki rerata nilai terendah.
C. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang
dilakukan secara kolaboratif. Kolaboratif artinya peneliti bekerjasama dengan teman sejawat
yaitu guru mata pelajaran Fisika lainnya. Menurut Sugiyono, penelitian tindakan kelas (PTK)
merupakan cara ilmiah yang sistematis dan bersifat siklus digunakan untuk mengkaji situasi
sosial, memahami permasalahannya, dan selanjutnya menemukan pengetahuan yang berupa
tindakan untuk memperbaiki situasi sosial tersebut23. Jenis penelitian tindakan kelas dipilih
karena dinilai dapat dijadikan solusi dalam memecahkan permasalahan-permasalahan yang
terjadi pada saat kegiatan belajar mengajar di sekolah.
Dalam penelitian tindakan kelas ini peneliti menggunakan model Kemmis dan Mc.
Taggart. Model kemmis & Mc Taggart merupakan pengembangan dari konsep dasar yang
diperkenalakn oleh Kurt Lewin sebagaimana yang diutarakan di atas. Hanya saja,
komponen acting (tindakan) dengan observing (pengamatan) dijadikan sebagai satu kesatuan.
Disatukan kedua komponen tersebut disebabkan oleh adanya kenyataan bahwa perapan
acting dan observing merupakan dua kegiatan yang tidak terpisahkan. Maksudnya, kedua
kegiatan harus dilakukan dalam satu kesatuan waktu, ketika tindakan dilaksanakan begitu
pula observasi juga harus dilaksanakan. Setiap langkah pelaksanaan termuat dalam suatu
23
Sugiyono (2015). Metode Penelitian & Pengembangan (Research and Development). Bandung: Alfabeta.
Hlm.487
siklus. Siklus dihentikan jika peneliti sepakat bahwa penelitian yang dilakukan sesuai dengan
rencana dan kompetensi siswa. Setiap siklus dalam penelitian ini dilaksanakan sebanyak dua
pertemuan. Adapun langkah-langkah dalam setiap siklus digambarkan sebagai berikut:
Setelah siklus I terlaksanakan, maka peneliti akan menyusun tindakan untuk siklus II.
Tahapan siklus II sama dengan siklus I. Siklus II dilakukan guna untuk memperbaiki
kekurangan yang terjadi pada siklus I. Pada siklus II refleksi dilakukan untuk mengetahui
apakah terjadi peningkatan dari siklus I. Siklus II dilakukan untuk mengetahui besar
peningkatan prestasi belajar dan keterampilan proses sains siswa menggunakan model
pembelajaran discovery learning.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat bantu untuk memperoleh data yang diperlukan ketika
peneliti sudah masuk pada langkah pengumpulan informasi di lapangan. Instrumen penelitian
yang digunakan dalam penelitian sebagai berikut.
1. Instrumen Tes Prestasi Belajar Siswa
Penyusunan instrument tes prestasi belajar siswa ialah dalam bentuk tes tertulis dengan
pilihan ganda. Adanya pretest dan postest bertujuan untuk mengetahui peningkatan
prestasi belajar siswa selama proses pembelajaran. Instrumen pretest digunakan untuk
mengetahui kemampuan awal siswa sebelum kegiatan pembelajaran berlangsung dan
instrumen postest digunakan untuk mengetahui peningkatan kemampuan siswa setelah
kegiatan pembelajaran. Penyusunan tes tertulis pilihan ganda tersebut berdasarkan
kompetensi dasar dan indikator yang akan digunakan dalam penelitian.
2. Lembar observasi keterlaksanaan model pembelajaran discovery Learning
Lembar observasi digunakan untuk mengumpulkan data berupa informasi keterlaksanaan
sintak model pembelajaran discovery learning, baik itu aktivitas dari siswa maupun
aktivitas guru yang mengajar. Format yang disusun berisi item-item tentang kejadian
atau tingkah laku yang diprediksi akan terjadi. Pada lembar observasi, observer atau
pengamat memberi tanda centang atau checklist untuk menentukan ada atau tidaknya
sesuatu berdasarkan pengamatannya.
3. Lembar observasi keterampilan proses sains siswa
Lembar observasi digunakan untuk mengetahui keterampilan proses sains siswa yang
muncul selama kegiatan berlangsung. Keterampilan proses sains yang diamati melalui
lembar observasi yaitu keterampilan mengamati, mengklasifikasi, berkomunikasi, dan
interpretasi. Lembar observasi yang digunakan berupa daftar checklist yang harus diisi
oleh observer selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Lembar observasi berisi
indikator-indikator dari setiap keterampilan proses sains yang ingin diamati. Adapun
indicator-indikator keterampilan proses sains yang ingin diamati tersebut dijabarkan
dalam Tabel
Keterampilan Proses Indikator
Sains
Mengamati Menggunakan sebanyak mungkin alat indera
Mengumpulkan dan menggunakan fakta yang relevan
Mengelompokkan atau Mencatat setiap pengamatan secara terpisah
klasifikasi Mencari perbedaan dan persamaan
Mengontraskan ciri-ciri
Membandingkan
Mencari dasar pengelompokkan atau penggolongan
Menafsirkan Menghubungkan hasil-hasil pengamatan
(Interpretasi) Menemukan pola dalam suatu seri pengamatan
Menyimpulkan
Meramalkan (Prediksi) Menggunakan pola-pola hasil pengamatan
Mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan
yang belum diamati
Mengajukan pertanyaan Bertanya apa, bagaimana, dan mengapa
Bertanya untuk meminta penjelasan
Mengajukan pertanyaan yang berlatar belakang hipotesis
Berhipotesis Mengetahui bahwa ada lebih dari satu kemungkinan
penjelasan dari satu kejadian
Menyadari bahwa suatu penjelasan perlu diuji
kebenarannya dengan memperoleh bukti lebih banyak atau
melakukan cara pemecahan masalah.
Merencanakan Menentukan alat/bahan/sumber yang akan digunakan
Percobaan/ Penelitian Menentukan variabel atau faktor penentu.
Menentukan apa yang akan diukur, diamati, dicatat
Menentukan apa yang akan dilaksanakan berupa langkah
kerja
Menggunakan Memakai alat dan bahan
alat/bahan Mengetahui alasan mengapa menggunakan alat/bahan
Mengetahui bagaimana menggunakan alat dan bahan
Menerapkan konsep Menggunakan konsep yang telah dipelajari dalam situasi
baru
Mengguanakan konsep pada pengalaman baru untuk
menjelaskan apa yang sedang terjadi
Mengkomunikasikan Mengubah bentuk penyajian
hasil Menggambarkan data empiris hasil percobaan atau
pengamatan dengan grafik atau tabel atau diagram
Menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis
Mendiskusikan hasil kegiatan mengenai suatu masalah
atau suatu peristiwa.