Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN INDUSTRI FARMASI

DI PT KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT JAKARTA

PERIODE DESEMBER – JANUARI 2019

Oleh:

Patimah Asriani P2.31.39.0.16.032

Aditya Yudi Pratama P2.31.39.0.16.046

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA II

JURUSAN FARMASI

2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan adalah kebutuhan utama dalam kehidupan untuk melakukan aktivitas sehari-
hari dengan baik. Kesahatan merupakan salah satu hak dasar manusia yang diakui dalam UUD
1945. Pemerintah menjamin ketersediaan perbekalan kesehatan yang merata dan terjangkau oleh
masyarakat.(Undang Undang RI No.36 Tahun 2009) Sebagai perwujudan dari hak dasar tersebut,
pemerintah bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas layanan kessehatan yang layak untuk
ketersediaan obat.

Industri farmasi merupakan badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan
untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Sebagai salah satu elemen penting
yang bertanggung jawab dalam ketersediaan obat, industri farmasi dituntut untuk memenuhi
kebutuhan obat bagi masyarakat. Dalam memenuhi kebutuhan obat bagi masyarakat suatu
industri farmasi dituntut untuk dapat bersaing dengan industri farmasi lainnya, baik dalam
maupun luar negeri. Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan pemenuhan kebutuhan obat
yang bermutu bagi masyarakat.

Salah satu langkah utama yang dilakukan industri farmasi dalam upaya menghasilkan
obat jadi yang bermutu dan memenuhi persyaratan adalah dengan menerapkan pedoman Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). CPOB bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara
konsisten, memenuhi syarat yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB
mencangkup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Konsep CPOB yang bersifat
dinamis memerlukan penyesuaian dari waktu kewaktu mengikuti perkembangan atau teknologi
dalam bidang farmasi.

Salah satu aspek dalam CPOB adalah personil yang memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang cukup untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya di industri farmasi.
Peran dari seorang ahli madya farmasi tentunya sangat diperlukan untuk terselenggaranya
kegiatan pengawasan mutu di industri farmasi. Untuk menghasilkan tenaga kerja kefarmasian
yang terampil dan professional dibutuhkan dukungan dan peran aktif dari berbagai pihak seperti
seperti perguruan tinggi farmasi, organisasi profesi, industri farmasi, rumah sakit, dan
pemerintah dalam pembekalan yang menyeluruh secara teori dan praktek sebagai aplikasi ilmu
dan teknologi kefarmasian. Pembekalan berupa praktek kerja secara langsung sangat diperlukan
untuk mendapatkan gambaran mengenai fungsi dan tanggung jawab seorang tenaga kerja
kefarmasian dalam industri farmasi, baik dalam unit produksi, pemastian mutu, pengawasan
mutu ataupun pengembangan sediaan farmasi.
Oleh karena itu, Program D-III Farmasi Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta II
bekerja sama dengan PT Kimia Farma (Persero) Tbk. dalam membina dan melatih kemampuan
mahasiswa guna memperoleh pelatihan kerja sehingga dapat mengembangkan potensi diri secara
alamiah sebagai tenaga kesehatan yang professional guna menghasilkan produk obat yang
berkualitas, bermanfaat dan aman dalam upaya meningkatkan kesehatan.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum


Praktek Kerja Lapangan (PKL) bertujuan untuk memberikan pendidikan dan pelatihan
kepada mahasiswa agar mampu menghasilkan teori-teori yang didapat selama kuliah khususnya
mengenai praktek farmasi industri dan menambah keterampilan di bidang tersebut.

1.2.2 Tujuan Khusus


Adapun tujuan khusus dari Praktek Kerja Lapangan (PKL), antara lain:
1. Mengetahui dan mempelajari kegiatan teknis kefarmasian yang dilakukan di PT. Kimia
Farma (Persero) Tbk Plant Jakarta
2. Mengetahui pelakasanaan CPOB yang diterapkan di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk
Plant Jakarta
3. Mengetahui, memahami, dan memperoleh pengalaman dalam berperan sebagai ahli
madya farmasi di industri farmasi sesuai dengan fungsinya.

1.3 Manfaat
Manfaat dilakukannya Praktek Kerja Lapangan (PKL) antara lain:
1. Sebagai sarana bagi mahasiswa dalam mengaplikasikan ilmu yang didapat selama masa
kuliah
2. Melatih kemampuan dan keterampilan mahasiswa dalam pengaplikasian teori
3. Menumbuhkan sikap profesional yang dibutuhkan mahasiswa dalam memasuki dunia
kerja di industri farmasi.
BAB II
TINJAUAN UMUM

2.1 Industri Farmasi

2.1.1 Definisi
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1799/Menkes/Per/XII/2010 yang dimaksud industri farmasi adalah badan usaha yang memiliki
izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat.
Pembuatan obat adalah seluruh tahapan kegiatan dalam menghasilkan obat, yang meliputi
pengadaan bahan awal dan bahan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu, dan
pemastian mutu sampai diperoleh obat untuk didistribusikan. Obat adalah bahan atau paduan
bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem
fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan,
pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia.

2.1.2 Peran dan Kewajiban Industri Farmasi


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1799 tahun 2010 Pasal 3, industri farmasi
mempunyai fungsi sebagai berikut:

a. Pembuatan obat dan/atau bahan obat


b. Pendidikan dan pelatihan
c. Penelitian dan pengembangan.
Setiap industri farmasi memiliki kewajiban sebagai berikut:

a. Setiap penderian industri farmasi wajib memperoleh izin industri farmasi dari Direktur
Jenderal
b. Industri Farmasi yang membuat obat dan/atau bahan obat yang termasuk dalam golongan
narkotika wajib memperoleh izin khusus untuk memproduksi narkotika sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Setiap pendirian Industri Farmasi wajib memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan di bidang tata ruang dan lingkungan hidup.
d. Industri Farmasi wajib memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
e. Industri Farmasi wajib melakukan farmakovigilans.
f. Apabila dalam melakukan farmakovigilans Industri Farmasi menemukan obat dan/atau
bahan obat hasil produksinya yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan
keamanan, khasiat/kemanfaatan dan mutu, Industri Farmasi wajib melaporkan hal
tersebut kepada Kepala Badan.
g. Industri farmasi yang menghasilkan obat dapat mendistribusikan arau menyalurkan hasil
produksinya langsung kepada Pedagang Besar Farmasi (PBF), apotek, Instalasi Farmasi
Rumah Sakit (IFRS), klinik, dan took obat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan
h. Industri farmasi wajib menyampaikan laporan secara berkala mengenai kegiatan usaha
industri yang ditujukan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepala badan
2.1.3 Izin Indusrtri Farmasi
Pendirian industri farmasi haru memperoleh izin dari Direktur Jenderal. Direktur Jenderal
adalah Direktur Jenderal pada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan di
Kemneterian Kesehatan. Persyaratan industri farmasi tercantum dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 , yang terdiri atas:

a. Berbadan usaha berupa Perseroan Terbatas (PT)


b. Memiiki rencana incesrasi dan kegiatan pembuatan obat
c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
d. Memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker warga Negara Indonesia
masing – masing sebagai penunjang pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu
e. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung maupun tidak langsung dalam
pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian
f. Dikecualikan dari persyaratan sebagaimana dimaksud pada poin a dan b, bagi pemohon
izin industri farmasi milik Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia
2.1.4 Pencabutan Izin Industri Farmasi
Apabila Industri Farmasi melakukan pelanggaran terhadap ketentuan yang telah
ditetapkan dalam peraruran Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang industri farmasi, maka dapat dikenakan sanksi administratif
berupa:

a. peringatan secara tertulis (diberikan oleh Kepala BPOM);


b. larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan/atau perintah untuk penarikan kembali
obat atau bahan obat dari peredaran bagi obat atau bahan obat yang tidak memenuhi
standar dan persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan, atau mutu (diberikan oleh
Kepala BPOM);
c. perintah pemusnahan obat atau bahan obat, jika terbukti tidak memenuhi persyaratan
keamanan, khasiat/kemanfaatan, atau mutu (diberikan oleh Kepala BPOM);
d. penghentian sementara kegiatan (diberikan oleh Kepala BPOM);
e. pembekuan izin industri farmasi (diberikan oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan atas rekomendasi Kepala BPOM);
f. pencabutan izin industri farmasi diberikan oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan atas rekomendasi Kepala BPOM).
Izin pendirian industri farmasi dapat dicabut sebab hal sebagai berikut:

a. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Indsutri Farmasi melakukan
pemindahtanganan hak milik Izin Usaha Industri Farmasi dan perluasan tanpa memiliki
izin sesuai dengan ketentuan dalam Surat Keputusan ini; dan/atau
b. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Indsutri Farmasi tidak
menyampaikan informasi industri farmasi secara berturut – turut 3 (tiga) kali atau dengan
sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar; dan/atau
c. Perusaaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Indsutri Farmasi melakukan
pemindagan lokasi usaha industri tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari menteri;
dan/atau
d. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi dengan
sengaja memproduksi obat jadi atau bahan baku obat yang tidak memenuhi persyaratan
dan ketentuan yang berlaku, obat palsu; dan/atau
e. Tidak dipenuhinyan ketentan dalam Izin Usaha Indsutri Farmasi yang ditetapkan dalam
Surat Keputusan.
2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)

2.2.1 Definisi CPOB


Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) adalah cara pembuatan obat yang bertujuan
untuk menjamin obat dibuat dengan konsisten dan mutu obat yang dihasilakan sesuai dengan
persyaratan dan tujuan penggunaannya. CPOB merupakan pedoman yang wajib dilakukan oleh
industri farmasi agar dapar dipastikan produk yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan
tujuan penggunaannya (Permenkes 2010). CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan
pengendalian mutu. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh sangat penting untuk
menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu baik. Pembuatan secara sembarangan
tidak dibenarkan bagi prodk yang digunakan untuk menyelamatkan jiwa, atau memulihkan atau
memelihara kesehatan (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012)

CPOB juga dilengkapi dngan anek antara lain: pembuatan produksi steril, pembuatan
obat produk biologi, pembuatan gas medisinal, pembuatan inhalasi dosis terukur bertekanan
(aerosol), pembuatan produk dari darah atau plasma manusia, pembuatan obat investigasi untuk
uji klinis, pembuatan radiofarmaka, penggunaan radiasi pengion dalam pembuatan obat, sampel
pembanding, dan sampel pertinggal, cara penyimpanan dan pengiriman obat yang baik,
pelulusan parametris, dan manajemen risiko mutu (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012).

2.2.2 Apek-aspek CPOB 2012


CPOB 2012 mengatur seluruh kegiatan pembuatan obat di industri farmasi. Asepek –
aspek CPOB berdasarkan CPOB 2012 meliputi dua belas aspek, diantaranya:

A. Manajemen Mutu
Mananjemen mutu bertanggung jawab dalam menghasilkan produk obat yang
sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan dalam dokumen izin edar
(registrasi), dan menjamin mutu obat dalam keadaan baik hingga ke tangan pemakainya.
Manajemen mutu merupakan suatu aspek.

Unsur dasar manajemen mutu adalah sebagai berikut:

a. Sistem mutu merupakan suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat
mencakup struktur organisasi, prosedur, dan sumber daya; dan
b. Pemastian mutu merupakan tindakan sistematis yang diperlukan untuk
mendapatkan kepastian bahwa produk yang dihasilakan akan selalu memenuhi
persyaratan yang telah dietapkan.
CPOB adalah bagian dari pemastian mutu yang memastikan bahwa obat dibuat dan
dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang detalah ditetapkan
dalam izin edar dan spesifikasi produk. CPOB mencakup semua aspek pembuatan obat.

Pengawasan mutu adalah bagian dari CPOB yang beruhubungan dengan pengambilan
sampel, spesifikasi dan pengujian. Dalam organisasi, pemastian mutu merupakan bagian
yang membangun, mengembangkan, dan memonitor pelaksaan sistem mutu dan
memastikan bahwa perusahaan menerapkan CPOB dalam tiap langkah pembuatan obat.

Pengkajian mutu produk secara berkala dilakukan terhadap semua obat terdaftar termasuk
produk ekspor. Pada umumnya pengkajian mutu produk dilakukan tiap tahun dan
didokumentasikan dengan mempertimbangkan hasil pengkajian sebelumnya. Sedangkan
manajemen risiko mutu adalah suatu proses sistematis untuk melakukan penilaian,
pengendalian, dan pengkajian risiko terhadap mutu suatu produk. Hal ini dapat dilakukan
secaraa proaktif maupun retrospektif.

B. Personalia
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem
pemastian mutu dan pembuatan obat yang benar. Insudtri farmasi hendaklah memiliki
personil yang terkualifikasi dan berpengalaman dalam jumlah yang memadai. Tiap
personil hendaklah mengetahui dan memahami tanggung jawab masing – masing. Jumlah
personil hendaklah memadai sesuai dengan kebutuhan perusahaan agar tidak terjadi
kekurangan jumlah personil. Kekurangan jumlah personil cendengan memengaruhi
kualitis obat, yang mengakibatkan tugas akan dilakukan secara tergesa-gesa.

C. Bangunan dan Fasilitas


Bangunan dan fasilitas harus memiliki desai, kosntruksi, dan letak yang tepat, dan
disesuaikan dengan baik untuk memudahkan alur pembuatan obat. Tata letak dan desain
ruangan harus diatur agar tidak menimbulakan risiko pencemaran silang, terjadinya
kekeliruan, dan memudahkan pembersihan.
Tabel 2.1 Klasifikasi tingkat kebersihan ruangan produksi menurut CPOB 2012

Jumlah maksimum partikel/m3 yang diperbolehkan


Kelas Non Operasional Operasional
≥ 0,5 (µm) ≥ 5,0 (µm) ≥ 0,5 (µm) ≥ 5,0 (µm)
A ≤ 3.520 ≤ 20 ≤ 3.520 ≤ 20
B ≤ 3.520 ≤ 29 ≤ 352.000 ≤ 29.000
C ≤ 352.000 ≤ 29.000 ≤ 3.520.000 ≤ 29.000
Tidak
D ≤ 3.520.000 ≤ 29.000 Tidak ditetapkan
ditetapkan
Tidak
E ≤ 3.520.000 ≥ 29.000 Tidak ditetapkan
ditetapkan
Catatan:

 Kelas A, B, C, dan D adalah kelas kebersihan ruang untuk produk steril.


 Kelas E adalah kelas keberishan ruang untuk pembuatan produk non steril.
D. Peralatan
Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang
tepat, ukuran yang sesuai, ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat. Tujuaannya adalah
agar mutu obat terjamin. Di dalam satu ruangan hanya boleh satu atau satu set peralatan
untuk satu produk agar tidak terjadi pencemaran silang. Perlatan perlu dilakukan
perawatan agar alat senantiasa dalam keaadan baik dan layak. Waktu pelaksanaan
perbaikan dan perawatan hendaknya disesuaikan dengan jadwal kegiatan produksi.

Untuk memudahkan pembersihan alat dan memastikan keberhasilannya, rancang bangun


peralatan dibuat sedemikian rupa agar:

1. Sederhana tapi sesuai dengan tujuan penggunaan, mudah dibongkar dan


dipasang kembali sebelum dan setelah dibersihkan
2. Tidak ada bagian yang tidak erjangkau padapembersihan
3. Tidak ada bagian yang menahan sisa produk atau larutan pencuci
4. Tidak berkarat dan tidak mudah tergores
Untuk pencucian dan pembersihan danjurkan menggunakan lap yang terbatas pelepasan
seratnya (untuk pembuatan produk steril dengan lap bebas serat), mesin penghisap debu,
udara bertekanan dengan persyaratan tertentu, dan sikat nylon.

E. Sanitasi dan Higiene


Ruang lingkup sanitasi dan higiene terdiri atas personil, bangunan, peralatan dan
perlengkapan, serta segala sesuatu yang dapat menjadi sumber pencemaran produk.
Sumber pencemaran yang potensial hendaknya dihilangkan melalui suatu program sanitas
dan higiene yang dilakan secara menyeluruh dan terpadu. Perlu diterapkan tingkat
sanitasi dan higiene yang tinggi pada setiap aspek pembuatan obat.

Tiap personil yang masuk ke area pembuatan harus mengenakan pakaian peling
yang sesuai dengan kegiatan yang akan dilaksanakan. Prosedur higiene perorangan
termasuk persyaratan mengenakan pakaian pelindung, diberlakukan bagi semua personil
yang memasuki area produksi, baik karyawan atau bukan karyawan untuk menjamin
kebersihan produk dari pencemaran dan untuk keselamatan personil. Personil harus
mengenakan sarung tangan yang tepat, misalnya sarungan tangan karet atau plastik
minimal 10 cm dari pergelangan tangan untuk menghindari persentuhan langsung anatara
tangan dengan bahan awal, produk antara atau produk ruahan yang terbuka.

Penempatan toilet terpisah untuk pria dan wanita. Personil produksi yang bekerja
di area kelas keberihan lebih tinggi dan relatif lebih ketat, maka toilet sebaikya terletak di
area loker sebelum masuk ke ruang ganti pakaian bersih untuk masuk ke area produksi.

Tabel 2.2 Jumlah minimum toilet yang dianjurkan berdasarkan jumlah personil

Jumlah personil Jumlah Minimum Toilet yang


Diperlukan
1 – 15 1
16 – 35 2
36 – 55 3
56 – 80 4
81 – 110 5
111 – 150 6
Lebih dari 150 orang : tambahan satu toilet untuk setiap
penambahan 40 orang personil
Atau sesuai peraturan yang berlaku

Selain itu, sebaiknya disediakan tempat cuci tangan yng cukup bagi personil, yang
dilengkapi dengan antara lain:

 Air kran
 Sabun antiseptic (missal yang mengandung kloroksilenol 0,5% b/b) atau sabun
cair
 Alat pengering tangan
F. Produksi
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah
ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB agar menjamin produk yang dihasilkan
senantiasa memenuhi persyaratan mutu, ketentuan izin pembuatan, dan izin edar.

Pembelian bahan awal dibeli hanya dari pemasok yang telah disetujui dan memenuhi
spesifikasi yang relevan, dan bila memungkinkan langsung dari produsen. Karantina
secara administratif dapat dilaksanakan melalui sistem komputerisasi. Untuk
memindahkan rotasi stok, sebaiknya industri melaksanakan atau mengaplikasikan prinsip
First In First Out (FIFO) atau First Expiret First Out (FEFO) dan memantau bahan awal
dan bahan pengemas yang memerlukan pemeriksaan ulang maupun kadaluwarsa baik
secara manual maupun sistem komputerisasi.

Pencegahan terhadap penyebaran debu akibat pengolahan bahan atau produk kering dapat
dilakukan dengan alat atau sistem penghisap debu selama proses pengolahan. Alat atau
sistem penghisap debu tersebut sebaiknya dilengkapi dengan filter yang memadai sesuai
dengan kelas kebersihan lingkungan dan produknya.

Tindakan pencegahan terhadap pencemaran silang dan efektivitasnya dapat diperiksa


secara berkala, dengan melakukan:
a. Pemeriksaan rutin pada filter udara apakah masih baik, bocor atau sudah harus
diganti;
b. Pemeriksaan perbedaan tekanan uadra antar-ruang, terutama ruang penyangga;
dan
c. Pemeriksaan lingkungan terhadap kemungkinan pencemaaran
G. Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu merupakan bagian yang penting dalam CPOB untuk
memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten memiliki mutu yang sesuai dengan
tujuan pemakainya. Pengawasan mutu mencakup pengambilan sampel, spesifikasi,
pengujian serta termasuk pengaturan, dokumentasi. Pngawasan mutu dilakukan untuk
memastikan bahwa semua pengujian dilakukan dengan relevan, untuk mengetahui apakah
suatu bahan tidak diluluskan untuk dipakai atau produk diluluskan untuk dijual, dan
membuktikan mutu produk yang dihasilkan telah memenuhi persyaratan.

Pengawasan mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat
dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk. Ketidaktergantungan
pengawasan mutu dari produksi dianggap hal yang fundamental agar pengawasan mutu
dapat melakukan kegiatan dengan memuaskan.

H. Inspeksi Diri, Audit Mut, dan Audit & Persetujuan Pemasok


Inspeksin diri bertujuan untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan
pengawasn mutu industri memenehi ketentuan CPOB. Dengan melakukan inspkesi diri
dapat diketahui kekurangan atas pemenuhan CPOB, baik yang kritis, yang berdampak
besar maupun yang berdampak kecil. Inspeksi diri dilakukan secara rutin dan dapat
dilakukan oleh tim yang anggotanya telah ditetapkan dalam sistem ispeksi diri. Inspeksi
diri dilakukan mencakup semua bagian, yaitu pemastian mutu, produksi, pengawasan
mutu, teknik dan gudang (termasuk gudang produk jadi, bahan awal, dan bahan
pengemas).

Pelaksaanaan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu
meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu.
Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau indepeden atau suatu tim
yang dibentuk khusus. Audit mutu juga dapat diperluas terhadap pemasok dan penerima
kontrak.

I. Penanganan Keluhan Terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk


Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi
kerusakan obat, dapat bersumber dari dalam maupun dari luar industri, dan memerlukan
penanganan serta pengkajian secara teliti. Keluhan atau informasi yang bersumber dari
dalam industri antara lain dapat berasal dari bagian produksi, bagian pengawasan mutu,
bagian gudang dan bagian pemasaran, sementara dari luar industri antara lain dapat
berasal dari pasien, dokter, paramedis, klinik, rumah sakit, apotek, distributor, dan Badan
POM.

Tiap keluhan hendaklah diselidiki dan dievaluasi secara menyeluruh dan mendalam
serta mencakup:

a. Pengkajian seluruh informasi mengenai laporan atau keluhan


b. Inspeksi atau pengujian sampel obat yang dikeluhkan dan diterima serta, bila
perlu, pengujian sampel pertinggal dari bets yang sama
c. Pengkajian semua data dan dokumentasi termasuk catatan bets, catatan distribusi
dan laporan pengujian dari produk tabf dikeluhkan atau dilaporkan.
Keluhan yang tidak terkait dengan aspek mutu dan teknis seperti Farmakovigilans harus
ditangani menurut Peraturan Kepala Badan POM tentang Penerapan Farmakovigilans
Bagi Industri Farmasi.

Penarikan kembali produk adalah suatu proses penarikan dari satu atau beberapa
bets atau seluruh bets produk tidak layak lagi untuk diedarkan. Keputusan ini dapat
bersumber dari Badan POM atau dari industri. Pelaksanaan penarikan kembali:

a. Tindakan penarikan kembali produk dilakukan setelah diketahui ada produk yang
cacat mutu dengan segera, dan agar pesan tiba dengan cepat, menggunakan sistem
komunikasi elektronik seperti telepon, surat elektronis (e-mail), fax, radio, dan
Televisi.
b. Setelah diketahui ada cacat mutu yang berisiko tinggi, pendistribusian produk
hendaklah diembargo dan dilanjutkan dengan tindakan penarikan kembali sampai
tingkat konsumen.
c. Sistem dokumetasi penarikan kembali produk di industri farmasi hendaknya
mencakup paling sedikit:
 Prosedur penarikan kembali produk yang antara lain mencakup cara, alat,
dan tenggat (batas waktu) untuk melakukan embargo dan penarikan produk;
prosedur in sebaiknya divalidasi missal dengan cara mock recall
 Format standar surat lengkap dengan amplop yang sudah dipersiapkan untuk
menarik kembali produdk
 Catatan distribusi yang lengkap dan akurat.
J. Dokumentasi
Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen. Dokumentasi yang
baik merupakan bagian yang esensial dari sistem pemastian mutu serta faktor yang sangat
penting bagi kegiatan dalam pemenuhan persyaratan CPOB. Dokumentasi dapat dibuat
dengan bentuk yang bervariasi termasuk media berbasis kertas, elektronis atau fotografis.
Tujuan utama sistem dokumentasi yaitu untuk menentukan, mengendalikan, memantau
dan mencatat seluruh kegiatan yang secara langsung atau tidak langsung berdampak
terhadap semua aspek mutu obat. Semua jenis dokumen dan media yang digunakan
sebaiknya ditetapkan dan dijelaskan dalam Sistem Manajemen Mutu.

Terdapat dua jenis utama dokumentasi yang digunakan untuk pengelolaan dan pencatatan
pemenuhan CPOB, yaitu: instruksi (perintah, persyaratan) dan catatan dan / atau laporan.
Catatan yang direkomendasikan untuk disimpan selama paling sedikit satu tahun setelah
tanggal kadaluwarsa produk jadi Adapun beberapa dokumen yang diperlukan, yaitu
spesifikasi bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, produk jadi,
dokumen produksi, dokumen produksi induk, prosedur pengolahan induk, prosedur
pengolahan induk, catatan pengolahan bets, catatan pengemasan bets, prosedur dan
catatan.
K. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak
Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat
secara jelas yang menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak.
Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk
diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen mutu. Cakupan
pembuatan kontrak bukan hanya mencakup pembuatan dan / atau analisis obat tapi bisa
saja mulai dari pengadaan bahan. Jadi pada kontrak perlu disebutkan apakah kontrak
pembuatan mencakup seluruh mata rantai pembuatan (mencakup mulai dari pengadaan
bahan sampai dengan pengemasan akhir termasuk analisisnya) atau sebagian.

L. Kualifikasi dan Validasi


CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang perlu
dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap apek kritis dari kegiatan yang dilakukan.
Semua perangkat keras dan lunak yang digunakan dalam proses pembuatan obat
hendaklah dikualifikasi dan / atau divalidasi. Kegiatan validasi meliputi kualifikasi
(personil, peralatan, sistem dan instrumen), kalibrasi alat ukur dan validasi (prosedur dan
proses).

Komponen atau proses yang memerlukan kualifikasi dan/ atau validasi mencakup,
antara lain:

a. Personil
b. Konstruksi dan desain bangunan dan fasilitas
c. Peralatan produksi
d. Instrument laboratorium
e. Metode analisis
f. Sarana penunjang kritis mencakup sistem pengolahan air, sistem tata udara, dan
sistem udara bertekanan
g. Perubahan pemasok dan atau spesifikasi bahan awal dan bahan pengemas
h. Transfer proses produksi dan metode analisis
i. Perubahan ukuran bets
j. Prosedur pengolahan dan prosedur pengemasan
k. Prosedur pembersihan
2.3 Peran Ahli Madya Farmasi di Industri Farmasi
Lingkup pekerjaan kefarmasian Asisten Apoteker sesuai Keputusan Menteri Kesehatan
No 679/MENKES/SK/V/2003 pada Bab III pasal 8 ayat 2 (dua) meliputi:

1. Melaksanakan pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan


pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat atas resep dokter; pelayanan informasi obat
serta pengembangan ibat, bahan obat dan obat tradisional
2. Pekerjaan kefarmasian yang dilakukan oleh Asisten Apoteker dilakukan dibawah
pengawasan Apoteker / pimpnan Unit atau dilakukan secara mandiri sesuai peraturan
perundangan-undangan yang berlaku.
Standar kompetensi Asisten Apoteker disusun mengacu pada naskah Standar Kompetensi
Nasional Bidang Farmasi yang melalui forum konsensus disetujui dan disahkan oleh para
professional baik dari organisasi profesi, pengguna jasa (apotek, rumah sakit, industri) maupun
dari pendidikan dalam Workshop Nasional di Wisma Makara UI- Depok pada bulan Desember
2004. Standar kompetensi yang ditulis dalam standar profesi ini meliputi unit dan elemen
kompetensi Asisten Apoteker dalam bidang Farmasi Komunitas, Farmasi Rumah Sakit, Farmasi
Industri, dan bidang pengawasan serta bidang Penelitian. Pada bidang Farmasi Industri meliputi
teknik kefarmasian yang diterapkan antara lain dalam industri yaitu di unit produksi, unit
oengawasan atau penjaminan mutu, serta unit penelitian dan pengembangan.

Asisten apoteker yang dimaksud adalah tenaga kesehatan yang berijazah Sekolah Asisten
Apoteker / Sekolah Menengah Farmasi, Politeknik Kesehatan Jurusan Farmasi, Akademi
farmasi, Politeknik Kesehatan Jurusan Analisa Farmasi dan Makanan, Akademi Analisa farmasi
dan Makanan yang telah melakukan sumpah sebagai Asisten Apoteker dan mendapat surat izin
sebagai tenaga kesehatan / legislasi sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Asisten
Apoteker lulusan D-III Farmasi adalah seorang yang telah mengikuti dan menyelesaikan proses
pendidikan pada Akademi Farmasi atau Politeknik kesehatan Jurusan Farmasi (Poltekkes Jur.
Farmasi).
BAB III

TINJAUAN KHUSUS

4.1 Sejarah PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.

PT. Kimia Farma adalah perusahaan industri farmasi pertama di Indonesia yang didirikan
oleh Pemerintah Hindia Belanda tahun 1817. Nama perusahaan ini pada awalnya adalah NV
Chemicalien Handle Rathkamp & Co. Berdasarkan kebijaksanaan nasionalisasi atas eks
perusahaan Belanda di masa awal kemerdekaan, pada tahun 1958, Pemerintah Republik
Indonesia melakukan peleburan sejumlah perusahaan farmasi menjadi PNF (Perusahaan Negara
Farmasi) Bhinneka Kimia Farma. Kemudian pada tanggal 16 Agustus 1971, bentuk badan
hukum PNF diubah menjadi Perseroan Terbatas, sehingga nama perusahaan berubah menjadi PT
Kimia Farma (Persero).

Pada tanggal 4 Juli 2001, PT Kimia Farma (Persero) kembali mengubah statusnya menjadi
perusahaan publik, PT Kimia Farma (Persero) Tbk, dalam penulisan berikutnya disebut
Perseroan. Bersamaan dengan perubahan tersebut, Perseroan telah dicatatkan pada Bursa Efek
Jakarta dan Bursa Efek Surabaya (sekarang kedua bursa telah merger dan kini bernama Bursa
Efek Indonesia).

PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Didukung oleh lima plant, yaitu:

1. Plant Jakarta memproduksi obat dalam entuk sediaaan tablet, tablet salit, kapsul, granul,
sirup kering, suspense/sirup, krim, antibiotic, injeksi, dan obat Anti Retro Viral (ARV).
Unit ini merupakan salah satu pabrik farmasi di Indonesia yang mendapatkan tugas dari
pemerintah untuk memproduksi obat golongan narkotika.
2. Plant Bandung memproduksi kina dan turunannya, Alar Kontrasepsi Dalam Rahim
(AKDR), dan produk bahan alam.
3. Plant Semarang khusus memproduksi minyak jarak, minyak nabati, dan kosmetik bedak.
4. Plant Watudakon merupakan satu-satunya pabrik yang mengolah tambang Iodium di
Indonesia, tablet penambah darah dan kapsul lunak.
5. Plant Medan, merupakan satu-satunya pabrik obat PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Yang
berada di luar pulau Jawa. Fungsi utamanya yaitu mengisi kebutuhan obat di wilayah
Sumatra dalam bentuk sediaan krim dan tablet.

4.1.1 Visi dan Misi


PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. memiliki visi dan misi sebagai pedoman dalam
menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Adapun visi dan misi PT. Kimia Farma (Persero)
Tbk, yaitu:

A. Visi
Menjadi perusahaan Healthcare utama yang terintegrasi dan menghasilkan nilai yang
berkelanjutan.

B. Misi
1. Melakukan kegiatan usaha di bidang-bidang industri kimia dan farmasi, perdagangan dan
jaringan distribusi, ritel farmasi dan layanan kesehatan serta optimalisasi aset.
2. Mengelola perusahaan dengan Good Corporate Govermence dan Operational Excellence
yang didukung oleh Sumber Daya Manusia profesional (SDM) profesional.
3. memberikan nilai tambah dan manfaat bagi seluruh stakeholder.
4.1.2 Budaya
Perusahaan telah menyusun budaya perusahaan yang merupakan nilai-nilai
inti perusahaan yang menjadi acuan atau pedoman bagi perusahaan dalam menjalankan
usahanya, untuk menciptakan peningkatan kualitas hidup dan kesehatan masyarakat. Budaya
yang telah dicanangkan oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. adalah I CARE yang berarti:

a. I (Innovative) : memiliki budaya berpikir out of the box dan membangun produk
unggulan
b. C (Customer First) : Mengutamakan pelanggan sebagai miitra kerja
c. A (Accountability) : senantiasa bertanggung jawab atas amanah yang dipercayakan oleh
perusahaan dengan memegang teguh profesionalisme, koordinasi dan kerja sama
d. R (Responsibility) : Memiliki tanggung jawab pribadi untuk kerja tepat waktu, tepat
sasaran dan dapat diandalkan, serta senantiasa mendukung untuk tegar
e. E ( Eco-Friendly) : Menciptakan dan menyediakan produk yang baik untuk layanan yang
ramah lingkungan

4.2 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Jakarta


PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Jakarta merupakan salah satu industri farmasi yang
dimilia oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk., yang dipimping oleh Plant Manager yang
membawahi Manajer Produksi, Manajer Pemastian Mutu dan Manajer Perencanaa Produksi dan
Pengendalian Inventori (PPPI). Ketiga Manajer tersebur membawahi Asisten Manajer yaitu
Manajer Produksi mebawahi Asisten Manajer Produksi I, Produksi II, Produksi III, pengemasan,
untuk Manajer Pemastian Mutu membwahi Asisten Manajer Sistem Mutu dan Pengembangan
Produk. Sedangkan untuk Manajer PPPI membawahi Asisten Manajer Perencanaan Produksi dan
Pengendalian Inventori (PPPI) dan penyimpanan. Beberapa idang tidak dipimpin oleh manajer,
tetapi oleh seorang asisen manajer yang bertanggung jawab langsung kepada Plant Manager.
Bidang tersebut adalah Pengawasan mutu, Pembelian, Umum dan SDM, Akutansi dan
Keuangan, Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L), Teknik dan Pemilharaan, dan
Teknologi Infomarmasi. Jumlah karyawan yang terdapat di Plant Jakarta baik pegawai tetap
maupun pegawai tidak tetap (kontrak) adalah ± 400 orang.

4.2.1 Lokasi dan Sarana

A. Lokasi
PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Jakarta berada di Jalan Rawa Gelam V No. 1,
Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta Timur.

B. Sarana Produksi
Sarana Produksi yang terdapat di dalam PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Jakarta adalah
sebagai berikut:

a. Plant Jakarta dibangun dengan total area seluas 35.000 m 2.


b. Area bangunan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Jakarta terdiri atas:
1) Area Non Betalaktam
2) Area Betalaktam
3) Area Laboratorium
4) Area Anti Retro Viral (ARV).
c. Sumber air berasal dari PAM (Perusahaan Air Minum).
d. Sumber listrik berasal dari PLN (Perusahaan Listrik Negara) dan Generator.
e. Sumber air panas adalah boiler/steam.
f. Air Conditioning diatur secara sentral/PU (HVAC).
Bangunan yang terdapat di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Jakarta terdiri
atas:

a. Bangunan kantor, terletak di bagian depan dan digunakan untuk perkantoran yang terdiri
dari dua lantai. Pada lantai satu terdapat lobi, ruang K3L (Kesehatan, Keselamatan kerja,
dan Lingkungan), poliklinik, kantin, masjid, dan ruang kualifikasi. Pada lantai dua
terdapat ruang Manjer Plant Jakarta, ruang PPIC, ruang validasi, dan ruang rapat
Magasida dan Calsidol.
b. Bangunan untuk produksi non betalaktam, terdiri dari dua lantai di bagian belakang
bangunan kantor. Lantai satu digunakan untuk proses produksi I (non betalaktam) dan
produksi II (kapsul, injeksi, semi solid, liquid, dan sirup kering). Lantai dua khusus untuk
produksi betalaktam dan bagian lantai dua lainnya digunakan untuk bagian sistem mutu,
pengembangan produk, laboratorium pengawasan mutu, ruang dokumentasi, dan
perpustakaan dengan pintu masuk yang berbeda-beda.
c. Bangunan untuk produksi betalaktam, mempunyai Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL) tersendiri sebelum disalurkan ke tempat pengolahan limbah sentral dan memiliki
pintu masuk gedung yang berbeda dengan pintu masuk produksi non betalaktam, serta
memiliki sarana laundry, kantin, dan mushola yang terpisah.
d. Bangunan untuk produksi ARV, terletak di bagian samping kanan gedung produksi yang
terpisah dengan bangunan lain. Bangunan produksi ARV mempunyai sarana kantin dan
mushola sendiri serta terdiri dari dua lantai. Pada lantai 1 digunakan untuk produksi,
pengemasan, lab, dan kantor, sedangkan lantai 2 digunakan untuk kantin, mushola, dan
laundry.
e. Bangunan gudang bahan kemas untuk menyimpan bahan kemasan obat, terletak di bagian
samping kiri gedung produksi non betalaktam.
f. Bangunan Unit Logistik Sentral (ULS), terletak menyatu dengan gedung warehouse
bahan kemas. Merupakan tempat penerimaan produk jadi dari semua plant PT. Kimia
Farma (Persero) Tbk. untuk disalurkan ke Perusahaan Besar Farmasi (PBF) dan Apotek
Kimia Farma.

4.3 Kesehatan Keselamatan Kerja dan Lingkungan (K3L)


Kesehatan dan keselamatan kerja sangat dibutuhkan oleh setiap tenaga kerja. Oleh karena
itu, perusahaan telah menyiapkan fasilitas untuk menjamin keselamatan kesehatan kerja bagi
seluruh karyawannya. Berikut beberapa fasilitas yang telah diberikan oleh tim Kesehatan
Keselamatan Kerja dan Lingkungan (K3L) PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Jakarta, antara
lain menyediakan tempat evakuasi, fasilitas kesehatan (poliklinik), safety board, penyediaan alat
pelindung diri, penyedian alat pemadam api ringan, dan pengolahan limbah.

4.3.1 Tempat Evakuasi


Tempat evakuasi atau biasa disebut dengan titik kumpul. Terdapat 4 titik kumpul di
lingkungan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Jakarta yaitu di halaman parkir, disamping
gedung Antiretroviral (ARV), disamping auning, disamping Tempat Penyimpanan Sementara
(TPS) limbah non B3. Semua titik kumpul berfungsi untuk berkumpul di area tersebut apabila
terjadi bencana seperti kebakaran, gempa bumi, atau hal-hal lain yang mendadak dan bersifat
berbahaya.

4.3.2 Fasilitas Kesehatan (Poliklinik)


Terdapat dokter umum yang praktek minimal dua kali dalam seminggu dan terdapat
perawat yang siap melayani setiap hari apabila terjadi kecelakaan atau sakit pada karyawan. PT
Kimia Farma Plant Jakarta juga menyediakan kotak P3K pada setiap bagian.

4.3.3 Safety Board


Merupakan suatu rambu-rambu atau marka yang harus dipatuhi setiap karyawan ataupun
pengunjung yang ingin masuk ke lingkungan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Jakarta.
Terdapat empat warna dalam safety board, yaitu merah, hijau, biru dan kuning. Warna hijau
bermakna sebuah petunjuk atau diperbolehkan, warna kuning mengisyaratkan bahwa pengunjung
atau karyawan harus berhati-hati atau siaga, warna merah menandakan bahwa disekitar simbol
itu terdapat larangan atau bahaya, dan warna biru berarti petunjuk yang wajib diikuti oleh para
pekerja atau pengunjungyg dating di area tersebut.

4.3.4 Penyediaan Alat Pelindung Diri


Perusahaan menyediakan alat pelindung diri bagi karyawan agar tubuh tenaga kerja
terhindar dari bahaya di tempat kerja, misalnya :

a. pelindung kepala
b. pelindung muka dan mata
c. pelindung pernapasan
d. pakaian kerja
e. sarung tangan
f. pelindung kaki
4.3.5 Penyediaan Alat Pemadam Kebakaran
Alat pemadam api ringan (APAR) disediakan di setiap bagian sebagai usaha untuk
memadamkan api ringan sesegera mungkin. Pada setiap penempatan APAR juga terdapat
petunjuk cara penggunaannya.

4.3.6 Pengolahan Limbah


Limbah yang dihasilkan oleh PT. Kimia Farma Plant Jakarta diantaranya adalah limbah
cari, limbah padat, dan cemaran gas. Pengolahan limbah cair selain Bahan Beracun dan
Berbahaya (B3) PT Kimia Karma melakukan pengolahan libah dengan cara membuat Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL). Sedangkan limbah padat dan limbah cair yang termasuk dalam
limbah B3 akan diolah oleh pihak ketiga. PT Kimia Farma Plant Jakarta melakukan kerja sama
dengan PT. Wastec International dan PT. Prasada Pamunah Limbah Industri (PT. PPLI) untuk
pengolahan limbah B3

A. Limbah Cair
Limbah cair yang dihasilkan diantaranya limbah pencucian mesin dan alat-alat produksi,
sanitasi ruangan dan karyawan produksi, limbah cair pemeriksaan laboratorium, pelarut
sisa reagen dan oli sisa mesin. Limbah cair selain B3 diolah sendiri dengan cara
pembuatan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) . Proses pengolahan dibagi menjadi
beberapa proses, yaitu:
 Proses Fisika
Proses ini hanya dilakukan penyaringan untuk menyaring kotoran – kotoran dasar
seperti plastic, karet, dan sebagainya.
 Proses Kimia
Pengolahan limbah Antiretroviral (ARV) melalui dua proses, yaitu proses
pengasaman dengan asam sulfar hingga mencapai pH 2 untuk mematikan antivirus
dan proses penetran dengan NaOH dengan menggunakan dosing pump. Untuk
pengolahan limbah rifampisin dilakukan didalam tangki khusus dengan
menggunakan dua pereaksi oksidan primer dan oksidan finish. Sedangkan
pengolahan beta laktam dilakukan dengan proses pembasaan terlebih dahulu untuk
mengahancurkan cincin beta laktam yaitu dengan penambahan NaOH hingga
mencapai pH 11. Selanjutnya air limbah ARV, rifampisin, dan beta laktam
dialirkan ke IPAL untuk diproses secara bersama – sama dengan limbah non beta
laktam. Kemudian dilakukan proses netralisasi dengan penambahan larutan kapur
hingga mencapai pH 7 – 8 dan dilakukan sirkulasi. Bila sudah homogen selanjutkan
akan dialirkan ke bak anaerob melalui keran.
 Proses Biologi
Proses biologi merupakan proses penguraian zat organik di mana dalam proses ini
akan melibatkan bakteri aerob dan anaerob, serta menggunakan pupuk NPK sebagai
nutri mikroorganisme. Ada dua proses biologi yang dilakukan, yaitu:
1. Proses anerob
Setelah selesai proses netralisasi air limbah akan dialirkan ke bak tertutup
anaerob. Pada proses ini melibatkan sejumlah bakteri aerob untuk menguraikan
zat – zat oganik yang terkandung dalam air libah agar menjadi zat-zat yang
lebih sederhana .
2. Proses aerob
Air limbah yang telah selesai melalui proses anaerob selanjutnya akan dialirkan
ke dalam bak aerob. Proses aerob dilakukan pada bak terbuka yang dilengkapi
dengan aerator tipe injeksi dan menggunakan lumpur aktif kurang lebih 20%
dari volume limbah serta proses berlangsung secara kontinu.
 Proses pengendapan
Selanjutnya air limbah akan dialirkan ke bak pengendapan atau bak sedimentasi
untuk mengendapkan partikel-partikel yang berasal dari proses aerob. Jika telah
selesai melalui pengendapan, air limbah akan terpisah menjadi bagian bening di
atasnya yang akan dialirkan ke bak biokontrol
 Proses di bak biokontrol
Bak biokontrol berfungsi untuk memantau air limbah yang telah diproses untuk
dibuang ke Badan Penerima Air Limbah. Air yang mengalir ke bak biokontrol akan
dilakukan pemeriksaan secara rutin dua kali dalam seminggu. Parameter yang
diukur adalah BOD (Biological Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen
Demand), TSS (Total Solid Suspension), dan pH.
B. Limbah Padat
Limbah padat yang dihasilkan PT. Kimia Farma Plant Jakrta berasal dari obat
kadaluarsa, kegiatan produksi (debu dari dust collector, kemasan bahan baku dan
kemasan yang rusak), kegiatan laboratorium, limbah kantin, arsip – arsip kadaluarsa, dan
sampah kebun. Limbah padat berupa sampah organik dan non B3 akan diolah menjadi
pupuk organik, sisanya akan diserah ke pihak ke tiga untuk dikelola oleh Dinas
Kebersihan DKI Jakarta. Sedangkan limbah kertas akan diserahkan ke perusahaan kertas
untuk di daur ulang.
Limbah padat Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) akan disimpan sementara di Tempat
penyimpanan Sementara (TPS) dan disimpan maksimal sembilah puluh hari. Kemudia
Limbah B3 dikirim ke pihan ke tiga yaitu PT. PPLI dan PT. Wastec International.
C. Cemaran Gas
Cemaran gas yang dihasilkan oleh PT. Kimia Farma Plant Jakarta berasal dari
kegiatan produksi, boiler, dan genset. Upaya pengendalian cemaran udara dilakukan
dengan pembuatan tempat khusus merokok dan membuat tulisan dilarang merokok.
4.5 Penyimpanan
Penyimpanan merupaka suatu bagian yang bertugas dalam melakukan pengelolaan
penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran barang – barang untuk proses industri. Bagian
penyimpanan dipimpin langsung oleh seorang asisten manajer yang membawahi empat
supervisor, yaitu supervisor bahan baku, gudang kemas, penandaan, dan penyimpanan sentral.
Secara garis besar fungsi bagian penyimpanan, yaitu penyimpanan bahan baku, penyimpanan
bahan kemas, penimbangan sentral, penandaan dan pendistribusian barang.

4.5.1 Penerimaan Bahan Baku


Penerimaan bahan yang diterima adalah bahan baku, bahan jadi, bahan ekspedisi, dan
bahan kemas yang diperlukan untuk produksi. Bahan baku yang diterima berasal dari local dan
luar negeri. Bahan baku yang baru datang akan dikarantina terlebih dahulu oleh pihak
penyimpanan bahan baku. Selama dikarantina barang yang datang akan diperiksa kesesuaianya
dengan Surat Pesanan (SP). Pemeriksaan yang dilakukan meliputi kebenaran label (nama bahan,
nomor bets), jumlah, kondisi kemasan, asal, tanggal pembuatan, tanggal kadaluarsa, dan COA
(Certificate Of Analysis). Apabila sudah sesuai makan akan dibuatkan Bukti Titipan Barang
Sementara (BTBS). BTBS dibuat tiga rangkap, dimana lembar asli diserahkan kepada pemasok
atau supplier, kopi satu untuk arsip gudang, dan kopi dua digunakan sebagai surat permohononan
uji kepada Quality Control (QC). Barang yang masuk ke gudang karantina akan diberi label
kuning kemudian barang akan dibuatkan Surat Permohonan Pemeriksaan (SPP) kepada bagian
laboratorium pengawasan mutu atau QC.

Pemeriksaan dilakukan secara sampling oleh QC. Selanjutnya pihak QC akan mengeluarkan
Hasil Pemeriksaan Laboratorium (HPL) yang menyatakan barang tersebut diluluskan atau
ditolak. Jika HPL dinyatakan lulus maka barang akan diberi label hijau dengan tulisan
“DILULUSKAN” . Kemudian gudang mengeluarkan Bukti Penerimaan Bahan Baku (BPBB)
dan bahan baku akan disimpang sesuai dengan stabilitasnya. Sedangkan untuk barang yang
ditolak akan diberikan label merah yang akan dikembalikan ke pemasok dengan membuat Surat
Pengembalian Barang dan melampirkan HPL untuk barang local, sedangkan untuk barang impor
dibuat berita acara dan dikirim ke kantor pusat untuk diproses lebih lanjut.
Bahan baku akan diperiksa ulang setiap satu tahun sekali. Bagian penyimpanan bahan baku harus
mengajukan surat permohonan jatuh tempo minimal dua belas hari kepada laboratorium. Selama
pemeriksaan ulang berlangsung status barang adalah karantina dan diberi label kuning.

4.5.2 Penyimpanan
Bahan baku yang telah diluluskan uji laboratorium akan dipindahkan dari ruang karantina
ke tempat penyimpanan yang sesuai. Penyimpanan dilakukan dengan sistem FIFO (First In First
Out). Gudang penyimpanan terdiri dari gudang A, B, D, gudang api, dan gudang bahan kemasan.
Gudang A digunakan untuk menyimpan bahan baku yang telah diloloskan oleh bagian QC untuk
proses selanjutnya. Gudang B dikondisikan pada suhu maksimal 27°C dengan kelembaban
kurang dari dari 70% dan dipantau dua kali sehari yaitu pukul 09.00 dan pukul 14.00. Gudang D
terdapat Cool storage (8-15°C) untuk menyimpan bahan aktif non ekstrak, seperti rifampisin,
omeprazole pellet 8,5%, dopamine dan lain-lain. Cool storage (2-8°C) untuk menyimpan bahan
ekstrak, seperti ekstrak pekat kunyit, ekstrak jambu biji, ekstrak kering teh hijau, dan lain-lain.

Gudang bahan kemas digunakan untuk menyimpan bahan pengemas, baik bahan
pengemas primer (tube, botol, ampul) maupun bahan pengemas sekunder (dus, box, brosur,
etiket, label) yang disimpan pada suhu 30°C. Untuk bahan kemas berupa aluminium foil
disimpan di ruang khusus pada suhu 25°C. Adapun proses penerimaan bahan kemas sama seperti
alur penerimaan bahan baku, hanya saja penerimaan bahan kemas tidak disertai Certificate of
Analysis (COA). Bahan kemas juga melalui proses karantina dan menjalani pemeriksan oleh
bagian pemeriksaan mutu atau QC. Gudang bahan api digunakan untuk menyimpan bahan-bahan
yang mudah terbakar, seperti alkohol, ammonia, dan aseton. Gudang api berada terpisah dari
gedung utama dan disekitarnya tidak ada barang ataupun sumber yang dapat memicu terjadinya
percikan api. Gudang bahan jadi dan ekspedisi digunakan untuk menyimpan produk jadi yang
menunggu kelengkapan dokumen dan akan siap dikirim ke Unit Logistik Sentar (ULS).

4.5.3 Pengeluaran Barang


Pengeluaran barang oleh gudang bahan baku dikeluarkan sesuai dengan pesanan untuk
keperluan produksi. Gudang akan memberikan barang dalam bentuk sesuai dengan kemasan dari
pemasok (dalam bentuk boks atau tong) dan tidak dalam bentuk pecahan. Jika terjadi kelebihan
pengeluaran barang untuk keperluan produksi maka disimpan di bagian penimbangan sentral.
4.5.4 Penimbangan Sentral
Bagian penimbangan sentral berfungsi untuk menimbang semua bahan yang dibutuhkan
untuk keperluan produksi. Sebelum dilakukan penimbangan, bagian penimbangan akan
menerima rencana mingguan dari bagian produksi. Berdasarkan rencana mingguan tersebut,
bagian penimbangan dapa melakukan perhitungan bahan baku dan melakukan permintan ke
gudang bahan baku.

Bahan baku yang berasal dari gudang bahan baku akan masuk ke dalam ruang
penimbangan sentral melalui materal airlock, kemudian petugas penimbangan sentral akan
memeriksa bahan baku. Sebelum dilakukan penimbangan, bahan baku diletakkan di area
karantina. Kemudian, bagian penimbangan sentral akan melakukan pencetakkan etiket bahan
yang akan ditimbang. Selajutnya, dilakukan penyiapan bahan-bahan yang akan ditimbang
dengan menggunakan sisa dari penimbangan sebelumnya terlebih dahulu, apabila kurang maka
gunakan bahan yang ada di area karantina. Tiap selesai menimbang bahan obat dalam satu bets
akan dilakukan pembersihan minor menggunakan vacuum cleaner , sedangkan sebelum
menimbang bahan yang sudah berbeda bets akan dilakukan pembersihan mayor.

4.6 Produksi

4.7 Pengemasan
Bagian pengemasan dipimpin oleh seorang Asisten Manajer yang dibantu oleh lima
orang supervisor, yaiu Supervisor Karantina In Processs (KIP). Supervisor pengemasan primer,
Supervisor pengemasan sekunder, Supervisor sediaan solid, dan Supervisor penandaan. Proses
pengemasan dimulai setelah produk dinyatakan lulus oleh Quality Control (QC). Semua produk
dikemas dengan formula bahan yang telah ditentukan. Proses pengemasan terdiri dari dua tahap,
yaitu pengemasan primer dan pengemasan sekunder. Pengemasan primer yang digunakan oleh
PT. Kimia Farma (Persero) Plant Jakarta adala strip dan blister. Sedangkan pengemasan
sekunder yaitu dus, box, dan pamflet. Pengemasan produk yang mengandung narkotika dan
psikotropika dilakukan pada jalur pengemasan yang erpisah dari produk lainnya.

a. Karantina In Process (KIP)


Merupakan bagian yang bertugas menerima, menyimpan, dan meyalurkan produk massa
(kecuali sirup dan injeksi), produk antara (krim, cairan, granul, dan lain-lain), dan produk
ruahan selama menunggu hasil pengujia laboratorium oleh QC.
b. Pengemasan Primer
Pengemasan primer merupakan proses dilakukan stripping, blistering, counting, dan
labelling.
c. Pengemasan sekunder
Setelah melalui pengemasan primer obat-obatan akan melalui pengemeasan sekunder.
Pengemasan sekunder dibagi menjadi dua belas jalur. Jalur 1-8 adalah jalur yang
digunakan untuk melakukan pengemasan terhadap sediaan tablet dan kapsul, jalur 9-10
untuk sediaan non tablet dan kapsul, jalur 11-12 digunakan untuk pengemasan produk
narkotika dan psikotropika. Pengemasan sekunder dilakukan dengan memasukkan obat-
obatan ke dalam dus dan box sampai siap untuk disimpam dalam bentuk obat jadi.

4.8 Penandaan
Penandaan adalah tempat dilakukan pencetakan identitas pada setiap batch produk.
Supervisor penandaan mendapat rencana harian dari pengemasan sekunder sehari sebelumnya.
Dus, box, pamphlet harus dipastikan sudah melalui proses penandaan sepert manufacturing date,
expired date, Nomor batch, dan Harga Eceran Tertinggi (HET) pada proses pengemasan
sekunder.

Anda mungkin juga menyukai