Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Talipes equinovarus (club foot) adalah keadaan kaki yang bersifat abnormal dan
congenital yang di tandai dengan kedua / salah satu kaki berputar kedalam, equines / plantar
cflexi ankle joint, inverse dan adduksi pada subtaloid & midtarsal joint. Club foot ini terbagi
atas 2 tipe yaitu : tanpa kelainan tulang dan atrogen, diikuti dengan kelainan tulang mal posisi
sendi dan gangguan soft tissue.

Club foot merupakan kelainan lahir dengan ciri kaki bayi menunjuk kebawah dan
berputar kedalam. Secara klinis hal ini bias ditunjukan dengan rotasi tungkai ke bawah kea
rah dalam hingga anak berjalan dengan bagian ambil tindakan luar kaki. Kasus ini terjadi
karena kurang sempurnanya pembentukan di trismestre pertama. Terjadilah kompresi dalam
kandunag maupun kelainan otot dan sendi. Keadaan seperti ini akan jauh lebih baik jika
dideteksi dan ditangani sejak dini. Pasalnya untuk kelainan kaki seperti ini bisa ditangani
sejak baru lahir seperti dengan melakukan serial manipulasi dan tapping per minggu selama
dua bulan atau denagn cara digips kurang lebih 1-2 minggu selama 2-3 bulan. Setelah
terkoreksi barulah hold dengan sepatu terbalik atau splint. Sementara operasi untuk
mengembalikan posisi kaki anak ke tempat yang seharusnya, bukanberarti tidak ada
kemungkinan komplikasi. Bisa saja anak mengalami komplikasi berupa under atau koreksi,
kaku dan nyeri, hingga recurrency atau kambuh sampai usia 10 tahun.

Seperti yang dikatakan ferry, keadaan ini bisa di sebabkan kelainan lahir (
hemihipertrofi, DDH, PFFD ) kelumpuhan ( Folio ), infeksi,tumor, injuri ( setelah patah
tulang ). Dampak jangka panjangnya kelak anak akan mengalami kesulitan berjalan,
scoliosis, hingga nyeri pungguang bawah. Untuk kasus ini biasanya tidak perlu diambil
tindakan jika perbedaan panjangnya kurang dari 2 cm karena tidak akan terlalu berpengaruh
saat anak jalan dan tidak akan terlihat. Sementara jika perbedaanya 2-5 cm anak akan
dikenakan shoe lift, sedangkan apa bila perbedanya lebih dari 5 cm mau tidak mau ini akan
dilakukan operasi leg lethening /shortening / epiphysiodesis yakni dengan memotong tulang
yang lebih panjang.

1
B. Rumusan masalah

Dari latar belakang tersebut penulis dapat merumuskan maslah sebagai berikut :

1. Apa anatomi fisiologi pada kondisi CTEV

2. Apa defensi dan patofisiologi pada kondisi CTEV?

3. Apa peran fisioterapi dan modalitas apayang dapat dibeikan pada kondisi

tersebut?

C. Tujuan masalah

1. Untuk mengetahui anatomi fisiologi pada kondisi CTEV

2. Untuk mengetahui defensi dan patofisiologi pada kondisi CTEV?

3. Untuk mengetahui peran fisioterapi dan modalitas apayang dapat dibeikan pada

kondisi tersebut?

2
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Muskuloskeletal


Menurut Suratun, dkk (2008), sistem muskuloskeletal terdiri dari tulang, sendi, otot,dan
struktur pendukung lainnya (tendon, ligamen, fasia, dan bursae). Pertumbuhan dan perkemba
ngan struktur ini terjadi selama masa kanak-kanak dan remaja.
Struktur Tulang
Struktur tulang dan jaringan ikat menyusun kurang lebih 25% berat badan dan otot
menyusun kurang lebih 50%. (Suratun, dkk, 2008)
Pembagian skeletal yaitu :
1. Axial skeleton, terdiri dari kerangka tulang kepala dan leher, tengkorak, kolumna vertebra
e, tulang iga, tulang hioid sternum
2. Apendikular skeleton, terdiri dari
a. Kerangka tulang lengan dan kaki
b. Ekstremitas atas (skapula, klavikula, humerus, ulna, radial) dan tangan (karpal, metakar
pal, falang)
c. Ekstremitas bawah (tulang pelvik, femur, patela, tibia, fibula) dan kaki (tarsal, metatars
al, falang)
Anatomi Kaki
Kaki adalah suatu kesatuan unit yang kompleks dan terdiri dari 26 buah tulang yang
dapat menyangga berat badan secara penuh saat berdiri dan mampu memindahkan tubuh pada
semua keadaan tempat berpijak. Ke-
26 tulang itu terdiri dari: 14 falang, 5 metatarsal dan 7 tarsal. Kaki dapat dibagi menjadi 3 seg
men fungsional.
a. Hindfoot (segmen posterior)
Bagian ini terletak langsung dibawah os tibia dan berfungsi sebagai penyangganya.
Terdiri dari:
 Talus yang terletak di apeks kaki dan merupakan bagian dari sendi pergelangan ka
ki
 Calcaneus yang terletak dibagian belakang dan kontak dengan tanah
b. Midfoot (segmen tengah)
Terdiri dari 5 tulang tarsal yaitu:
 cuneiforme: medial, intermedium dan lateral

3
 Cuboid
 Navikulare
Kelima tulang tersebut membentuk persegi empat ireguler dengan dasar medial dan a
peks lateral. 3 cuneiforme dan bagian anterior cuboid serta naviculare dan bagian belakangtul
ang cuboid membentuk suatu garis.
c. Forefoot (segmen anterior)
Bagian ini terdiri dari:
 metatarsal: I, II, III, IV, V

Struktur Persendian dan Ligamen tulang-tulang tersebut diatas membentuk persendian


persendian sebagai berikut:
a. Artikulatio talocrurali
Merupakan sendi antara tibia dan fibula dengan trachlea talus. Sendi ini
distabilkan oleh ligamen-ligamen:
 Sisi medial: lig. Deltoid yang terdiri dari:
Lig. Tibionavikularis, Lig. Calcaneotibialis, Lig. talotibialis anterior dan posterior
 Sisi Lateral:
Lig. talofibularis anterior dan posterior, Lig. Calcaneofibularis
Gerak sendi ini:
Plantar fleksi, dorsofleksi, sedikit abduksi dan adduksi pergelangan kaki
b. Artikulatio talotarsalis
Terdiri dari 2 buah sendi yang terpisah akan tetapi secara fisiologi keduanya
merupakan 1kesatuan, yaitu:
 Bagian belakang: artikulatio talocalcanearis/subtalar. Ligamen yang memperkuat
adalah: Lig. Talocalcanearis anterior, posterior, medial dan lateral.
 Bagian depan: artikulatio talocalcaneonaviculari. Ligamen yang memperkuat ada
lah: Lig. Tibionavikularis, Lig. Calcaneonaviculare plantaris, Lig. bifurcatum: par
s calcaneonavicularis (medial) dan pars calcaneocuboid (lateral) berbentuk huruf
V.
Gerak sendi ini:
Inversi pergelangan kaki, eversi pergelangan kaki
c. Articulatio tarsotransversa (CHOPART)
Disebut juga sendi midtarsal atau ‘surgeon’s tarsal joint’ yang sering menjadi tempat
amputasi kaki. Terdiri dari 2 sendi, yaitu:

4
 Articulatio talonavicularis
 Articulatio calcaneocuboid, yang diperkuat oleh:
 Pars calcaneocuboid lig. bifurcati di medial
 Lig. calcaneocuboid dorsalis di sebelah dorsal
 Lig. calcaneocuboid di sebelah plantar
Gerak sendi ini:
Rotasi kaki sekeliling aksis, memperluas inversi dan eversi art. Talotarsalis
d.Artikulatio tarsometatarsal (Lisfranc)
Adalah sendi diantara basis os metatarsal IV dengan permukaan sendi distal pada oscuneif
ormis I-III. Rongga sendi ada 3 buah, yaitu:
 Diantara os metatarsal I dan cuneoformis I
 Diantara os metatarsal II dan III dengan cuneiformis II dan III
 Diantara os metatarsal IV dan V dengan cuboid
Ligamentum pengikatnya adalah:
Lig. Tarsi plantaris, Lig. Tarsi dorsalis, Ligg. Basium os metatarsal dorsalis, interosea da
n plantaris
e.Articulatio metacarpofalangeal
Ligamen pengikatnya adalah lig. collateralia pada kedua sisi tiap sendi
Gerak sendi ini:
Fleksi-ekstensi sendi metacarpal, abduksi-adduksi sendi metacarpal
f.Artculatio interfalangea
Ligamen pengikat: lig. colateral di sebelah plantar pedis
Gerak sendi ini:
Fleksi-ekstensi interfalang, abduksi-adduksi interfalang

B. Definisi CTEV (Congenital Talipes Equino Varus)


Congenintal Talipes Equinovarus (CTEV) atau Clubfoot merupakan suatu kondisi kel
ainan kongenital pada pergelangan kaki dengan manifestasi pergelangan kaki yang menjadi h
iperekstensi sehingga memungkinkan terjadinya perubahan struktur muskuloskeletal apabila t
idak segera dilakukan koreksi (Helmi, 2012).
Congenital Talipes Equino Varus (CTEV) atau club foot berasal dari bahasa latin “tali
pes” yaitu tulang talus, dan “pes” yaitu kaki, serta equinovarus yang berarti fleksi dan invers
i. Kelainan ini dapat terjadi pada satu atau kedua kaki, ditandai dengan fleksi plantar/equinus

5
pada angkle (pergelangan kaki), inversi/ varus pada sendi subtalar (tungkai) dan adduksi pada
kaki depan (Koswal & Natarajam, 2005).
Sedangkan menurut Cahyono (2008), CTEV adalah kelainan kongenital tulang seh
ingga terjadi fiksasi kaki pada posisi adduksi, supinasi dan varus. Tulang calcaneus, navicula
r dan cuboid terrotasi ke arah medial terhadap talus, dan tertahan dalam posisi adduksi serta i
nversi oleh ligamen dan tendon. Sebagai tambahan, tulang metatarsal pertama lebih fleksi ter
hadap daerah plantar.
Dari pengertiandi atas dapat kita simpulkan bahwa CTEV adalah kelainan kongeni
tal tulang yang ditandai dengan fleksi pada tulang talus, sehingga tumit menjadi lebih tinggi d
an terjadi deviasi ke arah medial. Kelainan ini mengakibatkan pasien tidak dapat berdiri deng
an telapak kaki yang rata menapak tanah, tumit terbalik, dan kaki depan bengkok.

C. Klasifikasi CTEV (Congenital Talipes Equino Varus)


Beberapa jenis klasifikasi yang dapat ditemukan antara lain :
1. Typical Clubfoot
Ini merupakan jenis Clubfoot yang klasik hanya menderita kaki pengkor saja yang serin
g ditemukan. Umumnya dapat dikoreksi dengan lima casting dan manajemen dari Ponset
i mengatakan hasil jangka panjangnya baik dan sempurna. Yang dimasukkan jenis clubfo
ot ini diantaranya:
a. Positional Clubfoot Sangat jarang ditemukan, sangat fleksibel dan diduga akibat jepita
n intrauterin. Pada umumnya koreksi dapat dicapai dengan satu atau dua kali pengeg
ipan.
b. Delayed treated clubfoot ditemukan pada anak berusia 6 bulan atau lebih.
c. Recurrent typical clubfoot dapat terjadi baik pada kasus yang awalnya ditangani deng
an metode Ponseti maupun dengan metode lain. Relaps lebih jarang terjadi dengan
metode Ponseti dan umumnya diakibatkan pelepasan brace yang terlalu dini. Rekure
nsi supinasi dan equinus paling sering terjadi. Awalnya bersifat dinamik namun deng
an berjalannya waktu menjadi fixed.
d. Alternatively treated typical clubfoot termasuk kaki pengkor yang ditangani secara op
eratif atau pengegipan dengan metode non-Ponseti.

2. Atypical Clubfoot
Clubfoot jenis ini biasanya diartikan sebagai penyakit lain. Dengan ponsenti manajemen mas
lah yang timbul biasanya sulit dikoreksi. Yang dimasukkan dalam kategori ini antara lain:

6
a. Rigid atau Resistant atypical clubfoot dapat kurus atau gemuk. Kasus dengan kaki yang
gemuk lebih sulit ditangani. Kaki tersebut umumnya kaku, pendek, gemuk dengan lek
ukan kulit yang dalam pada telapak kaki dan dibagian belakang pergelangan kaki, terd
apat pemendekan metatarsal pertama dengan hiperekstensi sendi metatarsophalangeal.
Deformitas ini terjadi pada bayi yang menderita kaki pengkor saja tanpa disertai kelai
nan yang lain.
b. Syndromic clubfoot Selain kaki pengkor ditemukan juga kelainan kongenital lain. Jadi ka
ki pengkor merupakan bagian dari suatu sindroma. Metode Ponseti tetap merupakan sta
ndar penanganan, tetapi mungkin lebih sulit dengan hasil kurang dapat diramalkan. Has
il akhir penanganan lebih ditentukan oleh kondisi yang mendasarinya daripada kaki pen
gkor nya sendiri.
c. Tetralogic clubfoot seperti pada congenital tarsal synchondrosis.
d. Neurogenic clubfoot, berhubungan dengan kelainan neurologi seperti meningomyelocele.
e. Acquired clubfoot, seperti pada Streeter dysplasia. (Helmi, 2012)

D. Etiologi CTEV (Congenital Talipes Equino Varus)


Etiologi yang sebenarnya dari CTEV tidak diketahui dengan pasti. Pada beberapa kela
inan adanya perkembangan defek fetal dimana terjadi ketidakseimbangan otot invertor dan ev
ertor. akan tetapi banyak teori mengenai etiologi CTEV.
Menurut Patel (2007), teori mengenai etiologi CTEV antara lain :
a. faktor mekanik intra uteri
adalah teori tertua dan diajukan pertama kali oleh Hipokrates. Dikatakan bahwa kaki bay
i ditahan pada posisi equinovarus karena kompresi eksterna uterus. Parker (1824) dan Br
owne (1939) mengatakan bahwa adanya oligohidramnion mempermudah terjadinya pene
kanan dari luar karena keterbatasan gerak fetus.
b. herediter
Wynne dan Davis mengemukakan bahwa adanya mutasi gen
c. Enterovirus (infeksi TORCH).
d. Gangguan perkembangan fetus
Atlas dkk (1980), menemukan adanya abnormalitas pada vaskulatur kasus CTEV.Didapatkan
adanya bloking vaskular setinggi sinus tarsalis. Pada bayi dengan CTEV didapatkan adanya
muskulus yang tidak berfungsi (muscle wasting) pada bagian ipsilateral, dimana hal ini kemu
ngkinan dikarenakan berkurangnya perfusi arteri tibialis anterior selama masa perkembangan

7
e. defek plasma sel primer
Irani & Sherman telah melakukan pembedahan pada 11 kaki dengan CTEV dan 14 kaki norm
al. Ditemukan bahwa pada kasus CTEV leher dari talus selalu pendek, diikuti rotasi bagian an
terior ke arah medial dan plantar. Mereka mengemukakan hipotesa bahwa hal tersebut dikare
nakan defek dari plasma sel primer.

E. Patofisiologi CTEV (Congenital Talipes Equino Varus)


Beberapa teori yang mendukung patogenesis terjadinya CTEV, antara lain (Patel M., 20
07):
a) Terhambatnya perkembangan fetus pada fase fibular
b) Kurangnya jaringan kartilagenosa talus
c) Faktor neurogenik telah ditemukan adanya abnormalitas histokimia pada kelompok otot pe
roneus pada pasien CTEV. Hal ini diperkirakan karena adanya perubahan inervasi intraut
erine karena penyakit neurologis, seperti stroke. Teori ini didukung dengan adanya inside
n CTEV pada 35% bayi dengan spina bifida.
d) Retraksi fibrosis sekunder karena peningkatan jaringan fibrosa di otot dan ligamen. Pada p
enelitian postmortem, Ponsetti menemukan adanya jaringan kolagen yang sangat longgar
dan dapat teregang pada semua ligamen dan struktur tendon (kecuali Achilees). Sebalikn
ya, tendon achilles terbuat dari jaringan kolagen yang sangat padat dan tidak dapat terega
ng. Zimny dkk, menemukan adanya mioblast pada fasia medialis menggunakan mikrosk
op elektron. Mereka menegemukakan hipotesa bahwa hal inilah yang menyebaban kontr
aktur medial.
e) Anomali pada insersi tendon
Inclan mengajukan hipotesa bahwa CTEV dikarenakan adanya anomali pada insersi tend
on. Tetapi hal ini tidak didukung oleh penelitian lain. Hal ini dikarenakan adanya distorsi
pada posisi anatomis CTEV yang membuat tampak terlihat adanya kelainan pada insersi
tendon.
f) Variasi iklim
Robertson mencatat adanya hubungan antara perubahan iklim dengan insiden epidemiolo
gi kejadian CTEV. Hal ini sejalan dengan adanya variasi yang serupa pada insiden kasus
poliomielitis di komunitas. CTEV dikatakan merupakan keadaan sequele dari prenatal po
liolike condition. Teori ini didukung oleh adanya perubahan motor neuron pada spinal co
rd anterior bayi-bayi tersebut.

8
F. Manifestasi klinis CTEV (Congenital Talipes Equino Varus)
1. Pergelangan kaki jinjit, telapak kaki dan bagian depan kaki menghadap ke arah dalam.
2. Tumit kecil, teraba kosong dan lunak.
3. Colum tulang talus mudah diraba.
4. Mata kaki bagian dalam sulit diraba.
5. Bagian pangkal kaki berputar ke dalam, lengkung kaki tinggi (cavus).
6. Tulang kering seringkali mengalami perputaran kearah dalam.
Derajat keparahan ditentukan oleh derajat displacement tulang-
tulang kaki, sedangkan resistensi terhadap koreksi ditentukan oleh rigiditas dari kontraktur jar
ingan lunak.

9
BAB III

PROSES FISIOTERAPI

Identifikasi Pasien dan Orang Tua

a. Identifikasi Orang Tua


IBU
Nama : Irma
Umur : 35 Tahun
Pekerjaan : IRT
Alamat : BTP

b. Identifikasi Pasien
1. Anamnesis Umum
Nama : Safran
Umur : 1 Tahun
TTL : 30 oktober 2016
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : BTP

2. Anamnesis Khusus
Keluhan utama : kaki varus
Letak keluhan : kaki kanan
Keluhan dimulai : sejak lahir
Penyebab : tidak tahu
Riwayat kehamilan Ibu
a) Keadaan ibu saat hamil : sehat
b) Hamil pada usia : 33 tahun
c) Anak ke :2
Riwayat persalinan Ibu
a) Keadaan saat lahir : kaki kanan abnormal
b) Proses persalinan : sesar
c) Berat badan saat lahir : 2,5 gram
d) Usia kandungan saat melahirkan : cukup bulan (9 bulan)
RPP (Riwayat Perjalanan Penyakit ) : saat lahir kaki kanan beputar kedalam
jika dikoreksi akan kembali ke posisi semula setelah beberapa hai kemudian kaki
pasien di gips 1 kali. Pada usia 6 bulan pasien di terapi namun sempat berhenti
sehinga gejala makin bertambah kaki sulit di posisikan terasa keras/tegang pada
otot-otot bagian medial

3. Inspeksi
 Knee – ankle berputar ke arah dalam
 Equinus ankle
 Hind foot varus

10
 Bayi berjalan dengan anklenya atau bagian luar kaki
 Bayi menggunakan AFO

4. Orientasi tes
 Belum bisa berdiri

5. Palpasi
 Suhu normal
 Hipotonus

6. Pemeriksaan fungsi
 Pemeriksaan gerakan pasif regio ankle
 Dorsi ankle : terbatas (kontraktur)
 Plantar ankle : terbatas, gerakan ke arah inversi
 Inversi : posisi akhir
 Eversi : terbatas
Hasil : terbatas
 Pemeriksaan gerakan aktif dan TIMT
Hasil : tidak bisa dilakukan karna bayi (pasien) belum mengerti apa yang
diperintahkan

7. Pemeriksaan spesifik
 Kontraktur / daya ulur otot
 M. Tibialis posterior
 M. Soleus
 M. Gastronemius
 M. Fleksor digitorum
 Group adduktor Mid tarsal
Hasil : kontraktur

 Antropometri
 Foot / thigh ankle
 Leg lengh
 Body weight, body lenght and knee and ankle diameter
Hasil : terbatas

 Test club foot “toe touching tibia”


Dorsi fleksi kaki dan eversi hingga jari-jari kaki menyentuh bagian depan
tibia
Hasil : terbatas

 Pemeriksaan tambahan
 Foto polos (x-ray )

11
Hasil : kaki terlihat berputar kedalam

8. Diagnosa fisioterapi
Gangguan aktifitas fungsional berjalan akibat CTEV (Congenital Equino Varus)

9. Problematika fisioterapi
 Anatomi impairment : Adanya hipotonus pada tungkai kanan, adanya
kelemahan pada otot ankle joint, adanya keterbatasan lingkup gerak sendi
pada ankle joint
 Functnal limitation : tidak bisa jongkok berdiri
tidak bisa berdiri
tidak bisa berjalan
 Participation resristic : tidak bisa bermain dengan teman sebayanya

10. Tujuan fisioterapi


 Jangka Panjang : mengembalikan kapasitas fisik dan fungsional pasien
 Jangka Pendek : mengurangi kontraktur

11. Intervensi fisioterapi


 Stretching
Pasien serilek mungkin, terutama pada daerah yang akan diterapi. Posisi
terapis berada di depan pasien.
1) Elongasi otot triceps Surae, kapsul posterior dan lig.ankle dan sendi
subtalar.
a) Os calcaneus dipegang dgn jari telunjuk dan ibu jari 1 tangan
kemudian tarik ke arah distal tumit akan tertarik ke bwh dan terdorong
menjauhi maleolus medial fibula.
b) Dengan tangan lain,area calcaneocuboid didorong ke posisi
dorsofleksi. c) Posisi ini dipertahankan dalam hitungan 10, lalu
dilepaskan.Ulangi stretching pasif ini 20-30 kali/sesi.

2) Elongasi otot tibialis posterior dan lig.tibionavicularis.


a) Untuk stretching os.calcaneus dipegang dengan jari telunjuk dan
ditarik ke bawah ke arah distal.
b) Tangan lain menjepit naviculare dengan jari telunjuk dan ibu jari
menarik naviculare dan midfoot ke arah distal ibu jari kaki dan
diabduksi.

3) Elongasi ligamen calcaneonaviculare plantaris dan jaringan lunak


lantar.
a) Dengan 1 tangan tumit didorong naik. Dengan tangan lain, midfoot
didorong ke arah dorsofleksi.

12
b) Ibu jari 1 tangan berada di atas maleolus medial dan ibu jari tangan
lain di atas naviculare. c) Posisi ini dipertahankan 10 hitungan lalu
dilepas dan diulangi 20-30 kali tiap sesi.
 Patterning dari jongkok ke berdiri
Pasien duduk di atas matras, posisi terapis berada di depan pasien. Fasilitasi
half kneeling ke berdiri, pelaksanaanya posisi anak half kneeling sedangkan
terapis kneeling di depan atau di belakang anak dengan pegangan pada pelvis.
Anak diminta untuk memindahkan aba-aba “ayo bungkukkan badannya!”
dilanjutkan dengan “ayo berdiri!” terapis dapat membantu dengan
memberikan sedikit tarikan ke arah depan dan ke atas (ke arah berdiri).
Pertahankan posisi ini untuk beberapa saat. Ulangi 5-8 kali pengulangan.

 Pemasangan strapping
Posisi pasien duduk dengan ankle diluruskan supaya rileks dan memudahkan
fisioterapis dalam memasang strapping. Sebelum pemasangan taping pastikan
daerah yang akan diaplikasikan dalam keadaan bersih dan kering supaya
terhindar dari resiko gatal-gatal, dan alergi kulit lainnya.
1) Posiskan terlebih dahulu kaki pasien ke posisi anatomis dengan berlawanan
arah pada kasus CTEV yaitu abduksi, pronasi, eversi + dorsi fleksi ankle.
2) Kemudian pasang rigid tape atau strapping pada 1/3 proksimal tibiofibula
dengan posisi mendatar, pemasangan rigid tape atau strapping untuk coreks
postur ankle di mulai dari bawah malleolus medial ke lateral 1/3 proksimal
tibiofibula di lakukan sebanyak 3 kali, kemudian dari 1/3 proksimal tibiofibula
medial ke 1/3 proksimal tibiofibula bagian medial sebanyak 3 kali
3) Lalu pasang kembali rigid tape atau strapping pada 1/3 proksimal tibiofibula
secara mendatar. Kemudian lakukan pemasanga rigid tape atau strapping
secara sirkuler dari 1/3 proksimal tibiofibula sampai ke metatarsal, tetapi
calcaneus/tumit di bebaskan dari pemasangan rigid tape atau strapping agar
ankle tetap bisa bergerak.

 Standing
Pasien duduk di atas matras, posisi terapis berada di depan pasien. Fasilitasi
keseimbangan pada posisi berdiri caranya posisikan anak berdiri di lantai atau
di matras sedang terapis berada di depan atau di belakang anak dengan
pegangan pada bahu kemudian berikan dorongan ke depan, ke belakang atau
ke samping. Latihan ini juga bisa dilakukan di atas tilting board dengan posisi
anak berdiri di atasnya dan terapis menggoyang-goyang ke kanan, ke kiri,
setelah dilakukan tiga kali arah diganti ke depan dan ke belakang.

12. Edukasi
Sebelum pulang ibu bayi diberikan edukasi yaitu selalu memperhatikan posisi
ankle anaknya dan selalu menggunakan AFO pada anaknya

13
13. Evaluasi
 Minggu pertama
Pasien mampu berdiri dengan bantuan fisioterapis
 Minggu kedua
Pasien mulai bisa berdiri tanpa bantuan fisioterapis
 Minggu ketiga
Keseimbangan pasien mulai stabil
 Minggu keempat
Pasien mampu berdiri tanpa bantuan fisioterapis walaupun menggunakan
splint

14

Anda mungkin juga menyukai