Anda di halaman 1dari 9

SINOPSIS NOVEL SALAH PILIH KARYA NUR SUTAN ISKANDAR

Di sebuah tempat bernama Sungaibatang, Maninjau, Suku Minang, Sumatera barat, tinggal sebuah
keluarga yang terdiri atas seorang ibu, seorang anak laki-laki dan seorang lagi perempuan, serta seorang
pembantu. Ibu itu bernama Mariati, si lelaki, Asri, dan yang perempuan, Asnah. Sementara pembantu itu
bernama Liah dan dua anak itu biasa memanggilnya Mak Cik Lia. Keluarga itu saling mengasihi satu sama
lain sekalipun dengan si pembantu dan Asnah yang bukan anak kandung Bu Mariati, mereka tidak peduli
dengan hal tersebut. Asnah pun juga sayang pada perempuan yang dianggap sebagai ibu kandung itu. Ia
selalu sabar merawat Bu Mariati yang tengah sakit.

Asri dan Asnah semakin lama semakin dewasa dan semakin akrab sebagai saudara. Mereka terbiasa
jujur satu sama lain, bahkan Asnah mengetahui rahasia kakaknya yang tidak diketahui sang bunda, begitu
juga sebaliknya. Namun ada satu hal yang sangat dirahasiakan Asnah, dia menyayangi Asri lebih dari
seorang kakak, melainkan rasa sayang seorang kekasih. Gadis itu sangat terpukul ketika sang ibu meminta
anak lelakinya untuk segera menikah, dia tahu bukan ia yang akan menjadi pendamping Asri karena adat
melarang pernikahan sesuku seperti mereka. Asri menjatuhkan pilihan pada seorang putri bangsawan
yang cantik, adik kandung mantan kekasihnya. Gadis itu bernama Saniah. Mereka bertunangan lalu
menikah setelah melewati beberapa adat Minangkabau.

Pernikahan Asri dengan Saniah sangat jauh dari kata ‘bahagia’. Keduanya memiliki perbedaan yang
sangat kuat dalam masalah adat. Saniah selalu disetir sang ibu untuk mengikuti adat yang sangat kaku dan
kuno menurut Asri, karena Asri sudah terbiasa dengan pendidikan luar yang bebas. Ia sangat menghormati
adat, namun ia tidak suka terlalu dikekang dan dipaksa-paksa seperti yang dilakukan Saniah padanya.
Selain itu, Saniah adalah wanita yang sombong, keras kepala, membedakan kelas sosial masyarakat, dan
tidak suka bergaul dengan tetangga. Saniah sangat cemburu dengan keberadaan Asnah dan ia ingin
menyingkirkan gadis itu dengan berbagai cara, tentunya peran sang ibu tidak tertinggal.

Suatu hari penyakit bu Mariati menjadi sangat parah. Asnah beserta Mak Cik Liah bergantian
menjaganya, tak lupa juga Asri lebih sering mengunjungi ibunya yang telah diasingkan Saniah di bagian
rumah mereka yang lain. Penyakit bu Mariati tidak dapat disembuhkan dan nyawanya telah lepas dari
raga. Sebelum meninggal, ibu itu berpesan kepada anaknya, ia menyesal telah meminta Asri menikah,
apalagi dengan Saniah. Wanita itu juga menjelaskan adat Minang yang tidak melarang Asri dan Asnah
menikah karena mereka tidak sedarah. Wanita itu berpesan agar anak lelakinya itu menikah dengan anak
angkatnya, Asnah yang sifatnya sangat mulia dan dimata semua orang.

Setelah kematian sang bunda, Asri selalu memikirkan petuah terakhir itu. Dan ia baru menyadari
perasaan sayangnya kepada Asnah yang lebih setelah teman lamanya, Hasan Basri datang kepadanya
untuk meminta izin memperistri Asnah. Ia sangat cemburu dan tidak bisa mengambil keputusan, sehingga
segalanya ia serahkan kepada Asnah. Asri sangat lega ketika Asnah menolak pinangan teman lamanya itu.
Tanpa saling bicara, keduanya bisa mengerti bahwa ada cinta diantara mereka. Saniah menangkap
keganjilan pada suaminya sehingga ia memaki-maki Asnah sebagai wanita yang tidak tahu diri. Kejadian
itu diketahui Asri sehingga ia sangat marah kepada Saniah dan keduanya bertengkar hebat, sementara
Asnah memilih pergi dari rumah itu dan tinggal bersama bu Mariah, adik ibu Mariati. Semenjak kepergian
Asnah, Asri tetap sering bertengkar dengan Saniah hingga ia tidak betah lagi berada di rumah gadang itu.

Suatu ketika bu Saleah, ibu dari Saniah mendapat kabar bahwa anak lelakinya akan menikah dengan
gadis biasa di perantauan. Ibu itu merasa geram, ia tidak mau mempunyai menantu miskin dan dari suku
lain, kemudian ia mengajak Saniah beserta pembantu mereka pergi ketempat putranya untuk
menggagalkan pernikahan itu. Saking geramnya, bu Saleah meminta sopir mobil yang ia sewa untuk
mengebut walaupun jalanan sangat sulit. Alhasil, mobil yang mereka tumpangi kurang kendali sehingga
masuk jurang lalu Saniah dan ibunya meninggal dunia.

Semenjak Asri menduda, banyak wanita yang datang menghampirinya. Namun, ia tidak pernah goyah
untuk mencintai Asnah, walaupun wanita-wanita yang menghampirinya lebih cantik. Asri tidak bisa lagi
menahan cintanya. Setelah berunding dengan bibinya yang sekarang merawat Asnah, ia memutuskan
menikah dengan Asnah dan meninggalkan segala harta dan jabatannya untuk merantau ke Jawa, karena
jika tidak pergi dari situ, maka keduanya akan dikeluarkan dari suku secara tidak hormat. Perantauannya
menghasilkan sesuatu yang baik. Asri punya kedudukan yang baik dan keduanya mempunyai banyak
teman di sana. Ditengah rutinitas mereka di Jawa, tepatnya di Jakarta, tiba-tiba datang surat dari Maninjau
meminta agar keduanya kembali ke sana dan Asri diminta untuk menjadi kepala pemerintahan. Tanpa
pikir panjang mereka setuju untuk kembali ke Maninjau walaupun berat juga meninggalkan kawan-
kawannya di Jakarta, mereka sangat rindu dengan kampung kelahirannya itu. Setibanya di Maninjau,
mereka disambut meriah oleh warga yang sangat menghormati Asri atas jasa-jasanya sebelum ia
merantau dulu dan atas kelembutan tabiat Asnah. Berawal dari Asri yang salah pilih istri, ia menjadi tahu
siapa orang yang sebenarnya ia cintai dan dengan berusaha keras ia mampu hidup bersama sang kekasih
dalam mahligai rumah tangga yang penuh cinta di kampung halaman tercinta.

Novel tersebut masih menggunakan gaya bahasa melayu sehingga sulit dipahami untuk pembaca
sekarang. Di situ digambarkan adat istiadat suku Minang yang ketat namun seorang yang berpendidikan
seperti Asri mampu meluruskan adat itersebut, jika ada yang tidak logis, maka tidak perlu dipakai lagi.
Kebaikan keluarga ibu Mariati dan Asnah patut dijadikan contoh dalam kehidupan sehari-hari. Novel
tersebut mengamanatkan agar kita tidak serakah dan congkak.
SINOPSIS NOVEL AZAB DAN SENGSARA KARYA MERARI SIREGAR

Novel yang satu ini bisa dikategorikan novel klasik terbitan Balai Pustaka. Ia menandai zaman dimana
sastra Indonesia masih didominasi penggunaan bahasa melayu yang kental. Adapun tema umum novel
yang satu ini adalah kehidupan percintaan seorang gadis yang pernikahannya tidak membawa pada hidup
yang bahagia tetapi justru pada kesengsaraan. Tokoh sentral dalam kisah cinta ini bernama Mariamin dan
Aminu’ddin. Keduanya berkerabat dekat tetapi berbeda nasib. Aminu’ddin merupakan anak kepala
kampong, seorang bangsawan yang kaya raya dan disegani banyak orang. Sementara itu Mariamin
tumbuh di lingkungan keluarga yang miskin. Sejak kecil keduanya sudah berkenalan dan bermain bersama.
Beranjak dewasa, Aminu’ddin dan Mariamin merasakan getaran cinta yang kuat. Aminu’ddin berjanji akan
menikahi Mariamin. Niatnya ini diutarakan pada ibu dan ayahnya, Baginda Diatas. Sang ibu setuju sebab
ia menganggap Mariamin masih keluarganya dan dengan menikahkannya dengan Aminu’ddin, ia bisa
menolong kemiskinan gadis itu. Namun, pendapat berbeda datang dari ayah Aminu’ddin yakni Baginda
Diatas. Ia diam-diam tidak menyetujui rencana Aminu’ddin sebab ia beranggapan pernikahan tersebut
tidak pantas dan akan menurunkan derajat bangsawannya.

Untuk mewujudkan niatnya, akhirnya Aminu’ddin berangkat ke Medan untuk mencari kerja. Saat di
Medan, ia masih rajin berkirim kabar dengan Mariamin. Sampai suatu waktu, ia akhirnya mengirim berita
ke kampung bahwa ia sudah siap untuk berumahtangga dengan wanita pujaannya tersebut. Sayangnya,
Baginda Diatas, ayah Aminu’ddin tidak setuju. Ia menyusun rencana agar isterinya tidak menyetujui
keinginan Aminu’ddin. Caranya, ia membawa isterinya ke dukun sewaan dan pura-pura meramal jodoh
terbaik untuk Aminu’ddin, anaknya. Sang dukun berkata bahwa jodoh Aminu’ddin bukanlah Mariamin
melaikan seorang gadis bangsawan di desa mereka. Ibu Aminu’ddin pun percaya dan setuju berangkat ke
Medan dengan membawa gadis bangsawan yang hendak dinikahkan dengan Aminu’ddin.

Saat mereka tiba di Medan, Aminu’ddin kaget sebab keputusan orangtuanya menjodohkan dengan
gadis tersebut memukul jiwanya. Tapi ia tak bisa menolak sebab saat itu ia terikat adat busaya yang harus
selalu patuh pada keputusan orang tua. Akhirnya Aminu’ddin mengirim surat kepada Mariamin sambil
memohon maaf karena ia terpaksa menikahi gadis lain meskipun tanpa cinta. Mendengar kabar terebut,
Mariamin sangat sedih. Ia bahkan sempat sakit. Setahun berselang, ibu mariamin akhirnya menerima
pinangan seorang laki-laki bernama Kasibun. Ia berharap pernikahan tersebut akan mengobati luka
Mariamin. Akan tetapi apa yang diniatkan ibu Mariamin tidak terjadi. Pernikahan tersebut malah
menambah penderitaan lain bagi Mariamin. Sebab, ternyata Kasibun memiliki isteri yang diceraikannya
dengan alasan ingin menikahi Mariamin.

Selanjutnya, Kasibun membawa Mariamin ke Medan. Mereka mengalami hubungan suami siteri yang
compang sebab Mariamin tidak ingin melakukan hubungan intim dengan suaminya. Alasannya, ternyata
Karibun memiliki penyakit kelamin yang bisa menular. Mendapat penolakan tersebut, Karibun kalap dan
sering menyiksa isterinya, Mariamin. Penderitaannya semakin bertambah sejak Aminu’ddin bertamu ke
rumahnya suatu waktu. Melihat reaksi Mariamin yang tak biasa, Karibun pun membaca sesuatu yang lain
dan kemudian cemburu. Semakin hari ia semakin sering menyiksa isterinya.

Pada akhirnya Mariamin tak sanggup lagi dan akhirnya melaporkan suaminya, Karibun, ke polisi.
Akhirnya Karibun ditetapkan bersalah dan diwajibkan membayar denda serta melepaskan Mariamin tak
lagi jadi isterinya. Mariamin akhirnya kembali ke desanya dan hidup menderita di sana. Ia sakit-sakitan
hingga akhirnya meninggal dunia dalam derita.

Demikian sinopsis novel Azab dan Sengsara ini. Bahasa yang digunakan masih khas Melayu, sehingga
untuk generasi muda mungkin novel ini sedikit membosankan. Tapi bagi mereka yang gemar menyimak
sejarah sastra, sinopsis novel yang satu ini tentu menarik disimak. Novel ini kabarnya merupakan novel
sastra pertama di Indonesia terlepas dari tahun berapa Balai Pustaka didirikan.
SINOPSIS NOVEL KASIH TAK SAMPAI KARYA MARAH RUSLI

Sejak masih kanak-kanak Siti Nurbaya hidup bersama ayahnya karena ibunya meninggal dunia.
Ayahnya adalah seorang pedagang yang terkenal di kota Padang. Sebagian modal usahanya merupakan
uang pinjaman dari seorang saudagar tua bernama Datuk Maringgih. Pada mulanya usaha perdagangan
Baginda Sulaiman mengalami kemajuan pesat. Hal tersebut tidak dikehendaki oleh rentenir seperti Datuk
Maringgih. Maka untuk melampiaskan keserakahannya Datuk Maringgih menyuruh kaki tangannya untuk
membakar semua kios milik Baginda Sulaiman sehingga usaha yang dibangun Baginda Sulaiman hancur.
Baginda Sulaiman jatuh miskin dan tidak sanggup membayar hutang-hutangnya kepada Datuk Maringgih.
Dengan keadaan yang dialami Baginda Sulaiman tersebut, Datuk Maringgih mendesak Baginda Sulaiman
untuk melunasi hutang-hutangnya. Hutang tersebut dapat dianggap lunas jika Baginda Sulaiman mau
menyerahkan Siti Nurbaya, puterinya, untuk menikah dengan Datuk Maringgih. Mendengar tawaran yang
dikatakan Datuk Maringgih tersebut, tentu saja Baginda Sulaiman tidak mau menyetujuinya.

Pada awalnya Baginda Sulaiman tidak mau untuk menerima tawaran dari Datuk Maringgih,
namun menghadapi kenyataan seperti itu Baginda Sulaiman yang sudah tidak sanggup lagi membayar
hutang-hutangnya tidak menemukan pilihan lain selain yang ditawarkan oleh Datuk Maringgih. Akhirnya
dengan berat hati Baginda Sulaiman menyetujui tawaran dari Datuk Maringgih untuk menikahkan Siti
Nurbaya dengan Datuk Maringgih. Siti Nurbaya menangis menghadapi kenyataan bahwa dirinya harus
menikah dengan Datuk Maringgih. Lebih sedih lagi ketika ia teringat Samsulbahri, kekasihnya yang sedang
sekolah di stovia Jakarta. Namun demi keselamatan dan kebahagiaan ayahandanya dia mau
mengorbankan kehormatan dirinya dengan Datuk Maringgih.

Tidak lama kemudian, ayah Siti Nurbaya jatuh sakit karena derita yang menimpanya.
Samsulbahri yang sedang berada di Jakata mengetahui peristiwa yang terjadi di desanya, terlebih lagi
karena Siti Nurbaya mengirimkan surat yang menceritakan tentang nasib yang dialami keluarganya.
Kebetulan saat itu Samsulbahri sedang berlibur, sehingga ia punya waktu luang untuk mengunjungi
keluarganya di Padang. Disamping kepulangannya kekampung halamannya karena rasa rindunya kepada
keluarga, namun sebenarnya ia juga sekaligus hendak mengunjungi Siti Nurbaya yang sangat ia rindukan.
Samsulbahri dan Siti Nurbaya akhirnya bisa bertemu dan duduk di bawah pohon, mereka berbincang dan
bersenda gurau dengan ramahnya. Seakan-akan mereka merasakan pertama kali berpacaran. Namun,
tiba-tiba muncullah Datuk Maringgih di depan mereka. Mereka berdua terkejut dengan kedatangan Datuk
Maringgih. Datuk Maringgih sangat marah melihat mereka berdua yang sedang duduk bersenda gurau,
sehingga Datuk maringgih berusaha menganiaya Siti Nurbaya didepan Samsulbahri.

Samsulbahri yang melihat hal tersebut tidak mau membiarkan kekasihnya dianiaya seperti itu, maka
dengan spontan dan penuh kesal dipukullah Datuk Maringgih hingga terjerembab jatuh ketanah. Melihat
keributan yang terjadi dihadapannya, Siti Nurbaya kaget dan ketakutan. Siti Nurbaya berteriak-teriak
keras hingga terdengar oleh ayahnya di rumah yang sedang sakit keras. Mendengar teriakan anak yang
sangat dicintainya, ia berusaha bangun meski tubuhnya tidak mampu untuk berdiri, karena ia tidak kuat,
ayah Siti Nurbaya kemudian jatuh terjerembab di lantai dan akhirnya meninggal dunia.

Mendengar kejadian yang dilakukan oleh anaknya, ayah Samsulbahri, yaitu Sultan Mahmud yang
kebetulan menjadi penghulu kota Padang malu atas perbuatan anaknya. Sehingga Samsulbahri diusir oleh
ayahnya ke Jakarta dan ia tidak diperbolehkan untuk mengunjungi sanak keluarganya di Padang. Apa yang
dilakukan Sultan Mahmud kepada anaknya juga dilakukan Datuk Maringgih kepada istrinya, Siti Nurbaya.
Datuk Maringgih juga mengusir Siti Nurbaya karena Siti Nurbaya dianggap telah mencoreng nama baik
keluarga Datuk Maringgih dan melanggar adat istiadat yang berlaku di Padang. Siti Nurbaya akhirnya
kembali ke kampunyanya dan tinggal bersama bibinya. Sementara Samsulbahri yang diusir ke Jakarta
hatinya hancur dan penuh dendam kepada Datuk Maringgih yang telah merebut kekasihnya.
Siti Nurbaya yang mendengar bahwa kekasihnya diusir orang tuanya, mencoba pergi menyusul
Samsulbahri ke Jakarta. Tetapi niatnya itu diketahui oleh kaki tangan Datuk Maringih. Karena itu dengan
siasat dan fitnahnya, Datuk Maringgih berusaha dengan segala cara agar Siti Nurbaya tidak bisa menyusul
kekasihnya ke Jakarta. Perjuangan yang dialami Siti Nurbaya untuk menyusul kekasihnya sangat berat dan
menemui banyak rintangan. Salah satunya saat ia di tengah perjalanan menuju ke Jakarta ia hampir
meninggal dunia, ia terjatuh kelaut karena ada seseorang yang mendorongnya. Tetapi Siti Nurbaya
diselamatkan oleh seseorang yang memegang bajunya sehingga ia tidak jadi jatuh ke laut. Namun,
walaupun ia selamat dari marabahaya tersebut, tetapi marabahaya berikutnya menunggunya di daratan.
Setibanya di Jakarta, Siti Nurbaya ditangkap polisi, karena surat telegram yang dibuat Datuk Maringgih
yang memfitnah Siti Nurbaya bahwa ia ke Jakarta telah membawa lari emas dan hartanya. Mendengar
apa yang sedang dialami kekasihnya tersebut, Samsulbahri berusaha keras menolong kekasihnya itu agar
pihak pemerintah mengadili Siti Nirbaya di Jakarta saja, bukan di Padang seperti permintaan Datuk
Maringgih. Namun usahanya sia-sia, pengadilan tetap akan dilaksanakan di Padang. Namun karena tidak
terbukti Siti Nurbaya bersalah, akhirnya Siti Nurbaya bebas dari segala tuduhan yang ditujukan Datuk
Maringgih kepadanya.

Tidak lama kemudian Siti Nurbaya meninggal dunia karena memakan lemang beracun yang
sengaja diberikan oleh kaki tangan Datuk Maringgih. Kematian Siti Nurbaya itu terdengar oleh
Samsulbahri sehingga dia menjadi putus asa dan mencoba melakukan bunuh diri. Akan tetapi
beruntungnya karena dia tidak meninggal. Sejak saat itu Samsulbahri tidak meneruskan sekolahnya dan
memasuki dinas militer. Sepuluh tahun kemudian, Samsulbahri yang telah berpangkat Letnan dikirim
untuk melakukan pemberantasan kekacauan yang dilakukan Datuk Maringgih dan orang-orangnya..
Samsulbahri yang mengubah namanya menjadi Letnan Mas segera menyerbu kota Padang. Ketika
bertemu dengan Datuk Maringgih dalam suatu keributan tanpa berpikir panjang lagi Samsulbahri
menembaknya. Datuk Maringgih jatuh tersungkur, namun sebelum tewas dia sempat melukai kepala
Samsulbahri dengan parangnya.

Melihat keadaan Samsulbahri yang begitu parah, ia segera dilarikan ke rumah sakit. Di rumah sakit ia
menjalani perawatan dengan intensif. Namun hari demi hari keadaannya semakin memburuk. Pada saat-
saat terakhir menjelang ajalnya, ia meminta agar dipertemukan dengan ayahnya untuk minta maaf atas
segala kesalahannya. Tetapi ajal lebih dulu merenggut sebelum Samsulbahri sempat bertemu dengan
orangtuanya. Samsulbahripun meninggal dunia, namun sebelum meninggal ia mempunya sebuah
permintaan untuk orang tuanya. Ia meminta kepada orang tuanya agar kelak nanti di kuburkan di Gunung
Padang dekat kekasihnya Siti Nurbaya. Permintaan itupun dikabulkan oleh ayahnya, ia dikuburkan di
Gunung Padang dekat dengan kuburan kekasihnya Siti Nurbaya.
SINOPSIS NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK KARYA HAMKA

Di wilayah Mengkasar, di tepi pantai, di antara Kampung Baru dan Kampung Mariso berdiri sebuah
rumah bentuk Mengkasar. Di sanalah hidup seorang pemuda berumur 19 tahun. Pemuda itu bernama
Zainuddin. Saat ia termenung, ia teringat pesan ayahnya ketika akan meninggal. Ayahnya mengatakan
bahwa negeri aslinya bukanlah Mengkasar.

Di Negeri Batipuh Sapuluh Koto (Padang panjang) 30 tahun lampau, seorang pemuda bergelar
Pendekar Sutan, kemenakan Datuk Mantari Labih, yang merupakan pewaris tunggal harta peninggalan
ibunya. Karena tak bersaudara perempuan, maka harta bendanya diurus oleh mamaknya. Datuk Mantari
labih hanya bisa menghabiskan harta tersebut, sedangkan untuk kemenakannya tak boleh
menggunakannya. Hingga suatu hari, ketika Pendekar Sutan ingin menikah namun tak diizinkan
menggunakan hartany atersebut, terjadilah pertengkaran yang membuat Datuk Mantari labih menemui
ajalnya. Pendekar Sutan ditangkap, saat itu ia baru berusia 15 tahun. Ia dibuang ke Cilacap, kemudian
dibawa ke Tanah Bugis. Karena Perang Bone, akhirnya ia sampai di Tanah Mengkasar. Beberapa tahun
berjalan, Pendekar Sutan bebas dan menikah dengan Daeng Habibah, putri seorang penyebar agama islam
keturunan Melayu. Empat tahun kemudian, lahirlah Zainuddin.

Saat Zainuddin masih kecil, ibunya meninggal. Beberapa bulan kemudian ayahnya menyusul ibunya.
Ia diasuh Mak Base. Pada suatu hari, Zainuddin meminta izin Mak Base untuk pergi ke Padang Panjang,
negeri asli ayahnya. Dengan berat hati, Mak Base melepas Zainuddin pergi.

Sampai di Padang Panjang, Zainuddin langsung menuju Negeri Batipuh. Sesampai di sanan, ia begitu
gembira, namun lama-lama kabahagiaannya itu hilang karena semuanya ternyata tak seperti yang ia
harpakan. Ia masih dianggap orang asing, dianggap orang Bugis, orang Mengkasar. Betapa malang dirinya,
karena di negeri ibunya ia juga dianggap orang asing, orang Padang. Ia pun jenuh hidup di padang, dan
saat itulah ia bertemu Hayati, seorang gadis Minang yang membuat hatinya gelisah, menjadikannya alasan
untuk tetap hidup di sana. Berawal dari surat-menyurat, mereka pun menjadi semakin dekat dan kahirnya
saling cinta.

Kabar kedekatan mereka tersiar luas dan menjadi bahan gunjingan semua orang Minang. Karena
keluarga Hayati merupakan keturunan terpandang, maka hal itu menjadi aib bagi keluarganya. Zainuddin
dipanggil oleh mamak Hayati, dengan alasan demi kemaslahatan Hayati, mamak Hayati menyuruh
Zainuddin pergi meninggalkan Batipuh.

Zainuddin pindah ke Padang Panjang dengan berat hati. Hayati dan Zainuddin berjanji untuk saling
setia dan terus berkiriman surat. Suatu hari, Hayati datang ke Padang Panjang. Ia menginap di rumah
temannya bernama Khadijah. Satu peluang untuk melepas rasa rindu pun terbayang di benak Hayati dan
Zainuddin. Namun hal itu terhalang oleh adanya pihak ketiga, yaitu Aziz, kakak Khadijah yang juga tertarik
oleh kecantikan Hayati.

Mak Base meninggal, dan mewariskan banyak harta kepada Zainuddin. Karena itu ia akhirnya
mengirim surat lamaran kepada Hayati di Batipuh. Hal itu bersamaan pula dengan datangnyarombongan
dari pihak Aziz yang juga hendak melamar Hayati. Zainuddin tanpa menyebutkan harta kekayaan yang
dimilikinya, akhirnya ditolak oleh ninik mamak Hayati dan menerima pinangan Aziz yang di mata mereka
lebih beradab.

Zainuddin tak kuasa menerima penolakan tersebut. Apalagi kata sahabatnya, Muluk, Aziz adalah
seorang yang bejat moralnya. Hayati juga merasakan kegetiran. Namun apalah dayanya di hadapan ninik
mamaknya. Setelah pernikahan Hayati, Zainuddin jatuh sakit.

Untuk melupakan masa lalunya, Zainuddin dan Muluk pindah ke Jakarta. Di sana Zainuddin mulai
menunjukkan kepandaiannya menulis. Karyanya dikenal masyarakat dengan nama letter “Z”. Zainuddin
dan Muluk pindah ke Surabaya, dan ia pun akhirnya menjadi pengarang terkenal yang dikenal sebagai
hartawan yang dermawan.

Hayati dan Aziz hijrah ke Surabaya. Semakin lama watak asli Aziz semakin terlihat juga. Ia suka berjudi
dan main perempuan. Kehidupan perekonomian mereka makin memprihatinkan dan terlilit banyak
hutang. Mereka diusir dari kontrakan, dan secara kebetulan mereka bertemu dengan Zainuddin. Mereka
singgah di rumah Zainuddin. Karena tak kuasa menanggung malu atas kebaikan Zainuddin, Aziz
meninggalkan istrinya untuk mencari pekerjaan ke Banyuwangi.

Beberapa hari kemudian, datang dua surat dari Aziz. Yang pertama berisi surat perceraian untuk
Hayati, yang kedua berisi surat permintaan maaf dan permintaan agar Zainuddin mau menerima Hayati
kembali. Setelah itu datang berita bahwa Aziz ditemukan bunuh diri di kamarnya. Hayati juga meminta
maaf kepada Zainuddin dan rela mengabdi kepadanya. Namun karena masih merasa sakit hati, Zainuddin
menyuruh Hayat pulang ke kampung halamannya saja. Esok harinya, Hayati pulang dengan menumpang
Kapal Van Der Wijck.

Setelah Hayati pergi, barulah Zainuddin menyadari bahwa ia tak bisa hidup tanpa Hayati. Apalagi
setelah membaca surat Hayati yang bertulis “aku cinta engkau, dan kalau kumati, adalah kematianku di
dalam mengenang engkau.” Maka segeralah ia hendak menyusul Hayati ke Jakarta. Saat sedang bersiap-
siap, tersiar kabar bahwa kapal Van Der Wijck tenggelam. Seketika Zainuddin langsung syok, dan langsung
pergi ke Tuban bersama Muluk untuk mencari Hayati.

Di sebuah rumah sakit di daerah Lamongan, Zainuddin menemukan Hayati yang terbarng lemah
sambil memegangi foto Zainuddin. Dan hari itu adalah pertemuan terakhir mereka, karena setelah Hayati
berpesan kepada Zainuddin, Hayati meninggal dalam dekapan Zainuddin.

Sejak saat itu, Zainuddin menjadi pemenung. Dan tanpa disadari siapapun ia meninggal dunia. Kata
Muluk, Zainuddin meninggal karena sakit. Ia dikubur bersebaelahan dengan pusara Hayati.
SINOPSIS NOVEL DIBAWAH LINDUNGAN KABAH KARYA BUYA HAMKA

Hamid adalah seorang anak yatim dan miskin. Dia kemudian diangkat oleh keluarga Haji Jafar yang
kaya-raya. Hamid dianggap sebagai anak mereka sendiri, Mereka sangat menyayanginya sebab Hamid
sangat rajin, sopan, berbudi, serta taat beragama.

Hamid sangat menyayangi Zainab. Begitu pula dengan Zainab. Ketika keduanya beranjak remaja,
dalam hati masing-masing mulai tumbuh perasaan lain. Suatu perasaan yang selama ini belum pernah
mereka rasakan. Hamid merasakan bahwa rasa kasih sayang yang muncul terhadap Zainab melebihi rasa
sayang kepada adik, seperti yang selama ini dia rasakan. Zainab juga ternyata mempuanyai perasaan yang
sama seperti perasaan Hamid.

Hamid tidak berani mengutarakan isi hatinya kepada Zainab sebab dia menyadari bahwa di antara
mereka terdapat jurang pemisah yang sangat dalam. Zainab merupakan anak orang terkaya dan
terpandang, sedangkan dia hanyalah berasal dari keluarga biasa dan miskin.

Tanpa memberi tahu siapa pun, Hamid meninggalkan kampungnya menuju Siantar, Medan.
Kepergiannya kali ini bukan lagi untuk menuntut ilmu di sekolah, seperti yang ia lakukan beberapa tahun
yang lalu. Hamid, ibarat orang sudah “jatuh tertimpa tangga pula”. Setelah Haji Jafar, orang yang selama
ini banyak menolongnya, berpulang ke rahmatullah, tak lama kemudian ibu kandung yang dicintainya
menyusul pula ke alam baka. Hamid kini tinggal sebatang kara. Ayahnya telah meninggal ketika ia berusia
empat tahun. Dalam kemalangannya itu, mamak Asiah dan anaknya, Zainab, tetap menganggapnya
sebagai keluarga sendiri. Oleh karena itu, Mak Asiah begitu yakin terhadap Hamid untuk dapat membujuk
Zainab agar mau dikawinkan dengan saudara dari pihak mendiang suaminya. Dengan berat hati, Hamid
mengutarakan maksud itu walaupun yang sebenarnya, ia sangat mencintai Zainab. Namun, karena Zainab
anak orang kaya di kampung itu, ia tak berani mengutarakan rasa cintanya itu.

Setibanya di Medan, Hamid sempat menulis surat kepada Zainab. Isi surat itu mengandung arti yang
sangat dalam tentang perasaan hatinya. Namun, apa mau dikata, ibarat bumi dengan langit, rasanya tak
mungkin keduanya bersatu. Meninggalkan kampung halamanya berikut orang yang dicintainya adalah
salah satu jalan terbaik. Begitu menurut pikiran Hamid.

Dari Medan, Hamid meneruskan perjalanan ke Singapura dan akhirnya ia sampailah di tanah suci,
Mekah. Di Mekah ia tinggal dengan seorang Syekh, yang pekerjaanya menyewakan tempat bagi orang-
orang yang akan menunaikan ibadah haji.

Telah setahun Hamid tinggal di kota suci itu. Pada musim haji, banyaklah orang datang dari berbagai
penjuru. Tanpa diduganya, teman sekampungnya, menyewa pula tempat Syekh itu. Orang yang baru
datang itu bernama Saleh, suami Rosna, yang hendak menuntut ilmu agama di Mesir setelah ibadah haji
selesai.

Dari pertemuan yang tak disangka-sangka itu, ternyata banyak sekali berita dari kampung halaman-
terutama berita tentang Zainab-yang sejak ditinggalkan Hamid dan tidak jadi dikawinkan dengan saudara
ayahnya itu, kini sedang dalam keadaan sakit-sakitan. Hamid sangat senang hatinya mendengar kabar itu,
tetapi ia harus menyelesaikan ibadah hajinya yang tinggal beberapa hari. Ia bermaksud segera pulang ke
kampung. Sementara itu Saleh, teman Hamid, segera mengirim surat kepada istrinya. Surat Saleh diterima
istrinya yang segera pula memberitahukannya kepada Zainab. Alangkah senang hati Zainab mengetahui
bahwa orang yang dicintainya ternyata masih ada. Namun, penyakit yang diterima Zainab makin hari
makin parah. Dengan segala kekuatan tenaganya ia menulis surat untuk orang yang dikasihinya.

Surat yang dikirim Zainab diterima Hamid. Namun, rupanya isi surat itu sangat mempengaruhinya.
Dua hari setelah itu, bersamaan keberangkatan para jemaah haji ke Arafah guna mengerjakan wukuf,
kesehatan Hamid terganggu. Walaupun demikian, Hamid tetap menjalankan perintah suci itu.

Sekembalinya Hamid dari Arafah, suhu badanya semakin tinggi. Apalagi di Arafah, udaranya sangat
panas. Hamid tak mau menyentuh makanan sehingga badanya menjadi lemah. Pada saat yang sama, surat
dari Rosna diterima Saleh yang menerangkan bahwa Zainab telah wafat. Kendati Hamid dalam keadaan
lemah, ia mengetahui bahwa ada surat dari kampunganya. Firasatnya begitu kuat pada berita surat yang
disembunyikan Saleh. Hamid menanyakan isi surat itu. Dengan berat hati Saleh menerangkan musibah
kematian Zainab. “O, jadi Zainab telah mendahului kita?” tanyanya pula.

Ketika akan berangkat ke Mina, Hamid tak sadarkan diri. Temannya, Saleh, terpaksa mengupah orang
Badui untuk membawa Hamid ke Mina. Dari situ mereka menuju Masjidil Haram-kemudian mengelilingi
kabah sebanyak tujuh kali. Tepat di antara pintu ka’bah dan batu hitam, kedua orang Badui itu diminta
berhenti. Hamid mengulurkan tangannya, memegang kiswah sambil memanjatkan doa yang panjang: “Ya
Rabbi, Ya tuhanku, Yang maha Pengasih dan Penyayang!” Semakin lama suara Hamid semakin terdengar
pelan. Sesaat kemudian, Hamid menutup matanya untuk selama-lamanya.

Anda mungkin juga menyukai